Page 1
MAKALAH BLOK 24
HEMATOLOGI – ONKOLOGI
Charles Boru / 102008016
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
Email : [email protected]
Skenario 6 :
Seorang anak perempuan berusia 6 tahun dibawa oleh orang tuanya ke poliklinik anak dengan
keluhan perdarahan spontan gusi yang sudah berlangsung sejak 2 hari yang lalu. Satu minggu yang
lalu anak mengalami demam, batuk dan pilek, namun telah berobat ke dokter. Saat ini anak tidak
demam lagi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis,
tanda-tanda vital dalam batas normal.
Abstrak
Perdarahan adalah keluarnya darah dari saluran normal (arteri, vena, kapiler ) kedalam ruangan
ekstravaskulus oleh karena hilangnya kontinuitas pembuluh darah. Perdarahan berhenti melalui 3
mekanisme: kontraksi pembuluh darah, pembentukan gumpalan trombosit (platelet plug),
pembentukan trombin dan fibrin yang memperkuat gumpalan trombosit tersebut. Gangguan atau
kelainan pembekuan darah dapat terjadi pada pembuluh darah, fungsi dan jumlah trombosit ataupun
mekanisme pembekuan darah. Perdarahan merupakan gejala klinis dari beberapa penyakit.1
Kata kunci : perdarahan, pembuluh darah, trombosit, pembekuan.
1
Page 2
Mind mapping
2
Perdarahan spontan gusi
anemia
Kelainan hemostasis
Kelainan faktor pembekuan
genetikautoimun
infeksi
keganasanObat-obatan
trombosit
fungsi jumlah
Page 3
PENDAHULUAN
Latar belakang
Darah manusia merupakan suatu kesatuan yang kompleks yang terdiri dari beberapa macam
komponen yang masing-masing dari komponen itu memiliki fungsinya masing-masing dalam tubuh
manusia. Berbagai komponen darah itu secara garis besar terdiri dari bagian cair yaitu plasma dan
serum dan bagian padat yang terdiri dari sel-sel darah dan komponen lain. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara komponen dalam darah, maka dapat menyebabkan berbagai macam
penyakit. Sebagai contoh perdarahan spontan dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang dapat
mengganggu keseimbangan darah tersebut sehingga menyebabkan perdarahan. Dalam makalah ini
akan di bahas berbagai hal yang dapat menyebabkan perdarahan spontan dan bagaimana
pengobatannya.
Masalah
Berdasarkan kasus diatas maka yang menjadi masalah adalah:
Anak perempuan 6 tahun mengalami perdarahan gusi spontan sejak 2 hari yang lalu
Demam, batuk dan pilek sejak 1minggu yang lalu
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
Mengetahui penyebab-penyebab perdarahan spontan
Mengetahui penyakit-penyakit yang bisa mengalami perdarahan spontan
Mengetahui cara penatalaksanaan penyakit dengan perdarahan spontan
Hipotesis
Perdarahan spontan pada gusi seorang anak perempuan 6 tahun yang bersifat akut dapat disebabkan
oleh penyakit infeksi dan noninfeksi.
3
Page 4
PEMBAHASAN
Perdarahan dan Mekanisme Pembekuan
Perdarahan adalah keluarnya darah dari saluran normal (arteri, vena, kapiler ) kedalam ruangan
ekstravaskulus oleh karena hilangnya kontinuitas pembuluh darah.1,2
Perdarahan berhenti melalui 3 mekanisme:
1. Kontraksi pembuluh darah
2. Pembentukan gumpalan trombosit (platelet plug)
3. Pembentukan trombin dan fibrin yang memperkuat gumpalan trombosit tersebut.
Umumnya peranan ketiga mekanisme tergantung kepada besarnya kerusakan pembuluh darah yang
terkena. Perdarahan akibat luka kecil dapat diatas oleh kontraksi arteriola atau venula dan
pembentukan gumpalan trombosit, tetapi perdarahan yang yang diakibatkan oleh luka yang mengenai
pembuluh darah besar tidak cukup diatasi dengan kontraksi pembuluh darah dan gumpalan trombosit.
Dalam hal ini pembentukan trombin dan akhirnya fibrin penting untuk memperkuat gumpalan
trombosit tadi. Disamping itu untuk menjaga darah untuk berada tetap disalurannya diperlukan
pembuluh darah yang berkualitas baik. Bila terjadi kelainan pada salah satu atau lebih dari ketiga
mekanisme tersebut, terjadilah perdarahan yang abnormal yang sering kali tidak dapat berhenti
sendiri.
Gangguan atau kelainan dapat terjadi pada:
1. Pembuluh darah (vaskulus)
2. Trombosit (jumlah/fungsi)
3. Mekanisme pembekuan darah
Gangguan vaskulus
Perdarahan abnormal yang disebabkan oleh kelainan trombosit dan kelainan mekanisme pembekuan
digolongkan kedalam perdarahan karena gangguan vaskulus.
4
Page 5
Tabel 1: pemeriksaan laboratorium sederhana untuk membedakan penyebab perdarahan
Gangguan Masa
perdarahan
Masa
pembekuan
Rumpel Leede Retraksi bekuan
Vaskulus Normal Normal Positif Normal
Trombosit Memanjang Normal Positif Abnormal
Pembekuan Normal Memanjang Negatif Normal
Faktor yang dapat menimbulkan kelemahan vaskulus umumnya dapat dibagi menjadi:
1. Faktor kongenital
Talangeaktasia hemoragika herediter (Osler-Weber-Rendu)
Gambaran yang sering terlihat adalah epistaksis. Dapat pula terjadi perdarahan usus
yang menahun dan kadang-kadang terjadi eksaserbasi mendadak. Perdarahan ini
biasanya diatasi dengan penekanan, es atau obat topikal dan bila perlu untuk anemia
yang menahun diberikan preparat besi atau transfusi darah pada keadaan mendadak.
Hiperelastika kutis (Ehler-Danlos)
Pada keadaan ini luka yabg kecil sukar sembuh dan dapat terbuka kembali.
Perdarahan yang cukup hebat dapat terjadi karena suatu kecelakaan atau tindakan
operasi. Keadaan seperti ini umumnya diatasi denga operasi yang berhati-hati dan
dalam masa penyembuhan luka yang telah tertutup dijaga dengan baik. Transfusi
darah bila perlu.
2. Faktor didapat (aquired)
Skorbut
Merupakan penyakit akibat kekurangan vitamin C.
Pengobatan ialah dengan memberikan vitamin C 200mg/hari selama 1 minggu
kemudian dikurangi perlahan-lahan sampai satu bulan.
5
Page 6
Panvaskulitis
Misalnya oleh karena sepsis seperti menigokoksemia, endokarditis bakterialis
subakuta datau dapat disebabkan penyakit autoimun. Pengobatan ditujukan terhadap
penyakit primernya.
Purpura anafilaktoid (purpura Henoch-schonlein)
Kelainan ini timbul atas dasar alergi (hipersensitifitas). Umumnya terjadi karena
alergi terhadap makanan (coklat, susu, telur, kacang), obat(beladona, atropin,
fenasetin, salisilat, penisilin), gigitan serangga atau setelah suatu penyakit infeksi
(rubela, rubeola, dll).
Pengobatan dengan pemberian kortikosteroid, antibiotik dan perlu hemostatika. Dan
menghindarkan diri dari penyebab alergi.
Lain-lain misalnya uremia
Pengobatan pada penyakit primernya.
Perlu ditekankan dalam hal ini bahwa diagnosis kelainan pembuluh darah murni baru
dapat ditegakan bila telah dibuktikan bahwa mekanisme pembekuan dan jumlah serta
fungsi trombosit dalam keadaan baik.
Ganguan trombosit
Gangguan trombosti disebabkan oleh gangguan fungsi (trombopatia) atau gangguan jumlah
(trombositopenia).
Fungsi trombosit adalah:
Menutup luka dengan jalan membentuk gumpalan trombosit pada tempat kerusakan
pembuluh darah.
Membuat faktor pembekuan yaitu faktor pembekuan yaitu faktor trombosit dan
trombostenin untuk memperkuat gumpalan trombosit disamping fibrin.
Mengeluarkan serotonin untuk kontaksi pembuluh darah dan ADP(adenosine
Diphospat) untuk mempercepat gumpalan trombosit.
6
Page 7
Umumnya ptekia, ekimosis dan perdarahan abnormal lain dpat terjadi bila jumlah trombosit kurang
dari 100.000/µL darah. Gangguan fungsi trombosit yang sering diantaranya adalah gangguan
pembentukan ADP(trombopatia), gangguan untuk bereaksi terhadap ADP (trombositopati
trombositopenik) ataupun karena umur trombosit yang pendek (trombositopati) misalnya karena
pengaruh obat-obatan(asam salisilat, fenilbutazon dll) atau pengaruh toksik.1
Pengobatan dilakukan dengan pemberian suspensi trombosit dan atau menjauhkan bahan-bahan yang
dapat mempengaruhi kelaian ini.
Gannguan jumlah trombosit biasanya terjadi jika jumlah trombosit kurang dari normal
(trombositopenia).
Keadaan ini dapat disebabkan:
Aplasia sistem megakariosit:
1. Dapat bersifat primer seperti ATP (Amegakariositic Thrombocytopenic Purpura) dan anemia
aplastik atau sekunder (karena desakan sistem lain). Seperti pada leukimia atau metatstasis sel
ganas seperti retinoblastoma dan neuroblastoma.
2. Penghancuran trombosit yang abnormal.
Dalam keadaan ini jumlah megakariosit dalam sumsum tulang cukup dan dikenal sebagai ITP
(idiopatik Trombositopenik Purpura).
Pengobatan ditujukan pada penyakit utamanya dan bila perlu dapat diberikan suspensi
trombosit.
Berikut ini penjelasan mengenai leukimia, anemia aplastik dan ITP:
Leukemia Limfositik Akut
Leukemia Limfositik Akut (LLA) adalah suatu penyakit yang berakibat fatal, dimana sel-sel yang
dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit berubah menjadi ganas dan dengan segera akan
menggantikan sel-sel normal di dalam sumsum tulang. LLA merupakan leukemia yang paling sering
7
Page 8
terjadi pada anak-anak.Leukemia jenis ini merupakan 25% dari semua jenis kanker yang mengenai
anak-anak di bawah umur 15 tahun. Paling sering terjadi pada anak usia antara 3-5 tahun, tetapi
kadang terjadi pada usia remaja dan dewasa.3
Sel-sel yang belum matang, yang dalam keadaan normal berkembang menjadi limfosit, berubah
menjadi ganas. Sel leukemik ini tertimbun di sumsum tulang, lalu menghancurkan dan menggantikan
sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal.
Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke hati, limpa, kelenjar getah
bening, otak, ginjal dan organ reproduksi; dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan
membelah diri.
Sel kanker bisa mengiritasi selaput otak, menyebabkan meningitis dan bisa menyebabkan anemia,
gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ lainnya.
Etiologi :
Sebagian besar kasus tampaknya tidak memiliki penyebab yang pasti. Radiasi, bahan racun (misalnya
benzena) dan beberapa obat kemoterapi diduga berperan dalam terjadinya leukemia. Kelainan
kromosom juga memegang peranan dalam terjadinya leukemia akut.
Faktor resiko untuk leukemia akut adalah:
sindroma Down
memiliki kakak/adik yang menderita leukemia
pemaparan oleh radiasi (penyinaran), bahan kimia dan obat.
Gejala:
Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel darah merah dalam
jumlah yang memadai, yaitu berupa:
lemah dan sesak nafas, karena anemia (sel darah merah terlalu sedikit)
infeksi dan demam karena, berkurangnya jumlah sel darah putih
8
Page 9
perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu sedikit.
Pada beberapa penderita, infeksi yang berat merupakan pertanda awal dari leukemia; sedangkan pada
penderita lain gejalanya lebih ringan, berupa lemah, lelah dan tampak pucat. Perdarahan yang terjadi
biasanya berupa perdarahan hidung, perdarahan gusi, mudah memar dan bercak-bercak keunguan di
kulit. Sel-sel leukemia dalam otak bisa menyebabkan sakit kepala, muntah dan gelisah; sedangkan di
dalam sumsum tulang menyebabkan nyeri tulang dan sendi.3
Diagnosa :
Pemeriksaan darah rutin (misalnya hitung jenis darah komplit) bisa memberikan bukti bahwa
seseorang menderita leukemia.
Jumlah total sel darah putih bisa berkurang, normal ataupun bertambah; tetapi jumlah sel darah merah
dan trombosit hampir selalu berkurang.
Sel darah putih yang belum matang (sel blast) terlihat di dalam contoh darah yang diperiksa dibawah
mikroskop.
Biopsi sumsum tulang hampir selalu dilakukan untuk memperkuat diagnosis dan menentukan jenis
leukemia.
Pengobatan:
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemik
sehingga sel normal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang.
Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa
minggu, tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan:
transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia
transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan
9
Page 10
antibiotik untuk mengatasi infeksi.
Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa
hari atau beberapa minggu.
Suatu kombinasi terdiri dari prednison per-oral (ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan
antrasiklin atau asparaginase intravena.
Untuk mengatasi sel leukemik di otak, biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung ke dalam
cairan spinal dan terapi penyinaran ke otak.
Beberapa minggu atau beberapa bulan setelah pengobatan awal yang intensif untuk menghancurkan
sel leukemik, diberikan pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi) untuk menghancurkan sisa-
sisa sel leukemik.
Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun.
Sel-sel leukemik bisa kembali muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar.
Pemunculan kembali sel leukemik di sumsum tulang merupakan masalah yang sangat serius.
Penderita harus kembali menjalani kemoterapi. Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan
kesempatan untuk sembuh pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali muncul di otak, maka obat
kemoterapi disuntikkan ke dalam cairan spinal sebanyak 1-2 kali/minggu. Pemunculan kembali sel
leukemik di buah zakar, biasanya diatasi dengan kemoterapi dan terapi penyinaran.
Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan pansitopenia
perifer dan hipoplasia sumsum tulang. Pada anemia aplastik terjadi penurunan produksi sel darah dari
sumsum tulang sehingga menyebabkan retikulositopenia, anemia, granulositopenia, monositopenia
dan trombositopenia. Istilah anemia aplastik sering juga digunakan untuk menjelaskan anemia
refrakter atau bahkan pansitopenia oleh sebab apapun. Sinonim lain yang sering digunakan antara lain
10
Page 11
hipositemia progressif, anemia aregeneratif, aleukia hemoragika, panmyeloptisis, anemia hipoplastik
dan anemia paralitik toksik.2
Anemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia. Akan tetapi, kebanyakan
pasien penyebabnya adalah idiopatik, yang berarti penyebabnya tidak diketahui. Anemia aplastik
dapat juga terkait dengan infeksi virus dan dengan penyakit lain.1,2
Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang timbul adalah akibat
dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan anemia dimana timbul gejala-
gejala anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain.
Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan penderita
menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal
maupun bersifat sistemik. Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput
lendir atau pendarahan di organ-organ. Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik
yang sering dikeluhkan adalah anemia atau pendarahan, walaupun demam atau infeksi kadang-kadang
juga dikeluhkan.
Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik yang diturunkan
(inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan oleh ketidakstabilan DNA. Beberapa
bentuk anemia aplastik yang didapatkan (acquired aplastic anemia) disebabkan kerusakan langsung
stem sel oleh agen toksik, misalnya radiasi. Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik yang
didapatkan melibatkan reaksi autoimun terhadap stem sel.
Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited anemia aplastik yang paling sering karena
bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang langka. Kromosom pada penderita anemia
Fanconi sensitif (mudah sekali) mengalami perubahan DNA akibat obat-obat tertentu. Sebagai
akibatnya, pasien dengan anemia Fanconi memiliki resiko tinggi terjadi aplasia, myelodysplastic
sindrom (MDS) dan akut myelogenous leukemia (AML). Kerusakan DNA juga mengaktifkan suatu
kompleks yang terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F. Hal ini menyebabkan perubahan pada
protein FANCD2. Protein ini dapat berinteraksi, contohnya dengan gen BRCA1 (gen yang terkait
11
Page 12
dengan kanker payudara). Mekanisme bagaimana berkembangnya anemia Fanconi menjadi anemia
aplastik dari sensitifitas mutagen dan kerusakan DNA masih belum diketahui dengan pasti.
Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat disebabkan oleh paparan radiasi,
kemoterapi sitotoksik atau benzene. Agen-agen ini dapat menyebabkan rantai DNA putus sehingga
menyebabkan inhibisi sintesis DNA dan RNA.
Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem imun mungkin merupakan mekanisme
utama patofisiologi anemia aplastik. Walaupun mekanismenya belum diketahui benar, tampaknya T
limfosit sitotoksik berperan dalam menghambat proliferasi stem sel dan mencetuskan kematian stem
sel. “Pembunuhan” langsung terhadap stem sel telah dihipotesa terjadi melalui interaksi antara Fas
ligand yang terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang ada pada stem sel, yang kemudian terjadi
perangsangan kematian sel terprogram (apoptosis).
Pemeriksaan darah
Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia yang terjadi bersifat
normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda regenerasi. Adanya eritrosit muda atau
leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Kadang-kadang pula dapat
ditemukan makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis.1,2
Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih menunjukkan
penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus.
Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm3 dan trombosit kurang dari 20.000/mm3 menandakan anemia
aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang dari 200/mm3 menandakan anemia aplastik sangat berat.
Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas normal. Perubahan kualitatif
morfologi yang signifikan dari eritrosit, leukosit atau trombosit bukan merupakan gambaran klasik
anemia aplastik yang didapat (acquired aplastic anemia). Pada beberapa keadaan, pada mulanya hanya
produksi satu jenis sel yang berkurang sehingga diagnosisnya menjadi red sel aplasia atau
amegakariositik trombositopenia. Pada pasien seperti ini, lini produksi sel darah lain juga akan
12
Page 13
berkurang dalam beberapa hari sampai beberapa minggu sehingga diagnosis anemia aplastik dapat
ditegakkan.
Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya memanjang dan begitu juga
dengan waktu pembekuan akibat adanya trombositopenia. Hemoglobin F meningkat pada anemia
aplastik anak dan mungkin ditemukan pada anemia aplastik konstitusional.
Plasma darah biasanya mengandunggrowth factor hematopoiesis, termasuk erittropoietin,
trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni myeloid. Kadar Fe serum biasanya meningkat
dan klirens Fe memanjang dengan penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit yang bersirkulasi.
Pemeriksaan sumsum tulang
Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan daerah yang kosong,
dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis. Limfosit, sel plasma, makrofag dan sel mast
mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkan kekurangan sel-sel yang lain daripada
menunjukkan peningkatan elemen-elemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran partikel yang
ditemukan sewaktu aspirasi adalah hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa spikula dapat
ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi megakariosit rendah.
Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Semua spesimen anemia aplastik ditemukan gambaran hiposelular. Aspirasi dapat memberikan kesan
hiposelular akibat kesalahan teknis (misalnya terdilusi dengan darah perifer), atau dapat terlihat
hiperseluler karena area fokal residual hematopoiesis sehingga aspirasi sumsum tulang ulangan dan
biopsi dianjurkan untuk mengklarifikasi diagnosis.
Suatu spesimen biopsi dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang dari 30% sel pada individu
berumur kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari 20% pada individu yang berumur lebih dari 60
tahun.
13
Page 14
International Aplastic Study Group mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas sumsum
tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari 30% sel hematopoiesis terlihat pada
sumsum tulang.
Pengobatan :
Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga menjadi penyebab
anemia aplastik.
Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.
Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang dibutuhkan.
Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.
Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesifik tidak dapat
diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila berat badan kurang dan infeksi ada
(misalnya oleh bakteri gram negatif dan jamur) pertimbangkan transfusi granulosit dari donor
yang belum mendapat terapi G- CSF.
Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan histocompatibilitas pasien,
orang tua dan saudara kandung pasien.
Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu transplantasi stem sel
allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG, siklosporin dan metilprednisolon) atau pemberian
dosis tinggi siklofosfamid. Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi imunosupresi atau
transplantasi sumsum tulang
Idiopatik Trombositopenik Purpura
ITP adalah suatu keadaan perdarahan berupa petekie atau ekimosis di kulit / selaput lendir dan
berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui. (ITP pada
anak tersering terjadi pada umur 2 – 8 tahun), lebih sering terjadi pada wanita. ITP adalah salah satu
gangguan perdarahan didapat yang paling umum terjadi.ITP adalah syndrome yang di dalamnya
terdapat penurunan jumlah trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan sum-sum normal.1
14
Page 15
Etiologi
a. Penyebab pasti belum diketahui (idiopatik).
b. Tetapi kemungkinan akibat dari:
Hipersplenisme.
Infeksi virus.
Intoksikasi makanan / obat (asetosal para amino salisilat (PAS). Fenil butazon, diamokkina,
sedormid).
Bahan kimia.
Pengaruh fisi (radiasi, panas).
Kekurangan factor pematangan (malnutrisi).
Koagulasi intra vascular diseminata CKID.
Autoimnue.
Klasifikasi
a. Akut.
Awalnya dijumpai trombositopenia pada anak.
Jumlah trombosit kembali normal dalam 6 bulan setelah diagnosis (remisi spontan).
Tidak dijumpai kekambuhan berikutnya.
b. Kronik
Trombositopenia berlangsung lebih dari 6 bulan setelah diagnosis.
Awitan tersembunyi dan berbahaya.
Jumlah trombosit tetap di bawah normal selama penyakit.
Bentuk ini terutama pada orang dewasa.
c. Kambuhan
Mula-mula terjadi trombositopenia.
15
Page 16
Relaps berulang.
Jumlah trombosit kembali normal diantara waktu kambuh.
Manifestasi klinis
Awitan biasanya akut dengan gambaran sebagai berikut:
Masa prodormal, keletihan, demam dan nyeri abdomen.
Secara spontan timbul petekie dan ekimosis pada kulit.
Epistaksis.
Perdarahan mukosa mulut.
Menoragia.
Memar.
Anemia terjadi jika banyak darah yang hilang karena perdarahan.
Hematuria.
Melena.
Patofisiologi
ITP adalah salah satu gangguan perdarahan di dapat yang paling umum terjadi. ITP adalah syndrome
yang di dalamnya terdapat penurunan jumlah trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan sum-sum
normal. Penyebab sebenarnya tidak diketahui, meskipun diduga disebabkan oleh agen virus yang
merusak trombosit. Pada umumnya gangguan ini didahului oleh penyakit dengan demam ringan 1 – 6
minggu sebelum timbul gejala. Gangguan ini dapat digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu akut, kronik
dan kambuhan. Pada anak-anak mula-mula terdapat gejala diantaranya demam, perdarahan, petekie,
purpura dengan trombositopenia dan anemia.1
Pemeriksaan penunjang
Hitung darah lengkap dan jumlah trombosit menunjukkan penurunan hemoglobin, hematokrit,
trombosit (trombosit di bawah 20 ribu / mm3).
Anemia normositik: bila lama berjenis mikrositik hipokrom.
16
Page 17
Leukosit biasanya normal: bila terjadi perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis. Ringan
pada keadaan lama: limfositosis relative dan leucopenia ringan.
Sum-sum tulang biasanya normal, tetapi megakariosit muda dapat bertambah dengan
maturation arrest pada stadium megakariosit.
Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, retraksi pembekuan abnormal,
prothrombin consumption memendek, test RL (+).
Penatalaksanaan
a. ITP Akut
Ringan: observasi tanpa pengobatan → sembuh spontan.
Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum naik, maka berikan
kortikosteroid.
Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid, maka berikan immunoglobulin per IV.
Bila keadaan gawat, maka berikan transfuse suspensi trombosit.
b. ITP Menahun
Kortikosteroid diberikan selama 5 bulan.
Missal: prednisone 2 – 5 mg/kgBB/hari peroral. Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid
berikan immunoglobulin (IV).
Imunosupressan: 6 – merkaptopurin 2,5 – 5 mg/kgBB/hari peroral. Azatioprin 2 – 4
mg/kgBB/hari per oral. Siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari per oral.
Splenektomi.
Indikasi:
Resisten terhadap pemberian kortikosteroid dan imunosupresif selama 2 – 3 bulan.
Remisi spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian kortikosteroid saja
dengan gambaran klinis sedang sampai berat.
Penderita yang menunjukkan respon terhadap kortikosteroid namun perlu dosis tinggi
untuk mempertahankan klinis yang baik tanpa perdarahan.
17
Page 18
Kontra indikasi:
Anak usia sebelum 2 tahun: fungsi limpa terhadap infeksi belum dapat diambil alih
oleh alat tubuh yang lain (hati, kelenjar getah bening dan thymus)
Gangguan pembekuan
Mekanisme pembekuan
Bahan yang turut serta dalam mekanisme pembekuan dinamakan faktor pembekuan dan diberi tanda
dengan angka romawi I sampai XIII, kecuali VI.1, 2
Tabel 2: Faktor – faktor pembekuan darah
Faktor pembekuan Sinonim Fungsi
Faktor I Fibrinogen Precursor of fibrin
Faktor II Prothrombin Serine protease
Faktor III Tissue thromboplastin Initiate extrinsic pathway
Faktor IV Calcium ion Bridge between gamma carboxy
glutamat and phospholipid
Faktor V Proaccelerin Cofactor of F Xa
Faktor VII Proncovertin Serine protease
Faktor VIII Anti Hemophilic faktor (AHF) Cofactor of F IXa
Faktor IX Plasma thromboplastic
component (PTC)
Serine protease
Faktor X Stuart prower factor Serine protease
Faktor XI Plasma trhomboplastin
antecedent (PTA)
Serine protease
Faktor XII Hageman factor Serine protease
Faktor XIII Fibrin stabilizing factor Transglutaminase
Prekallikrein (PK) Fletzer factor Serine protease
18
Page 19
High molecullar weight
(HMW) Kininogen
Fitzgerald factor Cofactor of Kallikrein
Mekanisme pembekuan dibagi dalam 3 tahap dasar yaitu:
Pembentukan tromboplastin
Perubahan protrombin menjadi trombin
Perubahan fibrinogen menjadi fibrin
Semuanya berlangsung melalui suatu proses. Tahap demi tahap yang dalam bagan terlihat seperti
suatu tangga dan karena itu disebut kaskade koagulasi.1
1. Tahap pertama, pembentukan tromboplasmin plasma intrinsik yang juga disebut
tromboplastogenesis, dimulai dengan pekerjaan trombosit, terutama TF3(faktor trombosit 3)
dan faktor pembekuan lain pada permukaan asing atau pada sentuhan dengan kolagen. Faktor
pembekuan tersebut ialah faktor IV, V, VIII, IX, X, XI, XII kemudian faktor III dan VII
2. Tahap kedua perbuahan protrombin menjadi trombin yang dikatalasi oleh tromboplastin,
faktor IV, V, VII dan X.
3. Tahap ketiga perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan katalisator trombin, TF1 dan TF 2.
Hemostasis yang baik berlangsung dalam batas waktu tertentu, sehingga tidak hanya terbentuk
tromboplastin, trombin atau fibrin saja yang penting, tetapi juga lama pembentukan masing-masing
zat.
Secara keseluruhan faktor pembekuan mempunyai 2 fenomena dasar untuk jangka waktu
berlangsungnya proses tersebut, yaitu tahap permulaan yang lamat, disusul tahap autokatalitik
yangsangat cepat. Dalam hal ini diketahui bahwa trombin memegang peranan penting pada tahap
yang cepat itu. Disamping itu trombin menyebabkan trombosit menjadi labil sehingga mudah
melepaskan TF dan meninggikan aktifitas tromboplastin.
19
Page 20
Mekanisme fibrinolitik
Dalam keadaan normal sistem fibrinolitik agaknya memegang peranan penting untuk
mempertahankan sistem vaskulus bebas dari gumpalan fibrin. Peranannya merupakan pelengkap
sistem pembekuan dan didapatkan bukti bahwa kedua sistem ini berada dalam keseimbangan dinamik.
Sesungguhnya terdapat persamaan antara mekanisme pembekuan. Pada keduanya bahan inaktif
diubah menjadi enzim aktif dengan kemampuan proteolitik. Pengaktifan faktor XII memulai kedua
mekanisme tersebut. Pembekuan intra vaskulus akan mengaktifkan mekanisme fibrinolitik ini dan
sebaliknya pembekuan akan dihambat. Enzim proteolitik yang aktif sebagai hasil aktifasi mekanisme
fibrinolitik disebut plasmin. Substrat normal untuk plasmin ialah fibrin yang dapat dipecah menjadi
beberapa polipeptida-fibrinsplit products atau fibrin degradation products (FDP). Plasmin tidak
terdapat dalam peredaran darah normal karena dengan cepat akan diinaktifkan oleh inhibitor dalam
plasma-antiplasmin.
Invitro plasmin mempunyai kekhususan terhadap berbagai substrat dan pada keadaan fibrinolisis
patologis dapat memecah fibrinogen dan faktor pembekuan lain terutama faktor V, VII dn
fibrinsendiri. Bahan inaktif dari plasmin adalah suatu protein plasma yang disebut plasminogen.
Bahan plasminogen ini diaktifkan oleh pengaruh suatu aktifator yaitu enzim fibrinolitik. Aktifator ini
dalam darah terdapat dalam bentuk inaktif proaktifator.
Inhibitor terhadap aktifator normal terdapat dalam plasma, sehingga terdapat beberapa mekanisme
yang mengontrol proses fibrinolitik. FDP (Fibrin degradation products) sendiri merupakan
antikoagulansia dan akan menghambat reaksi trombin fibrinogen.
Perdarahan karena gangguan pembekuan umumnya terjadi pada jaringan yang letaknya dalam seperti
otot, sendi dan lain-lain, sedangkan perdarahan karena ganggua trombosit umumnya terjadi di
permukanaan, misalnya kulit dan lain-lain.
20
Page 21
Gangguan pembekuan dapat terjadi oleh karena gangguan pada tahap pertama, kedua atau ketiga
ataupun karena adanya antikoagulansia yang beredar didalam darah (circulating anticoagulants) atau
karena proses pembekuan dalam pembuluh darah (disseminated intravaskular coagulation-DIC).
Gangguan tahap pertama
Gangguan ini bisa disebabkan karena kekurangan faktor pembekuan yang bekerja pada tahap tesebut.
Kekurangan faktor pembekuan pada tahap pertama dapat diketahui dari pemeriksaan SPT (serum
protombin time), PTT (partial tromboplastin time) dan TGT (thromboplastin generation test). Bila
terdapat kekurangan faktor pembekuan dalam tahap pertama maka SPT kurang dari 40 detik (normal
lebih dari 40 detik), PTT dan TGT memanjang atau abnormal.1
Gangguan mekanisme pembekuan pada tahap pertama terdapat pada penyakit:
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi kongenital paling sering dan serius. Kelainan ini terkait
dengan defisiensi faktor VIII, IX atau XI yang ditemukan secara genetik.
Hemofilia A
Penyakit ini bersifat herediter, biasanya hanya terdapat pada anak laki-laki, tetapi dapat diturunkan
oleh wanita (bersifat sex-linked-resesif).1, 2, 5
Penyebabnya karena defisiensi faktor VII dan faktor VIII.1
Gejala dapat ringan sekali bahkan mungkin tidak memberikan gejala tetapi dapat juga memberikan
gejala berat sehingga memerlukan tindakan segera. Gejala penyakit ini dapat berupa kebiruan pada
kulit, perdarahan sendi, otot atau perdarahan setelah trauma atau operasi. Dalam menegakan
diagnosis, hendaknya dibuat silsilah keluarga secara terperinci untuk mencari kemungkinan karier dan
penderita lain.
Klasifikasi hemofilia A berdasarkan aktifitas F. VIII
Hemofilia A ringan
F. VIII 5-20%. Terjadi perdarahan setelah mengalami trauma
21
Page 22
Hemofilia A sedang
F. VIII 1-5%. Jarang terjadi hemartrosis dan perdarahan spontan. Perdarahan berat terjadi bila
mengalami trauma ringan
Hemofilia A berat
F. VIII < 1%. Perdarahan spontan pada anak, hemartrosis.
Pemeriksaan Lab biasanya memberikan gambaran darah tepi yang normal, masa perdarahan normal,
masa pembekuan memanjang, rumpel leede negatif, PT dan TGT memanjang dan SPT kurang dari 40
detik.
Komplikasi berupa perdarahan masif setelah trauma, perdarahan otak, perdarahan intraabdominal dan
hemartrosis.
Pengobatan dengan : transfusi darah, pemberian plasma nornal, cryopresipitat, konsentrat faktor VIII,
sinovektomi sendi lutut. Penting pula dalam menghindari trauma dan konsultasi genetik
Hemofilia B (kekurangan faktor IX)
Faktor IX diproduksi oleh hati dan merupakan salah satu faktor koagulasi-tergantung vitamin K. Kira-
kira 12-15% hemofilia disebabkan oleh defisiensi faktor IX yang diatur genetik.5
Penyakit ini mempunyai riwayat, sifat dan gejala yang sama dengan hemofilia A. Pemeriksaan Lab
juga akan memberikan hasil yang sama, kecuali pemeriksaan penentuan terdpat kekurangan faktor IX.
Manifestasi klinis:
Secara klinis tidak dapat dibedakan dengan hemofilia A, perdarahan sendi dan otot adalah khas.
Penyakit ini diwariskan sebagai ciri resesif x linked, dan tingkat keparahannya terkait dengan faktor
aktifitas koagulan dalam plasma.
Pemeriksaan laboratorium:
Waktu tromboplastin parsial (PTT) biasanya abnormal (memanjang). Pengukuran faktor IX spesifik
perlu untuk membedakan hemofilia A dan untuk menentukan tingkat keparahan defek ini.
22
Page 23
Pengobatan : penggantian faktor IX dengan infus beku segar (PBS) atau konsentrat faktor IX.
Penyakit von Willebrand (pseudohemofilia, hemofilia vaskular)
Mula-mula penyakit ini dimasukan kedalam gangguan pembuluh darah, tetapi pada penyelidikan
selanjutnya ternyata bahwa dasarnya dalah kekurangan faktor VIII dan suatu faktor dalam plasma
yang menyebabkan kegagalan dalam pembentukan gumpalan trombosit karena trombosit kehilangan
daya adesinya. Pada beberapa kasus ditemukan pula defisiensi faktor IX dan XI. Penyakit ini bersifat
dominan autosomal, dapat timbul pada kedua jenis kelamin.1, 5
Gejalanya berupa perdarahan gusi, epistaksis, perdarahan dari uterus, GI tract atau trakturs urinarius.
Perdarahan ini umumnya terjadi pada masa anak dan cenderung berkurang dengan bertambhanya
umur.
Pemeriksaan Lab biasanya memberikan hasil seperti hemofilia, tetapi dengan masa perdarahan
memanjang, adhesi trombosit merendah dan retraksi bekuan yang normal.
Pengobatan : dengan transfusi plasma atau kriopresipitat dan bila perlu transfusi darah. Penyakit ini
yang menarik perhatian adalah terdapatnya kenaikan yang nyata dari faktor VIII setelah pemberian
transfusi darah, plasma atau kriopresipitat dan dapat bertahan sampai 72 jam atau lebih. Pada
hemofilia, kenaikan faktor VIII tergantung pada jumlah bahan yang diberikan dan biasanya akan
menghilang lagi dalam 24 jam atau kurang.1,5
Gangguan Tahap kedua
gangguan ini ditetapkan dengan pemeriksaan PTT dengan lebih dahulu dibuktikan bahwa mekanisme
pembekuan tahap pertama normal atau dengan kata lain tromboplastin yang dibentuk cukup. Bila PPT
lebih dari 20 detik (normal 20 detik), berarti bahwa faktor pembekuan tahap kedua (II,V,VII,X)
kurang.1
Untuk penentuan faktor mana yang kurang, maka masing masing faktor harus diselidiki lebih lanjut.
Etiologi:
23
Page 24
Faktor kongenital
Bersifat resesif autosomal herediter. Kelainan timbul akibat sintesis faktor pembekuan
tersebut menurun.
Gejalanya berupa : mudah timbul kebiruan pada kulit atau perdarahan spontan, atau
perdarahan yang berlebihan setelah suatu trauma.
Pengobatan : dengan memberikan plasma normal atau konsentrat faktor yang kurang atau bila
perlu diberikan transfusi darah.
Faktor didapat
Biasanya disebabkan defisiensi faktor II (protrombin), yang terdapat pada keadaan sebagai
berikut:
a. Neonatus, terutama yang kurang bulan yaitu karena fungsi hati yang belum sempurna
shingga pembentukan faktor pembekuan khususnya faktor II mengalami gangguan.
Pengobatan: umumnya dapat sembuh tanpa pengobatan atau dapat diberikan vitamin K
b. Defisiensi Vitamin K. Hal ini dapat terjadi pada penderita ikterus obstruktif, fistula
biliaris, absorbsi vitamin K dari usus yang tidak sempurna atau karena gangguan
pertumbuhan bakteri usus.
c. Beberapa penyakit seperti sirosis hati, uremia, sindrom nefrotik dan lain-lain.
d. Terdapatnya zat antikoagulansia (dikumarol, heparin) yang bersifat antagonis terhadap
protrombin.
e. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
Pengobatan : biasanya ditujukan pada penyakit primernya, misal pemberian vit K. Disamping
itu dapat pula diberikan darah, plasma dan lain-lain.
Defisiensi vitamin K
Perdarahan karena defisiensi vitamin K adalah terjadinya perdarahan spontan atau perdarahan karena
proses lain seperti pengambilan darah vena atau operasi yang disebabkan karena berkurangnya
aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX dan X) sedangkan aktivitas
faktor koagulasi yang tidak bergantung pada vitamin K, kadar fibrinogen dan jumlah trombosit masih
24
Page 25
dalam batas normal . Hal ini dibuktikan bahwa kelainan tersebut akan segera membaik dengan
pemberian vitamin K dan setelah sebab koagulopati lain disingkirkan.
Faktor risiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit defisiensi vitamin K antara lain ibu yang
selama kehamilan mengkonsumsi obat-obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K seperti, obat
antikoagulan oral (warfarin); obat-obat antikonvulsan (fenobarbital, fenitoin, karbamazepin); obat-
obat antituberkulosis (INH, rifampicin); sintesis vitamin K yang kurang oleh bakteri usus (pemakaian
antibiotik, khususnya pada bayi kurang bulan); gangguan fungsi hati (kolestasis); kurangnya asupan
vitamin K dapat terjadi pada bayi yang mendapat ASI eksklusif, karena ASI memiliki kandungan
vitamin K yang rendah yaitu <20 ug/L bila dibandingkan dengan susu sapi yang memiliki kandungan
vitamin K 3 kali lipat lebih banyak (60 ug/L). Selain itu asupan vitamin K yang kurang juga
disebabkan sindrom malabsorpsi dan diare kronik.
Patofisiologi
Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, merupakan suatu naftokuinon yang berperan
dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang berperan dalam pembekuan darah, seperti
protrombin atau faktor II,VII,IX,X dan antikoagulan protein C dan S, serta beberapa protein lain
seperti protein Z dan M yang belum banyak diketahui perannya dalam pembekuan darah.
Ada tiga bentuk vitamin K yang diketahui yaitu: Vitamin K1 (phytomenadione), tedapat pada
sayuran hijau. Sediaan yang ada saat ini adalah cremophor dan vitamin K mixed micelles (KMM).
Vitamin K2 (menaquinone) disintesis oleh flora usus normal seperti Bacteriodes fragilis dan beberapa
strain E. coli. Vitamin K3 (menadione) merupakan vitamin K sintetik yang sekarang jarang diberikan
pada neonatus karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia hemolitik.
Secara fisiologis kadar faktor koagulasi yang bergantung pada vitamin K dalam tali pusat sekitar 50%
dan akan menurun dengan cepat mencapai titik terendah dalam 48-72 jam setelah kelahiran.
Kemudian kadar faktor ini akan bertambah secara perlahan selama beberapa minggu tetapi tetap
berada di bawah kadar orang dewasa. Peningkatan ini disebabkan oleh absorpsi vitamin K dari
makanan. Sedangkan bayi baru lahir relatif kekurangan vitamin K karena berbagai alasan, antara lain
simpanan vitamin K yang rendah pada waktu lahir, sedikitnya perpindahan vitamin K melalui
plasenta, rendahnya kadar vitamin K pada ASI dan sterilitas saluran cerna.
25
Page 26
Tempat perdarahan utama adalah umbilikus, membran mukosa, saluran cerna, sirkumsisi dan pungsi
vena. Selain itu perdarahan dapat berupa hematoma yang ditemukan pada tempat trauma, seperti
hematoma sefal. Akibat lebih lanjut adalah timbulnya perdarahan intrakranial yang merupakan
penyebab mortalitas atau morbiditas yang menetap.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering ditemukan adalah perdarahan, pucat dan hepatomegali ringan.
Perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat trauma, terutama trauma lahir. Pada kebanyakan kasus
perdarahan terjadi di kulit, mata, hidung dan saluran cerna. Perdarahan kulit sering berupa purpura,
ekimosis atau perdarahan melalui bekas tusukan jarum suntik.
Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi tersering (63%), 80-100% berupa perdarahan subdural
dan subaraknoid. Pada perdarahan intrakranial didapatkan gejala peningkatan tekanan intrakranial
(TIK) bahkan kadang-kadang tidak menunjukkan gejala ataupun tanda. Pada sebagian besar kasus
(60%) didapatkan sakit kepala, muntah, anak menjadi cengeng, ubun-ubun besar membonjol, pucat
dan kejang. Kejang yang terjadi dapat bersifat fokal atau umum. Gejala lain yang dapat ditemukan
adalah fotofobia, edema papil, penurunan kesadaran, perubahan tekanan nadi, pupil anisokor serta
kelainan neurologis fokal.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Penurunan kompleks protombin (faktor II,VII,IX,X) ditandai oleh pemanjangan masa pembekuan,
masa protrombin dan masa tromboplastin parsial. Masa perdarahan, jumlah leukosit dan trombosit
biasanya normal. Kebanyakan kasus disertai anemia normokromik normositik.
Pemeriksaan yang lebih spesifik yaitu pemeriksaan dekarboksilasi kompleks protrombin (protein
induced by vitamin K absence = PIVKA-II), pengukuran kadar vitamin K1 plasma atau pengukuran
areptilase time yang menggunakan bisa ular Echis crinatum.12,15-16 Pemeriksaan tersebut saat ini
belum dapat dilakukan di Indonesia. Perdarahan intrakranial dapat terlihat jelas dengan pemeriksaan
USG kepala, CT-Scan, atau MRI. Pemeriksaan ini selain untuk diagnostik, juga digunakan untuk
menentukan prognosis.
Pencegahan
Hampir semua negara di dunia merekomendasikan pemberian profilaksis vitamin K1 pada bayi baru
lahir. Di Australia profilaksis dengan mengguna-kan Konakion® 1 mg, IM dosis tunggal sudah
diperkenalkan sejak awal tahun 1970-an. Tindakan tersebut mula-mula diberikan kepada bayi sakit,
yaitu bayi kurang bulan, atau yang mengalami asfiksia perinatal, dan akhirnya menjadi rutin untuk
26
Page 27
semua bayi baru lahir. Pada tahun 2000, National Health and Medical Research Council (NHMRC)
Australia menyusun rekomendasi pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir.
Dalam rekomendasi tersebut dinyatakan bahwa semua bayi baru lahir harus mendapatkan profilaksis
vitamin K1; bayi baru lahir yang bugar seharusnya menerima vitamin K baik secara IM 1 mg, dosis
tunggal pada waktu lahir atau 3 kali dosis oral, masing-masing 2 mg yang diberikan pada waktu lahir,
umur 3-5 hari dan umur 4-6 minggu. Orang tua harus mendapat informasi pada saat antenatal tentang
pentingnya pemberian profilaksis vitamin K; dan setiap rumah sakit harus memiliki protokol tertulis
yang jelas tentang pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir.3 Selandia Baru sejak tahun
1995 telah merekomendasikan profilaksis vitamin K kepada bayi baru lahir. Begitu pula dengan
British Columbia pada Maret 2001 dan Canadian Paediatric Society tahun 2002.
Untuk negara berkembang seperti Thailand, sekitar 30-40 tahun yang lalu (1960-1970) setengah dari
persalinan dibantu oleh dukun atau bidan. Injeksi parenteral tidak dapat dilakukan oleh bidan
sehingga Isarangkura meminta perusahaan farmasi menyediakan vitamin K oral (Konakion®, Roche,
Basel) serta melakukan penelitian mengenai profilaksis vitamin K oral 2 mg dosis tunggal yang dapat
dilakukan secara rutin.
Efikasi yang tinggi, toksisitas dan harga yang rendah, cara pemberian dan penyimpanan yang
sederhana menjadikan profilaksis vitamin K secara oral memungkinkan untuk dilakukan di negara
berkembang.
Pemberian vitamin K profilaksis oral 2 mg untuk bayi baru lahir bugar dan 0,5–1 mg IM untuk bayi
tidak bugar (not doing well) telah dilakukan secara rutin di Thailand sejak 1988 dan pemberiannya
diwajibkan di seluruh Thailand pada tahun 1994-1998.
Vitamin K yang digunakan untuk profilaksis adalah vitamin K1. Cara pemberian dapat dilakukan baik
secara IM ataupun oral.
• Intramuskular, dengan dosis 1 mg pada seluruh bayi baru lahir. Pemberian dengan dosis tunggal
diberikan pada waktu bayi baru lahir.
• Oral, dengan dosis tunggal 2 mg diberikan tiga kali, yaitu pada saat bayi baru lahir, pada umur 3-7
hari, dan pada umur 4-8 minggu.
Gangguan tahap tiga
Untuk menentukan adanya kelainan pembekuan pada tahap tiga, harus dibuktikan dahulu bahwa
mekanisme pembekuan tahap pertama dan kedua berjalan normal.1
27
Page 28
Gangguan pada tahap ini biasanya adalah kekurangan fibrinogen (faktor I). Pemeriksaan kadar
fibrinogen dapat dilakukan kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif ialah menentukan thrombin
time. Bila trombin time memanjang (normal kurang dari 15-20 detik) berarti terdapat
hipofibrinogenemia. Secara kuantitatif ialah dengan mengukur kadar fibrinogen dalam plasma
(normal 250-350 mg%).
Kekurangan fibrinogen ini dapat kongenital dan bersifat resesif autosomal atau didapat misalnya
setelah mengalami operasi berat, solusio plasenta, DIC.
Gejalanya sama dengan kekurangan faktor pembekuan yang lain.
Pengobatan : pemberian plasma normal atau bila tersedia preparat fibrinogen, disamping memperbaiki
penyakit primernya.
INFEKSI
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau bahasa medisnya disebut Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah
kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-perdarahan.6
Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika
termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di
atas permukaan air laut.
Tanda dan Gejala Penyakit Demam Berdarah Dengue
Masa tunas / inkubasi selama 3 - 15 hari sejak seseorang terserang virus dengue, Selanjutnya
penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut :
Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 - 40 derajat Celsius).
Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak adanya jentik (puspura) perdarahan.
28
Page 29
Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata bagian dalam (konjungtiva), Mimisan (Epitaksis),
Buang air besar dengan kotoran (Peaces) berupa lendir bercampur darah (Melena), dan lain-
lainnya.
Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).
Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.
Pada pemeriksaan laboratorium (darah) hari ke 3 - 7 terjadi penurunan trombosit dibawah
100.000 /mm3 (Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit diatas 20% dari nilai
normal (Hemokonsentrasi).
Timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan nafsu
makan (anoreksia), sakit perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala.
Mengalami perdarahan pada hidung (mimisan) dan gusi.
Demam yang dirasakan penderita menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian.
Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.
Proses Penularan Penyakit Demam Berdarah Dengue
Penyebaran penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus,
sehingga pada wilayah yang sudah diketahui adanya serangan penyakit DBD akan mungkin ada
penderita lainnya bahkan akan dapat menyebabkan wabah yang luar biasa bagi penduduk
disekitarnya.6
Pengobatan Penyakit Demam Berdarah
Fokus pengobatan pada penderita penyakit DBD adalah mengatasi perdarahan, mencegah atau
mengatasi keadaan syok/presyok, yaitu dengan mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar
1,5 sampai 2 liter air dalam 24 jam (air teh dan gula sirup atau susu).
Penambahan cairan tubuh melalui infus (intravena) mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi
dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfusi platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun
drastis. Selanjutnya adalah pemberian obat-obatan terhadap keluhan yang timbul, misalnya :
29
Page 30
Paracetamol membantu menurunkan demam
Garam elektrolit (oralit) jika disertai diare
Antibiotik berguna untuk mencegah infeksi sekunder
Lakukan kompress dingin, tidak perlu dengan es karena bisa berdampak syok. Bahkan beberapa tim
medis menyarankan kompres dapat dilakukan dengan alkohol. Pengobatan alternatif yang umum
dikenal adalah dengan meminum jus jambu biji bangkok, namun khasiatnya belum pernah dibuktikan
secara medik, akan tetapi jambu biji kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena dan
peningkatan nilai trombosit darah.
Pencegahan Penyakit Demam Berdarah
Pencegahan dilakukan dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore, karena nyamuk
aedes aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya hindarkan berada di lokasi yang banyak
nyamuknya di siang hari, terutama di daerah yang ada penderita DBD nya. Beberapa cara yang paling
efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui metode pengontrolan atau pengendalian vektornya
adalah :
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat.
perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) pada tempat air kolam, dan bakteri
(Bt.H-14).
Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion).
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong
air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
OBAT-OBATAN
Berikut ini beberapa obat-obatan yang dapat menyebabkan resiko perdarahan:
30
Page 31
1. Obat (beladona, atropin, fenasetin, salisilat, penisilin) dapat menyebabkan penyakit: Purpura
anafilaktoid (purpura Henoch-schonlein). Dimana pada penyakit ini terjadi kelemahan
pembuluh darah yang dapat memicu terjadinya perdarahan.1
2. Kloramfenikol yang diberikan pada anak secara berlebihan dapat menyebabkan anemia
aplastik. Salah satu gejala klinis pada anemia aplastik adalah perdarahan.1, 3
3. Obat-obatan yang mengganggu metabolisme vitamin K seperti, obat antikoagulan oral
(warfarin); obat-obat antikonvulsan (fenobarbital, fenitoin, karbamazepin); obat-obat
antituberkulosis (INH, rifampicin) dapat menyebabkan perdarahan.
KESIMPULAN
Perdarahan adalah keluarnya darah dari saluran normal (arteri, vena, kapiler ) kedalam ruangan
ekstravaskulus oleh karena hilangnya kontinuitas pembuluh darah. Perdarahan berhenti melalui 3
mekanisme: kontraksi pembuluh darah, pembentukan gumpalan trombosit (platelet plug),
pembentukan trombin dan fibrin yang memperkuat gumpalan trombosit tersebut.1 Perdarahan spontan
31
Page 32
dapat terjadi pada beberapa penyakit yang mengalami gangguan pada mekanisme dan faktor
pembekuan darah. Penyakit-penyakit tersebut antara lain anemia aplastik, leukimia, ITP, hemofilia,
dan dapat pula disebabkan oleh penyakit karena infeksi seperti demam berdarah dengue.
Berdasarkan pembahasan maka hipotesis di terima, perdarahan gusi secara spontan dapat di sebabkan
oleh penyakit infeksi dan non infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hassan, Rusepno dkk. Penyakit Perdarahan. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian 1.
Cetakan ke-11. Percetakan Infomedika, Jakarta: 2007.
2. Sudiono, Herawati, dkk. Hemostasis dan Diastesis Hemoragik. Penuntun Patologi Klinik
Hematologi. Cetakan ketiga. Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Ukrida, Jakarta: 2009.
32
Page 33
3. http://medicastore.com/penyakit/46/Leukemia_Limfositik_Akut.html; diunduh Rabu, 20April 2011, 9:31 PM
4. Sudiono, Herawati, dkk. Anemia Aplastik. Penuntun Patologi Klinik Hematologi. Cetakan
ketiga. Biro Publikasi Fakultas Kedokteran Ukrida, Jakarta: 2009.
5. Waldo, E. Nelson. Hemofilia. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Vol 3. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2000
6. http://medicastore.com/penyakit/47/Demam_Berdarah_Dengue.html ; diunduh Rabu, 20 April 2011, 10:33 PM
33