KATA PENGANTAR Puji syukur kita ucapkan kehadirat Tuhan YME karena berkat rahmat dan karunianya saya dapat menyelesaikan penulisan makalah mata kuliah Landasan Ilmu Pendidikan yang berjudul “Pendidikan dan Nilai-Nilai Budaya, Perbandingan Pendididikan di Indonesia, Australia, Amerika Serikat, dan Jepang” yang diampu oleh Bapak Prof. Dr. Azwar Ananda, MA. Penyusunan makalah ini dilatarbelakangi sebagai tugas pribadi mata kuliah. Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh kerena itu, diharapkan kritik dan saran dari pembaca semua demi kesempurnaan makalah ini dimasa yang akan datang. demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin. Penulis, Desi Ariyanti Naspin 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kehadirat Tuhan YME karena berkat rahmat dan
karunianya saya dapat menyelesaikan penulisan makalah mata kuliah Landasan Ilmu
Pendidikan yang berjudul “Pendidikan dan Nilai-Nilai Budaya, Perbandingan Pendididikan
di Indonesia, Australia, Amerika Serikat, dan Jepang” yang diampu oleh Bapak Prof. Dr.
Azwar Ananda, MA. Penyusunan makalah ini dilatarbelakangi sebagai tugas pribadi mata
kuliah.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh kerena itu, diharapkan kritik dan saran dari pembaca semua demi
kesempurnaan makalah ini dimasa yang akan datang. demikianlah yang dapat saya
sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Penulis,
Desi Ariyanti
Naspin
1
BAB IPENDAHULUAN
Hubungan antara pendidikan dan kebudayaan adalah hubungan antara aktivitas
dan isinya. Pendidikan adalah suatu proses, satu lembaga, dan satu aktivitas. Sedangkan
kebudayaan adalah isi di dalam proses tersebut, isi suatu lembaga dan aktivitas
pendidikan itu. Pendidikan baik sebagai lembaga maupun sebagai aktivitas memusatkan
peranannya kepada pengoperan kebudayaan. Pendidikan berfungsi sebagai agent of
social-reproduction atau sebagai transmission of culture. Pewarisan kebudayaan dapat
dilakukan dengan sarana pendidikan, baik formal maupun nonformal. Agar tradisi
kebudayaan tetap hidup dan berkembang setiap masyarakat dapat mewariskannya
kepada generasi yang lebih muda. Namun dalam konteks kebudayaan banyak orang
mempertanyakan pendidikan kita. Mengapa sistem pendidikan tidak memperkuat dan
mengembangkan budaya sendiri? Mengapa bangsa kita mudah terpengaruh oleh
budaya asing? Mengapa budaya asli kita tidak dapat menahan intervensi globalisasi
yang datang?.
Setiap bangsa, negara-negara merdeka terutama dalam zaman modern seperti
sekarang ini selalu menyelenggarakan pendidikan demi cita-cita nasional bangsa
tersebut. Pendidikan yang berdasarkan kepada filsafat bangsa dan cita-cita nasional itu
dikenal sebagai pendidikan nasional. Wild menyimpulkan tujuan pendidikan nasional
sebagai berikut: “nationalism in education aims, in its ultimate analysis, as the
preservation and glorification of the state. The state is usually conceived of as a society
organized for the primary purposes of protecting those who make up this society from the
dangers of external attack and internal disintegration (nasionalisme dalam pendidikan
bertujuan terutama memelihara dan memuliakan negara. Negara biasanya diartikan
sebagai suatu masyarakat yang disusun demi tujuan utamanya melindungi warga negara
dari bahaya serangan luar dan disintegrasi yang terjadi di dalam negara/bangsa itu
sendiri”.
Pelaksanaan pendidikan nasional biasanya tidak selamanya harus
diselenggarakan oleh negara, pemerintah, kecuali di negara-negara sistem otoriter,
khususnya negara komunis. Dinegara-negara tersebut, prinsip-prinsip kebebasan individu
tidak ada, maka semua pendidikan, public education diselenggarakan oleh negara, dalam
arti lain negara bersifat monopoli pendidikan. Sementara di negara-negara demokrasi,
walaupun diakui kewajiban utama menyelenggarakan pendidikan adalah negara, tetapi
negara juga dalam batas-batas kebebasan yang berlaku, memberi konsensi kepada
warga negara, lembaga-lembaga sosial masyarakat untuk menyelenggarakan
pendidikan. Dengan adanya pertisipasi warga negara dan masyarakat dalam
bertanggung jawab untuk pendidikan inipun termasuk ke bagian pelaksanaan hak dan
kewajiban warga negara kepada bangsa dan negaranya.
2
3
BAB IIPEMBAHASAN
A. Nilai-Nilai Kebudayaan
E. B. Taylor (1871) dalam bukunya Primitive Culture mendefenisikan kebudayaan
sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan seni, moral, hukum,
adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Secara lebih terperinci, Kuntiaraningrat (1974) membagi
kebudayaan menjadi unsur-unsur yang terdiri dari sistem religi dan upacara
keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa,
kesenian, sistem mata pencaharian serta sistem teknologi dan peralatan. Sedangkan
menurut Astrley Montagu (1961), suatu kebudayaan akan mencerminkan tanggapan
manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Karena dengan kebutuhan hidup inilah
yang mendorong manusia untuk melahrkan berbagai tindakan untuk menenuhi
kebutuhan tersebut.
Kebudayaan merupakan sebuah konsep yang menyatu dalam kehidupan manusia
dan merupakan seperangkat sistem pengetahuan atau gagasan yang berfungsi menjadi
blue print bagi sikap dan perilaku manusia sebagai warga kesatuan sosialnya. Paul
DiMaggio (1994) manyatakan bahwa aspek budaya terdiri dari dua bentuk, yaitu: (1)
budaya yang bersifat konstitutif (berupa kategori-kategori, skrip/naskah, konsepsi
tentang agen, gagasan), (2) budaya yang bersifat regulatif (berupa norma, nilai,
rutinitas). Misalnya, budaya dapat mempengaruhi perilaku ekonomi dengan pengaruh
bagaimana pelaku-pelaku mendefenisikan kepentingannya, termasuk aspek konstitutif,
dan jika dengan hambatan ada pada usaha mereka terhadap kepentingan mereka.
Nilai-nilai budaya adalah jiwa dari kebudayaan dan menjadi dasar dari segenap
wujud kebudayaan dalam bentuk tata hidup yang merupakan kegiatan manusia. Tata
hidup merupakan pencerminan yang konkret dari nilai budaya yang bersifat abstrak,
yaitu: (1) kegiatan manusia dapat ditangkap oleh panca indera sedangkan nilai budaya
hanya tertangguk oleh budi manusia, (2) nilai budaya dan tata hidup manusia ditopang
oleh perwujudan kebudayaan, dan (3) sarana kebudayaan yang bersifat fisik yang
merupakan produk dari kebudayaan atau alat yang memberikan kemudahan dalam
berkehidupan.
Menurut Usman (2003) komponen-komponen budaya terdiri dari: (1) pranata
sosial atau lembaga-lembaga kemasyarakatan yang tumbuh dikalangan masyarakat, (2)
adat istiadat dan pola kebiasaan yang berlaku, (3) proses sosial (kerjasama, akomodasi,
konflik) di kalangan masyarakat, (4) akulturasi, asimilasi dan integrasi dari berbagai
kelompok masyarakat, (5) kelompok dan organisasi sosial, (6) pelapisan (strata) sosial di
kalangan masyarakat, serta (7) sikap dan persepsi masyarakat terhadap program dan
kegiatan. Dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai budaya merupakan dasar bagi tatanan
kebidupan masyarakat. Artinya, dalam aspek kehidupan apapun, maka nilai-nilai budaya
merupakan acuan untuk bertindak terutama dalam masalah pendidikan.
4
B. Negara dan Nasionalisme
Negara dan nasionalisme adalah kesatuan seperti tubuh dan jiwa. Negara adalah
perwujudan nasionalisme, dan eksistensi negara hanya mungkin jika nasionalisme subur
dalam pribadi warga negara. Negara sebagai lembaga nasional adalah organisasi untuk
mewujudkan seluruh cita-cita nasional, yang meliputi sosial, politik, ekonomi,
pertahanan-keamanan, kebudayaan dan pendidikan. Tetapi untuk menjamin eksistensi
bangsa secara kontinyu, juga demi identitas nasional dan cita-cita nasional, maka
pendidikan adalah lembaga yang paling efektif. Untuk itu negara mengatur pelaksanaan
sistem pendidikan nasional setiap bangsa.
Negara menurut struktur terdiri dari beberapa unsur, yaitu: ada rakyat yang
merupakan kesatuan sebagai bangsa atau sebagai warga, ada wilayah atau teritorial
(tanah air), ada pemerintahan yang melaksanakan kedaulatan atas nama rakyat
(kekuasaan yang berdaulat), dan ada dasar serta tujuan negara (filsafat negara).
Berdasarkan cita-cita yang menjadi dasar terbentuknya suatu negara, terdapat tiga teori
yang mendukung lahirnya suatu negara, antara lain:
1. Teori atomisme yang melahirkan negara-negara demokrasi liberal (AS, Kanada).
2. Teori organisme yang melahirkan negara sistem totaliter dan diktator (Rusia,
China)
3. Teori integralitik dengan sistem demokrasi yang seimbang antara hak dan
kewajiban individu di satu pihak dengan hak, wewenang dan kekuasaan negara di
pihak lain.
Berpangkal dari perbedaan sistem negara yang ada tersebut, maka sistem
pendidikan yang merupakan salah satu proses pembinaan manusia warga suatu negara
juga mengalami perbedaan di setiap negara yang ada. Hal ini terjadi karena tuntutan
akann cita-cita dari setiap negara yang ada di dunia.
C. Hubungan Negara dan Pendidikan (warga negara)
Terdapat tiga aspek penting yang perlu mendapat sorotan dalam sistem
pendidikan suatu negara. Pertama adalah negara, yang menempati posisi sebagai
regulator dalam kehidupan berbangsa. Kedua adalah warga, yang menempati posisi
sebagai pendukung sustainabilitas pembangunan bangsa. Dengan berbagai karakteristik,
kapabilitas dan kepentingan (intest) yang dimiliki, warga negara menjadi modal dasar
dalam pembangunan bangsa. Ketiga adalah pendidikan itu sendiri sebagai instrumen
pembangunan bagi suatu bangsa untuk membangun kehidupan yang lebih baik yang
berbudaya dan beradab.
Secara ontologis, relasi negara dan warga negaranya merupakan kajian dari
disiplin ilmu politik dan ilmu administrasi negara. Salah satu teori negara yang umum
adalah teori hukum alam dari Thomas Hobbes atau/dan John Locke. Menurut teori hukum
alam, bahwa negara itu lahir karena adanya kesepakatan dari masing-masing individu,
atau kelompok, atau suku untuk membentuk suatu organisasi besar yang mengurusi
5
kepentingan-kepentingan bersama. Masing masing individu, dan kelompok, dan suku
tersebut akan menyerahkan sebahagian dari hak-hak dan kewenangannya (dibidang
ekonomi, pendidikan dan kebudayaan) kepada organisasi besar tersebut, dan sebagai
kompensasinya, maka individu, keluarga, kelompok, atau suku tersebut mendapat
perlindungan dari negara atau organisasi tersebut. Penyerahan sebahagian hak di bidang
pendidikan dan kebudayaan, membawa implikasi bahwa warga mesti patuh pada aturan
bersama (kontrak yang telah disepakati), dalam ikhtiarnya untuk
belajar, mengembangkan dan memajukan dirinya.
Dalam kehidupan modern sekarang, eksistensi negara telah menjadi fakta yang
ada di berbagai belahan bumi dengan berbagai macam bentuk kontrak atau hukum yang
mengatur warganya. Setiap orang sejak lahir dan selama hidupnya, telah membagi dan
menyerahkan sebagian hak dan hajatnya di bidang pendidikan (dan tidak hanya terbatas
pada urusan pendidikan) kepada negara. Dan pada sudut pandang lain, bahwa negara
secara an-sich telah menjadi suatu entitas yang bertanggung jawab dan memegang
wewenang untuk menyelenggarakan pendidikan kepada warganya dalam rangka
memenuhi hajat warganya di bidang pendidikan.
Beberapa alasan filosofis, mengapa negara mesti mengurusi urusan pendidikan
warganya, adalah sebagai berikut: Pertama, warga-negara, sebagian atau seluruhnya,
belum atau tidak dapat menyelenggarakan urusan pendidikan secara layak dan
memadai. Dalam konteks ini, negara diasumsikan sebagai organisasi yang besar dan
kuat sehingga mempunyai sumberdaya yang diperlukan bagi terselenggaranya
pendidikan yang layak dan memadai. Disisi lain, warga negara diasumsikan sebagai tidak
berdaya karena sebab-sebab tertentu. Contoh dari kondisi seperti ini adalah pada negara
yang baru melepaskan diri dari jajahan bangsa lain, sehingga kondisi ekonomi rakyatnya
berada pada garis kemiskinan. Dalam kondisi seperti ini, negara menyediakan pendidikan
kepada seluruh rakyatnya secara merata.
Kedua, warga-negara, sebagian atau seluruhnya, belum atau tidak mempunyai
kesadaran akan pentingnya pendidikan untuk dapat hidup dan berkompetisi di alam
global seperti sekarang. Pada alasan kedua, negara diasumsikan sebagai suatu
organisasi yang dilengkapi dengan pengurus (eksekutif) yang cerdas dan unggul.
Pengurus (eksekutif) ini bertugas memobilisir warganya atau anggotanya melalui
serangkaian gerakan penyadaran untuk mengikuti pendidikan. Contoh dari kondisi
seperti ini adalah pada negara-negara berkembang. Negara perlu mengkampanyekan
pentingnya pendidikan dan pembebasan buta huruf/aksara (illiteracy) bagi warganya.
Alasan Ketiga adalah, bahwa negara memerlukan warga-negara yang berkualitas
(Human Resources) dalam rangka mempertahankan eksistensinya dan merealisasi
tujuannya. Negara memandang warganya sebagai sumber daya potensial yang mesti
dikembangkan dalam rangka meningkatkan posisi, harkat, dan martabat negara di
tengah pergaulan internasional. Warga negara yang kuat, berani, ulet dan terampil, dan
kreatif sangat diperlukan dalam rangka menghadapi pesaing-pesaing dari negara lain.
Dalam hal seperti ini, maka negara dapat saja mewajibkan warganya untuk mengikuti
f) Program Wajar Jepang dikenal dengan istilah “GIMUKYOUKI (compulsory
education)”, yang dilaksanakan dengan prinsip memberikan akses penuh kepada
semua anak untuk mengenyam pendidikan 9 tahun (SD dan SMP) dengan
menggratiskan “tuition fee” dan mewajibkan orang tua untuk menyekolahkan
anak (ada dalam Fundamental Law of Education). Untuk memudahkan akses,
setiap distrik wilayah didirikan SD dan SMP walaupun jumlah siswanya minim (10-
11 siswa) dan orang tua wajib menyekolahkan anak. Mutu setiap distrik sama
(guru memegang lisensi mengajar yang dikeluarkan oleh Educational Board setiap
prefecture).
3) Sekolah Menengah Pertama (SMP)
a) Sejak tahun pertama belajar Bahasa Inggris. Mapel wajib SMP: Bahasa Jepang,
Ilmu-Ilmu Sosial, MTK, Sains, Musik, Seni Rupa, Pendidikan Jasmani, dan
Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. Jadwal mapel berbeda setiap minggu.
b) Pembelajaran SMP cenderung mengandalkan metode ceramah, disamping
menggunakan metode atau media lain. Anak SMP wajib mempelajari karya klasik
GENJI MONOGATARI atau HIKAYAT GENJI berumur 1000 tahun dengan
menggunakan Bahasa Jepang Klasik.
c) Terdapat 2 kali ulangan, mid test dan final test (tetapi tidak bersifat wajib secara
nasional). Final test dilakukan serentak 3 hari dengan materi ujian dibuat oleh
sekolah berdasarkan standar dari Educational Board setiap prefektur. Penilaian
berasal dari akumulasi dari nilai tes sehari-hari, ekstrakurikuler, mid test dan final
test.
d) Siswa lulusan SMP dapat memilih SMA yang diminatinya, tetapi harus mengikuti
ujian masuk SMA terstandar Educational Board setiap prefektur yang dilaksanakan
serentak di seluruh Jepang dengan mata ujian yang sama.
4) Sekolah Menegah Atas (SMA)
a) Terdapat 3 jenis SMA: full time, part time (terutama malam hari), dan tertulis. Full
time berlangsung selama 3 tahun, sedangkan kedua jenis sekolah lainnya
menghasilkan diploma yang setara.
b) Jurusan SMA dikategorikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan pola kurikulum,
yaitu jurusan umum (akademis), pertanian, teknik, perdagangan, perikanan, home
economic, dan perawatan.
c) Meskipun pendidikan SMA tidak diwajibkan di Jepang, 94% dari semua lulusan SMP
melanjutkan ke tingkat SMA. Jika ingin masuk ke tingkat sekolah diatasnya, siswa
mengikuti ujian dan membawa surat referensi dari sekolah sebelumnya. Siswa
SMA tidak mengikuti ujian kelulusan secara nasional, tetapi berasal dari hasil ujian
harian.
5) Pendidikan Tinggi
24
a) Untuk masuk ke PT harus ujian. Ujian dilakukan 2 tahap. Pertama, secara nasional
dengan soal disusun oleh Ministry of Education, terdiri dari 5 subjek (mirip dengan
ujian masuk SMA), selanjutnya siswa mengikuti ujian masuk tiap
universitas/fakultas. (sistem penerimaan hampir mirip dengan UMPTN Indonesia)
b) Terdapat 3 jenis lembaga pendidikan tinggi, yaitu: universitas/institut, junior
collage (akademi), dan technical collage (akademi teknik).
c) Di universitas/institut ada S1 (4 tahun) dengan gelar Bachelor’s Degree dan
pascasarjana (S2 selama 2 tahun dan S3 selama 3 tahun), kecuali fakultas
kedokteran dan kedokgi.
d) Junior collage memberikan pendidikan selama 2/3 tahun bagi lulusan SMA. Kredit
yang diperlukan dapat dihitung sebagai bagian dari kredit untuk mendapat gelar
S1. Lulusan SMP dapat masuk ke akademi teknik yang berlangsung selama 5
tahun (full time) untuk mencetak tenaga teknisi.
e) Universitas dan akademi memilih mahasiswa berdasarkan hasil ujian masuk dan
hasil prestasi belajar di SMA. Selain itu, ada tes gabungan kecakapan yang
seragam.
f) Pendidikan tinggi Jepang dikelola dibawah 3 lembaga, yaitu pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dan pihak swasta. 5 jenis pendidikan tinggi: sarjana,
pascasarjana, diploma (non gelar), akademi, dan sekolah kejuruan. Program
sarjana menerima 3 mahasiswa yaitu: reguler (belajar full time selama 4/6 tahun),
pendengar (mahasiswa yang diizinkan mengambil mata kuliah tertentu dengan
syarat dan jumlah kredit yang berbeda di setiap universitas tetapi kredit itu tidak
diakui), dan pengumpul kredit (IDEM dengan pendengar, tetapi kredit diakui).
g) Program pascasarjana terdiri dari master, doktor, mahasiswa peneliti (mahasiswa
yang meneliti dalam bidang tertentu selama 1 semester/1 tahun tanpa tujuan
mendapatkan gelar), mahasiswa pendengar, dan pengumpul kredit. Diploma
selama 2 tahun, 60% disediakan bagi perempuan dan mengajarkan PKK, sastra,
bahasa, kependidikan, kesehatan.
h) Akademi (special training academy) adalah lembaga yang mengajarkan bidang-
bidang khusus, seperti keterampilan dalam pekerjaan atau kehidupan sehari-hari
selama 1-3 tahun.
i) Tahun akademik dimulai sekitar bulan April dan berakhir Maret tahun berikutnya,
yang dibagi menjadi semester 1 (Maret-September) dan semester 2 (Oktober-
Maret) dengan bahasa pengantar wajib adalah Bahasa Jepang.
j) Pada pendidikan khusus, mata kuliah sangat terbatas dengan kurikulum tunggal
(musik saja, melukis saja, atau sastra Inggris), kebanyakan perempuan dengan
tujuan meningkatkan kemampuan perempuan sebagai IRT.
c. Pengembangan Kurikulum di Jepang
Panduan tentang muatan pembelajaran termuat dalam GAKUSYUUSHIDOUYOURYOU
(dokumen lengkap tentang tujuan PBM sekolah, materi pelajaran, pendidikan moral dan
25
kegiatan khusus sebagai standar minimum yang harus dicapai oleh sekolah negeri,
publik, dan swasta) yang pertama kali dibuat pada tahun 1947 bertepatan dengan
lahirnya UU Pendidikan di Jepang. Perubahan kurikulum mengikuti pola 10 tahunan
dengan memperhatikan perubahan sosial dan ekonomi masyarakat Jepang dan dunia.
Dengan demikian pendidikan tidak lagi hanya sekedar jiplakan dari hal-hal yang tertera
dalam kurikulum, tetapi merupakan pengembangan standar minimal program yang
berorientasi kesiswaan.
Pendidikan Jepang tidak lepas dari pendidikan moral (karakter) yang diberikan pada
setiap jenjang kelas sekolah yang diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan
sehingga tercipta karakter bangsa Jepang (ulet, pekerja keras, gigih, jujur, toleransi dan
kesetiakawanan yang tinggi).
Kurikulum Jepang terdiri atas tiga kategori: (1) mata pelajaran akademik (wajib dan
pilihan), (2) pendidikan moral, dan (3) kegiatan khusus. Pendidikan moral diberikan
sebanyak 34 jam belajar pada tingkat awal, 35 jam pada tingkat kedua hingga 9 (kelas 2
SD-3 SMP). Hal ini mewakili 3,3 – 4% dari total jam belajar setiap tahunnya. Kandungan
pendidikan moral dibedakan menjadi 4 area dengan total 76 item, yaitu:
1) Regarding self, meliputi:
a) Moderation (pengerjaan mandiri dan melakukan “moderate life”)
b) Diligence (bekerja keras secara mandiri)
c) Courage (pengerjaan sesuatu secara benar dengan keberanian)
d) Sincerity (bekerja dengan sincerity dan cheer)
e) Freedom dan order (nilai kebebasan dan kedisiplinan)
f) Self-improvement (pemahaman terhadap diri sendiri, mengubah apa yang
seharusnya diubah dan memperbaiki diri sendiri)
g) Love for truth (mencintai dan mencari kebenaran, mencari dasar kehidupan untuk
mencapai standar ideal)
2) Relation to others, meliputi:
a) Courtesy (pemahaman terhadap tata sopan santun, berbicara dan bertingkah laku
tergantung pada situasi dan kondisi)
b) Consideration and kidness (memperhatikan kepentingan orang lain, baik hati dan
empati)
c) Friendship (memahami, percaya dan menolong orang lain)
d) Thanks and respect (menghargai dan menghormati orang yang telah berjasa
kepada kita)
e) Modesty (menghargai orang lain yang berbeda ide dan status melalui sudut
pandang luas)
3) Relation to the nature and the sublime, meliputi:
a) Respect for nature (mengenal alam dan cinta kepada hewan dan tanaman)
b) Respect for life (menghargai kehidupan dan makhluk hidup)
c) Aesthetic Sensitivity (memiliki sensitivitas estetika dan perasaan terhadap
kehidupan manusia)
26
d) Nobility (mempercayai kekuatan dan keunggulan manusia untuk mengatasi
kelemahan diri, dan menemukan kebahagiaan sebagai manusia)
4) Relation to group and society, meliputi:
a) Public duty (menjaga janji dan menjalankan kewajiban dalam masyarakat, serta
merasa kewajiban publik)
b) Justice (jujur dan tak berpihak tanpa diskriminasi, prejudice, dan keadilan)
c) Group participation and responsibility (keinginan untuk berpartisipasi sebagai
grup, menyadari peranannya, melaksanakan tugas dan kewajiban dengan bekerja
sama)
d) Industry (memahami makna kerja keras dan keinginan untuk bekerja)
e) Respect for family members (mencintai dan menghormati orang tua dan bersedia
membantu pekerjaan mereka)
f) Respect for teacher and people at school (mencintai dan menghormati guru,
menciptakan tradisi sekolah yang lebih baik)
g) Contribution to society (menyadari kedudukan dalam masyarakat setempat)
h) Respect for tradition and love of nation (tertarik pada budaya bangsa dan
mencintai bangsa)
i) Respect for other culture (menghargai budaya asing dan manusianya)
Di Jepang, selain khusus ada jam pelajaran tentang moral (doutoku), pesan-pesan
moral juga terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran di Jepang. Di kelas satu sekolah
jepang adalah, pelajaran tentang berbohong, dan giliran piket bersih-bersih di
kelas. Dalam dua sesi yang berbeda itu, pendekatan yang dilakukan oleh guru jepang
relatif mirip. Tidak dengan mendoktrin tentang pentingnya untuk berlaku jujur atau
menjalani tugas piket. Namun, dengan mengajak anak-anak berdiskusi tentang akibat-
akibat berbohong atau ketika mereka tidak menjalani tugas piket.
Diskusi interaktif itu menggiring anak-anak untuk berpikir tentang pentingnya
melaksanakan nilai-nilai moral yang akan diajarkan (proses kognitif-sikou ryoku). Tidak
ada proses menghafal, juga tidak ada tes tertulis untuk pelajaran moral ini. Untuk
mengecek pemahaman anak-anak tentang pelajaran moral yang diajarkan, mereka
diminta untuk membuat karangan, atau menuliskan apa yang mereka pikirkan tentang
tema moral tertentu (proses menilai-handan ryoku). Kadang mereka juga diputarkan film
yang memiliki muatan moral yang akan diajarkan, dan diajak untuk berdiskusi isi dari film
itu.
Dua hal yang menjadi inti pendidikan adalah pendidikan yang berfokus pada minat
anak-anak dan pentingnya belajar melalui pengalaman langsung. Di Jepang sendiri,
meskipun ada pelajaran moral (doutoku) dan ada kurikulumnya secara spesifik apa yang
harus diajarkan, namun apa definisi moral, baik-buruk, benar-salah, sama sekali tidak ada
batasannya. Penekanannya lebih kepada nilai-nilai yang dianggap baik secara universal,
seperti nilai-nilai kejujuran, kerja keras, menghormati hak orang lain, disiplin, rasa malu
ketika tidak memenuhi kewajiban, dan sebagainya. Di Jepang sendiri, dengan kualitas
27
guru-guru yang sangat baik, pendidikan moral yang didukung dengan sistem pendidikan,
serta undang-undang yang fokus pada pembentukan karakter di sekolah dasar dan
menengah, bisa sukses menanamkan nilai-nilai yang diajarkan tadi.
28
Dari penjelasan sistem pendidikan beberapa negara diatas, maka kita dapat menyimpulkan perbandingan pendidikan antara
keempat negara. Perbandingan tersebut dapat kita lihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan Sistem Pendidikan Beberapa Negara
Pembeda Indonesia Australia Amerika Serikat JepangTujuan Pendidikan Nasional
Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas Pasal 3)
Menerapkan Pendidikan Multikultura, dengan tujuan:1. Pengertian dan
menghargai bahwa Australia pada hakekatnya adalah masyarakat multibudaya di dalam sejarah, baik sebelum maupun sesudah kolonisasi bangsa Eropa.
2. Menemukan kesadaran dan kontribusi dari berbagai latar kebudayaan untuk membangun Australia.
3. Pengertian antar budaya melalui kajian-kajian tentang tingkah laku, kepercayaan, nilai-nilai yang berkaitan dengan multikulturalisme.
4. Tingkah laku yang memperkuat keselarasan antar etnis.
5. Memperluas kesadaran akan penerimaannya sebagai seseorang yang mempunyai identitas nasional Australia tetapi juga akan identitas yang spesifik di dalam masyarakat multi
Pendidikan yang menonjolkan Desentralisasi-Demokrasi, dengan tujuan:1. untuk mencapai
kesatuan dalam kebhinekaan
2. untuk mengembangkan cita-cita dan praktek demokrasi
3. untuk membantu pengembangan individu
4. untuk memperbaiki kondisi sosial masyarakat
5. untuk mempercepat kemajuan nasional
Untuk meningkatkan perkembangan kepribadian secara utuh, menghargai nilai-nilai individu, dan menanamkan jiwa yang bebas
29
budaya Australia. Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan
1. Demokratis, berkeadilan, dan tidak diskriminatif
2. Sebagai satu kesatuan yang sistematik
3. Merupakan proses pembudayaan dan pemberdayaan siswa
4. Diselenggarakan dengan memberikan keteladanan
5. Diselenggrakan dengan budaya “calistung”
6. Diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat (UU Sisdiknas Pasal 4)
Kesadaran adanya perbedaan etnis setiap daerah bagian.
Inti pendidikan adalah toleransi tidak hanya diperuntukkan untuk kepentingan bersama akan tetapi juga menghargai kepercayaan dan berinteraksi dengan anggota masyarakat
1. Prinsip legalisme2. Prinsip administrasi yang
demokratis3. Prinsip netralitas4. Prinsip penyesuaian dan
penetapan kondisi pendidikan
5. Prinsip desentralisasi
Acuan Pendidikan
Negara maju seperti AS, tetapi “kurang penyesuaian” terhadap budaya bangsa sendiri. Misalnya, kita telah memiliki konsep Pendidikan Taman Siswa, tetapi lebih memilih konsep Bloom dari AS
Perbedaan etnis dalam negaranya sendiri
Menerapkan model pendidikan Demokrasi
Negara maju terutama AS, dengan penyesuaian terhadap budaya bangsa sendiri sehingga dihasilkan suatu bentuk yang unik yang menjadi ciri khas Negara Jepang
Reformasi Pendidikan
Telah dilakukan reformasi pendidikan, tetapi belum terintegrasi dengan baik
Australia mengubah kebijakannya dari White Australia Policy ke multicultural policy (pendidikan multikultural)
Adanya kebijakan Charter School, yaitu pendidikan diserahkan pada setiap unit etnik dengan biaya dari negara karena menyadari kelompok masyarakat yang sangat pluralitas
Untuk menyempurnakan tujuan pendidikan, tahun 2001 Kementrian Pendidikan Jepang mengeluarkan Rainbow Plan
Wajib Belajar Wajar 9 tahun (SD dan SMP), ciri-ciri:1. Tidak bersifat paksaan
tetapi persuasif2. Tidak ada sanksi hukum,
sekedar sanksi moral
Wajar 6/7 tahun (SD) dan 4/5 tahun (SMP)
Tidak ada menerapkan program wajar tetapi setiap negara bagian menyediakan pendidikan secara gratis selama 12 tahun mulai dari TK sampai pada jenjang
Wajar 9 tahun (SD dan SMP), ciri-ciri:1. Adanya unsur paksaan
agar bersekolah2. Diatur dengan UU Wajar3. Ada sanksi bagi orang
30
3. Tidak diatur dalam UU tersendiri
4. Keberhasilan diukur dengan angka partisipasi pendidikan
berikutnya. tua yang membiarkan anaknya tidak bersekolah
4. Keberhasilan diukur dari tidak adanya orang tua yang terkena sanksi
Jenjang Pendidikan
PAUD dan TK, SD, SMP, SMA, PT
Prasekolah, TK, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah (SMP-SMA), PT
Terdapat beberapa macam pola jenjang pendidikan, yaitu:1. taman kanak-kanak +
pendidikan dasar ”grade” 1-8 + 4 tahun SLTA
2. taman kanak-kanak + sekolah dasar ”grade” 1-6 tahun + 3 tahun SLTP + 3 tahun SLTA
3. taman kanak-kanak + sekolah dasar ”grade” 1-4/5 + 4 tahun SLTP + 4 tahun SLTA
4. setelah menyelesaikan pendidikan tingkat taman kanak-kanak + 12 tahun pada beberapa buah negara bagian dilanjutkan 2 tahun pada tingkat akademi (junior community college) sebagai bagian dari sistem pendidikan dasar dan menengah
Preschool dan TK, SD, SMP, SMA, PT
Jurusan di SMA Dibedakan antara SMA dan SMK1. SMA = IPA, IPS, bahasa2. SMK = sangat variatif
Pendidikan kejuruan diarahkan untuk pasar kerja. Dimana setiap negara memiliki kejuruan Pendidikan dan Pelatihan (Vocational
Ada beberapa jenis berdasarkan pola kurikulum, yaitu:1. Umum (akademis)2. Pertanian3. Teknik
31
Education and Training/VET 4. Perdagangan5. Perikanan6. Home economic7. PerawatanSekolah Kejuruan: 5 tahun dari lulusan SMP dengan tujuan pembinaan teknis
Ujian Masuk Sekolah
Ada yang berdasarkan NEM asal dan ujian beberapa mapel
Nilai Ujian Mapel: Inggris, Sains, Ilmu Sosial, dan MTK
Nilai Ujian Mapel: Inggris, Sains, Ilmu Sosial, dan MTK
Ujian Bahasa Jepang, English, MTK, Ilmu Sosial, dan Sains
Jenis-Jenis PT Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Politeknik, Akademi, Akademi Komunitas (UU No. 12/2012 ttg Pend. Tinggi)
Program Lanjutan, Akademi, Sekolah Tinggi, Universitas
Community atau technical college, undergraduate tamatan program S-1, dan program-program diploma dengan bidang spesialis tertentu
Universitas/Institut, akademi (junior collage), akademi teknik (technical collage)
Pengembangan Kurikulum
1. Tampaknya masih bertumpu pada mapel, belum pada sistem pendidikannya
Tidak ada kurikulum nasional yang bersifat resmi, pengembangan kurikulum diserahkan kepada masing-masing bagian wilayah dan biasanya perubahan kurikulum mengacu kepada perubahan sosial dunia dan kemajuan IPTEK
1. Lebih menekankan pada sistem pendidikan di sekolah, bukan pada perubahan mapel atau metode mengajar
2. Dalam PBM disekolah telah dimunculkan nilai karakter sebanyak 18 item (modul PLPG Rayon 113)
Tercantum dalam UU dan diintegrasikan ke seluruh mata pelajaran dengan sejujurnya
Belum ada pendidikan karakter
1. Tercantum dalam UU dan diberikan pada setiap jenjang kelas sekolah.
2. Diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan dan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam mata
32
pelajaran lain.3. Meliputi 4 area dengan
76 item karakter.
33
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pendidikan merupakan sarana dalam menyampaikan kebudayaan dari satu
generasi ke generasi selanjutnya. Pendidikan dan negara mempunyai hubungan
yang sangat erat. Perkembangan sebuah negara tergantung kepada
perkembangan pendidikan kepada warga negaranya.
2. Perkembangan pendidikan di setiap negara pasti berbeda, hal ini disebabkan
beberapa faktor seperti keadaan wilayah negara, faktor ekonomi masyarakat,
faktor politik negara, kebudayaan setempat, dan sebagianya
3. Pelaksanaan pendidikan setiap negara yang ada di dunia sangat ditentukan oleh
faktor-faktor tersebut, khusunya negara-negara maju yang sangat memperdulikan
masalah pendidikan warga negaranya.
B. Saran
1. Kita sebagai generasi penerus bangsa seharusnya dapat menyadari bahwa
pendidikan itu sangat penting demi kemajuan negara kita.
2. Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang di dunia
seharusnya dapat meneladani pendidikan di negara-negara maju yang sangat
konseptual dan tidak menghilangkan unsur kebudayaan negaranya sendiri
sehingga pendidikan di Indonesia dapat sejajar dengan negara-negaar maju di
dunia.
34
REFERENSI
_______. Pendidikan Pada Umumnya dan Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rajawalki Pers.
______. 2010. Pendidikan di Amerika Serikat. http://www.hewlett.org/programs/global-development-program/quality-education-in-developing-countries.
______. 2010Sihol Nababan. 2009. Peranan Sistem Pendidikan Nasional dalam Mengembangkan Nilai-Nilai Budaya. Medan: Universitas HKBP Nommensen. Makalah ini disampaikan pada The 1st International Symposium on Education tanggal 15 Agustus 2009.
Academy, Expression, 2007. Education Systems in Australia (http://www. expressionacademy.com/education%20systems%20in%%20australia.html, diakses pada tanggal 17 November 2008).
Ardian Umam. Mengupas Sistem Pendidikan Jepang dalam Pembangunan Karakter Bangsanya. http://www.wikipedia.co.id
Mohammad Noor Syam. 1986. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.
Mudyahardjo, Redja. 2010. Pengantar Pendidkan. Suatu Studi Awal Tentang Dasar Dasar.
Rahman Assegaf. 2003. Internasionalisasi Pendidikan, Sketsa Perbandingan Pendidikan di Negara-Negara Islam dan Barat. Yogyakarta: gama Media.
Sutarno. Karakteristik Pendidikan Multikultural Di Berbagai Negara. Perbandingan Sistem Pendidikan di Indonesia dan Di Jepang.
Tukiyo. Sistem Pendidikan dan Pendidikan Karakter di Jepang serta Perbandingannya dengan di Indonesia. Semarang: FKIP Universitas Widya Dharma Klaten.