Tinjauan Pustaka
Wanita yang MengalamiPenyakit Kulit :Herpes Zoster
Nico Michael Muliawan10-2010-19415 April 2012Mahasiswa Fakultas
KedokteranUniversitas Kristen Krida WacanaJl. Terusan Arjuna No.6
Jakarta Barat 11510Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731Email:
[email protected] adalah organ tubuh yang
terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup
manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta
merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat
kompleks, elastis, dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim,
umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Fungsi
utama kulit adalah proteksi, absorbsi, ekskresi, persepsi,
pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen,
pembentukan vitamin D, dan keratinisasi.Namun, sayangnya, kulit
manusia tidak bebas hama/steril. Hampir semua bakteri atau virus
dapat menimbulkan penyakit/lesi pada kulit, baik secara langsung
maupun dari dalam (penyebaran sistemik).1 Pada kali ini,
dibicarakan tentang penyakit kulit akibat infeksi virus, yaitu
herpes zoster.Lebih lanjutnya akan dibicarakan dalam pembahasan di
bawah ini dan selanjutnya pemahaman tentang aspek-aspek klinis dan
penanganan kasus herpes zoster diharapkan dapat
bertambah.AnamnesisAnamnesis yang akurat sangat vital dalam
menegakkan diagnosis yang tepat pada kondisi-kondisi yang mengenai
kulit.1. Kapan pertama kali pasien memperhatikan adanya ruam?1. Di
mana letaknya, apakah terasa gatal? Apakah berdarah? Apakah
bentuk/ukuran/warnanya berubah?1. Adakah pemicu (misalnya
pengobatan, makanan, sinar matahari, dan alergen potensial)?1.
Adakah benjolan di tempat lain?1. Bagaimana perubahan warna yang
terjadi (misalnya pigmen meningkat, ikterus, pucat)? Sudah berapa
lama?1. Adakah gejala penyerta yang menunjukkan adanya kondisi
medis sistemik (misalnya penurunan berat badan, artralgia,
dll)?Pertimbangan akibat yang mungkin ditumbulkan oleh kondisi
kulit yang serius, seperti kehilangan cairan, infeksi sekunder,
penyebaran metastatik ke KGB atau organ lain.Riwayat penyakit
dahulu. Tanyakan apakah pasien pernah mengalami gangguan kulit,
ruam dan lain-lain? Adakah riwayat kecenderungan atopi (asma,
rinitis)? Adakah pasien memiliki masalah kulit di masa kecil?
Adakah riwayat kondisi medis lain yang signifikan?Obat-obatan.
Riwayat pemakaian obat yang lengkap penting bagi semua jenis
pengobatan, baik obat resep maupun alternatif, yang dimakan atau
topikal. Pernahkah pasien menggunakan obat untuk penyakit kulit?
Pernahkan/apakah pasien menggunakan immunosupresan?Alergi. Apakah
pasien memiliki alergi obat (jika ya, seperti apa reaksi yang
timbul)? Apakah pasien mengetahui kemungkinan alergen yang lain?
Pernahkah pasien menjalani patch test atau pemeriksaan respons
IgE?Riwayat keluarga. Adakah riwayat penyakit kulit atau atopik
dalam keluarga? Adakah orang lain di keluarga yang mengalami
kelainan serupa?Riwayat sosial. Bagaimana riwayat pekerjaan pasien;
apakah terpapar sinar matahari, alergen potensial, atau parasit
kulit? Apakah menggunakan produk pembersih baru, hewan peliharaan
baru, dan lain-lain? Apakah pasien baru-baru ini bepergian ke luar
negeri? Adakah pajanan pada penyakit infeksi (misalnya cacar
air)?Penyelidikan fungsional. Fakta utama adalah kemungkinan adanya
penyakit sistemik yang berkaitan, seperti penyakit akibat infeksi
parasit, artropati psoriatik, SLE, dll. 2Pemeriksaan Fisik1. Cek
pasien apakah terlihat sakit ringan atau berat. Adakah pucat, syok
berpigmen, atau demam?1. Inspeksi: Perhatikan kelainan kulit yang
ditemukan (ruam, ulkus, benjolan, diskolorasi, dsb). Apakah ada
memar/ptekie? Periksa kuku, kulit, dan rambut seteliti mungkin,
selain itu periksa rongga mulut dan mata. Lalu cek apakah ada
perubahan kulit sekunder yang memperberat atau merupakan akibat
dari proses primer (misalnya skuama, krusta, erosi, likenifikasi,
ekskoriasi, fisura, dll). Perhatikan bagaimana warna dan bentuk
lesi (bulat, lonjong, poligonal, anular, bertangkai, dll).1.
Palpasi: Dilakukan pada lesi untuk mengetahui suhu, mobilitas,
nyeri tekan, dan kedalaman. Periksa adanya pembesaran kelenjar
getah bening yang merupakan drainase. Lakukan pemeriksaan fisik
lengkap untuk menganamnesis adanaya penyakit sistemik.1.
Mendokumentasikan kelainan kulit dengan akurat sangat penting, dan
bisa dibantu oleh foto. 2PenunjangJika hasil pemeriksaan fisik
masih diragukan, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang berupa tes
laboratorium. Namun biasanya hal ini tidak diperlukan untuk
menejemen yang tepat anak sehat dengan varisela atau herpes zoster.
3Tzanck Test. Dapat dilakukan dengan cara membuat sediaaan apus
yang diwarnai dengan Giemsa. Bahan diambil dari kerokan dasar
vesikel dan akan didapati sel datia berinti banyak.[kulit UI] Untuk
hasil terbaik lesi harus berumur 1-3 hari. Dapat digunakan untuk
membedakan VZV dengan herpes simpleks virus.PCR (Polimerase Chain
Reaction). Pemeriksaan PCR sangat cepat dan sensitif. Pemeriksaan
ini dapat menggunakan berbagai jenis preparat seperti kerokan dasar
vesikel ataupun krusta yang sudah terbentuk. Sensitivitasnya
sekitar 97%-100%. Tes ini dapat menemukan asam nukleat dari
VZV.Biopsi Kulit. Hasil pemeriksaan histopatologik dapat ditemukan
vesikel intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal dan
acantholisis. Pada dermis bagian atas terlihat limfotik infiltrat.
1Pemeriksaan cairan vesikel dan jaringan terinfeksi; memperlihatkan
adanya inklusi intraselular eosinofil dan virus varisela.Punksi
lumbal; menunjukkan tekanan LCS meningkat, analisis LCS
memperlihatkan kadar protein meningkat dan kemungkinan pleositosis
(pada keterlibatan SSP). 4DiagnosisDiagnosis kerjaDiagnosis dibuat
berdasarkan riwayat dan hasil pemeriksaan fisik (bila perlu
penunjang). Salah satu petunjuk penting untuk mengetahui herpes
zoster adalah lokasi yang unilateral dan munculnya nyeri. Selain
itu, pada herpes zoster, pemeriksaan fisik memperlihatkan lesi yang
berwarna merah muda, nodular, menyebar unilateral sekitar toraks
atau vertikal di lengan dan tungkai. Berisi cairan jernih atau
pus
Diagnosis pembandingHerpes simpleks, merupakan infeksi akut yang
disebabkan oleh virus herpes simplex/VHS (virus herpes hominis)
tipe I atau tipe II yang ditandai oleh adanya vesikel yang
berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah
dekat mukokutan, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi
seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami
ulserasi yang dangkal biasanya sembuh tanpa sikatriks. sedangkan
infeksi dapat berlangsung baik primer maupun rekurens. Infeksi VHS
I biasanya dimulai pada anak-anak, sedangkan infeksi VHS tipe II
biasanya terjadi pada dekade II atau III, serta berhubungan dengan
peningkatan aktivitas seksual. Tempat predileksi VHS tipe I di
daerah pinggang ke atas terutama di daerah mulut dan hidung,
biasanya dimulai pada usia anak-anak. Sementara VHS tipe II
mempunyai predileksi di daerah pinggang ke bawah, terutama di
daerah genital. Daerah-daerah ini sering kacau karena adanya cara
hubungan seksual seperti oro-genital.Dermatitis kontak alergi
(DKA), terjadi pada orang yang keadaan kulitnya sangat peka
(hipersensitif). Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan
berat molekul yang umumnya rendah merupakan alergen yang belum
diproses disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat
menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis di
bawahnya. Mekanisme ini merupakan reaksi imunologik tipe IV, suatu
hipersensitivitas tipe lambat. Penderita umumnya mengeluh gatal.
Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas
jelas kemudian diikuti oleh oedema, papulovesikel, vesikel, atau
bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi
(basah). DKA akut di tempat tertentu misalnya kelopak mata, penis,
skrotum, eritema dan edema lebih dominan daripada vesikel. Pada
kronis yang terlihat adalah kulit kering, berskuama, papul,
likenifikasi, dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Lokasi
terjadinya DKA yaitu tangan, lengan, wajah, telinga, leher, badan,
genitalia, paha dan tungkai bawah, atau bahkan sistemik
EtiologiPenyakit ini disebabkan oleh infeksi virus golongan herpes
yang lain, virus varisela zoster atau varicella-zoster virus (VZV).
1 Struktur partikel virus ini berukuran 120-300 nm. Virion terdiri
dari glikoprotein, kapsid, amplop virus dan nukleokapsid yang
melindungi bagian inti berisi DNA genom utas ganda. Bagian
nukleokapsid berbentuk ikosahedral, berdiameter 100-110 nm dan
terdiri dari 162 protein yang disebut kapsomer. Virus ini akan
mengalami inaktivasi pada suhu 56-60 C dan menjadi tidak berbahaya
apabila bagian amplop dari virus ini rusak. Penyebaran virus ini
terjadi melalui pernafasan
EPIDEMIOLOGIHerpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena
tidak dipengaruhi oleh musim dan tersebar merata di seluruh dunia,
tidak ada perbedaan angka kesakitan antara pria dan wanita, angka
kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Herpes zoster terjadi
pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena
varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu
virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela,virus yang ada
di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan
aktif kembali jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia di
atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun dapat
menderita herpes zoster 6PatogenesisCacar air merupakan infeksi
primer oleh virus tersebut. Cacar air sangat menular dan ditularkan
dari orang ke orang melalui percikan (droplet) saluran napas. Cacar
air biasanya merupakan penyakit anak-anak, tetapi orang dewasa yang
baru pertama kali terpajan virus ini dapat menderita penyakit
tersebut. Virus varisela memiliki masa tunas 7-21 hari dan bersifat
menular selama periode prodormal yang singkat (sekitar 24 jam
sebelum lesi muncul) sampai semua lesi menjadi krusta. Penyakit
biasanya sembuh sendiri dalam 7-14 hari.Herpes zoster (cacar ular,
dampa, shingles) biasanya timbul beberapa tahun setelah infeksi
cacar air. Cacar ular disebabkan oleh virus varisela yang berada
laten di jaras saraf sensorik (ganglion posterior susunan saraf
tepi dan ganglion kranialis) setelah pasien pulih dari cacar air.
Apabila virus tersebut muncul kembali, maka disebut zoster. Herpes
zoster biasanya timbul di dermatom (regio kulit) yang dipersarafi
oleh saraf yang terinfeksi. Kadang-kadang virus ini juga menyerang
ganglion anterior, bagian motorik kranialis, sehingga memberikan
gejala gejala gangguan motorik. Penyakit ini biasanya dijumpai pada
lansia atau pada orang dengan penurunan sistem imun yang disebabkan
oleh penyakit atau stres. Herpes zoster nampaknya ditularkan
melalui kontak langsung dengan lesi. 1,5Gejala KlinikDaerah yang
paling sering terkena adalah daerah torakal, walaupun daerah-daerah
lain tidak jarang. Frekuensi penyakit ini pada pria dan wanita
sama, sedangkan mengenai umur lebih sering pada orang
dewasa.Sebelum timbul gejala kulit, terdapat gejala prodormal baik
sistemik (demam, pusing, malaise) maupun gejala prodormal lokal
(nyeri otot-tulang, gatal, pegal, dsb). Setelah itu timbul eritema
dalam waktu singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar
kulit yang eritematosa dan edema. Vesikel ini berisi cairan yang
jernih, kemudian menjadi keruh (berwarna abu-abu), dapat menjadi
pustul dan krusta. Kadang-kadang vesikel mengandung darah dan dapat
disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Dapat pula timbul infeksi
sekunder sehingga menyebabkan ulkus dengan penyembuhan berupa
sikatriks.Masa tunasnya 7-21 hari. Masa aktif penyakit ini berupa
lesi-lesi baru yang tetap timbul berlangsung kira-kira seminggu,
sedangkan masa resolusi berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Di
samping gejala kulit, dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar getah
bening regional (KGBR). Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral
dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persarafan. Pada
susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada
susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur
ganglion kranialis memungkinkan hal tersebut. Hiperestesi pada
daerah yang terkena mengalami gejala yang khas. Kelainan pada muka
sering disebabkan karena gangguan pada nervus trigeminus (dengan
ganglion gaseri) atau nervus fasialis dan otikus (dari ganglion
genikulatum). Berdasarkan lokasi lesinya, herpes zoster dibagi atas
beberapa jenis.
Gambar 2. Lesi Herpes Zoster. Sumber:
http://www.howtocureshingles.com/blog/wp-content/uploads/2011/10/herpes-zoster-symptoms.jpg.Herpes
zoster oftalmikus; merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari
cabang oftalmikus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit.Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu
sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu,
demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1-4 hari sebelum kelainan
kulit timbul. Fotofobia, banyak keluar air mata, kelopak mata
bengkak dan sukar dibuka.Herpes zoster fasialis; merupakan infeksi
virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri yang
menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit.Herpes zoster brakialis; merupakan infeksi
virus herpes zoster yang mengenai pleksus brakialis yang ditandai
erupsi herpetik unilateral pada kulit.Herpes zoster torakalis;
merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus
torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
Gambar 2. Herpes Zoster Torakalis. Sumber:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/19/Herpes_zoster_chest.png.
Herpes zoster lumbalis; infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral
pada kulit.Herpes zoster sakralis; merupakan infeksi virus herpes
zoster yang mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit.Selain itu, ada juga yang disebut sebagai
herpes zoster abortif, artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu
yang singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel
dan eritem. Pada herpes zoster generalisata, kelainan kulitnya
unilateral dan segmental ditambah kelainan kulit yang menyebar
secara generalisata berupa vesikel yang soliter dan ada umbilikasi.
Kasus ini terutama terjadi pada orang tua atau pada orang yang
kondisi fisiknya sangat lemah, misalnya pada penderita limfoma
malignum. 1,7PenatalaksanaanMedikamentosaPengobatan topikal;
bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan
bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar
tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres
terbuka, sementara bila terjadi ulserasi dapat diberikan salep
antibiotik.Pengobatan sistemik; umumnya bersifat simtompatik. Untuk
nyerinya diberikan analgetik. Jika disertai infeksi sekunder
diberikan antibiotik. Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster
oftalmikus dan pasien dengan defisiensi imunitas. Obat yang biasa
digunakan yakni asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir.
Asiklovir diberikan 5 x 800 mg sehari dan biasanya diberikan 7
hari, sedangkan valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari karena
konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. Jika lesi baru masih tetap
timbul, obat-obat tersebut masih dapat diteruskan dan dihentikan
sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.Obat yang lebih
baru adalah famsiklovir dan pensiklovir yang mempunyai waktu paru
eliminasi yang lebih lama sehingga cukup diberikan 3 x 250 mg
sehari. Obat-obat terssebut diberikan dalam 3 hari pertama sejak
lesi baru tidak timbul lagi.Indikasi pemberian kortikosteroid
adalah sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini-diniya untuk
mencegah paralisis. Yang biasa diberikan adalah prednison dengan
dosis 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu dosis diturunkan secara
bertahap. Dengan dosis setinggi itu, imunitas akan tertekan
sehingga lebih baik digabung dengan antiviral, untuk mencegah
fibrosis ganglion.Menurut FDA, pilihan obat pertama yang dapat
digunakan untuk nyeri neuropatik pada neuropati perifer diabetik
dan neuralgia pasca herpetik ialah pregabalin. Obat tersebut lebih
baik daripada gabapentin, karena efek sampingnya lebih sedikit,
lebih poten (2-4 kali), kerjanya lebih cepat, serta pengaturan
dosisnya lebioh sederhana. Dosis awalnya ialah 2 x 75 mg sehari,
setelah 3-7 hari bila responsnya kurang dapat dinaikkan menjadi 2 x
150 mg sehari. Dosis maksimumnya 600 mg sehari. Efek sampingnya
ringan berupa dizziness dan somnolen yang akan menghilang
sendiri.Obat lain yang dapat diberikan adalah antidepresi trisiklik
(misalnya notriptilin dan amitriptilin) yang akan menghilangkan
nyeri pada 44-67% kasus dengan efek samping gangguan jantung,
sedasi, dan hipotensi. Dosis awal amitriptilin ialah 75 mg sehari
kemudian ditinggikan sampai efek teurapetiknya timbul, biasanya
antara 150-300 mg perhari. Dosis nortriptilin ialah 50-150 mg
sehari. 1,7Non-Medikamentosa1. Perhatikan agar vesikel tidak pecah,
jangan gunakan baju yang terlalu ketat, dan jangan digaruk.1.
Selama fase akut, pasien sebaiknya tidak keluar rumah agar tidak
menularkan kepada orang lain.1. Jaga kebersihan tubuh, untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder, misalnya dengan cara tetap
mandi, dan ganti baju secara teratur.Konsumsi buah-buahan dan
makanan bernutrisi lainnya, untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan
menambah kelembaban kulit
Komplikasi1
Skin and IntegumenPage 2
Neuralgia pasca herpetik; merupakan rasa nyeri yang timbul pada
daerah bekas penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya
sembuh. Nyeri ini dapat berlangsung sampai beberapa bulan. Bahkan
bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi dalam kehidupan
sehari-hari. Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang mendapat
herpes zoster di atas usia 40 tahun.Infeksi sekunder; tidak terjadi
pada penderita tanpa defisiensi imunitas. Sebaliknya, pada
penderita yang disertai defisiensi imunitas, infeksi HIV,
keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel
sering menjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.Kelainan lanjutan;
pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai komplikasi, di
antaranya ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis,
korioretinitis, dan neuritis optik.Sindrom Ramsay Hunt; terjadi
karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus, sehingga
memberikangejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan
kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus,vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan
pengecapan.Paralisis motorik; terdapat pada 1-5% kasus, yang
terjadi akibat penjalaran virus secara per kontinuitatum dari
ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis
biasanya timbul dalam 2 minggu sejak awitan munculnya lesi.
Berbagai paralisis dapat terjadi, misalnya di muka, diafragma,
batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria, dan anus. Umumnya akan
sembuh spontan.Penyebaran virus sistemik; yaitu infeksi yang
menjalar ke alat dalam, misal paru, hepar, otakPrognosisUmumnya
baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada
tindakan perawatan secara dini. 1PreventifUntuk mencegah herpes
zoster, salah satu cara yang dapat ditempuh adalah pemberian
vaksinasi, salah satunya adalah Zostavaks. Vaksin berfungsi untuk
meningkatkan respon spesifik limfosit terhadap virus tersebut pada
pasien seropositif usia lanjut. Vaksin ini berupa virus herpes
zoster yang telah dilemahkan atau komponen virus tersebut yang
berperan sebagai antigen. Penggunaan vaksin tersebut telah terbukti
dapat mencegah atau mengurangi resiko terkena penyakit tersebut
pada pasien yang rentan. 7 Yang terutama adalah menjaga dan merawat
kesehatan tubuh individual serta bergaya hidup sehat, karena selalu
mencegah lebih baik daripada mengobatiKesimpulanHerpes zoster
(dampa, cacar ular, shingels) adalah penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus varisela zoster (VZV) yang menyerang kulit dan
mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah
infeksi primer. Lebih sering mengenai usia dewasa, frekuensi
penyakit pada pria dan wanita sama. Terdapat gejala prodormal
sistemik maupun lokal. Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu
singkat menjadi vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit yang
eritematosa dan edema. Vesikel ini berisi cairan yang jernih,
kemudian menjadi keruh, berwarna abu-abu, dan dapat menjadi pustul
dan krusta.Pengobatannya dapat diberikan secara topikal, sistemik,
dan didukung dengan nonmedikamentosa. Selain itu dapat juga
dilakukan pencegahan melalui vaksinasi, maupun menjaga kesehatan,
sebab lebih baik mencegah daripada mengobati
Daftar Pustaka1.BIckley LS. Buku ajar pemeriksaaan fisik dan
riwayat kesehatan.Edisi ke 8. Jakarta: EGC; 2009. Hal 494-7; 521-
7. 2.Kee JL; editor bahasa Indonesia: Ramona P. Pedoman pemeriksaan
laboratorium dan diagnostik. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;
2007.h.59-60,407-9,415-6.3.Soeroso J, Isbagio H, Handono H, Broto
R, Pramudiyo R. Osteoartritis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I, Simadibrata MK, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-4.Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia,2006.h.1205-8.4.Osteoarthritis. 2009. Diunduh dari
http://www.lenterabiru.com/2009/01/osteoartritis.htm. 28 maret
2010.5.Lupus Eritematosus Sistemik. 2008. Diunduh dari
http://medicastore.com/penyakit/538/Lupus_Eritematosus_Sistemik.html.
28 maret 2010.6.Editor. Herpes zoster: penyakit kelanjutan cacar
air. Edisi 11 September 2010. Diunduh dari:
www.majalakesehatan.com, 10 April 2012.7.Mansjoer Arif. Kapita
selekta kedokteran: penyakit virus. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapicus FKUI; 2000. h. 128-9.