TUGAS FARMAKOTERAPI 2ARITMIA
Disusun Oleh :1. Farah Maestri D.G1F0110372. Rizka
KhoirunnisaG1F0110393. Agustianty Nur H.G1F0110414. Kharis
MustofaG1F0110435. Nufi AttobibahG1F0110456. Nurlaela Yuni
A.G1F0110477. Rani saskia J.G1F0110498. Ines Nur H.G1F011051
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NASIONALUNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU ILMU
KESEHATANJURUSAN FARMASIPURWOKERTO
2014A. PENGERTIAN Aritmia adalah kelainan dalam kecepatan,
irama, tempat asal dari impuls, atau kelainan elektrofisiologi
jantung yang dapat disebabkan oleh gangguan system konduksi jantung
serta gangguan pembentukan atau penghantaran impuls yang
menyebabkan perubahan dalam urutan normal aktivitas atrium dan
ventrikel ( H.V Huikuri, 2007 ).Secara klinis, aritmia ventrikel
dibagi atas yang benigna, yang dapat menjadi maligna (potensi
maligna) dan maligna yang dapat menyebabkan kematian yang mendadak.
Aritmia tersebut dapat timbul karena kelainan dalam pembentukan
impuls, konduksi impuls, atau keduanya (Nafrialdi,
2007).BenignaPotensi malignaMaligna
Risiko mati mendadakSangat rendahSedangTinggi
Gejala klinikPalpitasiPalpitasiPalpitasi, sinkop, henti
jantung
Penyakit jantungBiasanya tak adaAdaAda
Parut dan hipertrofiTidak adaAdaAda
LVEFNormalRendahRendah
Frekuensi VPDRendah-sedangSedang-tinggiSedang-tinggi
Takikardia ventrikelTidak adaTidak adaAda berkelanjutan
Gangguan hemodinamikaTidak adaTidak ada-ringanSedang-berta
LVEF = left ventricular ejection fractionVPD = ventricular
premature depolarization(Nafrialdi, 2007).B. PATOFISIOLOGI 1.
Aritmia karena Gangguan Pembentukan ImpulsAda banyak contoh aritmia
yang timbul, baik karena peningktan atau kegagalan automatisasi
normal.
a. Automatisasi Normal yang BerubahHanya ada beberapa jenisl sel
jantung memperlihatkan automatisasi dalam keadaan normal suatu
nodus SA, nodus AV distal, dan sistem His-Purkinje (Nafrialdi,
2007). Nodus SAPada nodus ini, frekuensi impuls dapat diubah oleh
aktifitas otonomik atau penyakit intrinsik. Aktivitas vagal yang
meningkat dapat memperlambat atau menghentikan aktivitas sel pacu
di nodus SA dengan cara meningkatkan konduktansi K+ (gK). K+ ke
luar meningkat, sel pacu mengalami hiperpolarisasi, dan
memperlambat atau menghentikan depalarisai. Peningkatan aktivitas
simpatis ke nodus SA meningkatkan kecepatan depolarisasi fase4.
Penyakit intrinsik di nodus SA diduga menjadi penyebab aktivitas
pacu yang salah pda sindrom sinus sakit (sick sinus syndrome)
(Nafrialdi, 2007). Serabut PurkinjeAutomatisasi yang menguat pada
sistem His-purkinje merupakan penyebab aritmia yang umum pada
manusia. Epningkatan aktivitas simpatis dapat menyebabkan
bertambahnya kecepatan depolarisasi spontan. Efek vagus terhadap
sistem His-Purkinje belum diketahui dengan baik. Dalam keadaan
sakit, automatisasi pada sistem His-Purkinje dapat menurun. Pda
sindrom sinus sakit aktivitas sel pacu pada ventrikel dan nodus SA
tertekan (Nafrialdi, 2007).b. Pembentukan Impuls AbnormalAritmia
yang berasal dari sumber Impuls yang abnormal dapa dibagi dua,
yaitu automatisasi abnormal dan aktivitas terpicu (triggered
activity). Yang dimaksud dengan automatisasi abnormal adalah
terjadinya depolarisasi diastolik spontan pada nila Vm yang sangat
rendah (lebih positif), pada sel yang dalam keadaan normal
mempunyai potensi yang jauh lebih negatif. Aktivitas terpicu adalah
pembentukan impuls pda fase repolasrisasi yang sudah mencapai
ambang. Kedua mekanisme ini sangat berbeda dari mekanisme
pembentukan automatisasi normal. Di samping itu kedua mekanisme ini
dapat menyebabkan pembetukan impuls pada serabut yang biasanya
tidak mempunyai fungsi automatik (misalnya sel otot strium atau
ventrikel yang biasa) (Nafrialdi, 2007). Automatisasi
AbnormalSerabut Purkinje, sel atrium, dan sel ventrikel dapat
memperlihatkan depolarisasi diastolik spontan dan cetusan
automatisasi berulang bila potensial istrihat Vm diturunkan secara
nyata (misalnya sampai -60mV atau kurang negatif). Mekanisme ionik
untuk automatisasi abnormal seperti itu belum diketahui tetapi
mungkin disebabkan oleh arus masuk K+ dan Ca++ ke dalam sel
(Nafrialdi, 2007). Early After-DepolarizationIni adalah
depolarisasi sekunder yang terjadi sebelum repolarisasi selasai,
yaitu berawal pada potensial membran yang dekat kepda dataran
tinggi potensial aksi (gambar 20-4A). Dalam eksperimen early
afterdepilarizasion dapat ditimbulkan pada serabut Purkinje dengan
cara meregang serabut, atau karena hipoksia dan perubahan kimiawi
(Nafrialdi, 2007). Delayed After-DepolarizationIni adalah
depolarisasi sekunder yang terjadi pada awal diastol, yaitu setelah
repolarisasi penuh dicapai. Delayed afterdepolarization tidak dapt
tercetus dengan sendirinya (de nova), tetapi tergantung dari adanya
potensial aksi sebelumnya. Peristiwa ini terjadi bila sel tertentu
terpapar katekolamin, digitaslis tau kadar K+ ekstrasel yang
rendah, atau kadar Na+ yang rendah dan Ca++ tinggi dalam perfusat.
Depolarisasi seperti ini dapat mencapai ambang dan menimbulkan
depolarisasi tunggal yang prematur. Bila depolarisasi prematur ini
diikuti oleh depolasrisasi berikutnya, maka akan terjadi sepasang
ekstrasistol atau berubah menjadi takiaritmia. Beberapa faktor
dapat meningkatkan amplitudo delayed afterdepolarization dan
mencetusakan aktivitas terpicu, yaitu frekuensi denyat jantung yang
meningkatk, sistol prematur, peningkatan Ca++ ekstrasel,
katekolamin dan obat lain, khususnya digitalis (Nafrialdi,
2007).
A. Depolarisasi ikutan dini (early afterdepolarization).
Repolarisasi di sela oleh depolarisai sekunder. Respons ini dapat
merangsang serabut di dekatnya dan menjalar.B. Depolarisasi ikutan
terlambat (delayed afterdepolarization). Setelah repolarisasi penuh
tercapai, potensi istirahat (Vm) kembali mengalami depolarisasi
selintas. Jika mencapai ambang, dapat terjadi penjalaran respons
(Nafrialdi, 2007). Aktivitast TerpicuSeperti yang telah diuraikan
sebelumnya, delayed afterdepolarization dapat menimbulkan
ekstrasistol tunggal, atau berulang (trigged activity). Walaupun
tidak dapat berlansung terus menerus. Aktivitas terpicu mempunyai
banyak kesamaan dengan takiaritmia arus-balik, sehingga sukar untuk
mengetahui mana di antara keduanya yang menyebabkan takiaritmia
(Nafrialdi, 2007).
c. Aritmia yang Disebabkan Kelainan Konduksi ImpulsAritmia dapat
timbul karena menculnya aktivasi berulang yang dimulai oleh suatu
deplarisasi. Aritmia seperti itu yang sering juga dinamai aritmia
arus-balik (re-enternt arrhytmia) dapat berkelanjutan, tetapi tidak
tercetus sendiri. Faktor-faktor yang menentukan terjadinya
arus-balik adalah adanya hambatan searah, dan rintangan anatomis
atau fungsional terhadap konduksi sehingga terbentuk arus melingkar
(sirkuit). Di samping itu panjang lintasan sirkuit lebih besar
daripada panjang gelombang impuls jantung, di mana panjang
gelombang merupakan hasil perkalian antara kecepatan konduksi
dengan masa refrakter (lihat gambar 20-5). Untuk terjadinya
arus-balik, konduksi impuls harus sangat diperlambat, masa
refrakter harus nyata dipersingkat, atau keduanya. Konduksi di
sinus dan nodus AV biasanya sangat lambat, perlambatan lebih lanjut
oleh aktivitas prematur atau oleh penyakit mempermudah timbulnya
arus-balik. Walaupun arus-balik biasanya cepat seperti serabut
Putkinje dalam keadaan patologis. Demikian pula, walaupun
perlambatan konduksi merupakan dasar patofisiologi arus-balik,
parameter lain juga dapat berperan seperti pemendekan potensi aksi
dan refractoriness (Nafrialdi, 2007). Respons Cepat yang
BerubahBila potensial membran istirahat lebih positif daripada -75
mV (misalnya pada regangan atau kadar K ekstrasel yang tinggi),
Vmax dan kecepatan konduksi menurun secara nyata disebabkan oleh
inaktivasi kanal Na yang voltage-dependent. Bila potensial
istirahat berada antara -50 dan -65 mV, kecepatan konduksi sangat
berkurang, dan respons cepat yang abnormal memungkinkan terjadinya
arus-balik. Bila potensial membran lebih positif darpada -50 mV,
kanal Na+ tidak aktif dan respons cepat tidak muncul, pada nilai Vm
yang rendah seperti itu respon cepat melemah dan mungkin gagal
meneruskan konduksi (Nafrialdi, 2007).
Respons Lambat dan konduksi Sangat LambatPotensial aksi yang
lambat muncul pada serabut Purkinje yang terpapar ion K+ ekstrasel
yang tinggi dan katekolaminj. Pada rentang tegangan di mana
potensial lambat muncul, arus Na+ ke dalam sel tidak diaktifkan dan
arus pacu sama sekali berhenti, sehingga kedua aris ini tidak
mempunyai peran dalam pembentukan respons lambat. Arus yang
menyebabkan potensial lambat itu adalah arus ion Ca++ ke dalam sel
(iCa). Karena arus ini relatif kecil kekuatannya, respons lambat
lebih mudah terjadi jika arus ion ke luar berkurang. Karakteristik
respons lambat adalah amplitudonya antara 40-80 mV, kecepatan
depolarisasinya adalah 1-2 volt per detik, dan berlangsung selama
0,4-1 detik. Akibatnya respons lambat menjalar sangat lambat
sedemikian rupa sehingga arus-balik dapat terjadi dalam lintasan
yang sangat pendek. Di samping itu lama potensial aksi dan
refractoriness dapat sangat memendek pada daerah di pangkal tempat
penghambatan yang timbul karena adanya arus repolarisasi didekatnya
(Nafrialdi, 2007). Kemaknaan ReentryArus-balik (re-entry) dapat
muncul pada berbagai tempat di jantung, tetapi lebih mudah terjadi
di sekitar nodus SA dan AV. Arus-balik di daerha ini dapat
ditimbulkan pada jantung yang normal dengan menggunkan stimulasi
prematur untuk memperlambat konduksi dan menghasilkan hambatan
searah fungsional. Dalam klinik, takikardia superventrikel
proksimal biasanya disebabkan oleh arus-balik. Arus-balik pada
sistem His-Purjinke dianggap sebagai penyebab depolarisasi prematur
ventrikel yang berpasangan (pulsus bigeminus) dan takikardia
ventrikel pada manusia (Nafrialdi, 2007).
C. TANDA DAN GEJALABanyak dari aritmia jantung tidak menimbulkan
gejala ataupun tanda. Begitu tanda atau gejala timbul, beberapa
diantaranya yang paling sering terjadi (Suci, 2011): Berdebar debar
atau berdetak terlalu cepat atau terlalu lambat Detak jantung tidak
teratur Perasaan seperti adanya jeda antara detak jantung satu
dengan yang lainnyaTanda dan gejala yang menggambarkan hal yang
lebih buruk : Cemas Terasa lemah dan pusing Pengsan atau terasa
ingin pingsan Berkeringat Nafas pendek, sesak Nyeri dada
D. PREVALENSIStudi epidemiologic jangka panjang menunjukan bahwa
pria mempunyai resiko gangguan irama ventrikel 2 4 kali lipat
dibandingkan dengan wanita. Data epidemiologi dari New Englan
Medical Journal ( 2001 ) menyebutkan bahwa kelainan struktur arteri
koroner merupakan penyebab 80 % gangguan irama jantung dan dapat
berakhir dengan kematian mendadak. Data Framingham ( 2002 )
menunjukan bahwa angka kejadian gangguan irama jantung akan
meningkat dengan pertambahan usia. Diperkirakan, populasi geriatric
( lansia) akan mencapai 11, 39 % di Indonesia atau 28 juta orang di
Indonesia pada tahun 2020. Makin bertambah usia, presentasi
kejadian akan meningkat yaitu 70 % pada usia 65 85 tahun dan 84 %
diatas 85 tahun ( Futhuri,2009).
E. ETIOLOGIEtiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat
disebabkan oleh :1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik,
peradangan miokard (miokarditis karena infeksi)2. Gangguan
sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri
koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.3. Karena obat
(intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat
anti aritmia lainnya4. Gangguan keseimbangan elektrolit
(hiperkalemia, hipokalemia)5. Gangguan pada pengaturan susunan
saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung6. Ganggguan
psikoneurotik dan susunan saraf pusat.7. Gangguan metabolik
(asidosis, alkalosis)8. Gangguan endokrin (hipertiroidisme,
hipotiroidisme)9. Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau
tumor jantung10. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi
(fibrosis sistem konduksi jantung)(Price, 1995 ).F. FAKTOR
RESIKOFaktor-faktor tertentu dapat meningkatkan resiko terkena
aritmia jantung atau kelainan irama jantung. Beberapa faktor
tersebut diantaranya adalah:1. Penyakit Arteri Koroner Penyempitan
arteri jantung, serangan jantung, katup jantung abnormal,
kardiomiopati, dan kerusakan jantung lainnya adalah faktor resiko
untuk hampir semua jenis aritmia jantung.2. Tekanan Darah
TinggiTekanan darah tinggi dapat meningkatkan resiko terkena
penyakit arteri koroner. Hal ini juga menyebabkan dinding ventrikel
kiri menjadi kaku dan tebal, yang dapat mengubah jalur impuls
elektrik di jantung.3. Penyakit Jantung BawaanTerlahir dengan
kelainan jantung dapat memengaruhi irama jantung.
4. Masalah pada TiroidMetabolisme tubuh dipercepat ketika
kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid terlalu banyak. Hal ini
dapat menyebabkan denyut jantung menjadi cepatdan tidak
teratursehingga menyebabkanfibrilasi atrium (atrial
fibrillation).Sebaliknya, metabolisme melambat ketika kelenjar
tiroid tidak cukup melepaskan hormon tiroid, yang dapat menyebabkan
bradikardi (bradycardia).5. Obat dan SuplemenObat batuk dan flu
serta obat lain yang mengandung pseudoephedrine dapat berkontribusi
pada terjadinya aritmia.6. ObesitasSelain menjadi faktor resiko
untuk penyakit jantung koroner, obesitas dapat meningkatkan resiko
terkena aritmia jantung.7. DiabetesResiko terkena penyakit jantung
koroner dan tekanan darah tinggi akan meningkat akibat diabetes
yang tidak terkontrol. Selain itu, gula darah rendah (hypoglycemia)
juga dapat memicu terjadinya aritmia.8. Obstructive Sleep
ApneaObstructive sleep apnea disebut juga gangguan pernapasan saat
tidur. Napas yang terganggu, misalnya mengalami henti napas saat
tidurdapat memicu aritmia jantung dan fibrilasi atrium.9.
Ketidakseimbangan ElektrolitZat dalam darah seperti kalium,
natrium, dan magnesium (disebut elektrolit), membantu memicu dan
mengatur impuls elektrik pada jantung.Tingkat elektrolit yang
terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat memengaruhi impuls
elektrik pada jantung dan memberikan kontribusi terhadap terjadinya
aritmia jantung.10. Terlalu Banyak Minum AlkoholTerlalu banyak
minum alkohol dapat memengaruhi impuls elektrik di dalam jantung
serta dapat meningkatkan kemungkinanterjadinya fibrilasi atrium
(atrial fibrillation).Penyalahgunaan alkohol kronis dapat
menyebabkan jantung berdetak kurang efektif dan dapat menyebabkan
cardiomyopathy (kematian otot jantung).11. Konsumsi Kafein atau
NikotinKafein, nikotin, dan stimulan lain dapat menyebabkan jantung
berdetak lebih cepat dan dapat berkontribusi terhadap resiko
aritmia jantung yang lebih serius.12. Obat-obatan ilegal, seperti
amfetamin dan kokain dapat memengaruhi jantung dan mengakibatkan
beberapa jenis aritmia atau kematian mendadak akibat fibrilasi
ventrikel (ventricular fibrillation).(Price, 1995 ).
G. TERAPIPrinsip Penggunaan Klinis Obat AntiaritmiaObat yang
mengubah elektrofisiologis jantung sering memiliki batas yang
sangat tipis antara dosis yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek
yang diinginkan dan dosis yang menyebabkan efek merugikan. Selain
itu, efek merugikan dari terapi obat aritmia dapat menginduksi
aritmia baru, yang dapat berakibat fatal. Penanganan
nonfarmakologisseperti alat dengan pacu jantung, defibrilasi
listrik atau ablasi daerah target ditujukan untuk aritmia tertentu.
Pada kasus lainnya terapi tidak diperlukan walaupun terdeteksi
adanya aritmia. Oleh karena itu, prinsip dasar terapeutik yang
diuraikan di bab ini harus diterapkan untuk mengoptimalkan terapi
antiaritmia. (Morady, 1999)1. Mengidentifikasi dan menghilangkan
faktor pemicuBerbagai faktor yang bisa memicu aritmia jantung
antara lain hipoksia, gangguan elektrolit (terutama hipokalemia) ,
iskemia miokardial, dan obat-obat tertentu. Antiaritmia, termasuk
glikosida digitali, bukanlah satu-satunya obat yang dapat memicu
aritmia. Sebagai contoh, teofilin merupakan oenyebab utama
takikardia atrium multifokus, yang terkadang dapat ditangani hanya
dengan menurunkan dosis teofilin. Torsades de pointes dapat muncul
tidak hanya selama terapi dengan aritmia yang memperpanjang
potensial aksi, tetapi juga karena obat-obat lain yang umumnya
tidak digolongkan sebagai obat yang memiliki efek terhadap saluran
ion. Obat tersebut antara lain antihistamin terfenadin dan
astemizol; antibiotic eritrimisin; antiprozoa pentamidin; beberapa
antipsikosis, terutama tioridazin dan antidepresan trisiklik
tertentu. (Gilman, 1996)2. Menentukan tujuan terapiMenentukan
tujuan sangat penting jika terdapat berbagai pilihan terapeutik
yang berbeda. Misalnya, pada pasien dengan fibrilasi atrium
terdapat tiga pilihan: (1) Menurunkan respons ventrikel, dengan
menggunakan senyawa pemblok nodus AV seperti digitalis, verapamil,
diltiazem, atau antagonis -adrenergik ; (2) Memulihkan dan menjaga
ritme normal, dengan menggunakan obat-obatan seperti kuinidin,
flekainid, atau amiodaron; atau (3) Memutuskan untuk tidak
melakukan terapi antiaritmia, yang mungkin merupakan pendekatan
yang tepat jika pasien benar-benar tidak menunjukkan gejala.
Sebagian besar pasien yang mengalami fibrilasi atrium juga
memperoleh manfaat antikoagulasi untuk mengurangi insiden stroke,
bagaimanapun gejalanya (Singer, 1996)3. Meminimalkan risikoRisiko
terapi antiaritmia yang makin diketahui adalah kemungkinan
munculnya aritmia baru, dengan konsekuensi yang berpotensi
mengancam jiwa. Sindrom perangsang aritmia oleh obat antiaritmia
dengan mekanisme yang berbeda. Aritmia yang dirangsang obat ini
harus diketahui, karena melanjutkan pengobatan dengan obat
antiaritmia sering memperburuk keadaan, sedangkan penghentian
penggunaan senyawa penyebabnya sering menyembuhkan. Selain itu,
dapat dilakukan terapi khusus yang menargetkan mekanisme penyebab
terjadinya aritmia ini, dan juga penting untuk menetapkan diagnosis
yang tepat. Misalnya, pengobatan takikardia ventrikel dengan
verapamil mungkin bukan saja tidak efektif tetapi juga dapat
menyebabkan kolaps kardiovaskular parah (Stewart et al., 1986)Cara
lain untuk meminimalkan efek merugikan obat-obat antiaritmia adalah
dengan menghindari penggunaan obat-obat tertentu pada sekelompok
tertentu. Misalnya, pasien dengan riwayat gagal jantung kongestif
sangat rentan terkena gagal jantung selama terapi dengan
disopiramid. Seringkali efek merugikan obat sulit dibedakan dari
memburuknya penyakit penyebabnya. Amiodaron dapat digunakan pada
pasien dengan penyakit pulmonal lanjut. Pada pasien tersebut, efek
merugikan yang berpotensi fatal ini sulit dideteksi (Gilman,
1996)4. Elektrifisiologi jantung sebagai target
bergerakElektrofisiologi jantung bervariasi dengan cara yang sangat
dinamis sebagai respons terhadap pengaruh dari luar seperti
perubahan tonus otonom, iskemia miokardinal, atau regangan
miokardial. Sebagai contoh, iskemia miokardial menyebabkan
perubahan K+ ekstrasel yang kemudian menyebabkan potensial
istirahat menjadi kurang negatif, menonaktifkan saluran Na+ , serta
memperlambat penghantaran (Weiss, 1991). Selain itu, iskemia
miokardial dapat menyebabkan pelepasan metabolit iskemia, misalnya
lisofosfatidilkolin, yang dapat mengubah fungsi saluran ion
(DaTorre et al., 1991). Iskemia juga dapat mengaktivasi saluran
yang biasanya tidak aktif, misalnya saluran K+ yang dihambat-ATP
(Wilde and Janse, 1994). Dengan demikian, jantung normal dapat
memperlihatkan perubahan potensial istirahat (sebagai respons
terhadap iskemia miokardial), kecepatan penghantaran, konsentrasi
Ca2+ intrasel, dan depolarisasi, yang masing-masing dapat
menyebabkan aritmia atau mengubah respons terhadap terapi aritmia
atau mengubah respons terhadap terapi antiaritmia (Gilman,
1996)Prinsip penggunaan klinik obat-obat anti aritmia adalah
kemungkinan pengobatan dengan berbagai obat menjadi efektif
tergantung pada hubungan antara dosis obat yang dibutuhkan guna
menghasilkan efek terapi yang diinginkan dan dosis obat yang
berhubungan dengan toksisitas. Manfaat pengobatan antiaritmia
sebenarnya secara relative sukar dibuktikan (Katzung, 1997)Berbagai
ketentuan penting yang harus dibuat sebelum memulai pengobatan
berbagai antiaritmia yaitu berbagai factor yang menyebabkan aritmia
harus disingkirkan, diagnosa aritmia harus dibuktikan dengan tegas,
penting untuk membuktikan dasar yang dapat dipercaya lalu menilai
keuntungan berbagai penanggulangan pengaruh aritmia, hanya dengan
identifikasi irama jantung yang abnormal tidak selalu butuh
pengobatan aritmia (Katzung, 1997)
Obat-Obat Antiaritmia SpesifikAritmia disebabkan karena
aktivitas pacu jantung yang abnormal atau penyebaran impuls
abnormal. Jadi, pengobatan aritmia bertujuan mengurangi aktivitas
pacu jantung ektopik dan memperbaiki hantaran atau pada sirkuit
reentry untuk menghentikan pergerakan melingkar. Mekanisme utama
untuk mencapai tujuan adalah (1) hambatan saluran natrium (2)
hambatan efek otonom simpatis pada jantung (3) perpanjangan periode
refrakter yang efektif (4) hambatan pada saluran kalsium (Katzung,
1997)A. Terapi FarmakologiObat-obat aritmia spesifik:Obat
antiaritmia telah lama dibagi atas empat golongan yang berbeda atas
dasar mekanisme kerjanya. Golongan I terdiri atas penghambat
saluran natrium, semuanya memiliki sifat seperti anestesi lokal.
Golongan I sering dibagi menjadi sub bagian tergantung pada
kelangsungan kerja potensial; Golongan IA memperpanjang, IB
memperpendek, dan IC tidak mempunyai efek atau dapat meningkatkan
sedikit berlangsungnya kerja potensial. Obat yang mengurangi
aktivitas adrenalin merupakan Golongan II. Golongan III terdiri
atas obat yang memperpanjang periode refrakter efektif oleh suatu
mekanisme berbeda daripada hambatan kanal natrium. (Katzung,
1997)1. Obat penghambat kanal natrium (Golongan I) :Subgolongan
kerja obat ini menggambarkan efek pada durasi potensial aksi
(action potential duration [APD]) dan kinetic blokade kanal
natrium. Obat yang memiliki kerja golongan IA memperpanjang APD dan
berpisah dengan kanal melalui kinetik intermediet; obat yang
memiliki kerja golongan IB memperpendek APD pada beberapa jaringan
jantung dan berpisah dengan kanal melalui kinetik cepat; dan obat
yang memiliki kerja golongan IC mempunyai efek minimal pada APD dan
berpisah dengan kanal melalui kinetic lambat (Katzung, 1997)Contoh:
Kuinidin (Golongan IA)Kuinidin merupakan obat paling umum yang
digunakan secara oral sebagai antiaritmia di Amerika Serikat.
Kuinidin menekan kecepatan pacu jantung serta menekan konduksi dan
ekstabilitas terutama pada jaringan yang mengalami depolarisasi.
Kuinidin bersifat penghambat adrenoseptor alfa yang dapat
menyebabkan atau meningkatkan refleks nodus sinoatrial. Efek ini
lebih menonjol setelah pemberian intravena. Biasanya diberikan
peroral dan segera diserap oleh saluran cerna. Digunakan pada
hamper segala bentuk aritmia. (Katzung, 1997) Prokainamid (Golongan
IA)Efek elektrofisiologik prokainamid sama seperti kuinidin. Obat
ini mungkin kurang efektif pada penekanan aktivitas pacu ektopik
yang abnormal tetapi lebih efektif pada penghambatan saluran
natrium pada sel yang mengalami depolarisasi. Prokainamid mempunyai
sifat penghambat ganglion. Dengan konsetrasi teraupeutik, efek
pembuluh darah perifernya kurang menonjol daripada dengan kuinidin.
Prokainamid aman diberiakan intravena dan intamuskular serta
diabsorbsi baik melalui oral dengan 75% keberadaan bilogik
sistemik. (Katzung, 1997) Disopiramid (Golongan IA)Disopiramid
fosfat erat hubungannya dengan isopropamid, obat yang telah lama
digunakan dengan sifat antimuskariniknya. Efek antimuskarinik
terhadap jantung bahkan lebih jelas daripada kuinidin. Karenannya,
obat yang memperlambat hantaran atrioventrikular harus diberikan
bersama-sama dengan disopiramid pada pengobatan kepak serambi atau
fibrilasi atrium. (Katzung, 1997) Imipramin (Golongan IA)Imipramin
adalah antidepresan trisiklik yang juga mempunyai aktivitas
antiaritmia. Kerja elektrofisiologik dan aktivitas dalam klinik
adalah sama dengan kuinidin. Dosis permulaan sebaiknya lebih kecil,
sebab efek samping obat ini sangat menonjol dan dikurangi sambil
meningkatkan dosis perlahan-lahan. (Katzung, 1997) Amiodaron
(Golongan I,II,III&IV)Sangat efektif terhadap bermacam-macam
aritmia, tetapi efek samping yang menonjol dan sifat farmakokinetik
yang tidak biasa menyebabkan penggunaannya dibatasi di Amerika
Serikat. (Katzung, 1997) Lidokain (Golongan IB) Lidokain adalah
obat antiaritmia yang paling lazim dipakai dengan pemberian secara
intravena. Insidens toksisitasnya rendah dan mempunyai efektivitas
tinggi pada aritmia dengan infark otot jantung akut. Lidokain
merupakan penghambat kuat terhadap aktivitas jantung yang tidak
normal, dan tampaknya selalu bekerja pada saluran natrium. Karena
obat ini merupakan metabolisme hati pada lintas pertama, hanya 3%
lidokain yang diberikan per oral terdapat dalam plasma. Lidokain
adalah obat pilihan untuk menekan takikardia ventrikel dan
fibrilasi setelah kardioversi (Katzung, 1997).
Tokainid & Meksiletin (Golongan IB)Tokainid & Meksiletin
adalah turunan lidokain yang tahan terhadap metabolisme hati pada
lintasan pertama. Karena itu dapat digunakan melalui oral. Kedua
obat menyebabkan efek samping neurologik, termasuk tremor,
penglihatan kabur, dan letargik (Katzung, 1997). Fenitoin (Golongan
IB)Karena efektivitasnya terbatas, maka hanya dipertimbangkan
sebagai obat barisan kedua pada pengobatan aritmia (Katzung, 1997).
Flekainid (Golongan IC)Flekainid adalah penghambat saluran natrium
yang kuat terutama digunakan untuk pengobatan aritmia ventricular.
Flekainid dipakai sebagai cadangan mutakhir untuk pasien
takiaritmia ventricular yang berat dengan resiko rasio manfaat
lebih menguntungkan (Katzung, 1997). Propafenon (Golongan
IC)Mempunyai struktur mirip dengan propranolol dan mempunyai
aktivitas penghambat beta yang lemah. Spectrum kerjanya mirip
dengan kuinidi. Potensi penghambat saluran natrium mirip dengan
flekainid. (Katzung, 1997) Morisizin (Golongan IC)Menghasilkan
berbagai metabolit pada manusia, beberapa diantaranya mungkin aktif
dan mempunyai waktu paruh yang panjang. Efek samping yang lazim
terjadi adalah kepala pusing dan mual. (Katzung, 1997)2. Obat-obat
penghambat adrenoseptor beta (Golongan II)Kerja golongan II adalah
simpatolitik. Obat yang memiliki efek ini mengurangi aktivitas
adrenergic- pada jantung (Katzung, 1997)Propanolol dan obat
sejenisnya mempunyai sifat antiaritmia karena kemampuannya sebagai
penghambat reseptor beta dan efek terhadap membrane secara
langsung. (Katzung, 1997)
3. Obat-obat yang memperpanjang periode refrakter efektif dengan
memperpanjang aksi potensial (Golongan III)Kerja golongan III dalam
bermanifestasi sebagai pemanjangan APD. Kebanyakan obat yang
memiliki kerja ini, menghambat komponen cepat penyearah arus kalium
yang ditunda (Katzung, 1997) BretiliumObat ini mempengaruhi
pelepasan ketekolamin saraf tetapi juga mempunyai sifat sebagai
antiaritmia secara langsung. Bretilium memperpanjang masa kerja
potensial ventrikel (bukan atrium) dan efektif terhadap periode
refrakter. Jadi, bretilium dapat mengubah pemendekan masa kerja
potensial yang disebabkan oleh iskemik. Efek samping utama adalah
hipotensi ortostatik. Mual dan muntah dapat terjadi setelah
pemberian intravena bolus bretilium. Bretilium hanya digunakan
untuk keadaan gawat darurat. (Katzung, 1997) SotalolAdalah
penghambat kerja beta nonselektif yang juga memperpanjang masa
kerja potensial dan merupakan obat antiaritmia yang efektif.
(Katzung, 1997)
4. Obat-obat yang menghambat arus kalsium jantung (Golongan
IV)Kerja golongan IV adalah memblokade arus kalsium jantung. Kerja
obat ini adalah memperlambat hantaran pada tempat yang upstroke
potensial aksinya bergantung kalsium, misalnya, nodus sinoatrial
dan atrioventrikular (Katzung, 1997) VerapamilMengahmbat saluran
kalsium baik yang aktif maupun yang tidak aktif. Jadi, efeknya
lebih jelas pada jaringan yang sering terangsang, yang
berpolarisasi kurang lengkap pada keadaan istirahat, dan
aktivitasnya hanya tergantung pada aliran kalsium, seperti nodus
sinoatrial dan atrioventrikular. (Katzung, 1997) Diltiazem dan
BepridilObat ini tampak sama manfaatnya dengan verapamil pada
penanggulangan aritmia supraventrikular, termasuk control kecepatan
pada fibrilasi atrium. (Katzung, 1997)
Berbagai Macam Obat Anti Aritmia Obat-obat tertentu yang
digunakan untuk pengobatan aritmia tidak cocok pada pembagian
golongan I-IV. Obat tersebut termasuk digitalis, adenosine,
magnesium dan kalium. Yang dimaksud digitalis adalah nama genus
untuk untuk famili tanaman yang menyediakan paling banyak glikosida
jantung yang bermanfaat di bidang medis, misalnya digoksin
(Katzung, 1997) AdenosinAdalah nukleosid yang berada di seluruh
tubuh secara alamiah. Cara kerjanya meliputi aktivasi penyearah
arus K+ masuk dan menghambat arus kalsium. Hasil kerja ini ditandai
hiperpolarisasi dan supresi potensial aksi yang tergantung-kalsium.
Adenosine menyebabkan muka merah pada kira-kira 20% pasien dan
pernapasan singkat atau dada seperti terbakar lebih dari 10%.
Induksi blockade atrioventrikel tingkat-tinggi dapat terjadi terapi
sangat singkat. Dapat terjadi fibrilasi atrium. Toksisitas yang
jarang meliputi sakit kepala, hipotensi, mual dan kesemutan.
(Katzung, 1997) MagnesiumBiasanya digunakan untuk pasien aritmia
yang disebabkan oleh digitalis yang mengalami hipomagnesemia,
infuse magnesium telah ditemukan mempunyai efek antiaritmia pada
beberapa pasien yang mempunyai kadar magnesium normal.dosis yang
biasa diberikan adalah 1 g(sebagai sulfat) secara intravena selama
20 menit dan diulang sekali lagi jika diperlukan. Pemahaman yang
lengkap mengenai kerja dan indikasimagnesium sebagai obat
antiaritmia sedang menunggu penelitian lebih lanjut (Katzung, 1997)
Kalium Efek peningkatan K+ serum dapat disimpulkan : (1) efek
mendepolarisasikan potensial istirahat dan (2) efek menstabilkan
potensial membrane, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
kalium (Katzung, 1997)Terapi Non Farmakologia. Menghentikan
konsumsi alkohol dan marijuanab. Olahraga teraturc. Istirahat
cukupd. Hindari merokoke. Hindari garam dan makanan kolesterolf.
Perubahan gaya hidup(Tambayong, 2001).
Terapi Mekanis1. Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik
unutk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks GRS, biasanya
merupaka prosedur elektif.2. Defiblrilasi : Kerdioversi asinkronis
yang digunakan pada keadaan gawat darurat.3. Defibrilator
Kardioverter Implantable : suatu alat untuk mendeteksi dan
mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau
pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi vantrikel.4. Terapi
Pace maker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik
berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi
jantung(Tambayong, 2001)
Daftar Pustaka
Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi. Departemen Farmakologi dan
terapeutik fakultas kedokteran universitas indonesia edisi 5.
Jakarta:Universitas Indonesia.Futhuri. 2009. Skripsi : Gambaran
Penderita Aitmia yang Menggunakan Pacemaker di Rumah Sakit
Binawaluya Cardiac Center Tahun 2008 2009. UIN . Jakarta
Gilman AG. 1996. Pharmacological Basis of Teurapetics. New York:
Mc Graw Hill.H.V, Huikuri, et all. 2007. The New England Journal of
Medicine : Sudden Death Due to Cardiac
Arrhythmias.http://content.nejm.org/cgi/content/full/345/20/1473.html.
Diakses tanggal 22 Maret 2014Katzung, Betram G.1997. Farmakologi
dasar dan klinik. Jakarta:EGCKee,Joyce L., Hayes, Evelyn R. 1996.
Farmakologi pendekatan proses keperawatan. Jakarta:EGCNafrialdi ;
Setawati, A., 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI,
Jakarta.Neal,Michael J. 2006. At a glance Farmakologi Medis Edisi
5. Jakarta:ErlanggaPrice, S.A, Wilson, L.M. 1995. Patofisiologi :
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta : EGC.
Sekrini, dr. Suci. 2011. Aritia Jantung RS Mitra Keluarga Kelapa
Gading Jakarta.
http://www.mitrakeluarga.com/gading/aritmia-jantung. Diakses
tanggal 22 Maret 2014Singer, D.E.1996. Anticoagulation for atrial
fibrillation: epidemiology informing a difficult clinical decision.
Proc. Assoc. Am. Physicians, 108:29-36Stewart, R.B., Bardy, G.H.,
and Greene, H.L. 1986. Wide complex tachycardia: misdiagnosis and
outcome after emergent therapy. Ann. Intern. Med.,
104:766-771Tambayong, dr. Jan. 2001. Farmakologi untuk keperawatn.
Jakarta:Widya Medika.Weiss, J.N., Nademanee, K., Stevenson, W.G.,
and Singh, B. 1991. Ventricular arrhythmias in ischemic heart
disease. Ann. Intern. Med.,114:784-797