TUGAS KELOMPOK 2 KELAS BC MAKALAH PAJAK PENGHASILAN Perlakuan Perpajakan atas Imbalan Pembayaran Gaji, Honorarium dan Imbalan Lain yang Diterima oleh Non PNS/TNI/POLRI yang Menjadi Beban APBN/APBD Universitas Brawijaya Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Magister Akuntansi 2015 State Accountability Revitalization (STAR) BPKP UB Batch 4 Mata Kuliah: ISU-ISU TERKINI DALAM PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK Dosen Pengampu: Idris Effendi, SE, MM KELOMPOK 2 : 1. Muhammad Hafit (NIM. 146020306011020) 2. Haryono Sukamdaru (NIM. 146020306011025)
Perlakuan Perpajakan atas Imbalan Pembayaran Gaji, Honorarium dan Imbalan Lain yang Diterima oleh Non PNS/TNI/POLRI yang Menjadi Beban APBN/APBD
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TUGAS KELOMPOK 2 KELAS BCMAKALAH PAJAK PENGHASILAN Perlakuan Perpajakan atas Imbalan Pembayaran Gaji, Honorarium dan Imbalan Lain yang Diterima oleh Non PNS/TNI/POLRI yang Menjadi Beban APBN/APBD
Universitas BrawijayaFakultas Ekonomi dan BisnisProgram Magister Akuntansi2015
State Accountability Revitalization (STAR) BPKPUB Batch 4
Mata Kuliah:ISU-ISU TERKINI DALAM
PERPAJAKAN SEKTOR PUBLIK
Dosen Pengampu:Idris Effendi, SE, MM
KELOMPOK 2 :1. Muhammad Hafit
(NIM. 146020306011020)
2. Haryono Sukamdaru
(NIM. 146020306011025)
3. Muhammad Avicinna Dipayana
(NIM. 146020306011026)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL iDAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 11.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan 4
BAB II PERATURAN DAN KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN TERKAIT 52.1 Peraturan Perpajakan Terkait 5
2.2 Ketentuan Umum Perpajakan Terkait 6
2.2.1 Pemotong PPh Pasal 21 6
2.2.2 Subyek dan Obyek PPh Pasal 21 6
2.2.3 Dasar Pengenaan Tarif 7
2.2.4 Ketentuan Khusus 10
BAB III TATA CARA PENGHITUNGAN / PEMOTONGAN, PEMBAYARAN / PENYETORAN DAN PELAPORAN 113.1 Tata Cara Penghitungan/Pemotongan 11
3.1.1 Petunjuk Umum Penghitungan 11
3.1.2 Contoh Penghitungan PPh Pasal 21 19
3.2 Tata Cara Pembayaran/Penyetoran 26
3.3 Tata Cara Pelaporan 26
3.3.1 Pengisian SPT dan Bukti Pemotongan 27
BAB IV PENUTUP 294.1 Kesimpulan 29
REFERENSI iii
Isu-isu Terkini dalam Perpajakan Sektor Publik iiKelompok 2 Kelas BC PMA STAR BPKP Batch 4 UB
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangPajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut kepada obyek pajak atas
penghasilan yang diperolehnya. PPh akan selalu dikenakan terhadap orang atau
badan usaha selaku wajib pajak yang memperoleh penghasilan. Setiap perusahaan
jasa maupun non jasa sebagai wajib pajak diwajibkan untuk membayar pajak. Bagi
perusahaan, pajak merupakan sumber pengeluaran (cash disbursment) tanpa adanya
imbalan langsung untuk perusahaan tersebut. Sehingga biasanya banyak perusahaan
melakukan upaya untuk membayar pajak terutangnya sekecil mungkin selama hal
tersebut memungkinkanPada hakekatnya perpajakan di Indonesia ditetapkan
berdasarkan undang-undang, hal ini merupakan pencerminan bagian dari pelaksanaan
tonggak demokrasi dalam hidup berbangsa dan bernegara. Dalam hubungan ini
merupakan suatu realita negara yang merdeka dan berdaulat. Sesuai perjalanan
sejarah perpajakan nasional di Indonesia, tak dapat dipungkiri bahwa dalam
penyusunan kerangka acuan perubahan undang-undang dan peraturan perpajakan
sebagian besar bersumber dari sistem perpajakan warisan kolonial penjajah, terutama
ketika negara Republik Indonesia baru terbentuk. Dalam beberapa dekade terakhir ini
perubahan tersebut telah banyak mengalami perubahan yang bersumber dari sistem
perpajakan negara lain.
Dalam teori ekonomi klasik yang kini masih relevan diterapkan di berbagai
negara menyebutkan bahwa : “salah satu sumber penerimaan negara ialah dari sektor
pajak.” Pernyataan ini tertuang di dalam naskah Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23
ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut : “segala pajak dipungut berdasarkan undang-
undang demi kepentingan negara dan ditunjukan kesejahteraan rakyat”.
Pajak adalah salah satu alat yang digunakan pemerintah didalam mencapai
tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung maupun tidak
langsung dari masyarakat, untuk itu diperlukan adanya kesadaran dari masyarakat
akan kewajiban pajaknya karena pajak yang dikumpul digunakan untuk kepentingan
dan membiayai pengeluaran rutin serta pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat.
Pajak merupakan fenomena umum sebagai sumber penerimaan negara yang
berlaku di berbagai negara. Tiap negara membuat aturan dalam mengenakan dan
memungut pajak di negaranya. Bagi Indonesia, penerimaan pajak sangat besar
perannya dalam mengamankan anggaran negara dalam APBN setiap tahun. Kondisi
Isu-isu Terkini dalam Perpajakan Sektor Publik 1Kelompok 2 Kelas BC PMA STAR BPKP Batch 4 UB
itu tercapai ketika harga minyak bumi berfluktuasi di pasar internasional dalam kurun
waktu yang relatif panjang pada awal dekade 1980-an. Fluktuasi harga tersebut telah
membuat struktur penerimaan negara yang saat itu sangat mengandalkan penerimaan
dari minyak bumi dan gas (migas) tidak bisa diandalkan lagi untuk kesinambungannya.
Dari aspek budgeting, bila penerimaan andalan dari migas tetap di pertahankan, maka
akan merusak tatanan atau struktur penerimaan negara di APBN. Akibatnya,
pembangunan nasional yang telah dilaksanakan dan diprogramkan diberbagai bidang,
dan membutuhkan biaya saat itu, bisa saja tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan
rencana (program pembangunan).
Sumber penerimaan negara dari sektor pajak ada banyak macamnya. Salah
satu adalah pajak penghasilan badan, yaitu pajak penghasilan yang dikenakan kepada
sebuah badan usaha atas penghasilan dan laba usahannya baik dalam negeri maupun
pendapatan diluar negeri. Salah satu kewajiban wajib pajak khususnya wajib pajak
adalah menyelenggarakan pembukuan sebagai suatu proses yang dilakukan secara
teratur untuk menyusun laporan keuangan. Sumber penerimaan negara dari sektor
pajak ada banyak macamnya. Salah satu adalah pajak penghasilan badan, yaitu pajak
penghasilan yang dikenakan kepada sebuah badan usaha atas penghasilan dan laba
usahannya baik dalam negeri maupun pendapatan diluar negeri. Salah satu kewajiban
wajib pajak khususnya wajib pajak adalah menyelenggarakan pembukuan sebagai
suatu proses yang dilakukan secara teratur untuk menyusun laporan keuangan. Dalam
rangka menyukseskan pembangunan nasional, peranan penerimaan pajak sangat
penting dan mempunyai kedudukan yang strategis. Tidak mungkin pemerintah dapat
mengerakkan roda pemerintahan dan pembangunan nasional tanpa adanya dukungan
dana, terutama yang bersumber dari penerimaan pajak. Oleh sebab itu setiap tahun
penerimaan pajak senantiasa diupayakan untuk terus meningkat. Ada tiga unsur yang
menentukan penerimaan pajak, yakni undang-undang perpajakan yang tepat,
kepatuhan serta kesadaran dari Wajib Pajak dan aparat perpajakan yang cakap dan
bersih.
Sistem perpajakan di Indonesia menganut sistem self assesment. Dengan
sistem tersebut Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung sendiri besarnya
pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak. Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh)
terutang dilakukan oleh Wajib Pajak sendiri dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan.
Pada tahun 2015 yang baru saja berakhir, dimana terjadinya perlambatan
ekonomi global, Indonesia berhasil mencatatkan pertumbuhan ekonomi 4,7% dan
defisit APBN berada dalam batasan aman. Pencapaian tahun 2015 tentunya menjadi
Isu-isu Terkini dalam Perpajakan Sektor Publik 2Kelompok 2 Kelas BC PMA STAR BPKP Batch 4 UB
fondasi dalam menempuh tahun 2016. Namun, pada APBN 2016, Pemerintah
menetapkan target APBN yang ambisius. Pendapatan negara ditargetkan mencapai
Rp 1.822 triliun dimana sekitar 75% atau Rp 1.360 triliun bersumber dari penerimaan
pajak yang diadministrasikan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Angka ini mengalami
kenaikan hampir 30% dari realisasi tahun 2015. Oleh karena itu, diperlukan upaya
yang berbeda dan luar biasa agar target tersebut dapat dicapai.
PPh Pasal 21 merupakan salah satu PPh yang dikenakan pada Wajib Pajak,
yang pengenaannya dilakukan dengan cara memotong penghasilan yang diterima oleh
Wajib Pajak tersebut dengan jumlah tertentu berdasarkan tarif PPh yang berlaku.
Pemotongan PPh Pasal 21 tersebut dilakukan oleh pihak yang melakukan pembayaran
gaji, upah, honorarium, tunjangan, pensiun dan pembayaran lain, sehubungan dengan
pekerjaan, jasa atau kegiatan. Dalam konteks pembayaran tersebut bersumber dari
APBN maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), maka kewajiban
untuk memotong PPh Pasal 21 menjadi tanggung jawab dari bendahara pemerintah.
Bendahara pemerintah menjadi “perpanjangan tangan” dari DJP dalam menghimpun
penerimaan pajak, khususnya PPh Pasal 21.
Secara umum, berdasarkan subyeknya, ruang lingkup PPh Pasal 21 yang
menjadi tanggung jawab bendahara pemerintah dapat dibagi menjadi dua bagian
besar, yaitu PPh Pasal 21 yang dipotong atas pembayaran gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain, kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS),
anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia (POLRI), dan pensiunannya. Bagian yang berikutnya adalah PPh Pasal 21
yang dipotong atas atas pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain, kepada selain pejabat negara, PNS, anggota TNI, anggota POLRI
dan pensiunannya, atau dengan kata lain PPh Pasal 21 yang dipotong atas
pembayaran kepada pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, orang pribadi yang
berstatus bukan pegawai, dan peserta kegiatan.
Bendahara pemerintah, sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab
melakukan pengelolaan dana APBN/D sekaligus sebagai pihak yang diwajibkan untuk
memotong PPh Pasal 21, diharuskan memiliki pemahaman dan kemampuan terhadap
aspek-aspek perpajakan khususnya PPh Pasal 21 yang dipotong atas pembayaran
kepada pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, orang pribadi yang berstatus
bukan pegawai, dan peserta kegiatan. Pemahaman tersebut meliputi kewajiban secara
umum, yaitu kewajiban untuk mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dengan identitas
bendahara yang menjalankan kewajiban pemotongan PPh Pasal 21, serta kewajiban
Isu-isu Terkini dalam Perpajakan Sektor Publik 3Kelompok 2 Kelas BC PMA STAR BPKP Batch 4 UB
khusus terkait dengan pemotongan PPh Pasal 21, yaitu menghitung, menyetor atau
membayar, dan melaporkan sehubungan dengan pemotongan PPh Pasal 21. Makalah
ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang memadai bagi bendahara
pemerintah maupun pihak lain yang terkait, atas aspek-aspek pemotongan PPh Pasal
21 yang dipotong atas pembayaran kepada pegawai tidak tetap atau tenaga kerja
lepas, orang pribadi yang berstatus bukan pegawai, dan peserta kegiatan.
1.2 Rumusan MasalahMakalah ini berfokus pada 3 masalah, yaitu:
1. Bagaimana cara perhitungan/pemotongan pajak penghasilan atas Imbalan
Pembayaran Gaji, Honorarium dan Imbalan Lain yang Diterima oleh Non
PNS/TNI/POLRI yang Menjadi Beban APBN/APBD?
2. Bagaimana cara pembayaran/penyetoran pajak penghasilan atas Imbalan
Pembayaran Gaji, Honorarium dan Imbalan Lain yang Diterima oleh Non
PNS/TNI/POLRI yang Menjadi Beban APBN/APBD?
3. Bagaimana cara pelaporan pajak penghasilan atas Imbalan Pembayaran
Gaji, Honorarium dan Imbalan Lain yang Diterima oleh Non
PNS/TNI/POLRI yang Menjadi Beban APBN/APBD?
1.3 TujuanSejalan dengan masalah yang menjadi fokus makalah ini, maka tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui cara perhitungan/pemotongan pajak penghasilan atas
Imbalan Pembayaran Gaji, Honorarium dan Imbalan Lain yang Diterima
oleh Non PNS/TNI/POLRI yang Menjadi Beban APBN/APBD,
2. Untuk mengetahui cara pembayaran/penyetoran pajak penghasilan atas
Imbalan Pembayaran Gaji, Honorarium dan Imbalan Lain yang Diterima
oleh Non PNS/TNI/POLRI yang Menjadi Beban APBN/APBD, dan
3. Untuk mengetahui cara pelaporan pajak penghasilan atas Imbalan
Pembayaran Gaji, Honorarium dan Imbalan Lain yang Diterima oleh Non
PNS/TNI/POLRI yang Menjadi Beban APBN/APBD.
Isu-isu Terkini dalam Perpajakan Sektor Publik 4Kelompok 2 Kelas BC PMA STAR BPKP Batch 4 UB
BAB IIPERATURAN DAN KETENTUAN UMUM PERPAJAKAN TERKAIT
2.1 Peraturan Perpajakan TerkaitSebelum membahas lebih lanjut mengenai teknis, prosedur dan tata cara
dalam pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran kepada pegawai
tidak tetap atau tenaga kerja lepas, orang pribadi yang berstatus bukan pegawai, dan
peserta kegiatan, berikut ini disampaikan peraturan-peraturan yang mendasari dan
terkait dengan pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran kepada pegawai tidak
tetap atau tenaga kerja lepas, orang pribadi yang berstatus bukan pegawai, dan
peserta kegiatan. Peraturan tersebut antara lain:
Selanjutnya Mardiasmo (2004) mengatakan bahwa dalam pemberdayaan
pemerintah daerah ini, maka perspektif perubahan yang diinginkan dalam pengelolaan
keuangan daerah dan anggaran daerah adalah :
(1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas PenghasilanSehubungan Dengan
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
(3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara
Pembayaran dan Penyetoran Pajak.
(4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.010/2015 tentang
Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.
(5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.010/2015 tentang
Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan dari
Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang
Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.
(6) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 32/PJ/2015 tentang Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan,
Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak
Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan
Orang Pribadi.
(7) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 14/PJ/2013 tentang Bentuk, Isi,
Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Isu-isu Terkini dalam Perpajakan Sektor Publik 5Kelompok 2 Kelas BC PMA STAR BPKP Batch 4 UB
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Serta Bentuk Bukti Pemotongan
Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26.
2.2 Ketentuan Umum Perpajakan Terkait2.2.1 Pemotong PPh Pasal 21
Pada dasarnya, menurut Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), yang berkewajiban melakukan
pemotongan PPh Pasal 21 adalah pemberi kerja, bendahara pemerintah, dana
pensiun, badan, dan penyelenggara kegiatan. Dalam hal pembayaran yang terkait
dengan APBN/D, khususnya terkait pembayaran kepada pegawai tidak tetap atau
tenaga kerja lepas, orang pribadi yang berstatus bukan pegawai, dan peserta kegiatan,
kewajiban tersebut menjadi tanggung jawab bendahara pemerintah.
2.2.2 Subjek dan Objek PPh Pasal 21Yang menjadi subjek PPh Pasal 21 atau pihak yang penghasilannya dipotong
PPh Pasal 21 dalam makalah ini adalah (sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor 32/PJ/2015):
a. Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas, yaitu pegawai yang hanya menerima
penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari
bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan, atau penyelesaian suatu jenis
pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.
b. Orang Pribadi Bukan Pegawai, yaitu orang pribadi selain Pegawai Tetap dan
Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja Lepas yang memperoleh penghasilan dengan
nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 sebagai imbalan
jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi
penghasilan, yang meliputi:
1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,
pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
3. olahragawan;
4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
Isu-isu Terkini dalam Perpajakan Sektor Publik 6Kelompok 2 Kelas BC PMA STAR BPKP Batch 4 UB
6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
7. agen iklan;
8. pengawas atau pengelola proyek;
9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi
perantara;
10. petugas penjaja barang dagangan;
11. petugas dinas luar asuransi; dan/atau
12. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan
sejenis lainnya.
c. peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:
1. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga,
seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
2. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
3. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara
kegiatan tertentu;
4. peserta pendidikan dan pelatihan; atau
5. peserta kegiatan lainnya.
Sedangkan obyek PPh Pasal 21 atau penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
adalah sebagai berikut (Pasal 5 Perdirjen PER-31/PJ/2015):
a. penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian,
upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara
bulanan;
b. imbalan kepada Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan
imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan
sehubungan jasa yang dilakukan;
c. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama
dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;
2.2.3 Dasar Pengenaan dan TarifDasar pengenaan atas pemotongan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut
(Pasal 9 Perdirjen PER-31/PJ/2015):
Isu-isu Terkini dalam Perpajakan Sektor Publik 7Kelompok 2 Kelas BC PMA STAR BPKP Batch 4 UB
a. Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi:
1. Pegawai Tidak Tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau
jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender
telah melebihi Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah);
2. Bukan Pegawai yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan;
b. jumlah penghasilan yang melebihi Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) sehari,
yang berlaku bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang menerima
upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang
penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi
Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah);
c. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi Bukan
Pegawai yang menerima imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan; atau
d. jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain
penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan huruf c.
Jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh penerima penghasilan
yang dipotong PPh Pasal 21 adalah seluruh jumlah penghasilan yang diterima atau
diperoleh dalam suatu periode atau pada saat dibayarkan.
Penghasilan Kena Pajak diatas, diperoleh dengan dari (Pasal 10 ayat (2)
Perdirjen PER-31/PJ/2015): penghasilan bruto dikurangi Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP), bagi Pegawai Tidak Tetap; dan 50% (lima puluh persen) dari jumlah
penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan, bagi Bukan Pegawai.
Dalam hal Bukan Pegawai memberikan jasa kepada Pemotong PPh Pasal 21:
a. mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya maka besarnya jumlah
penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar jumlah
pembayaran setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai yang
dipekerjakan tersebut, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat
dipisahkan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut maka
besarnya penghasilan bruto tersebut adalah sebesar jumlah yang dibayarkan; atau
b. melakukan penyerahan material atau barang maka besarnya jumlah penghasilan
bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya atas pemberian jasanya saja,
kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian
jasa dengan material atau barang maka besarnya penghasilan bruto tersebut
termasuk pemberian jasa dan material atau barang.
Dalam hal jumlah penghasilan bruto dibayarkan kepada dokter yang melakukan
praktik di rumah sakit dan/atau klinik maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah
Isu-isu Terkini dalam Perpajakan Sektor Publik 8Kelompok 2 Kelas BC PMA STAR BPKP Batch 4 UB
sebesar jasa dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit dan/atau klinik
sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.
Besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut (Pasal 11 Perdirjen PER-
31/PJ/2015):
a. Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang
pribadi;
b. Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; dan
c. Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) tambahan untuk setiap anggota keluarga
sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat,
yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap
keluarga.
Sedangkan PTKP per bulan adalah PTKP per tahun dibagi 12 (dua belas),
sebesar:
a. Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b. Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak
yang kawin; dan
c. Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak
angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk
setiap keluarga.
Tarif PPh Pasal 21 yang dikenakan adalah sesuai dengan pasal 17 ayat (1) UU PPh, yaitu:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah)
5%
(lima persen)
di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
sampai dengan Rp250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta rupiah)
15%
(lima belas persen)
di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh
juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah)
25%
(dua puluh lima
persen)
di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 30%
(tiga puluh persen)
Isu-isu Terkini dalam Perpajakan Sektor Publik 9Kelompok 2 Kelas BC PMA STAR BPKP Batch 4 UB
2.2.4 Ketentuan KhususKhusus untuk penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas
berlaku ketentuan tambahan sebagai berikut (Pasal 12 Perdirjen PER-31/PJ/2015):
(1) Atas penghasilan bagi Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang tidak
dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatifnya dalam 1 (satu) bulan kalender
belum melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah), berlaku ketentuan sebagai
berikut:
a. tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau
rata-rata penghasilan sehari belum melebihi Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu
rupiah); atau
b. dilakukan pemotongan PPh Pasal 21, dalam hal penghasilan sehari atau rata-
rata penghasilan sehari melebihi Rp 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah), dan
jumlah sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) tersebut merupakan
jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
(2) Rata-rata penghasilan sehari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah rata-
rata upah mingguan, upah satuan, atau upah borongan untuk setiap hari kerja
yang digunakan.
(3) Dalam hal Pegawai Tidak Tetap telah memperoleh penghasilan kumulatif dalam 1
(satu) bulan kalender melebihi Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) maka jumlah
yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar PTKP yang
sebenarnya.
(4) PTKP yang sebenarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah sebesar
PTKP untuk jumlah hari kerja yang sebenarnya.
(5) PTKP sehari sebagai dasar untuk menetapkan PTKP yang sebenarnya adalah
sebesar PTKP per tahun dibagi 360 (tiga ratus enam puluh) hari.
(6) Dalam hal berdasarkan ketentuan di bidang ketenagakerjaan diatur kewajiban
untuk mengikutsertakan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas dalam
program jaminan hari tua atau tunjangan hari tua, maka iuran jaminan hari tua
atau iuran tunjangan hari tua yang dibayar sendiri oleh Pegawai Tidak Tetap
kepada badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja atau badan
penyelenggara tunjangan hari tua, dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Isu-isu Terkini dalam Perpajakan Sektor Publik 10Kelompok 2 Kelas BC PMA STAR BPKP Batch 4 UB
BAB IIITATA CARA PENGHITUNGAN/PEMOTONGAN,
PEMBAYARAN/PENYETORAN DAN PELAPORAN
Secara garis besar, tata cara pemotongan PPh Pasal 21 dalam makalah ini
dibagi menjadi tiga bagian atau tahapan, yaitu tata cara pada tahap
penghitungan/pemotongan, tata cara pembayaran/penyetoran dan tata cara pelaporan.
Masing-masing tata cara akan dijelaskan sebagaimana berikut:
3.1 Tata Cara Pengitungan/Pemotongan3.1.1 Petunjuk Umum Penghitungan
A. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Berkala
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan penerima pensiun
berkala dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh
Pasal 21 yang terutang untuk setiap Masa Pajak, yang dilaporkan dalam
SPT Masa PPh Pasal 21, selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak
di mana pegawai tetap berhenti bekerja;
Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian Form 1721 Al atau 1721
A2 dan pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk Masa Pajak
Desember atau Masa Pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja.
Penghitungan kembali ini dilakukan pada:
bulan di mana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun;
bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun
kalender dan bagi penerima pensiun yang menerima uang pensiun
sampai akhir tahun kalender
A.1. Penghitungan Masa atau Bulanan Selain Masa Pajak Desember atau
Masa Pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja:
a. Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur
1) Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur bagi
Pegawai Tetap
a) Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan Pegawai
Tetap, terlebih dahulu dihitung seluruh penghasilan bruto
yang diterima atau diperoleh selama sebulan, yang meliputi
seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaran teratur
Isu-isu Terkini dalam Perpajakan Sektor Publik 11Kelompok 2 Kelas BC PMA STAR BPKP Batch 4 UB
lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan pembayaran
sejenisnya.
b) Untuk perusahaan yang masuk program BPJS
Ketenagakerjaan, premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK),
premi Jaminan Kematian (JK), premi Jaminan Hari Tua
(JHT) dan premi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan
bagi pegawai. Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi