Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup pasti mengalami siklus kehidupan yang diawali dengan proses pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia, dan diakhiri dengan kematian. Dalam proses tersebut, kematian memiliki misteri besar yang belum ditemukan oleh ilmu pengetahuan. Secara umum, kematian adalah suatu topik yang ditakuti oleh publik.Namun, tidak demikian dalam kalangan medis dan kesehatan.Dalam konteks kesehatan modern, kematian tidaklah selalu menjadi sesuatu yang datang secara tiba- tiba.Kematian dapat dilegalisir menjadi sesuatu yang definit dan dapat ditentukan tanggal kejadiannya.Membunuh bisa dilakukan secara legal, itulah euthanasia, pembunuhan yang sampai saat ini masih menjadi kontroversi dan belum bisa diatasi dengan baik atau dicapainya kesepakatan yang diterima oleh berbagai pihak.Di satu pihak, tindakan euthanasia pada berbagai kasus dan keadaan memang diperlukan.Sementara di lain pihak, tindakan ini tidak diterima karena bertentangan dengan hukum, moral, dan agama. Masalah euthanasia sudah ada sejak kalangan kesehatan menghadapi penyakit yang tak tersembuhkan, sementara pasien sudah dalam keadaan merana dan sekarat. Dalam situasi Suntik mati (Euthanasia ) Page 1
34

MAKALAH eutanasia

Apr 09, 2016

Download

Documents

makalah eutanasia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: MAKALAH eutanasia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap makhluk hidup pasti mengalami siklus kehidupan yang diawali dengan proses

pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia, dan diakhiri dengan kematian. Dalam proses

tersebut, kematian memiliki misteri besar yang belum ditemukan oleh ilmu pengetahuan.

Secara umum, kematian adalah suatu topik yang ditakuti oleh publik.Namun, tidak demikian

dalam kalangan medis dan kesehatan.Dalam konteks kesehatan modern, kematian tidaklah

selalu menjadi sesuatu yang datang secara tiba-tiba.Kematian dapat dilegalisir menjadi

sesuatu yang definit dan dapat ditentukan tanggal kejadiannya.Membunuh bisa dilakukan

secara legal, itulah euthanasia, pembunuhan yang sampai saat ini masih menjadi kontroversi

dan belum bisa diatasi dengan baik atau dicapainya kesepakatan yang diterima oleh berbagai

pihak.Di satu pihak, tindakan euthanasia pada berbagai kasus dan keadaan memang

diperlukan.Sementara di lain pihak, tindakan ini tidak diterima karena bertentangan dengan

hukum, moral, dan agama.

Masalah euthanasia sudah ada sejak kalangan kesehatan menghadapi penyakit yang tak

tersembuhkan, sementara pasien sudah dalam keadaan merana dan sekarat. Dalam situasi

demikian, tidak jarang pasien memohon agar dibebaskan dari penderitaan ini dan tidak ingin

diperpanjang hidupnya lagi atau di lain keadaan pada pasien yang sudah tidak sadar,

keluarga pasien yang tidak tega melihat pasien yang penuh penderitaan menjelang ajalnya

meminta kepada dokter atau perawat untuk tidak meneruskan pengobatan atau bila perlu

memberikan obat yang mempercepat kematian. Dari sinilah istilah euthanasia muncul, yaitu

melepas kehidupan seseorang agar terbebas dari penderitaan atau mati secara baik.

Dalam kasus tersebut, dilema muncul dan menempatkan dokter atau perawat pada posisi

yang serba sulit.Tenaga medis merupakan suatu profesi yang mempunyai kode etik tersendiri

sehingga mereka dituntut untuk bertindak secara professional.Tenaga medis merasa

mempunyai tanggung jawab untuk membantu menyembuhkan penyakit pasien, sedangkan di

pihak lain, pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap hak-hak individu juga sudah

Suntik mati (Euthanasia ) Page 1

Page 2: MAKALAH eutanasia

sangat berubah.Dengan demikian, konsep kematian dalam dunia kedokteran masa kini

dihadapkan pada kontradiksi antara etika, moral, hukum, dan kemampuan serta teknologi

kesehatan yang sedemikian maju.

Sejauh ini, Indonesia memang belum mengatur secara spesifik mengenai euthanasia dan

hal ini masih menjadi perdebatan pada beberapa kalangan yang menyetujui tentang

euthanasia dan pihak yang tidak setuju tentang hal tersebut.Pihak yang menyetujui tindakan

euthanasia beralasan bahwa setiap manusia memiliki hak untuk hidup dan hak untuk

mengakhiri hidupnya dengan segera dan hal ini dilakukan dengan alasan yang cukup

mendukung, yaitu alasan kemanusiaan. Dengan keadaan pasien yang tidak lagi

memungkinkan untuk sembuh atau bahkan hidup, maka ia dapat melakukan permohonan

untuk segera diakhiri hidupnya. Sementara sebagian pihak yang tidak memperbolehkan

euthanasia beralasan bahwa setiap manusia tidak memiliki hak untuk mengakhiri hidupnya

karena masalah hidup dan mati adalah kekuasaan mutlak Tuhan yang tidak bisa diganggu

gugat oleh manusia.Secara umum, argumen pihak anti euthanasia adalah kita harus

mendukung seseorang untuk hidup, bukan menciptakan struktur yang mengizinkan mereka

untuk mati.

Perdebatan ini tidak akan pernah berakhir karena sudut pandang yang digunakan sangat

bertolak belakang dan lagi-lagi alasan perdebatan tersebut adalah masalah legalitas dari

tindakan euthanasia.

1.2 Rumusan MasalahDengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat diidentifikasikan

permasalahan-permasalahan sebagai berikut, yaitu:

1. Apa definisi Euthanasia?

2. Bagaimana Euthanasia dipandang dari segi legal etik dan undang-undang yang

berlaku?

1.3 Tujuan PembahasanTujuan ditulisnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah IKD 1

mahasiswa sekolah tinngi ilmu kesehatan BINA SEHAT PPNI dan diharapkan dapat

memenuhi tujuan-tujuan yang bermanfaat bagi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan

yang menyangkut masalah Euthanasia.

Suntik mati (Euthanasia ) Page 2

Page 3: MAKALAH eutanasia

Secara terperinci, tujuan ditulisnya makalah ini adalah sebagai berikut, yaitu:

1. Mengetahui definisi Euthanasia

2. Mengetahui permasalahan Euthanasia ditinjau dari segi legal etik dan undang-

undang yang berlaku.

1.4 Metode PenulisanMakalah ini ditulis dengan metode kepustakaan.

Suntik mati (Euthanasia ) Page 3

Page 4: MAKALAH eutanasia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Euthanasia

Euthanasia dalam Oxford English Dictionary dirumuskan sebagai kematian yang lembut dan

nyaman, dilakukan terutama dalam kasus penyakit yang penuh penderitaan dan tak

tersembuhkan‖. Istilah yang sangat populer untuk menyebut jenis pembunuhan ini adalah

mercy killing (Tongat, 2003 :44)

Euthanasia sering disebut : mercy killing (mati dengan tenang). Euthanasia bisa muncul dari

keinginan pasien sendiri, permintaan dari keluarga dengan persetujuan pasien (bila pasien

masih sadar), atau tanpa persetujuan pasien (bila pasien sudah tidak sadar)

Ditinjau dari cara pelaksanaannya euthanasia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Euthanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja

yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau

mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat dilakukan dengan pemberian

suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu

contoh senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida.

2. Euthanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis (autoeuthanasia)

digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak

secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui

bahwa penolakannya akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan

tersebut diajukan secara resmi dengan membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis

tangan).Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik eutanasia pasif atas

permintaan pasien yang bersangkutan.

3. Euthanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang tidak

menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan

seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan

Suntik mati (Euthanasia ) Page 4

Page 5: MAKALAH eutanasia

medis yang dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya

adalah dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami

kesulitan dalam pernapasan, tidak memberikan antibiotika kepada penderita

pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna

memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa sakit seperti

morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia pasif

seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah sakit

(Wikipedia,2010)

2.2 Legal EtikSecara yuridis formal dalam hukum pidana positif di Indonesia hanya dikenal satu bentuk

euthanasia, yaitu euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien/korban itu sendiri

(voluntary euthanasia) sebagaimana secara eksplisit diatur dalam Pasal 344 KUHP secara

tegas menyatakan :

“ Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas

dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas

tahun”

Ketentuan ini harus di ingat kalangan kedokteran sebab walaupun terdapat beberapa alasan

kuat untuk membantu pasien/keluarga pasien mengakhiri hidup atau memperpendek hidup

pasien, ancaman hukuman ini harus di hadapinya .

Untuk jenis euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan , beberapa pasal di bawah ini

perlu diketahui oleh dokter.

Pasal 338 KUHP :

Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, di hukum karena maker

mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.

Pasal 340 KUHP

Barang siapa dengan siapa direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain,di

hukum, karena pembunuhan direncanakan, dengan hukuman mati atau penjara selama-

lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.

Pasal 359 KUHP

Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-

lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.

Suntik mati (Euthanasia ) Page 5

Page 6: MAKALAH eutanasia

Selanjutnya dibawah ini di kemukakan sebuah ketentuan hukum yang mengingatkan kalangan

kesehatan untuk berhati-hati menghadapi kasus euthanasia.

Pasal 345 KUHP

Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri , menolongnya

dalam perbuatan itu , atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara

selama-lamanya empat tahun.

Pasal ini mengingat dokter untuk jangan melakukan euthanasia, menolong atau member

harapan kea rah perbuatan itu saja pun sudah mendapat ancaman pidana.

Suatu prinsip etika yang sangat mendasar adalah kita harus menghormati kehidupan

manusia.Bahkan kita harus menghormatinya dengan mutlak. Kita tidak boleh mengorbankan

manusia kepada suatu tujuan lain. Dalam etika, prinsip ini sudah lama dirumuskan sebagai

‘kesucian kehidupan’ (The Sanctity of Life).Kehidupan manusia yang suci harus selalu

dihormati karena mempunyai nilai absolute.

Pada etika medis, tugas pokok para medis adalah memahami nilai-nilai kemanusiaan yang

berkaitan dengan hidup, kesehatan, dan kematian manusia.Profesi tenaga medis sudah sejak

lama menentang euthanasia, sebab profesi ini bertujuan untuk menyembuhkan dan bukan

untuk merusak kehidupan.Sumpah Hipokrates yang kemudian menjadi sumpah seluruh dokter

di dunia jelas-jelas menolaknya,“Saya tidak akanmemberikan racun yang mematikan ataupun

memberikan saran mengenai hal ini kepada mereka yang memintanya.”

Dalam pasal 9, bab II kode etik kedokteran Indonesia tentang kewajiban dokter kepada

pasien,di sebutkan bahwa seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban

melindungi hidup makhluk insani. Dengan demikian,dokter tidak diperbolehkan mengakhiri

hidup seseorang yang sakit meskipun menurut pengetahuan dan pengalaman tidak akan

sembuh lagi. Hakikat profesi kedokteran adalah menyembuhkan dan meringankan

penderitaan.Euthanasia justru bertentangan radikal dengan hakikat itu.

Di dalam Kode Etik Kedokteran yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan nomor:

434/Men.Kes/SK/X/1983 juga telah disebutkan pada Pasal 10: “Setiap Dokter harus

senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makhluk insani”. Sehingga dokter

yang melakukan tindakan euthanasia (khususnya euthanasia aktif) bisa diberhentikan dari

jabatannya karena melanggar kode etik tersebut.

Suntik mati (Euthanasia ) Page 6

Page 7: MAKALAH eutanasia

Selain itu, di dalam Kode Etik Apoteker Bab II Pasal 9 telah disebutkan bahwa, “Seorang

Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan kepentingan

masyarakat, menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk hidup insani.”

2.3 Pandangan Hukum Islam

Seperti dalam agama-agama Ibrahim lainnya (Yahudi dan Kristen), Islam mengakui hak

seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada

manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati. (QS

al-Hajj).Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori

pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‗amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan

penderitaan pasien.Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau

keluarganya.

2.4 Undang-undang yang berlaku

Euthanasiadi tinjau dari aspek moral dan HAM bertentangan dengan hak asasi manusia

yang mendasar yaitu hak untuk hidup. Hal ini tertuang dalam pasal 29 A UUD 1945 dan

dalam pasal 4 UUD RI no 39 tahun 1999 tentanh HAM, maka dengan landasan hokum yang

ada setiap hak asasi manusia harus di lindungi dan di junjung tinggi.

2.5 Praktik Euthanasia di Indonesia Sampai saat ini, euthanasia masih menimbulkan pro & kontra di masyarakat.Mereka yang

menyetujui tindakan euthanasia berpendapat bahwa euthanasia adalah suatu tindakan yang

dilakukan dengan persetujuan & dilakukan dengan tujuan utama menghentikan penderitaan

pasien.Prinsip kelompok ini adalah manusia tidak boleh dipaksa untuk menderita.Dengan

demikian, tujuan utama kelompok ini yaitu meringankan penderitaan pasien dengan

memperbaiki resiko hidupnya.Kelompok yang kontra terhadap euthanasia berpendapat bahwa

euthanasia merupakan tindakan pembunuhan terselubung, karenanya bertentangan dengan

kehendak Tuhan.Kematian semata-mata adalah hak dari Tuhan, sehingga manusia sebagai

makhluk ciptaan Tuhan tidak mempunyai hak untuk menentukan kematiannya. Menurut PP

no.18/1981 pasal 1g menyebutkan bahwa: “ Meninggal dunia adalah keadaan insani yang

Suntik mati (Euthanasia ) Page 7

Page 8: MAKALAH eutanasia

diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang, bahwa fungsi otak, pernapasan, & atau denyut

jantung seseorang telah berhenti”. Definisi mati ini merupakan definisi yang berlaku di

Indonesia.Mati itu sendiri sebetulnya dapat didefinisikan secara sederhana sebagai berhentinya

kehidupan secara permanen (permanent cessation of life). Hanya saja, untuk memahaminya

terlebih dahulu perlu memahami apa yang disebut hidup. Para ahli sependapat jika definisi

hidup adalah berfungsinya berbagai organ vital (paru-paru,jantung, & otak) sebagai satu

kesatuan yang utuh, ditandai oleh adanya konsumsi oksigen. Dengan demikian definisi mati

dapat diperjelas lagi menjadi berhentinya secara permanen fungsi organ-organ vital sebagai

satu kesatuan yang utuh, ditandai oleh berhentinya konsumsi oksigen.

Meskipun euthanasia bukan merupakan istilah yuridis, namun mempunyai implikasi hukum

yang sangat luas, baik pidana maupun perdata.Pasal-pasal dalam KUHP menegaskan bahwa

euthanasia baik aktif maupun pasif tanpa permintaan adalah dilarang. Demikian pula dengan

euthanasia aktif dengan permintaan.Berikut adalah bunyi pasal-pasal dalam KUHP tersebut:

Pasal 338:

―Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain karena pembunuhan

biasa, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.‖

Pasal 340:

―Barangsiapa dengan sengaja & direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang

lain, karena bersalah melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan pidana mati

atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya duapuluh tahun.‖

Pasal 344:

―Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang

disebutkannyadengan nyata & sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya

duabelas tahun

Pasal 345:

―Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri, menolongnya

dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana

penjara paling lama empat tahun, kalau orang itu jadi bunuh diri.‖

Pasal 359:

―Menyebabkan matinya seseorang karena kesalahan atau kelalaian, dipidana dengan

pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana kurungan selama-lamanya satu

tahun.

Suntik mati (Euthanasia ) Page 8

Page 9: MAKALAH eutanasia

Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa tindakan perawatan medis yang tidak ada gunanya

seperti hal nya pada kasus pasien ini secara yuiridis dapat di anggap sebagai penganiyayaan.

Tindakan di luar batas ilmu kedokteran dapat di katakana di luar kompetensi dokter tersebut

untuk melakukan perawatan medis .dengan kata lain , apabila suatu tindakan medis di anggap

tidak ada manfaatnya , maka dokter tidak lagi berkompeten melakukan perawatan medis dan

dapat dijarat hukum sesuai KUHP pasal 351 tentang penganiyayaan yang berbunyi :

1) Penganiyayaan di ancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulamn atau pidana

denda pling banyak 4500 rupiah

2) Dengan penganiyayaan disamakn sengaja merusak kesehatan

2.6 Euthanasia menurut Hukum di berbagai Negara

1. Belanda

Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang mengizinkan

eutanasia.Undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 April 2002, yang

menjadikan Belanda menjadi negara pertama di dunia yang melegalisasi praktik

eutanasia.Pasien-pasien yang mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi hak

untuk mengakhiri penderitaannya.Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam Kitab Hukum

Pidana Belanda secara formal euthanasia dan bunuh diri berbantuan masih dipertahankan

sebagai perbuatan kriminal. Sebuah karangan berjudul "The Slippery Slope of Dutch

Euthanasia" dalam majalah Human Life International Special Report Nomor 67, November

1998, halaman 3 melaporkan bahwa sejak tahun 1994 setiap dokter di Belanda

dimungkinkan melakukan eutanasia dan tidak akan dituntut di pengadilan asalkan

mengikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut adalah mengadakan

konsultasi dengan rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan membuat laporan

dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan.

Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur kewajiban para dokter untuk

melapor semua kasus eutanasia dan bunuh diri berbantuan. Instansi kehakiman selalu akan

menilai betul tidaknya prosedurnya. Pada tahun 2002, sebuah konvensi yang berusia 20

tahun telahdikodifikasi oleh undang-undang belanda, dimana seorang dokter yang

melakukan eutanasia pada suatu kasus tertentu tidak akan dihukum.

2. Australia

Suntik mati (Euthanasia ) Page 9

Page 10: MAKALAH eutanasia

Negara bagian Australia, Northern Territory, menjadi tempat pertama di dunia dengan UU

yang mengizinkan euthanasia dan bunuh diri berbantuan, meski reputasi ini tidak bertahan

lama.Pada tahun 1995 Northern Territory menerima UU yang disebut "Right of the

terminally ill bill" (UU tentang hak pasien terminal).Undang-undang baru ini beberapa kali

dipraktikkan, tetapi bulan Maret 1997 ditiadakan oleh keputusan Senat Australia, sehingga

harus ditarik kembali.

3. Belgia

Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia pada akhir September 2002.Para

pendukung eutanasia menyatakan bahwa ribuan tindakan eutanasia setiap tahunnya telah

dilakukan sejak dilegalisasikannya tindakan eutanasia di negara ini, namun mereka juga

mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan eutanasia ini sehingga timbul suatu kesan adaya

upaya untuk menciptakan "birokrasi kematian".Belgia kini menjadi negara ketiga yang

melegalisasi eutanasia (setelah Belanda dan negara bagian Oregon di Amerika). Senator

Philippe Mahoux, dari partai sosialis yang merupakan salah satu penyusun rancangan

undang-undang tersebut menyatakan bahwa seorang pasien yang menderita secara jasmani

dan psikologis adalah merupakan orang yang memiliki hak penuh untuk memutuskan

kelangsungan hidupnya dan penentuan saat-saat akhir hidupnya

4. Amerika

Eutanasia agresif dinyatakan ilegal di banyak negara bagian di Amerika. Saat ini satu-

satunya negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien

terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah

negara bagian Oregon, yang pada tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya

eutanasia dengan memberlakukan UU tentang kematian yang pantas (Oregon Death with

Dignity Act). Tetapi undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan

euthanasia. Syarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat, dimana pasien terminal berusia 18

tahun ke atas boleh minta bantuan untuk bunuh diri, jika mereka diperkirakan akan

meninggal dalam enam bulan dan keinginan ini harus diajukan sampai tiga kali pasien,

dimana dua kali secara lisan (dengan tenggang waktu 15 hari di antaranya) dan sekali

secara tertulis (dihadiri dua saksi dimana salah satu saksi tidak boleh memiliki hubungan

keluarga dengan pasien). Dokter kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan

Suntik mati (Euthanasia ) Page 10

Page 11: MAKALAH eutanasia

prognosis serta memastikan bahwa pasien dalam mengambil keputusan itu tidak berada

dalam keadaan gangguan mental.Hukum juga mengatur secara tegas bahwa keputusan

pasien untuk mengakhiri hidupnya tersebut tidak boleh berpengaruh terhadap asuransi yang

dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun kecelakaan ataupun juga simpanan hari

tuanya. Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa depan,

sebab dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU negara bagian ini. Mungkin

saja nanti nasibnya sama dengan UU Northern Territory di Australia. Bulan Februari lalu

sebuah studi terbit tentang pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999.

Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu Poling Gallup (Gallup Poll) menunjukkan

bahwa 60% orang Amerika mendukung dilakukannya eutanasia

5. Indonesia

Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan

hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal

344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa "Barang siapa

menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya

dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun". Juga

demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang

juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia.Dengan

demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan

tindakan eutanasia oleh siapa pun. Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia

(IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo

Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan tanpa

penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang

dalam masyarakat Indonesia. "Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang

dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP.

6. Swiss

Di Swiss, obat yang mematikan dapat diberikan baik kepada warga negara Swiss ataupun

orang asing apabila yang bersangkutan memintanya sendiri. Secara umum, pasal 115 dari

Kitab Undang-undang Hukum Pidana Swiss yang ditulis pada tahun 1937 dan

dipergunakan sejak tahun 1942, yang pada intinya menyatakan bahwa "membantu suatu

pelaksanaan bunuh diri adalah merupakan suatu perbuatan melawan hukum apabila

motivasinya semata untuk kepentingan diri sendiri."

Suntik mati (Euthanasia ) Page 11

Page 12: MAKALAH eutanasia

Pasal 115 tersebut hanyalah menginterpretasikan suatu izin untuk melakukan

pengelompokan terhadap obat-obatan yang dapat digunakan untuk mengakhiri kehidupan

seseorang.

7. Inggris

Pada tanggal 5 November 2006, Kolese Kebidanan dan Kandungan Britania Raya (Britain's

Royal College of Obstetricians and Gynaecologists) mengajukan sebuah proposal kepada

Dewan Bioetik Nuffield (Nuffield Council on Bioethics) agar dipertimbangkannya izin

untuk melakukan eutanasia terhadap bayi-bayi yang lahir cacat (disabled newborns).

Proposal tersebut bukanlah ditujukan untuk melegalisasi eutanasia di Inggris melainkan

semata guna memohon dipertimbangkannya secara saksama dari sisi faktor "kemungkinan

hidup si bayi" sebagai suatu legitimasi praktik kedokteran.Namun hingga saat ini eutanasia

masih merupakan suatu tindakan melawan hukum di kerajaan Inggris demikian juga di

Eropa (selain daripada Belanda).

Demikian pula kebijakan resmi dari Asosiasi Kedokteran Inggris (British Medical

Association-BMA) yang secara tegas menentang eutanasia dalam bentuk apapun juga.

8. Jepang

Jepang tidak memiliki suatu aturan hukum yang mengatur tentang eutanasia demikian pula

Pengadilan Tertinggi Jepang (supreme court of Japan) tidak pernah mengatur mengenai

eutanasia tersebut.

Ada 2 kasus eutanasia yang pernah terjadi di Jepang yaitu di Nagoya pada tahun 1962 yang

dapat dikategorikan sebagai "eutanasia pasif" (消極的安楽死, shōkyokuteki anrakushi)

Kasus yang satunya lagi terjadi setelah peristiwa insiden di Tokai university pada tahun

1995[14] yang dikategorikan sebagai "eutanasia aktif " (積極的安楽死, sekkyokuteki

anrakushi) .Keputusan hakim dalam kedua kasus tersebut telah membentuk suatu kerangka

hukum dan suatu alasan pembenar dimana eutanasia secara aktif dan pasif boleh dilakukan

secara legal. Meskipun demikian eutanasia yang dilakukan selain pada kedua kasus tersebut

adalah tetap dinyatakan melawan hukum, dimana dokter yang melakukannya akan

dianggap bersalah oleh karena merampas kehidupan pasiennya. Oleh karena keputusan

pengadilan ini masih diajukan banding ke tingkat federal maka keputusan tersebut belum

mempunyai kekuatan hukum sebagai sebuah yurisprudensi, namun meskipun demikian saat

ini Jepang memiliki suatu kerangka hukum sementara guna melaksanakan eutanasia.

9. Republik Ceko

Suntik mati (Euthanasia ) Page 12

Page 13: MAKALAH eutanasia

Di Republik Ceko eutanisia dinyatakan sebagai suatu tindakan pembunuhan berdasarkan

peraturan setelah pasal mengenai eutanasia dikeluarkan dari rancangan Kitab Undang-

undang Hukum Pidana. Sebelumnya pada rancangan tersebut, Perdana Menteri Jiri Pospíšil

bermaksud untuk memasukkan eutanasia dalam rancangan KUHP tersebut sebagai suatu

kejahatan dengan ancaman pidana selama 6 tahun penjara, namun Dewan Perwakilan

Konstitusional dan komite hukum negara tersebut merekomendasikan agar pasal

kontroversial tersebut dihapus dari rancangan tersebut.

10. India

Di India eutanasia adalah suatu perbuatan melawan hukum. Aturan mengenai larangan

eutanasia terhadap dokter secara tegas dinyatakan dalam bab pertama pasal 300 dari Kitab

Undang-undang Hukum Pidana India (Indian penal code-IPC) tahun 1860. Namun

berdasarkan aturan tersebut dokter yang melakukan euthanasia hanya dinyatakan bersalah

atas kelalaian yang mengakibatkan kematian dan bukannya pembunuhan yang hukumannya

didasarkan pada ketentuan pasal 304 IPC, namun ini hanyalah diberlakukan terhadap kasus

eutanasia sukarela dimana sipasien sendirilah yang menginginkan kematian dimana si

dokter hanyalah membantu pelaksanaan eutanasia tersebut (bantuan eutanasia). Pada kasus

eutanasia secara tidak sukarela (atas keinginan orang lain) ataupun eutanasia di luar

kemauan pasien akan dikenakan hukuman berdasarkan pasal 92 IPC.

11. China

Di China, eutanasia saat ini tidak diperkenankan secara hukum. Eutansia diketahui terjadi

pertama kalinya pada tahun 1986, dimana seorang yang bernama "Wang Mingcheng"

meminta seorang dokter untuk melakukan eutanasia terhadap ibunya yang sakit.Akhirnya

polisi menangkapnya juga si dokter yang melaksanakan permintaannya, namun 6 tahun

kemudian Pengadilan tertinggi rakyat (Supreme People's Court) menyatakan mereka tidak

bersalah. Pada tahun 2003, Wang Mingcheng menderita penyakit kanker perut yang tidak ada

kemungkinan untuk disembuhkan lagi dan ia meminta untuk dilakukannya eutanasia atas

dirinya namun ditolak oleh rumah sakit yang merawatnya. Akhirnya ia meninggal dunia dalam

kesakitan

12. Afrika Selatan

Di Afrika Selatan belum ada suatu aturan hukum yang secara tegas mengatur tentang

eutanasia sehingga sangat memungkinkan bagi para pelaku eutanasia untuk berkelit dari

jerat hukum yang ada

Suntik mati (Euthanasia ) Page 13

Page 14: MAKALAH eutanasia

13. Korea

Belum ada suatu aturan hukum yang tegas yang mengatur tentang eutanasia di Korea,

namun telah ada sebuah preseden hukum (yurisprudensi)yang di Korea dikenal dengan

"Kasus rumah sakit Boramae" dimana dua orang dokter yang didakwa mengizinkan

dihentikannya penanganan medis pada seorang pasien yang menderita sirosis hati (liver

cirrhosis) atas desakan keluarganya. Polisi kemudian menyerahkan berkas perkara tersebut

kepada jaksa penuntut dengan diberi catatan bahwa dokter tersebut seharusnya dinayatakan

tidak bersalah.Namun kasus ini tidak menunjukkan relevansi yang nyata dengan mercy

killing dalam arti kata eutanasia aktif. Pada akhirnya pengadilan memutuskan bahwa " pada

kasus tertentu dari penghentian penanganan medis (hospital treatment) termasuk tindakan

eutanasia pasif, dapat diperkenankan apabila pasien terminal meminta penghentian dari

perawatan medis terhadap dirinya .

2.7 Euthanasia menurut Agama Islam Seperti dalam agama-agama Ibrahim lainnya (Yahudi dan Kristen), Islam mengakui hak

seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada

manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati.

(QS al-Hajj).

Euthanasia Aktif

Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori

pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‗amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk

meringankan penderitaan pasien.Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan

pasien sendiri atau keluarganya.

Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan

pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri.

Misalnya firman Allah SWT :

“ Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya)

melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.”‖ (QS Al-An‘aam : 151)

“Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain), kecuali

karena tersalah (tidak sengaja)” (QS An-Nisaa` : 92)

“ Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang

kepadamu.” (QS An-Nisaa` : 29).

Suntik mati (Euthanasia ) Page 14

Page 15: MAKALAH eutanasia

Dari dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan

euthanasia aktif.Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-

qatlu al-‗amad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besar.

Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan

mematikan, menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena

membunuh), oleh pemerintahan Islam (Khilafah), sesuai firman Allah :“Telah

diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.” (QS Al-

Baqarah : 178) Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan

qishash (dengan memaafkan), qishash tidak dilaksanakan.Selanjutnya mereka

mempunyai dua pilihan lagi, meminta diyat (tebusan), atau

memaafkan/menyedekahkan.Firman Allah SWT : “Maka barangsiapa yang mendapat

suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara

yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi

maaf dengan cara yang baik (pula).” (QS Al-Baqarah : 178)

Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya

dalam keadaan bunting, berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki, 1990:

111). Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak), maka

diyatnya adalah 1000 dinar, atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 4,25 gram emas),

atau 12.000 dirham, atau senilai 35.700 gram perak (1 dirham = 2,975 gram perak) (Al-

Maliki, 1990: 113).

Tidak dapat diterima, alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan

melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya.Alasan

ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya

yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia.Dengan mempercepat kematian pasien

dengan euthanasia aktif, pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit

yang diberikan Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa. Rasulullah SAW

bersabda,‖Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan,

sakit, kesedihan, kesusahan, maupun penyakit, bahkan duri yang menusuknya, kecuali

Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya itu.‖

(HR Bukhari dan Muslim).

Suntik mati (Euthanasia ) Page 15

Page 16: MAKALAH eutanasia

Euthanasia Pasif

Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik

menghentikan pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter

bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan

sembuh kepada pasien. Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien,

misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien.

Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah Islam?Jawaban untuk pertanyaan itu,

bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri.

Yakni, apakah berobat itu wajib, mandub,mubah, atau makruh? Dalam masalah ini ada

perbedaan pendapat. Menurut jumhur ulama, mengobati atau berobat itu hukumnya

mandub (sunnah), tidak wajib. Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan

berobat,seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah, seperti dikemukakan oleh Syaikhul

Islam Ibnu Taimiyah (Utomo,2003:180).

Menurut Abdul Qadim Zallum (1998:68) hukum berobat adalah mandub.Tidak wajib.

Hal ini berdasarkan berbagai hadits, di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut

umatnya untuk berobat, sedangkan di sisi lain, ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu

bukanlah tuntutan yang tegas (wajib), tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah).

Di antara hadits-hadits tersebut, adalah hadits bahwa Rasulullah SAW

bersabda :“Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia

ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!” (HR Ahmad, dari Anas RA)

Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat.Menurut

ilmu Ushul Fiqih, perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-

thalab), bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub). Ini sesuai kaidah ushul :

Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalab

“Perintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutan.” (An-

Nabhani, 1953)

Jadi, hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat.Dalam hadits

itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib.Bahkan, qarinah

yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak

bersifat wajib.Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobat.

Di antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, bahwa seorang

perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkata,‖Sesungguhnya aku

Suntik mati (Euthanasia ) Page 16

Page 17: MAKALAH eutanasia

terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh]. Berdoalah

kepada Allah untuk kesembuhanku!‖ Nabi SAW berkata,‖Jika kamu mau, kamu bersabar

dan akan mendapat surga. Jika tidak mau, aku akan berdoa kepada Allah agar Dia

menyembuhkanmu.‖ Perempuan itu berkata,‖Baiklah aku akan bersabar,‖ lalu dia berkata

lagi,‖Sesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh], maka berdoalah

kepada Allah agar auratku tidak tersingkap.‖ Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya.

(HR Bukhari)

Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat. Jika hadits ini digabungkan

dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat, maka hadits terakhir ini

menjadi indikasi (qarinah), bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah, bukan

perintah wajib. Kesimpulannya, hukum berobat adalah sunnah (mandub), bukan wajib

(Zallum, 1998:69).

Dengan demikian, jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah, termasuk

dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien. Jika memasang alat-alat ini

hukumnya sunnah, apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis

keadaannya?

Abdul Qadim Zallum (1998:69) mengatakan bahwa jika para dokter telah

menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya, maka para dokter berhak

menghentikan pengobatan, seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya.

Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas

pengobatan yang hukumnya sunnah, bukan wajib.

Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya

kehidupan bagi pasien. Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi,

tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien, karena organ-organ ini

pun akan segera tidak berfungsi.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada

pasien adalah sunnah, karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah. Karena

itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-

alat bantu pada pasien –setelah matinya/rusaknya organ otak—hukumnya boleh (jaiz)

dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien,

dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab

mengenai tindakannya itu (Zallum, 1998:69; Zuhaili, 1996:500; Utomo, 2003:182).

Suntik mati (Euthanasia ) Page 17

Page 18: MAKALAH eutanasia

Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter, disyaratkan adanya izin dari pasien,

walinya, atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan

mengurus pasien). Jika pasien tidak mempunyai wali, atau washi, maka wajib diperlukan

izin dari pihak penguasa (Al-Hakim/Ulil Amri) (Audah, 1992 : 522-523).

Suntik mati (Euthanasia ) Page 18

Page 19: MAKALAH eutanasia

BAB III

ANALISIS KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 Kasus

Tn “R” berusia lanjut (85th) menderita kelumpuhan akibat stroke yang dia alami. Kaki dan

tangan sebelah kanan lumpuh total dan sebelah kiri mengalami kelemahan. Kejadian ini sudah

dialami lebih dari 3thn yang lalu. Pada awalnya keluarga bisa menerima kondisi ini, namun lama

kelamaan mereka bosan dan enggan untuk mengurusi lagi. Situasi ini menjadikan Tn “R” putus

asa. Pada suatu hari Tn “R” memutuskan ingin mati saja. Saat dibawa kedokter untuk berobat, Tn

“R” malah minta kepada dokter dan perawatanya untuk disuntik mati.

3.2 Pembahasan Kasus

Dalam kasus ini. Pertama, klien memutuskan untuk mati saja karena menderita

kelumpuhan akibat stroke yang dia alami. Kaki dan tangan sebelah kanan lumpuh total dan

sebelah kiri mengalami kelemahan. Kejadian ini sudah dialami lebih dari 3thn yang lalu.

Kedua, adalah larangan dilakukannya euthanasia atau tindakan yang akan menyebabkan

hilangnya nyawa seseorang yang tercantum dalam KUHP pasal 344.

Tetapi dalam kasus ini, pasien memutuskan untuk mati saja karena keluarganya sudah

bosan dan enggan untuk merawatnya lagi. Disini pihak tenaga kesehatan dalam dilema karena

pihak klien meminta tindakan euthanasia tetapi melanggar aturan hukum.

Suntik mati (Euthanasia ) Page 19

Page 20: MAKALAH eutanasia

3.3 Pendapat

Menurut saya, dokter tidak diperbolehkan mengakhiri hidup seorang yang

sakit meskipun menurut pengetahuan dan pengalaman tidak akan sembuh

lagi.

Jangan mudah putus asa dalam menghadapi cobaan. Tetap berdo’a kepada

Tuhan dan tetap berusaha untuk mendapatkan kesembuhan.

Menyarankan kepada keluarga untuk tetap setia merawat pasien sampai ia

sembuh.

Menurut saya, pasien sebaiknya memikrkan kembali keputusan untuk

mengajukan euthanasia.

Suntik mati (Euthanasia ) Page 20

Page 21: MAKALAH eutanasia

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan Euthanasia berarti tindakan untuk meringankan kesakitan atau penderitaan yang dialami

oleh seseorang yang akan meninggal, juga berarti mempercepat kematian seseoran yang

berada dalam kesakitan dan penderitaan yang hebat menjelang kematiannya.

Ditinjau dari cara perawatannya, euthanasia dibagi menjadi:

1. Euthanasia agresif atau aktif

2. Euthanasia non agresif

3. Euthanasi pasif

Ditinjau dari permintaan izinnya, euthanasia dibagi menjadi:

1. Euthanasia dilur kemampuan pasien

2. Euthanasia tidak sukarela

3. Euthanasia sukarela

Di setiap negara di dunia mempunyai hukum dan pandangan yang berbeda-beda tentang

Euthanasia.Ada negara yang memperbolehkan Euthanasia secara gampang, dan ada negara

yang membuat syarat-syarat tertentu untuk melakukan Euthanasia.Di Indonesia sendiri

Euthanasia masih menimbulkan pro dan kontra.

Dalam pandangan berbagai agama pun, menghilangkan nyawa seseorang secara sengaja

adalah perbuatan dosa, perbuatan yang melanggar.

Menurut pandangan agama islam perbuatan Euthanasia haram dilakukan. Karena, mengakhiri

hidup seseorang itu sama saja dengan pembunuhan. Dan Allah swt melarang tindakan

pembunuhan.

Suntik mati (Euthanasia ) Page 21

Page 22: MAKALAH eutanasia

4.2 Saran

Sebaiknya kita sebagai perawat jangan sampai melakukan tindakan Euthanasia.Kita harus

berusaha maksimal untuk kesembuhan pasien.Selama masih ada kemungkinan untuk sembuh

dan masih ada jalan untuk sembuh diharapkan untuk tidak melakukan tindakan Euthanasia.

Suntik mati (Euthanasia ) Page 22