Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dilahirkan ke dunia ini dengan penuh kesempurnaan, yang berbeda dengan makhluk hidup lainnya. Kesempurnaan tersebut adalah diberikannya akal yang digunakan untuk berpikir. Dalam kehidupan sehari-harinya, manusia kadang mengalami kesulitan-kesulitan, misal dalam hal ekonomi kebutuhan manusia yang tidak terbatas dihadapkan dengan alat pemenuhan yang jumlahnya terbatas yang akhirnya manusia mencari alternatif-alternatif pemenuhan kebutuhan secara rasional. Keinsafan akan adanya kesulitan-kesulitan mendorong orang untuk memikirkan caranya ia berpikir, serta meneliti asas-asas hukum- hukum yang harus mengatur pemikiran manusia agar dapat mencapai kebenaran (Dr. W. Poespoprodjo, S.H dkk; 1999:12). Dengan demikian timbulah suatu ilmu yang disebut logika. Sebagai pelopor ilmu logika adalah Aristoteles (348-322 SM) dengan karyanya yang terkenal dengan judul To Organon. Logika berasal dari kata Yunani logos, yang berarti ucapan, kata, pengertian, pikiran, ilmu. Dalam filsafat ilmu, logika biasa digunakan karena logika merupakan wahana pokok dalam keilmuan. Secara leksikal, Oxford Dictionary dalam Dr. Suwardi Endraswara, M.Hum (2012:173) mendefinisikan logika sebagai science of reasoning, proof, thinking, or inference; particular scheme of or treatise on this; chain of reasoning, correct or incorrect use of argument, ability in argument, arguments”. Dalam kamus Oxford juga disebutkan bahwa 1
35

makalah empirisme

Aug 06, 2015

Download

Documents

Supri Hantono
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: makalah empirisme

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia dilahirkan ke dunia ini dengan penuh kesempurnaan, yang berbeda dengan

makhluk hidup lainnya. Kesempurnaan tersebut adalah diberikannya akal yang digunakan

untuk berpikir. Dalam kehidupan sehari-harinya, manusia kadang mengalami kesulitan-

kesulitan, misal dalam hal ekonomi kebutuhan manusia yang tidak terbatas dihadapkan

dengan alat pemenuhan yang jumlahnya terbatas yang akhirnya manusia mencari alternatif-

alternatif pemenuhan kebutuhan secara rasional.

Keinsafan akan adanya kesulitan-kesulitan mendorong orang untuk memikirkan

caranya ia berpikir, serta meneliti asas-asas hukum-hukum yang harus mengatur pemikiran

manusia agar dapat mencapai kebenaran (Dr. W. Poespoprodjo, S.H dkk; 1999:12). Dengan

demikian timbulah suatu ilmu yang disebut logika. Sebagai pelopor ilmu logika adalah

Aristoteles (348-322 SM) dengan karyanya yang terkenal dengan judul To Organon.

Logika berasal dari kata Yunani logos, yang berarti ucapan, kata, pengertian, pikiran,

ilmu. Dalam filsafat ilmu, logika biasa digunakan karena logika merupakan wahana pokok

dalam keilmuan. Secara leksikal, Oxford Dictionary dalam Dr. Suwardi Endraswara, M.Hum

(2012:173) mendefinisikan logika sebagai “science of reasoning, proof, thinking, or

inference; particular scheme of or treatise on this; chain of reasoning, correct or incorrect

use of argument, ability in argument, arguments”. Dalam kamus Oxford juga disebutkan

bahwa aslinya istilah lengkap untuk logika adalah logike tekhne, yang artinya seni atau

keterampilan berpikir.

Pengetahuan manusia bermula dari pengalaman-pengalaman konkret, pengalaman

sensitivo-rasional: objek-objek, kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang dilihat atau

dialami (DR. W. Poespoprodjo, S.H, dkk, 1999:15-16). Akal manusia tidak puas dengan

hanya untuk mengetahui dan menerima suatu fakta saja. Akal manusia akan mencari

mengapa fakta itu bisa terjadi, apa penyebabnya, bagaimana kejadian itu, apa hubungannya

satu hal dengan hal yang lain sehingga timbul fakta tersebut dan seterusnya.Suatu penjelasan,

yang menunjukkan kaitan atau hubungan antara dua hal atau lebih, yang atas dasar alasan-

alasan tertentu dan dengan langkah-langkah tertentu sampai pada suatu kesimpulan kita sebut

sebagai suatu penalaran/pemikiran/penyimpulan. (DR. W. Poespoprodjo, S.H, dkk, 1999:16-

17). Salah satu target pokok pelajaran logika adalah menganalisa jalan pikiran dari suatu

penalaran/pemikiran/penyimpulan.

1

Page 2: makalah empirisme

Perkembangan selanjutnya dari pengetahuan adalah ilmu. Menurut Jujun S.

Suriasumantri, ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu

yang membedakan ilmu dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya (Jujun S. Suriasumantri,

2012: 5). Bangsa Yunani merupakan bangsa yang pertama kali “menemukan” ilmu. Karena

bangsa Yunani telah menuliskan dan menemukan pengetahuan-pengetahuan yang telah

dimiliki oleh mereka (maupun yang berasal dari pengetahuan bangsa lain) dalam bentuk

tulisan yang tersusun secara sistematis. Menurut sejarahnya, astronomi merupakan ilmu yang

pertama kali muncul, kurang lebih sejak tahun 2000 SM, (Jujun S. Suriasumantri, 2012: 18),

dan sejak saat itu ilmu mengalami perkembangan yang pesat hingga saat ini. Perkembangan

ilmu tentu tidak terlepas dari adanya perubahan pola pikir manusia.

Filsafat adalah suatu cara berpikir yang radikal dan menyeluruh, suatu cara berpikir

yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya (Jujun S. Suriasumantri, 2012:4-5). Manfaat

filsafat dalam kehidupan: 1) Sebagai dasar dalam bertindak; 2) Sebagai dasar dalam

mengambil keputusan; 3) Untuk mengurangi salah paham dan konflik; 4) Untuk bersiap siaga

menghadapi situasi dunia yang selalu berubah (Dr. Suwardi Endraswara, M.Hum, 2012:4).

Adapun filsafat yang pertama muncul adalah rasionalisme dan empirisme, yang kemudian

berkembang menjadi berbagai aliran filsafat.

Dunia pendidikan Indonesia kembali menjadi sorotan pemberitaan nasonal atas

peristiwa tewasnya Alawy Yusianto Putra, seorang pelajar SMA 6 Jakarta, akibat tawuran

pada hari Rabu tanggal 26 September 2012 (KOMPAS.com). Tawuran antar pelajar bukanlah

hal aneh di Indonesia. Menurut data kepolisian, di Jakarta, sepanjang tahun 2012 (hingga

bulan September) telah terjadi 11 kali tawuran dengan korban jiwa 5 orang (KOMPAS.com).

Hal ini mengindikasikan ada yang salah dalam pendidikan Indonesia.

Menurut Prof.Rupert.C.Lodge,”In this sense life is education and education is life”.

Artinya, seluruh pendidikan merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Karena,

segala pengalaman sepanjang hidup memberikan pengaruh pendidikan bagi seseorang. Maka

dapat dipahami bahwa masalah pendidikan memerlukan jawaban secara filosofis.Bidang

filsafat pendidikan adalah juga masalah hidup dan kehidupan  manusia. Dengan mengambil

pengertian pendidikan secara luas, berarti masalah kependidikan mempunyai ruang lingkup

yang luas pula, meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia. Sehingga otomatis

keduanya saling berkaitan dan berkesinambungan satu sama lain.

Menurut Prof.Dr.Hasan Langgulung, filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran

teratur yang menjadikan filsafat sebagai media untuk menyusun pendidikan,

menyelaraskannya dan mengharmoniskannya serta menerapkan nilai-nilai dan tujuan yang

2

Page 3: makalah empirisme

ingin dicapainya (Prof.Dr.Hasan Langgulung, 1999:35). Sebagai ilmu yang menjadi jawaban

terhadap problema-problema dalam lapangan pendidikan, maka filsafat pendidikan dalam

kegiatannya berfungsi sebagai berikut:

1.      Merumuskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan, konsep hakikat pendidikan dan hakikat

manusia, dan isi moral pendidikan.

2.     Merumuskan teori, bentuk dan sistem pendidikan.

3.      Merumuskan hubungan antara agama, filsafat, filsafat pendidikan, teori pendidikan dan

kebudayaan.

Kegiatan pembelajaran di kelas tidak lepas dari beberapa elemen yang saling berkaitan

satu sama yang lainnya, seperti guru, peserta didik, kurikulum, mata pelajaran, metode

pembelajaran, media pembelajaran, sumber belajar, dll. Peserta didik merupakan salah satu

elemen yang paling utama karena dirinyalah yang berperan untuk mendapatkan ilmu. Belajar

dianggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan.

Hilgard dalam Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M.Pd (2006:112) mengungkapkan : “Learning is

the process by wich an activity origanates or changed through training procedurs (wheter in

the laboratory or in the natural environmenth) as distinguished from changes by factors not

atributable to training “. Bagi Hilgard, belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan

atau prosedur latihan baik di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah.

Banyak pandangan yang membahas tentang terjadinya perubahan tingkah laku.

Menurut John Locke, manusia itu merupakan organisme yang pasif. Dengan teori

tabularasanya, John Locke menganggap bahwa manusia itu seperti kertas putih, hendak

ditulis apa kertas itu sangat tergantung pada orang yang menulisnya.

1.2 Ruang Lingkup

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis membatasi makalah ini untuk

menjawab pertanyaan sebagai berikut:

a. Bagaimanakah perkembangan ilmu, sejak masa Yunani hingga saat ini?

b. Apakah paham rasionalisme?

c. Apakah paham empirisme?

d. Bagaimanakah penerapan empirisme dalam pendidikan (khususnya pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial?

3

Page 4: makalah empirisme

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini ditulis dengan tujuan:

1. Untuk mengetahui bagaimanakah perkembangan ilmu sejak zaman Yunani hingga

sekarang;

2. Untuk lebih memahami paham rasionalisme;

3. Untuk lebih memahami paham empirisme dan penerapannya dalam pendidikan

4. Untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Filsafat Ilmu.

1.4 Sistematika Penulisan

Makalah ini disusun dengan menggunakan sistematika sebagai berikut:

Bab I, Pendahuluan

Terdiri dari Latar Belakang Masalah, Ruang Lingkup, Tujuan Penulisan dan

Sistematikan Penulisan Makalah.

Bab II, Penerapan Empirisme dalam Pedidikan Pengetahuan Sosial

Terdiri dari Perkembangan Ilmu, Ilmu dalam Peradaban Zaman Kuno, Ilmu pada

Zaman Yunani, Ilmu pada Zaman Romawi, Ilmu dalam Peradaban Abad Pertengahan, Potret

Ilmu Pengetahuan Periode Islam, Ilmu pada Zaman Renainsans (14-16 M), Ilmu pada Zaman

Modern (17-19 M),Ilmu pada Zaman Kontemporer, Rasionalisme, Rasionalisme menurut

tokoh-tokoh filsafat modern, Rasionalisme menurut aliran Mu’tazilah ( Rasionalisme Islam ),

Kritik Terhadap Rasionalisme, Empirisme, Penerapan Empirisme Dalam Pendidikan IPS.

Bab III Kesimpulan dan Saran

Terdiri dari Kesimpulan, yang merupakan ringkasan dari isi makalah dan Saran bagi

para pembaca makalah ini.

4

Page 5: makalah empirisme

BAB II

EMPIRISME

DALAM PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

2.1 Perkembangan Ilmu

Sebelum membahas mengenai perkembangan ilmu, terlebih dahulu akan dipaparkan

pengertian ilmu menurut beberapa ahli.

1. Menurut Mohammad Hatta: ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan

hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut

kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.

2. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag menyatakan: ilmu adalah yang empiris, rasional,

umum dan sistemtik, dan keempatnya serentak.

3. Menurut Karl Pearson: ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan

konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.

4. Menurut Ashley Montagu, ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem

yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip

tentang hal yang sedang dikaji.

5. Menurut Harsojo: ilmu adalah:

1) Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematisasikan;

2) Suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap dunia empiris, yaitu dunia yang

terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh

panca indera manusia;

3) Suatu cara menganalisis yang mengizinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan

sesuatu proposisi dalam bentuk: “Jika…, maka…”. (Prof. Dr. Amsal Bakhtiar,

M.A.,2012:15-16).

Menurut George J. Mouly, permulaan ilmu dapat diusut sampai pada permulaan

manusia. Tak diragukan lagi bahwa manusia purba telah menemukan beberapa hubungan

yang bersifat empiris yang memungkinkan mereka untuk mengerti keadaan dunia. Sedangkan

Amsal T. Bakhtiar membagi periodisasi sejarah perkembangan ilmu pengetahuan menjadi

empat periode: pada zaman Yunani kuno, pada zaman Islam, pada zaman renaisans dan

modern, dan pada zaman kontemporer.

5

Page 6: makalah empirisme

2.1.1. Ilmu dalam Peradaban Zaman Kuno

a. Ilmu pada Zaman Yunani

George J. Mouly, dia membagi perkembangan ilmu pada tahap animisme, ilmu

empiris dan ilmu teoritis.Pada tahap animisme, manusia menjelaskan gejala yang ditemuinya

dalam kehidupan sebagai perbuatan dewa-dewi, hantu dan berbagai makhluk halus. Pada

tahap inilah pola pikir mitosentris masih sangat kental mewarnai pemikiran bangsa Yunani

sebelum berubah menjadi logosentris. Seiring dengan berkembangannya waktu, filsafat

dijadikan sebagai landasan berfikir oleh bangsa Yunani untuk menggali ilmu pengetahuan,

sehingga berkembang pada generasi-generasi setelahnya. Inilah titik awal manusia

menggunakan rasio untuk meneliti dan sekaligus mempertanyakan dirinya dan alam jagad

raya. Jones dalam A History of Western, mengatakan bahwa awal dan akar kebangkitan

filsafat dan sains Barat seperti sekarang ini adalah warisan intelektual Yunani. Para ahli pada

zaman itu, mencoba membuat konsep tentang asal muasal alam. Corak dan sifat dari

pemikiranya untuk membangun merangkai bangunan ilmu bersifat mitologik (keteranganya

didasarkan atas mitos dan kepercayaan saja). Namun setelah adanya demitologisasi oleh para

pemikir alam seperti Thales (624-548 SM), Anaximenes (590-528 SM), Phitagoras (532 SM),

herakliotos (535-475 SM), Parminides (540-475 SM) serta banyak lagi pemikir lainya, maka

pemikiran filsafat berkembang secara cepat kearah puncaknya. Ravertz dalam bukunya

Filsafat Ilmu menyebutkan, paling tidak ada dua bidang kelimuan yang dipelajari yang pada

waktu itu mendekati kemapanannya, pertama, ilmu kedokteran, praktek yang setidaknya

mencoba menerapkan metode yang menekankan observasi, dan kedua, geometri yang sedang

mengumpulkan setumpukan hasil di seputar hubungan-hubungan antara ilmu hitung yang

disusun secara khusus.

Periode setelah Socrates disebut dengan zaman keemasan kelimuan bangsa Yunani,

karena pada zaman ini kajian-kajian kelimuan yang muncul adalah perpaduan antara filsafat

alam dan filsafat tentang manusia. Tokoh yang sangat menonjol adalah Plato (429-347 SM),

yang sekaligus murid Socrates. Plato adalah seorang filsuf earliest (paling tua) yang tulisan-

tulisannya masih menghiasi dunia akademisi hingga saat ini. Karyanya Timaeus merupakan

karya yang sangat berpengaruh di zaman sebelumnya. Kemudian muncul Aristoteles (384-

322 SM). Ia adalah murid Plato. Ia menganggap matematika sebagai suatu abstraksi dari

kenyataan ilmiah. Dan ia berhasil menemukan pemecahan persoalan-persoalan besar filsafat

yang dipersatukannya dalam satu sistem: logika, matematika, fisika, dan metafisika. Logika

6

Page 7: makalah empirisme

Aristoteles berdasarkan pada analisis bahasa yang disebut silogisme. Pada dasarnya silogisme

terdiri dari tiga premis.

b. Ilmu pada Zaman Romawi

Ilmu pengetahuan yang pernah ditorehkan oleh Bangsa Romawi tidak bisa dilepaskan

dari bangunan ilmu pengetahuan yang telah disumbangkan oleh bangsa Yunani. Di dalam

banyak literatur yang ada, disebutkan bahwa bangsa Romawi merupakan bangsa yang

pertama kali mengaplikasikan teori-teori yang pernah dirumuskan oleh bangsa Yunani,

sehingga mata rantai kelimuan yang mulai memudar yang seolah-olah putus dalam sejarah

perkambangan ilmu pengetahuan bangsa Yunani menjadi tumbuh kembali. Sehingga di

dalam lapangan inovasi ilmu pengetahuan,  bangsa Romawi tidak banyak melahirkan para

pemikir yang ulung, konseptor yang handal, dan perumus teori dalam rangka melebarkan

sayap ilmu pengetahuan. Namun yang perlu dicatat bahwa bangsa Romawi membuat

pemikiran spekulatif Yunani menjadi praktis dan dapat diterapakan dengan mudah.

Sumbangan terbesar bangsa Romawai kepada peradaban manusia terutama dalam bidang

pemikiran sistem hukum dan lembaga-lembaga politik, ada tiga bentuk pemikiran hukum

Romawi yang banyak diadopsi para pemikir Barat, antara lain : Ius Civile, Ius Gentium, Ius

Naturale. Dari segi pemikiran ilmu politik, Romawi memberikan pemahaman tentang teori

imperium, antara lain:

1. Kekuasaan dan otoritas negara

2. Equal rights (Persamaan hak politik)

3. Governmental Contract (Kontrak Pemerintah)

4. Pengadaptasian kekuasaan dan keagamaan

Para sejarawan berspekulasi tentang penyebab kegagalan orang Romawi di bidang

pengembangan ilmu. Ada yang mencoba melihat perbudakan yang menghambat dorongan

bagi industri, sebagai penyebabnya.

2.1.2. Ilmu dalam Peradaban Abad Pertengahan

Dominasi para teolog pada masa ini mewarnai aktivitas ilmiah pergerakan ilmu

pengetahuan. Hal ini dapat dilihat dari semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini

adalah ancillla theologia atau abdi agama.. Agama Kristen menjadi problema kefilsafatan

karena mengajarkan bahwa wahyu Tuhanlah yang merupakan kebenaran sejati. Inilah yang

7

Page 8: makalah empirisme

dianggap sebagai salah satu penyebab masa ini disebut dengan Abad gelap (dark age).

Usaha-usaha menghidupkan kembali keilmuan hanya sesekali dilakukan oleh raja-raja besar

seperti Alfred dan Charlemagne. Namun di Timur terutama di wiayah kekuasaan Islam justru

terjadi perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat.

a. Potret Ilmu Pengetahuan Periode Islam

Menurut Harun Nasution, keilmuan berkembang pada zaman Islam klasik (650-1250

M). Keilmuan ini dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal

seperti yang terdapat dalam al-Qur`an dan hadis. Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang

sama dari Yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang berada di kota-kota pusat peradaban

Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik, seperti Alexandria (Mesir), Jundisyapur (Irak),

Antakia (Syiria), dan Bactra (Persia).

Dalam lapangan kedokteran muncul nama-nama terkenal seperti : Al-Ḥāwī karya al-

Rāzī (850-923)  merupakan sebuah ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan ilmu

kedokteran sampai masanya. Rhazas mengarang suatu Encyclopedia ilmu kedokteran dengan

judul Continens, Ibnu Sina (980-1037) menulis buku-buku kedokteran (al-Qonun) yang

menjadi standar dalam ilmu kedokteran di Eropa. Al-Khawarizmi (Algorismus atau

Alghoarismus) menyusun buku Aljabar pada tahun 825 M, yang menjadi buku standar

beberapa abad di Eropa. Ia juga menulis perhitungan biasa (Arithmetics), yang menjadi

pembuka jalan penggunaan cara desimal di Eropa untuk menggantikan tulisan Romawi. Ibnu

Rushd (1126-1198) seorang filsuf yang menterjemahkan dan mengomentari karya-karya

Aristoteles. Al Idris (1100-1166) telah membuat 70 peta dari daerah yang dikenal pada masa

itu untuk disampaikan kepada Raja Boger II dari kerajaan Sicilia. Dalam bidang kimia ada

Jābir ibn Ḥayyān (Geber) dan al-Bīrūnī (362-442 H/973-1050 M). Sebagian karya Jābir ibn

Ḥayyān memaparkan metode-metode pengolahan berbagai zat kimia maupun metode

pemurniannya.

Selain disiplin-disiplin ilmu di atas, sebagian umat Islam juga menekuni logika dan

filsafat. Sebut saja al-Kindī, al-Fārābī (w. 950 M), Ibn Sīnā atau Avicenna (w. 1037 M), al-

Ghazālī (w. 1111 M), Ibn Bājah atau Avempace (w. 1138 M), Ibn Ṭufayl atau Abubacer (w.

1185 M), dan Ibn Rushd atau Averroes (w. 1198 M). Menurut Felix Klein-Franke, al-Kindī

berjasa membuat filsafat dan ilmu Yunani dapat diakses dan membangun fondasi filsafat

dalam Islam dari sumber-sumber yang jarang dan sulit, yang sebagian di antaranya kemudian

diteruskan dan dikembangkan oleh al-Fārābī. Al-Kindī sangat ingin memperkenalkan filsafat

8

Page 9: makalah empirisme

dan sains Yunani kepada sesama pemakai bahasa Arab. Rasionalisme Ibn Rushd mengilhami

orang Barat pada abad pertengahan dan mulai membangun kembali peradaban mereka yang

sudah terpuruk berabad-abad lamanya yang terwujud dengan lahirnya zaman pencerahan atau

renaisans. Pada zaman itu bangsa Arab juga menjadi pemimpin di bidang Ilmu Alam.

Sumbangan sarjana Islam dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bidang, yaitu :

1. Menerjemahkan peninggalan bangsa Yunani dan menyebarluaskan sedemikian rupa,

sehingga dapat dikenal dunia Barat seperti sekarang ini.

2. Memperluas pengamatan dalam lapangan ilmu kedokteran, obat-obatan, astronomi, ilmu

kimia, ilmu bumi, dan ilmu tumbuh-tumbuhan.

3. Menegaskan sistem desimal dan dasar-dasar aljabar.

2.1.3. Ilmu pada Zaman Renainsans (14-16 M)

Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang

mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Renaisans adalah periode perkembangan

peradaban yang terletak di ujung atau sesudah abad kegelapan sampai muncul abad modern.

Ciri utama renaisans yaitu humanisme, individualisme, sekulerisme, empirisisme, dan

rasionalisme. Dari pergaulan dengan peradaban Islam , muncul karangan-karangan spekulatif

sederhana tentang filsafat ilmiah. Abad ke-13 menyaksikan berdirinya universitas dan zaman

kebesaran pengetahuan skolastik. Ilmu pengetahuan yang berkemang maju pada masa ini

adalah bidang astronomi. Tokoh-tokohnya yang terkenal antara lain  : Roger Bacon,

Copernicus, Galileo Galilei. Bacon berpendapat bahwa matematika merupakan syarat mutlak

untuk mengolah semua pengetahuan. Pendapat Copernicus berkenaan di bidang astronomi

yaitu bumi dan planet semuanya mengelilingi matahari, sehingga matahari menjadi pusat

(heliosentrisisme). Galileo Galilei menerima pendapat tentang prinsip tata surya yang

heliosentrisisme. Selain itu, ia membuat sebuah teropong bintang yang terbesar pada masa itu

dan mengamati beberapa peristiwa angkasa secara langsung. Langkah-langkah yang

dilakukan oleh Galileo dalam bidang ini menanamkan pengaruh yang kuat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan modern, karena menunjukkan beberapa hal seperti :

pengamatan (observation), penyingkiran (elimination), segalaa hal yang tidak termasuk

dalam peristiwa yang diamati, peristiwa tersebut, pengamalan (prediction), pengukuran

(measurement), dan percobaan (experiment) untuk menguji teori yang didasarkan pada

ramalan matematik.

9

Page 10: makalah empirisme

2.1.4. Ilmu pada Zaman Modern (17-19 M)

Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern ini sesunguhnya sudah dirintis

pada masa Ranaissance, yaitu pada abad XIV, dan dimatangkan oleh ‘gerakan’ Aufklaerung

di abad ke-18. Di dalamnya ada dua indikasi yaitu, pertama, semakin berkurangnya

kekuasaan Gereja, kedua, semakin bertambahnya kekuasaan ilmu pengetahuan.

a. Abad ke-17 sampai 18 (abad klasik-Aufklaerung)

Pada abad ke-17 terjadi perumusan kembali yang radikal terhadap objek-objek dan

fungsi-fungsi pengetahuan alamiah. Pada abad ini, wacana epistemologi pada ilmu

pengetahuan mendapat perhatian penting dalam sejarahnya. Untuk menjawab pertanyaan-

pertanyaan yang bersifat epistimologis ini, maka dua aliran filsafat yang memberikan

jawaban berbeda, bahkan saling bertentangan. Aliran filsafat tersebut ialah rasionalisme dan

emperisme. Menjelang abad k-18, mulailah revolusi industri yang mentransformasikan Eropa

dari masyarakat agraris menjadi masyarakat perkotaan; pada akhir abad inilah terjadi

Revolusi Perancis, aktivitas ilmu mengalami perubahan-perubahan yang sedemikian rupa.

Gaya dominan ilmu di zaman revolusi adalah matematis. Dalam penerapannya, metode-

metode yang digunakan beruapa rasionalisasi

Selanjutnya tokoh penemu di bidang sains pada zaman modern, khususnya pada abad

ke-17-18 M, yaitu : Sir Isaac Newton (1643-1727 M), Leibniz (1646-1716 M), Joseph Black

(1728-1799 M), Joseph Prestley (1733-1804 M), Antonie Laurent Lavoiser (1743-1794 M),

dan J.J. Thompson (1897 M). Newton adalah penemu teori gravitasi, perhitungan calculus,

dan optika yang mendasari ilmu alam. Pada masa Newton, ilmu yang berkembang adalah

matematika, fisika, dan astronomi. J.J. Thompson menemukan elektron. Dengan

penemuannya ini, maka runtuhlah anggapan bahwa atom adalah bahan terkecil dan mulailah

ilmu baru dalam kerangka kimia-fisika yaitu fisika nuklir.

b. Abad ke-19

Abad ke-19 merupakan abad emas dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Ilmu

meluas menjadi bidang-bidang penelitian dan sangat berhasil. Perluasan itu meliputi

penggabungan matematika dengan eksperimen fisika, penerapan teori kepada eksperimen

dalam kimia, dan eksperimen yang terkendali dalam biologi. Perkembangan ilmu pada abad

ke-18 telah melahirkan ilmu seperti taksonomi, ekonomi, kalkulus, dan statistika, sementara

10

Page 11: makalah empirisme

pada abad ke-19 lahirlah pharmakologi, geofisika, geomophologi, palaentologi, arkeologi,

dan sosiologi. Pada tahap selanjutnya, ilmu-ilmu zaman modern memengaruhi perkembangan

ilmu zaman kontemporer.

2.1.5. Ilmu pada Zaman Kontemporer

Zaman kontemporer adalah era perkembangan terakhir yang terjadi dari abad 20-an

hingga sekarang. Perkembangan ilmu di zaman ini mengalami kemajuan pesat, sehingga

spesialisasi ilmu semakin meningkat.  Hampir seluruh bidang ilmu dan teknologi, ilmu-ilmu

sosial seperti sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, hukum, dan politik serta ilmu-ilmu

eksakta seperti fisika, kimia, dan biologi serta aplikasi-aplikasinya di bidang teknologi

rekayasa genetika, informasi, dan komunikasi. Menurut sejumlah pengamat perkembangan

ilmu pengetahuan bahwa zaman kontemporer identik dengan rekonstruksi, dekonstruksi, dan

inovasi-inovasi teknologi di berbagai bidang. Teknologi merupakan buah dari perkembangan

ilmu pengetahuan yang dikembangkan dari generasi ke generasi. Perkembangan IPTEK pada

zaman ini ditandai oleh adanya rentetan temuan-temuan baru seperti temuan tentang listrik

(Michael Faraday), gaya elektromagnetik (James Clerk Maxwell, 1870) dalil temuan Sinar-X

(Henry Bacquerel). Di awal zaman kontemporer ini, ilmu pengetahuan banyak dihasilkan

oleh ilmuan Barat. Hal ini mulai mencuat ketika Barat berhasil menciptakan born atom yang

dianggap merupakan salah satu “produk gemilang” IPTEK, dan menelan korban ratusan ribu

jiwa manusia di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945.

Namun seiring dengan waktu berjalan, peredaran ilmu pengetahuan mulai tidak saja

berkiblat ke Barat saja, tetapi kini ilmu pengetahuan mulai dikembangkan di berbagai

Negara, khususnya Negara-negara Asia, seperti Jepang, Cina, Korea, India, dan Iran. Bahkan,

Jurnal Newscientist memuat hasil penelitian Science-Metrix, sebuah perusahaan di Motreal,

Kanada yang melakukan evaluasi atas perkembangan dan produk ilmu pengetahuan serta

teknologi di berbagai negara. Dalam laporan hasil penelitiannya, Science-Metrix

menyebutkan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan di negara Iran sebelas kali lebih cepat

dibandingkan negara-negara lainnya di dunia. Perusahaan itu mengamati adanya “pergeseran

geopolitis dalam bidang ilmu pengetahuan dan karya” yang dihasilkan negara-negara di

dunia. Menurut Science-Metrix, banyaknya karya-karya ilmiah yang dimuat di Web of

Science menunjukkan bahwa standar pertumbuhan karya ilmiah di Timur Tengah, khususnya

di Iran dan Turki, nyaris mendekati angka empat kali lebih cepat dari rata-rata pertumbuhan

di dunia.

11

Page 12: makalah empirisme

2.2 Rasionalisme

2.2.1 Rasionalisme menurut tokoh-tokoh filsafat modern

Rasionalisme merupakan aliran falsafah yang berpandangan bahwa dasar dan sumber

pengetahuan, atau secara umum falsafah, adalah akal atau rasio. Adalah akal, yang bisa

dijadikan dasar sekaligus sumber pengetahuan, sehingga berhasil memperoleh pengetahuan

yang tetap dan pasti, serta absolut dan universal.

Sebagai sebuah epistemologi, rasionalisme menggunakan aksioma-aksioma,

pengertian-pengertian atau prinsip-prinsip umum rasional yang bersifat a-priori, sebagai basis

pengetahuan sekaligus sebagai sumber. Apa yang bersesuaian dengan prinsip- prinsip

dimaksud ini, dan segala hal yang dapat dideduksikan dari prinsip-prinsip tersebut, itulah

pengetahuan bagi kalangan rasionalisme. Sesuatu yang tidak dideduksikan dari prinsip-

prinsip a-priori, atau tidak sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut, itu bukanlah pengetahuan,

ia hanyalah sekedar opini. Adapun sebabnya tidak ada metode berfikir yang pasti. Descartes

mengemukakan metode baru yaitu metode keragu-raguan. Jika orang ragu terhadap sesuatu,

dalam keragu-raguan itu jelas ia sedang berfikir. Sebab yang sedang berfikir itu tentu ada dan

jelas terang benderang. Cogito Ergo Sum saya berfikir, maka jelaslah bahwa ada.

Rasionalisme mengatakan bahwa pengenalan yang sangat sejati berasal dari rasio,

sehingga pengenalan inderawi merupakan suatu bentuk pengenalan yang kabur. Lebih detail,

Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran yang berdasarkan rasio, ide-ide yang

masuk akal. Selain itu tidak ada sumber kebenaran yang hakiki.saja.   

Rasionalisme menurut Christian Wollf. membagi lapangan pengetahuan menjadi tiga

bidang yaitu apa yang ia sebut dengan : kosmologi rasional, psikologi rasional, dan

teodiologi rasional.

1. Kosmologi Rasional adalah pengetahuan yang berangkat dari premis, misalnya : Dunia

ini terbatas dalam ruang dan waktu, dan pada hakekatnya terdiri dari kesatuan-kesatuan

yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Dari prinsip ini kemudian pengetahuan tentang

dunia dideduksikan.

2. Psikologi rasional adalah pengetahuan yang berhubungan jiwa. Pengetahuan ini

berangkat dari premis bahwa ruh itu adalah subtansi yang tidak terbagi-bagi,

bathiniyah, sederhana dst. Dari premis ini kemudian pengetahuan tentang jiwa di

deduksikan sifatnya, kemampuannya, dan keabadiannya.

12

Page 13: makalah empirisme

3. Teologi rasional, dalam pengetahuan ini, Wollf mengemukakan prinsip, bahwa tuhan

adalah realitas yang sesungguhnya, yang paling sempurna. Dari prinsip ini kemudian

dideduksikan ujud-Nya dengan dunia dst.             

    

Tokoh-tokohnya

1. Rene Descartes (1596 -1650)

2. Nicholas Malerbranche (1638 -1775)

3. B. De Spinoza (1632 -1677 M)

4. G.W.Leibniz (1946-1716)

5. Christian Wolff (1679 -1754)

6. Blaise Pascal (1623 -1662 M)

MenurutDescartes, matematika mungkin melakukan itu lantaran ia mempunyai dua

pengoperasian mental. Di mana dengan dua hal itulah, pengetahuan yang sesungguhnya akan

bisa diraih.

Pertama, intuisi. Intuisi merupakan pemahaman kita atas prinsip bukti diri. Misalnya

persamaan aritmatika bahwa, 2 + 5 = 7. Pembuktian akan kebenaran persamaan ini adalah

menggunakan pemikiran atau akal, dirasiokan. Dalam hal ini, matematika mempunyai

prinsip-prinsip yang kebenarannya telah diakui dalam akal, yang dipahami bahwa itu benar.

Kedua, deduksi. Deduksi yang dimaksud di sini ialah pemikiran atau kesimpulan logis

yang diturunkan dari prinsip bukti diri. Persamaan aritmatika di atas misalnya, dengan

persamaan itu kita bisa mendeduksikan, yakni menurunkan kesimpulan-kesimpulan lain yang

serupa.

Peneguhan kalangan rasionalis bahwa hanya akal yang menjadi basis dan sumber

pengetahuan, bukanlah berarti bahwa kalangan ini menafikan pengalaman secara total

sepenuhnya. Artinya, rasionalisme masih tetap memandang pengalaman sebagai sebuah

kualitas yang bernilai, meskipun kadar nilai itu tentunya tidak setinggi akal atau rasio. Bagi

kalangan rasionalis, pengalaman dapat menjadi pelengkap bagi akal.

2.2.2 Rasionalisme menurut aliran Mu’tazilah ( Rasionalisme Islam )   

Rasionalisme adalah sebuah kecenderungan pemikiran yang berorientasi pada upaya

menafsirkan alam dan segala fenomenanya, manusia dan perbuatannya, dengan bertumpu

pada sejumlah teori. Aliran rasionalisme tidak terletak pada pengembalian segala sesuatu

kepada konsep semata, melainkan pada upaya menafsirkan gejala-gejala, baik alam ataupun

13

Page 14: makalah empirisme

manusia, sesuai dengan kaidah-kaidah rasional.Karenanya, mungkin saja kecenderungan

rasionalis ada dalam sistem kepercayaan apapun, selama pembuktian teks-teks ke agamaan

dilakukan dengan dalil-dalil rasional.

Mu’tazilah adalah mazhab rasionalisme dalam pemikiran Islam. Alasannya, bukan

karena mereka membuktikan kepercayaan-kepercayaan yang hanya kita terima lewat

perantaraan wahyu dengan argumen-argumen rasional, tapi juga karena mereka mempercayai

akal hingga pada level Ekstrem, seperti jika sebuah teks (nash) agama bertentangan dengan

akal manusia, maka Mu’tazilah akan berpihak kepada akal, dan teks agama itu harus di

tafsirkan. Manusia, menurut Mu’tazilah, jika berakal dan berpikir pasti memiliki pengetahuan

tentang Tuhan, sekalipun wahyu belum di turunkan kepadanya.

Penulis buku al-mawaqif, al-iji, menerangkan sikap rasional Mu’tazilah dalam masalah

perbuatan. Menurutnya, problematika baik (hasan)  dan buruk ( qabih )  seperti didiskusikan

dalam pemikiran Mu’tazilah mengandung tiga arti :Pertama hasan  adalah sifat sempurna

dan qabih  adalah tidak sempurna. Mu’tazilah mengaku bahwa pengetahuan adalah baik dan

tidak mengetahui adalah buruk. Tidak ada perbedaan di antara mereka bahwa akal manusia

dapat mengetahui hal itu secara pasti. Kedua, penentuan baik dan buruk dengan melihat

faktor maslahat dan madhorot dan mafsadat-nya adalah sesuatu yang rasional.

Ketiga, baik adalah obyek pujian dan pahala, dan buruk adalah obyek celaan dan hukuman.

2.2.3 Kritik Terhadap Rasionalisme

Berbagai kritikan yang dilontarkan dari para filosuf terhadap pandangan rasionalisme

yang akhirnya berdampak bertambahnya pandangan baru antara lain :

1. Pengetahuan rasionalisme dibentuk oleh ide yang tidak dapat dilihat maupun diraba.

2. Eksistensi ide yang sudah pasti dan bawaan belum dapat dikuatkan oleh kekuatan dan

keyakinan yang sama.

3. Terdapat perbedaan pendapat diantara kaum rasionalisme mengenai kebenaran dasar

yang menjadi landasan dalam menalar. Plato.St.Agustine, dan Descartes

mengembangkan teori rasional secara sendiri dan berbeda.

4. Kaum rasionalisme dianggap akan menemukan masalah yang besar dalam

mengambangkan pandanganya dalam kehidupan yang praktis. Kecenderungan terhadap

abraksi dan kecenderungan dalam meragukan serta menyangkal sahnya pengalaman

keindraan telah dikritik orang habis-habisan

5. Kaum rasional memperlakukan ide atau konsep seakan-akan mereka adalah benda yang

objektif. Rasionalisme sebagai suatu metode yang sangat meragukan dalam memperoleh

14

Page 15: makalah empirisme

pengetahuan yang dapat diandalkan.Teori rasional gagal menjalaskan perubahan dan

pertambahan pengetahuan manusia selama ini.

6. Banyak ide yang sudah pasti tapi suatu waktu kemudian berubah pada waktu yang lain.

Jujun S.Suriasumantri (2012 : 134-135).

Namun demikian, problem dan kritik atas rasionalisme tersebut, tentunya bukan

berarti bahwa rasionalisme tidak mempunyai arti atau manfaat sama sekali. Sebaliknya,

sebagai sebuah aliran falsafah sekaligus sebuah epistemologi, kiranya rasionalisme telah

berjasa banyak bagi sejarah falsafah.Melalui bapak kontinentalnya, rasionalisme telah

menjadi pintu utama bagi kelahiran falsafah babak modern, yang pada gilirannya telah

berhasil melahirkan berbagai aliran-aliran falsafah lainnya, termasuk aliran yang

menentangnya.

2.3 Empirisme

Dalam kehidupan, manusia dari waktu ke waktu sejak zaman dulu sampai sekarang

akan selalu mencari pengetahuan yang bersifat mutlak dan pasti. Namun sejak zaman

Aristoteles dalam mencari pengetahuan mulai didasarkan kepada pengalaman manusia. Kata

empirisme berasal dari bahasa Yunani emperia yang berarti pengalaman. Jadi empirisme

merupakan sebuah paham yang menganggap bahwa pengalaman adalah sumber pengetahuan.

Empirisme juga berarti sebuah paham yang menganggap bahwa pengalaman manusia didapat

dari pengalaman-pengalaman yang nyata dan faktual. Pengalaman yang nyata tersebut

didapatkan dari tangkapan pancaindra manusia. Sehingga pengetahuan yang didapat melalui

pengalaman merupakan sebuah kumpulan fakta-fakta.

Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh

lewat pengalaman. Terdapat beberapa aspek dalam teori empiris menurut Jujun S.

Suriasumantri (2012:136-137). Pertama adalah perbedaan antara yang mengetahui dan yang

diketahui. Yang mengetahui adalah subyek sedang benda yang diketahui adalah obyek.

Kedua, kebenaran atau pengujian kebenaran dari fakta atau obyek didasarkan kepada

pengalaman manusia. Menurut kaum empiris bahwa pernyataan ada atau tidak adanya

sesuatu haruslah memenuhi persyaratan pengujian publik. Aspek yang ketiga adalah prinsip

keteraturan yaitu pengetahuan tentang alam didasarkan pada persepsi mengenai cara yang

teratur tentang tingkah laku sesuatu. Pada dasarnya alam adalah teratur. Aspek keempat yaitu

prinsip keserupaan. Artinya bila terdapat gejala-gejala yang didasarkan pengalaman adalah

identik atau sama.

15

Page 16: makalah empirisme

John Locke sebagai tokoh kaum empiris, dalam teorinya yang terkenal yaitu tabularasa,

berpendapat bahwa pikiran manusia pada saat lahir dianggap sebagai selembar kertas lilin

yang licin di mana data yang ditangkap pancaindera lalu tergambar disitu, makin lama makin

banyak kesan pancaindera yang tergambar. John Locke menganggap bahwa pikiran sebagai

alat yang menerima dan menyimpan sensasi pengalaman.

Ajaran-ajaran pokok dari empirisme, yaitu:

1. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan

menggabungkan apa yang dialami.

2. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau

rasio.

3. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.

4. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari

data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).

5. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan

pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas

untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.

6. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-

satunya sumber pengetahuan.

2.4 Kritik terhadap empirisme

Adapun kritikan terhadap aliran empirisme dalam buku Jujun S. Suria Sumantri

(2012:138) sebagai berikut :

1. Empirisme didasarkan pada pengalaman. Tetapi apakah pengalaman itu? Sekali waktu

dia hanya rangsangan pancaindera lain waktu muncul sebagai sebuah sensasi ditambah

dengan penilaian. Kritikus kaum empiris menunukkan bahwa fakta tak mempunyai

apapun yang bersifat pasti. Pengalaman merupakan pengertian yang terlalu samar untuk

dijadikan dasar bagi sebuah teori pengetahuan yang sistematis.

2. Sebuah teori yang menitikberatkan pada persepsi pancaindera kiranya melupakan

kenyataan bahwa pancaindera manusia adalah terbatas dan tidak sempurna. Pancaindera

kita sering menyesatkan dimana hal ini disadari sendiri oleh kaum empiris.

3. Empirisme tidak memberikan kepastian. Apa yang disebut pengetahuan yang mungkin

sebenarnya merupakan pengetahuan yang seluruhnya diragukan

16

Page 17: makalah empirisme

2.5 Penerapan Empirisme Dalam Pendidikan IPS

Pengalaman sebagai sumber ilmu pengetahuan dan kekuatan dalam pembangunan

manusia sudah tampak sejak awal abad IV SM. Gagasan pendidikan berbasis pengalaman

(experiential education) atau yang disebut “learning by doing” memiliki sejarah panjang.

Awalnya, para guru outdoor menyebut experiential education sebagai gaya belajar di luar

ruangan. Senada dengan itu, program pendidikan petualangan, yang berlangsung di luar

ruangan (outdoor), memanfaatkan pengalaman di dunia nyata untuk mencapai tujuan

belajarnya. Pemikiran mengenai pendidikan berbasis pengalaman semakin berkembang

dengan munculnya karya John Dewey (1938) yang mengungkapkan pentingnya pembelajaran

melalui pengalaman sebagai landasan dalam menetapkan pendidikan formal. Model

pendidikan ini terus berkembang, hingga pada tahun 1977 berdiri Association for

Experiential Education (AEE) (Hammerman, 2001).

Experiential learning merupakan falsafah dan metodologi dimana pendidik terlibat

langsung dalam memotivasi peserta didik dan refleksi difokuskan untuk meningkatkan

pengetahuan, mengembangkan keterampilan.Experiential learning mendorong siswa dalam

aktivitasnya untuk berpikir lebih banyak, mengeksplor, bertanya, membuat keputusan, dan

menerapkan apa yang telah mereka pelajari.

Experiential learning adalah suatu pendekatan yang dipusatkan pada siswa yang

dimulai dengan landasan pemikiran bahwa orang-orang belajar terbaik itu dari pengalaman,

dan untuk pengalaman belajar yang akan benar-benar efektif, harus menggunakan seluruh

roda belajar, dari pengaturan tujuan, melakukan observasi dan eksperimen, memeriksa ulang,

dan perencanaan tindakan. Apabila proses ini telah dilalui memungkinkan siswa untuk belajar

keterampilan baru, sikap baru atau bahkan cara berpikir baru.

Dalam merancang pelatihan experiental learning, ada 4 tahapan yang harus dilalui

yaitu: 1 Experiencing, tantangan pribadi atau kelompok, 2. Reviewing: menggali individu

untuk mengkomunikasikan pembelajaran dari pengalaman yang didapat, 3. Concluding

menggambarkan kesimpulan dan kaitan antara masa lalu dan sekarang, serta 4. Planning:

menerapkan hasil pembelajaran yang dialaminya.

Menurut Mardana (2005) belajar dari pengalaman mencakup keterkaitan antara berbuat

dan berpikir. Jika seseorang terlibat aktif dalam proses belajar  maka orang itu akan belajar

jauh lebih baik. Hal ini dikarenakan dalam proses belajar tersebut pembelajar secara aktif

berpikir tentang apa yang dipelajari dan kemudian bagaimana menerapkan apa yang telah

dipelajari dalam situasi nyata.

17

Page 18: makalah empirisme

Sedangkan Atherton (2002) mengemukakan bahwa dalam konteks belajar,

pembelajaran berbasis pengalaman dapat dideskripsikan sebagai proses dimana pengalaman

belajar direfleksikan secara mendalam dan dari sini muncul pemahaman baru atau proses

belajar.

Model pembelajaran semacam ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk

melakukan kegiatan-kegiatan belajar secara aktif. Lebih lanjut, Hamalik menyatakan bahwa

pembelajaran berdasarkan pengalaman memberi seperangkat atau serangkaian situasi belajar

dalam bentuk keterlibatan pengalaman sesungguhnya yang dirancang oleh guru

(Hamalik,2001) Cara ini mengarahkan para siswa untuk mendapatkan pengalaman lebih

banyak melalui keterlibatan secara aktif dan personal, dibandingan bila mereka hanya

membaca suatu materi atau konsep. Dengan demikian, belajar berdasarkan pengalaman lebih

terpusat pada pengalaman belajar siswa yang bersifat terbuka dan siswa mampu membimbing

dirinya sendiri.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa penerapan model experiential

learning dapat membantu siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri (Depdiknas,

2002). Seperti halnya model pembelajaran lainnya, dalam menerapkan model experiental

learning guru harus memperbaiki prosedur agar pembelajarannya berjalan dengan baik.

Hamalik (2001), mengungkapkan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam model

pembelajaran experiental learning adalah sebagai berikut :

1.      Guru merumuskan secara seksama suatu rencana pengalaman belajar yang bersifat

terbuka (open minded) yang memiliki hasil-hasil tertentu.

2.      Guru harus bisa memberikan rangsangan dan motivasi.

3.      Siswa dapat bekerja secara individual atau bekerja dalam kelompok-kelompok

kecil/keseluruhan kelompok di dalam belajar berdasarkan pengalaman.

4.      Para siswa ditempatkan pada situasi-situasi nyata, maksudnya siswa mampu

memecahkan masalah dan bukan dalam situsi pengganti. Contohnya : Di dalam

kelompok kecil, siswa membuat mobil-mobilan dengan menggunakan potongan-

potongan kayu, bukan menceritakan cara membuat mobil-mobilan.

5.      Siswa aktif berpartisipasi di dalam pengalaman yang tersedia, membua keputusan

sendiri, menerima kosekuensi berdasarkan keputusan tersebut.

6.      Keseluruhan kelas menceritakan kembali tentang apa yang dialam sehubungan dengan

mata pelajaran tersebut untuk memperluas pengalaman belajar dan pemahaman siswa

dalam melaksanakan pertemuan yang nantinya akan membahas bermacam-macam

pengalaman tersebut.

18

Page 19: makalah empirisme

Selain beberapa hal yang harus diperhatikan dalam model pembelajaran experiental

learning, guru juga harus memperhatikan metode belajar melalui pengalaman ini, yaitu

meliputi tiga hal di bawah ini.

1.      Strategi belajar melalui pengalaman berpusat pada siswa dan berorientasi pada aktivitas.

Penekanan dalam strategi belajar melalui pengalaman adalah proses belajar, dan bukan

hasil belajar.

2.      Guru dapat menggunakan strategi ini dengan baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

Oleh karena itu, model pembelajaran experiental learning disusun dan dilaksanakan

dari hal-hal yang dimiliki oleh peserta didik. Prinsip inipun berkaitan dengan pengalaman di

dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta dalam cara-cara belajar yang biasa dilakukan

oleh peserta didik (Sudjana, 2005).

Metode ini akan bermakna tatkala pembelajar berperan serta dalam melakukan

kegiatan, kemudian mereka mendapatkan pemahaman serta menuangkannya dalam bentuk

lisan atau tulisan sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Langkah menantang bagi guru dalam experiential learning adalah memikirkan atau

merancang aktifitas pengalaman belajar seperti apa yang harus terjadi pada diri siswa baik

individu maupun kelompok. Aktifitas pembelajaran harus berfokus pada peserta belajar

(student-centered learning). Dengan demikian, apa yang harus kita lakukan, apa yang harus

mereka lakukan, apa yang harus kita sampaikan harus secara detail kita rancang dengan baik.

Begitu pula dengan media dan alat bantu pembelajaran lain yang yang dibutuhkan juga

harus benar-benar telah tersedia dan siap untuk digunakan (Roem ,1986).

Metode Experiential learning tidak hanya memberikan wawasan pengetahuan konsep-konsep

saja. Namun, juga memberikan pengalaman yang nyata yang akan membangun keterampilan

melalui penugasan nyata. Selanjutnya, metode ini akan mengakomodasi dan memberikan

proses umpan balik serta evaluasi antara hasil penerapan dengan apa yang seharusnya

dilakukan.

Dengan demikian, dari pernyataan-pernyataan di atas dapat diambil sebuah pengertian

bahwa experiential learning adalah suatu metode proses belajar mengajar yang mengaktifkan

pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalamannya secara

langsung. Dalam hal ini, Experiential learning menggunakan pengalaman sebagai katalisator

untuk membantu pembelajar mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam proses

pembelajaran sehingga pembelajar terbiasa berpikir kreatif. Peran guru dalam pembelajaran

ini adalah sebagai fasilitator.

19

Page 20: makalah empirisme

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Pengertian ilmu menurut menurut Mohammad Hatta: ilmu adalah pengetahuan yang

teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya,

maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.

Amsal T. Bakhtiar membagi periodisasi sejarah perkembangan ilmu pengetahuan

menjadi empat periode: pada zaman Yunani kuno, pada zaman Islam, pada zaman renaisans

dan modern, dan pada zaman kontemporer.George J. Mouly, dia membagi perkembangan

ilmu pada tahap animisme, ilmu empiris dan ilmu teoritis. Awal dan akar kebangkitan

filsafat dan sains Barat seperti sekarang ini adalah warisan intelektual Yunani. Bangsa

Romawi merupakan bangsa yang pertama kali mengaplikasikan teori-teori yang pernah

dirumuskan oleh bangsa Yunani. Pada abad pertengahan dominasi para teolog pada masa ini

mewarnai aktivitas ilmiah pergerakan ilmu pengetahuan.Namun di Timur terutama di wiayah

kekuasaan Islam justru terjadi perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat. Renaisans

merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti

bagi perkembangan ilmu.Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern sudah

dirintis pada masa Ranaissance, yaitu pada abad XIV, dan dimatangkan oleh ‘gerakan’

Aufklaerung di abad ke-18. Di dalamnya ada dua indikasi yaitu, pertama, semakin

berkurangnya kekuasaan Gereja, kedua, semakin bertambahnya kekuasaan ilmu pengetahuan.

Rasionalisme merupakan aliran falsafah yang berpandangan bahwa dasar dan sumber

pengetahuan, atau secara umum falsafah, adalah akal atau rasio. Adalah akal, yang bisa

dijadikan dasar sekaligus sumber pengetahuan, sehingga berhasil memperoleh pengetahuan

yang tetap dan pasti, serta absolut dan universal. empirisme merupakan sebuah paham yang

menganggap bahwa pengalaman adalah sumber pengetahuan. Empirisme juga berarti sebuah

paham yang menganggap bahwa pengalaman manusia didapat dari pengalaman-pengalaman

yang nyata dan faktual. Pengalaman yang nyata tersebut didapatkan dari tangkapan

pancaindra manusia.

Pengalaman sebagai sumber ilmu pengetahuan dan kekuatan dalam pembangunan

20

Page 21: makalah empirisme

manusia sudah tampak sejak awal abad IV SM. Experiential learning merupakan falsafah dan

metodologi dimana pendidik terlibat langsung dalam memotivasi peserta didik dan refleksi

difokuskan untuk meningkatkan pengetahuan, mengembangkan keterampilan.

3.2 Saran

Empirisme dalam dunia pendidikan dianggap sebagai filsafat pendidikan yang bersifat

positif. Dimana filsafat ini menyatakan bahwa peserta didik adalah seperti kertas putih yang

dapat diisi oleh apa saja. Kaitannya dengan proses pendidikan, maka filsafat empirisme

menekankan adanya pengalaman belajar yang bermakna demi tercapainya tujuan pendidikan

(dalam hal ini tujuan pembelajaran IPS).

Didalam filsafat empirisme, pengalaman merupakan sumber pengetahuan bagi

manusia. Demikian pula dengan pendidikan. Proses pembelajaran harus memberikan

pengalaman yang baik bagi peserta didik. Experiential learning adalah suatu metode proses

belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan

keterampilan melalui pengalamannya secara langsung.

Maka kami menyarankan kepada rekan-rekan guru:

4. Memahami dan menggunakan filsafat sebagai landasan setiap kegiatan pendidikan yang

akan dilaksanakan.

5. Menggunakan metode pembelajaran experiental learning, dalam proses pembelajaran di

kelas, untuk memberikan pengalaman belajar yang baru dan lebih bernilai kepada peserta

didik.

21

Page 22: makalah empirisme

DAFTAR PUSTAKA

1. Bakhtiar, Amsal T., Prof.Dr., M.A. 2012. Filsafat Ilmu.Jakarta: RajaGrafindo Persada.

2. Endaswara, Suwardi, 2012. Filsafat Ilmu : Konsep, Sejarah, dan Pengembangan Metode

Ilmiah. Yogyakarta : C A P S.

3. Sanjaya, Wina, 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

Jakarta : KENCANA

4. Suriasumantri, Yuyun S. 2012. Ilmu Dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan

Tentang Hakekat Ilmu. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

5. W. Poespoprodjo, Logika Ilmu Menalar : Dasar-dasar Berpikir Tertib, Logis, Kritis,

Analitis, Dialektis.Bandung : CV PUSTAKA GRAVIKA

6. http://www.sekolahdasar.net/2011/03/teori-belajar-behavioristik-kognitif.html#

ixzz27RyjmZxi[27 September 2012]

7. http://www.google.co.id/makalah+tentang+aliran+rasionalisme [27 September 2012]

8. https://docs.google.com/Rasionalisme/d/[27 September 2012]

22