Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam membicarakan masalah “Hadis dan Orientalis”, maka tidak jauh dari cara-cara orang barat (orientalis) yang mempunyai intelektualisme dalam mempelajari ilmu keislaman dalam rangka mencari kelemahan dari islam itu sendiri. Hal ini juga telah dijelaskan oleh Allah Swt. “banyak diantara ahlul kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kamu setelah kamu beriman menjadi kafir kembali karena rasa dengki dalam diri mereka, setelah kebenaran jelas bagi mereka. Apabila kita melihat ayat tersebut sudah jelaslah bahwa kaum orientalis tersebut menginginkan kita mengikuti mereka dengan berbagai cara baik dari segi ekonomi, sosial, budaya maupun dari segi keyakinan beragama seperti yang akan dijelaskan kemudian. Oleh Karena itu kita sebagai umat islam harus berhati-hati terhadap mereka karena mereka mempunyai banyak cara dalam memperjuangkan agar kita sebagai umat islam tidak lagi mengakui islam sebagai agama dan keyakinan kita bahkan dalam menghancurkan islam. Salah satu cara mereka (orientalis) dalam melemahkan atau menghancurkan keyakinan umat islam yaitu dengan mencari kelemahan dari hadits-hadits nabi, dan tokoh-tokoh yang paling fundamental dalam eksisnya hadits ini, mengapa ?, hal ini 1 | Page
34

Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

May 14, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

            Dalam membicarakan masalah “Hadis dan Orientalis”, maka

tidak jauh dari cara-cara orang barat (orientalis) yang mempunyai

intelektualisme dalam mempelajari ilmu keislaman dalam rangka

mencari kelemahan dari islam itu sendiri.

            Hal ini juga telah dijelaskan oleh Allah Swt. “banyak

diantara ahlul kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kamu

setelah kamu beriman menjadi kafir kembali karena rasa dengki dalam diri mereka,

setelah kebenaran jelas bagi mereka. Apabila kita melihat ayat tersebut

sudah jelaslah bahwa kaum orientalis tersebut menginginkan kita

mengikuti mereka dengan berbagai cara baik dari segi ekonomi,

sosial, budaya maupun dari segi keyakinan beragama seperti yang

akan dijelaskan kemudian.

            Oleh Karena itu kita sebagai umat islam harus

berhati-hati terhadap mereka karena mereka mempunyai banyak cara

dalam memperjuangkan agar kita sebagai umat islam tidak lagi

mengakui islam sebagai agama dan keyakinan kita bahkan dalam

menghancurkan islam.

            Salah satu cara mereka (orientalis) dalam melemahkan

atau menghancurkan keyakinan umat islam yaitu dengan mencari

kelemahan dari hadits-hadits nabi, dan tokoh-tokoh yang paling

fundamental dalam eksisnya hadits ini, mengapa ?, hal ini

1 | P a g e

Page 2: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

dikarenakan hadits nabi merupakan salah satu sumber kedua dari

ajaran islam setelah al-Qur’an.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian orientalis?

2. Bagaimana sejarah dan perkembangan orientalis?

3. Apa pengertian hadits nabawi?

4. Bagaimana asumsi orientalis terhadap hadits nabawi dan

bantahan untuk asumsi mereka?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian orientalis.

2. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan orientalis.

3. Untuk mengetahui pengertian hadits nabawi.

4. Untuk mengetahui asumsi orientalis terhadap hadits dan

bantahan untuk asumsi mereka.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Orientalis

Orientalis berasal dari kata orient, bahasa perancis, yang

secara harfiah bermakna timur dan secara geografis bermakna dunia

belahan timur dan secara etnologis bermakna bangsa-bangsa di

timur. Kata “orient” itu telah memasuki berbagai bahasa di Eropa,

termasuk bahasa inggris. Oriental adalah sebuah kata sifat yang

2 | P a g e

Page 3: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

bermakna hal-hal yang bersifat timur, yang teramat luas ruang

lingkupnya.1

Orientalisme adalah paham mengenai masalah-masalah timur

khususnya tentang negeri Arab dan Islam. Kaum orientalis adalah

para terpelajar yang menjadikan “agama Islam, kebudayaan Islam,

negeri dan bahasa arab” sebagai objek studi mereka. Lawan dari

orientalisme adalah occidentalisme yang berarti penelitian dan

pengertian mengenai agama, kebudayaan, dan negeri Barat.

Dalam kamus bahasa Indonesia orientalisme adalah ilmu

pengetahuan tentang ketimuran atau tentang kebudayaan ketimuran.

Adapun orientalis adalah ahli bahasa, kesusastraan, dan

kebudayaan bangsa-bangsa Timur (Asia).

Selain itu masih banyak lagi pendapat yang dikemukakan para

pakar tentang pengertian orientalisme, diantaranya:

a. Menurut Rudi Paret, orientalis jerman yang lahir pada tahun

1901, orientalisme adalah ilmu ketimuran (‘ilmu al-syarq)

atau ilmu tentang dunia timur (‘ilmu al-‘alam al-syarqiy)

b. Menurut A.J. Arberry. Dalam menggunakan Kamus Oxford untuk

mendefinisikan orientalis, yaitu orang yang mendalami

berbagai bahasa dan sastra dunia timur.

c. Menurut Maxime Rodinson, istilah orientalisme muncul dalam

bahasa Perancis tahun 1799 dan dalam bahasa Inggris tahun

1838. Orientalisme ini lahir untuk memenuhi kebutuhan

mewuudkan satu cabang pengetahuan khusus untuk mengkaji1Joesoef Sou’yb, Orientalisme dan islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang 1995) H 1

3 | P a g e

Page 4: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

dunia timur. Radinson menambahkan bahwa kebutuhan ini amat

mendesak, agar terwujud orang-orang spesialis yang siap

untuk menerbitkan berbagai majalah,mendirikan berbagai

universitas, dan berbagai departemen ilmiah.

d. Menurut Edward sa’id, kritikus orientalisme terkenal ini

menyatakan orientalisme adalah bidang pengetahuan atau ilmu

yang mengantarkan pada pemahaman dunia timur secara

sistematis sebagai suatu objek yang dapat dipelajari,

diungkapkan, dan diaplikasikan.

e. Menurut Ahmad Abdul Hamid, dalam kitabnya Ru’yah Islamiyah

li Al-Istisyraq, orientalisme adalah studi-studi akademis

yang dilakukan oleh orang-orang Barat yang kafir –khususnya

Ahli Kitab- terhadap Islam dan kaum muslimin, dari berbagai

aspeknya.

f. Menurut Dr. Muthabaqani, orientalisme adalah segala sesuatu

yang bersumber dari orang-orang Barat, yaitu dari orang-

orang Eropa dan Amerika, berupa studi-studi akademis yang

membahas masalah-masalah Islam dan kaum muslimin, di bidang

aqidah, syariah, social, politik, pemikiran, dan seni.2

Secara umum bisa didefinisikan bahwa orientalis adalah

“sekelompok orang atau golongan yang berasal dari skepti-negara

dan ras yang berbeda-beda, yang menkonsentrasikan diri dalam

berbagai kajian ketimuran, khususnya dalam hal keilmuan,

peradaban, dan agama, khususnya Negara Arab, Cina, Persia, dan

India.” Dalam perkembangan selanjutnya, kata ini identik

2Zeid B Smeer, Ulumul Hadits, (Malang:UIN Press 2008) H 155-156

4 | P a g e

Page 5: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

ditujukan kepada orang-orang Kristen yang sangat berkeinginan

untuk melakukan studi terhadap Islam dan bahasa Arab.3

2.2 Sejarah dan Perkembangan Orientalis

Tidak diketahui secara pasti, siapa orang Barat pertama yang

mempelajari orientalisme dan kapan waktunya. Satu hal yang bisa

dipastikan, bahwa sebagian pendeta Barat mengunjungi Andalusia

bermaksud mempelajari Islam, menerjemahkan al-Qur’an, dan buku-

buku berbahasa Arab kedalam bahasa mereka serta berguru kepada

ulama-ulama Islam berbagai disiplin ilmu khususnya filsafat,

kedokteran, dan metafisika. Para pendeta yang datang ke

Andalusia, diantaranya adalah:

a. Gebbert, seorang pendeta Perancis yang terpilih sebagai

pemimpin gereja Roma tahun 999 M selepas belajar di berbagai

perguruan di Andalusia dan kembali ke negaranya.

b. Pendeta Petrus (1092-1156)

c. Pendeta Gerrardi Krimon (1114-1187)

Sekembalinya para pendeta tersebut ke negaranya masing-

masing, mereka menyebarkan kebudayaan Arab dan buku-buku karangan

ulama-ulama terkenal Islam. Kemudian mereka mendirikan sekolah-

sekolah yang khusus mengkaji Islam, semisal madrasah Islam

Badawiy dan sekolah-sekolah islam lainnya yang mempelajari karya-

karya ulama Islam yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin.

Tidak ketinggalan mereka mendirikan universitas di Barat dan

3 Hasan rauf, Orientalisme dan misionarisme, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2007) H 3-4

5 | P a g e

Page 6: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

menjadikan buku-buku karangan ulama Islam sebagai rujukan utama

dan sumber yang asli kurang lebih selama 6 abad. Hasilnya, sejak

saat itu orang-orang yang concern mempelajari Islam dan bahas Arab

begitu banyak dan tidak terputus hingga al-Qur’an dan sebagian

buku-buku baik itu ilmu umum maupun ilmu agama diterjemahkan ke

dalam bahasa mereka sendiri.

Menjelang abad ke 18 yaitu abad dimana orang-orang Barat

menguasai dunia Islam dan menguasai kerajaan-kerajaannya para

pemikir Barat mulai menyebarkan paham orientalisme melalui

jurnal-jurnal yang diterbitkan di seluruh penjuru Negara dan

kerajaan Barat. Mereka mengubah makhthuthath (kepticis)

bertanggung jawab atau bahkan mencurinya dari perpustakaan-

perpustakaan umum dan memindahkannya ke perpustakaan di Negara

mereka. Jika dihitung, kepticis-literatur arab yang langka yang

pindah ke perpustakaan Eropa sampai awal abad 19 jumlahnya telah

mencapai 250.000 jilid dan terus menerus bertambah jumlahnya

hingga saat ini.

Pada tahun 1873 digelar muktamar orientalis pertama di

Paris. Muktamar serupa terus diselenggarakan sebagai wadah

pertemuan para orientalis dan wadah pengkajian isu-isu terhangat

dunia Timur baik dari sisi perkembangan keagamaan maupun

peradaban dunia Timur. Dengan demikian, orientalisme merupakan

gerakan yang telah mengakar lama dan terus berkembang merongrong

dunia Islam hingga detik ini.

6 | P a g e

Page 7: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

Sebagian peneliti berpendapat, sulit menentukan kapan awal

munculnya orientalisme. Sebagian lain berpendapat, bahwa awal

munculnya orientalisme pada permulaan abad 11 Masehi. Sebagaimana

disebutkan diatas, untuk menemukan serta menentukan tahun awal

munculnya orientalisme ini adalah suatu hal yang sulit, walaupun

sebagian pakar peneliti berpendapat awal mula munculnya pada

permulaan abad sebelas Masehi.

Akan tetapi pendapat yang lebih kuat dan yang paling akurat

menurut Dr. Hasan Abdul Rauf dan Dr. Abdurrahman Ghirah,

orientalisme muncul di Andalusia (Spanyol) pada abad ke tujuh

Hijriah, ketika kaum salibis Spanyol menyerang kaum muslim. Kala

itu, Alfons, raja Konstatinopel, memerintahkan seseorang yang

bernama Michael Scott untuk melakukan penelitian terhadap

disiplin ilmu-ilmu yang ada pada kaum muslim Andalusia. Segera

Scott mengumpulkan beberapa orang pendeta yang direkrut dari

beberapa kampong dekat kota Thalitha guna memulai proyek

penerjamahan dari buku-buku berbahasa Arab ke dalam bahasa

Perancis. Setelah rampung, Scott menyerahkan salinan terjemahan

tersebut kepada raja Sicilia untuk kemudian sang raja

menghadiahkannya kepada Universitas Paris. Demikian juga

pemimpin keuskupan Thalitha, Raymond Laol, melakukan hal yang

sama, sangat bersemangat dalam proyek transliterasi karya-karya

ulam Islam Andalusia.

Seiring berjalannya waktu, orang-orang Eropa telah

mendapatkan kekayaan khazanah intelektual berupa buku-buku

7 | P a g e

Page 8: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

terjemahan dalam berbagai disiplin ilmu, baik ilmu tentang

ketuhanan, kedokteran, arsitektur, astronomi, dsb. Terlebih

setelah mereka mendapatkan hak paten, berkembang di Eropa

berbagai pencetakan untuk buku-buku Islam yang dijadikan

referensi pemelajaran di berbagai sekolah dan universitas di

Eropa.

Selain pendapat yang dikemukakan di atas, ada juga peneliti

yang mengatakan bahwa orientalisme muncul pada abad ketiga

belas, di sebagian Negara-negara Eropa. Akan tetapi hal itu

disinyalir hanya merupakan usaha individu saja yang memang telah

dimulai pada abad-abad sebelumnya.

Para sejarahwan kepti sepakat bahwa gerakan orientalisme

mulai menyebar di Eropa secara pasti pasca-fase yang disebut

fase rekonsilisi agama, hal ini dibenarkan berdasarkan

kesaksian-kesaksian sejarah di Belanda, Denmark dan lainnya.

Setelah berlalunya fase rekonsiliasi agama, orang-orang

Eropa yang beragama Protestan dan Katolik merasa perlu untuk

kembali menjelaskan buku-buku agama mereka sendiri. Mereka pun

melirik studi-studi arab dan Islam, dengan melakukan

penerjemahan dan mengambil manfaat dari buku karya-karya ulama

islam yang dipegang mereka, maka berkembang orientalisme dan

berperan dalam bidang ekonomi, politik, di samping tetap berada

dalam tujuan utamanya yaitu mempersiapkan para misionaris dalam

rangka melayani tujuan-tujuan mereka.

8 | P a g e

Page 9: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

Bisa disimpulkan, merupakan hal yang sulit untuk menetapkan

tahun awal munculnya orientalisme dan para pengusungnya. Namun

bisa dipastikan bahwa perhatian orang-orang Barat terhadap dunia

Timur dan peradaban Islam telah merupakan hal yang sangat

mengakar sejak dulu.

Oleh karena itu, tidak bisa dipungkiri bahwa faktor yang

menyebabkan munculnya gerakan orientalisme dikarenakan

pergulatan dua dunia yaitu antara Islam dan Nasrani di Andalusia

dan Sicilia. Di samping juga imbas perang Salib secara khusus

menjadi pemacu orang-orang Eropa melakukan pengkajian terhadap

dunia Islam. Dengan demikian bisa disimpulkan, sejarah

orientalisme pada fase pertama adalah sejarah tentang pergulatan

agama dan keptic antara dunia Barat yang diwakili Nasrani pada

abad pertengahan dengan dunia Timur yang diwakili Islam. Selain

itu, kuat dugaan bahwa penyebaran Islam secara pesat di Timur

dan di Barat juga menjadi salah satu penarik perhatian dunia

Barat terhadap agama Islam. Selain kegagalan pasukan Salib dalam

meruntuhkan Islam menjadi pendorong mereka concern terhadap

kebudayaan Islam. Jadi, pendapat yang paling kuat adalah

munculnya orientalisme ketika Islam menyebar dan berkembang di

Andalusia, mencapai masa kejayaan dan kegemilangan.

Pada permulaan abad 13 Hijriyah (akhir abad 18 Masehi),

para orientalis mengubah strategi mereka dengan menampilkan

wajah baru orientalisme, yang mereka sebut membebaskan

9 | P a g e

Page 10: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

orientalisme dari tujuan misionaris kepada arah penelitian

ilmiah saja.

Berkembanglah di berbagai kota di Eropa seperti London,

Paris, Leiden, dan St. Petersburg kuliah-kuliah yang mempelajari

bahas Timur seperti Arab, Persia, Turki, dan Urdu. Tujuan awal

mereka dari kuliah-kuliah ini tiada lain dalam rangka memperluas

kekuasaan kolonialisme dengan cara memperalat para ahli-ahli

dalam urusan tata Negara Islam.

Hasilnya, banyak pelajar Islam yang terkecoh, turut menimba

ilmu di sana, mengikuti kuliah-kuliah di Eropa, mendengarkan apa

yang para orientalis itu sampaikan di bangku kuliah, sehingga

pada akhirnya berubah pola kept generasi Islam di Eropa terhadap

Islam itu sendiri.

Kemudian para orientalis itu mampu mengembangkan strategi

dan wajah baru ke area dan lembaga-lembaga keilmuan, seperti

yang telah mereka lakukan di lembaga-lembaga bahasa di Mesir,

lembaga-lembaga ilmu di Damaskus dan lembaga-lembaga ilmu di

Bagdad.

Sampai sekarang telah berdiri yayasan-yayasan keagamaan,

politik dan ekonomi di Barat yang hidup atas sokongan bantuan

kerajaan dan para pemimpin masa lalu, berupa dana bantuan

terhadap kegiatan orientalisme, lahan-lahan garapan serta

beasiswa-beasiswa yang diberikan secara Cuma-Cuma kepada

mahasiswa yang mau terjun dan menggeluti bidang orientalisme

ini. Demi melakukan kegiatan orientalisme dan demi mewujudkan

10 | P a g e

Page 11: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

cita-citanya ini, mereka curahkan segalanya. Dan disesalkan

lagi, Negara-negara penjajah itu pun mendirikan yayasan di

Negara-negara Islam, walaupun hal tersebut sah-sah saja, akan

tetapi perlu diketahui, sesungguhnya tujuannya yang hakiki

adalah demi membantu usaha penjajahan dari para misionaris

Katolik dan Protestan.

Selain tujuan yang telah disebutkan itu, terdapat pula

tujuan-tujuan yang lainnya. Diantaranya adalah:

a. Tujuan Agama: Tujuan ini merupakan salah satu tujuan

terpenting orientalisme. Para pemuka Kristen melancarkan

orientalisme guna mendiskriditkan Islam (tasywih al-Islam)

agar orang-orang Kristen menjauhkan diri dari Islam (tanfir

an-nashara min al-islam).

b. Tujuan Ilmiah: Orang-orang Eropa yang mulai bangkit di

abad ke-16 membutuhkan banyak inspirasi untuk

kebangkitannya. Karena itulah, mereka mengkaji berbagai

penemuan ilmiah yang ditemukan kaum muslimin dalam

berbagai bidang pengetahuan.

c. Tujuan Ekonomi: Pada saat Eropa mengalami kebangkitan

ilmiah, pemikiran, dn keptic, mereka membutuhkan bahan-

bahan mentah bagi industrinya dan sekaligus membutuhkan

pasar-pasar baru untuk menjual produksinya yang

melimpah. Dari sinilah, negeri-negeri Islam seperti

negeri-negeri Arab, Afrika Utara, dan Asia, merupakan

sasaran empuk bagi mereka.

11 | P a g e

Page 12: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

d. Tujuan politik: Orientalisme tidak dapat secara polos

kita anggap terpisah dari imperialism Barat. Bahkan

keduanya saling menunjang satu sama lain. Orientalisme

adalah pelayan kepticism.

e. Tujuan Budaya: Penyebaran budaya Barat merupakan salah

satu tujuan utama orientalisme. Selain menyebarkan

budaya, para orientalis juga menyebarkan paham Barat,

seperti nasionalisme dan sekularisme di negeri-negeri

Islam.4

2.3 Definisi Hadits

Hadits secara etimologis adalah al-jadid dan al-akhbar (baru dan

berita).5 Menurut istilah syari’at, penggunaan istilah hadits

juga sangat beragam sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing.

Disebabkan adanya perbedaan dalam disiplin keilmuan, maka

muncullah berbagai definisi yang berbeda tentang hadits. Dengan

kata lain, munculnya perbedaan definisi tersebut terjadi karena

adanya perbedaan tinjauan dan objek kajian sesuai dengan latar

belakang keilmuan masing-masing.

Pertama, dari sudut pandang muhadditsun. Para ahli hadits

mensinonimkan makna hadits dengan sunnah, yaitu: segala riwayat

yang berasal dari Rasulullah baik berupa perkataan, perbuatan,

ketetapan (taqrir), sifat fisik dan tingkah laku beliau, baik

4Ibid, H 158-1605Ibid, H 2

12 | P a g e

Page 13: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

sebelum diangkat menjadi rasul (seperti tahannut beliau di gua

Hira’) maupun sesudahnya.6

Ahli hadits memandang Rasulullah sebagai manusia sempurna

(kepti kamil) atau pribadi pilihan Allah yang mana seluruh perilaku

dan perjalanan hidup beliau adalah patut untuk dijadikan teladan

utama. Rasulullah adalah uswah hasanah yang harus diteladani oleh

setiap umat Islam, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam surat

al-ahzab ayat 21. Karena itu, dalam kerangka menjadikan nabi

sebagai uswah hasanah ini, muhadditsun juga mengikutkan segala

perilaku Muhammad SAW, sejak sebelum beliau diangkat menjadi

Nabi/Rasul. Oleh karena itu, ulama hadits berusaha meliput

sebanyak mungkin riwayat yang berkenaan dengan Rasulullah, tidak

hanya yang berkenaan dengan aspek kept, namun juga menceritakan

keadaan beliau, sifat-sifat dan kebiasaan, bahkan hingga gambaran

dan performa fisik beliau sekalipun.

Selanjutnya, beranjak ke definisi dari sudut pandang

Ushuliyyun. Para ulama ahli ushul fiqh, juga mensinonimkan

pengertian hadits dan sunnah. Menurut mereka Al-sunnah adalah

segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW selain al-Qur’an,

berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapan (taqrir) beliau, yang

dapat dijadikan sebagai dalil kept syari’ah.7

Jika dalam pandangan muhadditsun Rasulullah adalah kepti

sentral, beda halnya dalam pandangan ulama ushul yang

berkonsentrasi pada dalil kept, mereka menempatkan Rasulullah6Umi sumbulan, Kajian kritis ilmu hadits, (Malang: UIN-Maliki Press 2010) H 67 Ibid, H 7

13 | P a g e

Page 14: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

sebagai musyarri’ (pembuat undang-undang). Oleh karena itu, istilah

sunnah dibatasi pengertiannya pada perkataan, perbuatan dan

ketetapan beliau sepanjang yang dapat dijadikan dalil syara’.

Meskipun demikian, dengan pembatasan ini para ulama’ ushul tidak

berarti menolak cakupan makna hadits atau sunnah yang

didefinisikan oleh kalangan muhadditsun.

Adapun Fuqaha’ mereka tidak memberikan definisi secara khusus

tentang pengertian hadits. Namun mereka memberikan definisi

sunnah, yang dipergunakan untuk menunjuk salah satu bentuk atau

sifat kept yang lima (al-ahkam al-khamsah). Para fuqaha’

mendefinisikan sunnah sebagai segala perbuatan yang ditetapkan

oleh Rasulullah, namun pelaksanaannya tidak sampai kepada tingkat

wajib.8

Dengan kata lain, para fuqaha’ mendefinisikan sunnah sebagai

segala sesuatu yang pelaksanaannya dapat ditinggalkan namun

dipandang lebih baik dan lebih utama untuk diamalkan. Adapun

ulama’ fiqih yang mengkaji masalah bentuk atau sifat kept

mengenai perbuatan perbuatan manusia, menggunakan istilah sunnah

untuk menyatakan salah satu dari sifat kept dari perbuatan

manusia tersebut. Sunnah adalah salah satu dari sifat kept yang

lain, yakni wajib, mubah, makruh, dan haram. Dalam artian

tersebut bisa disimpulkan bahwa terma sunnah, merupakan sebutan

dari salah satu kept yang lima (al-ahkam al-khomsah).

8 Ibid, H 8

14 | P a g e

Page 15: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

Dari berbagai definisi hadits dan sunnah, terutama

perspektif muhadditsun dan ushuliyyun, tidak seorang ulama-pun

yang mengajukan definisi hadits dan sunnah sebagai segala

perkataan, perkataan dan ketetapan nabi, tetapi selalu

mendefinisikan hadits sebagai segala perkataan, perbuatan dan

ketetapan yang disandarkan kepada nabi. Dalam konteks ini, para

ulama selalu memberikan kata “yang disandarkan” (ma udzifa/ma

usnida), “yang dinukil” (ma nuqila), “yang diriwayatkan” (ma

ruwiya), “yang bersumber” (ma sudira), dan sebagainya. Tentunya hal

ini berbeda dengan ketika mereka mendefinisikan al-Qur’an, yang

semuanya sepakat bahwa al-Qur’an adalah kalamullah, bukan kalam

yang disandarkan kepada Allah.

2.4 Asumsi Orientalis terhadap Hadits

Orientalisme bukanlah paham monolitik, karena itu ia tidak

bisa dijelaskan secara tunggal. Menurut Sahiron Syamsuddin,

secara umum kajian orientalisme terhadap islam khususnya hadits

dapat dipetakan menjadi tiga asumsi, yakni asumsi keptic, asumsi

non-skeptis dan asumsi middle ground berikut tokoh-tokoh pendukung

beserta teori-teori yang dibangunnya. Pemetaan ini berdasarkan

concern dan pendekatan para orientalis terhadap Islam. 9

1. Asumsi Skeptis

Asumsi Skeptis adalah asumsi/persepsi yang meragukan

otentisitas hadits Nabi. Di antara orientalis yang dapat

dikategorikan memiliki asumsi demikian terhadap hadits

9 Ibid, H 169

15 | P a g e

Page 16: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

adalah Ignaz Goldziher, Joseph Schacht, HA.Juynboll, Michael

Cook dan Eckatt Stetter. Berikut akan dipaparkan tiga

orientalis yang disebutkan di awal.

a. Ignaz Goldziher

Ignaz Goldziher adalahseorang orientalis kenamaan, yang

lahir di Hongaria tahun 1850. Orientalis yang merupakan

keturunan dari keluarga Yahudi ini belajar di Budapest,

Berlin dan Leipzig. Di samping itu, ia juga belajar Islam

ke timur tengah, yakni ke syiria dan belajar kepada

Syaikh Thahir al-Jazairi pada tahun 1873, Palestina dan

sempat ‘nyantri’ di Mesir untuk belajar ke sejumlah

syaikh di al-Azhar selama setahun (1873-1874).

Sepulangnya dari al-Azhar, ia diangkat sebagai guru besar

di universitas Budapest. Orientalis yang meninggal pada

tahun 1921 ini menulis banyak karya ilmiah yang

dipublikasikan dalam bahas Jerman, Inggris, Prancis dan

Arab. Di antara karya monumentalnya adalah

Muhammadanische Sudien, dapat disebut sebagai karya master

peace yang menjadi rujukan utama dalam penelitian hadits

barat.

Goldziher menganggap bahwa hadits Nabi bukanlah

representasi kelahiran Islam, tetapi merupakan refleksi

atas tendensi-tendensi masa awal perkembangan masyarakat.

Dengan kata lain, hadits adalah tradisi masyarakat Arab.

Dalam penilaian Goldziher hadits bukanlah sumber

terpercaya bagi masa awal-awal Islam, namun hanya menjadi

16 | P a g e

Page 17: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

sumber yang sangat bernilai bagi dogma, konflik dan

perhatian Muslim belakangan yang telah menyebarkan

hadits. Dasar dari anggapan tersebut adalah “bukti-bukti”

yang menunjukkan bahwa masyarakat Islam sebelum abad II

dan III H, adalah masyarakat yang belum memiliki

kemampuan yang cukup untuk memahami dogma-dogma

keagamaan, memelihara ritus keagamaan dan mengembangkan

doktrin yang kompleks. Kebudayaan islam pada waktu itu

pun masih bersifat secular. Dasar lain dari adanya

anggapan tersebut adalah kelangkaan peninggalan tertulis

yang secara nyata menunjukkan bahwa hadis dipelihara

dengan sadar secara tertulis “diturunkan” dari generasi

ke generasi, hingga sampai pada permulaan abad II

Hijriyah.10 Skeptisisme Goldziher ini kemudian diadopsi

oleh Leone Caetani dan Henri Lammens, dengan menyatakan

bahwa kepti semua riwayat tentang kehidupan Nabi adalah

meragukan (apocryphal). Pendapat ini kemudian diperkuat

sejumlah sarjana Barat lainnya yang juga menolak hadits

sebagai sumber otentik bagi rekonstruksi sejarah Nabi dan

sejarah perkembangan awal Islam abad pertama hijriah,

yakni John Wansbrough, Patricia Crone dan Michael Cook.

b. Joseph Schacht

Joseph Schacht adalah seorang orientalis yang lahir di

Ratibor, Silesia Jerman (kini menjadi wilayah Polandia)

pada tanggal 15 Maret 1902. Karirnya sebagai orientalis

10 Badri khaeruman, Otentisitas Hadis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2004), H 246-247

17 | P a g e

Page 18: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

diawali dengan belajar filologi klasik, semitik, teologi

dan bahasa-bahasa timur di universitas Berslaw dan

universitas Leipzig, hingga mencapai gelar doctor ketika

berumur 21 tahun dengan predikat summa cumlaude. Dia

adalah seorang ahli dan peneliti masalah ketimuran di

Departemen Penerangan Inggris, setelah menikahi gadis

Inggris pada tahun 1939. Karya-karyanya antara lain

adala: 1) The Origins of Muhammad Jurisprudence, an Introduction ti

Islamic Law; 2) Pre Islamic Background and Early Develompemnt of

Jurisprudence.

Kontribusi terpenting Schacht di bidang hokum Islam

adalah hadits dalam orientasi studinya terhadap hokum

Islam. Pemikiran Schacht tentang hadits adalah dalam

bingkai pemikirannya tentang pembentukan kept Islam.

Asumsi-asumsi Schacht tentang Hukum Islam adalah:

pertama, Hukum Islam bukanlah seperangkat norma yang

diwahyukan, melainkan sebagai fenomena historis yang

memiliki kaitan yang demikian erat dengan realitas

social; kedua, jika kept islam merupakan realitas

historis, maka sumbernya (baca: hadits) juga merupakan

akibat dari proses perkembangan historis. Oleh sebab itu,

ia berdiskusi panjang tentang perkembangan historis

istilah sunnah sebagai kebiasaan masyarakat sebagai

pembimbing moralitas yang telah digunakan sejak Arab pra

Islam yang diadopsi oleh Arab Islam; ketiga, adopsi

tradisi non-Islam semakin berkembang ketika territorial

18 | P a g e

Page 19: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

Islam mencapai wilayah diluar jazirah Arab, sejak era

khulafaur rasyidin dan era umayyah; keempat, pengangkatan

hakim-hakim era Umayyah ditengarai mendorong upaya

penyandaran keputusan berdasarkan landasan-landasan yang

lebih otoritatif, yakni sunnah dari Nabi; kelima,

Munculnya kelompok ahli hadits ternyata justru menjadi

justifikasi bagi berkembangnya aliran fiqih, yang

disandarkan kepada generasi masalalu. Dan dari sinilah

timbulnya teori “Projecting Back”. Teori ini mengandaikan

bahwa sanad yang pada mulanya lahir dalam pemakaian yang

sederhana, dikembangkan dan diproyeksikan ke belakang

sedemikian rupa sehingga terjadi pengadaan sanad pada

generasi yang lebih awal/tua, dengan tujuan agar berita

tertentu memiliki kekuatan yang lebih otoritatif. Dengan

demikian, hadits tidak turut (bersama al-Qur’an membentuk

hokum Islam), karena hadits tidak berasal dari Nabi

tetapi dibuat pada pertengahan abad ke-2 H.

c. G.H.A. Juynboll

Tokoh orientalis yang bernama lengkap Gautier H.A.

Juynboll ini lahir di Leiden, Belanda pada tahun 1935.

Kepakarannya dalam bidang sejarah perkembangan hadits,

dapat disejajarkan dengan James Robson, Fazlur Rahman, MM

Azami dn Michael Cook. Ia adalah seorang peneliti dan

daily visitor di perpustakaan Universitas Leiden untuk

meneliti hadits, serta pengajar di berbagai universitas

di Belanda. Teorinya yang terkenal adalah Common Link,

19 | P a g e

Page 20: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

yang sebenarnya merupakan pengembangan dan elaborasi dari

gagasan Joseph Schacht. Teori ini dibangun berdasarkan

beberapa asumsi: pertama, semakin banyak jalur

periwayatan yang bertemu, baik yang menuju kepadanya atau

yang meninggalkannya, maka semakin besar pula seorang

periwayat dan periwayatannya memiliki klaim kesejarahan;

kedua, periwyatan yang dianggap sebagai Common Link (CL)

bertanggung jawab atas jalur tunggal yang kembali kepada

otoritas tertua, sahabat atau nabi, berikut perkembangan

teks yang terjadi di dalamnya; ketiga, posisi CL adalah

sebagai originator (pencetus) atau fabricator (pemalsu) isnad

dan matan hadits yang kemudian disebarkan kepada sejumlah

muridnya. Adapun cara kerja dari teori Common Link ini

adalah:

1) Menentukan hadis yang diteliti

2) Menelusuri hadis dalam berbagai koleksi hadis

3) Menghimpun seluruh isnad hadis

4) Menyusun dan merekonstruksi seluruh jalur isnad

dalam satu bundle (Pohon sanad)

5) Mendeteksi Common Link, periwayatan yang dinilai

paling bertanggung jawab atas penyebaran hadis.

Berdasarkan teori yang dikembangkan itu pula, Juynboll

berkesimpulan bahwa hadis-hadis yang termuat di dalam

kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, belum tentu

hadis itu otentik dan memiliki klaim kesejahteraan yang

pasti. Bahkan dalam karyanya yang khusus membahas asal-

20 | P a g e

Page 21: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

usul dan perkembangan hadis, ia menyatakan bahwa tidak

ada satupun metode yang layak dipegang dan digunakan

untuk menentukan secara pasti apakah suatu hadis itu

otentik atau tidak.

2. Asumsi non-skeptis

Asumsi non-skeptis merupakan lawan dan kebalikan dari

asumsi keptic, yakni asumsi yang tidak meragukan otentisitas

hadis-hadis Nabi SAW. Di antara tokoh pendukung asumsi ini

adalah Nabia Abbot, seorang guru besar di Universitas

Chicago, USA. Abbot memiliki pandangan yang justru

bertentangan dengan para orientalis keptic di atas. Ia

memiliki suatu kesimpulan bahwa terdapat bukti-bukti konkrit

yang menunjukkan adanya pencatatan dan penulisan hadis sejak

kurun pertama hijriah, yakni sejak rasulullah SAW masih

hidup. Ia berpendapat bahwa sejak awal dalam Islam telah ada

tradisi tulis menulis selain al-Qur’an. Oleh karena itu,

adalah tidak benar pendapat yang menytakan bahwa hadis

adalah bentuk pemalsuan dalam Islam. Bahkan dalam

penelitiannya, Abbot mendapatkan kesimpulan bahwa banyak

data sejarah yang menghimpun informasi tentang karya-karya

generasi awal islam yang bersumber dari berbagai kitab,

meskipun informasi dimaksud belum tentu didukung adana

manuskrip. Dengan demikian, tradisi tulis-menulis, termasuk

di dalamnya penulisan hadis Nabi, merupakan penopang tradisi

lisan yang berkembang pada masyarakat Arab era itu.

3. Asumsi Middle Ground

21 | P a g e

Page 22: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

Asumsi Middle Ground merupakan asumsi yang menengahi dua

teori yang berlawanan tersebut (keptic dan non-skeptis).

Asumsi ini diwakili oleh Harald Motzki, seorang Profesor

Hadis di Universitas Nijmegen Belanda. Sebenarnya, disamping

Motzki juga ada orientalis yang mengoreksi pandangan para

orientalis sebelumnya yang dinilai terlalu tajam dank eras.

Di antaranya adalah John Burton, orientalis asal Inggris,

yang berpendapat bahwa menolak seluruh hadis dan

menganggapnya semuanya palsu adalah sikap yang keliru.

Namun, kritik dan revisi yang dinilai paling signifikan

terhadap teori yang dikemukakan para orientalis dimajukan

oleh Motzki ini. Ia mengkritik asumsi keptic Schchat dan

Junynboll dengan mengatakan bahwa otentisitas hadis terbukti

terjadi sejak abad ke-1 H. Bagi Motzki, al-Qur’an dan hadis

sudah dipelajari sejak abad kedua Hijriah, atau bahkan sejak

nabi Muhammad Saw masih hidup, dan para fuqaha Hijaz

terbukti telah menggunakan hadis-hadis sejak abad pertama

Hijriah. Berdasarkan hasil analisisnya atas isnad maupun

matan hadis yang terdapat dalam kitab Mushannaf karya ‘Abd

al-Razzaq al-Shan’ani (w.211 H/826 M), Motzki berkesimpulan

bahwa kecil sekali kemungkinan terjadinya keberagaman data

periwayatan itu merupakan hasil pemalsuan yang terencana.

Menurutnya, sanad dan matan hadis-hadis dalam kitab tersebut

layak dipercaya. Dengan demikian, Motzki sepakat dengan

Coulson, yang mengusulkan agar para orientalis membalik

tesis Schacht dari via negative menjadi via positive. Jika Schacht

22 | P a g e

Page 23: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

menyatakan bahwa semua hadis harus dianggap tidak otentik

hingga terbukti sebaliknya, maka harus dibalik menjadi:

“semua hadis harus dianggap otentik, kecuali jika terbukti

ketidak-otentikannya”.

Jika Schacht dan Juynboll menilai CL sebagai

pemalsu/pemula hadis, maka bagi Motzki CL adalah penghimpun

hadis yang sistematis pertama, yang merekam dan

meriwayatkannya ke dalam kelas-kelas murid regular, dan dari

kelas-kelas itulah sebuah system belajar yang terlembaga

berkembang. Ketika menjawab pertanyaan mengapa seorang CL

hanya mengutip satu jalur saja, ia menjelaskan beberapa hal:

pertama, mereka hanya meriwayatkan versi hadis yang

diterima; kedua, mereka menganggap versi yang diriwayatkan

tersebut sebagai jalur yang paling terpercaya; ketiga,

mungkin bahwa para CL menambah informan yang palin cocok

apabila mereka lupa informan yang sebenarnya. Oleh karena

itu, jalur tunggal (Single Strand) bagi Motzki adalah:

pertama, sebenarnya tidak mesti hanya ada satu jalur

periwayata; kedua, jalur tunggal berarti bahwa CL ketika

meriwayatkan hadis dari koleksinya hanya menyebutkan satu

jalur riwayat, yakni versi yang paling diketahui dan dinilai

paling otoritatif; ketiga, mungkin ada versi lain yang tidak

sempat terkumpul atau menghilang karena CL tidak sempat

menerima atau menyampaikannya, atau karena versi tersebut

tidak dikethui di masa / tempat CL.

23 | P a g e

Page 24: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

Teori Motzki diatas mendapatkan tanggapan dan respon

yang beragam, baik yang menolak maupun yang mendukung. Di

antara yang menolak tori Motzki adalah Irene Schneider. Ia

berpendapat bahwa Motzki gagal mengakui bahwa CL telah

meamsulkan hadis bersama satu / beberapa jalur riwayat. Bagi

Schneider, mustahil pesan nabi yang orisinil telah

diriwayatkan oleh CL sejak awal, karena praktik semaca, itu

tidak ditemukan pada masa awal-awal islam. Adapun di antara

tokoh yang mendukung teori Motzki adala Gregor Schoeler.

Schoeler memperkuat tesis Motzki tersebut, dengan mengatakan

bahwa CL tidak harus dipahami sebagai pemalsu hadis.

Contohnya adalah hadis tentang al-ifk, yang memiliki CL al-

Zuhri, ia membuktikan bahwa CL al-Zuhri (w.124) benar-benar

informan (guru) daru ‘Urwahibn al-Zubair (w.94) dan dia

tidak memalsukannya.

2.5 Bantahan Ulama’ Terhadap Asumsi Orientalis

1. Bantahan untuk Ignaz Goldziher

Beberapa pakar hadits seperti Prof. Dr. Musthofa as

Siba’iy, Prof. Dr. ‘Ajjaj al Khatib dan Prof. Dr. M.

Musthofa al Azhami menyanggah pendapat Ignaz Goldziher yang

menyatakan bahwa hadits belum merupakan dokumen sejarah

yang muncul pada awal pertumbuhan Islam. Menurut ketiga

ulama ini pendapat Goldziher lemah dari sisi metodologisnya

maupun kebenaran materi sejarahnya. Alasan mereka adalah

24 | P a g e

Page 25: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

karena ketidaktahuan mereka (kekurang percayaan) pada

bukti-bukti sejarah.

Orientalis lain seperti Nabia Abbot, justru mengajukan

bukti-bukti yang cukup valid tentang keberadaan pencatatan

hadits pada awal-awal periode Islam, dalam bukunya Studies

in Arabic Literary Papyri: Qur’anic Commentary and

Tradition (1957). Abbot menyimpulkan bahwa penulisan hadits

bisa direkonstruksikan dalam 4 fase: Pertama, masa nabi

hidup. Kedua, masa wafat nabi sampai masa Ummayah. Ketiga,

pada masa Ummayah dengan titik sentral bahasan pada peran

ibn Syihab al-Zuhri dan keempat adalah periode kodifikasi

hadits kedalam buku-buku fiqh.

Sisi metodologi yang dikritik Azami adalah bahwa

kesalahan orientalis yang tidak konsisten dalam

mendiskusikan perkembangan hadis Nabi yang berkaitan dengan

hukum, sebab bukunya memfokuskan diri pada masalah hukum,

mereka malah memasukkan hadis-hadis ritual. Sebagai contoh

dari 47 hadis yang diklaim berasal dari Nabi sebagiannya

tidak berasal dari Nabi, dan tidak juga berkaitan dengan

hukum hanya seperempat yang relevan dengan topik yang

didiskusikan.

Berkenaan dengan pernyataan ibn Syihab al-Zuhri, Azami

menyatakan bahwa tidak ada bukti-bukti historis yang

memperkuat teori Goldziher, bahkan justru sebaliknya.

Ternyata Goldziher merubah teks yang seharusnya berbunyi

al-hadis, akan tetapi ditulis dengan lafadz hadis saja.

25 | P a g e

Page 26: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

Demikian juga ternyata tesis Goldziher bahwa al-Zuhri

dipaksa khalifah abdul malik bin marwan (yang bermusuhan

dengan ibn Zubair) untuk membuat hadis, adalah palsu

belaka. Hal ini mengingat al-Zuhri semasa hidupnya tidak

pernah bertemu dengan Abdul Malik, kecuali sesudah 7 tahun

dari wafatanya ibn Zubair. Pada saat itu umur al Zuhri

sekitar 10-18 tahun sehingga tidak rasional pemuda seperti

itu memiliki reputasi dan otoritas yang kuat untuk

mempengaruhi masyarakat di sekitarnya. Bahkan as-Sibai

menantang abdul Qadir profesornya untuk membuktikan

kebenaran teks al Zuhri. Pada akhirnya terbukti bahwa Abdul

Qadir salah dan berpegang pada argumen-argumen yang tidak

ilmiah.

Argumen lain yang juga meruntuhkan teori Goldziher

adalah teks hadis iru sendiri. Sebagaimana termaktub dalam

kitab Shahih Bukhari, hadis tersebut tidak memberikan

isyarat apapun yang bisa menunjukkan bahwa ibadah haji

dapat dilakukan di al-Quds (yurussalem) yang ada hanya

isyarat pemberian keistimewaan kepada masjid al Aqsha, dan

hal ini wajar mengingat masjid itu pernah dijadikan qiblat

pertama bagi ummat islam. Sementara itu tawaran Goldziher

agar hadis tidak semata-mata didekati lewat perspektif

sanad akan tetapi juga lewat kritik matan, perlu dicermati.

Sebenarnya semenjak awal para shahabat dan generasi

sesudahnya sudah mempraktekkan metode kritik matan.

Penjelasan argumentative telah disajikan oleh Subkhi as

26 | P a g e

Page 27: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

Shalih bahwa ulama dalam mengkaji hadis juga bertumpu pada

matan.

2. Bantahan untuk Josep Schacht

Berikutnya adalah bantahan terhadap kritik Joseph

Schacht sebagaiman yang dia gagas dalam teori Projecting

Back-nya. Menurut Azami kekeliruan Scacht adalah bahwa dia

keliru ketika menjadikan kitab-kitab sirah Nabu dan kitab-

kitab fiqh sebagai dasar postulat atau asumsi penyusunan

teori itu. Kitab Muwattha’ Imam Malik dan al Syaibaniy

serta risalahnya Imam as Syafi’i tidak bisa dijadikan

sebagai alat analisis eksistensi atau embrio kelahiran

hadis Nabi. Sebab kitab-kitab tersebut memiliki

karakteristik yang berbeda-beda. Oleh karena itu untuk

meneliti hadis Nabi sebaiknya menggunakan dan berpedoman

pada kitab-kitab hadis.

Azami dalam rangka meruntuhkan teorinya Schacht telah

melakukan penelitian terhadap beberapa naskah hadits dengan

sanad abu hurairah, abu shalih, suhail, dan seterusnya,

yang ternyata dari hasil kajiannya sangat mustahil hadis

bisa dipalsukan begitu saja. Sementara teori Argumenta e

Silentionya Schacht dikritik oleh Ja’fr Ishaq Anshari dalm

buku beliau: The Authenticity of Tradition, A Critique of

Joseph Schacht’s Argument e Silention, begitu pula Azami

dalam sanggahannya terhadap The Origins of Muhammadan

Jurisprudence karya Schacht, Keduanya berkesimpulan bahwa

Schacht melakukan kontradiksi dalam berargumen, sebab dalam

27 | P a g e

Page 28: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

bukunya Schacht mengecualikan teorinya itu terhadap

referensi yang berasal dari dua generasi di belakang

syafi’i, kenyataanya Schacht justru menggunakan Muwatha’nya

Imam Malik dan Syaibaniy sebagai data-datanya yang itu

adalah referensi yang valid menurutnya. Muwatha’ adalah

suatu karya yang justru oleh Ignaz Goldziher sendiri

dikritik sebagai bukan kitab hadis dengan alasan 1) belum

mencakup seluruh hadis yang ada 2) lebih menekankan pada

aspek hukum, kurang fokus pada penyelidikan penghimpunan

hadis 3) campuran qaul Nabi, Shahabat dan tabi’in.

Selain itu, temuan Anshari justru membuktikan

kebalikan dari teori Argumenta e Silentio. Setelah

melakukan verifikasi berdasarkan empak koleksi hadis: al-

Muwatha’ karya Imam Malik dan asy-Syaibani dan al-Atsar

karya abu Yusuf dan asy-Syatibi, ia menemukan bahwa

ternyata ada sejumlah hadis dalam koleksi-koleksi awal yang

tidak ditemukan dalam koleksi-koleksi hadis belakangan.

Misalnya, sejumlah hadis yang terdapat dalam al-Muwatha’

karya Imam Malik tidak ada dalam asy-Syaibani, meskipun al-

Muwatha’ karya asy-Syaibani adalah koleksi yang lebih muda.

Demikian juga sejumlah hadis yang terdapat di al-Atsar Abu

Yusuf tidak dijumpai dalam al-Atsar asy-Syatibi, walaupun

al-Atsar asy-Syatibi ini lebih muda daripada al-Atsar Abu

Yusuf. Temuan Anshari berdasarkan empat koleksi hadits ini

paling tidak mampu mengoreksi asumsi dasar teori Argumenta

e Silentio. Hal ini juga menyadarkan para pengkaji hadis

28 | P a g e

Page 29: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

untuk mempertimbangkan adanya faktor-faktor lain, selain

faktor ketiadaan, yang menyebabkan mengapa seorang ahli

hukum merasa cukup untuk menghimpun doktrin fiqih tertentu

tanpa mencantumkan hadis-hadis yang mendukungnya. Karena

tujuan para ahli hukum yang utama bukanlah untuk menghimpun

hadis, melainkan untuk menghimpun berbagai doktrin aliran

fiqih yang sudah disepakati dan diterima secara umum serta

diikuti oleh para pendahulu mereka. Oleh karena itu,

seringkali penyebutan sebuah hadis untuk mendukung berbagai

doktrin fiqih dipandang tidak begitu penting. Akibatnya,

mereka tidak selalu menyebutkan hadis-hadis yang relevan

dengan doktrin-doktrin hukum yang dihimpun meskipun dalam

faktanya hadis-hadis tersebut ada.

Disamping itu Azami membuktikan bahwa tidak adanya

sebuah hadis pada masa kemudian, padahal pada masa-masa

awal hadis itu dicacat oleh perawi, disebabkan pengarangnya

menghapus atau menasakh hadis tersebut, sehingga ia tidak

menulisnya dalam karya-karya terbaru. Ketidak konsistenan

Schacht terbukti ketika dia mengkritik hadis-hadis hukum

adalah palsu, ternyata ia mendasarkan teorinya itu pada

hadis-hadis ritual (ibadah) yang jika diteliti lebih dalam

lagi ternyata tidak bersambung ke Nabi. Kemudian untuk

membantah teori yang dikemukakan oleh para orientalis lain,

khususnya Schacht, yang meneliti dari aspek sejarah, maka

M.M. Azami membantah teori Schacht ini juga melalui

penelitian sejarah, khusunya sejarah hadis. Azami melakukan

29 | P a g e

Page 30: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

penelitian khusus tentang Hadis-Hadis Nabi yang terdapat

dalam naskah-naskah klasik. Di antaranya adalah naskah

milik Suhail bin Abi Shaleh (w.138 H). Abu Shaleh (ayah

Suhail) adalah murid Abu hurairah shahabat Nabi Saw. Naskah

Suhail ini berisi 49 Hadis. Sementara Azami meneliti perawi

Hadis itu sampai kepada generasi Suhail, yaitu jenjang

ketiga (al-thabaqah al-tsalitsah). Termasuk jumlah dan

domisili mereka. Azami membuktikan bahwa pada jenjang

ketiga, jumlah perowi berkisar 20 sampai 30 orang,

sementara domisili mereka terpencar-pencar dan berjauhan,

antara India sampai Maroko, antara Turki sampai Yaman.

Sementara teks hadis yang mereka riwyatkan redaksinya sama.

Dengan demikian apa yang dikembangkan oleh Schacht dengan

teorinya Projecting Back, yang mengemukakan bahwa sanad

Hadis itu baru terbentuk belakangan dan merupakan

pelegitimasian pendapat para qadhi dalam menetapkan suatu

huku, adalah masih dipertanyakan keabsahannya, hal ini

dibantah oleh Azami dengan penelitiannya bahwa sanad Hadis

itu memang muttashil sampai kepada rasulullah Saw melalui

jalur-jalur yang telah disebutkan di atas. Dan membuktikan

juga bahwa Hadis-hadis yang berkembang sekarang bukanlah

buatan para generasi terdahulu, tetapi merupakan perbuatan

atau ucapan yang datang dari Rasul Saw sebagai seorang Nabi

dan panutan umat Islam.

3. Bantahan untuk Jyunboll

30 | P a g e

Page 31: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

Tokoh ketiga yang tak luput dari perbincangan para

sarjana muslim adalah Jyunboll dengan teori Common link-

nya. Diantaranya yang menanggapinya adalah Azami, baginya

teori Common link bukanlah hanya patut dipertanyakan namun

ia pula meragukan validitas teori tersebut. Azami cenderung

menyimpulkan bahwa metode Common link dan semua metode yang

dihasilkan tidak relevan. Bagi Azami, teori Common link

banyak yang perlu dipertanyakan. Sebagai contoh misalnya,

jika memang ditemukan seorang periwayat seperti al-Zuhri,

yang menjadi periwayat satu-satunya yang meriwayatkan hadis

pada muridnya, tetapi telah diakui ke-tsiqah-an dirinya

oleh para kritikus hadis, maka tidak ada alasan untuk

menuduhnya sebagai seorang yang memalsukan hadis. Para ahli

hadis sendiri telah menyadari adanya periwayatn hadis

secara infirad (menyendiri) dan implikasinya. Akan tetapi,

itu semua bergantung pada kualitas para periwayat hadis

pada isnad-nya.

Pada tempat lain, Azami menunjukkan bahwa jika

seseorang tidak melihat secara keseluruhan jalur isnad,

maka ia akan salah dalam mengidentifikasi seorang periwayat

sebagai common link. Hal ini tentunya agar penemuan akan

sanad hadis itu tidak parsial. Sebab, bisa jadi yang

dianggap oleh peneliti hadis sebagai common link sebenarnya

hanya seeming atau artificial common link. Ini disebabkan

31 | P a g e

Page 32: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

karena jalur yang dihimpun hanya sebagian saja sehingga

tidak bisa menggambarkan jalur isnad secara lebih akurat.11

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kata orientalis diartikan dengan berbagai macam

definisi, namun dari situ kita bisa menyimpulkan bahwa

orientalis adalah dunia ketimuran yang dijadikan objek

oleh para ilmuwan atau peneliti. Salah satu bidang yang

dikaji para orientalis adalah Hadits. Mereka merasa

sangat perlu untuk mengkaji dan menelitinya, karena itu

salah satu bagian penting yang ada di dunia Timur. Adapun

arti dari hadits adalah segala riwayat yang berasal dari

Rasulullah baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan

(taqrir), sifat fisik dan tingkah laku beliau, baik sebelum

diangkat menjadi rasul (seperti tahannut beliau di gua

Hira’) maupun sesudahnya.

Sikap dan asumsi orientalis terhadap hadits itu

bermacam-macam, yaitu: Skeptis, non-skeptis, dan middle

ground. Diantara orientalis skeptis adalah Ignaz

Goldziher, Joseph Schacht, dan Jyunboll. Mereka

mengutarakan teori yang berbeda-beda untuk melemahkan

hadis, namun teori-teori itu dibantah oleh para pakar

11 http://www.scribd.com/doc/51632844/Kritik-Orientalis-Terhadap-Hadits, aksespada 15-06-2014

32 | P a g e

Page 33: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

hadis, diantaranya: Prof. Dr. Musthofa as Siba’iy, Prof.

Dr. ‘Ajjaj al Khatib dan Prof. Dr. M. Musthofa al Azhami.

3.2 Saran

Demikian makalah yang kami buat, kami menyadari

pasti masih banyak kekurangan dalam makalah ini, karena

itu kami sangat mengharap masukan dan kritikan dari para

pembaca.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kami

khususnya, dan bagi para pembaca umumunya. Dan mudah-

mudahan makalah ini bisa menjadi salah satu inspirasi

bagi para pembaca dalam mengkaji ilmu hadis terutama yang

berhubungan dengan orientalis, dan juga sebagai motivasi

untuk membuat makalah yang lebih baik.

Daftar Pustaka

Khaeruman, Badri. (2004). Otentisitas Hadis. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Rauf, Hasan. (2007). Orientalisme dan misionarisme. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Smeer, Zaid B. (2008). Ulumul Hadits. Malang: UIN Press.

Sou’yb, Joesoef. (1995). Orientalisme dan islam. Jakarta: PT Bulan

Bintang.

33 | P a g e

Page 34: Makalah Hadits (Orientalis dan Hadis Nabi) Oleh: Faiqotul Maziyah

Sumbulan, Umi. (2010). Kajian kritis ilmu hadits. Malang:

UIN-Maliki Press.

http://www.scribd.com/doc/51632844/Kritik-Orientalis-

Terhadap-Hadits, akses pada 15-06-2014

34 | P a g e