HUKUM PERSAINGAN DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBANGUNAN EKONOMI NASIONAL Hukum persaingan dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi. Hukum persaingan di Indonesia sebagaimana dituangkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dibuat dengan tujuan menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Adanya pengaturan persaingan usaha yang sehat diharapkan dapat mewujudkan iklim usaha yang kondusif sehingga menjamin kepastian berusaha yang sarna bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil. Keadaan ini akan mencegah terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehingga akan tercipta efektifitas den efisiensi dalam kegiatan usaha di Indonesia. Iklim persaingan Indonesia selama tiga dasawarsa di masa Pemerintahan Orde Baru telah mengalami berbagai distorsi antara lain tercipta karena berbagai kebijakan Pemerintah yang memberikan beberapa keistimewaan pada pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha tertentu saja. Keadaan ini tidak menguntungkan dunia usaha dan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
HUKUM PERSAINGAN DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBANGUNAN
EKONOMI NASIONAL
Hukum persaingan dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum dan
memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha untuk lebih
mendorong percepatan pembangunan ekonomi. Hukum persaingan di Indonesia
sebagaimana dituangkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
dibuat dengan tujuan menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi
ekonomi nasional dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Adanya
pengaturan persaingan usaha yang sehat diharapkan dapat mewujudkan iklim
usaha yang kondusif sehingga menjamin kepastian berusaha yang sarna bagi
pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil. Keadaan ini
akan mencegah terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak
sehingga akan tercipta efektifitas den efisiensi dalam kegiatan usaha di Indonesia.
Iklim persaingan Indonesia selama tiga dasawarsa di masa Pemerintahan Orde
Baru telah mengalami berbagai distorsi antara lain tercipta karena berbagai
kebijakan Pemerintah yang memberikan beberapa keistimewaan pada pelaku
usaha atau sekelompok pelaku usaha tertentu saja. Keadaan ini tidak
menguntungkan dunia usaha dan memperlebar kesenjangan kemampuan berusaha
diantara para pelaku usaha. Terjadi banyak praktek-praktek monopoli seperti
_antara lain praktek kartel, penetapan harga (price fixing), persekongkolan
(conspiracy) den sebagainya.
Dalam Keterangan MPR RI Nomor IV/MPR/1999 tentang GBHN pada Kondisi
Umum dinyatakan bahwa upaya mengatasi krisis ekonomi beserta dampak yang
ditimbulkannya telah dilakukan melalui proses reformasi di bidang ekonomi,
tetapi hasilnya belum memadai karena: (1) penyelenggaraan negara di bidang
ekonomi selama ini dilakukan atas dasar kekuasaan yang terpusat dengan campur
tangan Pemerintah yang terlalu besar, sehingga kedaulatan ekonomi tidak berada
di tangan rakyat dan mekanisme pasar tidak berfungsi secara efektif, (2)
kesenjangan ekonomi yang meliputi kesenjangan antarsa pusat dan daerah, antar
1
pelaku dan antar golongan pendapatan telah meluas keseluruh aspek kehidupan
sehingga struktur ekonomi tidak kuat yang ditandai dengan berkembangnya
monopoli serta pemusatan kekuatan ekonomi di tangan sekelompok_ kecil
masyarakat dan daerah tertentu.
Suatu undang-undang larangan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat yang
efektif merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan pembangunan ekonomi
nasional. Hukum persaingan menentang konsentrasl ekonoml yang berkaitan
dengan cara mengatur kehidupan ekonomi melalui suatu peraturan perundang-
undangan.# (Krud Hansen, 2001: et al)
Pelaku usaha dalam menjalankan usahanya selalu bersaing. Persaingan ada yang
dilakukan secara positif dan negatif. Persaingan yang dilakukan secara negatif,
atau sering diistilahkan sebagai persaingan tidak sehat. akan berakibat pada #
(Hikmahanto J.,1999: 32), (1) matinya atau berkurangnya persaingan antar pelaku
usaha, (2) timbulnya praktek monopoli yaitu pasar dikuasai hanya oleh pelaku
usaha tersebut, (3) kecenderungan pelaku usaha untuk mengeksploatasi konsumen
dengan cara menjual barang yang mahal tanpa kualitas yang memadai.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, permasalahan yang
akan dikaji dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah upaya mewujudkan iklim
persaingan usaha yang sehat dalam rangka pembangunan ekonomi nasional
Usaha mewujudkan iklim persaingan yang sehat. Sebagai upaya mewujudkan
iklim persaingan yang sehat Undang-undang Nomor 5/1999 memberikan
ketentuan antara lain (1) perjanjian yang dilarang, -(2) kegiatan yang dilarang, (3)
larangan penyalahgunaan posisi domain
1 Perjanjian yang dilarang Perjanjian menurut Pasal 1 ayat (7) UU No 5/1999
adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengingatkan diri
terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun. baik tertulis
mapun tidak tertulis
Menurut ketentuan pasal ersebut, pihak-pihak yang melakukan perjanjian adalah
para pelaku usaha. Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha,
baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
2
Indonesia, baik sandiri maupun bersama-sama melalui perjanjian,
menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi (Pasal 1 ayat
(5) UU No.5/1999)
Beberapa Perjanjian yang dilarang oleh UU No. 5/1999 antara lain adalah
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan
memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak
tertentu dan atau pada tempat tertentu.
Dalam ketentuan Pasal 15 ayat (2) UU No. 5/1999 juga melarang perjanjian yang
dibuat oleh pelaku usaha dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa
pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang
dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
Pelaku usaha juga dilarang oleh ketentuan Pasal15 ayat (30 UU No.5/1999
membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan
atau jasa yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang
dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok harus bersedia membeli barang dan atau
jasa dari pelaku usaha pemasok; atau tidak akan membeli barang dan atau jasa
yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain menjadi pesaing dari.pelaku usaha
pemasok. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut dapat diketahui bahwa larangan
adanya perjanjian tertutup ini bersifat per si illegal. Setiap perjanjian tertutup
secara inheren dilarang secara mutlak tanpa melihat ada atau tidak dampak negatif
bagi persaingan tanpa perlu pembuktian sebelumnya, Pelanggaran perjanjian
tertutp sebagai larangan yang bersifat per si illegal dikarenakan perjanjian tertutup
ini berpotensi besar menghambat perdagangan dan persaingan yang kompetitif.
Kartel. Perjanjian kartel dilarang menurut Pasal 11 UU No. 5/1999 yang memuat
ketentuan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
saingannya. yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan
tata pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Berdasarkan ketentuan Pasal 11 tersebut maka perjanjian kartel dilarang secara
3
rule of reason dalam artian memerlukan pembuktian terlebih dahulu akan adanya
hambatan bagi perdagangan dan persaingan yang diakibatkan oleh kartel tersebut.
Integrasi Vertikal. Pengertian Integrasi vertikal adalah penguasaan serangkaian
proses produksi atas barang tertentu mulai dari hulu sampai hilir atau proses yang
berlanjut atas suatu layanan jasa tertentu oleh pelaku usaha tertentu (Penjelasan
Pasal 14 alenia 1 UU No'. 5/1999).
Pasal 14 Undang-undang No.5 Tahun 1999 memuat ketentuan sebagai
berikut: .Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain
yang bertujuan untuk menguasai sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian
produksi barang atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi
merupakan hasil pengolohan atau proses lanjutan, baik deism satu rangkaian
langsung maupun tidak langsung. yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat" ,
Berdasarkan ketentuan tersebut maka Undang-Undang No.5 Tahun 1999
mengkatagorikan integrasi vertikal sebagai salah satu perjanjian yang dilarang
secara rule of reason. Perjanjian antar pelaku usaha dengan pelaku usaha lain
untuk menguasai sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi atau
lazim disebut dengan integrasi vertikal dilarang apabila telah terbukti
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan tak merugikan
masyarakat
Olgopseni. Oligopseni menurut Pasal 13 ayat (1) UU No. 5/1999 adalah
perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang bertujuan
untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar
dapat mengedalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar yang
bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
2. Kegiatan yang dilarang: Undang-Undang No.5/1999 mengatur mengenai
beberapa kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha, antara lain: Monopoli.
Monopoli menurut Pasal 17 ayat (1) den (2) UU no. 5/1999 adalah penguasaan
atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa oleh pelaku usaha apabila
barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substansinya; atau
4
mengakibatkan pelaku usaha lain yang mempunyai kemampuan bersaing yang
signifikan dalam pasar yang bersangkutan tidak dapat masuk ke dalam persaingan
usaha barang dan atau jasa yang sama; atau satu pelaku usaha atau satu kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu
jenis barang atau jasa tertentu.
Pasal 17 UU No. 5/1999 mengkategorikan monopoli sebagai salah satu kegiatan
yang dilarang secara rule of reason. Harus dilakukan pembuktian bahwa pelaku
usaha yang melakukan monopoli telah mengakibatkan praktek monopoli yaitu
pemutusan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum
Monosoni. Monosoni adalah keadaan dimana pelaku usaha menguasai penerimaan
pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar
bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat (Pasal18 ayat 1 UU No. 5/1999)
Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal apabila satu pelaku usaha menguasai lebih dari 50%
(lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu (Pasal 18 ayat
(2) UU No. 5/1999).
Berdasarkan ketentuan Pasal18 (1) tersebut maka monopsoni dilarang secara rule
of reason. Adanya dugaan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 18 tersebut
memerlukan pembuktian bahwa pelaku usaha yang menguasai pasokan atau
menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa itu telah terbukti menimbulkan
akibat negatif bagi persaingan.
Penguasaan Pasar. Penguasaan pasar merupakan salah satu bentuk kegiatan yang
dilarang oleh UU No. 5/1999 yaitu larangan adanya satu atau beberapa kegiatan
yang dilakukan pelaku usaha, balk sendiri maupun bersama pelaku usaha lain,
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat berupa (Pasal 19 UU No.5/1999): (a) menolak dan atau menghalangi
pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang
5
bersangkutan; atau (b) menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha
persaingan untuk tidak melakukan hubungan dengan pelaku usaha pesaingnya;
atau (c) membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar
bersangkutan; atau (d) melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha
tertentu.
Pelaku usaha juga dilarang melakukan pemasokan barang dan jasa dengan cara
menjual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk
menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat (Pasal20 UU No. 5/1999).
Predatory pricing menurut ketentuan dalam pasaI 20 tersebut termasuk salah satu
kegiatan yang dilarang rule of reason. Untuk itu harus dilakukan pembuktian
bahwa upaya menjual rugi atau penetapan harga yang' sangat rendah itu
dimaksudkan pelaku usaha tersebut untuk menyingkirkan atau mematikan usaha
pesaingnya dan bukan dimaksudkan untuk cuci gudang.
Pelaku usaha juga dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya
produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari kamponen harga dan atau
jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat (Pasal 21
UU No. 5/1999).
Kecurangan penetapan biaya yang dilarang oleh ketentuan Pasal 21 tersebut
merupakan kegiatan yang dilarang secara rule of reason sehingga memerlukan
upaya pembuktian yang dapat dilihat dengan adanya indikasi biaya yang
dimanipulasi yaitu harga yang lebih rendah daripada harga yang sebenarnya.
Posisi Dominan. Posisi dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak
mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
pangsa pasar yang dikuasai. Posisi dominan dapat pula terjadi apabila pelaku
usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan,
kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk
menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu (Pasal1 ayat (4)
UU No. 5/1999)
Pelaku usaha dinilai mempunyai posisi dominan, apabila (Pasal 25 ayat (2) UU
6
No. 5/1999: (a) satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai
50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu; atau (b) dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu. Penting untuk diperhatikan berkaitan dengan posisi
dominan ialah ada atau tidaknya penyalahgunaan posisi dominan (Abuse of
dominat position). Pelaku usaha tidak diperbolehkan menyalahgunakan posisi
dominan tersebut untuk melakukan kegiatan yang dilarang, sebagai berikut (Pasal
25 ayat (1) UU No. 5/1999): (a) menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan
tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan
atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas atau (b) membatasi
pasar dan pengembangan teknologi; atau (c) menghambat pelaku usaha lain yang
berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.
2. Jabatan Rangkap; Pasal; 26 UU No. 5/1999 menentukan bahwa seseorang yang
menduduki jabatan sebagai Direksi atau Komisaris dari suatu ,perusahaan. Pada
waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjdi Direksi atau Komisaris pada
perusahaan lain. apabila perusahaan-persahaan tersebut: (a) berada dalam pasar
bersangkutan yang sama; atau (b) memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang
dan atau jenis usaha; atau (c. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar
barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Penjelasan atas Pasal 26 tersebut
khususnya huruf (b) menyatakan bahwa perusahaan memiliki keterkaitan yang
erat apabila perusahaan-perusahaan tersebut saling mendukung atau berhubungan
langsung dalam proses produksi, pemasaran. atau produksi dan pemasaran.
Berdasarkan ketentuan di atas, praktek jabatan rangkap (interlocking directorate)
merupakan kegiatan yang dilarang secara rule of reason. Sehingga memerlukan
pembuktian terjadinya praktek monopoli den atau persaingan usaha tidak sehat
yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut.
3. Pemilikan Saham; Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada
beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang
sarna pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan
7
yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama,
apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan (Pasal 27 UU No. 5/1999): (a) satu
pelaku usaha atau satu kelompok usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh
persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; (b) dua atau tiga pelaku
usaha atau kelompok uasaha menguasai lebih dari 75% (tujuh pluh lima persen)
pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Adanya larangan mempunyai
saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis tersebut disebabkan pelaku
usaha tersebut disebabkan pelaku usaha tersebut dapat menentukan kebijakan
perusahaan-perusahaan itu dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Oleh
sebab itu menurut ketentuan Pasal 27 UU No. 5/1999, pemilikan saham mayoritas
dilarang secara per se illegal yang berarti harus dilarang dengan sendirinya tanpa
perlu unsur pembuktian adanya dampak buruk bagi persaingan.
Kesimpulan: Berdasarkan pembahasan yang dikemukakan, dapat diambil
kesimpulan bahwa upaya untuk mewujudkan iklim persaingan yang sehat dalam
meningkatkan pembangunan ekonomi dapat ditempuh melalui adanya larangan
terhadap pelaku usaha melakukan perjanjian, kegiatan serta posisi dominan yang
ditetapkan dalam UU No, 5/1999. perjanjian-perjanian yang dilarang adalah
Oligopoli; Pembagian wilayah (market allocation); Kartel; Trust; Penetapan
Harga baik yang vertikal maupun horisontal; Pemboikotan; Perjanjian Tertutup;
Ologopsoni; Intregrasi Vertikal; Perjanjian dengan pihak luar negeri yang
mengakibatkan persaingan . tidak sehat. Sedangkan kegiatan-kegiatan yang
dilarang adalah; Monopoli; Monopsoni; penguasaan Pasar; Jual rugi atau banting
harga; Kecurangan penetapan biaya; Persekongkolan. Yang juga dilarang oleh UU
No.5/1999 adalah: Posisi Dominan: Jabatan rangkap; Pemilikan saham;
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalilan.
Saran: Berbagai larangan terhadap perjanjian-perjanian maupun kegiatan-kegiatan
yang dilakukan para pelaku usaha sebagai salah satu upaya mewujudkan iklim
persaingan yang sehat demi pembangunan ekonomi nasional harus lebih didukung
oleh kebijakan pemerintah yang mendorong penetapan iklim kompetitif yang
wajar dan kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi semua pelaku usaha.
8
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Trust
A. Istilah dan Pengertian
Menurut Pasal 12 UU No. 5 tahun 1999 Trust adalah pembentukan suatu
gabungan perusahaan baru. Disini pelaku –pelaku usaha yang membentuk suatu
gabungan perusahaan tersebut tetap mempertahankan kelangsungan hidup
masing-masing perusahaannya atau perseroannya. Pendirian satu gabungan
perusahaan baru seperti ini dilarang oleh undang-undang ini, apabila hal ini
bertujuan agar para pelaku usaha tersebut dapat mengontrol produksi dan
pemasaran suatu barang atau jasa tertentu. Perilaku ini dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.
Mengenai pengertian trust, Edilius dan Sudarsono mengartikan sebagai berikut :
a. Perusahaan gabungan yang diadakan untuk melakukan pengawasan
produksi atau distribusi barang atau jasa tertentu baik secaramonopoli.
b. Penyerahan harta untuk diatur atau dikelola orang lain.
Pengertian lain mengenai trust dikemukakan oleh Komaruddin yang
memberikan pengertian, trust adalah suatu bentuk pemusatan dari badan usaha
dan usaha yang harta miliknya disatukan. Pada bentuk trust, sejumlah badan-
badan usaha secara yuridis berdiri sendiri, dalam arti ekonomik kehilangan
kemerdekaan mereka.Sebagian besar modal saham mereka berada dalam tangan
sebuahorgan (badan) yang mengendalikannya. Trust terbentuk dengan
caradidirikan sebuah "holding company" atau melalui fusi (peleburan)badan-
badan usaha.
9
B. Proses Pembentukan Trust
Terdapat tiga macam cara pemusatan yang mungkin untuk trust.Mungkin
dalam bentuk konsentrasi mendatar (horizontal), mungkin konsentrasi menegak
(vertikal) atau mungkin pula konsentrasi sejajar (paralel).
1. Konsentrasi horizontal
Konsentrasi horizontal ialah pemusatan dari beberapa Badan Usaha yang
pemecahanya sama.misalnya usaha pemusatan untuk Pabrik Kertas, Pabrik kertas
dan pabrik kertas. Perusahaan-perusahaan No.1 s/d No.5 merupakan perusahaan-
perusahaan sejenis. Motivasi dan tujuan yang kuat dari konsentrasi horizontal
terutama untuk memperoleh harga pokok yang rendah, untuk meringankan resiko
dan untuk dapat menguasai pasar. Konsentrasi horizontal itu dalam beberapa segi
dapat merasionalisasikan produksi, mencegah investasModal yang berlebih-
lebihan dan dalam segi lainnya dapat mengadakanpenghematan atas ongkos
perusahaan.
2. Konsentrasi vertikal
Konsentrasi vertikal ini adalah gabungan dari beberapa badanusaha yang
menghasilkan barang-barang berturut"turut yang merupakanlajur perusahaan
dalam proses produksi, rnenjadi satu badan usaha.Misalnya saja suatu
penggabungan harta rnilik badan usaha-badanmenjadi satu dengan manajernen
yang sarna. Pada dasarnya konsentrasi vertikal ini bisa dirnulai dari proses
produksi yang pertama hingga melayani konsurnen.Jadi dalarn konsentrasi
vertikal badan usaha rnerupakan rangkaian dalarn proses produksi dilebur rnenjadi
satu.
1 Perusahaan No.1, rnisalnya rnerupakan perusahaan menggali bij besi.
2 Perusahaan No.2; rnerupakan peleburan besi yang rnenghasilkan
potongan-potongan besi/baja.
10
3 Perusahaan No.3, rnisalnya rnerupakan perusahaan yang membuat
mesin-rnesin;
4 Perusahaan No.4 adalah perusahaan pengepakan
5 Perusahaan No.5, merupakan pe rusahaan transport
3. Konsentrasi paralel
Konsentrasi paralel ini merupakan penggabungan beberapa badan usaha
yang memproduksi atau menjual barang-barang yang berlainantetapi untuk
pesanan yang sama. Contoh pemusatan ini ialahpenggabungan badan usaha-badan
usaha yang beroperasi dalam perkebunan kina, teh, kopi, dan karet di dalam satu
konsentrasi dan penggabungan manajemen yang sarna.Seperti konsentrasi-
konsentrasi lainnya, konsentrasi paralel punmembawa akibat-akibat terhadap
tingkatan efisiensi dan kemungkinankerugian yang akan diderita.
a. Efisiensi terhadap ongkos-ongkos bisa terjadi karena konsentrasi paralel, sebab
ongkos-ongkos seperti untuk reklame, organisasi dan manajemen penjualan
digabungkan. Syarat-syarat penjualan dapat lebih baik dan tepat serta
menyenangkan.
b. Bilamana terdapat suatu macam barang yang merugikan, kerugian ini dapat
ditimbun oleh keuntungan-keuntungan dari barang lainnya. Dengan cars itu maka
resiko mereka dapat didistribusikan diantara para anggota yang terkonsentrasi di
dalam trust itu. Kompensasi seperti itu akan memberikan suasana tenang bagi
perusahaanperusahaan. Sebagai suatu bentuk konsentrasi badan usaha-badan
usaha,merupakan gejala sosial dan ekonomis. Karena trust-trust dunia
banyakpengaruhnya terhadap pasar, maka fenomena-fenomena itumenimbulkan
pro dan kontra. Diakui pula disamping pengaruh positifterhadap kehidupan
ekonomis, didalamnya banyak pula membawa kesulitan-kesulitan. Di antara
kebaikan-kebaikan karena berdirinya trust terhadap masyarakat misalnya dalam
harga-harga produksi yang dibuat oleh trust bukan dengan cara meninggikan
harga barang-barang tetapi dengan merendahkan harga pokok. Rasionalisasi
dengan cara teknik, organisasi dan manajemen yang tepat membawa trust ke titik
11
efisiensi yang tinggi. Dengan cara itu pula maka biaya dapat ditekan sehingga
harga-harga barang produksi trust itu menjadi rendah pula.
C. Persentuhan Trust Dengan UU No.5 Tahun 1999
Dengan diberlakukannya UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, jelas praktek trust sudah tidak dapat
dipertahankan di Indonesia. Menurut Pasal 1 ayat (1) dari Undang-undang Anti
Monopoli yang dimaksud dengan monopoli adalah suatu penguasaan stag
produksi dan atau pemasaran barang dan atau stag penggunaan jasa tertentu oleh
satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Sedangkan yang dimak~ud
dengan praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau
lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat
dan dapat merugikan kepentingan umum, lihat Pasal 1 ayat (2) dari Undang-
undang Anti Monopoli. Seandainya trust dapat merebut kedudukan monopoli,
memang ada sisi positif dan negatifnya. Unsur positif dari monopoli ini adalah
bahwa trust dapat menyesuaikan penawaran terhadap permintaan, akibatnya,
harga tidak akan labil. Sedangkan aspek negatifnya adalah kedudukan monopoli
yang telah dicapai trust dapat menghancurkan perusahaan-perusahaan kecil yang
biaya produksinya sedang menanjak. Terdesaknya perusahaan-perusahaan yang
lemah ini berarti akan menyebabkan pengangguran-pengangguran bagi buruh
yang bekerja pada perusahaan yang kecil itu. Sisi negatif trust lainnya adalah
bahwa trust itu tidak hanya mempersulit pekerja yang bekerja di luar lingkungan
trust, tetapi malahan iapun dapat menambah kesukaran bagi pekerja yang berada
di dalam lingkungan trust itu. Karena pekerja-pekerja itu sekarang lebih banyak
tergantung kepada trust. Monopoli yang dicapai trust akan menyebabkan seorang
buruh dengan keahliannya, tertutup untuk mencoba memilih perusahaan lain.
12
2.2 Pengertian Kartel
A. Istilah dan Pengertian
Istilah kartel terdapat da1am beberapa bahasa seperti "cartel" dalam
bahasa Inggris dan "kartel" dalam bahasa Belanda. "Cartel" disebut juga
"syndicate" yaitu suatu kesepakatan (tertulis) antara beberapa perusahaan
produsen dan lain-lain yang sejenis untuk mengatur dan mengendalikan berbagai
hal, seperti harga, wilayah pemasaran dan sebagainya, dengan tujuan menekan
persaingan dan meraih keuntungan. Sedangkan berdasarkan Pasal 11 UU No. 5
tahun 1999 Kartel adalah suatu perjanjian antara usaha dengan pelaku usaha
pesaingnya dengan maksud untuk mengatur produksi barang dan pemasarannya
atau untuk mengatur pelayanan jasa tertentu. Dengan adanya pengaturan seperti
ini akan mengganggu persaingan usaha yang sehat dalam pasar. Oleh karena itu
perjanjian seperti ini dilarang oleh undang-undang ini. Selanjutnya menurut
Winardi kartel itu merupakan gabungan atau persetujuan (conventie) antara
pengusaha-pengusaha yang secara yuridis dan ekonomis berdiri sendiri. Untuk
mencapai sasaran; peniadaan sebagian atau seluruh persaingan antar pengusaha,
untuk dapat menguasai pasar, hat mana biasanya tujuan pembentukan kartel,
diperlukan syarat bahwa kartel mencakup bagian terbesar dari badan. badan usaha
yang ada, dengan ketentuan bahwa mereka menggarap pasaran yang
bersangkutan. Berdiri sendirinya badan.badan usaha tersebut, membedakan kartel
dengan bentuk.bentuk trust dan konsern. Hal tersebut tetap dipertahankan
sekalipun kerjasama pada penjualan demikian jauh hingga dibentuk suatu kantor
penjualan bersama (gemeinschappelijk - verkoopkantoor) yang membagi pesanan-
pesanan menurut ketentuan- ketentuan yang ditetapkan atas badan-badan usaha
yang menjadi anggota.
13
B. Jenis-jenis Kartel
1. Kartel harga pokok (prijskartel)
Di dalam kartel harga pokok, anggota-anggota menciptakan peraturan
diantara mereka untuk perhitungan ka.Jkulasi harga pokok dan besarnya Isba.
Pada
kartel jenis ini ditetapkan harga-harga penjualan bagi para anggota kartel. Benih
dari persaingan kerapkali juga datang dari perhitungan Isba yang akan diperoleh
suatu badan usaha. Dengan menyeragamkan tingginya labs maka persaingan
diantara mereka dapat dihindarkan.
2. Kartel harga
Dalam kartel ini ditetapkan harga minimum untuk penjualan barang-barang
yang mereka produksi atau perdagangkan. Setiap anggota tidak diperkenankan
untuk menjual barang-barangnya dengan harga yang bebas rendah daripada harga
yang telah ditetapkan itu. Pada dasarnya anggota-anggota itu diperbolehkan
menjual
di atas penetapan harga akan tetapi atas tanggung jawab sendiri.
3. Kartel syarat
Dalam kartel ini memerlukan penetapan-penetapan di dalam syarat-syarat
penjualan misalnya. Kartel juga menetapkan standar kwalitas barang yang
dihasilkan
atau dijual, menetapkan syarat-syarat pengiriman. Apakah ditetapkan loco
gudang,
Fob, C & F, Cif, embalase atau pembungkusan dan syarat-syarat pengiriman
lainnya,
yang dikehendaki adalah keseragaman diantara para anggota yang tergabung
dibawah kartel.
Keseragaman itu perlu di dalam kebijaksanaan harga, sehingga tidak akan
terjadi persaingan diantara mereka.
4. Kartel rayon
Kartel rayon atau kadang-kadang juga disebut kartel wilayah pemasaran
14
untuk mereka. Penetapan wilayah ini kemudian diikuti oleh penetapan harga
untuk
masing-masing daerah. Dalam pada itu kartel rayon pun menentukan pula suatu
peraturan bahwa setiap anggota tidak diperkenankan menjual barang-barangnya di
daerah. lain. Oengan ini dapat dicegah persaingan diantara anggota, yang
mungkin harga-harga barangnya berlainan.
5. Kartel kontigentering
Di dalam jenis kartel ini, masing-masing anggota kartel diberikan jatah dalam
banyaknya produksi yang diperbolehkan. Biasanya perusahaan yang
memproduksi
lebih sedikit daripada jatah yang sisanya menurut ketentuan, akan diberi premi
hadiah. Akan tetapi sebaliknya akan didenda. Maksud dari peraturan ini adalah
untuk
mengadakan restriksi yang ketal terhadap banyaknya persediaan sehingga harga
barang-barang yang mereka jual dapat dinaikkan. Ambisi kartel kontingentering
biasanya untuk mempermainkan jumlah persediaan barang dan dengan cara itu
harus berada dalam kekuasaannya.
6. Sindikat penjualan atau kantor sentral penjualan
Di dalam kartel penjualan ditentukan bahwa penjualan hasil produksi dari
anggota harus melewati sebuah badan tunggal ialah kantor penjualan pusat.
Persaingan diantara mereka akan dapat dihindarkan karenanya.
7. Kartellaba atau pool
Di dalam kartel laba, anggota kartel biasanya menentukan peraturan yang
berhubungan dengan laba yang mereka peroleh. Misalnya bahwa laba kotor harus
disentralisasikan pada suatu kas umum kartel, kemudian laba bersih kartel,
dibagibagikan
diantara mereka dengan perbandingan yang tertentu pula.
15
C. Unsur-unsur Positif dan Negatif dari Kartel
1. Unsur positif dari kartel
a. Karena kartel itu dapat melaksanakan rasionalisasi, maka kemungkinan sekali
harga barang-barang yang dijual diproduksi kartel tersebut cenderung turun pula.
Dalam suatu keadaan, turunnya harga yang disebabkan turunnya harga pokok
(akibat rasionalisasi), bisa jadi tanpa pemecatan pekerja-pekerja. Dengan
demikian kedudukan para pekerja lebih stabil jika dibandingkan dengan
kedudukan mereka di dalam persaingan bebas, sebab dalam persaingan bebas
seandainya kartel hendak merendahkan harga pokok, para pekerja itu dapat
dikeluarkan.
b. Kedudukan monopoli dari kartel di pasar menyebabkan kartel mempunyai
posisi yang baik di dalam menghadapi persaingan, sehingga demikian pulalah
dalam hat buruh.
c. Kebaikan-kebaikan kartel bagi badan usaha-badan usaha yang tergantung
didalamnya yaitu : resiko penjualan barang-barang yang dihasilkan dan resiko
kapital para anggota dapat diminimalkan, karena baik produksi maupun penjualan
dapat diatur dan dijamin jumlahnya. Hubungan perburuhan dan manajemen
personalia mungkin dapat lebih tenang, karena ketegangan-ketegangan yang
disebabkan tuntutan kenaikan upah atau kenajkan kesejahteraan pekerja lainnya
dapat lebih mudah dikabulkan oleh pengusaha atau manajer.
2. Unsur negatif dari kartel
a. Keburukan kartel bagi para anggota-anggota, misalnya kegiatan para pengusaha
dan manajer tingkat tinggi yang tergabung di dalam kartel itu hiss berkurang,
lantaran Isba yang diperoleh bagi anggota secara individuil, adalah hampir stabil
dan lebih pasti. Giat atau tidak giat anggota kartel itu akan memperoleh laba yang
hampir tetap, walaupun laba ini mung kin dihisap dari anggota lainnya yang
memperoleh Isba yang lebih besar dari anggota yang tidak giat.
16
b. Peraturan~peraturan yang dibuat bersama diantara mereka dengan sanksi-sanksi
intern kartel itu akan mengikat kebebasan para anggota yang bergabung di dalam
kartel ini.
c. Dalam berbagai kemungkinan, saingan kartel dapat menyelundup ke dalam
anggota kartel.
d. Dalam kehidupan masyarakat luas, kartel dianggap sebagai sesuatu yang
merugikan masyarakat, karena kartel itu praktis dapat meninggikan harga dengan
gaya yang lebih leluasa dari pads di dalam pasar bebas D. Kedudukan KarteS
Ditinjau dari UU No.5 Tahun 1999.
Dengan diundangkannya UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, maka praktek bisnis kartel
sebenarnya kurang tepat diberikan beroperasi dalam sistim perekonomian
nasional.
Melihat berbagai jenis praktek kartel yang dapat muncul dalam dunia bisnis, maka
nampak bahwa praktek monopoli dapat terjadi dalam berbagai lapangan/sektor
kegiatan bisnis yang dilakukan oleh sekelompok pengusaha secara bersama-sama,
sebab salah satu praktek karte! itu adalah penguasaan produk sejumlah produksi
oleh sekelompok pengusaha yang tergabung dalam satu kartel.
Praktek kartel walaupun dapat menghasilkan barang dan jasa dengan harga murah,
tetapi dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat yang merusak sendi-sendi
perekonomian masyarakat. Praktek seperti ini dilarang sepanjang menimbu1kan
persaingan usaha tidak sehat den atau merugikan masyarakat (lihat Pasal I 14 UU
No.5 Tahun 1999).
Pasal 11
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian,dengan pelaku usaha
pesaingnya,yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur
produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa,yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
17
Pasal tersebut memiliki unsur-unsur sebagai berikut,
Contoh Kasus Kartel
Bandung - RoL--Staf Ahli Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI),
Ashwin Pulungan, mengatakan, sekitar empat ribu peternak ayam di tanah air
terpaksa menganggur akibat kenaikan harga DOC (day old chick/anak ayam
berusia sehari) dari Rp2.800/ekor menjadi Rp4.000/ekor sejak sebulan lalu.
"Meski demikian, dari keempat ribu peternak ayam itu ada juga yang tetap
berusaha, meski hanya bekerja sebatas menyewakan kandang, sedangkan
ayamnya dari perusahaan besar," katanya kepada Antara di Bandung, Sabtu.
Menurut Ashwin, kalangan peternak rakyat tersebut sudah tidak mampu lagi
mengeluarkan modal untuk membeli DOC semahal itu, ditambah lagi dengan
terjadinya kenaikan harga pakan ayam dari Rp2.600/kilogram menjadi
Rp3.000/kilogram.
Ia juga mengatakan, usaha peternakan ayam pada 2006 merupakan usaha
terburuk bagi kalangan peternak di tanah air setelah sebelumnya terkena berita
kasus flu burung.
"Saat ini jumlah peternak ayam di tanah air menurun drastis. Semula ada
sekitar 80 ribu peternak, kemudian menyusut menjadi delapan ribu akibat adanya
flu burung. Kemudian ada kenaikan harga DOC, dan jumlah peternak turun
kembali menjadi empat ribu peternak yang aktif," katanya.
Selain itu, menurut dia persediaan DOC di pasaran juga mulai langka, sehingga
kalangan peternak rakyat yang masih aktif bekerja kesulitan untuk
mendapatkannya.
Ia memperkirakan, kondisi yang dialami kalangan peternak ayam seperti itu
merupakan akibat dari adanya permainan perusahaan besar untuk memperoleh
keuntungan besar tanpa memperdulikan peternakan milik rakyat.
"Oleh karena itu pemerintah harus menindak kartel dan monopoli dalam
pengadaan DOC tersebut serta bagaimana mengatur mekanisme pasarnya. Upaya
18
itu sangat penting untuk menolong peternakan ayam milik rakyat," katanya.
antara/mim
MEMUTUSKANMenyatakan bahwa tidak ditemukannya pelanggaran terhadap Pasal 11 UndangundangNomor 5 Tahun 1999 oleh Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV,dan Terlapor V;--------------------------------------------------------------------------------------------Demikian putusan ini ditetapkan dalam Sidang Majelis Komisi pada hari Kamis,
tanggal 22 Agustus 2002 dan dibacakan dimuka persidangan yang dinyatakan
terbuka untuk umum pada hari Selasa, tanggal 27 Agustus
2002.-------------------------------------------------------------------Kami anggota
Komisi, Bambang P. Adiwiyoto, sebagai Ketua Majelis, Erwin Syahril, Faisal
Hasan Basri, Pande Radja Silalahi, dan Sutrisno Iwantono, masing-masing
sebagai Anggota,
dibantu oleh Dedy Sani Ardi, Dewi Sita Yuliani, M. Noor Rofieq, Riesa Susanti,