BIOREMEDIASI TANAH TERKONTAMINASI POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBONS Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bioteknologi Lingkungan Kelompok 8 Disusun Oleh: Anissa Trisakti S (121424010) Nurul Fathatun (121424023) Ulfia Tiaravani (121424031) 2A- TKPB PROGRAM STUDI D4 TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BIOREMEDIASI TANAH TERKONTAMINASI
POLYCYCLIC AROMATIC HYDROCARBONS
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bioteknologi Lingkungan
Kelompok 8
Disusun Oleh:
Anissa Trisakti S (121424010)
Nurul Fathatun (121424023)
Ulfia Tiaravani (121424031)
2A- TKPB
PROGRAM STUDI D4 TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH
JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2014
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
1.4. Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hidrokarbon Aromatik
Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa karbon yang paling sederhana. Dari
namanya, senyawa hidrokarbon adalah senyawa karbon yang hanya tersusun dari atom
hidrogen dan atom karbon. Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temui senyawa
hidrokarbon, misalnya minyak tanah, bensin, gas alam, plastik dan lain-lain. Senyawa
hidrokarbon aromatik merupakan senyawa hidrokarbon yang berbentuk siklik segi enam,
berikatan rangkap dua selang-seling, dan senyawa hidrokarbon tidak jenuh. Jumlah senyawa
hidrokarbon jenis ini paling sedikit di antara jenis lainnya. Pada umumnya, senyawa
hidrokarbon aromatik ini terdapat dalam minyak bumi yang memiliki jumlah atom C besar.
Senyawa hidrokarbon berstruktur aromatik adalah jenis hidrokarbon berantai pendek, ikatan
tak jenuh atau bercabang sedikit dan lebih sulit diuraikan oleh bakteri. Senyawa hidrokarbon
aromatik ini digunakan sebagai donor elektron secara aerobik oleh mikroorganisme seperti
bakteri dari genus Pseudomonas. Hidrokarbon aromatik terdiri dari kelompok monocyclic
aromatics (BTEX) dan polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs: naphthalene, anthracene
dan phenantherene). PAHs bersifat karsinogen atau dapat ditransformasi mikroba menjadi
senyawa karsinogen sehingga menjadi senyawa penting dalam penjagaan kualitas lingkungan
(Mangkoedihardjo 2005: 2).
2.2 Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAHs)
2.2.1 Pengertian PAHs
PAH merupakan senyawa yang memilki cincin benzen yang
mempunyai enam atom karbon dengan satu atom hidrogen pada setiap karbon.
Keadaan ini menyebabkan satu elektron tersisa untuk membentuk ikatan
ganda. Senyawa ini sering disebut juga sebagai senyawa hidrokarbon aromatik
karena senyawa ini memiliki aroma yang khas dan harum. PAHs adalah
senyawa lipophilic, yang lebih mudah larut dalah minyak dibanding dengan
air. Semakin besar senyawa tersebut, semakin sedikit kelarutannya dalam air
dan semakin tidak mudah menguap. Karena itu, biasanya PAHs di lingkungan
banyak ditemukan di tanah, sedimen dan unsur minyak. Selain itu, PAHs juga
merupakan komponen partikulat di udara. PAH merupakan hidrokarbon yang
mengandung lebih dari satu cincin aromatik dalam satu molekul, misalnya
phenanthrene, benzo-A-antracene, benzo-A-pyrene dan sebagainya yang
termasuk dalam bahan-bahan berbahaya karena bersifat karsinogenik. PAH
dikelompokkan menjadi dua, yaitu PAH dengan bobot molekul rendah yang
berupa senyawa dengan cincin aromatik ≤ 3 dan PAH dengan bobot molekul
tinggi yang berupa senyawa dengan cincin aromatik ¿ 3. PAH dengan bobot
molekul rendah lebih mudah didegradasi secara biologis dibandingkan PAH
dengan bobot molekul tinggi. Selain itu PAH dengan bobot molekul rendah
bersifat lebih mudah larut dan mudah menguap dibandingkan PAH dengan
bobot molekul tinggi yang bersifat hidrofobik dan memiliki daya larut rendah.
Tabel 1.1 menunjukkan beberapa jenis PAH dan bobot molekulnya:
2.2.2 Sumber PAHs
Keberadaan PAH di alam dapat berasal dari dua sumber yakni sumber
alami dan sumber antropogenik. Sumber alami meliputi kebakaran hutan dan
padang rumput, rembesan minyak bumi, gunung berapi, tumbuhan yang
berklorofil, jamur, dan bakteri. Sedangkan sumber antropogenik meliputi
minyak bumi, pembangkit tenaga listrik, insenerasi, pemanas rumah, batu
bara, karbon hitam, aspal, dan mesin-mesin pembakaran. Pada proses
antropogenik, PAH dihasilkan dari tumpahan dan pembuangan bahan-bahan
seperti creosote, tar batu bara, produk minyak bumi, dan bisa juga dihasilkan
dari pembakaran yang tidak sempurna dari karbon yang mengandung bahan
bakar seperti pada limbah industri batu bara, tembakau, lemak dan kayu. PAH
juga berasal dari bahan baku yang digunakan atau muncul pada proses
pengolahan. PAH yang relatif tinggi ditemukan oleh beberapa peneliti dalam
sedimen yang lokasinya berdekatan dengan perkotaan. PAH dapat berasal dari
air buangan, seperti buangan rumah tangga dari industri, sampah, serta dari
pembakaran bahan bakar fosil.
2.2.3 Senyawa PAHs
2.2.4 Daftar PAHs
17 senyawa PAHs yang dikeluarkan oleh Agency for Toxic Substances and
Disease Registry (ATSDR):
acenaphthene
acenaphthylene
anthracene
benz[a]anthracene
benzo[a]pyrene
benzo[e]pyrene
benzo[b]fluoranthene
benzo[ghi]perylene
benzo[j]fluoranthene
benzo[k]fluoranthene
chrysene
coronene
dibenz(a,h)anthracene
fluoranthene
fluorene
indeno(1,2,3-cd)pyrene
phenanthrene
pyrene
2.2.5 Dampak PAHs Bagi Kesehatan
Toksisitas PAH secara struktural tergantung pada isomer (PAH
dengan formula yang sama dan jumlah cincin) bervariasi dari yang tidak
beracun menjadi sangat beracun. Dengan demikian, tingkat karsinogenik
hidrokarbon aromatik polisiklik bisa kecil atau besar. Senyawa PAH, benzo
[a] pyrene, menjadi karsinogen kimia pertama yang ditemukan (dan
merupakan salah satu karsinogen banyak ditemukan dalam asap rokok). EPA
telah mengklasifikasikan tujuh senyawa PAH sebagai karsinogenik bagi
manusia yaitu antrasena benz [a], benzo [a] piren, benzo [b] fluoranthen,
Deteksi PAH sering dilakukan dengan menggunakan kromatografi gas
spektrometer massa atau kromatografi cair dengan spektroskopi ultraviolet-
tampak atau fluoresensi, atau dengan menggunakan indikator uji strip cepat
PAH.
2.3 Bioremediasi
Bioremediasi merupakan memanfaatkan mikroorganisme dalam mendegradasi kontaminan di suatu lingkungan akibat senyawa hidrokarbon menjadi bentuk yang tidak mengandung racun. Bioremediasi awalnya merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Dalam proses bioremediasi, mikroba digunakan sebagai media untuk mengurangi senyawa organik dan bahan beracun yang berasal dari rumah tangga maupun limbah industri. sebagia salah satu teknik perbaikan terhadap lingkungan yang tersemar, bioremediasi dipandang sebagai metode yang murah dari segi ekonomi untuk membersihkan tanah dan air yang terkontaminasi oleh senyawa-senyawa kimia toksik atau beracun (Dwidjosaputro, 1998).
Dalam melakukan bioremediasi, diperlukan biodegradasi senyawa hidrokarbon secara berkelanjutan dan terkontrol baik. Bioremediasi senyawa hidrokarbon dapat dilakukan dengan cara penambahan nutrient (biostimulasi) atau dengan penambahan mikroorganisme pendegradasi hidrokarbon secara langsung. Dalam hal ini, bakteri adalah mikroorganisme yang tepat dan umum digunakan dalam bioremediasi hidrokarbon.Bakteri dapat mendegradasi senyawa hidrokarbon dan menggunakan senyawa tersebut sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan.
Pelaksanan bioremediasi dengan menggunakan bakteri pada dasarnya membutuhkan kerja sama lebih dari satu spesies bakteri. Hal tersebut karena senawa hidrokarbon seperti minyak bumi terbentuk dari bayak gugus yang berbeda dan bakteri hanya dapat menggunakan hidrokarbon pada kisaran tertentu. Oleh karena itu, dalam memanfaatkan bakteri, diperlukannya suatu identifikasi yang tepat untuk menyesuaikan dengan kemampuannya dalam mendegradasi hidrokarbon.
2.3.1 Jenis Bioremediasi
Bioremidiasi berdasarkan lokasi terdapat 2 macam yaitu
1. Ex situ – pengolahan dilakukan di tempat lain sehingga perlu pemindahan.
2. In situ – pengolahan dilakukan di tempat pencemaran tanpa pemindahan.
Secara diagram seperti dibawah ini :
2.3.1.1 Bioremediasi Ex-Situ
Bioremediasi lahan yang tercemar senyawa organik secara ex-situ dapat dilakukan
dengan cara landfarming dan bioreactor. Landfarming merupakan salah satu teknik
bioremediasi yang dilakukan di permukaan tanah.Prosesnya memrlukan kondisi aerob,dapt
Bioremediasi
ex situ
BioreactorLandfarming
in situ
Apa adanya
Terekayasa
Bioaugmentation
Penambahan Oksigen, Nutrien
dan Bakteria
Biostimulation
Penambahan
Oksigendan
Nutrien
Penambahan Oksigen• Biovent
ing• Biospar
ging
dilakukan secara ex-situ dan in-situ. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam
melakukan teknik ini, yaitu kondisi lingkungan, sarana pelaksanaan dan biaya
Tanah tercemar untuk lokasi penerapan hendaknya memiliki konduktivitas hidrolik
sedang seperti lanau ( loam) atau lanau kelempungan ( loam clay ). Apabila diterapkan pada
tanah lempung dangan kandungan clay lebih dari 70% akan sulit dilaksanakan. Hal ini
disebabkan sifat lempung yang mudah mengeras apabila terkena air.Walaupun kegiatan
landfarming dapat dilaksanakan seacara in-situ dan ex-situ . Tetapi bial letak tanah tercemar
jauh diatas muka air (water table) maka landfarming hanya dapat dilakukan secara in-situ.
Jenis bahan pencemar juga mempengaruhi bioremediasi.Pencemar yang tersusun atas bahan
yang mempunyai penguapan rendah masih sesuai untuk ditangani secara landfarming. Bahan
pencamar yang mudah menguap tidak cocok menggunakan teknik ini karena dilakukan
secara terbuka. Sebaiknya kandungan TPH dibawah 10%. Ketersediaan lahan dan alat berat
untuk menggali juga menentukan teknik landfarming yang digunakan.KOndisi lingkungan,
iklim tempat kegiatan landfarming sanag mempengaruhi proses. Panas yang terik dapat
mengakibatkan tanah capat mengering, maka kelembaban harus selalu dijaga dengan
penyiraman. Sebaiknya pada musim hujan, tanah jenuh air, sehinggga menghambat
biodegradasi pencemar karena aerasi terhambat
Gambar Skema perlakuan landfarming pada prepared bed reactor
Sarana yang harus disediakan adalah lahan pengolah, pengendali limpahan air,
pengendali resapan, dan sarana pemantau. Lahan pengolah untuk menampung tanah tercemar
dan tempat pengolahan landfarming dilaksanakan. Pengendali limpahan air, terutama
berfungsi saat musim hujan, untuk menjaga kemungkinan terjadinya pencemaran baru akibat
limpahan air tercampur polutan. Pengendali resapan terletak di dasar lahan pengolah,
biasanya berupa lapisan clay yang dipadatkan sampai bersifat kedap air (liner). Pengendali
yang lebih baik adalah lapisan plastik geomembran HDPE (High Density Polyethylene).
Sarana pemantau berupa alat pemantau gas, udara, cuaca, air tanah dan sebagainya.
Pada teknik Landfarming yang dilaksanakan secara ex-situ, tanah tercemar yang
diambil dari lokasi yang tercemar dibersihkan terlebih dahulu dari batu-batu dan bahan lain.
Selanjutnya
tanah dicampur dengan nutrien dan pHnya diatur. Penambahan nutrient juga disebut
biostimulation. Pada jenis tanah tertentu, perlu ditambahkan bahan penyangga berupa serbuk
gergaji, kompos, atau bahan organik lain untuk meningkatkan porositas dan konduktivitas
hidrolik. Setelah tercampur, tanah ditebarkan di lahan pengolah. Hamparan tanah selalu
dijaga kelembabannya agar kandungan air kurang lebih 15%. Secara periodik, lapisan tanah
dibajak agar tanah mendapat aerasi yang cukup. Penambahan O2 juga disebut bioventing.
Apabila diperlukan pada periode tertentu, juga diberi nutrisi agar proses biodegradasi cepat
berlangsung. Selain penambahan nutrien dan O2, juga dapat ditambah inokulum mikroba.
Nutrien umumnya adalah pupuk NPK/urea dan sumber karbon yang mudah didegradasi. Dari
hasil uji dapat menurunkan TPH sampai 49% Selama kegiatan landfarming, secara periodik
dilakukan monitoring untuk mengamati kandungan pencemar, aktivitas mikroba, dan
pengaruhnya terhadap lingkungan
Bioreaktor
Bioreaktor atau dikenal juga dengan nama fermentor adalah sebuah peralatan atau
sistem yang mampu menyediakan sebuah lingkungan biologis yang dapat menunjang
terjadinya reaksi biokimia dari bahan mentah menjadi bahan yang dikehendaki. Reaksi
biokimia yang terjadi di dalam bioreaktor melibatkan organisme atau komponen biokimia
aktif (enzim) yang berasal dari organisme tertentu, baik secara aerobik maupun anaerobik.
Sementara itu, agensia biologis yang digunakan dapat berada dalam keadaan tersuspensi atau
terimobilisasi. Contoh reaktor yang menggunakan agensia terimobilisasi adalah bioreaktor
dengan unggun atau bioreaktor membran.
Komponen utama bioreaktor terdiri atas tangki, sparger, impeller, saringan halus atau
baffle dan sensor untuk mengontrol parameter. Tanki berfungsi untuk menampung campuran
substrat, sel mikroorganisme, serta produk. Volume tanki skala laboratorium berkisar antara 1
– 30 L, sedangkan untuk skala industri dapat mencapai lebih dari 1 000 L. Sparger terletak di
bagian bawah bioreaktor dan berperan untuk memompa udara, dan mencegah pembentukan
gelembung oksigen. Impeller berperan dalam agitasi dengan mengaduk campuran substrat
dan sel. Impeller digerakkan oleh rotor. Baffle juga berperan untuk mencegah terjadinya efek
pusaran air akibat agitasi yang dapat mengganggu agitasi yang seharusnya. Sensor berperan
untuk mengontrol lingkungan dalam bioreaktor. Kontrol fisika meliputi sensor suhu, tekanan,
agitasi, foam, dan kecepatan aliran. Sedangkan, kontrol kimia meliputi sensor pH, kadar
oksigen, dan perubahan komposisi medium.
Rancangan dari sebuah bioreactor seperti digambarkan dibawah ini: