1. PENDAHULUAN 1.1.Deskripsi Singkat Mata pelajaran ini membahas dan mengurai pelaksanaan anggaran yang merupakan salah satu tahap dari siklus anggaran, yaitu setelah tahap penyusunan dan penetapan anggaran sampai dengan tahap pertanggungjawaban anggaran. Kegiatan pelaksanaan anggaran yang berjaitan dengan kegiatan pengelolaan keuangan negara yang dilakukan oleh para pejabat instansi kementrian Negara/lembaga selaku pengguna anggaran/kuasa anggaran maupun di intansi kementrian keuangan selaku bendahara umum negara/kuasa bendahara umum Negara, menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 1.2.Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti mata pelajaran ini diharapkan peserta Diklat akan mampu dan atau dapat memahami implementasi ketentuan-ketentuan di bidang keuangan Negara yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran yang menjadi sebagian tugas pokok unit organisasi kementrian Negara/lembaga berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 1.3.Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mempelajari modul ini, peserta diklat diharapkan akan dapat : a. Menjelaskan pengertian pelaksanaan anggaran, ruang lingkup, dasar hukum dan tahapan pelaksanaan anggaran sebagai bagian dari Siklus APBN; 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1. PENDAHULUAN
1.1. Deskripsi Singkat
Mata pelajaran ini membahas dan mengurai pelaksanaan anggaran yang
merupakan salah satu tahap dari siklus anggaran, yaitu setelah tahap penyusunan
dan penetapan anggaran sampai dengan tahap pertanggungjawaban anggaran.
Kegiatan pelaksanaan anggaran yang berjaitan dengan kegiatan pengelolaan
keuangan negara yang dilakukan oleh para pejabat instansi kementrian
Negara/lembaga selaku pengguna anggaran/kuasa anggaran maupun di intansi
kementrian keuangan selaku bendahara umum negara/kuasa bendahara umum
Negara, menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
1.2. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti mata pelajaran ini diharapkan peserta Diklat akan mampu dan
atau dapat memahami implementasi ketentuan-ketentuan di bidang keuangan
Negara yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran yang menjadi sebagian
tugas pokok unit organisasi kementrian Negara/lembaga berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
1.3. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mempelajari modul ini, peserta diklat diharapkan akan dapat :
a. Menjelaskan pengertian pelaksanaan anggaran, ruang lingkup, dasar hukum
dan tahapan pelaksanaan anggaran sebagai bagian dari Siklus APBN;
b. Menjelaskan struktur dan format APBN, klasifikasi dalam penganggaran
terpadu;
c. Menjelaskan daftar isian pelaksanaan anggaran dan pengelompokkan jenis-
jenis belanja;
d. Menjelaskan pelaksanaan anggaran yang berkaitan dengan pelaksanaan
anggaran pendapatan;
e. Menjelaskan pelaksanaan anggaran yang berkaitan dengan pelaksanaan
belanja Negara, meliputi ketentuan-ketentuan belanja negara, syarat
administrasi, prosedur pencairan dana APBN dan prosedur pencairan dana
PHLN
1
1.4. Petunjuk Cara Belajar
Agar peserta diklat dapat mengikuti dan memahami mata pelajaran ini dengan baik
serta dapat mencapai hasil belajar yang maksimal, perlu diperhatikan petunjuk-
petunjuk di bawah ini :
1. Pelajari peraturan prundang-undangan yang berlaku sebagai acuan
pelaksanaan anggaran;
2. Pelajari rangkuman dan selesaikan latihan-latihan yang ada pada pokok
bahasan dari modul ini;
3. Diskusikan dan bahas dalam kelompok-kelompok belajar bersama-sama untuk
memperoleh pemahaman terhadap makna substansi yang tersirat dari
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran
atau pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara. Pelajari dan
pahami hubungan antara peraturan yang bersifat umum dengan peraturan
yang bersifat pelaksanaan atau petunjuk teknis.
2
2. KEGIATAN BELAJAR (KB) 1 : PELAKSANAAN ANGGARAN
2.1. Gambaran Umum Pelaksanaan APBN
Pelaksanaan anggaran merupakan bagian dari Siklus anggaran yang terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban. Siklus anggaran
dimulai dari tahap penyusunan dan penetapan APBN. Pemerintah pusat menyampaikan
pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya
(misal tahun anggaran 2008) kepada DPR selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei
tahun berjalan (misal tahun 2007). Kemudian pemerintah pusat dan DPR membahas
kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh
pemerintah pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggran
berikutnya.
Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal,
pemerintah pusat bersama DPR membahas kebijaksanaan umum dan prioritas
anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam
penyusunan usulan anggaran.
Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/pimpinan lembaga selaku
pengguna anggaran/pengguna barang menyusun rencana kerja dan anggaran
Kemeterian Negara/Lembaga (RKA-KL) tahun berikutnya. RKA-KL disusun berdasarkan
prestasi kerja yang akan dicapai, disertai dengan perkiraan belanja untuk tahun
berikutnya setelah tahun anggaran yang sedang disusun. RKA-KL tersebut disampaikan
kepada DPR untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN. Hasil
pembahasan RKA-KL disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan
penyusunan rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.
Pemerintah pusat mengajukan rancangan undang-undang tentang APBN,
disertai dengan nota keuangan dan dokumen–dokumen pendukungnya kepada DPR
pada Bulan Agustus tahun sebelumnya. Pembahasan rancangan undang-undang
tentang APBN dilakukan sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan
kedudukan DPR. Dalam Pembahasan ini DPR dapat mengajukan usul yang
mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam rancangan
undang-undang tentang APBN.
Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai rancangan undang-undang tentang
APBN dilakukan selambat-lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran yang
3
bersangkutan dilaksanakan. APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit
organisasi, fungsi, sub fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Apabila DPR tidak
menyetujui rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan pemerintah
pusat,maka pemerintah pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar
angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, rincian pelaksanaannya
dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden tentang rincian APBN. Kemudian
Menteri Keuangan memberitahukan kepada menteri/pimpinan lembaga agar
menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran untuk masing-masing kementerian
negara/lembaga. Menteri/pimpinan lembaga menyusun dokumen pelaksanaan
anggaran untuk kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, berdasarkan alokasi
anggaran yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden tentang rincian APBN.
Dalam dokumen pelaksanaan anggaran diuraikan sasaran yang hendak dicapai,
fungsi, program, dan rincian kegiatan anggaran yang disediakan untuk mencapai
sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap satuan kerja, serta pendapatan
yang diperkirakan.Pada Dokumen pelaksanaan anggaran juga dilampirkan rencana
kerja dan anggaran badan layanan umum dalam lingkungan kementerian
negara/lembaga.
Terhadap dokumen anggaran yang telah disahkan oleh Menteri Keuangan
disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga, BPK, Gubernur, Direktur Jenderal
Anggaran, Direktur Jenderal Perbendaharaan, Kepala Kantor Wilayah Ditjen
Perbendaharaan terkait, Kuasa Bendahara Umum Negara (KPPN) terkait, dan Kuasa
Pengguna Anggaran.
Pengajukan dana dengan menerbitkan surat perintah membayar oleh masing-
masing penanggungjawab kegiatan kepada Bendahara Umum Negara atau Kuasa
Bendahara Umum Negara, yang kemudian melaksanakan fungsi pembebanan kepada
masing-masing bagian anggaran serta fungsi pembayaran kepada yang berhak melalui
jalur penyaluran dana yang ditetapkan dengan mekanisme giralisasi.
Dokumen-dokumen penting dalam pelaksanaan APBN adalah Surat Keputusan
Otorisasi/Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, Surat Permintaan Pembayaran, Surat
Perintah Membayar, dan Surat Perintah Pencairan Dana.
Dalam Pelaksanaan APBN tahun anggaran berjalan, pemerintah pusat
menyusun laporan realisasi semester pertama APBN dan prognosis untuk enam bulan
berikutnya, kemudian disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya pada akhir Juli
4
tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPR dan
Pemerintah pusat. Mengenai penyesuaian APBN dengan perkembangan dan atau
perubahan keadaan dibahas bersama DPR dengan pemerintah pusat dalam rangka
penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang besangkutan,
apablia terjadi :
a. Perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan
dalam APBN;
b. Perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
c. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit
organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;
d. Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus
digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.
Berdasarkan perubahan-perubahan tersebut, pemerintah pusat mengajukan
rancangan undang-undang tentang perubahan APBN tahun anggaran yang
bersangkutan, untuk mendapatkan persetujuan DPR sebelum tahun anggaran yang
bersangkutan berakhir. Demikian juga, dalam keadaan darurat pemerintah pusat dapat
melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan
dalam rancangan perubahan APBN dan atau disampaikan dalam laporan realisasi
anggaran.
Tahap pengawasan pelaksanaan APBN ini memang tidak diungkap secara nyata
dalam UU 17/2003, namun dalam Keputusan Presiden nomor 42/2002 jo Keppres
72/2004 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN terdapat di Bab IX yang mengatur
pengawasan pelaksanaan APBN. Pada tahap ini pengawasan terhadap pelaksanaan
APBN dilakukan oleh atasan kepala kantor/satuan kerja kementerian negara/lembaga
menyelenggarakan pengawasan terhadap pelaksanaan APBN yang dilakukan kepala
kantor/satuan kerja dalam lingkungannya. Atasan langsung bendahara melakukan
pemeriksaaan kas bendahara sekurang-kurangnya tiga bulan sekali.
Inspektur Jenderal departemen/pimpinan unit pengawasan pada lembaga
melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBN yang dilakukan kantor/satuan kerja
dalam lingkungan departemen/lembaga bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku.
Mengenai hasil pemeriksaan Inspektur Jenderal departemen/pimpinan unit
pengawasan pada lembaga tersebut disampaikan kepada menteri/pimpinan lembaga
yang bersangkutan. Inspektur Jenderal departemen/pimpinan unit pengawasan
lembaga wajib menindaklanjuti pengaduan masyarakat mengenai pelaksanaan APBN.
5
Selain pengawasan yang dilakukan oleh pihak eksekutif, terdapat pula
pengawasan yang dilakukan oleh DPR atau legislatif baik secara langsung mupun tidak
langsung. Pengawasan secara langsung dilakukan melalui mekanisme monitoring
berupa penyampaian laporan semester I kepada DPR selambat-lambatnya satu bulan
setelah berakhirnya semester I tahun anggaran yang bersangkutan atau sekitar Bulan
Juli. Laporan tersebut harus pula mencantumkan prognosa untuk semester kedua
dengan maksud agar DPR dapat mengantisipasi kemungkinan ada tidaknya APBN
perubahan untuk tahun anggaran bersangkutan. Laporan semester I dan prognosa
semester II tersebut dibahas dalam rapat kerja antara panitia anggaran dan Menteri
Keuangan sebagai wakil pemerintah. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui
penyampaian hasil pemeriksaan BPK atas pelaksanaan APBN kepada DPR.
Pemeriksaan yanag dilakukan BPK menyangkut tanggung jawab pemerintah dalam
melaksanakan APBN.
Pada tahap pertanggungjawaban, Menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna
anggaran/pengguna barang menyusun pertanggungjawaban pelaksanaan APBN di
lingkungan kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, berupa laporan keuangan
yang meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, dan catatan atas leporan keuangan
yang dilampiri laporan keuangan badan layanan umum pada kementerian
negara/lembaga masing-masing.
Laporan keuangan kementerian negara/lembaga oleh menteri/pimpinan lembaga
disampaikan kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya dua bulan setelah tahun
anggaran berakhir. Kemudian Menteri Keuangan menyusun rekapitulasi laporan
keuangan seluruh instansi kementerian negara. Selain itu, Menteri Keuangan selaku
bendahara umum negara menyusun laporan arus kas, dan Menteri Keuangan sebagai
wakil pemerintah pusat dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan menyusun
ikhtisar laporan keuangan perusahaan negara.
Semua laporan keuangan tersebut disusun oleh Menteri Keuangan selaku
pengelola fiskal sebagai wujud laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan
kepada Presiden dalam memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Presiden
menyampaikan laporan keuangan pemerintah pusat kepada BPK paling lambat tiga
bulan setelah tahun anggaran berakhir. Audit atas laporan keuangan pemerintah harus
diselesaikan selambat-lambatnya dua bulan setelah laporan keuangan tersebut diterima
oleh BPK dari pemerintah.
6
Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggung-
jawaban pelaksanaan APBN kepad DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa
oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya enam bulan setelah tahun
anggaran berakhir. Laporan Keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan
Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang
dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya. Mengenai
bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN disusun dan disajikan
sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.
2.2. Landasan Hukum Pelaksanaan Anggaran
Dengan berlakunya ketentuan peraturan Undang-Undang di bidang keuangan
negara, yaitu Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan, Undang-
Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab
Keuangan Negara, maka pengelolaan keuangan di Indonesia mengacu pada ketiga
undang-undang tersebut di atas.
Selanjutnya dalam pelaksanaannya diikuti dengan berbagai peraturan, baik
berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan/Keputusan Menteri Keuangan maupun
Peraturan/Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan, yang antara lain terdiri dari :
(1) Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 2004 tentang
Rencana Kerja Pemerintah.
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2004 tentang
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2005 tentang
Badan Layanan Umum.
(4) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintah.
(5) Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tentang
Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 tahun 2004.
(6) Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2004.
7
(7) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005
tentang Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan APBN.
(8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.06/2005
tentang Bagan Perkiraan Standar.
(9) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.05/2007
tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan
Pelaksanaan DIPA Tahun 2008.
(10) Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-
66/PB/2005 Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran atas Beban APBN.
Hal yang sangat mendasar dalam pelaksanaan anggaran dengan
diberlakukannya Undang-Undang Bidang Keuangan Negara di atas adalah adanya
pemisahan kewenangan administratif (ordonatur) yang berada pada Menteri/pimpinan
lembaga dan kewenangan perbendaharaa (comptable) yang berada pada Menteri
Keuangan.
Kewenangan administratif meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan
lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara,
melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian
negara/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut, serta memerintahkan
pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan
anggaran.
Di lain pihak, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN) dan
pejabat lainnya yang ditunjuk sebagai BUN bukanlah sekedar kasir yang hanya
berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai
kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri Keuangan selaku BUN
adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus sebagai
kasir, pengawas keuangan dan manajer keuangan. Fungsi pengawasan disini terbatas
pada aspek rechmategheid dan wetmatigheid dan hanya dilakukan pada saat terjadinya
penerimaaan dan pengeluaran, sehingga berbeda dengan fungsi pre-audit yang
dilakukan oleh kementerian teknis atau post-audit yang dilakukan oleh aparat
pengawasan fungsional.
Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang keuangan pada
hakikatnya adalah Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia,
sementara setiap menteri/pimpinan lembaga pada hakikatnya adalah Chief Operasional
8
Officer untuk suatu bidang tertentu pemerintahan. Sesuai dengan prinsip tersebut
Kementerian Keuangan berwenang dan bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan
kewajiban negara secara nasional, sementara kementerian negara/lembaga berwenang
dan bertanggungjawab atas penyelenggaraan pemerintah sesuai dengan bidang tugas
dan fungsi masing-masing. Konsekuensi pembagian tugas antara Menteri Keuangan
dan para menteri lainnya tercermin dalam pelaksanaan anggaran tersebut di atas.
Kemudian pembagian kewenangan antara menteri/pimpinan lembaga dinyatakan
dalam pasal 4 Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang
kementerian/lembaga yang dipimpinnya berwenang :
(1) menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
(2) menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran/Pengguna Barang;
(3) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pemungutan penerimaan negara;
(4) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pengelolaan utang dan piutang;
(5) melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja;
(6) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian
dan perintah pembayaran;
(7) menggunakan barang milik negara;
(8) menetapkan pejabat yang bertugas melakukan
pengelolaan barang milik negara;
(9) mengawasi pelaksanaan anggaran;
(10) dan menyusun dan menyampaikan laporan keuangan.
Sedangkan sesuai pasal 7 Undang-Undang No. 1 tahun 2004, Menteri
Keuangan selaku BUN berwenang :
(1) menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan
anggaran negara;
(2) mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
(3) melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran;
(4) menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas
negara;
9
(5) menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya
dalam rangka pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara;
(6) mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam
pelaksanaan anggaran negara;
(7) menyimpan uang negara;
(8) menempatkan uang negara dan
mengelola/menatausahakan investasi;
(9) melakukan pembayaran berdasarkan permintaaan Pejabat
Pengguna Anggaran atas beban rekening kas umum negara;
(10) melakukan pinjaman dan memberikan jaminan atas nama
pemerintah;
(11) memberikan pinjaman atas nama pemerintah;
(12) melakukan pengelolaan utang dan piutang negara;
(13) mengajukan rancangan peraturan pemerintah tentang
standar akuntansi pemerintah;
(14) melakukan penagihan piutang negara;
(15) menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan
negara;
(16) menyajikan informasi keuangan negara;
(17) menetapkan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta
penghapusan barang milik negara;
(18) menentukan nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah
dalam rangka pembayaran pajak;
(19) menunjuk pejabat Kuasa Bendahara Umum Negara.
10
2.3. Latihan 1
1. Sebutkan Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum
pelaksanaan anggaran atau APBN !
2. Uraiakan secara singkat proses pelaksanaan anggaran pada tahap
perencanaan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat !
3. Sebutkan wewenang Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang dan wewenang Menteri Keuangan selaku Bendara
Umum Negara !
4. Uraikan tahap pengawasan dan tahap pertanggungjawaban pada siklus
pelaksanaan anggaran !
5. Hal yang sangat mendasar dalam pelaksanaan anggaran dengan
diberlakukannya peraturan perundang-undangan di Bidang Keuangan Negara
adalah adanya pemisahan kewenangan administratif (ordonatur) dan kewenangan
perbendaharaa (comptable). Jelaskan apa yang dimaksud dengan kewenangan
administratif dan kewenangan perbendaharaa (comptable) !
2.4. Rangkuman
Mengingat begitu pentingnya APBN sebagai rencana kerja penyelenggara
negara, maka proses penyusunan dan penetapan APBN, Pelaskanaan APBN, dan
Pertanggungjawaban APBN setipa tahun anggaran melalui serangkaian tahapan
kegiatan yang saling berkaitan. Rangkaian tahapan kegiatan tersebut biasa disebut
11
siklus anggaran APBN, yang meliputi tahap penyusunan & penetapan APBN,
Pelaskanaan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN. APBN setiap tahun ditetapkan
dengan Undang-Undang dan disetujui oleh DPR.
Dengan berlakunya ketentuan peraturan Undang-Undang di bidang keuangan
negara, yaitu Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan, Undang-
Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab
Keuangan Negara, maka pengelolaan keuangan di Indonesia mengacu pada ketiga
undang-undang tersebut. Selanjutnya dalam pelaksanaannya diikuti dengan berbagai
peraturan, baik berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan/Keputusan Menteri Keuangan
maupun Peraturan/Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Hal yang sangat mendasar dalam pelaksanaan anggaran dengan
diberlakukannya Undang-Undang Bidang Keuangan Negara di atas adalah adanya
pemisahan kewenangan administratif (ordonatur) yang berada pada Menteri/pimpinan
lembaga dan kewenangan perbendaharaa (comptable) yang berada pada Menteri
Keuangan.
12
13
3. KEGIATAN BELAJAR (KB) 2 : DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN
3.1. Pengertian Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
Pada Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara di
pasal 4 ayat 2 huruf a disebutkan bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pengguna
anggaran/pengguna barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya berwenang
menyusun dokumen pelaksanaan anggaran. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan
anggaran atau APBN, maka Menteri/Pimpinan Lembaga bertanggung jawab atas
penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran Kementerian negara/lembaga yang
dipimpinnya. Kewenangan Menteri/Pimpinan Lembaga tersebut dilimpahkan kepada
kepala satuan kerja (satker) pusat/unit pelaksana teknis/satker khusus/satker non
vertikal tertentu/satker sementara.
Wujud dokumen pelaksanaan anggaran yang berlaku mulai tahun anggaran
2005 berupa daftar isian yang memuat uraian sasaran yang hendak dicapai, fungsi,
program dan rincian kegiatan, rencana penarikan dana tiap-tiap bulan dalam satu tahun
serta pendapatan yang diperkirakan oleh kementerian negara/lembaga, sehingga
dokumen pelaksanaan anggaran tersebut disebut daftar isian pelaksanaan anggaran
atau disingkat DIPA. DIPA tersebut disusun atas dasar peraturan presiden tentang
rincian APBN.
Konsep DIPA yang telah selesai disusun oleh Kuasa Pengguna Anggaran satker
disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk DIPA pusat dan kepada
Kepala Kanwil DJPB untuk DIPA daerah. Direktur Jenderal Perbendaharaan atas nama
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menelaah kesesuaian konsep
DIPA dengan rincian APBN yang ditetapkan dalam peraturan presiden dan kemudian
mengesahkan DIPA pusat. Sedangkan Kepala Kanwil DJPB atas nama Menteri
Keuangan selaku BUN menelaah kesesuaian konsep DIPA dengan rincian APBN yang
ditetapkan dalam Peraturan Presiden dan kemudian mengesahkan DIPA daerah.
Apabila dalam batas waktu yang ditentukan (akhir tahun anggaran) Kuasa
Pengguna Anggaran satker belum menyampaikan konsep DIPA, maka Direktur Jenderal
Perbendaharaan atau Kepala Kanwil DJPB tetap menerbitkan Surat Pengesahan DIPA
yang dilampiri konsep DIPA (sementara) yang dibuat oleh Direktur Jenderal
Perbendaharaan atau Kepala Kanwil DJPB berdasarkan surat rincian alokasi anggaran
(SRAA) dan rencana kerja anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) atau peraturan
presiden tentang rincian APBN. Dalam hal DIPA (sementara) ini dapat dipakai sebagai
14
dasar penerbitan surat perintah membayar dengan ketentuan bahwa dana yang dapat
dicairkan dibatasi untuk pembayaran gaji pegawai, pengeluaran keperluan sehari-hari
perkantoran, daya dan jasa, dan lauk pauk/bahan makanan. Sedangkan dana untuk
jenis pengeluaran lainnya harus diblokir.
Menurut lampiran II Peraturan Menteri Keuangan nomor 80/PMK.05/2007
tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan, Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan
Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2006, maupun dalam
Peraturan Menteri Keuangan nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran
dalam Pelaksanaan APBN dipasal 1 angka 1 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang
dibuat oleh Menteri/Pimpinan Lembaga serta disahkan oleh Direktur Jenderal
Perbendahaan atas nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dasar untuk
melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran negara dan pencairan dana atas
beban APBN serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah.
Dari Pengertian tersebut, dapatlah dikatakan bahwa dalam DIPA terdapat dua
dokumen yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, yaitu dokumen
pelaksanaan anggaran yang disusun kementerian negara/lembaga bersangkutan dan
dokumen surat pengesahan DIPA yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal
Perbendaharaan atau Kepala Kanwil DJPB atas nama menteri keuangan selaku
bendahara umum negara. Dengan demikian, suatu dokumen pelaksanaan anggaran
dapat disebut DIPA (lengkap), apabila terdiri dari :
(1) Surat pengesahan DIPA (SP DIPA), berisi informasi mengenai hal - hal yang
disahkan dari DIPA dan ditandatangani oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan
atau Kepala Kanwil DJPB atas nama Menteri Keuangan.
(2) DIPA halaman I (Umum), terdiri dari halaman IA dan halaman IB. Halaman IA
memuat informasi yang bersifat umum dari setiap satuan kerja. Halaman IB
memuat informasi umum tentang rincian fungsi, program dan sasarannya serta
indikator keluaran untuk masing-masing kegiatan.
(3) DIPA halaman II, berisi informasi setiap satuan kerja, uraian kegiatan / sub
kegiatan beserta volume keluaran yang hendak dicapai serta alokasi dana pada
masing-masing belanja yang dicerminkan dalam mata anggaran keluaran. Rincian
halaman II untuk masing-masing DIPA adalah sebagai berikut :
15
a. DIPA kementerian negara/lembaga, meliputi belanja pegawai, belanja barang,
belanja modal, belanja bantuan sosial dan belanja lain-lain.
b. DIPA perimbangan keuangan negara, meliputi belanja daerah dana alokasi
umum, belanja daerah dana alokasi khusus, belanja daerah dana bagi hasil,
belanja daerah dana penyesuaian, dan belanja daerah dana otonomi khusus.
c. DIPA pembayaran bunga utang dan hibah, meliputi belanja bunga utang dalam
negeri, belanja bunga utang luar negeri, Penerusan pinjaman dan belanja
hibah.
d. DIPA subsidi dan transfer berisi belanja subsidi.
e. DIPA pembiayaan, meliputi pembiayaan dalam negeri, pembiayaan luar negeri,
penerusan pinjaman dan penyertaan modal pemerintah.
(4) DIPA halaman III, berisi informasi tentang rencana penarikan dana dan
penerimaan negara bukan pajak yang menjadi tanggungjawab setiap satuan
kerja. Dalam hal pencantuman angka rencana penarikan pengeluaran pada
halaman III DIPA berdasarkan rencana kerja, satuan kerja perlu memperhatikan
hal - hal sebagai berikut :
a. Untuk belanja pegawai, rencana penarikan pengeluaran per bulan adalah
seperdua belas dari pagu gaji satu tahun;
b. Untuk belanja barang dan modal, agar memperhatikan kebutuhan berdasarkan
rencana penarikan/pembayaran dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang
meliputi rencana penarikan uang persediaan dan rencana penarikan langsung
untuk setiap bulan.
(5) DIPA halaman IV, berisi catatan-catatan yaitu hal-hal yang perlu menjadi perhatian
oleh pelaksana kegiatan.
3.2. Jenis-Jenis Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
Konsep DIPA disusun untuk masing-masing Satuan Kerja dan pada prinsipnya
satu DIPA untuk satu satker. Khusus untuk Departemen Agama, Kejaksaan Agung,
Departemen Hukum dan Hak Asasi manusia, Departemen Keuangan, Departemen
Pertanhanan dan Keamanan, Kepolisian Indonesia, Badan Pertanahan Nasional, dan
Badan Pusat Statistik, satu DIPA dapat meliputi beberapa satker pada masing-masing
provinsi/Kantor Wilayah.
16
Berdasarkan pembagian anggaran dalam APBN, jenis DIPA dapat
dikelompokkan atas DIPA Kemeterian Negara/Lembaga dan DIPA Pembiayaan dan
Perhitungan (DIPA APP).
a. DIPA Kementerian Negara/Lembaga
DIPA Satker Pusat/kantor Pusat adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan
anggaran dari Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, yang dikategorikan
menjadi :
1) DIPA Satker Pusat/Kantor Pusat
DIPA Satker Pusat/kantor Pusat adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan
anggaran kementerian negara/lembaga, yang pelaksanaannya dilakukan oleh
satuan kerja yang merupakan satuan kerja pusat atau satuan kerja Kantor Pusat
suatu kementrian negara/lembaga, termasuk di dalamnya untuk DIPA Badan
Layanan Umum (BLU), dan Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu (SNVT).
Satuan Kerja Pusat dapat terdiri dari satuan kerja–satuan kerja yang dibentuk
oleh kementerian nagara/ lembaga secara fungsional dan bukan merupakan
instansi vertikal . Sedangkan Satuan Kerja Kantor Pusat adalah satuan kerja
dalam lingkup Kantor Pusat suatu kementerian negara /lembaga. Konsep DIPA
Satker Pusat/kantor Pusat disusun dan ditetapkan oleh Satuan Kerja masing-
masing kementerian negara/lembaga.
2) DIPA Satker Vertikal/ Kantor Daerah
DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah adalah DIPA yang memuat rincian
penggunaan anggaran kementerian negara/lembaga, yang pelaksanaannya
dilakukan oleh Kantor/Instansi Vertikal Kementerian Negara/Lembaga di daerah.
Konsep DIPA Satker Vertikal/Kantor Daerah disusun dan ditetapkan oleh
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Vertikal yang
ditunjuk dan ditetapkan oleh Menteri/ Ketua Lembaga.
3) DIPA Dana Dekonsentrasi
DIPA Dana dekonsentrasi adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan
anggaran kementerian negara/lembaga dalam rangka pelaksanaan dana
dekonsentrasi, serta pelaksanaannya dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) Provinsi yang ditunjuk oleh Gubernur.
17
Konsep DIPA Dana Dekonsentrasi disusun dan ditetapkan oleh Kepala SKPD
yang ditunjuk oleh Gubernur berdasarkan pendelegasian wewenang dari
Menteri/Ketua Lembaga.
4) DIPA Tugas Pembantuan
DIPA Tugas Pembantuan adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan
anggaran kementerian negara/lembaga dalam rangka pelaksanaan Tugas
Pembantuan, serta pelaksanaannya dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) Provinsi/Kabupaten/Kota yang ditunjuk oleh Gubernur/
Bupati/Walikota.
Konsep DIPA Dana Dekonsentrasi disusun dan ditetapkan oleh Kepala Satker
Pusat yang ditunjuk oleh Menteri/Ketua Lembaga.
b. DIPA Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (DIPA APP)
DIPA APP adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran dari Bagian
Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (BAPP). BAPP merupakan Bagian
Anggaran yang dikelola oleh menteri Keuangan dan penggunaan anggaran tersebut
bersifat khusus serta tidak termasuk dalam anggaran kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah. Dalam Pelaksanaannya Menteri Keuangan
menunjuk Kuasa Pengguna Anggaran untuk menyusun dan menetapkan konsep
DIPA. BAPP meliputi :
1) Cicilan Bunga Utang (BA 061)
2) Subsidi dan Transfer (BA 062)
3) Belanja Lain-Lain (BA 069)
4) Dana Perimbangan (BA 070)
5) Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian (BA 071)
6) Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negari (BA 096)
7) Pembayaran Cicilan Pokok Utang Dalam Negeri (BA 097)
8) Penerusan Pinjaman sebagai Pinjaman (BA 098)
9) Penyertaan Modal Negara (BA 099)
10) Penerusan Pinjaman sebagai Hibah (BA 101)
11) Penerusan Hibah sebagai Hibah (BA 102)
DIPA APP dapat terdiri dari :
1) DIPA Belanja Pemerintah Pusat.
18
DIPA Belanja Pemerintah Pusat adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan
anggaran Bagian Anggaran Cicilan Bunga Utang (BA 061), Bagian Anggaran
Subsidi dan Transfer (BA 062), Bagian Anggaran Belanja Lain-Lain (BA 069),
dan Bagian Anggaran Penerusan Pinjaman sebagai Hibah (BA 101).
Pelaksanaan anggaran dilakukan oleh satuan kerja kementerian negara/lembaga
atau satuan kerja yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
2) DIPA Belanja Daerah
DIPA Belanja Daerah adalah DIPA yang memuat rencana kerja dan anggaran
Bagian Anggaran Bagian Anggaran Dana Perimbangan (BA 070) dan Bagian
Anggaran Bagian Anggaran Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian (BA 071),
pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah daerah Provinsi/Kabupaten/Kota.
Konsep DIPA Dana Perimbangan disusun dan ditetapkan oleh Kuasa Pengguna
Anggaran yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Menteri Keuangan
3) DIPA Pembiayaan
DIPA Pembiayaan adalah DIPA yang memuat rencana kerja dan anggaran
BAPP sebagai berikut :
i. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negari (BA 096)
ii. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Dalam Negeri (BA 097)
iii. Penerusan Pinjaman sebagai Pinjaman (BA 098)
iv. Penyertaan Modal Negara (BA 099)
v. Penerusan Hibah sebagai Hibah (BA 102)
4) DIPA Khusus
DIPA Khusus adalah DIPA yang memuat rincian penggunaan anggaran yang
berasal dari BAPP dimana karena sifat dan keperluannya sehingga Konsep
DIPA dan Surat Pengesahan DIPA disatukan dalam satu lembar DIPA yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Sifat dan keperluan penerbitan DIPA Khusus ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Perbendaharaan dengan kriteria penanganan kejadian luar biasa yang
mempunyai tingkat urgensi sangat tinggi dan bersifat mendesak, seperti :
a) penanganan yang bersifat darurat,
b) kegiatan yang bersifat politis dalam rangka menjaga kredibilitas Pemerintah
19
3.3. Penyusunan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
Penyusunan DIPA adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh kantor/ satuan
kerja kementerian negara/lembaga dalam mempersiapkan konsep DIPA yang akan
dimintakan pengesahannya kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan untuk DIPA
kantor pusat atau Kepala Kanwil DJPB untuk DIPA daerah.
DIPA yang disusun oleh kementerian negara/lembaga harus berpedoman pada
peraturan presiden tentang rincian APBN yang merupakan alokasi dana pada masing-
masing satuan kerja dalam mencapai sasaran kegiatan yang telah ditetapkan. Khusus
untuk Departemen Agama, Keuangan, Pertahanan dan Keamanan, Kejaksaan Agung,
Kepolisian dan Badan Pertanahan Nasional, DIPAnya disusun untuk masing-masing
propinsi/kantor wilayah atau yang setara.
Kementerian negara/lembaga dalam menyusun konsep DIPA harus mengacu
kepada APBN yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan sesuai dengan
peraturan presiden tentang rincian APBN, maka struktur penganggaran dalam DIPA
harus terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, sub kegiatan,
jenis belanja dan lokasi.
Unit organisasi yang digunakan dalam anggaran belanja negara adalah
klasifikasi anggaran yang dialokasikan untuk masing-masing kementerian negara/
lembaga atau bagian anggaran yang dibagi menurut organisasi tingkat eselon/ satuan
kerja, sehingga kementerian negara/lembaga selaku pengguna anggaran dan satuan
kerja selaku kuasa pengguna anggaran bertanggungjawab terhadap pelaksanaan
kegiatan pendukung program sesuai dengan bagian anggarannya masing-masing.
Satuan kerja adalah bagian dari suatu unit organisasi pada kementerian
negara/lembaga yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program.
Kepala satuan kerja baik organisasi tingkat eselon I maupun tingkat eselon II, eselon III
atau eselon IV yang berdiri sendiri sebagai kuasa pengguna anggaran yang dibantu
dengan pejabat pengelola keuangan. Satuan kerja yang pimpinannya ditetapkan
sebagai kuasa pengguna anggaran dapat dikelompokkan menjadi satuan kerja pusat,
satuan kerja/unit pelaksana teknis, satuan kerja khusus, satuan kerja perangkat daerah,
satuan kerja non vertikal tertentu, dan atau satuan kerja sementara (bukan UPT).
Fungsi yang digunakan dalam anggaran belanja negara adalah klasifikasi
anggaran berdasarkan fungsi pemerintahan untuk masing-masing kementerian
negara/lembaga. Fungsi adalah perwujudan tugas kepemerintahan di bidang tertentu
yang dilaksanakan kementerian negara/lembaga yang dirinci ke dalam 11 fungsi utama,
20
yaitu pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan
hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan, pariwisata, budaya, agama,
pendidikan dan perlindungan sosial. Kesebelas fungsi utama tersebut dirinci ke dalam
79 sub fungsi. Penggunaan fungsi dan sub fungsi dalam DIPA disesuaikan dengan
tugas pokok dan fungsi masing-masing kementerian negara/lembaga.
Program adalah penjabaran kebijaksanaan kementerian negara/lembaga dalam
bentuk upaya yang berisi satu atau beberapa kegiatan dengan menggunakan sumber
daya yang disediakan untuk mencapai hasil terukur sesuai dengan misi kementerian
negara/lembaga.
Sedangkan kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu
atau beberapa satuan kerja sebagai bagian dari pencapaian saasaran terukur pada
suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik
berupa personil (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan
teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau semua jenis sumberdaya tersebut
sebagai masukan (input) dalam bentuk barang/jasa.
Sub kegiatan adalah bagian dari kegiatan yang menunjang usaha pencapaian
sasaran dan tujuan kegiatan tersebut. Adanya sub kegiatan adalah sebagai konsekuensi
adanya perbedaan jenis dan satuan keluaran antar sub kegiatan dalam kegiatan
tersebut. Dengan demikian, sub kegiatan yang satu dipisahkan dengan sub kegiatan
lainnya berdasarkan perbedaan keluaran. Sebagai contoh, kegiatan pendidikan dan
pelatihan aparatur negara dengan sub kegiatan penyelenggaraan diklat penjenjangan
dengan keluaran antara lain jumlah peserta didik, sub kegiatan penyelenggaraan diklat
fungsional dengan keluaran antara lain junmlah lulusan, sub kegiatan pengembangan
kurikulum diklat dengan keluaran antara lain jumlah modul.
Pengertian hasil (outcome) adalah sesuatu yang mencerminkan berfungsinya
keluaran dari kegiatan-kegiatan dalam satu program. Pengertian keluaran (output)
adalah barang atau jasa yang dihasilak oleh kegiatan yang dilaksanakan untuk
mendukung pencapaian sasaran dan tujuan program dan kebijaksanaan.
Mengenai indikator hasil adalah segala sesuatu yang akan dicapai dari suatu
program pada jangka menengah sesuai dengan tujuan dan sasaran program.
Sedangkan indikator keluaran adalah sesuatu yang akan dicapai secara langsung dari
pelaksanaan suatu kegiatan, yang terdiri dari : biaya harga yaitu jumlah biaya yang
dibutuhkan untuk menghasilkan suatu tingkat keluaran tertentu; kuantitas yaitu jumlah
21
unit barang atau jasa yang akan dihasilkan; kualitas yaitu mutu barang dan atau jasa
yang dihasilkan berdasarkan kepuasan penerima manfaat dan ketepatan waktu.
Contoh keterkaitan rumusan program, kegiatan, indikator hasil dan keluaran pada
kementerian tenaga kerja dan transmigrasi untuk program transmigrasi, dengan hasil
tercapainya mobilitas penduduk sebesar 5 % sampai tahun 2009, melalui kegiatan
pemindahan penduduk dan pengembangan masyarakat transmigrasi, maka indikator
keluarannya sebagai berikut :
Sub Kegiatan Indikator Keluaran Satuan Sasaran
Penyusunan rencana teknis Jumlah rencan teknis Paket 350
Pengembangan sistem Tambahan jumlah sistem Paket 7
Informasi Informasi - -
Survey kependudukan Jumlah hasil survey Paket 520
Pengembangan usaha tani Tambahan jumlah UKM UKM 389
Pembangunan rumah trans. Jumlah rumah buah 10.000
Kegiatan pada prinsipnya disusun dengan mengacu kepada rencana
pembangunan jangka menengah nasional, rencana kerja pemerintah, rencana strategis
kementerian negara/lembaga dan program prioritas pendukung kementerian negara/
lembaga.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan rumusan kegiatan,
antara lain :
(1) Penentuan suatu kegiatan didasarkan atas program dalam satu lingkungan unit
eselon I. Instansi pusat pada dasarnya melakukan kegiatan yang bersifat
pembinaan, koordinasi, integrasi, sinkronisasi pada setiap tahapan manajemen
atau melakukan kegiatan rintisan dalam rangka pengembangan sistem tertentu
dengan lingkup nasional.
Untuk kegiatan-kegiatan non fisik yang karena sifat dan permasalahannya
memerlukan keterpaduan sistem pada tingkat nasional dapat dipertimbangkan
untuk dijadikan sebagai kegiatan pusat.
(2) Untuk kegiatan-kegiatan fisik seperti pembangunan, perluasan, perawatan atau
pemeliharaan sarana fisik/gedung dan atau pengadaan barang/jasa yang
kegiatannya secara nyata berada di daerah propinsi/kabupaten/kota agar
dialokasikan ke daerah yang bersangkutan dengan cara mengintegrasikan
kegiatan dimaksud kedalam kegiatan di daerah yang sejenis pada program yang
22
sama menjadi kegiatan atau unsur kegiatan. Apabila tidak ada kegiatan yang
sejenis yang menampungnya dapat diciptakan kegiatan baru yang berdiri sendiri.
Sebagai konsekuensi pengalokasian dana ke daerah propinsi/kabupaten/kota,
maka pengadaan barang/jasa tersebut tidak diperkenankan dilaksanakan oleh unit
eselon I di pusat.
(3) Kegiatan operasional yang merupakan kegiatan lanjutan, pada waktu menyusun
anggaran yang direncanakan perlu dicantumkan prakiraan maju untuk tahun
berikutnya. Kegiatan lanjutan adalah kegiatan terusan dari kegiatan tahun
sebelumnya yang jangka waktu penyelesaiannya lebih dari satu tahun anggaran,
termasuk kegiatan - kegiatan yang merupakan bagian dari suatu rencana induk
(master plan) dan kegiatan - kegiatan yang penyelesaiannya memerlukan waktu
lebih dari satu tahun (multi years).
Pencantuman pinjaman/hibah luar negeri (PHLN) dalam DIPA harus
memperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam loan agreement berkenaan,
karena kesalahan dalam pencantuman dana PHLN dapat berakibat terjadinya
kesalahan pembayaran. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pencantuman PHLN
dalam DIPA, yaitu :
(1) Status loan.
Dana PHLN harus memilki status loan yang jelas, dalam arti naskah perjanjian
pinjaman/hibah luar negeri (NPHLN) berkenaan sudah ditandatangani dan
dinyatakan efektif serta telah diberi kode registrasi PHLN..
(2) Jenis cara pembayaran.
Pencantuman cara penarikan pinjaman luar negeri (PLN) seperti Rekening Khusus
(RK), Pembayaran Langsung (PL), Pembukaan Letter of Credit (L/C) dan
Penarikan Langsung Hibah berpedoman pada SKB Menteri Keuangan dan Menteri
Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Nomor :185/
KMK.03/1995 - Kep.031/KET/5/1995 yang telah diubah dengan SKB Menteri
Keuangan dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Bappenas Nomor 459/KMK.03/1999 - Kep.264/KET/09/1999 serta ketentuan lain
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
(3) Alokasi dana.
Hal - hal yang perlu diperhatikan untuk mengalokasikan dana PHLN dalam DIPA,
yaitu :
23
a. Jenis kegiatan/pekerjaan yang akan dibiayai harus terdapat dalam uraian
kategori dalam PHLN;
b. Dana PHLN untuk setiap kategori pengeluaran masih cukup tersedia. Hal
ini penting untuk menghindarkan terjadinya overdrawn atau kelebihan
penarikan suatu kategori;
c. Porsi dana PHLN sesuai kategori yang telah ditetapkan dalam
NPPHLN;
d. Khusus PHLN yang penarikannya melalui tatacara L/C, perlu diperhatikan
nilai kontrak pekerjaan secara keseluruhan. Hal ini berkaitan dengan
pembukaan rekening L/C di Bank Indonesia oleh KPPN Jakarta VI dan KPPN
Khusus Banda Aceh.
e. Dalam hal NPPHLN mensyaratkan adanya dana pendamping (porsi dan
non porsi), maka kementerian/lembaga wajib menyediakan dana pendamping
dalam RKA-KL
(4) Standar biaya.
Pembiayaan kegiatan/subkegiatan yang bersumber dari PHLN mengacu kepada
Standar Biaya Umum (SBU), Standar Biaya Khusus (SBK) dan Billing rate. Dalam
hal belum tersedia standar biaya, maka dapat digunakan Rincian anggaran Biaya.
(5) Kartu Pengawasan Alokasi Pagu PHLN
Kartu pengawasan tersebut memuat antara lain :
a. nama, tanggal, nomor NPPHLN;
b. nama pemberi pinjaman;
c. executing agency/implementing agency;
d. nomor register PHLN;
e. tanggal efektif PHLN;
f. closing date;
g. besaran pinjaman yang tercantum dalam NPPHLN;
h. kategori dan porsi PHLN;
i. tata cara dan rencana penarikan yang dituangkan dalam RKA-
KL;
j. sisa yang belum dialokasikan.
(6) Memahami NPPHLN.
24
Untuk menghindarkan terjadinya kegiatan-kegiatan yang ineligible, maka isi dari
loan agreement (NPPHLN) dan staff appraisal report (SAP) harus dipahami,
terutama mengenai : porsi beban loan untuk masing-masing kegiatan/kategori,
kegiatan-kegiatan yang dapat dibiayai loan, closing date, lokasi sasaran/cakupan
kegiatan, ketentuan loan lainnya jika ada (cara pembayarannya, dan sebagainya).
Dalam menyusun DIPA, pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran
bertanggungjawab sepenuhnya terhadap kegiatan dan perhitungan biayanya yang
dalam penyusunannya berpedoman pada peraturan Harga satuan yang terdapat dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.02/2007 tanggal 23 Juli 2007 tentang
Standar Biaya Tahun Anggaran 2008 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor :
80/PMK.05/2007 tentang : Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan
dan Pelaksanaan DIPA Tahun Anggaran 2008, sebagai berikut:
(1) Belanja pegawai.
Belanja Pegawai adalah kompensasi dalam bentuk uang maupun barang yang
diberikan kepada pegawai pemerintah (pejabat negara, PNS dan Pegawai yang
dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS) yang bertugas di dalam
maupun luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan,
kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.
Belanja Pegawai terdiri dari :
a. Belanja Pegawai Mengikat adalah belanja pegawai yang dibutuhkan secar
terus menerus dalam satu tahun dan harus dialokasikan oleh kementerian
negara/lembaga dengan jumlah yang cukup pada tahun yang bersangkutan
1) Gaji
Perhitungan gaji dan tunjangan didasarkan atas realisasi pembayaran
gaji bulan April 2007 pada masing-masing kantor/satuan kerja. Dihitung
selama 13 bulan dengan perhitungan : realisasi bulan April 2007 X 13
bulan, kemudian ditambah accres 2,5 % untuk menampung kenaikan
pangkat, gaji berkala dan tambahan tunjangan keluarga.
Untuk Pengisian selisih formasi dan bezzeting (F-B) setiap pegawai
dianggap mempunyai satu isteri, satu anak, masa kerja nol tahun dihitung
selama enam bulan dengan indeks gaji sebagai berikut :
Golongan I sebesar Rp. 741.000,- per bulan;
25
Golongan II sebesar Rp. 813.000,- per bulan;
Golongan III / IV sebesar Rp. 1.166.000,- per bulan.
Perhitungan tersebut di atas kemudian ditambah dengan perhitungan
tunjangan umum dan tambahannya sesuai dengan ketentuan perundangan
yang berlaku.
Tunjangan beras
Jumlah pegawai X 3 jiwa X 10 kg X harga beras yang berlaku X 6 bulan.
Jumlah dana (F-B) tersebut ditempatkan pada masing-masing unit
organisasi kementerian negara/lembaga jika telah ada formasi per unit
organisasi atau pada Sekretariat Jenderal dalam hal belum ada formasi per
unit organisasi.
Perhitungan untuk Gaji dan Tunjangan dibuat berdasarkan masing-masing
mata anggaran yang dibulatkan dalam ribuan rupiah.
2) Gaji Dokter PTT dan Bidan PTT
Untuk Kementerian Kesehatan agar diperhitungkan gaji dokter dan bidan
PTT dengan berpedoman pada Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran
tanggal 5 Januari 2001 No. SE-07/A/2001 perihal Pelaksanaan
Pembayaran Penghasilan Dokter dan Bidan PTT Selama Masa Bakti dan
Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Kesehatan dan Menteri
Keuangan N0. 1537/Menkes-Kessos/SKB/X/2000 dan No. 410/KMK.03/
2000 tanggal 11 Oktober 2000 tentang Pelaksanaan Penggajian Dokter
dan Bidan Sebagai Pegawai Tidak Tetap Selama Masa Bakti.
3) Honorarium
Honorarium mengajar guru tidak tetap;
Honorarium kelebihan jam mengajar guru tetap dan guru tidak
tetap;
Honorarium ujian dinas;
Honorarium mengajar disediakan antara lain untuk tenaga
pengajar luar biasa di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional atau
di luar Depdiknas yang tarifnya telah mendapat persetujuan Menteri
Keuangan;
4) Uang lembur.
26
Penyediaan dana untuk uang lembur tahun anggaran 2008 berdasarkan
tarif yang ditetapkan Menteri Keuangan, dengan perhitungan maksimal 100
% dari dana uang lembur tahun anggaran 2007.
5) Vakasi
Vakasi adalah penyediaan dana untuk imbalan bagi penguji atau pemeriksa
kertas/jawaban ujian.
6) Lain - lain.
Yang termasuk dalam belanja pegawai lain - lain adalah :
a. Belanja pegawai untuk dharma siswa/mahasiswa
asing;
b. Belanja pegawai untuk tunjangan ikatan dinas (TID);
c. Tunjangan selisih penghasilan (BPPT);
d. Honorarium yang bersumber dari PNBP;
e. Tunjangan lainnya yang besarannya telah
mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan.
7) Uang Lauk Pauk TNI/Polri
Uang Lauk Pauk bagi anggota TNI/Polri dihitung perhari per anggota.
8) Uang Makan PNS
Pengeluaran untuk uang makan PNS per hari kerja per PNS
dan dihitung maksimal 22 hari setiap bulan;
Bagi PNS yang sebelumnya sudah menerima uang makan
yang tidak berdasarkan keputusan Menteri Keuangan, dengan adanya
uang makan ini maka pemberian uang makan tersebut dihentikan.
9) Khusus belanja pegawai TNI/Polri. Besarnya uang lauk pauk
bagi anggota TNI/Polri dihitung sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
10) Perhitungan untuk gaji dan tunjangan dibuat berdasarkan
masing - masing mata anggaran dan dibulatkan dalam ribuan rupiah.
b. Belanja Pegawai Tidak Mengikat.
Belanja Pegawai Tidak Mengikat adalah belanja pegawai yang diberikan dalam
rangka mendukung pembentukan modal dan atau kegiatan yang bersifat
temporer.
Anggaran untuk belanja pegawai tidak mengikat dapat disediakan untuk
kegiatan sepanjang :
27
Pelaksanaannya memerlukan pembentukan panitia/tim/kelompok
kerja;
Mempunyai keluaran (output) jelas dan terukur;
Sifatnya koordinatif dengan mengikutsertakan satker/organisasi
lain;
Sifatnya temporer sehingga pelaksanaannya perlu diprioritaskan
atau di luar jam kerja;
Merupakan perangkapan fungsi atau tugas tertentu kepada PNS
disamping tugas pokoknya sehari-hari;
Bukan operasional yang dapat diselesaikan secara internal satker.
Contoh Belanja Pegawai Tidak Mengikat :
Honorarium yang disediakan untuk PNS yang ditunjuk sebagai
pengelola keuangan dalam rangka pelaksanaan fungsi kuasa pengguna
anggaran/kuasa pengguna barang. Honorarium ini diberikan karena
perangkapan jabatan/penugasan dan tanggungjawab.
Honorarium yang disediakan untuk anggota Tim Penyusunan
1. Surat Permintaan Penarikan (SPP) Surat Kuasa Pembebanan (SKP) atau Surat
Kuasa Membayar beban Rekening Khusus untuk Letter of Credit (SKM RK-L/C);
2. Kontrak asli dengan tanda tangan basah;
3. Copy persetujuan kontrak final dari pemberi pinjaman/hibah (No Objection
Letter/NOL) sepanjang dipersyaratkan.
Dokumen No. 1 s.d. 3 dibuat 3 rangkap
108
8.7. Latihan
1. Bagaimana mekanisme pencairan/penyaluran PHLN melalui KPPN Jakarta VI
dengan Rupiah murni Porsi Goverment of Indonesia (GOI) dan Pembayaran
Langsung ?
2. Apa yang dimaksud dengan pembukaan letter of credit (LC), bagaimana
mekanisme dan dokumen apa yang diperlukan ?
3. Apakah perbedaan antara pembayaran pendahuluan dengan pembayaran
langsung ? Jelaskan !
4. Pada Pencairan PHLN yang pertama, data pendukung/lampiran apa yang
diperlukan dalam proses tersebut ?
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kredit ekspor? Produk apa yang dihasilkan
serta bagaimana mekanismenya ?
8.8. Rangkuman
Penyaluran Pinjaman Hibah Luar Negeri dilakukan oleh KPPN Khusus Jakarta VI
dan KPPN Khusus Banda Aceh, dengan prosedur sebagai berikut :
(1) Rupiah Murni Porsi Goverment of Indonesia (GOI)
(2) Pembukaan Letter of Credit (L/C)
(3) Pembayaran Langsung
(4) Pembiayaan pendahuluan
(5) Rekening Khusus
(6) Kredit Ekspor
Pencairan PHLN yang pertama, maka data pendukung/lampiran yang diperlukan
adalah sebagai berikut :
1. Kontrak asli dengan tanda tangan basah (khusus Pembayaran Langsung);
2. Resume kontrak/SPK atau Daftar Nominatif Pejalanan Dinas;
3. SK Penunjukan Pejabat Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA), Pembuat Komitmen (PK), Penanda tangan SPM dan Bendahara
Pengeluaran untuk tahun anggaran berjalan;
4. Specimen tanda tangan para pejabat seperti tersebut pada angka 3;
109
5. Copy Garansi Bank yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang untuk Uang Muka
(khusus Pembayaran Langsung);
6. Copy Persetujuan Kontrak Final dari Pemberi PHLN (No Objection Letter/NOL)
sepanjang dipersyaratkan.
110
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab Keuangan Negara;
Undang-Undang No.18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007
Peraturan Pemerintah RI Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran PNBP;
Peraturan Pemerintah RI Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu;
Peraturan Pemerintah RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan Laporan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);
Peraturan Pemerintah RI Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU);
Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah;
Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara jo. Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004;
Peraturan Menteri Keuangan nomor 134/PMK.06/2005 tanggal 27 Desember 2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan APBN;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.06/2005 tentang Bagan Perkiraan Standar;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.05/2007 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara.Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2008;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.02/2007 tentang Standar Biaya tahun 2008
111
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No.66/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaskanaan Pelaksanaan Pembayaran atas Beban APBN;
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No.78/PB/2006 tentang Penatausahaan Penerimaan Negara melalui Modul Penerimaan Negara.
112
Lampiran 1 Petunjuk Aplikasi RKA-KL untuk membuat DIPA