KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas kasus yang berjudul Karsinoma Nasofaring. Penulisan laporan kasus ini bertujuan memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik ilmu penyakit telinga hidung tenggorokan kepala leher di RSUD BEKASI. Kami mengucapkan terima kasih kepada dr.Farida Nurhayati, Sp.THT-KL, M-Kes sebagai pembimbing yang mengarahkan penulisan kasus ini menjadi lebih baik. Kami menyadari penulisan kasus ini masih jauh dari sempurna, karena itu saran yang membangun dan penulisan ilmiah yang berikutnya meningkatkan pemahaman tentang NIHL. Kami berharap kasus ini dapat meningkatkan pemahaman tenaga medis dan mahasiswa kedokteran untuk lebih baik dalam aplikasi teori terhadap karsinoma nasofaring. Bekasi, 17 Juni 2014 Penulis 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas kasus yang berjudul Karsinoma Nasofaring.
Penulisan laporan kasus ini bertujuan memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik ilmu
penyakit telinga hidung tenggorokan kepala leher di RSUD BEKASI.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dr.Farida Nurhayati, Sp.THT-KL, M-Kes
sebagai pembimbing yang mengarahkan penulisan kasus ini menjadi lebih baik.
Kami menyadari penulisan kasus ini masih jauh dari sempurna, karena itu saran
yang membangun dan penulisan ilmiah yang berikutnya meningkatkan pemahaman
tentang NIHL.
Kami berharap kasus ini dapat meningkatkan pemahaman tenaga medis dan
mahasiswa kedokteran untuk lebih baik dalam aplikasi teori terhadap karsinoma
nasofaring.
Bekasi, 17 Juni 2014
Penulis
1
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama : Adelita Yuli Hapsari 03010003
Galih Arif Setiawan 03010112
Radiant Savani 03010229
Judul Kasus : Karsinoma Nasofaring (KNF)
Telah menyelesaikan tugas kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Penyakit Telinga Hidung Tenggorok - Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti di RSUD Kota Bekasi periode 2 Juni – 5 Juli 2014.
Bekasi, 17 Juni 2014
Mengetahui,
Pembimbing
dr. Farida Nurhayati, SpTHT-KL, M-Kes
2
3
4
BAB I
PENDAHULUAN
Tubuh terdiri dari jutaan bahkan triliunan sel-sel hidup. Sel-sel tubuh yang normal
membagi menjadi sel-sel yang baru dan mati secara teratur. Pada awal-awal kehidupan
seseorang, sel-sel normal membagi lebih cepat untuk proses pertumbuhan. Setelah orang
itu menjadi dewasa, sebagian besar sel hanya untuk menggantikan sel-sel yang rusak atau
mati. Kanker dimulai ketika sel-sel mulai tumbuh secara tidak terkendali. Ada banyak
jenis kanker yang dapat tumbuh di dalam tubuh manusia, salah satunya adalah kanker
nasofaring.1
Kanker nasofaring adalah kanker yang dimulai di nasofaring, bagian atas
tenggorokan di belakang hidung dan dekat pangkal tengkorak. Penyebab dari karsinoma
nasofaring adalah multifaktor yaitu genetik, faktor lingkungan/adat kebiasaan dan infeksi
virus Epstein-Barr (VEB).
Kanker nasofaring (KNF) atau Nasopharynx cancer (NPC) merupakan salah satu
jenis kanker dengan angka kejadian rendah, kurang dari 1 per 100 ribu penduduk pertahun
di dunia. Namun demikian, pada negara tertentu di kawasan Afrika dan Asia Tenggara
memiliki angka kejadian yang tergolong menengah sampai dengan tinggi. Salah satunya
Indonesia dengan angka kejadian 6,2 per 100 ribu penduduk pertahun. Di Indonesia
penyakit menyerang daerah leher kepala ini meliputi urutan keempat diantara kanker yang
lain. Sayangnya, deteksi dini terhadap gejala kanker nasofaring belum banyak
dikembangkan dan sebagian besar penderita datang dalam kondisi stadium lanjut sehingga
sulit ditangani.2
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Nasofaring
Nasofaring adalah ruang trapezoid di belakang koana yang berhubungan dengan
orofaring dan terletak di superior palatum molle. Ukuran nasofaring pada orang dewasa
yaitu 4 cm tinggi, 4 cm lebar dan 3 cm pada dimensi anteroposterior. Dinding posteriornya
sekitar 8 cm dari aparatus piriformis sepanjang dasar hidung. Bagian atap dan dinding
posterior dibentuk oleh permukaan yang melandai dibatasi oleh basis sfenoid, basis
oksiput dan vertebra cervical I dan II. Dinding anterior nasofaring adalah daerah sempit
jaringan lunak yang merupakan batas koana posterior. Batas inferior nasofaring adalah
palatum molle. Batas dinding lateral merupakan fasia faringobasilar dan m. konstriktor
faring superior.
Gambar 2.1 Anatomi nasofaring17
6
Gambar 2.2 Anatomi Nasofaring Tampak Belakang17
2.1.1 Fossa rosenmuller
Fossa russenmuller mempunyai hubungan anatomi dengan sekitarnya, sehingga
berperan dalam kejadian dan prognosis KNF. Tepat di atas apeks dari fossa russenmuller
terdapat foramen laserum, yang berisi arteri karotis interna dengan sebuah lempeng tipis
fibrokartilago. Lempeng ini mencegah penyebaran KNF ke sinus kavernosus melalui
karotis yang berjalan naik. Tepat di anterior fossa russenmuller, terdapat nervus mandibula
(V3) yang berjalan di dasar tengkorak melalui foramen ovale. Kira-kira 1.5 cm posterior
dari fossa russenmuller terdapat foramen jugulare, yang dilewati oleh saraf kranial IX-XI,
dengan kanalis hipoglosus yang terletak paling medial. Fossa russenmuller yang terletak di
apeks dari ruang parafaring ini merupakan tempat menyatunya beberapa fasia yang
membagi ruang ini menjadi 3 kompartemen, yaitu :
1. Kompartemen prestiloid, berisi a. maksilaris, n. lingualis dan n. alveolaris inferior;
2. Kompartemen poststiloid, yang berisi sarung karotis; dan
3. Kompartemen retrofaring, yang berisi kelenjar Rouviere.
7
Kompartemen retrofaring ini berhubungan dengan kompartemen retrofaring
kontralateral, sehingga pada keganasan nasofaring mudah terjadi penyebaran menuju
kelenjar limfa leher kontralateral. Lokasi fossa russenmuller yang demikian itu dan dengan
sifat KNF yang invasif, menyebabkan mudahnya terjadi penyebaran KNF ke daerah
sekitarnya yang melibatkan banyak struktur penting sehingga timbul berbagai macam
gambaran klinis. Nasofaring yang dilapisi oleh mukosa dengan epitel kubus berlapis semu
bersilia pada daerah dekat koana dan daerah di sekitar atap, sedangkan pada daerah
posterior dan inferior nasofaring terdiri dari epitel skuamosa berlapis. Daerah dengan
epitel transisional terdapat pada daerah pertemuan antara atap nasofaring dan dinding
lateral. Lamina propria seringkali diinfiltrasi oleh jaringan limfoid, sedangkan lapisan
submukosa mengandung kelenjar serosa dan mukosa.3
2.2 Karsinoma nasofaring
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel
permukaan nasofaring (Brennan, 2006). Tumor ini bermula dari dinding lateral nasofaring
(fosa russenmuller) dan dapat menyebar ke dalam atau keluar nasofaring menuju dinding
lateral, posterosuperior, dasar tengkorak, palatum, kavum nasi, dan orofaring serta
metastase ke kelenjar limfe leher.4
2.2.1 Etiologi
Penyebab dari karsinoma nasofaring adalah multifaktor yaitu genetik, faktor
lingkungan/adat kebiasaan dan infeksi virus Epstein-Barr (VEB).5
a. Faktor Genetik
Tingginya angka insiden KNF di daerah Cina Selatan, baik yang tinggal di Cina atau yang
sudah bermigrasi, dan angka insiden sedang pada populasi keturunan cina campuran,
diduga mempunyai hubungan genetik dalam terjadinya karsinoma nasofaring. Telah
dilaporkan bahwa Histocompatibility Locus Antigen (HLA) yaitu HLA-A2 (HLA-A*0207)
dan HLA-Bsin2 berhubungan dengan KNF pada orang Cina Selatan, tetapi jarang pada
orang kulit putih. Dan telah diidentifikasi bahwa terdapat kelainan pada beberapa
kromosom, yaitu kromosom 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 22, dan kromosom
X. Penelitian di bagian THT FKUI/RSCM tahun 1997 didapatkan fenotip antigen HLA
8
kelas 1, HLA-A24 dan HLA-B63 untuk kemungkinan faktor penyebab bagi orang
Indonesia asli. Penelitian di Medan menemukan alel gen paling tinggi pada penderita KNF
suku Batak adalah alel gen HLA-DRB1*12 dan HLA-DQB*0301 dimana alel gen yang
potensial sebagai penyebab kerentanan timbulnya KNF pada suku Batak adalah alel gen
HLA-DRB1*08.6
b. Lingkungan/kebiasaan
Beberapa kebiasaan/makanan telah dilaporkan berhubungan dengan meningkatnya
resiko dari KNF. Mengkomsumsi ikan asin dan makanan yang diawetkan yang
mengandung volatile nitrosamin, merupakan faktor karsinogenik yang penting yang
berhubungan dengan KNF. Dan telah terbukti bahwa mengkonsumsi ikan asin sejak anak-
anak meningkatkan resiko KNF di Cina Selatan.5,7
c. Virus Epstein-Barr (VEB)
Virus Epstein-Barr merupakan karsinogen yang menjadi penyebab beberapa keganasan
pada manusia, termasuk KNF. Hubungan antara KNF dan VEB telah diteliti pada beberapa
studi seroepidemik dari berbagai negara. Mereka meneliti adanya DNA VEB persisten
dan/atau virus determined nuclear antigen (EBNA) pada sel-sel KNF. Henle dan Henle,
pertama sekali menerangkan bahwa serum antibodi IgA yaitu virus capsid antigen (VCA)
dan early antigen (EA) berhubungan signifikan dengan KNF (Ganguly, 2003; Lo et al.,
2004). Infeksi laten VEB telah diidentifikasi pada sel-sel kanker pada semua kasus KNF
pada daerah endemik. VEB genome juga telah dideteksi pada karsinoma yang invasif dan
pada lesi displasia (Lo et al., 2004). Protein virus laten (latent membrane protein 1 dan 2)
memiliki efek yang substansial pada ekspresi gen selular, menghasilkan pertumbuhan yang
sangat invasif serta pertumbuhan ganas dari karsinoma.
2.2.2 Klasifikasi
Sesuai dengan klasifikasi karsinoma nasofaring yang diusulkan WHO tahun 1978.
ada tiga jenis bentuk histologik :
1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi, terdapat jembatan interseluler dan keratin,
dapat dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Karsinoma nonkeratinisasi, pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, terdapat
tanda difrensiasi, tetapi tidak ada difrensiasi skuamosa.
9
3. Karsinoma tidak berdifrensiasi, sel mempunyai inti vesikuler, nucleolus yang
menonjol dan dinding sel tidak tegas; tumor tampak lebih berbentuk sinsitium
daripada bentuk susunan batubata.
2.2.3 Pembagian Stadium
T = Tumor primer14
T0 = Tidak tampak tumor.
T1 = Tumor terbatas di nasofaring.
T2 = Tumor meluas ke jaringan lunak
T2a = perluasan tumor ke orofaring dan / atau rongga hidung tanpa perluasan ke
parafaring.
T2b = disertai perluasan ke parafaring
T3 = Tumor menginvasi struktur tulang dan/atau sinus paranasal