Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika kita membicarakan tentang pendidikan, kita
merasa bahwa kita sedang membicarakan permasalahan yang
kompleks dan sangat luas. Mulai dari masalah peserta didik,
pendidik/guru, manajemen pendidikan, kurikulum, fasilitas,
proses belajar mengajar, dan lain sebagainya. Salah satu
masalah yang banyak dihadapi dalam dunia pendidikan kita
adalah lemahnya kualitas proses pembelajaran yang
dilaksanakan guru di sekolah. Dalam proses pembelajaran di
dalam kelas hanya diarahkan kepada kemampuan anak untuk
menghafal informasi; otak anak dipaksa untuk mengingat dan
menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami
informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan
kehidupan sehari-hari. Akibatnya banyak peserta didik yang
ketika lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis,
akan tetapi mereka miskin aplikasi.
Dalam Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dijelaskan
bahwa Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Page 2
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. (UU Sisdiknas, 2003).
Sesuai fungsi pendidikan nasional tersebut terletak
juga tanggung jawab guru untuk mampu mewujudkannya melalui
pelaksanaan proses pembelajaran yang mampu bermutu dan
berkualitas. Salah satu strategi yang dapat dipergunakan
guru untuk memperbaiki mutu dan kualitas proses pembelajaran
adalah dengan menerapkan strategi pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Contextual Teaching and Learning
(CTL) ?
2. Bagaimana latar belakang Contextual Teaching and Learning
(CTL) ?
3. Bagaimana karakteristik Contextual Teaching and Learning
(CTL) ?
4. Apa sajakah komponen Contextual Teaching and Learning
(CTL) ?
5. Bagaimana sintaks Contextual Teaching and Learning
(CTL) ?
Page 3
6. Bagaimana perbedaan pendekatan kontekstual dengan
pendekatan tradisional?
7. Apa kelebihan dan kelemahan Contextual Teaching and
Learning (CTL)?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari Contextual Teaching and
Learning (CTL)
2. Mengetahui latar belakang Contextual Teaching and
Learning (CTL)
3. Mengetahui karakteristik Contextual Teaching and
Learning (CTL)
4. Mengetahui komponen Contextual Teaching and Learning
(CTL)
5. Mengetahui sintaks Contextual Teaching and Learning
(CTL)
6. Mengetahui perbedaan pendekatan kontekstual dengan
pendekatan tradisional
7. Mengetahui kelebihan dan kelemahan Contextual Teaching
and Learning (CTL)
Page 4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)
Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context
yang berarti “hubungan, konteks, suasana dan keadaan
(konteks)”. (KUBI, 2002 : 519). Contextual Teaching and
Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh
untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan
mereka.
Dari konsep tersebut, ada tiga hal yang harus
kita pahami. Pertama, CTL menekankan kepada proses
keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses
belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara
langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak
mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan
Page 5
tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi
pelajaran.
Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan
antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan
nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan
antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
Hal ini sangat penting sebab dengan dapat mengorelasikan
materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja
bagi siswa materi itu akan bermakna secara fungsional akan
tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam
memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga,
CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat
memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana
materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam
kehidupan sehari-hari.
Dalam pembelajaran CTL siswa bukan hanya sekedar
mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses
berpengalaman secara langsung. Melalui pengalaman itu
diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh yang tidak
hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga
aspek afektif dan juga psikomotor. Selain itu, materi
pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan
kemudian dilupakan akan tetapi segala bekal mereka dalam
mengarungi kehidupan nyata.
Page 6
B. Latar Belakang Contextual Teaching and Learning (CTL)
1. Latar belakang filosofis
CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat
konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin dan
selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Aliran filsafat
konstruktivisme berangkat dari pemikiran epistemology
Giambatista Vico (Suparno, 1997). Vico mengungkapkan: “
Tuhan adalah pencipta alam smesta dan manusia adalah tuan
dari ciptaannya.” Mengetahui menurut Vico berarti mengetahui
bagaimana membuat sesuatu. Artinya seseorang dikatakan
mengetahui manakala ia dapat menjelaskan unsure-unsur apa
yang membangun sesuatu itu. Oleh karena itu menurut Vico,
pengetahuan itu tidak lepas dari orang (subyek) yang tahu.
Pengetahuan merupakan struktur konsep dari subyek yang
mengamati. Selanjutnya teori filsafat konstruktivisme
tentang hakikat pengetahuan mempengaruhi konsep tentang
proses belajar bahwa belajar bukanlah sekedar menghafal,
tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman.
Pengetahuan bukanlah hasil “pemberian” dari orang lain
seperti guru, tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang
dilakukan oleh setiap individu. Pengetahuan hasil dari
pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna
bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan
pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah,
menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan
susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja
Page 7
Piaget, Vygotzky, teori-teori pemrosesan informasi, dan
teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner
(Slavin dalam Nur, 2002:8)
Piaget berpendapat bahwa sejak kecil setiap anak sudah
memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skemata.
Skemata terbentuk karena pengalaman. Belajar bagi anak
adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada (asimilasi)
atau proses pembentukan skema baru (akomodasi). Pandangan
Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan itu
terbentuk dalam struktur kognitif anak sangat berpengaruh
terhadap beberapa model pembelajaran kontekstual. Menurut
pembelajaran kontekstual pengetahuan itu akan bermakna
manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa.
Pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemberitahuan orang
lain, tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna.
Pengetahuan yang demikian akan mudah dilupakan dan tidak
fungsional.
2. Latar Belakang Psikologis
Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa
pengetahuan terbentuk karena peran aktif subjek, maka
dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran
psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar
terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar
bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan Stimulus dan
Respons. Belajar tidak sesederhana itu. Belajar melibatkan
Page 8
proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat,
motivasi dan kemampuan atau pengalaman. Apa yang tampak,
pada dasarnya adalah wujud dari adanya dorongan yang
berkembang dalam diri seseorang. Sebagai peristiwa mental
perilaku manusia tidak semata-mata merupakan gerakan fisik
saja, akan tetapi yang lebih penting adalah adanya faktor
pendorong yang ada dibelakang gerakan fisik itu. Mengapa
demikian? Sebab manusia selamanya memiliki kebutuhan yang
melekat dalam dirinya. Kebutuhan itulah yang mendorong
manusia untuk berperilaku. Dari asumsi dan latar belakang
yang mendasarinya, maka terdapat beberapa hal yang harus
dipahami tentang belajar dalam konteks CTL menurut Sanjaya
(2005:114) antara lain:
1) Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses
mengonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang
mereka miliki. Oleh karena itulah, semakin banyak pengalaman
maka akan semakin banyak pula pengetahuan yang mereka
peroleh.
2) Belajar bukan sekadar mengumpulkan fakta yang lepas-
lepas. Pengetahuan itu pada dasarnya merupakan organisasi
dari semua yang dialami, sehingga dengan pengetahuan yang
dimiliki akan berpengaruh terhadap pola-pola perilaku
manusia, seperti pola berpikir, pola bertindak, kemampuan
memecahkan persoalan termasuk penampilan atau performance
seseorang. Semakin pengetahuan seseorang luas dan mendalam,
maka akan semakin efektif dalam berpikir.
Page 9
3) Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan
memecahkan masalah anak akan berkembang secara utuh yang
bukan hanya perkembangan intektual akan tetapi juga mental
dan emosi. Belajar secara kontekstual adalah belajar
bagaimana anak menghadapi persoalan.
4) Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang
secara bertahap dari sederhana menuju yang kompleks. Oleh
karena itu belajar tidak dapat sekaligus, akan tetapi sesuai
dengan irama kemampuan siswa.
5) Belajar pada hakikatnya adalah menagkap pengetahuan dari
kenyataan. Oleh karena itu, pengetahuan yang diperoleh
adalah pengetahuan yang memiliki makna untuk kehidupan anak
(Real World Learning).
C. Karakteristik Contextual Teaching and Learning (CTL)
Terdapat enam karakteristik penting dalam proses
pembelajaran CTL, yaitu:
1. Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan
yang sudah ada (activing knowledge), artinya apa yang akan
dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah
dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh
siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan
satu sama lain.
2. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka
memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring
Page 10
knowledge). Pengetahuan baru ini diperoleh dengan cara
deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari
secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk
dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta
tanggapan dari yang lain tentang pengetahuan yang
diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru
pengetahuan itu dikembangkan.
4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut
(applying knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman
yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan
siswa sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap
strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai
umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan
strategi.
6. Bekerjasama ( collaborating ) untuk membantu siswa
bekerja secara efektif dalam kelompok, membantu mereka untuk
mengerti bagaimana berkomunikasi/berinteraksi dengan yang
lain dan dampak apa yang ditimbulkannya (Budiningsih.2005:
79).
D. Komponen Contextual Teaching and Learning (CTL)
Page 11
Komponen-komponen dari CTL (Contextual Teaching and Learning) ada 7
,antara lain :
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme (Constructivism) adalah proses membangun
atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa
berdasarkan pengalaman. Menurut pengembang filsafat
konstruktivisme Mark Baldawin dan diperdalam oleh Jean
Piaget menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan
hannya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan
individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang
diamatinya.
2. Menemukan (Inquiry)
Menemukan (Inquiry) adalah proses pembelajaran didasarkan
pada pencapaian dan penemuan melalui proses berpikir secara
sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari
mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri.
Dalam model inquiry dapat dilakukan melalui beberapa langkah
sistematis, yaitu :
a. Merumuskan masalah.
b. Mengajukan hipotesis.
c. Mengumpulkan data.
d. Menguji hipotesis berdasarkan data yang
dikumpulkan.
e. Membuat kesimpulan.
3. Bertanya (Quesrioning)
Page 12
Belajar pada hakekatnya adalah bertanya dan menjawab
pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari
keingin tahuan setiap individu. Sedangkan menjawab
pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir.
Dalam pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna
untuk :
a. Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam
penguasaan materi pelajaran.
b. Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.
c. Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.
d. Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang
diinginkan.
e. Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan
sendiri.
f. Menggali pemahaman siswa.
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar (Learning Community) dalam CTL
menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja
sama dengan orang lain. Kerja sama itu dapat dilakukan dalam
berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal
maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah. Hasil
belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang
lain, antarteman atau antarkelompok; yang sudah tahu memberi
tahu kepada yang belum tahu atau yang pernah memiliki
pengalaman membagi pengalamannya kepada orang lain. Inilah
Page 13
hakekat dari masyarakat belajar yaitu masyarakat yang saling
membagi.
5. Pemodelan (Modeling)
Yang dimaksud dengan asas modeling adalah proses
pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang
dapat ditiru oleh setiap siswa. Proses modeling tidak sebatas
dari guru saja, akan tetapi dapat juga memanfaatkan siswa
yang dianggap memiliki kemampuan. Modeling merupakan asas
yang cukup penting dalam pembelajaran CTL sebab melalui
modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang
teoristis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya
verbalisme.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi (Reflection) adalah cara berpikir tentang apa
yang baru di pelajari atau berpikir ke belakang tentang apa
yang sudah dilakukan di masa lalu. Refleksi merupakan respon
terhadap kejadian, aktivitas, atau pengalaman yang baru di
terima. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan
dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya
akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya.
7. Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Penilaian nyata (Authentic Assessment) adalah proses yang
dilakukan oleh guru untuk mengumpulkan informasi tentang
perkembangan belajar yang dilakukan oleh siswa. Penilaian
ini dilakukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar
belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar siswa memiliki
Page 14
pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual
maupun mental siswa. Penilaian yang autentik dilakukan
secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian
ini dilakukan secara terus-menerus selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya
diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.
E. Sintaks Contextual Teaching and Learning (CTL)
Secara garis besar langkah-langkah penerapan CTL dalam
kelas adalah sebagai berikut:
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih
bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua
topik.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-
kelompok)
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6 . Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
F. Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan
Tradisional
1. Pendekatan Kontekstual
Menyandarkan pada pemahaman makna.
Page 15
Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.
Siswa terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran.
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan
nyata/masalah yang disimulasikan.
Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan
yang telah dimiliki siswa.
Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.
Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan,
menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan
proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri yang
bersifat subyektif.
Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal
tersebut merugikan.
Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.
Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks, dan
setting.
Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian
autentik.
2. Pendekatan Tradisional
Menyandarkan pada hafalan.
Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh
guru.
Page 16
Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya
dari guru.
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak
bersandar pada realitas kehidupan.
Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai
saatnya diperlukan.
Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk
mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi
latihan (kerja individual).
Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin)
tertentu.
Perilaku dibangun atas kebiasaan.
Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai
rapor.
Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena
takut akan hukuman.
Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik.
Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan
kelas.
Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam
bentuk tes/ujian/ulangan.
G. Kelebihan dan Kelemahan Contextual Teaching and Learning
(CTL)
Page 17
1. Kelebihan dari model pembelajaran CTL :
a. Memberikan kesempatan pada sisiwa untuk dapat maju
terus sesuai dengan potensi yang dimiliki sisiwa sehingga
sisiwa terlibat aktif dalam PBM.
b. Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam
mengumpulkan data, memahami suatu isu dan memecahkan
masalah dan guru dapat lebih kreatif
c. Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari.
d. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak
ditentukan oleh guru.
e. Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
f. Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok.
g. Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu
maupun kelompok.
2. Kelemahan dari model pembelajaran CTL :
a. Dalam pemilihan informasi atau materi dikelas
didasarkan pada kebutuhan siswa padahal,dalam kelas itu
tingkat kemampuan siswanya berbeda-beda sehinnga guru akan
kesulitan dalam menetukan materi pelajaran karena tingkat
pencapaianya siswa tadi tidak sama
b. Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama
dalam PBM
c. Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak
jelas antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan
Page 18
siswa yang memiliki kemampuan kurang, yang kemudian
menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi siswa yang kurang
kemampuannya
d. Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran
dengan CTL ini akan terus tertinggal dan sulit untuk
mengejar ketertinggalan, karena dalam model pembelajaran
ini kesuksesan siswa tergantung dari keaktifan dan usaha
sendiri jadi siswa yang dengan baik mengikuti setiap
pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman
yang tertinggal dan mengalami kesulitan.
e. Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri
dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki dengan
penggunaan model CTL ini.
f. Kemampuan setiap siswa berbeda-beda, dan siswa yang
memiliki kemampuan intelektual tinggi namun sulit untuk
mengapresiasikannya dalam bentuk lesan akan mengalami
kesulitan sebab CTL ini lebih mengembangkan ketrampilan
dan kemampuan soft skill daripada kemampuan
intelektualnya.
g. Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan
berbeda-beda dan tidak merata.
h. Peran guru tidak nampak terlalu penting lagi karena
dalam CTL ini peran guru hanya sebagai pengarah dan
pembimbing, karena lebih menuntut siswa untuk aktif dan
berusaha sendiri mencari informasi, mengamati fakta dan
menemukan pengetahuan-pengetahuan baru di lapangan
Page 19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut di atas maka
dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini:
1. Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran
yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran
dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga
para peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan
kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.
2.Terdapat enam karakteristik penting dalam proses
pembelajaran CTL, yaitu: pembelajaran merupakan proses
pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge),
pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka
memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring
knowledge), pemahaman pengetahuan (understanding knowledge),
mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge), melakukan refleksi (reflecting knowledge),dan
bekerjasama ( collaborating ).
Page 20
3. Komponen-komponen dari CTL (Contextual Teaching and Learning)
ada 7 ,antara lain: konstruktivisme (Constructivism), menemukan
(Inquiry), bertanya (Quesrioning), masyarakat belajar (Learning
Community), pemodelan (Modeling), refleksi (Reflection), penilaian
nyata (Authentic Assessment).
4. Langkah-langkah penerapan CTL dalam kelas adalah sebagai
berikut : membangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih
bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
Kemudian melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk
semua topic dan kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan
bertanya, ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam
kelompok-kelompok) lalu hadirkan model sebagai contoh
pembelajaran. Lakukan refleksi di akhir pertemuan dan
penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
5. Perbedaan pendekatan kontekstual dengan pendekatan
tradisional secara umum yaitu pendekatan kontekstual lebih
menekankan pada pemahaman makna, hasil belajar diukur
melalui penerapan penilaian autentik.Sedangkan pendekatan
tradisional menyandarkan pada hafalan, hasil belajar diukur
melalui test/ujian saja.
6. Kelebihan pendekatan CTL secara umum yaitu pembelajaran
menjadi lebih bermakna , riil , lebih produktif serta siswa
dituntut berfikir kritis dan kreatif. Sedangkan kelemahannya
yaitu kurang efisien karena membutuhkan waktu yang lama
serta peran guru tidak terlalu penting lagi .
Page 21
B. Saran
Dari makalah yang telah di buat, penulis dapat memberikan
saran sebagai berikut:
1. Dalam proses belajar mengajar, guru hendaknya
memperhatikan metode, strategi, dan model pembelajaran
yang inovatif sehingga siswa mudah memahami
pelajaran/materi yang disampaikan.
2. Tidak hanya guru yang aktif dalam pembelajaran, namun
siswa juga harus aktif dalam mencari pengetahuan melalui
pengalaman siswa itu sendiri serta penerapan pada
keterampilan.
Page 22
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, C. Asri, DR. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta
Paul,Suparno.1997.Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan.
Yogyakarta:Kanisius
Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta :Kencana
http://gakuseishinsetsu.wordpress.com/201 3 /0 3 / 31 /model-
pembelajaran-konstektual/
//PDRTJS_settings_1036222_post_228={“id”:1036222,”unique_id”:”wp-
post-228″,”title”:”Model Pembelajaran Konstektual”,”permalink”