1 EMPAT CONTOH PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia adalah dengan menyusun dan menetapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sebagaimana kita ketahui KTSP diimplementasikan pada sekolah- sekolah di Indonesia mulai tahun ajaran 2007/2008, meskipun belum semua sekolah menerapkannya, tergantung dari kesiapan masing-masing sekolah. KTSP bertujuan untuk menciptakan tamatan yang kompeten dan cerdas. Penerapan KTSP berimplikasi pada beberapa aspek antara lain perencanaan kegiatan pembelajaran, pengelolaan pembelajaran, pendekatan pembelajaran, penilaian hasil belajar dan lain sebagainya. Pendekatan pembelajaran merupakan aspek yang sangat penting untuk diperhatikan, mengingat keberhasilan suatu pembelajaran di kelas akan sangat tergantung dari pendekatan pembelajaran yang diterapkan guru. Untuk memaksimalkan hasil pembelajaran di kelas perlu diupayakan suatu pendekatan pembelajaran yang sesuai. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai empat pendekatan pembelajaran matematika yang sesuai dengan KTSP. Empat pendekatan yang dimaksud dalam makalah ini yaitu pendekatan konstruktivis, kontekstual, problem solving dan realistik. 1.2 Tujuan Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
EMPAT CONTOH PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia
adalah dengan menyusun dan menetapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Sebagaimana kita ketahui KTSP diimplementasikan pada sekolah-
sekolah di Indonesia mulai tahun ajaran 2007/2008, meskipun belum semua
sekolah menerapkannya, tergantung dari kesiapan masing-masing sekolah.
KTSP bertujuan untuk menciptakan tamatan yang kompeten dan
cerdas. Penerapan KTSP berimplikasi pada beberapa aspek antara lain
perencanaan kegiatan pembelajaran, pengelolaan pembelajaran, pendekatan
pembelajaran, penilaian hasil belajar dan lain sebagainya. Pendekatan
pembelajaran merupakan aspek yang sangat penting untuk diperhatikan,
mengingat keberhasilan suatu pembelajaran di kelas akan sangat tergantung dari
pendekatan pembelajaran yang diterapkan guru. Untuk memaksimalkan hasil
pembelajaran di kelas perlu diupayakan suatu pendekatan pembelajaran yang
sesuai. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai empat pendekatan
pembelajaran matematika yang sesuai dengan KTSP.
Empat pendekatan yang dimaksud dalam makalah ini yaitu pendekatan
konstruktivis, kontekstual, problem solving dan realistik.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendekatan Pembelajaran Matematika
Dalam suatu pembelajaran terjadi komunikasi antara guru dengan
siswa, siswa dengan guru dan antara siswa dengan siswa. Agar komunikasi
tersebut dapat berlajalan dengan baik dan diperoleh hasil pembelajaran yang
maksimal guru seharusnya mempunyai strategi dalam melaksanakan
pembelajaran. Secara umum strategi belajar mengajar mempunyai pengertian
sebagai suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai
sasaran yang telah ditentukan. Menurut Mansur Muslich (2007:67) strategi
pembelajaran merupakan cara pandang dan pola pikir guru dalam mengajar.
Dengan demikian jika dihubungkan dengan belajar mengajar matematika,
strategi berarti suatu pola- pola umum kegiatan guru-siswa dalam perwujudan
kegiatan belajar mengajar matematika untuk mencapai kompetensi yang telah
ditetapkan.
Menurut Syaiful Bahri D (2002), ada empat strategi dasar dalam
belajar mengajar yakni:
1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi
perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang
diharapkan.
2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan
pandangan hidup masyarakat.
3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar
mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan
pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
3
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria
serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman guru dalam
melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar.
Strategi merupakan siasat dalam pembelajaran misalnya mengaktifkan siswa.
Dalam strategi terdapat beberapa pendekatan, seperti konstruktivis, kontekstual,
problem solving dan realistik. Pendekatan pembelajaran merupakan suatu
pedoman mengajar yang sifatnya masih teorits atau konseptual.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa memilih sistem
pendekatan belajar mengajar merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan
pembelajaran. Dalam konteks penerapan KTSP, kegiatan pembelajaran diartikan
sebagai kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Dalam
kegiatan pembelajaran guru berfungsi sebagai fasilitator dan motivator, guru
bertanggungjawab untuk menciptakan situasi yang kondusif yang mendorong
prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar. Dengan demikian,
tanggung jawab belajar terdapat pada diri siswa.
2.2 Pendekatan Konstruktivism
Konstruktivisme merupakan landasan kontekstual, yaitu pengetahuan
dibangun sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang
terbatas dan tidak dengan tiba–tiba (Suwaningsih:17). Pengetahuan bukanlah
seperangkat fakta – fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan
diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi
makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan
masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, bergelut dengan ide –
ide, yaitu siswa harus mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri.
Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme berusaha untuk melihat dan
memperhatikan konsepsi dan persepsi siswa dari kacamata siswa sendiri. Guru
memberi tekanan pada penjelasan tentang pengetahuan tersebut dari
kacamatasiswa sendiri.
4
Guru dalam pembelajaran ini berperan sebagai moderator dan fasilitaitor,
Suparno ( 1997 : 66) menjabarkan beberapa tugas guru tersebut sebagai berikut :
1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung
jawab dalam membuat rancangan, proses penelitian.
2. Menyediakan atau memberikan kegiatan – kegiatan yang merangsang keingin
tahuan siswa membantu mereka untuk mengeskpresikan gagasan – gagasannya
dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. Menyediakan sarana yang
merangsang siswa berpikir produktif. Guru harus menyemangati siswa.
3. Memonitor, mengevalauasi, dan menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan
atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa
itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan.
Sehubungan dengan hal diatas, Tasker (1992:3) mengemukakan 3
penekanan dalam teori belajar konstruktivisme yaitu:
1. Peran aktif siswa dalam mengkonstruksi penegtahuan secara bermakna.
2. Pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian
secara bermakna.
3. Mengaitkan antara gagasan denga informasi baru yang diterima.
Implementasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran meliputi 4 tahap
yaitu : 1) apersepsi 2) eksplorasi 3) diskusi dan penjelasan konsep serta 4) pengembangan
dan aplikasi.
Tahap pertama, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya
tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu guru memancing dengan memberikan
pertanyaan – pertanyaan problematik tentang fenomena yang sering ditemui sehari-
hari dengan mengaitkan konsep yang akan dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk
mengkomunikasikan, mengilustrasikan pemahaman tentang konsep itu.
Tahap kedua, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan
konsep pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu
kegiatan yang telah dirancang guru. Kemudian secara berkelompok didiskusikan
5
dengan kelompok lain. Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa
keingintahuan siswa tentang fenomena alam di sekelilingnya.
Tahap ketiga, saat siswa memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada
hasil observasinya ditambah dengan penguatan dari guru, maka siswa membangun
pemahaman baru tentang konsep yang dipelajari. Hal ini menjadikan siswa tidak
ragu–ragu lagi tentang konsepsinya.
Tahap keempat, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang
memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui
kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah – masalah yang berkaitan dengan
isu – isu dilingkungannya.
Dalam pembelajaran matematika beberapa ahli konstruktivisme telah
menguraikan indikator belajar mengajar berdasarkan konstruktivisme. Confrey (
Suherman,2001 ) menyatakan: :
...sebagai seorang konstruktivis ketika saya mengajarkan
matematika, saya tidak mengajarkan tentang struktur matematika yang
objeknya ada di dunia ini. Saya mengajar mereka, bagaimana
mengembangkan kognisi mereka, bagaimana melihat dunia melalui
sekumpulan lensa kuantitatif yang saya percaya akan menyediakan
suatu cara yang powerful untuk memahami dunia, bagaimana
merefleksikan lensa – lensa itu untuk menciptakan lensa – lensa yang
lebih kuat, dan bagaimana mengapresiasi peranan dari lensa dalam
memainkan pengembangan kultur mereka. Saya mencoba untuk
mengajarkan untuk mengembangkan satu alat intelektual yaitu matematika.
Hal ini tercermin bahwa matematika hanyalah sebagai alat untuk berfikir,
fokus utama mengajar matematika adalah meberdayakan siswa untuk berfikir
mengkonstruksi pengetahuan matematika yang pernah ditemukan oleh ahli-ahli
sebelumnya.
6
2.3 Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)
CTL merupakan pendekatan pembelajaran yang menghubungkan konsep
dengan konteksnya, sehingga siswa memperoleh sejumlah pengalaman belajar
bermakna berupa pengetahuan dan keterampilan. Menggabungkan materi dengan
pengalaman harian individu, masyarakat dan pekerjaan yang melibatkan aktifitas
(Suwaningsih:25).
Jadi, pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (CTL) adalah pembelajaran
yang dimulai dengan mengambil permasalahan-permasalahan kehidupan sehari-hari
atau permasalahan yang disimulasikan, kemudian melalui dialog, diskusi, tanya
jawab, dan representasi, masalah-masalah tersebut diangkat kedalam konsep yang
akan dipelajari dan dibahas oleh peserta didik melalui bimbingan fasilitasi dan
negoisasi pendidiknya. Hal ini berarti konstruksi pengetahuan baru yang didapat
siswa merupakan hasil keaktifan peran siswa dalam mengkonstriksi pengetahuan
dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang disajikan.
Menurut Berns dan Ericson (2001), pengajaran kontekstual merupakan suatu
konsep pengajaran yang dapat membantu guru menghubungkan materi pelajaran
dengan situasi nyata yang memotivasi siswa untuk membuat koneksi antara
pengetahuan dan penerapanya dalam kehidupan sehari-hari dalam peran mereka
sebagai anggota keluarga, warga negara dan pekerja, sehingga mendorong motivasi
untuk bekerja keras menerapkan hasil belajar.
Seiring dengan itu Blanchard mengemukakan ciri-ciri kontekstual yaitu: 1)
Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah. 2) Kegiatan belajar dilakukan
dalam berbagai konteks 3) Kegiatan belajar dipantau dan diarahkan agar siswa dapat
belajar mandiri. 4) Mendorong siswa untuk belajar dengan temannya dalam
kelompok atau secara mandiri. 5) Pelajaran menekankan pada konteks kehidupan
siswa yang berbeda-beda. 6) Menggunakan penilaian otentik
Sedangkan menurut Depdiknas untuk penerapannya, pendekatan kontekstual
(CTL) memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism),
menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-belajar (Learning
7
Community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang
sebenarnya (Authentic). Adapaun tujuh komponen tersebut sebagai berikut:
1. Konstruktivisme (constructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir CTL, yang menekankan bahwa belajar
tidak hanya sekedar menghafal, mengingat pengetahuan tetapi merupakan suatu
proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental mebangun
pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur pengetahuanyang dimilikinya.
2. Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan bagaian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual
Karen pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Kegiatan
menemukan (inquiry) merupakan sebuah siklus yang terdiri dari observasi