Makalah Creative Accountant versus Tax Planning
Makalah Creative Accountanting versus Tax Planning
Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT
karena atas berkat dan rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan tepat pada waktunya. Makalah ini berisikan tentang
Creative Accounting versus Tax Planning. Dan juga kami berterima
kasih pada Bapak Nunung Badruzaman, Drs., M.S.P.A., M.B.A, Ak.
selaku Dosen mata kuliah Seminar Akuntansi Keuangan yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.Kami sangat berharap makalah ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita
mengenai Creative Accounting versus Tax Planning. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini
dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan
yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik
dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.DAFTAR
ISI
iKATA PENGANTAR
iiDAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN21.2 Latar Belakang21.2 Identifikasi
Masalah31.3 Tujuan31.4 Manfaat3BAB II PEMBAHASAN42.1 Perencanaan
Pajak dalam Pajak Penghasilan5A. Efisiensi dalam Pajak Penghasilan
Badan5B. Efisiensi dalam PPh Pasal 219C. Efisiensi dalam PPh Pasal
2210D. Efisiensi dalam PPh Pasal 2310E. Efisiensi dalam PPh Pasal
2611F. Efisiensi dalam PPh Pasal 4(2)112.2 Perencanaan Pajak dalam
Pajak Pertambahan NilaI12A. Efisiensi Pajak Keluaran12B. Efisiensi
Pajak Masukan132.3 Creative Accounting14BAB III PENUTUP183.1
Kesimpulan183.2 Daftar Pustaka18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakangUmumnya perencanaan pajak (tax planning)
merujuk kepada proses merekayasa usaha dan transaksi Wajib pajak
supaya utang pajak berada dalam jumlah yang minimal tetapi masih
dalam bingkai peraturan perpajakan. Namun demikian, perencanaan
pajak juga dapat berkonotasi positif sebagai perencanaan pemenuhan
kewajiban perpajakan secara lengkap, benar dan tepat waktu sehingga
dapat menghindari pemborosan sumber daya secara optimal.
Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak
(sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi
jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan serendah mungkin untuk
memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan). Langkah
selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax
implementation) dan pengendalian pajak (tax control). Pada tahap
perencanaan pajak ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap
peraturan perpajakan. Tujuannya agar dapat diseleksi jenis tindakan
penghematan pajak yang akan dilakukan, Pada umumnya penekanan
perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan
kewajiban pajak.
Perencanaan pajak akan lebih optimal jika dikaitkan dengan
pemahaman yang baik terhadap standar akuntansi. Dari sisi
positifnya, pemahaman yang baik ini akan berefek pada creative
accounting, namun dari sisi negatifnya hal tersebut dapat berakibat
pada aggresive accounting.
Untuk dapat meminimumkan kewajiban pajak dapat dilakukan dengan
berbagai cara baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan
(lawful) maupun yang melanggar peraturan perpajakan (unlawful)
seperti tax avoidance dan tax evasion. Perencanaan perpajakan
umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi
atau fenomena terkena pajak. Kalau fenomena tersebut terkena pajak,
apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah
pajaknya. Selanjutnya, apakah pembayaran pajak dimaksud dapat
ditunda pembayarannya.
Pada dasarnya, perencanaan pajak harus (1) tidak melanggar
ketentuan perpajakan, (2) secara bisnis masuk akal, dan (3)
bukti-bukti pendukungnya memadai.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Bagaimana merencanakan pajak ?2. Perencanaan Pajak yang
bagaimana yang diperbolehkan menurut Akuntansi ?
3. apakah suatu transaksi atau fenomena terkena dapat pajak ?4.
apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah
pajaknya
5. apakah pembayaran pajak dimaksud dapat ditunda
pembayarannya
1.3 Tujuan
1. Meminimalisasi beban pajak yang terhutang
2. Memaksimalkan laba setelah pajak
3. Meminimalkan terjadinya kejutan pajak jika terjadi
pemeriksaan pajak
4. Memenuhi kewajiban perpajakannya secara benar, efesien, dan
efektif,sesuai dengan ketentuan Perpajakan
1.4 Manfaat1. Penghematan kas keluar. Perencanaan pajak dapat
menghemat pajak yang merupakan biaya bagi perusahaan.
2. Mengatur aliran kas (cash flow). Perencanaan pajak dapat
mengestimasi kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat
pembayaran sehingga perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara
lebih akurat.
BAB II
Pembahasan Aspek-aspek dalam Tax Planning
Aspek Formal dan Administratif
1. Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) dan SuratPengukuhan Pengusaha Kena Pajak
(SPPKP);
2. Menyelenggaraan pembukuan atau pencatatan;
3. Memotong dan atau memungut pajak;
4. Membayar Pajak;
5. Menyampaikan Surat Pemberitahuan. Aspek Material
Basis perhitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka
optomalisasi alokasi sumber dana manajemen akan merencanakan
pembayaran pajak yang tidak lebih dan tidak kurang. Untuk itu,
objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap
Strategi Umum
Tax Saving
merupakan upaya mengefisiensikan beban pajak melalui pemilihan
alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah.
Misalnya, perusahaan dapat memilih imbalan kepada pegawai dalam
tunai ketika tarif PPh Pasal 21-nya lebih rendah dari tarif PPh
Badan.
Tax Avoidance
merupakan upaya mengefisiensikan beban pajak dengan cara
menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan objek
pajak. Misalnya, perusahaan, yang masih mengalami kerugian perlu
mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang ke pemberian natura
sehingga natura tersebut bukan merupakan objek pajak PPh pasal
21.
Menghindari Pelanggaran Terhadap Peraturan Perpajakan yang
Berlaku
Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat
menghindari timbulnya sanksi perpajakan yaitu :
1. Sanksi Administrasi, berupa bunga, denda atau kenaikan.
2. Sanksi Pidana, berupa pidana atau kurungan.
Penundaan Pembayaran Kewajiban Pajak
Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan
yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN.
Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak
keluaran sampai dengan batas waktu yang diperkenankan, khususnya
untuk penjualan kredit. Dalam hal ini penjual dapat menerbitkan
faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan
barang.
Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan
Wajib pajak seringkali kurang mendapat informasi mengenai
pembayaran pajak yang dapat dikreditkan. Sebetulnya pembayaran
tersebut merupakan pajak yang dibayar dimuka. Misalnya, kredit
pajak untuk PPh badan terdiri dari PPh pasal 22 atas pembelian
solar dan/atau impor dan fiskal luar negeri atas perjalanan dinas
pegawai. Dalam hal kredit pajak PPN (Pajak Masukan), Pengusaha Kena
Pajak cukup menggunakan dokumen lain yang fungsinya sama dengan
faktur pajak standar, seperti SPPB atau Surat Perintah Pengiriman
Barang (delivery order) yang dikeluarkan oleh Bulog untuk
penyaluran tepung terigu, PNBP (Paktur Nota Bon Penyerahan) yang
diikeluarkan oleh pertamina untuk penyerahan BBM dan atau bukan
BBM, serta tanda pembayaran atau kuintasi telepon.2.1 PERENCANAAN
PAJAK DALAM PAJAK PENGHASILANA. Efisiensi dalam Pajak Penghasilan
Badan
Penghasilan kena pajak merupakan laba yang dihitung berdasarkan
peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia, yaitu UU No. 36
tahun 2008 dan peraturan pelaksanannnya. Karena terjadi perbedaan
dalam perhitungan laba akuntansi dan laba kena pajak, perusahaan
dapat memilih perlakuan pajak yang tepat sehingga dapat
menghasilkan efisiensi pajak yang besar. Berikut ini adalah
beberapa cara tax planning untuk PPh Badan.
1. Menunda Penghasilan
Misalnya, pembukuan perusahaan ditutup pada tanggal 31 Desember.
Pada bulan Desember tersebut terdapat lonjakan permintaan. Pajak
atas laba akibat lonjakan permintaan tersebut sudah harus dibayar
paling lambat bulan April tahun berikutnya. Di samping itu,
angsuran PPh Pasal 25 tahun berikutnya otomatis akan menjadi lebih
besar. Bila memungkinkan, pengusaha dapat melakukan pendekatan
kepada konsumen dan menjual barangnya pada awal bulan Januari tahun
berikut. Dengan demikian, pembayaran pajaknya dapat ditunda 1
tahun.
UraianNormalAlternative 1Alternative 2
a. Peredaran usaha tahun 20101.000.000850.0001.000.000
b. Biaya(700.000)(700.000)(850.000)
c. Ph neto (a+b)300.000150.000150.000
d. Kompensasi rugi fiscal---
e. Taxable Income (c+d)300.000150.000150.000
f. PPh (25%)75.00037.50037.500
g. Kredit pajak---
h. PPh hrs dibayar sendiri (f+g)75.00037.50037.500
i. Angsuran PPh 25 tahun 2011 (1/12 x h)6.2503.1253.125
Berdasarkan tabel di atas, Alternatif 1 menggambarkan pengakuan
penghasilan ditunda, sedangkan Alternatif 2 menjelaskan pembebanan
biaya dipercepat. Kedua alternatif tersebut menghasilkan efek pajak
yang sama. Namun demikian, keputusan bisa berbeda antara satu
perusahaan dengan perusahaan lain karena faktor dalam pengambilan
keputusan tidak hanya dari pertimbangan pajak.
2. Mempercepat Pembebanan Biaya
Pada akhir tahun fiskal sebaiknya dilakukan review untuk melihat
apakah ada biaya-biaya yang dapat segera dibebankan pada tahun ini.
Misalnya, biaya konsultan hukum, konsultan pajak, dan auditor.
Dengan demikian, seperti halnya dengan penundaan penghasilan,
langkah seperti ini akan dapat menunda pembayaran pajak setahun.
Contoh pada tabel sebelumnya menggambarkan hal ini, khususnya
Alternatif 2. Namun demikian, di sisi lain, konsekuensi pembebanan
biaya seperti di atas dapat mengakibatkan kewajiban pemotongan
pajak seperti PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 4 (2) sudah harus
dilakukan. Untuk itu, perusahaan juga harus mempertimbangkan aspek
perpajakan yang satu ini.
3. Mengoptimalkan Pengkreditan Pajak yang Telah Dibayar
Perusahaan seringkali kurang memperoleh informasi mengenai hal
ini. PPh yang dapat dikreditkan antara lain:1. PPh Pasal 22 atas
impor atau pembelian solar dari Pertamina, 2. PPh Pasal 23 dari
bunga non bank, royalti,3. PPh Pasal 24 yang dipotong di luar
negeri, dan4. Pembayaran fiskal luar negeri karyawan (setoran a.n
karyawan qq. Perusahaan berikut NPWP perusahaan),5. STP PPh Pasal
25 (hanya pokok pajak) baik telah dibayar maupun belum.
Ketika menyusun rekonsiliasi fiskal, perusahaan harus memperoleh
keyakinan yang cukup bahwa pajak yang dipotong/dipungut pihak lain
benar-benar telah disetor oleh pemotong/pemungut pajak ke kas
negara. Keyakinan demikian sangat diperlukan karena pada saat
pemeriksaan pajak petugas akan menempuh prosedur konfirmasi ke bank
tempat pajak yang telah dipotong/dipungut tersebut disetorkan atau
ke KPP tempat pemotong/pemungut tersebut melaporkan SPT-nya.
Salah satu caranya adalah dengan melakukan ekualisasi setiap
bulan antara bukti fisik pemungutan PPh 22 dan/atau pemotongan PPh
23 dengan Uang Muka PPh terkait yang telah dicatat di neraca. Jika
timbul selisih, atas selisih tersebut dapat segera ditindaklanjuti
dengan cara meminta pihak pemungut/pemotong pajak untuk menyerahkan
bukti pemungutan/ pemotongannya.4. Transaksi Afiliasi
A. Jenis transaksi afiliasi yang sangat berisiko bila ditinjau
dari aspek perpajakan sesuai Pasal18 ayat 3 UU PPh, di antaranya:1)
Untuk transaksi usaha, Dirjen Pajak berwenang menentukan kembali
besarnya penghasilan dan biaya untuk menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak yang memiliki hubungan
istimewa dengan wajib pajak lainnnya sesuai dengan kewajaran dan
kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa
2) Untuk pinjaman, Dirjen Pajak berwenang untuk menentukan
tingkat bunga yang wajar atas transaksi utang piutang antar pihak
yang mempunyai hubungan isitimewa.
B. Hal-hal yang harus dilakukan Dalam hal dilakukan pemberian
pinjaman kepada anak perusahaan tanpa bunga, harus terpenuhi
kriteria sebagaimana disebutkan dalam Pasal 12 PP 94/2010 yang
berlaku sejak 30 Desember 2010, yaitu :
a. Pinjaman tersebut berasal dari dana milik pemegang saham
pemberi pinjaman itu sendiri dan bukan berasal dari pihak lain.
b. Modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham pemberi
pinjaman kepada perusahaan penerima pinjaman telah setor dalam
keadaan seluruhnya.
c. Pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam keadaan rugi.
d. Perusahaan penerima pinjaman sedang mengalami kesulitan
keuangan untuk kelangsungan usahanya.5. Bunga Pinjaman dan
Deposito
Seringkali uang kas yang menganggur (idle cash) untuk satu atau
dua bulan perusahaan investasikan di bank dalam bentuk deposito
berjangka. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 131 tahun 2000, atas bunga deposito dipotong pajak
penghasilan yang bersifat final sebesar20%.
Bila perusahaan tersebut mempunyai utang dengan tingkat bunga
yang lebih besar dari tingkat bunga deposito, perusahaan tersebut
akan mengalami kerugian karena berdasarkan Surat Edaran Dirjen
Pajak Nomor SE-46/PJ.42/1995, sebagian bunga atas utang tersebut
tidak dapat dikurangkan sebagai biaya
Untuk menghindari masalah tersebut, beberapa cara yang dapat
ditempuh perusahaan, antara lain: Perusahaan sebaiknya menempatkan
dana yang belum dipergunakan dalam bentuk rekening giro, tidak
dalam bentuk deposito.
Alternatif lain yang dapat diambil adalah dengan memanfaatkan
dana tersebut di dalam instrumen keuangan yang tidak terkena pajak
final, misalnya promes, didepositokan di luar negeri, atau
dipinjamkan pada perusahaan afiliasi.6. Biaya Entertaiment
Seringkali perusahaan dalam penyusunan laporan keuangan fiskal
langsung melakukan koreksi fiskal positif atas biaya entertainment.
Dengan demikian, perusahaan akan membayar pajak lebih besar 25%
mulai tahun 2010 dari total biaya entertainment yang dikoreksi
positif. Untuk menghindari beban pajak yang seharusnya, perusahaan
membuat Daftar Nominatif sesuai Surat Edaran Dirjen Pajak No.
SE-27/PJ.22/1986 dan melampirkannya dalam SPT Tahunan PPh Badan
serta menyimpan bukti pendukung pengeluaran entertainment tersebut.
Dengan demikian, perusahaan akan memperoleh penghematan pajak
sebesar 25% dari biaya entertainment yang boleh dikurangkan.
DAFTAR NOMINATIF BIAYA ENTERTAINMENT DAN SEJENISNYA TAHUN PAJAK
:
B. Efisiensi dalam PPh Pasal 211. Memahami Ketentuan PPh Pasal
21 dan Klasifikasi Objek PPh Pasal 21
Pemberi PenghasilanJenis Penghasilan
Benefit in cash (BIC)Benefit in kind (BIK)
a.PemerintahObjek PajakNon Objek Pajak
b.Non Wajib PajakObjek PajakObjek Pajak
c.Wajib Pajak yang dikenakan PPh finalObjek PajakObjek Pajak
d.Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan
norma penghitungan khusus (deemed profit)Objek PajakObjek
Pajak
e.Wajib Pajak LainnyaObjek PajakNon Objek Pajak
Tabel di atas merujuk pada Pasal 4 ayat 1 huruf a dan Pasal 4
ayat 3 huruf d UU PPh. Untuk tahun 2009, peraturan pelaksanannya
mengacu pada PerMenkeu No. 252/PMK.03/2008 juncto PerDirjen Pajak
No. Per-31/PJ/2009 juncto PerDirjen Pajak No. Per-57/PJ/2009.
Pemberi penghasilan non wajib pajak yang dimaksud di dalam tabel
di atas di antaranya adalah kantor perwakilan negara asing dan
organisasi internasional yang digolongkan sebagai non subjek pajak
menurut Keputusan Menteri Keuangan. Untuk WP yang dikenakan PPh
final, contohnya adalah perusahaan yang bergerak di dalam persewaan
tanah/bangunan, sedangkan WP dengan deemed profit di antaranya
adalaha) Perusahaan charter pesawat (475/KMK.04/1996),
b) Perusahaan pelayaran dalam negeri (416/KMK.04/1996),
c) Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) yang bergerak di bidang
pelayaran/ penerbangan dalam jalur internasional (632/KMK.04/1994),
dan
d) WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia
(634/KMK.04/1994).
2. Memahami Saat Terutangnya Pajak
Berdasarkan ketentuan Pasal 21 UU PPh, objek PPh Pasal 21
terdiri dari penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau
kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Istilah diterima
mengandung pengertian Cash basis, sedangkan diperoleh itu accrual
basis. Kedua istilah ini jika dikaitkan dengan perlakuan akuntansi.
Terkait dengan mana lebih dulu antara pengakuan biaya dan
pembayaran, artinya pajak harus dipotong pada saat mana yang lebih
dulu antara pengakuan biaya atau pembayaran kepada penerima
penghasilan.
C. Efisiensi dalam PPh Pasal 221. Memahami ketentuan PPh Pasal
22 dan aturan pelaksanaannya
2. Khusus untuk BUMN/D yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal
22 seperti PT TELKOM Tbk (Persero), perlu dicermati hal-hal
berikut:
a. Pastikan bahwa pemasok barang bersedia untuk dipungut PPh
Pasal 22-nya dan hal ini harus tertulis di dalam kontrak, Surat
Perintah Kerja (SPK), atau dokumen sejenisnya.
b. Lakukan gross-up terhadap pembelian langsung yang tidak
memungkinkan menggunakan kontrak, SPK atau dokumen sejenisnya,
sementara pemasok barang tidak bersedia untuk dipungut pajaknya
sesuai Pasal 22 UU PPhD. Efisiensi dalam PPh Pasal 23
1. Pahami ketentuan yang mengatur PPh Pasal 23 dan tarif
pemotongannya (Per-70/PJ./2007 atau Permenkeu No.
244/PMK.03/2008).
2. Pahami saat terutangnya pajak, yaitu saat mana yang lebih
dulu terjadi antara
a. Untuk transaksi sebelum 30 Desember 2010
1) Saat terutang (accrual basis) atau
2) Saat dibayarkan (cash basis), yang merujuk pada ketentuan
Pasal 23 UU PPh juncto PP No.138/2000, atau
b. Untuk transaksi sejak 30 Desember 2010
1) pada saat dibayarkan,
2) saat disediakan untuk dibayarkan (untuk dividen), atau
3) saat jatuh tempo pembayaran yang merujuk pada ketentuan Pasal
23 UU PPh juncto PP94/2010.
3. Pemisahan antara tagihan material dan jasa
Pastikan bahwa di dalam kontrak tentang pengadaan jasa, diatur
mengenai pemisahan antara tagihan material dan jasa sesuai dengan
Surat Edaran Dirjen Pajak SE-53/PJ/2009. Tujuannya adalah agar
pajaknya hanya dikenakan atas jasanya.
E. Efisiensi dalam PPh Pasal 261. Pahami ketentuan PPh Pasal 26
secara komprehensif.
2. Pahami saat terutangnya pajak, yaitu saat mana lebih dulu
antara terutang (accrual basis) atau dibayarkan (cash basis),
sebagaimana diuraikan dalam Pasal 26 UU PPh juncto PP No 138/2000
dan PP No. 94/2010
3. Pahami isi tax treaty untuk tiap negara, khususnya yang
berkaitan dengan transaksi yang dilakukan oleh perusahaan di dalam
negeri dalam hal pembayarannya dilakukan ke perusahaan di luar
negeri.
a. Tuangkan klausul tentang kewajiban perusahaan di luar negeri
yang menerima penghasilan untuk
menyediakan Surat Keterangan Domisili atau SKD (Certificate of
Domicile atau CoD) sesuai dengan tahun diperolehnya
penghasilan,
memutakhirkan SKD tersebut setiap tahunnya, dan
menyediakan salinan paspor tenaga ahli asing yang berkunjung ke
Indonesia
b. Minimalkan kunjungan tenaga ahli dari luar negeri sehubungan
dengan jasa profesional agar timetest sebagaimana diatur di dalam
tax treaty tidak terlampaui4. Lakukan ekualisasi seperti ilustrasi
berikut ini :No.Keterangan No AkunCfm. SPT./WP.Cfm.
PemeriksaKoreksi
1
2
3
Payroll Clearing Balikpapan 43010
Expat Salaries 43008-140
Pre Contract Expenses 388009611.643.355
-902.221.890
142.593.880
95.525.915290.578.535
142.593.880
95.525.915
611.643.3551.140.341.685238.119.795
F. Efisiensi dalam PPh Pasal 4(2)1) Tingkatkan pemahaman yang
komprehensif terhadap ketentuan PPh Pasal 4(2) khususnya yang
terkait dengan sewa tanah dan atau bangunan.
2) Pahami saat terutangnya pajak, yaitu saat mana yang lebih
dulu antara saat terutang (accrual basis) atau saat dibayarkan
(cash basis).
3) Ekualisasi biaya yang terkait dengan objek PPh Pasal 4 (2)
No.Keterangan No AkunCfm. SPT./WP.Cfm. PemeriksaKoreksi
1
2
3
4
5
6
7Prepaid Expense - Office Rent 515613
Light & Power 351000
Prepaid Expense - Kemang Rent 515601
Rental Of Premises 353000
Prepaid Expense - Storage Rent 515616
Job Cost 4310143
Prepaid Expenses P Klub Villa 515602167.036.624
1.073.000
158.583.896
7.408.334
13.837.320
48.053.941
9.639.950174.137.028
1.237.780
158.582.792
7.584.118
14.336.209
47.195.024
219.060.1087.100.404
164.780
(1.104)
175.784
498.889
(858.917)
209.420.158
405.633.065622.133.058216.499.993
Pada akhir tahun seluruh objek PPh Pasal 4(2) yang tersebar di
akun-akun biaya/beban menurut buku besar dikumpulkan menjadi satu
dan ditandingkan dengan objek pajak menurut SPT Masa PPh Pasal
4(2). Jika masih timbul selisih, teliti
a. Apakah pemotongan pajaknya dilakukan pada saat pengakuan
prepaid expenses di neraca (aktiva).
b. Apakah terdapat pengakuan provisi biaya atau accrued expense
di dalam neraca (kewajiban) yang belum menimbulkan kewajiban
pemotongan pajak
2.2 PERENCANAAN PAJAK DALAM PAJAK PENGHASILANA. Efisiensi Pajak
Keluaran
1. Untuk perusahaan yang berorientasi pada ekspor barang kena
pajak, manfaatkan fasilitas PPN yang diberikan di kawasan berikut.
Dalam hal ini perusahaan harus menjadi Pengusaha di Kawasan Berikat
(PDKB). Dengan demikian, atas ekspor BKP tersebut, PPN terutang
sebesar 0%, sedangkan PPN Masukannya dapat dikreditkan
sepenuhnya
2. Penerbitan faktur pajak keluaran
a. Pastikan bahwa penerbitan faktur pajak sudah sesuai dengan
ketentuan, baik waktu dan validitasnya.
b. Terbitkan faktur pajak pada saat diterima pembayaran termin,
khususnya untuk penyerahan yang didasarkan pada metode prosentase
penyelesaian (percentage-of-completion method), seperti jasa
asistensi, jasa audit, atau jasa konstruksi.
c. Terbitkan faktur pajak sesuai dengan PerDirjen Pajak No.
Per-13/PJ/2010.
3. Pastikan bahwa faktur pajak yang cacat (void) tetap disimpan
secara baik.
4. Pastikan bahwa diskon tercantum di dalam faktur pajak standar
agar dasar pengenaan PPN- nya dapat berkurang sebesar diskon
tersebut.
5. Pastikan bahwa item Harga Jual/Penggantian/Termijn/Uang Muka
di dalam setiap faktur pajak yang diterbitkan dicoret sesuai dengan
petunjuk .
6. Lakukan ekualisasi antara omzet penjualan menurut PPh Badan
dan penyerahan menurut rekapitulasi SPT Masa PPN selama satu tahun
pajak. Apabila terdapat selisih, teliti unsur-unsur berikut
ini:
a. selisih kurs antara kurs pajak di SPT PPN dan kurs tengah
BI/kurs perusahaan utk SPT PPh Badan
b. diskon (di SPT PPh muncul terpisah setelah penjualan bruto,
tapi di SPT Masa tidak muncul karena sudah di-offset dengan nilai
penyerahan)
c. uang muka penjualan (di SPT PPN dilaporkan sbg penyerahan
terutang PPN, tapi di SPT PPh Badan dilaporkan di neraca)
d. adanya perbedaan pengakuan pendapatan (revenue) dan penjualan
(sales)
e. beda waktu penerbitan invoice komersial dengan faktur pajak
standar, khususnya untuk bulan Desember dan Januari tahun
berikutnya
f. beda waktu penerbitan invoice komersial dengan faktur
standar, khususnya untuk transaksi jasa konstruksi yang menggunakan
termijn pembayaran. g. pemakaian sendiri dan/atau pemberian
Cuma-Cuma
h. penyerahan yang terutang PPN dilaporkan sebagai other income
di SPT PPh Badan
i. pendapatan yang diakui berdasarkan amortisasi unearned
revenue (misalnya pembayaran sewa gedung yang dibayarkan di awal
periode dan PPN-nya langsung terutang pada saat itu, tapi pengakuan
pendapatannya dilakukan secara bertahap selama termin yang
disepakati)
j. ada reimbursement ke customer yang dikenakan PPN, padahal
reimbursement tidak dilaporkan sbg penjualan, tapi mengurangi biaya
penjual atau pemberi jasa.
B. Efisiensi Pajak Masukan1. Pastikan bahwa faktur pajak standar
yang diterima dari pemasok tidak cacat
2. Mintakan segera faktur pajak masukan tersebut agar dapat
dikreditkan dengan pajak keluaran pada saat pelaporan SPT Masa
PPN.
3. Lakukan transaksi dengan pemasok yang telah dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak agar seluruh pajak masukannya dapat
dikreditkan dan tanggung jawab sebagaimana diatur di dalam Pasal
16F UU PPN 2009 dapat dihindari (berlaku mulai 1 April 2010).
4. Tuangkan di dalam klausul perjanjian bahwa PPN, yang dipungut
oleh pemasok, disetorkan dan dilaporkan sesuai dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku. Apabila tidak, sanksi dapat dikenakan
terhadap pemasok yang wanprestasi. 5. Dalam hal perjanjian telah
dibuat, pihak yang dipungut bisa meminta kepada vendor untuk
menyerahkana. salinan tanda lapor dari KPP,
b. salinan SPT PPN (formulir induk dan 1107-A atau 1195-A1 atau
1111-A1)2.3 Creative Accounting
Creative accounting diterapkan oleh perusahaan karena beberapa
kondisi, seperti bervariasinya prinsip akuntansi, dalam rangka
penerapan prinsip akuntansi yang agresif, dalam rangka earnings
management,
Prinsip Akuntansi yang Bervariasi
1. Fleksibilitas Pelaporan Keuangan
Perusahaan dapat memilih dan menerapkan GAAP secara fleksibel.
Sebagai akibatnya, perusahaan yang bergerak dalam bidang usaha yang
sama dimungkinkan menyajikan laporannya berbeda. Beberapa contoh
metode akuntansi terkait dengan penerapan yang fleksibel di
antaranya adalah
a. Penentuan Biaya Persediaan
Di dalam penilaian persediaan dikenal metode FIFO (first in
first out), LIFO (last in last out), dan Average. Berdasarkan suatu
penelitian di AS yang dilakukan oleh AICPA pada tahun 2000,
disebutkan bahwa perusahaan bervariasi dalam menggunakan ketiga
metode tersebut. Namun demikian, FIFO lebih populer dibanding kedua
metode lainnya.
b. Pengakuan Pendapatan
Di dalam GAAP, khususnya PSAK Nomor 23 tentang pendapatan,
disebutkan bahwa pendapatan dapat timbul dari transaksi dan
peristiwa ekonomi seperti : Penjualan barang
Pendapatan dari penjualan barang harus diakui bila seluruh
kondisi berikut dipenuhi:
a. perusahaan telah memindahkan resiko secara signifikan dan
telah memindahkan manfaat kepemilikan barang kepada pembeli;
b. perusahaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian
efektif atas barang yang dijual;
c. jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal;
d. besar kemungkinan manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan
transaksi akan mengalir kepada perusahaan tersebut;dan
e. biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan dengan
transaksi penjualan dapat diukur dengan andal Penjualan Jasa
Hasil suatu transaksi dapat diestimasi dengan andal bila seluruh
kondisi berikut dipenuhi:
a. jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal;
b. besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi
tersebut akan diperoleh perusahaan;
c. tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal neraca
dapat diukur dengan andal;dan
d. biaya yang terjadi untuk transaksi tersebut dan biaya untuk
menyelesaikan transaksi tersebut dapat diukur dengan andal. Bila
transaksi yang meliputi penjualan jasa tidak dapat diestimasi
dengan andal, pendapatan yang diakui hanya yang berkaitan dengan
beban yang telah diakui yang dapat diperoleh kembali. Bunga,
royalty dan dividen
harus diakui dengan dasar sebagai berikut:
a. bunga harus diakui atas dasar proporsi waktu yang
memperhitungkan hasil efektif aktiva tersebut;
b. royalti harus diakui atas dasar akrual sesuai dengan
substansi perjanjian yang relevan; dan
c. dalam metode biaya (cost method), dividen tunai harus diakui
bila hak pemegang saham untuk menerima pembayaran ditetapkan.
Sebagai contoh, perusahaan jasa konsultan di bidang teknologi
informasi bisa menerapkan pengakuan pendapatan berdasarkan tiga
cara
1. Monthly basis,
2. Percentage of completion method, atau bahkan
3. Completion method
Ketiga cara di atas tetap mengacu pada PSAK 23. Akan tetapi,
karena tidak ada standar lebih teknis lagi, seperti halnya yang
terjadi pada jasa konstruksi yang diatur di dalam PSAK 34 tentang
Akuntansi Kontrak Konstruksi, pengakuan pendapatan antara satu
perusahaan dengan perusahaan sejenis lainnya bisa berbeda.
c. Metode Penyusutan dan Amortisasi
Dalam Pajak hanya boleh memakai 2 metode penyusutan yaitu
Straight line method
Double declining balance methodd. Metode Penyisihan
Misalnya, metode penyisihan piutang tak tertagih memungkinkan
perusahaan melakukan penyisihan berdasarkan prosentase tertentu
atau berdasarkan umur piutang. Prosentase tersebut bisa
berbeda-beda untuk setiap perusahaan tergantung dari jenis industri
dan transaksi akuntansinya.
2. Mengapa Fleksibilitas Terjadi?
Penentuan biaya persediaan, pengakuan pendapatan, metode
penyusutan/ amortisasi, dan metode penyisihan yang berbeda
sebagaimana dijelaskan di atas memberikan peluang bagi perusahaan
untuk fleksibel di dalam menerapkan GAAP. Pertanyaannya adalah
mengapa standar-standar tersebut begitu fleksibel, apakah IAI atau
Bapepam memperbolehkan fleksibilitas tersebut terjadi, atau
regulator seharusnya perlu menetapkan standar yang sama di dalam
pelaporan keuangan?
Kenyataannya, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas tidak
begitu sederhana. Transaksi- transaksi keuangan dan kondisi ekonomi
yang ada tidak selalu sama sehingga bisa digunakan GAAP yang
identik, bahkan untuk perusahaan sejenis sekalipun.
Penerapan prinsip akuntansi yang agresif
Terkadang, bukannya menggunakan GAAP yang fleksibel untuk
menyajikan laporan keuangan yang wajar, bahkan perusahaan
menerapkan GAAP secara agresif agar kinerja laporan keuangannya
terlihat lebih menarik dan bagus. Berikut ini beberapa
contohnya.
1. Over-estimasi dalam biaya restrukturisasi perusahaan
Adakalanya perusahaan yang melakukan restrukturisasi
meng-overestimate biaya restrukturisasi. Caranya dengan menghapus
sebagian persediaan dan aktiva tetap dan biaya penghapusan tersebut
dimasukkan sebagai biaya restrukturisasi. Selain itu, cadangan
biaya litigasi dan lingkungan dimasukkan juga sebagai biaya
restrukturisasi.
Akibatnya, biaya restrukturisasi pada tahun berjalan sangat
besar dan kinerja laporan keuangan pada tahun dilakukannya
restrukturisasi menjadi underestimate. Di samping itu, kinerja
laporan keuangan di tahun-tahun mendatang menjadi lebih cantik
karena tidak ada lagi biaya penyusutan, biaya persediaan yang
rusak, biaya litigasi atau biaya lingkungan.2. Memainkan Tingkat
Prosentase Penyelesaian Pekerjaan
Untuk perusahaan yang bergerak di bidang jasa dan pendapatannya
ditentukan oleh besarnya tingkat penyelesaian, metode percentage of
completion menjadi sesuatu yang menarik. Jika laba masih terlalu
kecil, tingkat penyelesaian akan dinaikkan agar laba meningkat.
Akan tetapi, jika laba terlalu besar yang berdampak pada
peningkatan pajak, sementara cash flow tidak memadai, langkah yang
ditempuh adalah menurunkan tingkat penyelesaian proyek-proyeknya.3.
Menangguhkan Biaya Proyek dan Menghapus Utang Usaha
Untuk mendapatkan kinerja keuangan yang cantik dan tidak terlalu
jauh di bawah target RKAP (Rencana Kerja Anggaran Perusahaan),
manajemen perusahaan yang menjadi cucu sebuah Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) melakukan hal-hal berikut:
a. Seluruh pendapatan suatu proyek konstruksi telah diakui 100%
sesuai dengan percentage- of-completion method, namun biaya proyek
terkaitnya masih dicatat di akun Construction in Progress. Alasan
yang menjadi dasar adalah jika seluruh biaya proyek tersebut
diakui, laba kotor proyek tersebut menjadi minus (rugi). Selain
itu, kinerja keuangan perusahaan yang diukur berdasarkan indikator
tingkat kesehatan keuangan, sebagaimana diatur di dalam Keputusan
Menteri Badan Usaha Milik Negara No. Kep-100/MBU/2002 tanggal 4
Juni 2002, menjadi turun.
b. Penghapusan utang usaha menjadi pendapatan di luar usaha
Karena target perusahaan untuk mendekati angka RKAP belum
terpenuhi, manajemen perusahaan terpaksa menghapuskan sebagian
utang usahanya yang sudah berumur lebih dari dua tahun. Tujuannya
untuk meningkatkan laba usaha sebelum pajak. Earning Management
Menunda pendapatan (earnings) bisa dilakukan dengan cara
memainkan besaran tingkat kolektibilitas piutang melalui
pencadangan piutang tak tertagih, masa manfaat aktiva tetap, dan
nilai residu harta.
Contohnya adalah purchased in-process research & development
(R&D). Ini terjadi dalam sebuah penggabungan
perusahaan-perusahaan teknologi. Sesuai dengan namanya, R&D
tersebut belum selesai, sehingga jika memiliki masa manfaat
ekonomis di masa mendatang, R&D tersebut bisa dikapitalisasi.
Dalam hal ini biaya riset dan pengembangan tersebut diperbesar dan
pembebanannya dilakukan melalui amortisasi. Hal ini menyebabkan
pendapatan (earnings) perusahaan dapat dikelola dengan baik.
BAB III
Penutup3.1 Kesimpulan
Setelah melakukan pembahasan mengenai tax planning vs creative
accounting maka dapat diambil kesimpulan :
Pada umumnya penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah
untuk meminimumkan kewajiban pajak. Perencanaan pajak akan lebih
optimal jika dikaitkan dengan pemahaman yang baik terhadap standar
akuntansi. Dari sisi positifnya, pemahaman yang baik ini akan
berefek pada creative accounting, namun dari sisi negatifnya hal
tersebut dapat berakibat pada aggressive accounting.
Adapun perencanaan pajak yang dibahas pada makalah ini
adalah
perencanaan pajak dalam pajak penghasilan yang terdiri dari
:
1. efisiensi dalam pajak penghasilan badan
2. efisiensi dalam pajak penghasilan pasal 21
3. efisiensi dalam pajak penghasilan pasal 22
4. efsiensi dalam pajak penghasilan pasal 23
5. efisiensi dalam pajak penghasilan pasal 26 dan,
6. efisiensi dalam pajak penghasilan pasal 4(2)
7. perencanaan pajak dalam pajak pertambahan nilai yang terdiri
dari :
8. efisiensi pajak keluaran dan,
9. efisiensi pajak masukan
juga pada makalah ini pun dijelaskan tentang Creative accounting
diterapkan oleh perusahaan disebabkan beberapa kondisi, seperti
bervariasinya prinsip akuntansi, dalam rangka penerapan prinsip
akuntansi yang agresif, dan dalam rangka earnings management
3.2 Daftar Pustaka ED PSAK 46 (R10) Pajak Penghasilan
http://semangadmu.blogspot.com/2013/07/pajak-tangguhan-psak-46.html
http://www.academia.edu/6825241/TUJUAN_PERENCANAAN_PAJAK
NomorPemberian entertaiment dan sejenisnyaRelasi usaha yang
diberikan entertainment
dan sejenisnyaKeterangan Tanggal TempatAlamatJenisjumlah
(Rp)NamaPosisiNama perusahhaan
PerusahaanJenis Usaha
Usaha
Halaman 3