MAKALAH KAPITA SELEKTA HEWAN Pengaruh Deksametason pada Gen Moesin Ekspresi dalam Sel-sel Stroma Sumsum Tulang Kelinci DESIANA IKA LISTIANI 0402514017 PROGRAM PASCASARJANA UNNES PENDIDIKAN IPA KONSENTRASI BIOLOGI
MAKALAH
KAPITA SELEKTA HEWAN
Pengaruh Deksametason pada Gen Moesin Ekspresi dalam Sel-sel Stroma Sumsum Tulang Kelinci
DESIANA IKA LISTIANI
0402514017
PROGRAM PASCASARJANA UNNES
PENDIDIKAN IPA KONSENTRASI BIOLOGI
SEMARANG2014
BAB 1
Pendahuluan
Kortikosteroid pada saat ini dianggap sebagai obat yang sangat penting dalam
dunia pengobatan, sehingga sering digunakan dalam mengobati berbagai macam
penyakit. Obat dari golongan kortikosteroid umumnya digunakan untuk mengurangi
mengatasi radang, apapun penyebab radangnya dan di manapun lokasinya. Beberapa
penyakit peradangan yang kerap diobati dengan kortikosteroid adalah asma, radang
rematik, radang usus, radang ginjal, radang mata, dll. Selain itu, obat ini juga
digunakan pada penyakit gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti berbagai jenis
alergi, dan lupus. Dengan sifatnya yang menurunkan sistem kekebalan, kortikosteroid
juga dapat digunakan untuk pasien yang baru menjalani transplantasi organ untuk
mencegah reaksi penolakan tubuh terhadap organ yang dicangkokkan. Obat ini
bahkan digunakan juga pada pasien kanker, yaitu untuk mencegah mual dan muntah
akibat kemoterapi, juga pada terapi kanker itu sendiri sebagai terapi pendukung
kemoterapi. Kortikosteroid juga digunakan untuk ibu hamil yang memiliki resiko
melahirkan prematur, yaitu untuk mematangkan paru-paru janin, sehingga jika harus
lahir prematur paru-paru bayi sudah cukup kuat dan bekerja dengan baik.
Salah satu kortikosteroid yang banyak dikonsumsi yaitu dari jenis
deksametason. Deksametason memiliki efek anti inflamasi dan anti alergi.
Penggunaan deksametason di masyarakat sering kali kita jumpai, antara lain: pada
terapi arthritis rheumatoid, systemic lupus erithematosus, rhinitis alergika, asma,
leukemia, lymphoma, anemia hemolitik atau auto immune, selain itu deksametason
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis sindroma cushing. Efek samping
pemberian deksametason antara lain terjadinya insomnia, osteoporosis, retensi cairan
tubuh, glaukoma dan lain-lain ( Suherman, 2007). Banyaknya penggunaan
deksametason dalam berbagai macam kasus, sehingga deksametason merupakan satu-
satunya pilihan obat terbaik, sehingga mau tidak mau harus digunakan. Namun,
penggunaan deksametason memiliki efek samping yang cukup luas, antara lain :
meningkatkan resiko diabetes, menghambat pertumbuhan anak-anak, menyebabkan
gemuk pada bagian tubuh tertentu (wajah, bahu, perut), menurunkan daya tahan
tubuh sehingga mudah terkena infeksi, meningkatkan resiko hipertensi karena
menahan garam di dalam tubuh, menyebabkan gangguan lambung (perdarahan
lambung) dan penggunaan deksametason dalam jangka panjang dapat mengakibatkan
osteoporosis atau pengeroposan pada tulang.
BAB II
PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh deksametason terhadap
sumsum tulang sel stroma diferensiasi dipelajari dengan skrining aksi deksametason
dan ekspresi gen pada kelinci. Sebuah penelitian pada perubahan matriks protein
ekstraseluler menggunakan pengobatan deksametason. Pada sebagian besar penelitian
yang dilakukan dengan memodifikasi perlakuan pemberian deksametason. Untuk
mengidentifikasi suatu gen responsive terhadap deksametason, dipelajari sebuah
tampilan pola ekspresi gen diferensial pada sel stroma sumsum tulang pada kelinci
yang dikultur dengan pemberian deksametason dan tanpa pemberian deksametason.
Bahan dan metode
Sel dan kondisi kultur sel stroma sumsum tulang pada femur tiga ekor kelinci putih
betina New Zealand. Sel-sel berlapis 75 cm2 dalam botol pada kepadatan 3x105
sel/cm2 dan dikultur dalam α MEM ditambah dengan 10% v/v (FCS) serum fetal calf
dan diberi perlakuan dengan pemberian deksametason 10 Nm (Dex) dan tanpa
pemberian deksametason selama kurun waktu 28 hari. Pada akhir pengkulturan,
aktivitas alkaline phosphate dan kapasitas in vitro.
Ekstraksi mRNA
Total ektraksi RNA dilakukan pada 1 ml semua ekstrak untuk 7x106 cells
(Eurobio, Les Ulis, France). Total RNA diukur dengan menggunakan
spektrofotometer pada 260 nm. Total RNA diberi perlakuan dengan DNase I
(Clontech, Palo Alto, USA). Dua microgram dari masing-masing RNA sampel
digunakan untuk melangsungkan trnskripsi balik dalam kondisi standar dengan
Superscript II transcriptase balik (Gibco BRL, Grand Island, USA) dalam 20 µl
volume akhir. Reaksi dilakukan pada 420C selama 1 jam dan 700C selama 10 menit
dan berhenti pada 40C. produk dari reaksi RT diencerkan dalam 1/40 (cairan A) dan
1/10 (cairan B) dalam air.
Tampilan diferensial
Differential reaksi display PCR dilakukan dengan menggunakan DeltaTM Diferensial
Tampilan kit dari Clontech (Palo Alto, USA). Lima mikroliter cDNA cairan A dan B
digunakan dalam reaksi PCR selanjutnya dilakukan pada 20 µl campuran reaksi yang
mengandung 50 µM setiap dNTPs, 1 µM primer hulu (T) dan primer hilir (P) dan 1
µU Taq polymerase (Roche, Prancis) mengikuti rekomendasi aturan dunia.
Amplificasi dilakukan pada 940C selama 5 menit, 40 0C selama 5 menit dan 68 0C
selama 5 menit untuk satu siklus, 94 0C selama 20 detik, 60 0C selama 30 detik dan 68 0C selama 2 menit selama 30 siklus dan siklus akhirnya 68 0C selama 7 menit. Produk
dari amplifikasi divisualisasikan pada gel akrilamida (urea 8 M dan TBE 6%) setelah
pewarnaan perak nitrat. fragmen ditentukan untuk diungkapkan secara berbeda
dielusi dan cDNA adalah diperkuat menggunakan primer yang sama T dan P dan
PCR yang sama kondisi dimana mereka dihasilkan. Produk amplifikasi diklon
menggunakan keuntungan PCR Cloning kit dari Clontech (Palo Alto, USA) dan
sequencing menggunakan Big DyeTM Terminator v 3.3 siklus kit sequencing siap
untuk direaksikan (Applied Biosystems, Les Ulis, Prancis) dalam PRISM ABI 310
sequencer DNA otomatis (Applied Biosystems, Les Ulis, Prancis). Urutan DNA
dibandingkan dengan Database Gene Bank menggunakan ledakan algoritma.
mRNA kuantifikasi oleh kuantitas PCR secara real-time
Kuantitatif PCR dilakukan dengan menggunakan sebuah sistem Cahaya Cycler
(Roche Diagnostics, Meylan, Prancis) sesuai dengan instruksi pabrik. Reaksi
dilakukan pada 10 Volume µl dengan 1 µl cDNA, 0,5 µM primer, 4 mM MgCl2
dan 1 µl Cahaya Cycler-Fast Start DNA Master SYBR Green I campuran (Roche
Diagnostics, Meylan, Prancis). Tipikal protokol terdiri dari langkah mulai panas (8
mn pada 950C) diikuti oleh 40 siklus termasuk 10 detik denaturasi langkah (95 0C),
10 detik annealing langkah (58 ◦C) dan perpanjangan langkah pada 72 0C bervariasi
dari 15 detik sampai 40 detik. untuk mengkonfirmasi amplifikasi spesifisitas, produk
PCR menjadi sasaran analisis kurva leleh. Data kuantifikasi diwakili rata-rata dari
tiga percobaan independen. Primer untuk moesin dipilih dalam urutan yang diperoleh
sebelumnya. Urutan primer hulu dan hilir primer masing-masing:
5’-CGATAATCAGAACCCCGTCC-3’?? dan 5’GGGGAGAAGGCAAATAGGAA-
3’. Gen 36B4 digunakan sebagai gen referensi. Urutan primer hulu dan primer hilir
masing-masing: 5’ CGACCTGGAAGTCCAACTAC-3’ dan 5’ -AGCAACATG
TCCCTGATCTC-’
Hasil
Analisis tampilan diferensial
Analisis tampilan diferensial dilakukan pada RNA sampel yang diisolasi dari
sel-sel stroma pada sumsum tulang kelinci dikultur dalam FCS baik dengan
pemberian deksametason maupun yang tidak diberi deksametason selama 28 hari.
Tiga belas perbedaan kombinasi primer yang digunakan untuk memperkuat
pemberian DNase Total RNA. Lima dari mereka diperbolehkan untuk mendapatkan
pita diferensial.
Tampilan diferensial menggunakan P1 downstream primer dan T1 upstream
primer diidentifikasisebuah cDNA fragment mengelilingi 300bp yang turun setelah
pemberian deksametason (Pada gambar 1).
Gambar 1. Analisis tampilan diferensial.
Analisis tampilan diferensial untuk ekstraksi mRNA dari sel stroma sumsum
tulang kelinciyang dikultur dalam FCS dengan penambahan (+) deksametason
ataupun tanpa penambahan deksametason (-) selama 28 hari. Amplifikasi dilakukan
pada 5 µl cDNA dari larutan A . dan pengenceran B menggunakan P1 primer dan T1
Primer. Produk diferensial amplifikasi diamati sekitar 300bp untuk sampel 1 dan 2
hanya tanpa deksametason.
Sequencing (urutan) dari fragment ditentukan berurutan sebuah sequence dari
285 bp dan mengungkapkan bahwa cDNA tidak teridentifikasi pada kelinci. Namun,
sequence menunjukkan 86% dari identitas moesin mRNA manusia (Gambar. 2) .
Protein Moesin terlibat dalam organisasi sitiskeletal.
Gambar 2 Identifikasi produk diferensial amplifikasi “fcob”. Sequence menunjkkan
86% homologi dengan sequence mRNA moesin manusia. Upstream dan downstream
primer ditunjukkan dengan gambar yang dicetak tebal dan digaris bawah.
Ekspresi moesin mRNA pada sel stroma sumsum tulang kelinci
Ekspresi dari mRNA moesin dianalisis dengan real-time RT-PCR
menggunakan RNA total diekstraksi dari sel-sel stroma sumsum tulang dari tiga ekor
kelinci yang dikultur, hasilnya dinyatakan sebagai relative ekspresi mRNA moesin,
dinormalisasgi ke dalam endogen reference (36B4) dan relative terhadap
deksametason tanpa treatment. Sampel yang dipilih untuk mewakili 100% dari
ekspresi gen ini.
Penelitian dilakukan dengan analisis display diferensial seperti ditunjukkan
pada Gambar 3. Ekspresi moesin mRNA menurun pada ketiga sampel setelah diberi
perlakuan pemberian deksametason. Dalam kondisi ini, deksametason diperlakukan
sampel 1 dan sampel 2 menunjukkkan penurunan tingkat ekspresi mRNA moesin
masing-masing 75% dan 85%.
Namun, variasi ekspresi mRNA moesin pada sampel 3 masih lemah yaitu
73% ekspresi yang tersisa setelah diberi perlakuan dengan pemberian deksametason.
Namun demikian, ukuran kecil panel sampel yang diteliti (dari 3 kelinci yang
berbeda) tidak memungkinkan untuk dianalisis secara statistik karena perbedaan
moesin ekspresi dianggap signifikan pada masing-masing kelinci percobaan. Hasil
percobaab dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.
Gambar 3 Real-Time PCR . Ekspresi mRNA moesin dianalisis dengan Real-
Time RT-PCR kuantitatif menggnakan RNA total diekstraksi dari sel stroma sumsum
tulan dari ketiga ekor kelinci percobaan, (L1, L2, dan L3) yang dikultur pada FCS
dengan pemberian deksametason (+) atau tanpa pemberian deksametason (-). Tingkat
mRNA moesin dinormalisasi dengan gen 36B4. Ekspresi moesin menurun secara
signifikan dalam dua sampel setelah pemberian deksametason.
BAB III
SIMPULAN
Pengaruh pemberian deksametason pada diferensiasi osteoblastik sesuai
dengan literature, bahkan hasil percobaan pemberian deksametason dalam stimulasi
osteoprogenitor sel proliferasi, memproduksi lebih banyak sel-sel yang mampu
menghasilkan nodul tulang. Diferensiasi osteoblast diperoleh untuk sel-sel stroma
sumsum tulang kelinci yang dikultur pada FSC dan diberi perlakuan dengan
pemberian deksametason selama 28 hari. Pemberian pengobatan deksametason dapat
memodulasi gen moesin. Efek dari pemberian deksametason ini dapat menjelaskan
beberapa tindakan terhadap proliferasi dan diferensiasi sel-sel osteoblastik.
DAFTAR PUSTAKA
Cornet, F. Broux, O, Anselme, K., Hardouin, P dan Jeanfis, J. 2004. Effect of
Dexamethasone on Moesin Gene Expression in Rabbit Bone Marrow Stromal Cells.
Vol 265 Hal 79-83.
Yudaniayanti, I, Timora F, dan Rosilawati E. 2012. Kombinasi Ampicillin, Dextran-
40, dan Deksametason dalam Mencegah Adhesi Intra-Abdominal Pasca Operasi
Histerotomi Kucing (Fellis Catus)