BAB I Pendahuluan 1.1 Judul Perancangan Iklan Layanan Masyarakat “Lindungi Hutan” 1.2 Latar Belakang A. Hutan Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting. Hutan cerminan bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar. Hutan merupakan suatu kumpulan tumbuhan dan juga tanaman, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas. Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas. Suatu kumpulan pepohonan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB IPendahuluan
1.1 JudulPerancangan Iklan Layanan Masyarakat
“Lindungi Hutan”
1.2 Latar Belakang
A. Hutan
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan
tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang
luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink),
habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan
salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting.
Hutan cerminan bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat
menemukan hutan baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran
rendah maupun di pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar. Hutan
merupakan suatu kumpulan tumbuhan dan juga tanaman, terutama pepohonan atau
tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas.
Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun.
Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja.
Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu
yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas. Suatu kumpulan
pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang
khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di hutan
hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembap,
yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun
berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya),
serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak
terpisahkan dari hutan.
Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa
kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh
masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan. Sebagai fungsi
ekosistem hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air,
penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang
lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global. Sebagai fungsi penyedia air
bagi kehidupan hutan merupakan salah satu kawasan yang sangat penting, hal ini
dikarenakan hutan adalah tempat bertumbuhnya berjuta tanaman. Berbagai tumbuhan
dan satwa bertahan hidup akan memengaruhi lingkungan fisik mereka, terutama tanah,
walaupun secara terbatas. Tumbuhan dan satwa yang berbagi tempat hidup yang sama
justru lebih banyak saling memengaruhi di antara mereka. Agar mampu bertahan hidup
di lingkungan tertentu, berbagai tumbuhan dan hewan memang harus memilih antara
bersaing dan bersekutu.
Jadi, hutan merupakan bentuk kehidupan yang berkembang dengan sangat khas,
rumit, dan dinamik. Pada akhirnya, cara semua penyusun hutan saling menyesuaikan
diri akan menghasilkan suatu bentuk khusus, yaitu suatu bentuk masyarakat tumbuhan
dan satwa yang paling cocok dengan keadaan lingkungan yang tersedia. Akibatnya, kita
melihat hutan dalam beragam wujud , misalnya: hutan sabana, hutan meranggas, hutan
hujan tropis, dan lain-lain.
Macam – macam hutan :
1. Hutan menurut asalnya kita mengenal hutan yang berasal dari biji, tunas, serta
campuran antara biji dan tunas :
- Hutan yang berasal dari biji disebut juga ‘hutan tinggi’ karena pepohonan yang
tumbuh dari biji cenderung menjadi lebih tinggi dan dapat mencapai umur
lebih lanjut.
- Hutan yang berasal dari tunas disebut ‘hutan rendah’ dengan alasan sebaliknya.
- Hutan campuran, oleh karenanya, disebut ‘hutan sedang’.
Penggolongan lain menurut asal adalah :
- Hutan perawan (primer) merupakan hutan yang masih asli dan belum
pernah dibuka oleh manusia.
- Hutan sekunder adalah hutan yang tumbuh kembali secara alami setelah
ditebang atau kerusakan yang cukup luas. Akibatnya, pepohonan di hutan
sekunder sering terlihat lebih pendek dan kecil.
2. Hutan menurut cara permudaan (tumbuh kembali)
- Hutan dapat dibedakan sebagai hutan dengan permudaan alami, permudaan
buatan, dan permudaan campuran. Hutan dengan permudaan alami berarti
bunga pohon diserbuk dan biji pohon tersebar bukan oleh manusia, melainkan
oleh angin, air, atau hewan.
- Hutan dengan permudaan buatan berarti manusia sengaja menyerbukkan
bunga serta menyebar biji atau menanam bibit npohon untuk menumbuhkan
kembali hutan.
- Hutan dengan permudaan campuran berarti campuran kedua jenis
sebelumnya. Di daerah beriklim sedang, perbungaan terjadi dalam waktu
singkat, sering tidak berlangsung setiap tahun, dan penyerbukannya lebih
banyak melalui angin. Di daerah tropis, perbungaan terjadi hampir sepanjang
tahun dan hampir setiap tahun. Sebagai pengecualian, perbungaan pohon-
pohon dipterocarp (meranti) di Kalimantan dan Sumatera terjadi secara
berkala.
3. Hutan menurut susunan jenis
Berdasarkan susunan jenisnya, kita mengenal hutan sejenis dan hutan campuran.
- Hutan sejenis, atau hutan murni, memiliki pepohonan yang sebagian besar
berasal dari satu jenis, walaupun ini tidak berarti hanya ada satu jenis itu.
Hutan sejenis dapat tumbuh secara alami baik karena sifat iklim dan tanah yang
sulit maupun karena jenis pohon tertentu lebih agresif. Misalnya, hutan tusam
(pinus) di Aceh dan Kerinci terbentuk karena kebakaran hutan yang luas pernah
terjadi dan hanya satu jenis pohon yang bertahan hidup. Hutan sejenis dapat
juga merupakan hutan buatan, yaitu hanya satu atau sedikit jenis pohon utama
yang sengaja ditanam seperti itu oleh manusia. Penggolongan lain berdasarkan
pada susunan jenis adalah hutan daun jarum (konifer) dan hutan daun lebar.
Hutan daun jarum (seperti hutan cemara) umumnya terdapat di daerah
beriklim dingin, sedangkan hutan daun lebar (seperti hutan meranti) biasa
ditemui di daerah tropis.
- Hutan campuran yaitu dalam satu hutan terdapat bermacam-macam jenis
pohon yang dapat hidup dan mampu bertahan dalam waktu yang lama.
4. Hutan menurut umur
Kita dapat membedakan hutan sebagai hutan seumur (kira-kira berumur sama)
dan hutan tidak seumur. Hutan alam atau hutan permudaan alam biasanya
merupakan hutan tidak seumur.
5. Hutan berdasarkan letak geografisnya:
- Hutan tropika, yakni hutan-hutan di daerah khatulistiwa
- Hutan temperate, hutan-hutan di daerah empat musim (antara garis lintang
23,5º - 66º).
- Hutan boreal, hutan-hutan di daerah lingkar kutub.
6. Hutan berdasarkan sifat-sifat musimannya:
- Hutan hujan (rainforest), dengan banyak musim hujan.
- Hutan selalu hijau (evergreen forest)
- Hutan musim atau hutan gugur daun (deciduous forest)
- Hutan sabana (savannah forest), di tempat-tempat yang musim kemaraunya
panjang.
7. Hutan berdasarkan ketinggian tempatnya:
- Hutan pantai (beach forest)
- Hutan dataran rendah (lowland forest)
- Hutan pegunungan bawah (sub-mountain forest)
- Hutan pegunungan atas (mountain forest)
- Hutan kabut (mist forest)
- Hutan elfin (alpine forest)
8. Hutan berdasarkan keadaan tanahnya:
- Hutan rawa air tawar atau hutan rawa (freshwater swamp-forest)
- Hutan rawa gambut (peat swam-forest)
- Hutan rawa bakau, atau hutan bakau (mangrove forest)
- Hutan kerangas (heath forest)
- Hutan tanah kapur (limestone forest), dan lainnya
Hutan berdasarkan jenis pohon yang dominan:
- Hutan jati (teak forest), misalnya di Jawa Timur.
- Hutan pinus (pine forest), di Aceh.
- Hutan dipterokarpa (dipterocarp forest), di Sumatra dan Kalimantan.
- Hutan ekaliptus (eucalyptus forest) di Nusa Tenggara. Dll.
Hutan berdasarkan sifat-sifat pembuatannya:
- Hutan alam (natural forest)
- Hutan buatan (man-made forest), misalnya:
o Hutan rakyat (community forest)
o Hutan kota (urban forest)
o Hutan tanaman industri (timber estates atau timber plantation)
Hutan berdasarkan tujuan pengelolaannya:
- Hutan produksi, yang dikelola untuk menghasilkan kayu ataupun hasil hutan
bukan kayu.
- Hutan lindung, dikelola untuk melindungi tanah dan tata air seperti taman
nasional.
- Hutan suaka alam, dikelola untuk melindungi kekayaan keanekaragaman hayati
atau keindahan alam seperti : Cagar alam, Suaka alam
- Hutan konversi, yakni hutan yang dicadangkan untuk penggunaan lain, dapat
dikonversi untuk pengelolaan non-kehutanan.
B. Jenis-jenis hutan di Indonesia
Kepulauan Nusantara adalah relief alam yang terbentuk dari proses pertemuan
antara tiga lempeng bumi. Akibatnya, antara lain, gempa bumi sering terjadi
dinegeri kepulauan ini. Jenis-jenis hutan di Indonesia antara lain :
- Hutan gambut ada di daerah tipe iklim A atau B, yaitu di pantai timur
Sumatera, sepanjang pantai dan sungai besar Kalimantan, dan sebagian besar
pantai selatan Papua.
- Hutan hujan tropis menempati daerah tipe iklim A dan B. Jenis hutan ini
menutupi sebagian besar Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara,
dan Papua.
- Hutan muson tumbuh di daerah tipe iklim C atau D, yaitu di Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, sebagian NTT, bagian tenggara Maluku, dan
sebagian pantai selatan Irian Jaya. Spesies pohon di hutan ini seperti jati
alba), cendana (Santalum album), dan kayuputih (Melaleuca leucadendron).
- Hutan pantai terdapat sepanjang pantai yang kering, berpasir, dan tidak landai,
seperti di pantai selatan Jawa. Spesies pohonnya seperti ketapang (Terminalia
catappa), waru (Hibiscus tiliaceus), cemara laut (Casuarina equisetifolia), dan
pandan (Pandanus tectorius).
- Hutan mangrove Indonesia mencapai 776.000 ha dan tersebar di sepanjang
pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera, sepanjang pantai Kalimantan, dan
pantai selatan Papua. Jenis-jenis pohon utamanya berasal dari genus Avicennia,
Sonneratia, dan Rhizopheria.
- Hutan rawa terdapat di hampir semua pulau, terutama Sumatera, Kalimantan,
dan Papua. Spesies pohon rawa misalnya adalah nyatoh (Palaquium
leiocarpum), kempas (Koompassia spp), dan ramin (Gonystylus spp).
C. Sumber Daya Hutan di Provinsi Sumatera Selatan
Luas hutan di Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan rencana tata ruang
Wilayah Provinsi ( RTRWP ) tahun 1994 adalah 4.255.843 ha, sedangkan berdasarkan
penunjukkan Menteri Kehutanan sesuai surat keputusan Nomor : 76/kpts-II/2001
tanggal 15 Maret 2001 adalah seluas 4.416.837 ha, dalam perkembangannya luas
kawasan hutan tersebut saat ini telah banyak mengalami perubahan. Luas kawasan
hutan di Provinsi Sumatera Selatan adalah 3.670.957 Hektar dan berdasarkan
fungsinya adalah sebagai berikut :
1. Kawasan Konservasi : 792.907 Ha
Suaka Margasatwa : 267.772 Ha
Taman Nasional : 466.060 Ha
Taman Wisata Alam : 223 Ha
Taman Hutan Raya : 607 Ha
Kawasan Konservasi Perairan : 58.245 Ha
2. Hutan Lindung : 591.832 Ha
3. Hutan Produksi : 2.286.218 Ha
Hutan Produksi Terbatas : 236.893 Ha
Hutan Produksi Tetap : 1.688.445 Ha
Hutan Produksi Konversi : 360.881 Ha
Sumber : BPKH Wilayah II Palembang, Juli 2012
Luas Kawasan hutan 3.670.957 Ha atau sekitar 42.24% dari luas wilayah
Sumatera Selatan 8.689.937,00 Ha, merupakan cakupan wilayah yang sangat
signifikan terhadap pembangunan wilayah Provinsi, yang memerlukan penguatan
kelembagaan dalam penyelenggaraan pengurusan kawasan hutan dan tata
pemerintahan di bidang kehutanan pada tingkat Provinsi.
Selama tiga decade terakhir, sumber daya hutan telah menjadi modal utama
pembangunan ekonomi nasional yang member dampak positif antara lain terhadap
peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja, mendorong pengembangan wilayah
dan pertumbuhan ekonomi, namun demikian, pemanfaatan hasil hutan kayu secara
berlebihan dan besarnnya perubahan kawasan hutan untuk kepentingan non
kehutanan menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan lingkungan, ekonomi
dan social, Data menunjukkan bahwa jika ditinjau dari vegetasi yang menutupi
kawasan hutan, luas kawasan yang berhutan saat ini tinggal 1.234.481 ha (33,63%)
sedangkan sisanya berupa kawasa hutan yang bertumbuhan lain ( perladangan,
pertanian, kebun dan semak belukar).
Penurunan luas dan potensi sumber daya hutan ini antara lain disebabkan
oleh pengelolaan hutan yang tidak tepat, perubahan lahan kawasan hutan dalam
skala besar untuk berbagai kepentingan pembangunan, okupasi lahan, perambahan,
over cutting dan illegal Logging serta kebakaran hutan.
D. Ilegal Logging di Indonesia
Illegal logging atau pembalakan liar atau penebangan liar adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat.[1] Secara praktek, illegal logging dilakukan terhadap areal hutan yang secara prinsip dilarang. Di samping itu, praktek illegal logging dapat pula terjadi selama pengangkutan, termasuk proses ekpor dengan memberikan informasi salah ke bea cukai, sampai sebelum kayu dijual di pasar legal.
Penyebab Ilegal Logging, antara lain :
Illegal logging dapat disebabkan oleh beberapa hal, pertama, tingginya permintaan kebutuhan kayu yang berbanding terbalik dengan persediaannya. Dalam kontek demikian dapat terjadi bahwa permintaan kebutuhan kayu sah (legal logging) tidak mampu mencukupi tingginya permintaan kebutuhan kayu. Hal ini terkait dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional dan besarnya kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri/konsumsi lokal. Tingginya permintaan terhadap kayu di dalam dan luar negeri ini tidak sebanding dengan kemampuan penyediaan industri perkayuan (legal logging). Ketimpangan antara persediaan dan permintaan kebutuhan kayu ini mendorong praktek illegal logging di taman nasional dan hutan konservasi.
Kedua, tidak adanya kesinambungan antara Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1970 yang mengatur tentang Hak Pengusahaan Hutan dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 309/Kpts-II/1999 yang mengatur tentang Sistem Silvikultur dan Daur Tanaman Pokok Dalam Pengelolaan Hutan Produksi. Ketidaksinambungan kedua peraturan perundang-undangan tersebut terletak pada ketentuan mengenai jangka waktu konsesi hutan, yaitu 20 tahun dengan jangka waktu siklus Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), khususnya untuk hutan produksi yangditetapkan 35 tahun.Hal demikian menyebabkan pemegang HPH tidak menaati ketentuan TPTI. Pemegang HPH tetap melakukan penebangan meskipun usia pohon belum mencapai batas usia yang telah
ditetapkan dalam TPTI. Akibatnya, kelestarian hutan menjadi tidak terjaga akibat illegal logging.
Ketiga, lemahnya penegakan dan pengawasan hukum bagi pelaku tindak pidana illegal logging. Selama ini, praktekillegal logging dikaitkan dengan lemahnya penegakan hukum, di mana penegak hukum hanya berurusan dengan masyarakat lokal atau pemilik alat transportasi kayu. Sedangkan untuk para cukong kelas kakap yang beroperasi di dalam dan di luar daerah tebangan, masih sulit untuk dijerat dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Bahkan beberapa pihak menyatakan bahwa Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan) dianggap tidak memiliki “taring” untuk menjerat pelaku utama illegal logging, melainkan hanya menangkap pelaku lapangan. Di samping itu, disinyalir adanya pejabat pemerintah yang korup yang justru memiliki peran penting dalam melegalisasi praktek illegal logging.
Keempat, tumpang tindih kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hak Pegusahaan Hutan selama ini berada di bawah wewenang pemerintah pusat, tetapi di sisi lain, -sejak kebijakan otonomi daerah diberlakukan- pemerintah daerah harus mengupayakan pemenuhan kebutuhan daerahnya secara mandiri. Kondisi ini menyebabkan pemerintah daerah melirik untuk mengeksplorasi berbagai potensi daerah yang memiliki nilai ekonomis yang tersedia di daerahnya, termasuk potensi ekonomis hutan. Dalam kontek inilah terjadi tumpang tindih kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pemerintah pusat menguasai kewenangan pemberian HPH, di sisi lain pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan untuk mengeksplorasi kekayaan alam daerahnya, -termasuk hutan- guna memenuhi kebutuhan daerahnya. Tumpang tindih kebijakan ini telah mendorong eksploitasi sumber daya alam kehutanan. Tekanan hidup yang dialami masyarakat daerah yang tinggal di dalam dan sekitar hutan mendorong mereka untuk menebang kayu, baik untuk kebutuhan sendiri maupun untuk kebutuhan pasar melalui tangan para pemodal.
Dampak yang ditimbulkan dari Ilegal Logging antara lain:
Praktek illegal logging sudah barang tentu memiliki ekses negatif yang sangat besar. Secara kasat mata ekses negatifillegal logging dapat diketahui dari rusaknya ekosistem hutan. Rusaknya ekosistem hutan ini berdampak pada menurunnya atau bahkan hilangnya fungsi hutan sebagai penyimpan air, pengendali air yang dapat mencegah banjir juga tanah longsor. Sehingga rentan terhadap bencana kekeringan, banjir maupun tanah longsor. Di samping itu,illegal logging juga menghilangkan keanekaragaman hayati, berkurangnya kualitas dan kuantitas ekosistem danbiodiversity, dan bahkan illegal logging dapat berperan dalam kepunahan satwa alam hutan Indonesia.
Dari sisi ekonomis, illegal logging telah menyebabkan hilangnya devisa negara. Menurut Walhi, hasil illegal logging di Indonesia pertahunnya mencapai 67 juta meter kubik dengan nilai kerugian sebesar Rp 4 triliun bagi negara. Di samping itu, data Kementerian Kehutanan menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 1998 hingga 2004, kerugian Indonesia akibat illegal logging mencapai 180 triliun.
1.3 Rumusan Masalah
Sekarang ini, Pembalakan liar di Indonesia, khususnya di daerah Sumatera
Selatan sudah semakin parah yang di sebabkan oleh ulah tangan manusia.
Untuk itu perlu dilakukan pencegahan dan pemeliharaan hutan, salah satunya
dengan cara melakukan sosialisasi iklan layanan masyarakat tentang betapa
pentingnya menjaga dan memelihara hutan sebagai paru-paru dimuka bumi ini.
Adapun rumusan masalah yang terdapat pada sebab dan akibat dari Ilegal Logging
atau Pembalakan Liar di Provinsi Sumatera Selatan adalah :
1. Bagaimana membuat iklan layanan masyarakat yang mampu memberikan
pengetahuan dan kesadaran kepada masyarakat tentang menjaga kelestarian
hutan.
2. Bagaimana menjadikan iklan layanan masyarakat yang dapat memberikan
pengetahuan tentang dampak dari Pembalakan Liar.
3. Membuat iklan layanan masyarakat yang mampu memberikan seruan untuk
menjaga hutan serta ajakan tersendiri untuk masyarakat, agar ikut bergerak
dalam penanam pohon di lingkungan sekitarnya.
4. Menampilkan iklan layanan masyarakat yang komunikatif sehingga mudah
dimengerti dan diterima masyarakat umum, namun tetap memiliki nilai seni atau
estetika yang baik.
1.4 Tujuan Perancangan
Dari perumusan tentang hutan, jenis hutan, penyebab Pembalakan hutan dan
dampak dari pembalakan hutan, maka didapatlah sebuah tujuan perancangan agar
nantinya tepat sasaran. Adapun tujuan perancangan dari iklan layanan masyarakat
tentang Lindungi Hutan yaitu :
1. Memberikan kesadaran kepada masyarakat untuk melindungi hutan yang sangat
penting demi kehidupan manusia.
2. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang dampak kebakaran hutan.
3. Dapat memberikan dampak keasadaran berupa melakukan penanaman pohon
walaupun dalam sekala kecil.
4. Menjadikan sebuah karya desain iklan layanan masyarakat yang memiliki cirri
khas, diterima masyarakat serta mempunyai nilai seni yang komunikatif.
1.5 Metode Pengumpulan Data
1.5.1 Tahap Eksplorasi
Proses perancangan iklan layanan masyarakat, tentang pentingnya
menjaga atau Melindungi Hutan di muka bumi dari Pembalakan liar pada
hutan dan dampaknya, dilakukan eksplorasi data guna menghasilkan sebuah
desain iklan layanan masyarakat yang baik dan tepat sasaran.
Tahapan ini dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan mencari
informasi di internet seperti http://dep.blogspot.com/2011/12/illegal-logging-
sebab-akibat-dan.html , dan http://www.wbh.or.id/ selain itu, dilakukan juga
eksplorasi data dengan mencar informasi melalui buku serta melakukan
interview kepada dinas atau instansi terkait yaitu Dinas Kehutanan Provinsi
Sumsel yang beralamat di Jl. Kol. H. Burlian Km. 6,5 Punti Kayu Palembang
Po.Box 340 dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel yang
beralamat di Jl. Kol. H. Burlian Km.6 N0. 79 Palembang 30153.