Page 1
1.1Bakteri
Bakteri ( dari kata Latin bacterium; jamak : bacteria )
adalah kelompok organism yang tidak memiliki membrane inti
sel. Organisme ini termasuk ke dalam dominan prokariota dan
berukuran sangat kecil (mikroskopik), serta memiliki peran
yang besar dalam kehidupan di bumi. Beberapa kelompok bakteri
dikenal sebagai agen penyebab infeksi dan penyakit. Struktur
sel bakteri relatif sederhana : tanpa nukleus / inti sel,
kerangka sel, dan organel-organel lain seperti mitokondria dan
kloroplas. Hal inilah yang menjadi dasar perbedaan antara sel
prokariot dengan sel eukariot yang lebih kompleks.
Bakteri sebagai makhluk hidup tentu memiliki informasi
genetika berupa DNA, tetapi tidak terlokasilasai dalam tempat
khusus (nukleus) dan tidak ada membran inti. Bentuk DNA
bakteri adalah sirkuler, panjang dan biasa disebut nukleoid.
Pada DNA bakteri tidak mempunyai intron dan hanya tersusun
atas ekson saja. Bakteri juga memiliki DNA ekstrakromosomal
yang tergabung menjadi plasmid yang berbentuk kecil dan
sirkuler.
1.1.1 Struktur Bakteri
Page 2
Gambar 1.1.1 Struktur Bakteri
Sumber :
http://micro.magnet.fsu.edu/cells/procaryotes/images/proc
aryote.jpg
Inti / nucleus : Badan inti tidak mempunyai dinding
inti/membrane inti. Di dalamnya terdapat benang DNA
yang panjangnya kira-kira 1 mm.
Sitoplasma : Tidak mempunyai mitokondria atau
kloroplast; sehingga enzim-enzim untuk transport
elektron bekerja di membran sel.
Membran sitoplasma : Terdiri dari fosfolipid dan
protein. Berfungsi sebagai transport bahan makanan,
tempat transport electron, biosintesis DNA, dan
kemotaktik. Terdapat mesosom yang berperan dalam
pembelahan sel.
Dinding sel : Terdiri dari lapisan peptidoglikan,
berfungsi untuk menjaga tekanan osmotic, pembelahan
Page 3
sel, biosintesis, determinan dari antigen permukaan
bakteri; pada bakteri gram-negatif, salah satu lapisan
dinding sel mempunyai aktivitas endotoksin yang tidak
spesifik yaitu lipopolisakarida yang bersifat toksik.
Kapsul : Disintesis dari polimer ekstrasel yang
berkondensasi dan membentuk lapisan di sekeliling sel,
sehingga bakteri lebih tahan terhadap efek fagositosis.
Flagel : Berbentuk seperti benang, yang terdiri dari
protein berukuran 12-30 nanometer. Flagel adalah alat
pergerakan. Protein dari flagel disebut flagelin.
Pili / fimbriae : Berperan dalam adhesi bakteri dengan
sel tubuh host dan konjugasi 2 bakteri.
Endospora : Beberapa genus dapat membentuk endospora.
Bakteri-bakteri ini mengadakan diferensiasi membentuk
spora bila keadaan di lingkungannya menjadi jelek,
misalnya bila medium sekitar kekurangan nutrisi. Spora
bersifat sangat resisten terhadap panas, kekeringan dan
zat kimiawi. Bila kondisi lingkungan telah baik, spora
dapat kembali melakukan germinasi dan memproduksi sel
vegetatif.
1.1.2 Klasifikasi Bakteri
Untuk memahami beberapa kelompok organism,
diperlukan klasifikasi. Tes biokimia, pewarnaan Gram,
merupakan kriteria yang efektif untuk klasifikasi. Hasil
pewarnaan mencerminkan perbedaan dasar dan kompleks pada
Page 4
permukaan sel bakteri (struktur dinding sel), sehingga
dapat membagi bakteri menjadi 2 kelompok, yaitu Gram-
positif dan Gram-negatif.
Prosedur pewarnaan Gram dimulai dengan pemberian
pewarnaan basa, crystal violet. Semua bakteri akan terwarnai
biru pada fase ini kemudian dicuci dengan air. Larutan
iodine kemudian ditambhakan, dicuci kembali dengan iar
dan dilanjutkan dengan adanya pemberian alkohol. Sel
Gram-positif akan tetap mengikat senyawa crystal violet-iodine,
tetap berwarna biru; sel Gram-negatif warnanya hilang
oleh alkohol. Sebagai langkah terakhir, counterstain
(misalnya safranin pewarna merah) ditambahkan, sehingga
Gram-negatif yang tidak berwarna, akan mengambil warna
merah; sedangkan sel Gram-positif terlihat sebagai warna
biru.
Perbedaan bakteri gram positif dan negative :
Bakteri gram positif mempunyai lapisan petidoglikan yang
tebal akan tetapi tidak mempunyai membran luar. Sedangkan
pada bakteri gram negatif, lapisan peptidoglikan tipis
dan mempunyai membran luar yang tersusun atas
lipopolisakarisa (LPS) dan protein.
Contoh bakteri Gram-positif :
Bakteri luncur : Stigmatella aurantica, Chondromyces crocatus,
Flexibacter polymorphus
Bakteri spiral dan lengkung : Campylobacter fetus
Bakteri batang dan kokus : Francisella tularensis
Page 5
Bakteri anaerobic fakultatif : Escherichia coli, Shigella
sp. , Vibrio cholera
Contoh bakteri Gram-negatif :
Aktinomisetes : Corynebacterium diphteriae, Mycobacterium
tuberculosis, Actinomyces israelii.
Gambar 1.1.2 Perbedaan Dinding Sel Gram-Positif dan Gram-
Negatif
Sumber :
http://3.bp.blogspot.com/_01dzsE5B4eM/s1600/hal4b.jpg
Karakterist
ikGram positif Gram negatif
Dinding sel Homogen dan tebal
(20-80 nm) serta
sebagian besar
terdiri dari
Peptidoglikan (2-7
nm) di antara membran
dalam dan luar, serta
adanya membran luar
Page 6
peptidoglikan.
Polisakarida lain dan
asam teikoat dapat
ikut menyusun dinding
sel.
(7-8 nm tebalnya)
yang terdiri dari
lipid, protein, dan
lipopolisakarida.
Bentuk selBulat, batang atau
filamen.
Bulat, oval, batang
lurus atau melintang
seperti tanda koma,
heliks atau filamen;
beberapa memiliki
selubung atau kapsul.
Reproduksi Pembelahan biner
Pembelahan biner,
kadang-kadang
pertunasan
Metabolisme Kemoorganoheterotrof
Fototrof,
kemolitoautotrof,
atau kemoorganorotrof
Motilitas
Kebanyakan non motil,
bila motil tipe
flagella nya adalah
petritrikus
(petritrichous)
Motil atau non motil.
Bentuk flagella dapat
bervariasi –polar,
lopotrikus
(lophotrichous),
petritrikus
(petritrichous)Anggota
tubuh
Biasanya tidak
memiliki apendase
Dapat memiliki pili,
fimbriae, tangkai
Page 7
(apendase)
EndosporaBeberapa group dapat
membentuk endospora
Dapat membentuk
endospora
Tabel 1.1.2 Perbedaan Gram-positif dan Gram-negatif
1.1.3 Bvb
1.2Respon Imun Terhadap Infeksi Bakteri
Sistem imun merupakan sistem koordinasi respon biologik
yang bertujuan melindungi integritas dan identitas individu
serta mencegah infasi organisme dan zat yang berbahaya di
lingkungan yang dapat merusak dirinya. Sistem imun memiliki
sedikitnya tiga fungsi utama yang pertama adalah suatu fungsi
yang sangat spesifik yaitu kesanggupan untuk mengenal dan
membedakan berbagai molekul target sasaran dan juga mempunyai
respon yang spesifik. Fungsi kedua adalah kesanggupan
membedakan antara antigen diri dengan antigen asing. Fungsi
ketiga adalah fungsi memori yaitu kesanggupan melalui
pengalaman kontak sebelumnya dengan zat asing patogen untuk
bereaksi lebih cepat dan lebih kuat dengan kontak pertama.
1.2.1 Mekanisme Imunitas Terhadap Antigen yang Berbahaya
Ada beberapa mekanisme pertahanan tubuh dalam
mengatasi agen yang berbahaya dalam lingkungan yaitu :
Page 8
a. Pertahanan fisik dan kimiawi : kulit, sekresi asam
lemak dan asam laktat melalui kelenjar keringat dan
sebasea, sekresi lendir, pergerakan silia, sekresi air
mata, air liur, urin, asam lambung serta lisosim dalam
air mata.
b. Simbiosis dengan bakteri floranormal yang
memproduksi zat yang dapat mencegah invasi
mikroorganisme seperti Lactobacillus pada epitel organ.
c. Innate Immunity
d. Imunitas spesifik yang didapat
1.2.2 Innate Immunity
Merupakan mekanisme pertahanan tubuh non spesifik
yang mencegah masuknya dan menyebarnya mikroorganisme
dalam tubuh serta mencegah terjadinya kerusakan jaringan.
Ada beberapa komponen Innate Immunity :
a. Pemusnahan bakteri intraselluler oleh sel
polimorfonukleat atau PMN dan makrofag.
b. Aktifasi komplemen melalui jalur alternatif.
c. Degranulasi sel mast yang melepaskan mediator
inflamasi.
d. Protein fase akut : C-reactive protein (CRP) yang mengikat
mikroorganisme, selanjutnya terjadi aktifasi komplemen
melalui jalur klasik yang menyebabkan lisis
mikroorganisme.
Page 9
e. Produksi interferon alfa (IFN-) oleh leukosit dan
interferon beta (IFN-) oleh fibroblas yang mempunyai
efek anti virus.
f. Pemusnahan mikroorganisme ekstraselluler oleh sel
natural killer (sel NK) melalui pelepasan granula yang
mengandung perforin.
g. Pelepasan mediator eosinofil seperti major basic protein
(MBP) dan protein kationik yang dapat merusak membran
parasit
1.2.3 Imunitas Spesifik Didapat
Bila mikroorganisme dapat melewati pertahanan non-
spesifik atau innate immunity, maka tubuh akan membentuk
mekanisme pertahanan yang lebih kompleks dan spesifik.
Mekanisme imunitas ini membutuhkan pengenalan terhadap
antigen terlebih dahulu. Mekanisme imunitas spesifik ini
terdiri dari :
a. Imunitas humoral
Produksi antibody spesifik oleh sel limfosit B ( T
dependent dan non T dependent).
b. Cell mediated immunity (CMI)
Sel limfosit T berperan pada mekanisme imunitas ini
melalui :
a. Produksi sitokin serta jaringan interaksinya
b. Sel sitoktoksik matang dibawah pengaruh interleukin 2
(IL-2) dan interleukin 6 (IL-6)
Page 10
1.2.4 Prosesi dan Presentasi Antigen
Respon imun tubuh dipicu oleh masuknya antigen atau
mikroorganisme ke dalam tubuh dan dihadapi oleh sel
makrofag yang selanjutnya akan berperan sebagai antigen
presenting cell (APC). Sel ini akan menangkap sejumlah kecil
antigen dan diekspresikan ke permukaan sel yang dapat
dikenali oleh sel limfosit T penolong (Th atau T helper).
Sel Th ini akan teraktifasi dan (selanjutnya sel Th ini)
akan mengaktivasi sel limfosit lain seperti sel limfosit
B atau sel limfosit T sitotoksik. Sel T sitotoksik ini
kemudian berproliferasi dan mempunyai fungsi efektor
untuk mengeliminasi antigen. Setiap prosesi ini sel
limfosit dan APC bekerja sama melalui kontak langsung
atau melalui sekresi sitokin regulator. Sel-sel ini dapat
juga berinteraksi secara simultan dengan sel tipe lain
atau dengan komponen komplemen, kinin atau sistem
fibrinolitik yang menghasilkan aktivasi fagosit,
pembekuan darah atau penyembuhan luka. Respon imun dapat
bersifat lokal atau sistemik dan akan berhenti apabila
antigen sudah berhasil dieliminasi melalui mekanisme
kontrol.
1.2.5 Peran Major Histo Compatibility Antigen (MHC)
Telah disebutkan di atas bahwa respons imun terhadap
sebagian besar antigen hanya dimulai bila antigen telah
Page 11
ditangkap dan diproses serta dipresentasikan oleh APC.
Oleh karena itu, sel T hanya mengenal imunogen yang
terikat pada protein MHC pada permukaan sel lain. Ada dua
kelas MHC yaitu :
a. Protein MHC kelas I. Diekspresikan oleh semua tipe sel
somatik dan digunakan untuk presentasi antigen kepada
sel TCD8 sebagian besar adalah sel sitotoksik. Hampir
sebagian besar sel mempresentasikan antigen ke sel T
sitotoksik (sel Tc) serta merupakan target atau sasaran
dari sel Tc tersebut.
b. Protein MHC kelas II. Diekspresikan hanya oleh makrofag
atau beberapa sel lain untuk presentasi antigen kepada
sel TCD4 yang sebagian besar adalah sel T helper atau
sel Th. Aktivasi sel Th ini diperlukan untuk sistem
imun yang sesungguhnya dan sel APC dengan MHC kelas II
merupakan poros penting dalam mengontrol sistem imun
tersebut.
1.2.6 Infeksi Bakteri Ekstraselluler
Bakteri ekstraseluler adalah bakteri yang mampu
membelah diri di luar sel host, contohnya pada sirkulasi,
jaringan ikat ekstraselular, dan berbagai macam ruang
antar jaringan seperti saluran gastrointestinal dan
saluran genitourinaria. Contoh bakteri ekstraselular yang
bersifat pathogen:
Page 12
a. Bakteri gram positif atau pyogenic cocci (Staphilococcus,
Streptococus)
b. Gram negatif (Meningococcus dan gonococcus, Neisseria)
c. Basil gram negatif (organisme dalam usus: E.coli)
d. Basil gram negatif (umumnya bakteri anaerob: spesies
Clostridium)
Bakteri ekstraselluler dapat menimbulkan penyakit
melalui beberapa mekanisme yaitu :
a. Merangsang reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi
jaringan di tempat infeksi. Sebagai contoh misalnya
kokus piogenik yang sering menimbulkan infeksi
supuratif yang hebat.
b. Produksi toksin yang menghasilkan berbagai efek
patologik. Toksin itu dapat berupa endotoksin dan
eksotoksin.
- Eksotoksin merupakan protein bakteri yang diproduksi
dan dikeluarkan ke lingkungan selama pertumbuhan
bakteri patogen. Ada beberapa cara eksotoksin untuk
dapat menimbulkan penyakit. Pertama, eksotoksin
dikeluarkan ke makanan akibatnya manusia terserang
penyakit asal makanan. Kedua, eksotoksin dikeluarkan
ke permukaaan mukosa menyerang sel inang atau dapat
terbawa ke sistem peredaran darah untuk menyerang
jaringan yang rentan. Ketiga, bakteri patogen
membentuk abses (luka) dan mengeluarkan eksotoksin
Page 13
untuk merusak jaringan sehingga mempermudah
pertumbuhan bakteri.
- Endotoksin merupakan lipid A sebagai bagian dari
lipopolisakarida membran luar bakteri Gram-negatif.
Ketika bakteri patogen terbenam dalam permukaan sel
inang, akan menyebabkan pelepasan senyawa protein
seperti komplemen dan sitokin berlebih yang dapat
ikut merusak sel atau jaringan inang di sekitarnya.
Mekanisme Imunitas Alami terhadap Bakteri
Ekstraselluler
Respons imun alamiah terhadap bakteri
ekstraselular terutama melalui mekanisme fagositosis
oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan.
Resistensi bakteri terhadap fagositosis dan
penghancuran dalam makrofag menunjukkan virulensi
bakteri. Aktivasi komplemen tanpa adanya antibodi juga
memegang peranan penting dalam eliminasi bakteri
ekstraselular. Lipopolisakarida (LPS) dalam dinding
bakteri gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur
alternatif tanpa adanya antibodi. Salah satu hasil
aktivasi komplemen ini yaitu C3b mempunyai efek
opsonisasi bakteri serta meningkatkan fagositosis.
Selain itu terjadi lisis bakteri melalui membrane attack
complex (MAC) serta beberapa hasil sampingan aktivasi
Page 14
komplemen dapat menimbulkan respons inflamasi melalui
pengumpulan (recruitment) serta aktivasi leukosit.
Endotoksin yang merupakan LPS merangsang produksi
sitokin oleh makrofag serta sel lain seperti endotel
vaskular. Beberapa jenis sitokin tersebut antara lain
tumour necrosis factor (TNF), IL-1, IL-6 serta beberapa
sitokin inflamasi dengan berat molekul rendah yang
termasuk golongan IL-8.
Fungsi fisiologis yang utama dari sitokin yang
dihasilkan oleh makrofag adalah merangsang inflamasi
non-spesifik serta meningkatkan aktivasi limfosit
spesifik oleh antigen bakteri. Sitokin akan menginduksi
adhesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada
tempat infeksi yang diikuti migrasi, akumulasi lokal
serta aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan yang
terjadi adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan
untuk eliminasi bakteri tersebut. Sitokin juga
merangsang demam dan sintesis protein fase akut. Banyak
fungsi sitokin yang sama yaitu sebagai ko-stimulator
sel limfosit T dan B yang menghasilkan mekanisme
amplifikasi untuk imunitas spesifik. Sitokin dalam
jumlah besar atau produknya yang tidak terkontrol dapat
membahayakan tubuh serta berperan dalam menifestasi
klinik infeksi bakteri ekstraselular. Yang paling berat
adalah gejala klinis oleh infeksi bakteri Gram-negatif
yang menyebabkan disseminated intravascular coagulation (DIC)
Page 15
yang progresif serta syok septik atau syok endotoksin.
Sitokin TNF adalah mediator yang paling berperan pada
syok endotoksin ini.
Mekanisme Imunitas Adaptif terhadap Bakteri
Ekstraselluler
Kekebalan humoral mempunyai peran penting dalam
respons kekebalan spesifik terhadap bakteri
ekstraselular. Lipopolisakarida merupakan komponen yang
paling imunogenik dari dinding sel atau kapsul
mikroorganisme serta merupakan antigen yang thymus
independent. Antigen ini dapat langsung merangsang sel
limfosit B yang menghasilkan imunoglobin (Ig)M spesifik
yang kuat. Selain itu produksi IgG juga dirangsang yang
mungkin melalui mekanisme perangsangan isotype switching
rantai berat oleh sitokin.
Respons sel limfosit T yang utama terhadap bakteri
ekstraselular melalui sel TCD4 yang berhubungan dengan
molekul MHC kelas II yang mekanismenya telah dijelaskan
di atas. Sel TCD4 berfungsi sebagai sel penolong untuk
merangsang pembentukan antibodi, aktivasi fungsi
fagosit dan mikrobisid makrofag.
Ada 3 mekanisme efektor yang dirangsang oleh IgG
dan IgM serta antigen permukaan bakteri :
a. Opsonisasi bakteri oleh IgG serta peningkatan
fagositosis dengan mengikat reseptor Fc pada
monosit, makrofag dan neutrofil. Antibodi IgG dan
Page 16
IgM mengaktivasi komplemen jalur klasik yang
menghasilkan C3b dan iC3b yang mengikat reseptor
komplemen spesifik tipe 1 dan tipe 3 dan selanjutnya
terjadi peningkatan fagositosis. Pasien defisiensi
C3 sangat rentan terhadap infeksi piogenik yang
hebat.
b. Netralisasi toksin bakteri oleh IgM dan IgG untuk
mencegah penempelan terhadap sel target serta
meningkatkan fagositosis untuk eliminasi toksin
tersebut.
c. Aktivasi komplemen oleh IgM dan IgG untuk
menghasilkan mikrobisid MAC serta pelepasan mediator
inflamasi akut.
1.2.7 Infeksi Bakteri Intraselluler
Karakteristik utama bakteri intraselular adalah
kemampuannya untuk hidup dan bereplikasi di dalam sel-sel
fagosit.Di mana mikroba berhasil menemukan tempat yang
tidak dapat dijangkau oleh antibodi. Bakteri intraseluler
terbagi atas dua jenis, yaitu :
a. Bakteri intraseluler fakultatif adalah bakteri yang
mudah difagositosis tetapi tidak dapat dihancurkan oleh
sistem fagositosis.
b. Bakteri intraseluler obligat adalah bakteri yang hanya
dapat hidup dan berkembang biak di dalam sel host. Hal
ini dapat terjadi karena bakteri tidak dapat dijangkau
Page 17
oleh antibody dalam sirkulasi, sehingga mekanisme
respons imun terhadap bakteri intraseluler juga berbeda
dibandingkan dengan bakteri ekstraseluler.
Mekanisme Imunitas Alami terhadap Bakteri Intraselluler
Mekanisme terpenting imunitas alamiah terhadap
mikroorganisme intraselular adalah fagositosis. Akan
tetapi bakteri patogen intraselular relatif resisten
terhadap degradasi dalam sel fagosit mononuklear. Oleh
karena itu mekanisme kekebalan alamiah ini tidak
efektif dalam mencegah penyebaran infeksi sehingga
sering menjadi kronik dan eksaserbasi yang sulit
diberantas.
Mekanisme Imunitas Adaptif terhadap Bakteri
Intraselluler
Respons imun spesifik terhadap bakteri
intraselular terutama diperankan oleh cell mediated
immunity (CMI). Mekanisme imunitas ini diperankan oleh
sel limfosit T tetapi fungsi efektornya untuk eliminasi
bakteri diperani oleh makrofag yang diaktivasi oleh
sitokin yang diproduksi oleh sel T terutama interferon
a (IFN a). Respons imun ini analog dengan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat.
Antigen protein intraselular merupakan stimulus
kuat sel limfosit T. Beberapa dinding sel bakteri
Page 18
mengaktivasi makrofag secara langsung sehingga
mempunyai fungsi sebagai ajuvan. Misalnya muramil
dipeptida pada dinding sel mikrobakteria.
Bakteri intrasel akan difagosit oleh makrofag.
Makrofag memproses fragmen imunogenik dan menyajikannya
dalam bentuk berikatan dengan molekul MHC kelas I jika
bakteri intraseluler berada di sitoplasma dan berikatan
dengan molekul MHC kelas II jika berada di fagolisosom
( ikatan antara fagosom dan lisosom ) . Sel T akan
memproduksi IL-2 untuk diferensiasi sel T menjadi sel
TCD4+ akibat interaksi kompleks antigen-MHC kelas II
ataupun sel TCD8+ akibat interaksi kompleks antigen-MHC
kelas I di mana keduanya bersifat sitolitik. Makrofag
akan mengeluarkan IL-12 yang akan membantu diferensiasi
sel T menjadi sel Th1 dimana sel Th1 ini akan
menghasilkan sitokin-sitokin seperti TNFα dan IFNγ
untuk mengaktivasi makrofag serta memacu sel NK.
Sitokin ini dapat mencegah timbulnya infeksi oleh
bakteri intrasel lainnya.
Jika bakteri dapat bertahan pada sel dan
melepaskan Ag ke sitoplasma, Ag tersebut akan
menstimulasi sel TCD8+. Sel TCD8+ menghasilkan IFN dalam
mengaktivasi makrofag dan memproduksi oksigen reaktif
serta enzim.Dalam hal ini bekerjasama dengan sel NK
untuk membunuh bakteri melalui pelisisan sel yang
terinfeksi.
Page 19
1.3Imunitas terhadap Bakteri Mycobacterium tuberculosis
Cell Mediated Immunity (CMI) atau imuniti seluler. Imuniti
seluler terdiri atas dua tipe reaksi yaitu fagositosis (oleh
makrofag teraktivasi) dan lisis sel terinfeksi (oleh limfosit
T sitolitik). Secara imunologis, sel makrofag dibedakan
menjadi makrofag normal dan makrofag teraktivasi. Makrofag
normal berperan pada pembangkitan daya tahan imunologis
nonspesifik, dilengkapi dengan kemampuan bakterisidal atau
bakteriostatik terbatas. Makrofag ini berperanan pada daya
tahan imunologis bawaan (innate resistance). Sedang makrofag
teraktivasi mempunyai kemampuan bakterisidal atau
bakteriostatik sangat kuat yang merupakan hasil aktivasi sel T
sebagai bagian dari respons imun spesifik (acquired resistance).
Kuman yang masuk pertama-tama akan dihadang oleh neutrofil,
baru kemudian oleh makrofag.
Interaksi antara pejamu dan kuman dalam setiap lesi
merupakan kelainan yang berdiri sendiri dan tidak dipengaruhi
oleh lesi lainnya. Senjata pejamu dalam interaksi tersebut
adalah makrofag teraktivasi dan sel sitotoksik. Makrofag
teraktivasi dapat membunuh atau menghambat kuman yang
ditelannya. Sel sitotoksik dapat secara langsung maupun tidak
langsung membunuh makrofag tidak teraktivasi yang berisi kuman
TB yang sedang membelah secara aktif dalam sitoplasmanya.
Kematian makrofag tidak teraktivasi akan menghilangkan
lingkungan intraseluler (tempat yang baik untuk tumbuh),
Page 20
diganti dengan lingkungan ekstraseluler berupa jaringan
perkijuan padat (nekrotik) yang akan mengambat pertumbuhan
kuman.
Senjata kuman dalam interaksi tersebut adalah kemampuan
untuk membelah secara logaritmik dalam makrofag tidak
teraktivasi, misalnya dalam monosit yang baru saja migrasi
dari aliran darah ke tempat infeksi. Senjata lainnya adalah
kemampuan untuk membelah (kadang sangat cepat) dalam bahan
perkijuan cair. Ketika kuman sedang membelah ekstraseluler
dalam perkijuan cair, sejumlah besar antigen yang
dihasilkannya menyebabkan nekrosis jaringan lebih banyak,
erosi dinding bronkus, pembentukan kaviti dan selanjutnya
penyebaran kuman ke dalam saluran napas.
Akan tetapi tidak semua orang yang terinfeksi kuman
Tuberkulosis akan menjadi sakit. M. tuberculosis tumbuh lambat dan
bersifat Aerob Intra Selluler. Tuberkulosis merupakan infeksi yang
melibatkan imunitas protektif maupun hipersensitifitas
patologi. Kuman ini tidak memproduksi endotoksin maupun
eksotoksin dan lesi yang terjadi merupakan respons dari tubuh
penderita. Kuman yang masuk ke alveoli akan ditelan dan sering
dihancurkan oleh makrofag alveolar.
Sel T adalah mediator utama pertahanan imun melawan M.tb.
Secara imunofenotipik sel T terdiri dari limfosit T helper,
disebut juga clusters of differentiation 4 (CD4) karena mempunyai
molekul CD4+ pada permukaannya, jumlahnya 65% dari limfosit T
darah tepi. Sebagian kecil (35%) lainnya berupa limfosit T
Page 21
supresor atau sitotoksik, mempunyai molekul CD8+ pada
permukaannya dan sering juga disebut CD8. Sel T helper (CD4)
berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel T helper 1 (Th1)
dan sel T helper 2 (Th2). Subset sel T tidak dapat dibedakan
secara morfologik tetapi dapat dibedakan dari perbedaan
sitokin yang diproduksinya. Sel Th1 membuat dan membebaskan
sitokin tipe 1 meliputi IL-2, IL- 12, IFN-g dan tumor nekrosis
faktor alfa (TNF-a). Sitokin yang dibebaskan oleh Th1 adalah
activator yang efektif untuk membangkitkan respons imun
seluler. Sel Th2 membuat dan membebaskan sitokin tipe 2 antara
lain IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, dan IL-10. Sitokin tipe 2
menghambat proliferasi sel Th1, sebaliknya sitokin tipe 1
menghambat produksi dan pembebasan sitokin tipe 2.
Enam sampai 8 minggu setelah terinfeksi telah melibatkan
kelenjar limfe regional dan mengaktifasi limfosit T helper CD4
agar memproduksi interferon gamma guna mengaktifasi makrofag
sehingga meningkatkan kemampuan fagositosisnya. Disamping itu
juga diproduksi tumor nekrosis faktor (TNF) oleh limfosit T
dan makrofag dimana TNF ini memegang peranan dalam aktifasi
makrofag dan reaksi inflamasi lokal. Bakteri ini mampu hidup
dalam tubuh makrofag dikarenakan ia dapat mencegah
penggabungan antara lisosom dengan vakuola fagositik
( Fagosom ), sehingga tidak pernah terbentuk fagolisosom.
Makrofag yang diaktifasi oleh berbagai mediator atau
sitokin yang dilepas karena adanya infeksi Tuberkulosis
memegang peran penting dalam patogenesisnya. Makrofag dapat
Page 22
diaktifasi melalui 2 cara, pertama langsung oleh M. tuberculosis
atau fraksi lipid dari dinding sel. Kedua secara tidak
langsung diaktifasi oleh berbagai sitokin yang diproduksi oleh
limfosit T helper CD4.
Gambar 1.3 Pengekspresian Mycobacterium tuberculosis
Sumber : http://sugenghartono.com/wp-content/uploads.jpeg
Sifat kuman TB jika ada peninggian tekanan CO2 akan
menambah pertumbuhannya. Aktifitas biokimiawi dari kuman ini
tidaklah khas, dan pertumbuhannya tidak secepat kuman-kuman
lainnya. Reaksi fisik dan kimiawi dari kuman ini lebih
resisten terhadap zat kimia. Infeksi dengan M. tuberculosis akan
mengakibatkan respon pada penderita, baik yang humoral maupun
yang selular spesifik maupun non spesifik.
Kekebalan terhadap M. tuberculosis tersebut merupakan
kekebalan seluler dibuktikan dengan memindahkan serum dan sel
limfosit dari hewan yang imun kepada hewan yang tidak imun.
Hewan yang menerima serum imun tetap tidak kebal terhadap
Tuberkulosis sedangkan hewan yang menerima sel-sel limfosit
akan menjadi kebal. Selanjutnya bila limfosit penderita ini
Page 23
diinkubasikan dengan antigen yang spesifik ( Tuberkulin ) maka
akan terjadi pembentukan limfoblas yang akan menghasilkan
koloni-koloni sel yang sifatnya akan berubah menjadi Specifically
Sensitized Lymphocyte. Penurunan sistim imun yang dijumpai pada
penderita TB paru disebabkan imunosupresi akibat produk
dinding sel kuman, misalnya trehasulfat yang menghambat proses
fagolisosom, lipoarabinomannan ( LAM ) yang menghambat
aktifitas interferon gamma.
Regulasi respon imun terutama diatur oleh sitokin yang
dilepaskan oleh Th1 atau Th2. Bila respon imun bergeser ke
arah Th1 yang ditandai dengan meningkatnya sekresi sitokin,
interferon gamma dan interleukin 12 maka akan terjadi proses
penyembuhan Tuberkulosis sedangkan apabila respon imun
bergeser kearah Th2 yang ditandai dengan meningkatnya sekresi
interleukin 4 dan interleukin 10 maka infeksi akan menjadi
persisten.
Keseimbangan antara CMI dan DTH akan menentukan bentuk
penyakit yang akan berkembang. Respons CMI akan mengaktifkan
makrofag dan selanjutnya membunuh kuman secara intraselular
sedang respons DTH menyebabkan nekrosis perkijuan dan
pertumbuhan kuman dihambat secara ekstraselular. Keduanya
merupakan respons imun yang sangat efektif menghambat
perjalanan penyakit. Untuk keberhasilan pengelolaan TB,
diperlukan pengetahuan tentang saling pengaruh antara kedua
respons imun tersebut dan perubahan rasio antara keduanya.
Page 24
Dalam makrofag, M. tuberculosis hidup bereplikasi dalam
fagosom dengan menghambat fusi fagosom dengan lisosom melalui
inhibisi sinyal Ca2+ dan menghambat recruitment dan assembly
protein yang memediasi fusi fagosom-lisosom. Oleh karena itu,
fase awal TB primer pada individu yang berlum tersensitisasi
adalah proliferasi bakteri dalam makrofag alveolar dengan
bakteremia dan seeding pada beberapa tempat. Meski terjadi
bakteremia, umumnya TB asimtomatik atau terjadi gejala seperti
flu yang ringan.
Kuman M.tuberculosis dalam makrofag akan dipresentasikan ke
sel Th1 melalui Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II. Sel
Th1 selanjutnya akan mensekresi IFN γ yang akan mengaktifkan
makrofag sehingga dapat menghancurkan kuman yang telah
difagosit. Jika kuman tetap hidup dan melepas antigennya ke
sitoplasma maka akan merangsang sel CD8 melalui MHC kelas I.
Sel CD8 yang bersifat sitolitik selanjutnya akan melisiskan
makrofag. Tidak semua makrofag akan teraktivasi oleh IFN- γ
yang dihasilkan oleh Th1 sehingga sel yang terlewat tersebut
selanjutnya akan dilisiskan melalui mekanisme DTH. Sitokin
IFN- γ yang disekresi oleh Th1 tidak hanya berguna untuk
meningkatkan kemampuan makrofag melisiskan kuman tetapi juga
mempunyai efek penting lainnya yaitu merangsang sekresi TNF -α
oleh sel makrofag. Hal ini terjadi karena substansi aktif
dalam komponen dinding sel kuman yaitu lipoarabinomannan (LAM)
yang dapat merangsang sel makrofag memproduksi TNF- α Respons
DTH pada infeksi TB ditandai dengan peningkatan sensitivity
Page 25
makrofag tidak teraktivasi terhadap efek toksik TNF- α.
Makrofag tidak teraktivasi tersebut merupakan tempat yang baik
untuk pertumbuhan kuman, sehingga perlu dihancurkan untuk
menghambat proliferasi kuman lebih lanjut.8 Perkembangan
infeksi berhubungan dengan kemampuan makrofag sekitar lesi
mengendalikan proliferasi dan penyebaran kuman TB. Pada hampir
semua pejamu normal, lesi primer dalam paru akan membaik
karena pengaruh pertahanan seluler atau CMI.
Pada sebagian pejamu kemampuan meningkatkan respons imun
lemah sehingga tidak mampu mengendalikan TB. Pejamu tersebut
secara klinis akan menderita TB beberapa minggu sampai bulan
sesudah infeksi primer. Termasuk dalam kelompok ini adalah
bayi (sistem imun imatur), usia lanjut (kompetensi imun
menurun dengan bertambahnya usia), dan immunocompromised
(khususnya orang dengan human immunodeficiency virus / HIV
atau Acquired Immunodeficiency Síndrome / AIDS).
1.4Imunitas terhadap Bakteri