Page 1
TUGAS ASUHAN GIZI IV
KASUS 4 : HIV AIDS
Dosen Pengampu : dr. Etisa Adi Murbawani, M.Si, SpGK
disusun oleh :
1. Ardhanareswari Dhiyas A. 22030112140022
2. Siti Sa'adah 22030112140030
3. Della Annisa Nurdini 22030112130034
4. Anindya Selviana P. 22030112130044
5. Sofia Arum Andani 22030112140078
6. Maulidya Puspita Sari 22030112140090
7. Cindy Annissa R. 22030112130100
8. Muhana Rafika 22030112140108
9. Unik Asmawati 22030112140114
PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG2015
Page 2
A. Kasus HIV AIDS
Tn. MY, usia 44 tahun dengan TB 158 cm dan BB 41 kg di rawat di ruang penyakit
dalam dengan keluhan utama nyeri perut, tidak ada nafsu makan dan mencret berbusa. Keluhan
mencret sudah dirasakan 3 bulan yang lalu, malam keringat dingin dan kadang demam serta
tubuh terasa lemah. Pasien pernah di rawat di RS dengan penyakit menderita liver sejak 2 tahun
yang lalu. Sejak 12 tahun, yang lalu pasien mengkonsumsi obat putaw dengan cara suntik.
Karena menggunakan obat terlarang akhirnya dikucilkan oleh saudara-saudaranya. Klien
memakai obat karena merasa terpukul akibat ditinggal menginggal ibunya. Klien tinggal di
Surabaya sejak 6 bulan yang lalu, sebelumnya sejak tahun 1986 bekerja di Bali sebagai Guide
Freeland. Klien juga punya riwayat melakukan Sex bebas dengan warga asing dan terakhir
dengan warga Belanda. Di Surabaya klien bekerja sebagai Guide freeland di Hotel Sangrila
Surabaya. Sejak 3 bulan yang lalu klin mencret-mencret 3-5 kali sehari. Sejak 15 hari yang lalu
mencretnya makin keras dan tak terkontrol.
Aktivitas sehari-hari
Pre-masuk rumah sakit Di rumah sakit
Pola Makan Pola makan tidak teratur,
tetapi tidak ada napsu
makan, terutama jika
sudah memakai obat.
Pola makan 3 kali/hari
bubur, namun tidak ada
napsu makan, nyeri saat
menelan, makan hanya 1/2
porsi.
Asupan Cairan Minum air putih dengan
jumlah tidak tentu kadang
minuman keras.
Minum air putih 2-3 gelas
dan teh hangat 2-3 gelas
Hasil pemeriksaan fisik: kesadaran compos mentis, Tensi 140/90 mmHg, Nadi 120
x/menit, Suhu 39oC, RR 22 X/menit, konjungtiva anemis, ada bau mulut, lidah bercak-bercak
putih dan tidak hiperemik serta tidak ada peradangan pada faring, tidak ada asites, bising usus 12
X/menit, kulit keriput, pucat. Pemeriksaan Laboratorium: metode imunokromatografi positif dan
ELISA I dan ELISA II positif. Pemeriksaan hematologi : Hb 10,5 gr/dl, Leukosit 4,4 x 10 9/L,
trombosit 543 X 10 9L, SGOT 54,4/L, BUN 32 mg/dl dan kreatinin serum 1,95 mg/dl.
Page 3
1. Screening
Nutrition Screen and Referral Criteria for Adults with HIV/AIDSToday’s Date : May 4th, 2014
Name : Mr. MYGender : MaleA. Medical Diagnosis and Nutrition Assessment
1. Newly diagnosed HIV infection2. Newly diagnosed with AIDS3. √ Any change in disease, diet or nutritional status4. No nutrition assessment by a registered dietitian or not seen by a registered dietitian
in six monthsB. Physical Changes and Weight Concerns
1. unintentional weight loss from usual body weight in the last 6 months or since last visit (% wt loss formula: usual body weight – current body wt/usual body wt x 100)
2. √ Visible wasting, <90% ideal body weight, BMI <20 kg/m2, or decrease in body cell mass (BCM)
3. Uses anabolic steroids or growth hormone for weight, muscle gain or metabolic complications
4. Lipodystrophy: lipoatrophy, central fat adiposity and/or fat accumulation on the neck, upper back, breasts or other areas
5. Abdominal obesity: Waist circumlerence >102 cm or 40 inches (men) and >88 cm or 35 inches (women)
6. Client or MD initiated weight management, or obesity: BMI >30 kg/m2
C. Oral/GI Symptoms1. Uses an appetite stimulant or suppressant2. √ Loss of appetite, desire to eat or poor oral intake of food or fluid for >3 days3. Missing teeth, severe dental caries, difficulty chewing and/or swallowing4. Mouth sores, thrush, or mouth, tooth or gum pain5. √ Persistant diarrhea, constipation or change in stools (color, consistency, frequency,
smell)6. √ Persistant nausea or vomiting7. √ Persistant gas, bloating or heartburn 8. Changes in perception of taste or smell9. Food allergies or food intolerances (fat, lactose, wheat, etc.)10. Medication involving food or meal modification11. √ Receives or needs evaluation for oral supplement or enteral or parental nutrition
D. Metabolic Complications and Other Medical Conditions1. Diabetes mellitus, impaired glucose tolerance, impaired fasting glucose, insulin
resistance, or history of hypoglycemia or hyperglycemia2. Hyperlipidemia: cholesterol >200 mg/dL, triglycerides HDL <40 mg/dL (men), <50
mg/dL (women)3. √ Hypertension: two BP readings 120-139/80-90 mm Hg or diagnosed with HTN4. √ Hepatic disease: Hepatitis C, Hepatitis B, cirrhosis, steatotosis, or other: Liver5. Osteopenia./osteoporosis risk, e.g., elevated alkaline phosphatase, DEXA of the hip
Page 4
and spine low T-scores6. Other conditions: renal disease, anemia, heart disease, pregnancy, cancer or other:7. Albumin <3.5 mg/dL, prealbumin <19 mg/dl, or cholesterol <120 mg/dl8. Scheduled chemotherapy or radiation therapy
E. Barriers to Nutrition, Living Environment, Functional StatusUsually or always needs assistance with: Patient is :1. √ Eating2. Preparing food3. Shopping for food and necessities4. Homebound5. Homeless6. Unable to secure food7. Has limited or no cooking skills8. Income at below Federal Poverty Guidelines9. Has no stove or refrigerator
F. Behavioral Concerns or Unusual Eating Behaviors1. Disordered eating, e.g., binges, purges, purposely skips meals, avoids eating when
hungry, pica2. Alcoholic consumption: >2/day (men), >1/day (women), or wiith contraindicated
condition3. Substance abuse, e.g., alcohol, tobacco, drugs4. Vegetarianism5. Client initiated vitamin and/or mineral supplementation, or complimentary or
alternative diet or related therapy
Page 5
2. Asssessment
Domain Data Identifikasi Masalah Interpretasi Data
FH FH-1.2.1.1 Oral fluid Sebelum masuk RS :
Minum air putih dengan
jumlah tidak tentu kadang
minuman keras.
Saat masuk RS :
Minum air putih 2-3 gelas
dan teh hangat 2-3 gelas.
Minuman keras
dapat mengindikasi
terjadinya
gangguan pada
liver
FH 1.2.2.3 Pola makan Sebelum masuk RS :
Tidak teratur dan tidak ada
nafsu makan, terutama jika
sudah mengonsumsi obat
Saat masuk RS :
Pola makan 3 kali/hari bubur,
namun tidak ada nafsu
makan, nyeri saat menelan,
makan hanya 1/2 porsi.
Pasien beresiko
malnutrisi
FH 2.1.4.2 Parenteral Infuse RL 20 tetes/menit.
FH 3.1 Obat - obatan Riwayat konsumsi obat :
Sejak 12 tahun, yang lalu
pasien mengkonsumsi obat
putaw dengan cara suntik.
Terapi :
Hidrase 3 X 1 tablet,
Cotrimoxasol 2 X 2 tablet
Penggunaan jarum
suntik pada
pengguna narrkoba
merupakan faktor
resiko HIV
AD AD 1.1.1 Tinggi badan 158 cm
AD 1.1.2 Berat badan 41 kg
Page 6
AD 1.1.5 Body Mass Index 16,42 kg/ m2 Status gizi
termasuk
underweight.
Keadaan tersebut
merupakan
manifestasi klinis
dari HIV
PD PD – 1.1.1 Penampakan
keseluruhan
Kesadaran pasien compos
mentis, underweight, pucat,
tidak ada asites, dan tubuh
lemas
PD 1.1.5 Sistem Digestif Keluhan utama nyeri perut,
mencret berbusa, sejak 3
bulan lalu frekuensi 3 – 5 kali
sehari, 15 hari lalu
mencretnya makin keras dan
tak terkontrol, ada bau mulut,
lidah bercak-bercak putih dan
tidak hiperemik serta tidak
ada peradangan pada faring
bising usus 12 X/menit,
Gangguan pada
sistem digestif
berkaitan dengan
penyakit yang
diderita pasien dan
rentan terhadap
infeksi akibat
menurunnya sistem
imun.
PD 1.1.6 Kepala dan mata konjungtiva anemis Menunjukkan
terjadinya anemia
akibat virus HIV
yang meningkat
PD 1.1.8 Kulit Kulit keriput dan pucat Merupakan tanda
dan gejala penderita
HIV
Page 7
PD-1.1.9 Tanda Vital - Nadi : 120 kali/menit
- Respirasi: 22 kali/mnt
- Tekanan darah : 140/90
mm/Hg
- Suhu: 39o C
- Takikardi (60-
100 x/menit)
- Normal (20 – 30
x/mnt)
- Tekanan darah
tinggi (Normal
120/80 mmHg)
- Tinggi (Normal
36-37 oC)
BD BD 1.2.1 BUN (ureum) 32 mg/dl Tinggi (Normal 8
– 23 mg/dl)
BD 1.2.2 Kreatinin 1,95 mg/dl Tinggi (Normal 0,4
– 1,2 mg/dl)
BD 1.10.1 Hemoglobin 10,5 g/dl Rendah ( 14 – 18
gr/dl)
Leukosit 4,4 x 103 /mm3 Normal ( 4000 –
10.000 mm3)
Trombosit 543 X 103 /ml Tinggi ( 150 – 400
x 103/ml
SGOT 54,4/l Tinggi (< 37/l)
CH CH 1.1.1 Usia 44 tahun
CH 1.1.2 Jenis kelamin Laki – laki
CH 3.1.6 Pekerjaan Guide freeland di Hotel
Sangrila Surabaya
CS CS – 1.1.1 Perkiraan total kebutuhan energi E = 40 x 1640 kkal
Page 8
BB
CS – 1.1.2 Metode Role of thumb
energy requirement
(35 – 45
kkal/kgBb)
CS – 2.1.1 Perkiraan total kebutuhan lemak 25 % x16409
45,6 gram
CS – 2.2.1 Perkiraan total kebutuhan protein 2 – 2,5 g/
kgBB
P = 2 x 41
82 gram
CS – 2.3.1 Perkiraan total kebutuhan
karbohidrat
55% x16404
225,5 gram
CS – 3.1.1 Perkiraan total kebutuhan cairan 30 – 40 cc/
kgBB
35 x 41 = 1435 cc
C.S 4.1 Perkiraan kebutuhan vitamin Vitamin A = 700–
900 µg/3000 µg
Asam Folat = 400
mg/1000 mg
Vitamin B6 = 1.5–
1.7 mg/100 mg
Vitamin C = 75–90
mg/2000 mg
Vitamin E = 15
mg/1000 mg
Vitamin B2 = 1.1–
1.3 mg/no UL
Vitamin B12 = 2.4
mcg/no UL
Page 9
CS 4.2 Perkiraan kebutuhan mineral Besi = 8–18
mg/350 mg
Seng = 8–11 mg/40
mg
Selenium = 55
mg/400 mg
3. Diagnosisa. Underweight (NC-3.1) berkaitan dengan asupan energi yang tidak adekuat ditandai
dengan BMI < 18,5 (16,42 kg/m2) dan penurunan nafsu makan akibat konsumsi obat.
b. Asupan cairan tidak adekuat (NI-3.1) berkaitan dengan kondisi fisiologis akibat
HIV/AIDS ditandai nilai BUN 32 mg/dl termasuk kategori tinggi, diare berbusa
frekuensi 3-5 kali sehari, kulit keriput, pucat konjungtiva anemis, demam, dan asupan
air putih dalam jumlah sedikit.
c. Perubahan gizi terkait nilai labolatorium (NC-2.2) yang berkaitan dengan penyakit
HIV/AIDS yang ditandai dengan nilai BUN 32 mg/dl, kreatinin 1,95 mg/dl, trombosit
543 X 103 /ml, SGOT 54,4/l termasuk kategori tinggi dan nilai hemoglobin 10,5 g/dl
termasuk kategori rendah, ada bau mulut, nyeri perut, konjungtiva anemis, lidah
bercak-bercak putih dan diare.
4. Intervensi
Tujuan Intervensi
1. Memberikan asupan makanan sesuai kebutuhan dan kondisi pasien.
2. Mencapai berat badan normal
3. Memenuhi asupan cairan sesuai kebutuhan dan kondisi psien
4. Menormalkan nilai laboratorium (kadar BUN, trombosit, SGOT, hemoglobin)
5. Memberikan pengetahuan berkaitan kebutuhan gizi dan keamanan makanan
6. Memberikan pengetahuan gizi terkait penyakit hiv/aids yang diderita pasien.
Preskripsi :
1. Rekomendasi asupan energi sebesar 1640 kkal
2. Rekomendasi jumlah dan jenis karbohidrat sebesar 225,5 gram
Page 10
3. Rekomendasi jumlah dan jenis protein sebesar 82 gram
4. Rekomendasi jumlah dan jenis lemak sebesar 45,6 gram
5. Rekomendasi makanan suplementasi dalam bentuk enteral, snack padat gizi
Implementasi
a. Pemberian diet
Kategori HIV
1. Infeksi HIV primer
Sindrom retroviral akut tanpa komplikasi infeksi atau gangguan imun
2. Tahap klinis 1
Asimtomatik lebih tinggi, memungkinkan lymphadenopathy menetap dan merata
pada tubuh manusia.
3. Tahap klinis 2
Kehilangan berat badan <10% dari berat tubuh, herpes zoster (bintil-bintil kecil
berwarna merah, berisi cairan, dan menggembung pada daerah sekitar kulit),
mucocutaneous (limfosit T rusak), infeksi bakteri pada saluran pernapasan atas,
infeksi fungal pada jari-jari, dermatitis dan popular prupitic eruption.
4. Tahap klinis 3
Kehilangan berat badan >10% dari berat tubuh, gejala menetap (demam, diare),
kandidiasis dan hairy leukoplakia, gingivitis akut, tuberculosis paru, infeksi bakteria
berat, anemia, neutropenia, trombositopenia lebih dari sebulan.
5. Tahap klinis 4
HIV wasting syndrome (>10% kehilangan berat badan dengan diare kronis, lemah,
demam), virus herpes simpleks, bakteri pneumonia, sarcoma, cryptopiridiosis,
isosporiasis, mycosis, septicaemia, lymphoma.
Pengobatan infeksi HIV kronis meliputi obat antiretroviral (ARV), pencegahan dan
pengobatan pada infeksi yang mempunyai kesempatan karena sistem imun yang lemah, modulasi
mengubah lingkungan hormone, peningkatan dan pemulihan status gizi. adanya kombinasi yang
efektif dari obat antiretroviral dapat menurunkan kasus gejala HIV. Infeksi HIV merupakan
Page 11
penyakit yang progresif dengan kesempatan kecil untuk kembali menjadi sehat karena
kambuhnya infeksi dan penyakit lainnya yang menyebabkan kematian.
Peningkatan dan pemulihan status gizi sangat penting pada manajemen pengobatan
infeksi HIV kronis. Belum ada pengobatan untuk penyembuhan infeksi HIV, strategi pengobatan
merupakan tujuan pencegahan dan perlambatan sistem kekebalan tubuh, efek samping obat,
kesempatan penyakit lain, perkembangan penyakit kronis. Perubahan komposisi tubuh selama
kehilangan berat badan pada HIV menyebabkan marasmus dan starvasi. Penyebab hal ini adalah
meningkatnya kebutuhan zat gizi, menurunnya asupan zat gizi dan malabsorpsi. Kehilangan
berat badan dan wasting merupakan penyebab penyakit lain pada tubuh.
Kriteria wasting pada penyakit HIV
Parameter Criteria
Kehilangan berat badan 10% kehilangan berat badan selama 12 bulan
atau 7,5% selama 6 bulan
BMI <20
Massa sel tubuh 5% kehilangan berat selama 6 bulan atau
<35% dari berat badan jika BMI kurang dari
27 pada pria, <23% dari berat badan jika BMI
kurang dari 27 pada wanita
Kebutuhan zat gizi
1. Cairan
Peningkatan hidrasi merupakan tujuan awan dan standar asupan cairan xxx ml dapat
digunakan. Penambahan cairan direkomendasikan pada kejadian dehidrasi, kehilangan
cairan melalui diare atau keringat. Restriksi juga direkomendasikan apabila pada kejadian
gangguan ginjal.
2. Energy
Peningkatan berat badan merupakan tujuan utama dengan penambahan energy dapat
direkomedasikan jika diinginkan terjadi peningkatan berat badan dan restriksi ringan
Page 12
untuk mendapatkan kehilangan berat badan yang diinginkan. Penambahan energy
diperlukan selama penyakit lain yang masuk kedalam tubuh meningkatkan metabolic
rate. Peningkatan kebutuhan energy selama kehamilan dan menyusui dapat digabungkan
kedalam rekomendasi.
3. Karbohidrat
Jumlah dan jenis dari rekomendasi karbohidrat berdasarkan kebutuhan energy. Resisten
insulin dan diabetes membutuhkan modifikasi zat gizi untuk memodulasi kadar glukosa
dan insulin.
Contoh: semua bahan makanan yang bersumber karbohidrat dianjurkan seperti nasi,
kentang, oatmeal, macaroni, pasta, biscuit, dsb. Batasi bahan makanan yang
menimbulkan gas seperti ubi jalar.
4. Protein
Jumlah dan jenis rekomendasi protein merupakan dasar dari kebutuhan untuk
penyimpanan cadangan protein. Penambahan protein dibutuhkan ketika terjadi
peradangan, demam dan selama kehamilan. Kehilangan protein diperbaiki dengan
peningkatan asupan protein dan aktivitas untuk mendukung penyimpanan ketersediaan
cadangan protein. Penyakit ginjal atau kondisi lain membutuhkan restriksi protein atau
perubahan pada rekomendasi protein. Contoh: telur, daging tanpa lemak, ayam tanpa
kulit, ikan, tahu, tempe, kacang hijau, dsb. Hindari susu, es krim, dan keju. (dikarenakan
pasien mengalami diare).
5. Lemak
Jumlah dan jenis dari rekomendasi lemak berdasarkan kebutuhan energy, resiko penyakit
jantung dan kondisi peradangan. Resiko penyakit jantung diberikan asupan rendah lemak
dan resio yang lebih tinggi pada lemak tak jenuh. Asam lemak omega 3
direkomendasikan untuk membantu menurunkan efek peradangan.
Contoh: almond, walnut, peanut, minyak zaitun, minyak kanola, alpukat, dsb. Batasi
konsumsi mayonnaise, butter, margarin.
6. Vitamin A
Vitamin A dan betakaroten dihubungkan dengan fungsi imun, kehamilan dan
pertumbuhan dan perkembangan dari anak (khusunya diare). Suplementasi tidak
mempunyai efek untuk menormalkan nilai serum, suplementasi vitamin A pada ibu hamil
Page 13
dihubungkan dengan resiko yang lebih besar infeksi HIV melalui transmisi ibu ke anak.
Meskipun suplementasi bersama zinc pada anak gizi kurang membantu menurunkan diare
dan infeksi penyakit lain. Rekomendasi asupan dari vitamin A adalah 700 – 900 µg atau
maksimal 3000 µg.
Contoh: telur, bayam, wortel, labu, brokoli, tomat, salmon, kacang pistachio, tuna, daging
ayam (bagian dada), dsb.
7. Riboflavin
Suplementasi diberikan bersama tiamin pada kejadian laktat asidosis. Rekomendasi
asupan dari riboflavin adalah 1,1 – 1,3 mg.
Contoh: bayam, tempe, jamur crimini, asparagus, almonds, kalkun, telur, yogurt, minyak
ikan (mackerel), daging, biji wijen, dsb.
8. Asam folat
Suplementasi folat diberikan secara umum pada kehamilan. Rekomendasi asupan dari
asam folat adalah 400 mg atau maksimal 1000 mg.
Contoh: beans, bayam, asparagus, alpukat, brokoli, jeruk, dsb.
9. Piridoksin
Piridoksin telah dibuktikan dapat menurunkan neuropati peripheral, meskipun apabila
terlalu banyak dapat meningkatkan neuropati peripheral. Rekomendasi asupan dari
piridoksin adalah 1,5 – 1,7 mg atau maksimal 100 mg.
Contoh: tuna, kalkun, ayam, daging merah, salmon, biji bunga matahari, bayam, pisang,
kacang pistachio, alpukat, dsb.
10. Sianokobalamin
Vitamin B12 tidak diserap secara maksimal pada kondisi pH tertentu. Suplementasi
biasanya diberikan melalui oral, nasal dan intravena. Rekomendasi asupan dari vitamin
B12 adalah 2,4 mcg.
Contoh: ikan (mackerel, salmon, herring, tuna), sereal terfortifikasi, tofu, daging merah,
telur, dsb.
11. Asam askorbat
Suplementasi diberikan untuk meningkatkan status antioksidan dan menurunkan stress
oksidatif. Vitamin C ini dapat berinteraksi dengan ARV. Rekomendasi asupan dari
vitamin C adalah 75 – 90 mg atau maksimal 2000 mg.
Page 14
Contoh: jeruk, tomat, kiwi, brokoli, papaya, melon, semangka, dsb.
12. Alpha-tokoferol
Suplementasi berhubungan dengan imunostimulasi. Sebaiknya dicegah bersamaan
dengan pemberian ARV. Rekomendasi asupan dari Alpha-tokoferol adalah 15 mg atau
maksimal 1000 mg.
Contoh: sayuran hijau, minyak sayur, peanuts, bayam, almonds, biji bunga matahari,
alpukat, asparagus, dsb.
13. Zat besi
Zat besi pada sel darah merah memberikan efek peradangan dan melangsir penyimpanan.
Suplementasi zat besi tidak disarankan pada anemia defisiensi besi karena dapat
meningkatkan resiko penyakit lain dan progresif dari penyakit tersebut. Rekomendasi
asupan dari zat besi adalah 8 – 18 mg atau maksimal 350 mg.
Contoh: sayuran hijau (contoh : bayam), pasta, ikan, telur, daging merah, beans, ayam,
oatmeal dan sereal terfortifikasi, tomat, kalkun, tuna, brokoli, dsb.
14. Selenium
Rendahnya selenium berpengaruh pada proses peradangan. Selenium merupakan
kofaktor dari perlindungan antioksidan dan pada kadar selenium yang rendah ataupun
berlebih dapat menyebabkan gangguan sistem imun. Rekomendasi asupan dari selenium
adalah 55 mg atau maksimal 400 mg.
Contoh: telur, nuts, ikan, ayam, daging, tuna, salmon, kalkun, sarden, dsb.
15. Zinc
Rendahnya kadar zinc dalam tubuh ditemukan pada infeksi HIV dan proses peradangan
serta peningkatan mortalitas. Suplementasi zinc dihubungkan dengan lebih sedikitnya
penyakit lain yang masuk kedalam tubuh dan perlambatan progress dari infeksi HIV.
Rekomendasi asupan dari zinc adalah 8 – 18 mg atau maksimal 40 mg.
Contoh: daging, ayam, beans, peanuts, jamur shiitake, asparagus, sereal, oatmeal, kalkun,
almond, susu dan olahannya, dsb. Karena pasien mengalami diare, diharapkan membatasi
asupan susu dan olahannya.
Page 15
=====================================================================Menu Diet
===================================================================== Nama Makanan Jumlah energy carbohydr. ______________________________________________________________________________
Pagiroti tawar manis 50 g 142,4 kcal 28,4 gsusu sapi 100 g 66,0 kcal 4,8 g
Meal analysis: energy 208,4 kcal (13 %), carbohydrate 33,2 g (16 %)
Selinganjus mannga 80 g 44,0 kcal 11,4 gkue bolu 30 g 62,1 kcal 12,9 g
Meal analysis: energy 106,1 kcal (6 %), carbohydrate 24,2 g (12 %)
Siangnasi putih 200 g 260,0 kcal 57,2 gikan goreng 70 g 111,9 kcal 0,0 gsayur sop 80 g 83,2 kcal 8,4 gjus melon 80 g 37,7 kcal 9,7 g
Meal analysis: energy 492,8 kcal (30 %), carbohydrate 75,3 g (36 %)
Selingansusu sapi 100 g 66,0 kcal 4,8 groti tawar 50 g 137,0 kcal 26,0 g
Meal analysis: energy 202,9 kcal (12 %), carbohydrate 30,8 g (15 %)
Malamnasi putih 150 g 195,0 kcal 42,9 gdaging ayam 80 g 227,9 kcal 0,0 gminyak kelapa sawit 20 g 172,4 kcal 0,0 gsayur sop macaroni 30 g 38,1 kcal 3,2 g
Page 16
Meal analysis: energy 633,4 kcal (39 %), carbohydrate 46,1 g (22 %)
=====================================================================HASIL PERHITUNGAN
=====================================================================Zat Gizi hasil analisis rekomendasi persentase nilai nilai/hari pemenuhan______________________________________________________________________________energy 1643,6 kcal 2400,0 kcal 68 % protein 58,7 g(14%) 59,0 g(12 %) 100 % fat 63,3 g(34%) 92,0 g(< 30 %) 69 % carbohydr. 209,5 g(52%) 419,0 g(> 55 %) 50 % Vit. C 21,7 mg 100,0 mg 22 % sodium 807,6 mg 2000,0 mg 40 % calcium 298,8 mg 1000,0 mg 30 % iron 4,1 mg 10,0 mg 41 % tot. fol.acid 97,8 µg 400,0 µg 24 % zinc 5,6 mg 10,0 mg 56 % Vit. A 1741,1 µg 1000,0 µg 174 % retinol 159,7 µg - -Vit. D 6,3 µg 5,0 µg 126 % Vit. E (eq.) 3,3 mg 14,0 mg 24 % phosphorus 796,0 mg 700,0 mg 114 % Vit. K 0,0 µg 70,0 µg 0 % potassium 1163,5 mg 3500,0 mg 33 %
7. Monitoring dan Evaluasi
Intervensi Monitoring Evaluasi
Memenuhi kebutuhan
asupan makanan pasien
Memantau asupan
karbohidrat, lemak dan
protein yang dikonsumsi
pasien serta asupan
mikronutrien seperti
mineral dan vitamin recall
24 jam.
Kecukupan energy pasien
terpenuhi, sebanyak 1640
kkal, karbohidrat
sebesar225,5 gram, protein
sebesar 82 gram dan lemak
sebesar 45.6 gram serta
mineral dan vitamin sesuai
kebutuhan untuk pasien
Mempertahankan status Memantau asupan IMT pasien normal
Page 17
gizi tetap normal makanan pasien dan
memantau berat badan
secara berkala
Memberi pengetahuan
berkaitan kebutuhan gizi
dan keamanan makanan
Memantau perilaku makan
pasien
Perubahan perilaku pasien
dan pola makan sudah
sesuai dengan kebutuhan
terkait kondisi pasien
Memberikan pengetahuan
gizi terkait penyakit
hiv/aids yang diderita
pasien
Memantau pola makan
pasien setelah diberi
pengetahuan lebih lanjut
tentang HIV AIDS
Peningkatan pengetahuan
mengenai HIV AIDS dan
gizi terkait penyakit
tersebut
Memberikan suplementasi
makanan
Memantau daya terima
pasien terhadap
suplementasi yang
diberikan
Suplementasi makanan
dapat diterima oleh pasien
dengan baik
Page 18
B. PEMBAHASAN
1. Assessment
a. Skrining
Skrining yang digunakan adalah skrining khusus untuk orang dewasa dengan HIV AIDS.
Tujuan dari skrining adalah untuk mengkategorikan kebutuhan gizi pasien rendah, kebutuhan
gizi sedang dan kebutuhan gizi tinggi pada pasien yang beresiko. Skrining mencakup waktu,
gejala, dan kondisi pemicu terjadinya masalah gizi yang selanjutnya akan ditindak lanjuti
oleh ahli gizi. Skring tersebut rekomendasi dari American Dietetic Association.
b. Food History
Tuan MY sering mengkonsumsi minuman keras (alkohol). Alkohol merupakan
penyebab utama penyakit pada hati. Mayoritas pecandu alkohol akan mengalami perlemakan
hati atau steatosis hati.1 Untuk itu pasien perlu menghindari konsumsi minuman alkohol
sehingga tidak memperparah kondisi gangguan liver yang diderita.
Penggunaan alkohol juga berpengaruh terhadap kelanjutan HIV. Dalam sebuah penelitian
oleh Fakultas Kedokteran Universitas Boston (BUSM) menemukan hubungan antara
konsumsi alkohol dan pengembangan penyakit HIV pada ODHA (Orang dengan HIV AIDS).
Penggunaan alkohol dan dampaknya terhadap pengembangan penyakit HIV sudah dinilai
dalam penelitian in-vitro pada hewan dan manusia. Alkohol dapat berdampak buruk terhadap
fungsi kekebalan pada ODHA dengan berbagai mekanisme, termasuk peningkatan replikasi
HIV dalam limfosit.2
c. Antropomoteri Data
Status gizi pasien termasuk kategori underweight, hal tersebut merupakan manifestasi
klinis dari penyakit HIV. Pada penyakit AIDS akan terjadi peningkatan laju metabolisme
akibat demam, infeksi, kanker dan/atau reaksi yang ditimbulkan oleh obat – obat yang
diberikan. Sementara itu, gangguan penyerapan nutrien akan terjadi karena infeksi usus,
pemakaian obat, kadar albumin yang rendah, kanker saluran cerna, dan enteropati AIDS. Hal
tersebut yang mendorong kondisi malnutrisi (underweight) pada penderita AIDS.3
Page 19
Selain itu, status gizi dan imunitas atau kekebalan tubuh memiliki hubungan yang erat.
Keadaan malnutrisi akan menggangun fungsi imun sehingga tubuh tidak dapat melawan
infeksi. Sebaliknya infeksi akan meningkatkan risiko malnutrisi.3
d. Data Biokimia
Pasien memiliki kadar hemoglobin yang rendah, sehingga dikatakan mengalami anemia.
Peningkatan virus HIV seiring progresivitas penyakit menyebabkan anemia karena sekresi
sitokin yang mengakibatkan mielosupresi. Terdapat peran potensial dari Human
Immunodeficiency Virus (HIV) tat-protein dalam menyebabkan kelainan hematopoeitik.
Recombinant tat (r-tat) protein memiliki efek penghambatan kelangsungan hidup dan
kapasitas proliferasi CD34+, sel progenitor hematopoietik. Faktor utama yang bertanggung
jawab adalah transforming growth factor-beta 1 (TGF-beta 1). Tat-protein HIV
meningkatkan sekresi TGF-beta 1, regulator negatif hematopoiesis yang menekan
hematopoesis. Sel-sel progenitor hematopoietik (CD34+) yang dipurifikasi dari sumsum
tulang pasien cytopenic (HIV) tipe 1-seropositif menunjukkan berkurangnya jumlah
granulosit /makrofag, eritroid, dan progenitor megakariosit dan juga penurunan progresif dari
jumlah sel CD34+ dalam kultur.4
Selain itu peningkatan kretinin dan ureum dalam darah menunjukkan adanya penurunan
fungsi ginjal dan penyusutan masa otot rangka. Kadar kreatinin darah cendrung tetap dan
tidak banyak berubah dibanding kadar ureum. Peningkatan kadar kreatinin terjadi pada gagal
ginjal yang akut dan kronis, shok yang lama, kanker, lupus eritematosus, nefropati diabetik,
gagal jantung kongestif, akut miokard infark, konsumsi daging sapi tinggi, dan penggunaan
obat tertentu.5
SGOT (Serum Glutamik Oksoloasetiktransaminase) merupakan enzim transaminase yang
berada pada serum dan jaringan terutama hati dan jantung. Pelepasan SGOT yang tinggi
dalam serum menunjukkan adanya kerusakan pada jaringan jantung dan hati.6
2. Diagnosis
a. Underweight (NC-3.1) berkaitan dengan asupan energi yang tidak adekuat ditandai
dengan BMI < 18,5 (16,42 kg/m2) dan penurunan nafsu makan akibat konsumsi obat.
Page 20
Pada kasus ini, terjadi perubahan nilai laboratorium terkait gizi meliputi : glukosa
puasa, HgbA1, IGF, C-Reactive Protein, Trigliserida, CA dan CEA. Hal tersebut
diakibatkan oleh adanya kondisi diabetes serta adenocarcinoma kolon pada pasien, sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme maupun utilisasi zat gizi. Adapun
abnormalitas nilai laboratorium tersebut meliputi: Glukosa puasa dan HgbA1 tinggi
dibandingkan nilai normal menunjukkan adanya intoleransi glukosa yang menandai kondisi
diabetes pasien; Imunoglobulin F (IGF) dan C-Reactive Protein (CRP) yang tinggi
menunjukkan adanya kondisi inflamasi pada kanker (adenocarcinoma kolon) yang perlu
dipantau untuk mengetahui kemungkinan cachexia pada pasien; CA dan CEA tinggi
memonitor sekaligus menunjukkan derajat kanker kolon yang terjadi; serta serum 25(OH)D
rendah menunjukkan kadar kalsitriol di usus yang berfungsi meningkatkan absorbsi kalsium
dan fosfor, rendah. Adanya kondisi adenocarcinoma (kanker) kolon menyebabkan kadar
serum kalsitriol di usus rendah sehingga dapat memperburuk penyerapan kalsium dan
fosfor.
b. Asupan cairan tidak adekuat (NI-3.1) berkaitan dengan kondisi fisiologis akibat
HIV/AIDS ditandai nilai BUN 32 mg/dl termasuk kategori tinggi, diare berbusa
frekuensi 3-5 kali sehari, kulit keriput, pucat, demam, dan asupan air putih dalam jumlah
sedikit.
Ketidakseimbangan status nutrisi adalah kofaktor utama pada infeksi HIV dan
berperan menyebabkan kematian selama perkembangan penyakit AIDS. Kebalikannya,
infeksi HIV asimtomatik dan simtomatik juga bisa mempengaruhi status nutrisi dan
berperan dalam setiap level AIDS. Beberapa defisiensi nutrisidan akibat dari diet yang
buruk didapatkan pada pasien AIDS. Malnutrisi dan sindrom wasting pada penderita
HIV/AIDS sulit untuk dihindari jika mereka mengalami mual, muntah, diare, jamur, lesi
esofagus dan mulut, kehilangan nafsu makan, absorbsi yang jelek dan lipodistrofi. Keadaan
hipermetabolik dan efek samping pengobatan juga berperan dalam terjadinya penurunan
berat badan danmassa tubuh. Keadaan status nutrisi seperti ini menciptakan risiko tinggi
kematian pada penderita HIV/AIDS.
Page 21
Permasalahan yang kedua adalah asupan cairan tidak adekuat yang berkaitan dengan
diare yang dialami pasien sejak 3 bulan yang lalu dengan frekuensi 3-5 kali sehari dan
bertambah berat sejal 15 hari yang lalu. Ketidakcukupan asupan cairan juga dilihat dari
konsumsi air putih hanya 2-3 gelas perhari saat dirawat di RS. Selain itu, nilai laboratorium
BUN yang tinggi yaitu 32 mg/dl juga menandakan bahwa terjadi ketidakcukupan asupan
cairan. Kulit keriput dan pucat, konjungtiv anemis dan demam juga merupakan salah satu
tanda bahwa pasien tersebut mengalami asupan cairan yang tidak adekuat.
Ketidakseimbangan cairan disebabkan oleh adanya gangguan pencernaan yaitu terjadinya
diare atau adanya interaksi obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien.
c. Perubahan gizi terkait nilai labolatorium (NC-2.2) yang berkaitan dengan penyakit
HIV/AIDS yang ditandai dengan nilai BUN 32 mg/dl, kreatinin 1,95 mg/dl, trombosit
543 X 103 /ml, SGOT 54,4/l termasuk kategori tinggi dan nilai hemoglobin 10,5 g/dl
termasuk kategori rendah, ada bau mulut, nyeri perut, konjungtiva anemis, lidah bercak-
bercak putih dan diare.
Permasalahan selanjutnya yaitu pada pasien HIV/AIDS terjadi perubahan nilai
laboratorium diantaranya peningkatan kadar serum kreatinin, BUN, trombosit dan SGOT,
serta penurunan kadar hemoglobin.
Pada HIV-AIDS anemia terjadi terutama karena proses peradangan atau infeksi
kronis. Anemia pada peradangan (anemia of inflammation) merupakan jenis anemia
terbanyak kedua setelah anemia defisiensi besi. Anemia jenis ini terjadi karena tiga hal,
yaitu perubahan homeostasis zat besi, gangguan eritropoesis dan gangguanrespon
eritropoetin. Perubahan homeostasis zat besi melibatkan sitokin seperti TNF-alfa,
interleukin-1,interleukin-6, interleukin-10 dan eritrofagositosis olehsel retikuloendotelial.
Sehingga terjadi rendahnya zat besi di dalam serum (hipoferimia) dan bertambahnya
cadangan zat besi (hiperferitinemi), sebagai akibat transkripsi zat besi ke dalam sel RES dan
dikeluarkannya hepcidin suatu zat yang mengurangi absorbsi besi dan mengurangi
pengeluaran zat besi dari makrofag. Gangguan eritropoeis terjadi karena penghambatan
pertumbuhan sel induk eritrosit oleh sitokin. Sitokin juga merangsang terbentuknya radikal
bebas yangbersifat toksis terhadap sel induk yaitu nitrik oksidan superoksid. Gangguan
Page 22
respon eritropoesis terjadi karena defi siensi eritropoein, hipoferimia dan gangguan respon
sel induk eritropoesis oleh sitokin. Sitokin yang mempunyai efek paling kuat dalam
menghambat proliferasi sel induk eritropoesis adalah interferon gamma.7
DAFTAR PUSTAKA
1. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4
Jilid 1. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. Hal 345.
2. Universitas Boston. Study shows link between alcohol consumption and HIV disease
progression. Cited May 23, 2015. Available from :
http://www.eurekalert.org/pub_releases/2007-08/bu-ssl082007.php
3. Hartono, A.Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
2013. Hal 124.
4. Volberding, PA, Alexandra, M, Levine, Dieterich D, et al. Anemia in HIV Infection:
Clinical Impact and Evidence-Based Management Strategies. HIV/AIDS CID
2004:38 (15 May)
5. Sutedjo AY. Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 3.
Yogyakarta: Penerbit Asmara Books; 2008. p. 92-122
6. Speicher CE, Smith JW. Pemilihan Uji Laboratorium yang Efektif: Choosing
Effective. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.Hal 233.
7. Rachmat Sumantri1, Rudi W Icaksana1, Agnes R Ariantana1, Et Al. 2009. Anemia
Pada Penderita Hiv-Aids di Poliklinik Teratai Rs Hasan Sadikin- Bandung.
Universitas Padjadjaran-Bandung.