Penyakit Tidak MenularHipertensiAnggia Lestari102010170Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No 6,
JakartaTelp. (021) 5605140 E-mail :
[email protected] Hipertensi adalah masalah
kesehatan masyarakat. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat memicu
timbulnya penyakit degeneratif, seperti gagal jantung congestive,
gagal ginjal, dan penyakit vaskuler. Hipertensi disebut silent
killer karena sifatnya asimptomatik dan telah beberapa tahun
menimbulkan stroke yang fatal atau penyakit jantung. Meskipun tidak
dapat diobati, pencegahan dan penatalaksanaan dapat menurunkan
kejadian hipertensi dan penyakit yang menyertainya.Diperkirakan
sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang
tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di
perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini
didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan
penduduk saat ini.Anamnesis I. Identitas pasien:a. Nama: Ny. Suheni
b. Umur : 50 tahun c. Jenis kelamin : perempuan d. Pekerjaan: ibu
rumah tangga (IRT)e. Pendidikan : SD (tamat)f. Alamat : Kampung
Gusti no 22II. Riwayat Biologis keluarga a. Keadaan kesehatan
sekarang : baik / sedang / kurangb. Kebersihan perorangan : baik /
sedang / kurang c. Penyakit yang sering diderita : batuk, pilek.d.
Penyakit keturunan : tidak adae. Penyakit kronis / menular : tidak
adaf. Pola makan : baik / sedang / kurang g. Pola istirahat : baik
/ sedang / kurang h. Jumlah anggota keluarga : 7 orang III.
Psikologis Keluarga a. Kebiasaan buruk : -b. Pembilan keputusan :
bapak / ibu / keluargac. Ketergantungan obat : - d. Tempat mencari
pelayanan kesehatan : Puskesmas Grogol Petamburane. Pola rekreasi :
baik / sedang / kurang IV. Keadaan rumah / lingkungan a. Jenis
bangunan : permanen / semi permanen /gubukb. Lantai rumah : tanah /
papan / semen / keramik c. Luas rumah : 4x11 m2d. Penerangan : baik
/ sedang / kurang e. Kebersihan : baik / sedang / kurang f.
Ventilasi : baik / sedang / kurang g. Dapur : ada / tidak h. Jamban
keluarga : ada / tidak i. Sumber air minum : ledeng / air tanah /
air sungai j. Sumber pencemaran air : ada / tidak k. Pemanfaatan
pekarangan : tidak ada pekaranganl. Sistem pembuangan limbah : ada
/ tidak m. Tempat pembuangan sampah : ada / tidak n. Sanitasi
lingkungan : baik / sedang / kurangV. Spritual Keluarga a. Ketaatan
beribadah : baik / sedang / kurang b. Keyakinan tentang kesehatan :
baik / sedang / kurang VI. Keadaan Sosial Keluarga a. Tingkat
pendidikan : tinggi / sedang / rendah b. Hubungan antar anggota
keluarga : baik / sedang / kurang c. Hubungan dengan orang lain :
baik / sedang / kurangd. Kegiatan organisasi sosial : baik / sedang
/ kurang e. Keadaan ekonomi : tinggi / sedang / kurangVII. Kultural
Keluarga a. Adat yang berpengaruh : betawi b. Lain-lain : - VIII.
Daftar Anggota Keluarga a. Inggan (suami) : 45 tahun b. Suheni
(istri) : 50 tahunc. Subeni (anak ke-1) : sudah menikah dan tidak
tinggal dengan orang tua.d. Lilis (anak ke-2) : sudah menikah dan
tidak tinggal dengan orang tua.e. Dahlia (anak ke-3) : sudah
menikah dan tidak tinggal bersama orang tua. f. Mona (anak ke-4) :
sudah menikah. g. Citra ( anak ke-5) usia 16 tahun. Keluhan utama
Sakit kepala
Keluhan tambahanTidak ada
Riwayat penyakit sekarang (RPS)Sakit kepala dirasakan disebagian
kepala, muncul saat beraktivitas dan dirasakan hilang timbul,
mereda setelah minum obat. Pasien merasa lemas, sesak dan nyeri
dada disangkal, penglihatan kabur juga disangkal.
Riwayat penyakit dahulu (RPD)Pasien diketahui mempunyai riwayat
hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, dimana pada pengukuran hari ini
tekanan darahnya 140/90 mmHg. Ada riwayat maag.
Riwayat penyakit keluarga (RPK) Tidak ada yang memiliki riwayat
hipertensi
Riwayat pengobatan Sebelumya pasien pernah diobati.
Riwayat psikososialSering mengkonsumsi ikan asin, tidak merokok
dan tidak pernah olah raga.
Pemeriksaan fisik Keadaan umum: CM, pasien tampak sakit ringan
TTV:TD: 140/90 mmHgNadi : 88 x Suhu: tidak diukur RR : 18 xBB:
kesan sedikit gemuk TB: tidak diukur
Diagnosa Hipertensi derajat 1
Pemeriksaan fisikTanda-tanda vital:11. Pengukuran tekanan darah
Mintalah pasien duduk ditempat yang tenang dan sunyi dengan tangan
disandarkan pada penyangga sehingga titik tengah lengan atas
setinggi jatung. Pastikan ukuran manset cukup besar, panjangnya
harus mengelilingi > 80% lengan atas. Letakkan manset sehingga
garis tengahnya terletak diatas denyut nadi arteri brakhialis,
dengan tepi bawah manset 2 cm diatas fosa antekubiti dimana kepala
stetoskop diletakkan. Kembangkan manset dan tentukan tingkat
tekanan dimana denyut brakialis menghilang dengan palpasi. Lakukan
auskultasi diatas arteri brakialis dan kembangkan manset sampai 30
mmHg diatas tingkat tekanan yang sebelumnya ditentukan dengan
palpasi. Kempiskan manset perlahan sambil mendengarkan munculnya
(fase I) bunyi korrotkroff, mulai mengaburnya ( fase IV) dan
menghilang ( fase V). Ulangi beberapa kali , catat sistolik (fase
I) dan diastolik (fase II).2. Pemeriksaan denyut nadiBila memeriksa
denyut nadi, perhatikanlah kecepatan, iramanya, volume dan
konturnya. Hitunglah denyut nadi dalam semenit penuh. Biasanya,
kita hanya menghitung selama 15 detik dan mengalikan hasilnya
dengan 43. Pemeriksaan nafas Kecepatan pernapasan adalah jumlah
inspirasi permenit. Karena kecepatan pernapasan lebih rendah dan
kurang teratur dibandingkan dengan denyut nadi, maka harus dihitung
semenit penuh untuk mengurangi kesalahan. Seperti hal nya pada
denyut nadi kita harus memperhatikan lebih dari sekedar
kecepatannya. Volume usaha bernapas dan pola pernapasan juga harus
diperhatikan. Perhatikanlah pola pernapasan pasien sementara anda
bercakap-cakap dengannya. Perhatikanlah penggunaan otot-otot
pernapasan tambahan. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang
lini pertama adalah EKG, kreatinin dan kalium. Jika ragu mengenai
hipertensi lakukan pengukuran ambulatori dalam 24 jam. Nilai
seluruh resiko kardiovaskular ( usia, jenis kelamin, riwayat
merokok, kolesterol, dan setiap penyakit vaskular yang diketahui)
karena bisa mempengaruhi tekanan darah dimana terapi tekanan darah
mungkin memberikan manfaat.2 1. EKG : adanya pembesaran ventrikel
kiri, pembesaran atrium kiri, adanya penyakit jantung korener atau
arimia.2. Hemoglobin/ hematokrit : bukan diagnostik tetapi mengkaji
hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan ( visikositas) dan
dapat menginsikasikan faktor-faktor resiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.3. BUN/Kreatinin : memberikan informasi
tentang perfusi/ fungsi ginjal. 4. Glukosa : hiperglikemia ( DM
adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan peningkatan
ketoalamin ( meningkatkan hipertensi).5. Kalium serum : hipokalemia
dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama ( penyebab) atau
menjadi efek samping terapi deuretic.6. Kolesterol dan trigliserida
serum : peningkatan kadar dapat mengindikasikan adanya pembentukan
plak ateromatosa.7. Pemeriksaan tiroid : hipertroidisme dapat
menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi. 8. Urinalisa : darah,
protein, glukosa mengisyaratkan adanya disfungsi ginjal dan adanya
diabetes. 9. Asam urat : hiperurisemia telah menjadi implikasi
sebagai faktor resiko terjadinya hipertensi.10. Foto thorak : dapat
menunjukkan obstruksi pada area katup, batu ginjal / ureter. 11. CT
Scan : mengkaji tumor serebral, CSU, enselopati atau
feokromositoma. 12. ECG : dapat menunjukkan pembesaran jantung,
pola rega ngan, ganguan konduksi. Luas , peninggian gelombang P
adalah saah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi. 2Definisi
hipertensi The Joint National Community on Preventation, Detection
evaluation and treatment of High Blood Preassure dari Amerika
Serikat dan badan dunia WHO dengan International Society of
Hipertention membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan
darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau
tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau sedang memakai obat
anti hipertensi. Pada anak-anak, definisi hipertensi yaitu apabila
tekanan darah lebih dari 95 persentil dilihat dari umur, jenis
kelamin, dan tinggi badan yang diukur sekurang-kurangnya tiga kali
pada pengukuran yang terpisah.1 The sixth Report of The joint
national Committee on Prevention, detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Presure (JNC VI) mengklasifikasikan tekanan
darah untuk orang dewasa menjadi enam kelompok yang terlihat
seperti pada tabel 1 dibawah3.
Tabel I. Klasifikasi tekanan darah untuk orang dewasa yang
berusia 18 tahun atau lebih.
Sumber : The sixth Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood
Pressure, sixth report (JNC VI). Dikutip oleh Debra A. Krummel.
Medical Nutrition Therapy in Hypertension. Dalam L. Kathleen M,
Sylvia Escoott. Krauses Food, Nutrition, & Diet Therapy. USA:
Elsevier; 2004Penyakit darah tinggi atau Hipertensi adalah suatu
keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di
atas normal yang ditunjukkan oleh angka systolic (bagian atas) dan
angka bawah (diastolic) pada pemeriksaan tensi darah menggunakan
alat pengukur tekanan darah baik yang berupa cuff air raksa
(sphygmomanometer) ataupun alat digital lainnya.3Nilai normal
tekanan darah seseorang dengan ukuran tinggi badan, berat badan,
tingkat aktifitas normal dan kesehatan secara umum adalah
120/80mmHg. Dalam aktivitas sehari-hari, tekanan darah normalnya
adalah dengan nilai angka kisaran stabil. Tetapi secara umum, angka
pemeriksaan tekanan darah menurun saat tidur dan meningkat diwaktu
beraktifitas atau berolahraga.Bila seseorang mengalami tekanan
darah tinggi dan tidak mendapatkan pengobatan dan pengontrolan
secara teratur (rutin), maka hal ini dapat membawa si penderita
kedalam kasus-kasus serius bahkan bisa menyebabkan kematian.
Tekanan darah tinggi yang terus menerus menyebabkan jantung
seseorang bekerja extra keras, akhirnya kondisi ini berakibat
terjadinya kerusakan pada pembuluh darah jantung, ginjal, otak dan
mata. Penyakit hypertensi ini merupakan penyebab umum terjadinya
stroke dan serangan jantung.3
Etiologi Menurut penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua
yaitu: 1. Hipertensi primer atau essensial Hipertensi primer yang
tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi taropatik
terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti
ganetik, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatis, sistem
renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peingkatan NA dan Ca
interseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti
obesitas, alkohol, merokok serta polisitemia. 2. Hipertensi
sekunder atau hipertensi renalHipertensi ini dapat diketahui
penyebabnya dan biasanya disertai keluhan atau gejala-gejala dari
penyakit yang menyebabkan hipertensi tersebut. Penyakit yang dapat
menyebabkan hipertensi ini misalnya: a. Kelainan hormon 1. Pil KB :
kontrasepsi oral yang mengandung estrogen menyebabkan peningkatan
angiotensin dan kemudian akan meningkatkan angiotensin II.
Peningkatan angiotensin II ini juga dirangsang oleh pengeluran
renin akibat peningkatan stimulasi syaraf simpatis. Akibat
angiotensin II ada 2 hal yaitu: aspek konstriktor arteriola perifer
dan peningkatan sekresi aldosteron yang mengakibatkan reabsorbsi Na
dan air. 2. Neokromositoma / tumor medulla adrenal atau jaringan
pensekresi ketoalamin dibagian lain tubuh: tumor ini mensekresi
epinefrin yang menyebabkan kadar glukosa plasma dan tingkat
metabolisme meningkat sehingga memungkinkan terjadinya hipertensi.
3. Sindrom cushing, hipertensi pada penyakit ini diakibatkan oleh
peningkatan ACSH yang kemudian merangsang peningkatan glukortikoid
(kortisol) sehingga menyebabkan glukogenesis dan perubahan dalam
distribusi jaringan adipose. Dua hal tersebut meningkatkan
obesitas.3
b. penyakit ginjal 1. glomerulus nefritis akut : lesi pada
glomerulus menyebabkan retansi air dan garam sehingga menyebabkan
hipertensi 2. penyempitan arteri renalis.c. Lain-lain 1. Koarktasio
aorta/ penyempitan congenital suatu segmen aorta torakalis hal ini
meningkatkan resistensi aliran darah aorta sehingga mengakibatkan
hipertensi berat.2. Pre-eklampsia, pada pre-eklamsia terjadi
retensi pembuluh darah disertai degan retansi garam dan air.3
EpidemiologiHipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah
stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian
pada semua umur di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2007, diketahui hampir seperempat (24,5%) penduduk
Indonesia usia di atas 10 tahun mengkonsumsi makanan asin setiap
hari, satu kali atau lebih. Sementara prevalensi hipertensi di
Indonesia mencapai 31,7% dari populasi pada usia 18 tahun ke atas.
Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke.
Sedangkan sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Pada
orang dewasa, peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg
menyebabkan peningkatan 60% risiko kematian akibat penyakit
kardiovaskuler.4Berdasarkan American Heart Association (AHA, 2001),
terjadi peningkatan rata-rata kematian akibat hipertensi sebesar
21% dari tahun 1989 sampai tahun 1999. Secara keseluruhan kematian
akibat hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%. Data Riskesdas
menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian nomor tiga setelah
stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi
penyebab kematian pada semua umur di Indonesia.Angka-angka
prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan
menunjukkan, di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum
terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case-finding
maupun penatalaksanaan pengobatannya jangkauan masih sangat
terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai
keluhan. Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%
tetapi angka-angka ekstrim rendah seperti di Ungaran, Jawa Tengah
1,8%; Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya 0,6%; dan
Talang Sumatera Barat 17,8%.Kebanyakan orang merasa sehat dan
energik walaupun hipertensi. Menurut hasil Riskesdas Tahun 2007,
sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdeteksi.
Keadaan ini tentunya sangat berbahaya, yang dapat menyebabkan
kematian mendadak pada masyarakat. Oleh karena cukup besarnya angka
kejadian hipertensi maka, akan dikaji lebih lanjut mengenai
penyakit hipertensi tersebut.4
Manifestasi klinis Hipertensi diduga dapat berkembang menjadi
masalah kesehatan yang lebih serius dan bahkan dapat menyebabkan
kematian. Seringkali hipertensi disebut sebagai silent killer
karena dua hal, yaitu: Hipertensi sulit disadari oleh seseorang
karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus. Gejala ringan
seperti pusing, gelisah, mimisan, dan sakit kepala biasanya jarang
berhubungan langsung dengan hipertensi. Hipertensi dapat diketahui
dengan mengukur tekanan darah secara teratur. Penderita hipertensi,
apabila tidak ditangani dengan baik, akan mempunyai risiko besar
untuk meninggal karena komplikasi kardiovaskular seperti stroke,
serangan jantung, gagal jantung, dan gagal ginjal. Gejala yang
timbul bervariasi, tergantung dari tinggi rendahnya derajat
hipertensi. Pada hipertensi essensial dapat berjalan gejala dan
pada umumnya baru timbul gejala bila terjadi komplikasi pada organ
target seperti pada ginjal, mata, otak dan jantung yang sering
dijumpai berupa : 1. Sakit kepala 2. Vertigo3. Perdarahan retina4.
Gangguan penglihatan5. Proteinuria6. Hematuria7. Takikardi 8.
Palpitasi 9. Pucat dan mudah lelahTetapi kebanyakan pula pasien
yang menderita hipertensi tidak mempunyai keluhan, dan ada juga
beberapa pasien mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, sesak nafas,
kelelahan, kesadaran menurun, gelisah, mual, muntah, epistaksis,
kelemahan otot, atau perubahan mental.3 Faktor resiko Hipertensi
disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat dimodifikasi atau
dikendalikan serta faktor yang tidak dapat dimodifikasi. a. Faktor
yang tidak dapat dimodifikasi atau dikendalikan3 1. GenetikAdanya
faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga
tersebut mempunyai resiko menderita hipertensi. Individu dengan
orangtua hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk
menderita hipertensi daripada individu yang tidak mempunyai
keluarga dengan riwayat hipertensi. Pada 70-80% kasus Hipertensi
primer, didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga. Apabila
riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka dugaan
Hipertensi primer lebih besar. Hipertensi juga banyak dijumpai pada
penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya
menderita Hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik
mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi.2. UmurInsidensi
hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan usia. Individu yang
berumur di atas 60 tahun, 50-60% mempunyai tekanan darah lebih
besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal itu merupakan pengaruh
degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya.3. Jenis
Kelamin Laki-laki mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita
hipertensi lebih awal. Laki-laki juga mempunyai resiko yang lebih
besar terhadap morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. Sedangkan
di atas umur 50 tahun hipertensi lebih banyak terjadi pada
perempuan.4. EtnisHipertensi lebih banyak terjadi pada orang
berkulit hitam daripada yang berkulit putih. Belum diketahui secara
pasti penyebabnya, namun dalam orang kulit hitam ditemukan kadar
renin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap vasopresin lebih
besar.5. Penyakit GinjalGinjal mengendalikan tekanan darah melalui
beberapa cara: Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah
pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya
volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal. Jika
tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan
air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke
normal. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan
menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan
hormon angiotensi, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon
aldosteron.Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan
tekanan darah, karena itu berbagai penyakit dan kelainan pda ginjal
bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya
penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis
arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera
pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya
tekanan darah.6. Obat-obataanPenggunaan obat-obatan seperti
beberapa obat hormon (Pil KB), Kortikosteroid, Siklosporin,
Eritropoietin, Kokain, dan Kayu manis (dalam jumlah sangat besar),
termasuk beberapa obat antiradang (anti-inflammasi) secara terus
menerus (sering) dapat meningkatkan tekanan darah seseorang.
Minuman yang mengandung alkohol juga termasuk salah satu faktor
yang dapat menimbulkan terjadinya tekanan darah tinggi.7.
Preeklampsi pada kehamilanPreeklampsia dalam kehamilan adalah
apabila dijumpai tekanan darah 140/90 mmHg setelah kehamilan 20
minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga) atau bisa
lebih awal terjadi. Preeklamsi terjadi sebagai akibat dari gangguan
fungsi organ akibat penyempitan pembuluh darah secara umum yang
mengakibatkan iskemia plasenta (ari-ari) sehingga berakibat
kurangnya pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin.b. Faktor
yang dapat dimodifikasi atau dikendalikan31. StressStres akan
meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung
sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatetik. Adapun stres
ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan
karakteristik personal. Mekanisme hubungan antara stress dengan
Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis
adalah saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf
parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat kita tidak
beraktivitas. Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat
meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu).
Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah
menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka
kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan
di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang
dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota.2.
ObesitasPenelitian epidemiologi menyebutkan adanya hubungan antara
berat badan dengan tekanan darah baik pada pasien hipertensi maupun
normotensi. Pada populasi yang tidak ada peningkatan berat badan
seiring umur, tidak dijumpai peningkatan tekanan darah sesuai
peningkatan umur. Obesitas terutama pada tubuh bagian atas dengan
peningkatan jumlah lemak pada bagian perut.3. NutrisiSodium adalah
penyebab penting dari hipertensi esensial, asupan garam yang tinggi
akan menyebabkan pengeluaran berlebihan dari hormon natriouretik
yang secara tidak langsung akan meningkatkan tekanan darah. Asupan
garam tinggi yang dapat menimbulkan perubahan tekanan darah yang
dapat terdeteksi adalah lebih dari 14 gram per hari atau jika
dikonversi kedalam takaran sendok makan adalah lebih dari dua
sendok makan. 4. MerokokPenelitian terakhir menyatakan bahwa
merokok menjadi salah satu faktor risiko hipertensi yang dapat
dimodifikasi. Merokok merupakan faktor risiko yang potensial untuk
ditiadakan dalam upaya melawan arus peningkatan hipertensi
khususnya dan penyakit kardiovaskuler secara umum di Indonesia.5.
Kurang olahragaGaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga)
bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki
kepekaan yang diturunkan.Patogenesis Mekanisme terjadinya
hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari
angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE
memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah.
Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah
menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah
yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui
dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon
antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus
(kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur
osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis),
sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan
dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya,
volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan
tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron
dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang
memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan
ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam)
dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan
volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan
volume dan tekanan darah.5KomplikasiI. Penyakit Jantung
HipertensiPeningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan
resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga
beban jantung bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi
ventrikel kiri untuk meningkatkan kontraksi. Hipertrofi ini
ditandai dengan ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang yang
memburuk, dan dilatasi ruang jantung. Akan tetapi kemampuan
ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi
kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah
jantung. Jantung semakin terancam seiring parahnya aterosklerosis
koroner. Angina pectoris juga dapat terjadi karena gabungan
penyakit arterial koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard
yang bertambah akibat penambahan massa miokard.
II. Penyakit Arteri KoronariaHipertensi umumnya diakui sebagai
faktor resiko utama penyakit arteri koronaria, bersama dengan
diabetes mellitus. Plaque terbentuk pada percabangan arteri yang ke
arah ateri koronaria kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang
pada arteri sirromflex. Aliran darah ke distal dapat mengalami
obstruksi secara permanen maupun sementara yang di sebabkan oleh
akumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang
di sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat pertukaran gas dan
nutrisi ke miokardium. Kegagalan sirkulasi kolateral untuk
menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat
terjadinya penyakit arteri koronaria.
III. Aorta disekansPembuluh darah terdiri dari beberapa lapisan,
tetapi ada yang terpisah sehingga ada ruangan yang memungkinkan
darah masuk. Pelebaran pembuluh darah bisa timbul karena dinding
pembuluh darah aorta terpisah atau disebut aorta disekans. Ini
dapat menimbulkan penyakit Aneurisma, dimana gejalanya adalah sakit
kepala yang hebat, sakit di perut sampai ke pinggang belakang dan
di ginjal. Mekanismenya terjadi pelebaran pembuluh darah aorta
(pembuluh nadi besar yang membawa darah ke seluruh tubuh).
Aneurisma pada perut dan dada penyebab utamanya pengerasan dinding
pembuluh darah karena proses penuaan (aterosklerosis) dan tekanan
darah tinggi memicu timbulnya aneurisma.
IV. Gagal GinjalGagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis
kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dari berbagai
penyebab, salah satunya pada bagian yang menuju ke
kardiovaskular.mekanisme terjadinya hipertensi pada Gagal Ginjal
Kronik oleh karena penimbunan garam dan air, atau sistem renin
angiotensin aldosteron (RAA).
V. Hipertensi dipercepat dan malignaPasien hipertensi dipercepat
mempunyai tekanan arteri diastolic yang meningkat disertai dengan
retinopati eksudatif. Pada hipertensi maligna, progresif lebih
lanjut; fundus optikus menunjukkan papiledema. Hipertensi maligna
disertai penyakit parenkim ginjal yang parah (misal
glomerulonefritis kronik), maka proteinuria tidak berkurang.VI.
Ensefalopati hipertensiEnsafelopati hipertensi merupakan suatu
keadaan peningkatan parah tekanan arteri disertai dengan mual,
muntah dan nyeri kepala yang berlanjut ke koma dan disertai tanda
klinik defisit neurologi. Jika kasus ini tidak diterapi secara
dini, syndrome ini akan berlanjut menjadi stroke, ensefalopati
menahun atau hipertensi maligna. Kemudian sifat reversibilitas jauh
lebih lambat dan jauh lebih meragukan.4Upaya pelayanan pokok
puskesmas Pelayanan kesehatan yang diberikan di puskesmas ialah
pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif.51. Promotif (peningkatan kesehatan)
Menjelaskan tentang hipertensi itu penyakit seperti apa pada
keluarga pasien, terutama mengenai apa penyebabnya, apa akibatnya,
bagaimana cara mengobati dan pencegahannya. Edukasi kepada keluarga
pasien mengenai masalah-masalah yang dapat memunculkan hipertensi
dan bagaimana cara mengatasinya. Melakukan penyuluhan kepada
keluarga di lingkungan sekitarnya mengenai pola hidup yang sehat
agar terhindari dari hipertensi dan bagaimana cara mengontrol
hipertensi. Pola hidup yang sehat yang perlu di promosikan meliputi
olahraga yang cukup, kurangi makan makanan berlemak, kurangi
konsumsi garam, hindari rokok, dan perbanyak makan makanan yang
mengandung cukup serat.4 2. Preventif (upaya pencegahan)Resiko
seserorang terkena hipertensi dapat dikurangi dengan cara: Mengukur
tekanan darah secara rutin Kurangi konsumsi garam dalam makanan.
Konsumsi makanan yang mengandung kalium, magnesium dan kalsium.
Kalium, magnesium dan kalsium mampu mengurangi tekanan darah
tinggi. Hindari konsumsi alkohol. Lakukan olahraga secara teratur.
Olahraga secara teratur bisa menurunkan tekanan darah tinggi. Jika
menderita tekanan darah tinggi, pilihlah olahraga yang ringan
seperti berjalan kaki, bersepeda, lari santai, dan berenang.
Lakukan selama 30 hingga 45 menit sehari sebanyak 3 kali seminggu.
Berhenti merokok juga berperan besar untuk mengurangi tekanan darah
tinggi atau hipertensi. Kendalikan kadar kolesterol. Kendalikan
diabetes. Hindari obat yang bisa meningkatkan tekanan darah.
Konsultasikan dan mintalah ke dokter agar memberikan obat yang
tidak meningkatkan tekanan Menghindari stress dan emosi.4 3.
Kuratif (pengobatan) Golongan obat Golongan obat anti hipertensi
yang banyak digunakan adalah diuretik tiazid (misalnya
bendroflumetiazid), beta-bloker (misalnya propanolol, atenolol,)
penghambat angiotensin converting enzymes (misalnya captopril,
enalapril), antagonis angiotensin II (misalnya candesartan,
losartan), calcium channel blocker (misalnya amlodipin, nifedipin)
dan alphablocker (misalnya doksasozin). Yang lebih jarang digunakan
adalah vasodilator dan antihipertensi kerja sentral dan yang jarang
dipakai, guanetidin, yang diindikasikan untuk keadaan krisis
hipertensi
I. Diuretik tiazid Diuretik tiazid adalah diuretic dengan
potensi menengah yang menurunkan tekanan darah dengan cara
menghambat reabsorpsi sodium pada daerah awal tubulus distal
ginjal, meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin. Tiazid juga
mempunyai efek vasodilatasi langsung pada arteriol, sehingga dapat
mempertahankan efek antihipertensi lebih lama. Tiazid diabsorpsi
baik pada pemberian oral, terdistribusi luas dan dimetabolisme di
hati. Efek diuretik tiazid terjadi dalam waktu 1 - 2 jam setelah
pemberian dan bertahan sampai 12 - 24 jam, sehingga obat ini cukup
diberikan sekali sehari. Efek antihipertensi terjadi pada dosis
rendah dan peningkatan dosis tidak memberikan manfaat pada tekanan
darah, walaupun diuresis meningkat pada dosis tinggi. Efek tiazid
pada tubulus ginjal tergantung pada tingkat ekskresinya, oleh
karena itu tiazid kurang bermanfaat untuk pasien dengan gangguan
fungsi ginjal. Efek samping Peningkatan eksresi urin oleh diuretik
tiazid dapat mengakibatkan hipokalemia, hiponatriemi, dan
hipomagnesiemi. Hiperkalsemia dapat terjadi karena penurunan
ekskresi kalsium. Interferensi dengan ekskresi asam urat dapat
mengakibatkan hiperurisemia, sehingga penggunaan tiazid pada pasien
gout harus hati - hati. Diuretik tiazid juga dapat mengganggu
toleransi glukosa (resisten terhadap insulin) yang mengakibatkan
peningkatan resiko diabetes mellitus tipe 2. Efek samping yang umum
lainnya adalah hiperlipidemia, menyebabkan peningkatan LDL dan
trigliserida dan penurunan HDL. 25% pria yang mendapat diuretic
tiazid mengalami impotensi, tetapi efek ini akan hilang jika
pemberian tiazid dihentikan.II. Beta-blocker Beta blocker memblok
beta adrenoseptor. Reseptor ini diklasifikasikan menjadi reseptor
beta 1 dan beta2. Reseptor beta1 terutama terdapat pada jantung
sedangkan reseptor beta 2 banyak ditemukan di paru - paru, pembuluh
darah perifer, dan otot lurik. Reseptor beta 2 juga dapat ditemukan
di jantung, sedangkan reseptor beta 1 juga dapat dijumpai pada
ginjal. Reseptor beta juga dapat ditemukan di otak. Stimulasi
reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu penglepasan
neurotransmitter yang meningkatkan aktivitas system saraf simpatis.
Stimulasi reseptor beta 1 pada nodus sinoatrial dan miokardiak
meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor
beta pada ginjal akan menyebabkan penglepasan renin, meningkatkan
aktivitas system renninangiotensin - aldosteron. Efek akhirnya
adalah peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan
peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan retensi air.
Terapi menggunakan beta blocker akan mengantagonis semua efek
tersebut sehingga terjadi penurunan tekanan darah. Betablocker yang
selektif (dikenal juga sebagai cardioselective beta blockers),
misalnya bisoprolol, bekerja pada reseptor beta 1, tetapi tidak
spesifik untuk reseptor beta 1 saja oleh karena itu penggunaannya
pada pasien dengan riwayat asma dan bronkhospasma harus hatihati.
Beta blocker yang non- selektif (misalnya propanolol) memblok
reseptor beta 1 dan beta 2. Beta blocker yang mempunyai aktivitas
agonis parsial (dikenal sebagai aktivitas simpatomimetik
intrinsic), misalnya acebutolol, bekerja sebagai stimulan beta pada
saat aktivitas adrenergik minimal (misalnya saat tidur) tetapi akan
memblok aktivitas beta pada saat aktivitas adrenergik meningkat
(misalnya saat berolah raga). Hal ini menguntungkan karena
mengurangi bradikardi pada siang hari. Beberapa beta blocker,
misalnya labetolol, dan carvedilol, juga memblok efek
adrenoseptoralfa perifer. Obat lain, misalnya celiprolol, mempunyai
efek agonis beta 2 atau vasodilator. Beta blocker diekskresikan
lewat hati atau ginjal tergantung sifat kelarutan obat dalam air
atau lipid. Obat - obat yang diekskresikan melalui hati biasanya
harus diberikan beberapa kali dalam sehari sedangkan yang
diekskresikan melalui ginjal biasanya mempunyai waktu paruh yang
lebih lama sehingga dapat diberikan sekali dalam sehari. Beta
blocker tidak boleh dihentikan mendadak melainkan harus secara
bertahap, terutama pada pasien dengan angina, karena dapat terjadi
fenomena rebound.Efek samping Blokade reseptor beta 2 pada bronkhi
dapat mengakibatkan bronkhospasme, bahkan jika digunakan beta
bloker kardioselektif. Efek samping lain adalah bradikardia,
gangguan kontraktil miokard, dan tanga kaki terasa dingin karena
vasokonstriksi akibat blokade reseptor beta 2 pada otot polos
pembuluh darah perifer. Kesadaran terhadap gejala hipoglikemia pada
beberapa pasien DM tipe 1 dapat berkurang. Hal ini karena beta
blocker memblok sistem saraf simpatis yang bertanggung jawab untuk
memberi peringatan jika terjadi hipoglikemia. Berkurangnya aliran
darah simpatetik juga menyebabkan rasa malas pada pasien. Mimpi
buruk kadang dialami, terutama pada penggunaan beta blocker yang
larut lipid seperti propanolol. Impotensi juga dapat terjadi. Beta
blockers non selektif juga menyebabkan peningkatan kadar
trigilserida serum dan penurunan HDL
III. ACE inhibitor Angiotensin converting enzyme inhibitor
(ACEi) menghambat secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari
prekursor angiotensin I yang inaktif, yang terdapat pada darah,
pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak.
Angiotensin II merupakan vasokonstriktorkuat yang memacu
penglepasan aldosteron dan aktivitas simpatis sentral dan perifer.
Penghambatan pembentukan angiotensin ini akan menurunkan tekanan
darah. Jika sistem angiotensin renin aldosteron teraktivasi
(misalnya pada keadaan penurunan sodium,atau pada terapi diuretik)
efek antihipertensi ACEi akan lebih besar.ACEi juga bertanggung
jawab terhadap degradasi kinin, termasuk bradikinin, yang mempunyai
efek vasodilatasi. Penghambatan degradasi ini akan menghasilkan
efek antihipertensi yang lebih kuat. Beberapa perbedaan pada
parameterfarmakokinetik obat ACEi. Captopril cepat diabsorpsi
tetapi mempunyai durasi kerja yang pendek, sehingga bermanfaat
untukmenentukan apakah seorang pasien akanberespon baik pada
pemberian ACEi. Dosispertama ACEi harus diberikan pada malam hari
karena penurunan tekanan darah mendadakmungkin terjadi; efek ini
akan meningkat jikapasien mempunyai kadar sodium rendah.IV.
Antagonis Angiotensin II Reseptor angiotensin II ditemukan pada
pembuluh darah dan target lainnya. Disubklasifikasikan menjadi
reseptor AT1 dan AT2. Reseptor AT1 memperantarai respon
farmakologis angiotensin II, seperti vasokonstriksi dan penglepasan
aldosteron. Dan oleh karenanya menjadi target untuk terapi obat.
Fungsi reseptor AT2 masih belum begitu jelas. Banyak jaringan mampu
mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II tanpa melalui
ACE. Oleh karena itu memblok sistem renin - angiotensin melalui
jalur antagonis reseptor AT1 dengan pemberian antagonis reseptor
angiotensin II mungkin bermanfaat. Antagonis reseptor angiotensin
II (AIIRA) mempunyai banyak kemiripan dengan ACEi, tetapi AIIRA
tidak mendegradasi kinin. Karena efeknya pada ginjal, ACEi dan
AIIRA dikontraindikasikan pada stenosis arteri ginjal bilateral dan
pada stenosis arteri yang berat yang mensuplai ginjal yang hanya
berfungsi satu.Efek sampingSebelum mulai memberikan terapi dengan
ACEi atau AIIRA fungsi ginjal dan kadar elektrolit pasien harus
dicek. Monitoring ini harus terus dilakukan selama terapi karena
kedua golongan obat ini dapat mengganggu fungsi ginjal. Baik ACEi
dan AIIRA dapat menyebabkan hiperkalemia karena menurunkan produksi
aldosteron, sehingga suplementasi kalium dan penggunaan diuretik
hemat kalium harus dihindari jika pasien mendapat terapi ACEI atau
AIIRA. Perbedaan anatar ACEi dan AIIRA adalah batuk kering yang
merupakan efek samping yang dijumpai pada 15% pasien yang mendapat
terapi ACEi. AIIRA tidak menyebabkan batuk karena tidak
mendegaradasi bradikinin. V. Calcium channel blocker Calcium
channel blockers (CCB) menurunkan influks ion kalsium ke dalam sel
miokard, sel- sel dalam sistem konduksi jantung, dan sel - sel otot
polos pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas
jantung, menekan pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam
jantung dan memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan
konstriksi otot polos pembuluh darah. Semua hal di atas adalah
proses yang bergantung pada ion kalsium. Terdapat tiga kelas CCB:
dihidropiridin (misalnya nifedipin dan amlodipin); fenilalkalamin
(verapamil) dan benzotiazipin (diltiazem). Dihidropiridin mempunyai
sifat vasodilator perifer yang merupakan kerja antihipertensinya,
sedangkan verapamil dan diltiazem mempunyai efek kardiak dan
dugunakan untuk menurunkan heart rate dan mencegah angina. Semua
CCB dimetabolisme di hati.Efek samping Pemerahan pada wajah, pusing
dan pembengkakan pergelangan kaki seringn dijumpai, karena efek
vasodilatasi CCB dihidropiridin. Nyeri abdomendan mual juga sering
terjadi. Saluran cerna juga sering terpengaruh oleh influks ion
kalsium, oleh karena itu CCB sering mengakibatkan gangguan
gastrointestinal, termasuk konstipasi.VI. Alpha-blocker Alpha
blocker (penghambat adrenoseptor alfa) memblok adrenoseptor alfa 1
perifer, mengakibatkan efek vasodilatasi karena merelaksaasi otot
polos pembuluh darah. Diindikasikan untuk hipertensi yang resisten.
Efek samping Alpha blocker dapat menyebabkan hipotensi postural,
yang sering terjadi pada pemberian dosis pertama kali. Alpha
blocker bermanfaat untuk pasien laki-laki lanjut usia karena
memperbaiki gejala pembesaran prostat.VII. Golongan lain
Antihipertensi vasodilator (misalnya hidralazin, minoksidil)
menurunkan tekanan darah dengan cara merelaksasi otot polos
pembuluh darah. Antihipertensi kerja sentral (misalnya klonidin,
metildopa, monoksidin) bekerja pada adrenoseptor alpha2 atau
reseptor lain pada batang otak, menurunkan aliran simpatetik ke
jantung, pembuluh darah dan ginjal, sehingga efek ahirnya
menurunkan tekanan darah. Efek samping Antihipertensi vasodilator
dapat menyebabkan retensi cairan. Tes fungsi hati harus dipantau
selama terapi dengan hidralazin karena ekskresinya melalui hati.
Hidralazin juga diasosiakan dengan sistemiklupus eritematosus.
Minoksidil diasosiasikan dengan hipertrikosis (hirsutism) sehingga
kkurang sesuai untuk pasien wanita. Obat-obat kerja sentral tidak
spesifik atau tidak cukup selektif untuk menghindari efek samping
sistem saraf pusat seperti sedasi, mulut kering dan mengantuk, yang
sering terjadi. Metildopa mempunyai mekanisme kerja yang mirip
dengan konidin tetapi dapat menyebabkan efek samping pada sistem
imun, termasuk pireksia, hepatitis dan anemia hemolitik.74.
Rehabilitatif (pemulihan kesehatan) Rehabilitasi merupakan upaya
perbaikan dampak negatif dari hipertensi yang tidak bisa diobati.
Upaya yang dapat dilakukan oleh penderita hipertensi antara lain
dengan perubahan pola makan dan gaya hidup sehat yang harus
dilakukan secara kontinum. Hal-hal lain yang dilakukan dan
bertujuan agar tekanan darah selalu dalam keadaan normal seperti
menurunkan berat badan hingga mencapai berat badan ideal,
berolahraga, dan pola makan seimbang seperti mengurangi asupan
garam karena didalam garam terdapat kandungan sodium yang dapat
meningkatkan tekanan darah bagi orang yang memiliki sensitifitas
garam. Kontrol penyakit ke dokter minimal sebulan sekali.
Monitoring: Tekanan darah Kerusakan target organ: Mata (Retinopati
hipertensi) Ginjal (Nefropati hipertensi) Jantung (HHD) Otak
(Stroke) Interaksi obat dan efek samping Kepatuhan4 PrognosisPada
pasien ini, apabila dapat mengendalikan tekanan darah dengan baik
melalui terapi farmakologi maupun non-farmakologi maka dapat
memperkecil resiko untuk terjadiny penyakit kardiovaskular.
Kesimpulan Hipertensi dikenal sebagai penyakit kardiovaskular
dimana penderita memiliki tekanan darah diatas normal. Hipertensi
merupakan salah satu faktor risiko utama penyebab gangguan jantung.
Selain mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat juga berakibat
terjadinya gagal ginjal maupun penyakit serebrovaskular.Sasaran
pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas
kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah kurang
dari 140/90 mmHg diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang.
Terapi non farmakologi antara lain mengurangi asupan garam, olah
raga, menghentikan rokok dan mengurangi berat badan, dapat dimulai
sebelum atau bersama-sama dengan obat farmakologi.
Daftar pustaka1. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Jakarta : Erlangga;2007.h.78-79 2. Lukmanto H. Diagnosis fisik.
Jakarta : EGC;1995.h.70-73.3. Tambayong J. Patofisiologi untuk
perawat. Jakarta : EGC; 2000.h.12-254. Gunawan L. Hipertensi
tekanan darah tinggi. Yogyakarta : Kanisius; 2001.h. 16-20.5. Mc
mahon Rosemary. Manajemen Pelayanan Kesehatan Primer. Ed 2.
Jakarta: EGC; 2003.h.89-306. Staf Pengajar Departemen Farmakologi
FK Sriwijaya. Kumpulan kuliah farmakologi edisi ke-2. Jakarta :
EGC;2004.h.448-455.22