BAB IPENDAHULUAN1.1 LATAR BELAKANGKusta telah menyerang manusia
sejak 300 sm, dan telah dikenal oleh peradaban tiongkok kuna, mesir
kuna, dan india. Pada 1995, organisasi kesehatan dunia (who)
memperkirakan terdapat dua hingga tiga juta jiwa yang cacat
permanen karena kusta. walaupun pengisolasian atau pemisahan
penderita dengan masyarakat dirasakan kurang perlu dan tidak etis,
beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan di berbagai
belahan dunia, seperti india dan vietnam.Pengobatan yang efektif
terhadap penyakit kusta ditemukan pada akir 1940 dengan
diperkenalkannya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga, bakteri
penyebab lepra secara bertahap menjadi kebal terhadap dapson dan
menjadi kian menyebar. Hal ini terjadi hingga ditemukannya
pengobatan multiobat pada awal 1980 penyakit ini pun mampu
ditangani kembali.Penyakit kusta ialah sebuah penyakit infeksi
kronis yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae. Penyakit
ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa
dari saluran pernapasan atas dan lesi pada kulit adalah tanda yang
bisa diamati dari luar. Bila tidak ditangani, kusta dapat sangat
progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota
gerak, dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar di masyarakat,
kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang begitu mudah.
Oleh karena itu penulis membuat makalah tentang asuhan keperawatan
pada klien dengan Morbus Hansen.
1.2 RUMUSAN MASALAH1. Dalam makalah ini kami mengangkat beberapa
permasalahan yang terkait dengan Penanggulangan penyakit kusta,
yaitu sebagai berikut :2. Bagaimana gambaran umum penyakit kusta
?3. Apa etiologi kusta?4. Bagaimana klasifikasinya?5. Apa saja
bentuk-bentuk dan gejala penyakit kusta ?6. Bagaimana komplikasinya
?7. Bagaimana cara penatalaksanaanya?8. Bagaimana rehabilitasinya
orang yang mengalami kusta ?9. Bagaimana asuhan keperawatan pada
pasien kusta ?
1.3 TUJUAN1. Untuk mengetahui gambaran umum penyakit kusta yang
meliputi definisi 2. Untuk mengetahui apa saja etiologi kusta3.
Untuk mengetahui klasifikasi kusta 4. Untuk mengetahui manifestasi
kusta5. Untuk mengetahui bagaimana peatalaksanaan penyakit kusta 6.
Untuk mengetahui bagaimana upaya pencegahan penyakit kusta 7. Untuk
mengetahui bagaimana cara rehabilitasinya8. Untuk mengetahui
bagaimanaa asuhan keperawatan pada pasien morbus hansen
BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 DEFINISIMorbus Hansen (lepra atau
morbus Hansen) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi
mycobacterium leprae (Kapita Selekta Kedokteran UI, 2000)Penyakit
Morbus Hansen adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan
oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang menyerang saraf tepi,
kulit dan jaringan tubuh lainnya (Departeman Kesehatan, Dit. Jen
PPM & PL, 2002)Jadi, Morbus Hansen adalah penyakit kronis yang
disebabkan oleh Myrobacterium Lepra yang menyerang saraf tepi,
kulit dan jaringan tubuh lainnya.
2.2 ETIOLOGI
Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri Myobacterium leprae yang
ditemukan pada tahun 1874, oleh GA Hansen . Kuman ini berbentuk
batang,gram positip, berukuran 0.34 x 2 mikron dan berkelompok
membentuk globus. Kuman Myohacterium leprae hidup pada sel Schwann
dan sistim retikuloendotelial, dengan masa generasi 12-24 hari, dan
termasuk kuman yang tidak ganas serta lambat
berkembangnya.Kuman-kuman kusta berbentuk batang, biasanya
berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu dengan ukuran panjang
1-8 mic, lebar 0,2-0,5 mic yang bersifat tahan asam.Sampai saat ini
kuman tersebut belum dapat dibiakkan dalam medium buatan, dan
manusia merupakan satu-satunya sumber penularan. Berbagai usaha
telah dilakukan untuk membiakkan kuman tersebut yaitu melalui:
telapak kaki tikus, tikus yang diradiasi,armadillo, kultur jaringan
syaraf manusia dan pada media buatan. Diagnosis penyakit lepra
melalui usapan sekret hidung dan melalui kerokan kulit penderita.
Kuman yang berada di sekret hidung yang kering,dapat bertahan hidup
sampai 9 hari di luar tubuh, sedangkan di tanah yang lembab dan
suhu kamar, kuman ini dapat bertahan sampai 46 hari.
2.3 PATOFISIOLOGIMekanisme penularan penyakit Morbus Hansen
diawali dari kuman Mycobacterium Leprea. Kuman ini biasanya
berkelompok dan hidup dalam sel serta mempunyai sifat tahan asam
(BTA) . Kuman Morbus Hansen ini pertama kali menyerang saraf tepi,
yang selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas
bagian atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang, dan
testis kecuali susunan saraf pusat. Mekanisme penularan yang tepat
belum diketahui. Beberapa hipotesis telah dikemukakan seperti
adanya kontak dekat dan penularan dari udara. Terdapat bukti bahwa
tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman M. leprae menderita
kusta, dan diduga faktor genetika juga ikut berperan.
Kerusakan saraf pada pasien Morbus Hansen diakibatkan M.Leprae
yang memiliki bagian G domain of extracellular matriks protein
laminin 2 yang akan berikatan dengan sel schwaan melalui reseptor
dystroglikan lalu akan mengaktifkan MHC (Major Histocompatibility
Complex) kelas II setelah itu mengaktifkan CD4+. CD4+ akan
mengaktifkan Th1 dan Th2 dimana Th1 dan Th2 akan mengaktifkan
makrofag. Makrofag gagal memakan M. Leprae akibat adanya fenolat
glikolipid I yang melindungi di dalam makrofag. Ketidakmampuan
makrofag akan merangsang makrofag bekerja terus-menerus untuk
menghasilkan sitokin dan GF(Growht Factor) yang lebih banyak lagi.
Sitokin dan GF tidak mengenal bagian self atau nonself sehingga
akan merusak saraf dan saraf yang rusak akan diganti dengan
jaringan fibrous sehingga terjadilah penebalan saraf tepi. Sel
schwann merupakan APC non professional. Akibatnya akan mengalami
gangguan fungsi saraf tepi seperti sensorik, motorik dan otonom.
Serangan terhadap fungsi sensorik akan menyebabkan terjadinya luka
pada tangan atau kaki, yang selanjutnya akan mati rasa (anestasi).
Kerusakan fungsi motorik akan mengakibatkan lemah atau lumpuhnya
otot kaki atau tangan, jari-jari tangan atau kaki menjadi bengkok.
Rusaknya fungsi otonom berakibat terjadinya gangguan pada kelenjar
keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga
kulit menjadi kering, menebal, mengeras, dan pecah-pecah yang pada
akhirnya akan membuat si penderita cacat seumur hidup.Kelainan juga
terjadi pada kulit, dalam hal ini dapat berupa hipopigmentasi
(semacam panu) bercak-bercak merah, infiltrat (penebalan kulit) dan
nodul (benjolan). Infiltrasi granuloma ke dalam adneksa kulit yang
terdiri atas jaringan keringat, kelenjar palit, dan folikel rambut
dapat mengakibatkan kulit kering dan alopesia. Penyakit ini dapat
menimbulkan ginekomastia akibat gangguan keseimbangan hormonal dan
oleh karena infiltrasi granuloma pada tubulus seminiferus testis.
Penderita lepra lepromatosa dapat menjadi impoten dan mandul,
karena infeksi ini dapat menurunkan kadar testosteron dan jumlah
sperma yang dihasilkan oleh testis. Pada kornea mata akan terjadi
kelumpuhan pada otot mata mengakibatkan kurang atau hilangnya
reflek kedip, sehingga mata akan mudah kemasukan kotoran dan
benda-benda asing yang dapat menimbulkan kebutaan. Kerusakan mata
pada kusta dapat primer dan sekunder. Primer mengakibatkan alopesia
pada alis mata dan bulu mata, juga dapat mendesak jaringan mata
lainnya. Sekunder disebabkan oleh rusaknya N.fasialis yang dapat
membuat paralisis N.orbitkularis palpebrarum sebagian atau
seluruhnya, mengakibatkan lagoftalmus yang selanjutnya, menyebabkan
kerusakan bagian bagian mata lainnya. Secara sendirian atau bersama
sama akan menyebabkan kebutaan.
Micobakteriumleprae,bersifat (BTA) dan
obligatintraselullerPATHWAY
Gangguan Citra DiriIntolerensi aktivitasKerusakan fungsi
motorikmengakibatkan lemahotot kaki atau tanganRusaknya fungsi
otonomberakibat terjadinya gangguan pada kelenjar keringat,
kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darahSerangan terhadap
fungsi sensorikmenyebabkanlukaGangguan Rasa Nyaman, nyeriKerusakan
Integritas kulitTuberkoloidDerajat imunitas rendahDerajat imunitas
tinggiMenyerang sarafperifer,kulit,mukosa saluranpernafasan bagian
atas
2.4 KLASIFIKASIMenurut Ridley dan Joplin membagi klasifikasi
kusta berdasarkan gambaran klinis, bakteriologik, histo patologik,
dan status imun penderita menjadi :1. TT : Lesi berupa makula hipo
pigmantasi/eutematosa dengan permukaan kering dan kadang dengan
skuama di atasnya. Jumlah biasanya yang satudenga yang besar
bervariasi. Gejala berupa gangguan sensasibilitas, pertumbuhan
langsung dan sekresi kelenjar keringat. BTA ( - ) dan uji lepramin
( + ) kuat.2. BT : Lesi berupa makula/infiltrat eritematosa dengan
permukaan kering bengan jumlah 1-4 buah, gangguan sensibilitas ( +
)3. Lesi berupa mamakula/infiltrat eritematosa permukaan agak
mengkilat. Gambaran khas lesi punched out dengan infiltrat
eritematosa batas tegas pada tepi sebelah dalam dan tidak begitu
jelas pada tepi luarnya.Gangguan sensibilitas sedikit, BTA ( + )
pada sediaan apus kerokan jaringan kulit dan uji lepromin ( - ).4.
BL : Lesi infiltrat eritematosa dalam jumlah banyak, ukuran
bervariasi, bilateral tapi asimetris, gangguan sensibilitas
sedikit/( - ), BTA ( + ) banyak, uji Lepromin ( - ).5. LL : Lesi
infiltrat eritematosa dengan permukaan mengkilat, ukuran kecil,
jumlah sangat banyak dan simetris. BTA ( + ) sangat banyak pada
kerokan jaringan kulit dan mukosa hidung, uji Lepromin ( - ).
WHO membagi menjadi dua kelompok, yaitu :1. Pansi Basiler (PB) :
I, TT, BT2. Multi Basiler (MB) : BB, BL, LLPerbedaan antara kusta
Pause Basiler (PB) dengan Multi Basiler (MB)menurut WHONoKelainan
kulit & hasil pemeriksaanPause BasilerMultiple Basiler
1Bercak
(makula)a.Jumlahb.Ukuranc.Distribusid.Konsistensie.Batasf.Kehilangan
rasa pada bercakg.Kehilangan berkemampuan berkeringat,berbulu
rontok pada bercaka.1-5b.Kecil dan besarc.Unilateral atau bilateral
asimetrisd.Kering dan kasare. Tegasf.Selalu ada dan jelasg.Bercak
tidak berkeringat, ada bulu rontok pada
bercaka.Banyakb.Kecil-kecilc.Bilateral, simetrisd.Halus, berkilate.
Kurang tegasf.Biasanya tidak jelas, jika ada terjadi pada yang
sudah lanjutg.Bercak masih berkeringat, bulu tidak rontok
2Infiltrata.Kulitb.Membranamukosa tersumbat perdarahan
dihidunga.Tidak adab.Tidak pernah adaa.Ada, kadang-kadang tidak
adab.Ada, kadang-kadang tidak ada
3Ciri hidungcentral healingpenyembuhan ditengaha.Punched out
lessib.Medarosisc.Ginecomastiad.Hidung pelanae. Suara sengau
4NodulusTidak adaKadang-kadang ada
5Penebalan saraf tepiLebih sering terjadi dini, asimetrisTerjadi
pada yang lanjut biasanya lebih dari 1 dan simetris
6Deformitas cacatBiasanya asimetris terjadi diniTerjadi pada
stadium lanjut
7ApusanBTA negatifBTA positif
2.5 MANIFESTASI KLINIS1. Menurut klasifikasi Ridley dan
Joplinga) Tipe Tuberkoloid ( TT ) Mengenai kulit dan saraf. Lesi
bisa satu atau kurang, dapat berupa makula atau plakat, batas
jelas, regresi, atau, kontrol healing ( + ). Permukaan lesi
bersisik dengan tepi meninggi, bahkan hampir sama dengan psoriasis
atau tinea sirsirata. Terdapat penebalan saraf perifer yang teraba,
kelemahan otot, sedikit rasa gatal. Infiltrasi Tuberkoloid ( + ),
tidak adanya kuman merupakan tanda adanya respon imun pejamu yang
adekuat terhadap basil kusta.b) Tipe Borderline Tuberkoloid ( BT )
Hampir sama dengan tipe tuberkoloid Gambar Hipopigmentasi,
kekeringan kulit atau skauma tidak sejelas tipe TT. Gangguan saraf
tidak sejelas tipe TT.Biasanya asimetris. Lesi satelit ( + ),
terletak dekat saraf perifer menebal.c) Tipe Mid Borderline ( BB )
Tipe paling tidak stabil, jarang dijumpai. Lesi dapat berbentuk
macula infiltrate. Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi kurang
jelas, jumlah lesi melebihi tipe BT, cenderung simetris. Lesi
sangat bervariasi baik ukuran bentuk maupun distribusinya. Bisa
didapatkan lesi punched out, yaitu hipopigmentasi berbentuk oral
pada bagian tengah dengan batas jelas yang merupaan ciri khas tipe
ini.d) Tipe Borderline Lepromatus ( BL ) Dimulai makula, awalnya
sedikit lalu menjadi cepat menyebar ke seluruh tubuh. Makula lebih
jelas dan lebih bervariasi bentuknya, beberapa nodus melekuk bagian
tengah, beberapa plag tampak seperti punched out. Tanda khas saraf
berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan
gugurnya rambut lebih cepat muncil daripada tipe LL dengan
penebalan saraf yang dapat teraba pada tempat prediteksi.e) Tipe
Lepromatosa ( LL ) Lesi sangat banya, simetris, permukaan halus,
lebih eritoma, berkilap, batas tidak tegas atau tidak ditemuka
anestesi dan anhidrosis pada stadium dini. Distribusi lesi khas :
Wajah : dahi, pelipis, dagu, cuping telinga. Badan : bahian
belakang, lengan punggung tangan, ekstensor tingkat bawah.Stadium
lanjutan : Penebalan kulit progresif Cuping telinga menebal Garis
muka kasar dan cekung membentuk fasies leonine, dapat disertai
madarosis, intis dan keratitis. Lebih lanjut Deformitas hidung
Pembesaran kelenjar limfe, orkitis atrofi, testis Kerusakan saraf
luas gejala stocking dan glouses anestesi. Penyakit progresif,
makula dan popul baru. Tombul lesi lama terjadi plakat dan nodus.
Stadium lanjutSerabut saraf perifer mengalami degenerasi
hialin/fibrosis menyebabkan anestasi dan pengecilan tangan dan
kaki.f) Tipe Interminate ( tipe yang tidak termasuk dalam
klasifikasi Redley & Jopling) Beberapa macula hipopigmentasi,
sedikit sisik dan kulit sekitar normal. Lokasi bahian ekstensor
ekstremitas, bokong dan muka, kadang-kadang dapat ditemukan makula
hipestesi dan sedikit penebalan saraf. Merupakan tanda interminate
pada 20%-80% kasus kusta. Sebagian sembuh spontan.
Gambaran klinis organ lain Mata : iritis, iridosiklitis,
gangguan visus sampai kebutaan Tulang rawan : epistaksis, hidung
pelana Tulang & sendi : absorbsi, mutilasi, artritis Lidah :
ulkus, nodus Larings : suara parau Testis : ginekomastia,
epididimitis akut, orkitis, atrofi Kelenjar limfe : limfadenitis
Rambut : alopesia, madarosis Ginjal : glomerulonefritis, amilodosis
ginjal, pielonefritis, nefritis interstitial.
2. Menurut WHO (1995), diagnosis kusta ditegakkan bila terdapat
satu dari tanda kardinal berikut:a) Adanya lesi kulit yang khas dan
kehilangan sensibilitas. Lesi kulit dapat tunggal atau multipel,
biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau
berwarna tembaga. Lesi dapat bervariasi tetapi umumnya berupa
makula, papul, atau nodul. Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit
merupakan gambaran khas. Kerusakan saraf terutama saraf tepi,
bermanifestasi sebagai kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan
otot. Penebalan saraf tepi saja tanpa disertai kehilangan
sensibilitas dan/atau kelemahan otot juga merupakan tanda kusta.b)
BTA positif. Pada beberapa kasus ditemukan basil tahan asam dari
kerokan jaringan kulit. Bila ragu-ragu maka dianggap sebagai kasus
dicurigai dan diperiksa ulang setiap 3 bulan sampai ditegakkan
diagnosis kusta atau penyakit lain.
3. Menurut (Dep Kes RI. Dirjen PP & PL, 2007). Tanda-tanda
utama atau Cardinal Sign penyakit kusta, yaitu:a) Lesi (kelainan)
kulit yang mati rasa Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak
keputih-putihan (hypopigmentasi) atau kemerah-merahan
(erithematous) yang mati rasa (anaesthesi).b) Penebalan saraf tepi
yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan fungsi saraf
ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis
perifer ). Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa : Gangguan fungsi
sensori seperti mati rasa Gangguan fungsi motoris seperti kelemahan
otot (parese) atau kelumpuhan ( paralise) Gangguan fungsi otonom
seperti kulit kering dan retak-retak.c) Adanya bakteri tahan asam
(BTA) didalam kerokan jaringan kulit (BTA+) Seseorang dinyatakan
sebagai penderita kusta apabila di temukan satu atau lebih dari
tanda-tanda utama diatas. Pada dasarnya sebagian besar penderita
dapat didiagnosis dengan pemeriksaan klinis. Namun demikian pada
penderita yang meragukan dapat dilakukan pemeriksaan kerokan kulit.
Apabila hanya ditemukan cardinal sign kedua perlu dirujuk kepada
wasor atau ahli kusta, jika masih ragu orang tersebut dianggap
sebagai penderita yang dicurigai.
2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK1. Inspeksi. Pasien diminta memejamkan
mata, menggerakan mulut, bersiul, dan tertawa untuk mengetahui
fungsi saraf wajah. Semua kelainan kulit di seluruh tubuh
diperhatikan, seperti adanya makula, nodul, jaringan parut, kulit
yang keriput, penebalan kulit, dan kehilangan rambut tubuh
(alopesia dan madarosis).2. Pemeriksaan sensibilitas pada lesi
kulit dengan menggunakan kapas (rasa raba), jarum pentul yang tajam
dan tumpul (rasa nyeri), serta air panas dan dingin dalam tabung
reaksi (rasa suhu).3. Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya
dilakukan pada : n. auricularis magnus, n. ulanaris, n. radialis,
n. medianus, n. peroneus, dan n. tibialis posterior. Hasil
pemeriksaan yang perlu dicatat adalah pembesaran, konsistensi,
penebalan, dan adanya nyeri tekan. Perhatikan raut muka pasien
apakah ia kesakitan atau tidak saat saraf diraba.4. Pemeriksaan
fungsi saraf otonom, yaitu memeriksa ada tidaknya kekeringan pada
lesi akibat tidak berfungsinya kelenjar keringat dengan menggunakan
pensil tinta.Klasifikasi Pause Basiler dan Multi Basiler menurut
P2MPLPKelainan kulit dan hasil pemeriksaan bakteriologisTipe Pause
BasilerTipe Multi Basiler
1. Bercak (makula)a. Jumlahb. Ukuran c. Distribusid. Permukaan
e. Batasf. Gangguan sensitibilitas
g. Kehilangan kemampuan berkeringat, bulu rontok pada bercak2.
Infiltrata. Kulitb. Membrana mukosa (hidung tersumbat pendarahan di
hidung)3. Nodulus4. Penebalan syaraf tepi
5. Deformitas (cacat)
6. Sediaan apus7. ciri-ciri khusus1-5Kecil dan besarUnilateral
atau bilateral asimetrisKering dan kasarTegasSelalu ada dan
jelas
Bertcak tidak berkeringat, ada bulu rontok pada bercak
Tidak adaTidak pernah ada
Tidak adaLebih sering terjadi dini, asimetris
Biasanya asimetris terjadi dini
BTA negatifCentral healing penyembuhan di
tengahBanyakKecil-kecilBilateral, simetrisHalus, berkilatKurang
tegasBiasanya tidak jelas, jika ada, terjadi pada yang sudah
lanjutBercak masih berkeringat, bulu tidak rontok
Ada, kadang-kadang tidak adaAda, kadang-kadang tidak
adaKadang-kadang adaTerjadi pada yang lanjut, biasanya lebih dari
satu dan simetrisTerjadi pada usia lanjutBTA positifpunched
Dikutip dan dimodifikasi dari Buku Panduan Pemberantasan Kusta
Depkes (1999)Klasifikasi Pause Basiler dan Multi Basiler
berdasarkan WHO (1995)Tipe Pause BasilerTipe Multi Basiler
Lesi kulit(macula datar, papul yang meninggi, nodus)
Kerusakan saraf (menyebabkan hilangnya sensasi/kelemahan otot
yang dipersarafi oleh saraf yang terkena)
1-5 lesiHipopigmentasi/eritemaDistribusi tidak simetrisHilangnya
sensasi yang jelas Hanya satu cabang saraf> 5Distribusi lebih
simetrisHilangnya sensasi
Banyak cabang saraf
Dikutip dan dimodifikasi dari WHO (1995)5. Pemeriksaan
BakteriologisKetentuan pengambilan sediaan adalah sebagai berikut :
Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif Kulit muka
sebaiknya dihindari karena lalasan kosmetik, kecuali tidak
ditemukan lesi di tempat lain Pemeriksaan ulangan dilakukan pada
lesi kulit yang sama dan bila perlu ditambah dengan lesi kulit yang
baru timbul Lokasi pengambilan sediaan apus untuk pemeriksaan M.
leprae ialah :a. Cuping telinga kiri/kananb. Dua sampai empat lesi
kulit yang aktif di tempat lainSediaan dari selaput lender hidung
sebaiknya dihindari karena :a. Tidak menyenangkan pasienb. Positif
palsu karena ada mikobakterium lainc. Tidak pernah ditemukan M.
leprae pada selaput lendir hidung apabila sediaan apus kulit
negatived. Pada pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput
lender hidung lebih dahulu negative daripada sediaan kulit ditempat
lainIndikasi pengambilan sediaan apus kulit :a. Semua orang yang
dicurigai menderita kustab. Semua pasien baru yang didiagnosis
secara klinis sebagai pasien kustac. Semua pasien kusta yang diduga
kambuh (relaps) atau karena tersangka kuman resisten terhadap
obatd. Semua pasien Multi Basiler setiap satu tahun
sekaliPemeriksaan bakteriologis dilakukan dengan pewarnaan tahan
asam, yaitu Ziehl Neelsen atau Kinyoun-gabett.Cara menghitung BTA
dalam lapangan mikroskop ada 3 metode, yaitu cara zig zag, huruf z,
dan setengah/ seperempat lingkaran. Bentuk kuman yang mungkin
ditemukan adalah bentuk utuh (solid), pecah-pecah (fragmented),
granular (granulates), globus, dan clamps.6. Indeks Bakteri
(IB)Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan
hapus, IB digunakan untuk menentukan tipe kusta dan mengevaluasi
hasil pengobatan. Penilaian dilakukan menurut skala logaritma
Ridley sebagai berikut : 0 Bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan
pandang +1 Bila 1-10 BTA dalam 100 lapangan pandang +2 Bila 1-10
BTA dalam 10 lapangan pandang +3 Bila 1-10 BTA dalam rata-rata 1
lapangan pandang +4 Bila 11-100 BTA dalam rata-rata 1 lapangan
pandang +5 Bila 101-1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang +6
Bila > 1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang 7. Indeks
Morfologi (IM)Merupakan persentase BTA bentuk utuh terhadap seluruh
BTA. IM digunakan untuk mengetahui daya penularan kuman,
mengevaluasi hasil pengobatan, dan membantu menentukan resistensi
terhadap obat. Contoh menghitung IB dan IM sebagai berikut :
Lokasi pengambilanKepadatanSolidFragmented/granulated
Daun telinga kiri Daun telinga kanan Paha kiri Bokong kanan5 +4
+4 +4+563495949796
17 +18382
2.7 PENATALAKSANAAN1. Terapi MedikTujuan utama program
pemberantasan kusta adalah menyembuhkan pasien kusta dan mencegah
timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien
kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan
insidens penyakit.Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi
rifampisin, klofazimin dan DDs dmluai tahun 1981. Program ini
bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat,
mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan
mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.Rejimen
pengobatan MDT di Indonesia sesuai rekomendasi WHO (1995) sebagai
berikut Tipe PBJenis obat dan dosis untuki orang dewasa :1.
Rifampisin 600 mg/bulan diminum di depan petugas2. Klofazimin 300
mg/bulan diminum di depan petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50
mg/hari diminum di rumah3. DDS 100 mg/hari diminum di rumah.
Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam wktu maksimal 36 bulan.
Sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT (Released From
Treatment = berhenti minum obat kusta) meskipun secara klinis
lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteti positif. Menurut WHO
(1998) pengobatan MB diberikan untuk dosis yang diselesaikan dalam
12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.Dosis untuk
anakKlofazimin :Umur di bawah 10 tahun : Bulanan 100 mg/bulan
Harian 50 mg/2 kali/minggu Umur 11-14 tahun Bulanan 100 mg/bulan
Harian 50 mg/3 kali/mingguDDS : 1-2 mg/jkg berat badan Rifampisin :
10-15 mg/kg berat badan Pengobatan MDT terbaru Metode ROM adalah
pengobatan MDT terbaru. Menurut WHO (1998), pasien kusta tipe Pause
Basiler dengan lesi hanya satu cukup diberikan dosis tunggal
rifampisin 600 mg, ofloksasin 400 mg, dan minosiklin 100 mg dan
pasien langsung dinyatakan RFT, sedangkan untuk tipe Pause Basiler
dengan lesi 2-5 lesi diberikan 6 dosis dalam 6 bulan. Untuk tipe
Multi Basiler diberikan sebagai obat alternative dan dianjurkan
digunakan sebanyak 24 dosis dalam 24 bulan. Putus ObatPada pasien
kusta tipe Pause Basiler yang tidak minum obat sebanyak 4 dosis
dari yang seharusnya maka dinyatakan DO, sedangkan pasien kusta
tipe Multi Basiler dinyatakan DO bila tidak minum obat 12 dosis
dari yang seharusnya.
2. Perawatan Umum Perawatan pada morbus hansen umumnya untuk
mencegah kecacatan. Terjadinya cacat pada kusta disebabkan oleh
kerusakan fungsi saraf tepi, baik karena kuman kusta maupun karena
peradangan sewaktu keadaan reaksi netral.A. Perawatan mata dengan
lagophthalmos Penderita memeriksa mata setiap hari apakah ada
kemerahan atau kotoran Penderita harus ingat sering kedip dengan
kuat Mata perlu dilindungi darikekeringan dan debuB. Perawatan
tangan yang mati rasa Penderita memeriksa tangannya tiap hari untuk
mencari tanda-tanda luka, melepuh Perlu direndam setiap hari dengan
air dingin selama lebihkurang setengah jam Keadaan basah diolesi
minyak Kulit yang tebal digosok agar tipisdan halus Jari bengkok
diurut agar lurus dansendi-sendi tidak kaku Tangan mati rasa
dilindungi dari panas, benda tajam, lukaC. Perawatan kaki yang mati
rasa Penderita memeriksa kaki tiap hari Kaki direndam dalam air
dingin lebih kurang jam Masih basah diolesi minyak Kulit yang keras
digosok agar tipisdan halus Jari-jari bengkok diurut lurus Kaki
mati rasa dilindungiD. Perawatan luka Luka dibersihkan dengan sabun
pada waktu direndam Luka dibalut agar bersih Bagian luka
diistirahatkan daritekanan Bila bengkak, panas, bau bawa ke
puskesmas
2.8 INDIKASI RUJUKANa. Memastikan diagnosis penyakit kusta b.
Neuritis akut dan subakutc. Reaksi reversal beratd. Reaksi ENL
berate. Komplikasi pada mataf. Reaksi terhadap antikustag.
Tersangka resisten terhadap antikustah. Pasien cacat yang
memerlukan rehabilitasi medici. Pasien dengan keadaan umum buruk
atau daruratj. Pasien kusta yang membutuhkan latihan fisioterapik.
Pasien kusta yang membutuhkan terapi okupasil. Luka lebar dan dalam
pada anggota gerakm. Pasien kusta yang menbutuhkan tindakan bedah
septicn. Pasien yang memerlukan proteseo. Indikasi social
2.9 KOMPLIKASICacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada
pasien kusta baik akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun
neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta.
2.10 PENCEGAHANHingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk
penyakit kusta. Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa kuman kusta
yang masih utuh bentuknya, lebih besar kemungkinan menimbulkan
penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh. Jadi faktor
pengobatan adalah amat penting dimana kusta dapat dihancurkan,
sehingga penularan dapat dicegah. Disini letak salah satu peranan
penyuluhan kesehatan kepada penderita untuk menganjurkan kepada
penderita untuk berobat secara teratur. Pengobatan kepada penderita
kusta adalah merupakan salah satu cara pemutusan mata rantai
penularan.Kuman kusta diluar tubuh manusia dapat hidup 24-48 jam
dan ada yang berpendapat sampai 7 hari, ini tergantung dari suhu
dan cuaca diluar tubuh manusia tersebut. Makin panas cuaca makin
cepatlah kuman kusta mati. Jadi dalam hal ini pentingnya sinar
matahari masuk ke dalam rumah dan hindarkan terjadinya
tempat-tempat yang lembab. Ada beberapa obat yang dapat
menyembuhkan penyakit kusta. Tetapi kita tidak dapat menyembuhkan
kasus-kasus kusta kecuali masyarakat mengetahui ada obat penyembuh
kusta, dan mereka datang ke Puskesmas untuk diobati. Dengan
demikian penting sekali agar petugas kusta memberikan penyuluhan
kusta kepada setiap orang, materi penyuluhan kusta kepada setiap
orang, materi penyuluhan berisikan pengajaran bahwa : Ada obat yang
dapat menyembuhkan penyakit kusta Sekurang-kurangnya 80 % dari
semua orang tidak mungkin terkena kusta Enam dari tujuh kasus kusta
tidaklah menular pada orang lain Kasus-kasus menular tidak akan
menular setelah diobati kira-kira 6 bulan
2.11 REHABILITASIUsaha-usaha rehabilitasi meliputi medis,
okupasi, dan sosial. Usaha medis yang dapat dilakukan untuk cacat
tubuh antara lain operasi dan fisioterapi. Meskipun hasilnya tidak
sempurna kembali ke asal, fungsinya dapat diperbaiki. Lapangan
pekerjaan dapat diusahakan untuk pasien kusta yang sesuai dengan
cacat tubuh. Tetapi kejiwaan berupa bimbingan mental diupayakan
sedini mungkin pada setiap pasien, keluarga, dan masyarakat
sekitarnya untuk memberikan dorongan dan semangat agar dapat
menerima kenyataan dan menjalani pengobatan dengan teratur dan
benar sampai dinyatakan sembuh sacara medis. Rehabilitasi sosial
bertujuan memulihkan fungsi sosial ekonomi pasien sehingga
menunjang kemandiriannya dengan memberikan bimbingan sosial dan
peralatan kerja, serta membantu pemasaran hasil usaha pasien.
BAB IIIKONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIANA. Biodata Umur memberikan petunjuk mengenai dosis
obatyang diberikan, anak-anak dan dewasa pemberian dosis obatnya
berbeda. Pekerjaan, alamat menentukan tingkat sosial, ekonomi
dantingkat kebersihan lingkungan. Karena pada kenyataannya bahwa
sebagian besar penderita kusta adalah dari golongan ekonomi
lemah.B. Riwayat Penyakit Sekarang Biasanya klien dengan morbus
hansen datang berobat dengan keluhan adanya lesi dapat tunggal atau
multipel, neuritis(nyeri tekan pada saraf) kadang-kadang gangguan
keadaan umum penderita (demamringan) dan adanya komplikasi pada
organ tubuh.C. Riwayat Kesehatan Masa LaluPada klien dengan morbus
hansen reaksinya mudah terjadi jika dalam kondisi lemah, kehamilan,
malaria, stres, sesudahmendapat imunisasi.D. Riwayat Kesehatan
KeluargaMorbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang
disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang masa
inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota
keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular.E.
Riwayat Psikososial Fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita.
Klien yang menderita morbus hansen akan malu karena sebagian besar
masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit
kutukan, sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri,
sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada konsep dirikarena
penurunan.F. Pola Aktivitas Sehari-hari Aktifitas sehari-hari
terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki maupun
kelumpuhan. Klienmengalami ketergantungan pada orang lain dalam
perawatan diri karena kondisinyayang tidakmemungkinkan.
G. Pemeriksaan FisikKeadaan umum klien biasanya dalam keadaan
demam karena reaksi berat pada tipe I, reaksi ringan, berat tipe II
morbus hansen. Lemah karena adanya gangguan saraf tepi motorik.1.
Sistem penglihatan. Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik,
kornea mata anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi
infeksi mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi
kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta. Pada
morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada
organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause
basiler jika ada bercak pada alis mata maka alis mata akan
rontok.2. Sistem pernafasanKlien dengan morbus hansen hidungnya
seperti pelana dan terdapat gangguan pada tenggorokan.3. Sistem
persarafan:v Kerusakan fungsi sensorikKelainan fungsi sensorik ini
menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa. Alibat kurang/ mati rasa
pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada kornea
mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip.v Kerusakan fungsi
motorikKekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh
dan lama-lama ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan.
Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan akhirnya dapat
terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata
akan mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan (lagophthalmos).v
Kerusakan fungsi otonomTerjadi gangguan pada kelenjar keringat,
kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit menjadi
kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah.4. Sistem
muskuloskeletal. Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya
kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan
atropi.5. Sistem integumen. Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi
(seperti panu), bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat
(penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada kerusakan fungsi
otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan
gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan
pecah-pecah. Rambut: sering didapati kerontokan jika terdapat
bercak.
Harus diperiksa kelenjar regional karena dapat ditemukannya
pembesaran dari beberapa limfe. 1. InspeksiKaji adanya ruam, hipo
pigmentasi atau hiprpigmentasi sert eritematosa.dengan permukaan
yang kasar atau licin dengan batas yang kurang jelas. Pada tipe
tuberkuloid dapat ditemukan gangguan saraf kulit. Yang disrtai
dengan penebalan syaraf, adanya nyeri tekan akibat adanya jarinagn
fibrosa, anhidrisi, dan kerontokan rambut.pada tipe lepromatus ,
dijumpai hidung pelana dan wajah singa. Selain itu kaji juga adanya
kelainan otot berupa artrofi disuse otot yang ditandai dengan
kelumpuhan otot otot.Diikutui adanya kekakuan sendi atau kontraktur
sehingga terjadi clow hand, drop foot, dan drop hand. Kaji juga
adanya osteomilitis serta pemendekan kerusakan tulang. Kaji pula
kelainan mata akibat kelumpuhan. Inspeksi mata kering kereatitis
ulkus kornea iritis iridoksiklitik dan berakhir dengan kebutaan.
Kaji adanya ginekomastia. 2. PalpasiTemukan adanya penebalan
serabut syaraf, makula anastetika, pada tipe T, dan makula non
anastetika pada tipe L. Serta permukaan yang kering dan kasar.
Lakukan pemeriksaan sederhana, untuk menunjang kepastian diagnosis
penyakit kusta serta untuk mengetahui adanyaanastesia pada lesi.a.
Uji kulit. Uji ini paling sering dilakukan dan cara mudahnya
sehingga semua petugas dapat melakukannya, penggunaan jarum untuk
untuk mengetahui adanya asa sakitdilakukan dengan meminta pasien
menyebutkan area yang lbih terasa nyeri. Serta kaji adanya rasa
pada kulit dengan adanya rasa jika disentuh kapas atau bulu ayam.
Jika tidak bisa, gunakan juga reaksi suhu.b. Uji keringat, biasanya
akan ditemukan anhidrosis karena rusaknya kelenjar keringat, uji
ini dilakukan dengan menggores lesi dengan pinsil tinta mulai dari
beberapa cm dari arah dalam keluar. Hasilnya akan terjadi perubahan
warna ungu sedangkan di area lesi tidak.c. Uji lepromin, untuk
menentukan diagnosis dan klasifikasi penyakit kusta. Tipe 1,T dan
BT: uji lepromin positif. Tipe BB, BL, LL: uji lepromin
negatif.
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi.2. Gangguan rasa
nyaman, nyeri berhubungan dengan proses inflamasi jaringan.3.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.4.
Gangguan konsep diri (citra diri) berhubungan dengan kecacatan dan
kehilangan fungsi tubuh.
3.3 INTERVENSINoDiagnosaNOCNIC
1Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan proses
inflamasiNOC : Tissue integrity : skin and mucous membranes Wound
healing: primary and secondary intention
Kriteria hasil : Klien mampu mengidentifiksi tentang keadaan
kulitnya saat ini. Klien mampu mengungkapkan tenteng perubahan
kulit yang terjadi pada dirinya. Klien mampu mendemonstrasikan yang
dianjurkan oleh perawat mengistirahatkan bagian yang terdapat lesi
dari tekanan. Menunjukkan regenerasi jaringan, mencapai penyembuhan
tepat waktu pada lesi.
NIC : Wound Care1. Kaji/ catat warna lesi,perhatikan jika ada
jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka2. Berikan perawatan
khusus pada daerah yang terjadi inflamasi3. Bersihkan lesi dengan
sabun pada waktu direndam4. Anjurkan klien untuk mengistirahatkan
bagian yang terdapat lesi dari tekanan5. Kolaborasi dengan TIM
Medis dalam mengevaluasi warna lesi dan jaringan yang terjadi
inflamasi perhatikan adakah penyebaran pada jaringan sekitar
NoDiagnosaNOCNIC
2Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
jaringan.NOC : Pain control Pain level
Kriteria hasil :setelah dilakukan tindakan keperawatan proses
inflamasi dapat berkurang dan nyeri berkurang dan beraangsur-angsur
hilangNIC :Pain Management1. Observasi lokasi, intensitas dan
penjalaran nyeri 2. Observasi tanda-tanda vital3. Ajarkan melakukan
tehnik distraksi dan relaksasi4. Anjurkan pasien mengatur posisi
senyaman mungkin5. kolaborasi dengan TIM Medis untuk pemberian
analgesik sesuai indikasi
NoDiagnosaNOCNIC
3.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
NOC : Toleransi aktivitas Self care: ADLs
Kriteria hasil: Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari
Kekuatan otot penuhNIC : Activity/Exercise
1. Observasi TTV2. Pertahankan posisi tubuh yang nyaman3.
Perhatikan sirkulasi, gerakan, kepekaan pada kulit4. Lakukan
latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif
kemudian aktif5. Anjurkan keluarga/orang yang terdekat untuk
memberi dukungan dan bantuan latihan6. kolaborasi dengan TIM Medis
dalam menjadwalkan pengobatan dan aktifitas perawatan untuk
memberikan periode istirahat
NoDiagnosaNOCNIC
4Gangguan konsep diri (citra diri) berhubungan dengan kecacatan
dan kehilangan fungsi tubuh.
NOC : Body Image Self esteem
Kriteria hasil:1. Pasien menyatakan penerimaan situasi diri2.
Memasukkan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri
negative
NIC : Body image enhancement1. Kaji makna perubahan pada
pasien2. Terima dan akui ekspresi frustasi, ketergantungan dan
kemarahan. Perhatikan perilaku menarik diri.3. Berikan harapan
dalam parameter situasi individu, jangan memberikan kenyakinan yang
salah4. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan kelompok pendukung
untuk pasien.5. Kolaborasi dengan TIM Medis dalam memberikan
penguatan positif.
3.4 IMPLEMENTASIPada kegiatan implementasi, perawat perlu
melakukan kontrak sebelumnya ( saat mensosalisasikan diagnosis
keperawatan ) untuk pelaksanaan yang meliputi kapan di laksanakan,
berapa lama waktu yang di butuhkan, materi /topik yang di
diskusikan, siapa yang melaksanakan, anggota keluarga yang perlu
mendapat informasi. ( sasaran langsumg implementasi ), dan
peralatan yang perlu di siapkan keluarga. Kegiatan ini bertujuan
agar keluarga dan perawat mempunyai kesiapan secara fisik dan
psikis pada saat implementasi.Implementasi merupakan aktualisasi
dari perencanaan yang telah di susun sebelumnya. Prinsip yang
mendasari implementasi keperawatan keluarga antara lain :1.
Implementasi mengacu pada rencana keperawatan yang di buat.2.
Implementasi di lakukan dengan tetap memperhatikan prioritas
masalah3. Kekuatan-kekuatan keluarga berupa finansial, motivasi,
dan sumber-sumber pendukung lainya jangan di abaikan.4.
Pendokumentasian implementasi keperawatan keluarga janganlah
terlupakan dengan mensertakan tanda tangan petugas sebagai bentuk
tanggung jawab profesi.Ada 3 tahap dalam tindakan keperawatan
keluarga yaitu :1. Tahap persiapan meliputi kegiatan-kegiatan :a.
Kontrak dengan keluargab. Mempersiapkan peralatan yang di
perlukanc. Mempersiapkan lingkungan yang kondusifd.
Mengidentifikasi aspek-aspek hukim dan etik2. Tahap 2 :
IntervensiTindakan keperawatan keluarga berdasarlkan kewenangan dan
tanggung jawab perawat secara profesional adalah :a. Independent
adalah suatu kegiatan yang di laksanakan oleh perawat sesuai dengan
kompetisi keperawatan tanpa petunjuk dan perintah dari tenaga
kesehatanb. Interdependent adalah suatu kegiatan yang memerlukan
suatu kerja sama tenaga kesehatan lainya.3. Tahap 3 :
Dokumentasi
3.5 EVALUASITahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan
yang sistematis dan terencana tentang kesehatan keluarga dengan
tujuan yang telah di tetapkan, di lakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan keluarga dalam
mencapai tujuan.Tahapan EvaluasiTahapan evaluasi di bagi dalam 2
jenis menurut Setiadi ( 2008 ) yaitu :1. Evaluasi Berjalan (
sumatif )Evaluasi jenis ini di kerjakan dalam bentuk pengisian
format catatan perkembangan dengan berorientasi kepada masalah yang
di alami oleh keluarga. Format yang di pakai adalah format
Subjektif, Objektif2. Evaluasi ( Formatif )Evaluasi jenis ini di
kerjakan dengan cara membandingkan antara tujuan yang akan di
capai. Bila terdapat kesenjangan antara keduanya, mungkin semua
tahap dalam proses keperawatan perlu di tinjau kembali, agar
data-data, masalah atau rencana yang perlu dimodifikasi.Evaluasi di
susun dengan menggunakan SOAP yang operasional :S : ungkapan dan
perasaaan dan keluhan yang di rasakan secara subjektif oleh
keluarga setelah implementasi keperawatanO :keadaan objektif yang
dapat di defenisikan oleh perawat menggunakan pengamatan yang
objektif setelah implementasi keperawatanA : Analisis perawat
setelah mengetahui respon subjektif dan objekti keluarga yang di
bandingkan denagn kriteria dan standar yang telah mengacu pada
tujuan pada rencana keperawatan keluargaP : Perencanaan selanjutnya
setelah perawat melakukan analisis
BAB IVPENUTUP
3.1 KESIMPULANKusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan
oleh kuman micobakterium leprae.Kusta dibagi dalam 2 bentuk, yaitu
kusta bentuk kering (tipe tuberkuloid)-kusta bentuk basah (tipe
lepromatosa). Micobakterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA)
bersifat obligat intraseluller,menyerang saraf perifer,kulit,dan
organ lain,seperti mukosa saluran napas bagian atas, hati, sumsum
tulang, kecuali susunan saraf pusat. Micobakterium leprae masuk
kedalam tubuh manusia, jika orang tersebut memiliki respon imunitas
yang tinggi maka kusta akan lebih mengarah pada tuberkuloid, namun
jika respon imunitas dari tubuh orang tersebut rendah maka kusta
akan lebih mengarah pada lepromatosa.Manifestasi klinik dari
penderita kusta adalah adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan
sensibilitas.Dalam memeberikan asuhan keperawatan pada klien kusta
yang perlu dilakukan adalah malakukan pengkajian, pemeriksaan
fisik, manentukan diagnosa keperawatan,kemudian memberikan tindakan
perawatan yang komprehensip.
3.2 SARANUntuk menanggulangi penyebaran penyakit kusta,
hendaknya pemerintah mengadakan suatu program pemberantasan kusta
yang mempunyai tujuan sebagai penyembuhan pasien kusta dan mencegah
timbulnya cacat serta memutuskan matarantai penularan dari pasien
kusta terutama tipe yang menular kepada orang lainuntuk menurunkan
insiden penyakit.Hendaknya masyarakat yang tinggal didaerah yang
endemi akan kusta diberikan penyuluhan tentang,cara
menghindari,mencegah,dan mengetahui gejala dini padakusta untuk
mempermudah pengobatanya.. Karena di dunia kasus penderita kusta
juga masih tergolong tinggi maka perlu diadakanya penelitian
tentang penanggulangan penyakit kusta yang efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Amin. 2013. Askep Kusta.
http://amienselalutersenyum.blogspot.com/2013/06/askep-kusta.html.
Diakses pada tanggal 09 Oktober 2014 pukul 12:00 WibDoctherman,
Joanne McCloskey dan Gloria N. Bulecheck.2004.Nursing Interventions
Classification (NIC) Fifth Edision.USEMoorhead, Sue
dkk.2004.Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth
Edision.USENanda Internasional.2011. Diagnosa Keperawatan :
Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGCTua, paian.
2010.Asuhan Keperawatan Morbus Hansen. http:///G:/Morbus
HANSEN/ASUHAN KEPERAWATAN STIKES BORROMEUS.htm#8132174575887535.
Diakses pada tanggal 09 Oktober 2014 pukul 11:57 WibUtomo, budi.
2011. Askep Morbus Hansen.
http:///G:/Morbus%20HANSEN/Be%20Positive%20Nurse%20%20ASKEP%20Morbus%20Hansen%20%28%20Kusta%29.htm#7376901208304817
. Diakses pada tanggal 09 Oktober 2014 pukul 11:50 Wib
Page | 8