Makalah Potensi Pemberian Trichoderma sp dan Pengguaan Yellow Trap Untuk mengurangi Intensitas Serangan penyakit Phytopthora infestans dan hama kutu kebul pada tanaman tomat Varietas Zamrud Disusun oleh: Kelas D PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Makalah
Potensi Pemberian Trichoderma sp dan Pengguaan Yellow Trap Untuk mengurangi Intensitas Serangan penyakit Phytopthora infestans dan hama kutu kebul pada tanaman tomat Varietas
Zamrud
Disusun oleh:
Kelas D
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tomat adalah salah satu komoditas sayuran yang diusahakan oleh petani di
Indonesia. Badan Pusat Statistik (2011), melaporkan nilai produksi dan produktivitas
nasional tomat tahun 2006-2010, nilai produksinya tahun 2006 sebesar 629.744 ton, tahun
2007 sebesar 635.474 ton, tahun 2008 sebesar 725.973 ton, tahun 2009 sebesar 853.061
ton, dan tahun 2010 sebesar 891.616 ton. Sedangkan untuk nilai produktivitas tomat
nasional pada tahun 2006 sebesar 11.77 ton/ha, tahun 2007 sebesar 12.33 ton/ha, tahun
2008 sebesar 13.66 ton/ha, tahun 2009 sebesar 15.27 ton/ha, dan tahun 2010 sebesar
14.58 ton/ha.
Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi (2010) menyatakan bahwa varietas
tomat yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian sampai tahun 2006 sebanyak 54 varietas
dan pada masa depan varietas yang sudah dilepas tersebut merupakan varietas anjuran.
Varietas tomat yang telah dilepas tersebut diantaranya adalah Intan, Ratna, Berlian,
Mutiara, Kaliurang, Zamrud, Opal, Arthaloka, dan Permata.
Buah tomat menjadi salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi
tinggi dan masih memerlukan penanganan serius, terutama dalam hal peningkatan
hasilnya dan kualitas buahnya. Indonesia sebagai salah satu Negara beriklim tropis
mempunyai potensi dan kesempatan yang cukup besar untuk memanfaatkan peluang
usaha dibidang hortikultura, khususnya tomat (Hanindita, 2008).
Salah satu kendala dalam peningkatan produksi tomat di Indonesia adalah
pengendalian OPT, terutama penyakit busuk daun (Phytophthora infestans). Penyakit
busuk daun merupakan penyakit utama pertanaman tomat di dataran tinggi dan
pertanaman tomat di Indonesia tersebar terutama di daerah dataran tinggi, sehingga
penyakit ini menjadi salah satu kendala berat bagi petani tomat Indonesia. Sampai saat ini
semua varietas tomat yang dibudidayakan rentan terhadap penyakit busuk daun (Gareth,
et al., 1995; Nelson, 2008; Anonim, 2012). Penyakit busuk daun dapat menyebabkan
penurunan produksi pada lahan hingga gagal panen apabila tidak ditangani dengan tepat.
Penyakit busuk daun dapat berkembang dengan cepat pada kondisi yang ideal dan
menyebabkan kematian tanaman tomat pada lahan dalam waktu dua minggu (Cerkauskas,
2005).
Kerusakan oleh penyakit Fusarium dapat mengakibatkan penurunan hasil antara
10-100%. Di Belarusia (1999), Phytophthora infestans dapat menyerang daun-daun
tanaman bagian atas (daun muda) pada awal periode pertumbuhan vegetatif tanaman
dengan tingkat kerusakan daun mencapai 80-100% pada varietas yang berumur genjah,
dan 70-80% pada varietas yang berumur sedang dan dalam. Hasil penelitian Sengooba
dan Hakiza (1999), menunjukkan bahwa kehilangan hasil dapat melebihi 90%, jika
patogen menyerang kultivar yang rentan pada awal pertanaman. Penelitian yang
dilakukan di Ethiopia, Kenya, Rwanda, Uganda, dan Burundi menunjukkan bahwa
kehilangan hasil dapat mencapai 40-70%, dan besarnya kehilangan hasil sangat
tergantung baik pada kerentanan varietas maupun pada kondisi lingkungan tempat
tumbuh.
P. infestans datang dengan isyarat bercak cokelat kehitaman di permukaan daun
muda. Bercak lalu melebar membentuk area nekrosis berwarna cokelat keputihan. Umbi
kentang yang terserang menjadi melekuk dan berair. Ketika kita membelah umbi tampak
warna cokelat busuk. Perkembangbiakannya begitu cepat sebabnya P. infestans patogen
yang memiliki patogenisitas beragam. Patogen ini mampu berkembangbiak secara
aseksual. Mempunyai zoospora yang bisa berkecambah langsung. P. infestans bersifat
heterotalik yaitu berkembang biak secara seksual dengan memiliki oospora. Perantara
penyebaran paling utama adalah benih yang berpotensi mengandung patogen. Angin juga
berperan menyebarkan spora dari satu tanaman ke tanaman lain, bahkan dari satu daerah
ke daerah lain (Salma dan Guntoro, 1999)
Memasuki pasar global persyaratan produk-produk pertanian ramah lingkungan
akan menjadi primadona. Persyaratan kualitas produk pertanian akan menjadi lebih ketat
kaitannya dengan pemakaian pestisida sintetik. Salah satu alternatif upaya peningkatan
kuantitas dan kualitas produk pertanian khususnya kentang dapat dilakukan dengan
pemanfaatan agen hayati (biopestisida) sebagai pengganti pestisida sintetik yang selama
ini telah diketahui banyak berdampak negatif dalam mengendalikan penyakit-penyakit
tanaman. Seperti terbunuhnya mikroorganisme bukan sasaran, membahayakan kesehatan
dan lingkungan (Samways,1983). Berdasarkan keadaan ini maka eksplorasi dan skrining
agen hayati pada keanekaragaman hayati yang kita punya harus dilakukan dalam rangka
untuk menemukan sumberdaya genetik baru yang berpotensi sebagai agen pengendalian
hayati penyakit tanaman yang ramah lingkungan.
Trichoderma sp. adalah jamur saprofit tanah yang secara alami merupakan parasit
yang menyerang banyak jenis jamur penyebab penyakit tanaman (spektrum pengendalian
luas). Jamur Trichoderma spp. dapat menjadi hiperparasit pada beberapa jenis jamur
penyebab penyakit tanaman, pertumbuhannya sangat cepat dan tidak menjadi penyakit
untuk tanaman tingkat tinggi. Mekanisme antagonis yang dilakukan adalah berupa
persaingan hidup, parasitisme, antibiosis dan lisis (Tsao, 1983). Menurut Rukmana, 1997,
jenis Trichoderma yang umum dijumpai di Indonesia adalah: T. piluliferum, T.
polysporum, T. hamatum, T. koningii, T. aureoviride, T. harzianum, T. longibrachiatum.
T. psudokoningii, dan T. viride.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa Trichoderma spp. dapat
mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh jamur Rhizoctonia solani. Hasil penelitian
Susanna, 2000 dalam (Tsao, 1983), menunjukkan bahwa Trichoderma spp. isolat
Lampung mampu menekan pertumbuhan jamur Fusarium oxysporum pada tanaman
pisang. Menurut Nuryani dkk, 2003 bahwa pemakaian Trichoderma sp. dapat
mengendalikan penyakit layu bakteri Ralstonia solanacearum. Kaji terap yang
dilaksanakan pada Laboratorium PHPT Semarang menunjukkan bahwa Trichoderma sp.
cukup efektif untuk mengendalikan penyakit Alternaria sp pada bawang merah. Selain itu
untuk mengurangi intensitas serangan hama kutu kebul juga digunakan yellow trap.
Yellow trap atau Perangkap warna kuning efektif untuk mengendalikan populasi
hama L. huidobrensis (Pamuji dan Nurrahman, 2013). Sehingga dari hasil penelitian
tersebut akan diaplikasikan pada tanaman tomat untuk mengurangi intensitas serangan
kutu kebul yang dapat menurunkan produksi 20%-100%. Aplikasi ini kami terapkan
dengan pemodifikasian penggunaan cahaya kuning atau Yellow Trap untuk hama Kutu
Kebul (Bemicia tabaci) pada tanaman tomat. Diharapkan dengan metode penelitian ini
intensitas serangan hama Kutu Kebul berkurang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah dengan pemberian jamur Trichoderma spp dapat mengurangi intensitas
serangan jamur patogen Phytopthoran infestans pada tanaman tomat varietas
Zamrud?
2. Apakah dengan penggunaan Yellow Trap dapat mengurangi intensitas serangan hama
kutu kebul (Bemisia tabaci) pada tanaman tomat varietas Zamrud?
3. Apakah dengan pemberian jamur Trichoderma spp dan penggunaan Yellow Trap
dapat meningkatkan nilai kuantitas dan kualitas hasil produksi tomat varietas
media jagung, isolat Phytopthoran infestans, tanaman tomat, tanah dan pupuk kompos
yang sterilisasi.
Alat percobaan yang digunakan adalah: autoclave, laminar air flow (box isolasi);
mikroskop, botol media, borgabus, polybag ukuran 3 kg, bak persemaian, jarum ose, cawan
petri, alat semprot.
3.1.2 Yellow Trap
Bahan yang digunakan dalam pembuatan Yellow Trap ini antara lain: Seng plat
(200 x 100 cm2); cat yellow fluorescent merek Diton; cat dasar putih merek Diton;
lem tikus merek “ultra super”; plastic transparan Yashica; klip 105; tonggak kayu
setinggi 3 m; dan paku 1 inchi.
Alat yang digunakan dalam pembuatan Yellow Trap ini antara lain:
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Jamur Trichoderma sp.
Metode penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK) , terdiri
atas 7 perlakuan dan 3 ulangan. Variasi perlakuan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
A = Tanpa introduksi Trichoderma sp.
B = 10 gram Trichoderma sp.
C = 20 gram Trichoderma sp.
D = 30 gram Trichoderma sp.
E = 40 gram Trichoderma sp.
F = 50 gram Trichoderma sp.
G = Introduksi 50 gram Trichoderma sp. tanpa Phytopthoran infestans
Analisis data menggunakan tabel ANNOVA, apabila terjadi perbedaan akan
dilanjukkan dengan uji beda nyata (BNT) taraf 5%.
3.2.2 Yellow Trap
3.3 Pelaksanaan Percobaan
3.3.1 Jamur Trichoderma sp.
a. Pencarian Spesimen
Pemilihan sample spesimen dilakukan dengan mencari tanaman tomat yang terserang
jamur patogen Phytopthoran infestans. Dengan melihat gejala seperti:
1. Bercak hitam kecoklatan atau keunguan pada helai daun, tangkai atau batang,
pada bercak yang berkembang dengan cepat, bagian yang paling luar berwarna
kuning pucat dan menjalar ke bagian daun luar yang masih berwarna hijau.
2. Sisi bawah daun tampak adanya pembentukan organ pengembangbiakan jamur
(spora) yang berwarna putih seperti beludru pada daerah peralihan antara pucat
dan ungu.
3. Pada buah tomat, bercak berwarna hijau kelabu kebasah–basahan. Pada buah
hijau bercak berwarna coklat tua, agak keras dan berkerut.
b. Pembuatan Medium PDA
Serbuk Potato Dextrose Agar (PDA) yang sudah siap pakai sebanyak 39 gram
dilarutkan dalam 1 liter aquades, kemudian dipanaskan sampai mendidih sambil diaduk
sampai homogen. Larutan dimasukkan dalam erlemeyer ditutup dengan kapas dan
alumunium foil lalu disterilkan pada autoclave suhu 121º C selama 30 menit. Medium PDA
dikeluarkan dan dituangkan pada petridish steril masing-masing 10 ml dan dibiarkan
membeku.
c. Pembuatan Kultur Phytopthoran infestans
Spesimen diperoleh dari lapang kemudian bagian batang dibersihkan dengan alkohol
70%, dipotong tipis selanjutnya diisolasikan pada media PDA diinkubasikan pada suhu
kamar selama 3 – 5 hari. Setelah tumbuh dilakukan identifikasi di bawah mikroskop. Bila
sudah diperoleh Phytopthoran infestans dilakukan pemurnian dengan cara mengambil
jamur bagian ujung dengan menggunakan jarum ose, selanjutnya diisolasikan pada media
PDA baru yang sudah steril. Dilakukan di dalam box isolasi secara aseptis kemudian
diinkubasikan. Pemurnian dilakukan 2-3 kali sampai diperoleh isolate murni.
d. Penyediaan Trichoderma sp.
Jamur Trichoderma sp yang digunakan adalah jamur Trichoderma sp hasil
perbanyakan yang dikembangkan pada media beras jagung.
e. Persiapan Media Tanaman Tomat
Media tanamberupa campuran tanah dan kompos dengan perbandingan 3 : 1.
Kemudian sterilisasi dengan uap panas selama 3 jam. Setiap polybag diisi dengan 3 kg media
tanam dan ditanami 1 bibit tanaman tomat yang berumur 7 hari.
f. Pemberian Trichoderma sp.
Pemberian jamur Trichoderma sp dilakukan pada saat pindah tanam, sesuai dengan
dosis yang diuji dengan cara menaburkan inokulum jamur pada permukaan media tanam
sesaat sebelum ditanami bibit tomat.
g. Inokulasi penyakit Phytopthora infestans.
Inokulasi Phytopthora infestans dilakukan bersamaan dengan pemberian inokulum
jamur Trichoderma sp. Pada setiap polybag disiramkan suspense spora Phytopthoran
infestans sebanyak 100 ml dengan konsentrasi 1 % (10 gram/liter air).
h. Pengamatan
Objek yang diamati meliputi:
1. Persentase Serangan Penyakit Busuk Daun, dengan menggunakan rumus:
n
P = ------------------------ x 100 %
N
Keterangan:
P = Persentase serangan penyakit busuk daun
n = Jumlah tangkai daun yang menunjukkan gejala busuk daun
N = Jumlah tangkai daun seluruhnya (Hidayat Natawigena, 1998).
Pengamatan dilakukan setiap 1 minggu.
2. Pertumbuhan vegetative tanaman tomat seminggu sekali sampai dengan 10 minggu setelahtanam
(MST), terdiri dari: pertumbuhan tinggi tanaman dan pertumbuhan jumlah tangkai daun.
3. Pertumbuhan genaratif dan hasil tanaman tomat yang terdiri dari: pertumbuhan jumlah bunga, mulai 8
MST s/d 16 MST. Pertumbuhan jumlah bunga, mulai 12 MST s/d 18 MST. Jumlah bobot buat mulai
16 MST s/d 18 MST.
i. Yellow Trap
1. Pemasangan yellow fluorescent sticky trap pada tiap-tiap tanaman sebanyak 4 buah.
Tinggi tonggak untuk pemasangan yellow flourescent stiky trap adalah 3 meter dan
dipasang kira-kira 30 cm di sebelah luar kanopi tanaman.
2. Yellow sticky trap dibuat dari seng yang dibentuk menyerupai silinder dengan diameter
9,5 cm, tinggi 22 cm. Kemudian silinder seng dicat dengan warna kuning kehijau
(fluorescent color/Diton brand/yellow 8005 atau fluorescent color/RJ/yellow 1005)
seperti tunas daun tanaman manggis, namun demikian agar warna cat tahan lama
sebaiknya silinder seng diberi car dasar warna putih (Diton brand/white 840 atau RJ
brand/white B 400) terlebih dahulu
3. Memaku silinder seng yang sudah dicat pada tonggak kayu setinggi 3 meter
4. Menyiapkan plastik tansparan (OHP-plastic) dengan mengolesi secara merata plastik
tersebut menggunakan lem tikus bening (merk ”ultra super”)
5. Menempelkan plastik ber-lem pada silinder seng berwarna hijau kekuningan dengan
menggunakan klip. Bagian plastik yang telah diolesi dengan lem berada pada sebelah
luar silinder seng.
6. Yellow fluorescent sticky trap berplastik dengan lem pada bagian luarnya serta
bertonggak siap ditancapkan di sekitar kanopi
Pengaruh Introduksi Jamur (Trichoderma sp.) terhadap Perkembangan Penyakit Layu
Fusarium (Fusarium oxysporum), Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Tomat
Oleh : Pasetriyani Eddy T, dan Y.Wahyu
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengaruh Pemberian Jamur Trichoderma spp dalam Mengurangi Intensitas Serangan
Jamur Patogen Phytopthoran infestans pada Tanaman Tomat Varietas Zamrud
4.2 Pengaruh Penggunaan Yellow Trap dalam Mengurangi Intensitas Serangan Hama
Kutu Kebul (Bemisia tabaci) pada Tanaman Tomat Varietas Zamrud
4.3 Pengaruh Pemberian Jamur Trichoderma spp dan Penggunaan Yellow Trap Dalam
Meningkatkan Nilai Kuantitas dan Kualitas Hasil Produksi Tomat Varietas Zamrud
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Bernandius, T. Wahyu Wiryanta. 2002. Bertanam Tomat. Jakarta : PT. Agromedia Pustaka
BPS. 2011. Produksi Tomat Nasional. (online) www.BPS.go.id. Diakses tanggal 28 Mei 2013
Cerkauskas, Ray. 2005. Tomato. Diseases : Late Blight. AVRDC publication. pp. 05-633.
Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi . 2010. Pelepasan Varietas Tomat. www. Direktorat
Perbenihan.com, diakses tanggal 28 Mei 2013
Doolittle, S.P, A.L. Taylor, L.L. Danielson. 1961. Tomato Diseases and Their Control. Agriculture Research.United States Departement of Agriculture. 86p.
Gareth w. Griffith, Rebecca Snell & David s. Shaw. 1995. Late blight (Phytophthora infestans)
Nasa, 2012. Hama Dan Penyakit Tanaman Tomat. (Online). http://nasa88.wordpress.com /2012/05/21/hama-dan-penyakit-tanaman-tomat/. Diakses Tanggal 28 Mei 2013.
Nuryani, Wakiah, Hanudin, I Djatnika, Evi Silvia dan Muhidin. 2003. Pengendalian Hayati Layu
Fusarium pada Anyelir dengan Formulasi Pseudomonas fluorescens,