Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata ekologi pertama kali digunakan oleh Haeckel, seorang ahli ilmu hayat, dalam pertengahan dasawarsa 1960-an. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal, dan logos berarti ilmu. Karena itu secara harfiah ekologi berarti ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya atau dapat diartikan juga sebagai ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup. Keindeigh memberikan definisi ekologi sebagai kajian tentang hewan dan tumbuhan dalam hubungannya antara satu makhluk hidup dengan makhluk hidup yang lain dan antara makhluk hidup dengan lingkungannya (Dharmawan dkk., 2005:1). Sedangkan menurut Krebs, ekologi merupakan ilmu yang mempelajari interaksi yang menentukan sebaran/agihan (distribusi) dan kelimpahan organisme-organisme (Dharmawan dkk., 2005:1). Jadi secara garis besar ekologi dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu tentang makhluk hidup (hewan, tumbuhan, dan mikroba) dan interaksinya dengan lingkungan sekitar. Makhluk hidup atau organisme yang merupakan objek kajian ekologi meliputi hewan, tumbuhan, dan mikroba dan dibahas dalam tiga tingkatan organisasi
30

Makalah Aplikasi Konsep Waktu-suhu

Sep 28, 2015

Download

Documents

aplikasi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB I

17

BAB I

PENDAHULUANA. Latar BelakangKata ekologi pertama kali digunakan oleh Haeckel, seorang ahli ilmu hayat, dalam pertengahan dasawarsa 1960-an. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal, dan logos berarti ilmu. Karena itu secara harfiah ekologi berarti ilmu tentang makhluk hidup dalam rumahnya atau dapat diartikan juga sebagai ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup. Keindeigh memberikan definisi ekologi sebagai kajian tentang hewan dan tumbuhan dalam hubungannya antara satu makhluk hidup dengan makhluk hidup yang lain dan antara makhluk hidup dengan lingkungannya (Dharmawan dkk., 2005:1). Sedangkan menurut Krebs, ekologi merupakan ilmu yang mempelajari interaksi yang menentukan sebaran/agihan (distribusi) dan kelimpahan organisme-organisme (Dharmawan dkk., 2005:1). Jadi secara garis besar ekologi dapat didefinisikan sebagai suatu ilmu tentang makhluk hidup (hewan, tumbuhan, dan mikroba) dan interaksinya dengan lingkungan sekitar.Makhluk hidup atau organisme yang merupakan objek kajian ekologi meliputi hewan, tumbuhan, dan mikroba dan dibahas dalam tiga tingkatan organisasi yaitu: individu, populasi, dan komunitas. Sasaran utama dari ekologi secara umum adalah pemahaman mengenai aspek-aspek dasar yang melandasi kinerja organisme, sebagai individu, populasi, dan komunitas, maupun sistem ekologis (ekosistem) yang ditempatinya. Selain itu, pengenalan pola proses interaksi serta faktor-faktor penting yang menyebabkan keberhasilan maupun ketidakberhasilan organisme-organisme itu mempertahankan keberadaannya.Berbagai faktor dan proses penting yang melandasi organisme mampu mempertahankan keberadaannya dalam ekosistemnya itu merupakan informasi yang nantinya bila diperlukan dapat dijadikan acuan untuk menyusun peramalan dan penerapan yang seluas-luasnya untuk kepentingan manusia. Pertambahan jumlah penduduk dunia yang semakin meningkat tiap tahunnya menyebabkan meningkatnya pula permintaan pemenuhan hidup berupa sandang, pangan, dan papan (tempat tinggal). Hal tersebut berbanding terbalik dengan ketersediaannya di alam. Ketersediaan sandang, pangan, dan papan di alam semakin berkurang disebabkan ketidakcermatan manusia dalam memanfaatkan segala sesuatu yang telah disediakan alam sebelumnya. Eksploitasi besar-besaran dilakukan di berbagai bidang kehidupan tanpa memperhatikan dampaknya bagi lingkungan.Di bidang pertanian, selain kondisi lahan pertanian yang tidak lagi mendukung, masalah pengendalian hama dan penyakit pada tanaman juga menjadi masalah yang sampai saat ini belum mampu di atasi. Penggunaan pestisida tetap menjadi alternatif utama pengendalian hama dan penyakit, tanpa memperhitungkan dampak penggunaannya bagi lingkungan.Beberapa tahun belakangan ini mulai dilakukan pembaharuan di bidang pertanian terutama aspek pengendalian hama dan penyakit yaitu dengan sistem pengendalian hama dan penyakit terpadu, artinya penggunaan pestisida (secara kimiawi) dikombinasikan dengan pengendalian hama baik secara kultur teknik, fisik dan mekanik, hayati maupun secara genetik. Pengendalian hama tanaman pertanian secara kultur teknik telah lazim dilakukan petani seperti pengolahan tanah, sanitasi, dan pengairan. Pengendalian hama secara hayati dengan memanfaatkan musuh alaminya, secara mekanik dengan memanfaatkan selokan atau parit dan dengan pembuatan pagar seng untuk mencegah serangan hama, secara genetik yaitu dengan manipulasi gen agar sesuai dengan keinginan dan kebutuhan. Sedangkan, pengendalian hama secara fisik yaitu dengan memanfaatkan faktor fisik, salah satunya waktu-suhu selain cahaya, kelembaban dan sebagainya. Konsep waktu-suhu dapat diterapkan dalam pengendalian hama yaitu dengan mengetahui waktu bertelur untuk hewan-hewan poikilotermi, misalnya serangga, maka kita juga mampu meramalkan waktu yang paling tepat untuk mulai bercocok tanam agar terhindar dari serangan hama. Karena pentingnya konsep waktu-suhu dalam pengendalian hama, maka dalam makalah ini akan dibahas lebih mendalam mengenai aplikasi konsep waktu-suhu pada hewan poikilotermi dalam pengendalian hama pertanian. B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah ciri-ciri hewan poikiloterm dan homeoterm?2. Apa sajakah faktor-faktor fisik dalam lingkungan sebagai faktor pembatas?3. Bagaimanakah konsep waktu-suhu pada hewan poikiloterm dan aplikasinya dalam pengendalian hama pertanian?C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Menjelaskan ciri-ciri hewan poikiloterm dan homeoterm.2. Menjelaskan faktor-faktor fisik dalam lingkungan sebagai faktor pembatas.3. Menjelaskan konsep waktu-suhu dan aplikasinya dalam pengendalian hama pertanian.D. Manfaat PenulisanPenulis berharap, dari makalah ini dapat memberikan pemahaman sekaligus memberikan stimulus untuk mengaplikasikan konsep waktu-suhu pada hewan poikiloterm dalam pengendalian hama pertanian.BAB II

PEMBAHASANA. Hewan Poikiloterm dan HomeotermDalam mengatur suhu tubuh (termoregulasi), dikenal adanya hewan berdarah dingin (cold-blood animals) dan hewan berdarah panas (warm-blood animals). Namun, ahli-ahli Biologi lebih suka menggunakan istilah ektoterm dan endoterm yang berhubungan dengan sumber panas utama tubuh hewan. Hewan ektoterm adalah hewan yang untuk menaikkan suhu tubuhnya memperoleh panas yang berasal dari lingkungan. Hewan yang suhu tubuhnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan suhu lingkungan disebut sebagai hewan poikiloterm (Poikilotherm, Poikilothermic), yang dalam istilah lain disebut hewan berdarah dingin. Dikatakan berdarah dingin karena rata-rata suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh hewan homeoterm. Hampir semua hewan tergolong kelompok poikiloterm, yaitu mulai golongan Protozoa sampai Reptil sedangkan Aves dan mamalia merupakan hewan homeoterm. Ini berarti bahwa hewan-hewan tersebut panas tubuhnya sangat bergantung pada sumber panas dari lingkungannya.Kemampuan mengatur suhu tubuh pada hewan-hewan ektoterm sangat terbatas sehingga suhu tubuh bervariasi mengikuti suhu lingkungannya atau disebut juga sebagai penyelaras (konformer). Pada kondisi suhu lingkungan yang ekstrim rendah di bawah batas ambang toleransinya, hewan ektoterm mati. Hal ini karena praktis enzim tidak aktif bekerja, sehingga metabolisme berhenti. Pada suhu yang masih ditolelir, yang lebih rendah dari suhu optimumnya, laju metabolisme tubuhnya dan segala aktivitasnya pun rendah. Akibatnya gerakan hewan tersebut menjadi sangat lamban, sehingga akan mudah bagi predator untuk menangkapnya.Sebenarnya hewan-hewan ektotermi berkemampuan juga untuk mengatur suhu tubuhnya, namun daya mengaturnya sangat terbatas dan tidak fisiologis sifatnya melainkan secara perilaku. Apabila suhu lingkungan terlalu panas, hewan ektoterm akan berlindung di tempat-tempat teduh, bila suhu lingkungan turun hewan tersebut akan berjemur di panas matahari atau berdiam diri di tempat-tempat yang memberikan kehangatan baginya. Sebagai contoh yang mudah dilihat adalah golongan ular dan kadal. Pada tengah hari yang terik, banyak kita jumpai ular berteduh masuk ke rumah penduduk (Gambar 2.1).

Gambar 2.1. Ular masuk ke rumah untuk berlindung dari panas yang terik

Di antara suhu kritis yang terlalu rendah dan terlalu tinggi, laju metabolisme hewan ektoterm akan meningkat dengan makin naiknya suhu secara eksponensial. Hal ini seringkali dinyatakan dalam fisiologis hewan sebagai koefisien suhu (Q10), yang bervariasi pada berbagai jenis hewan ektotermi. Pada sejenis kumbang, misalnya didapatkan Q10 = 2.5, yang berarti bahwa untuk setiap kenaikan suhu sebesar 100C maka laju reaksi-reaksi metabolisme di dalam tubuhnya meningkat sebesar 2.5 kali (Ibkar-Kramadibrata dalam Dharmawan, 2005).Hewan endoterm atau homeoterm adalah kelompok hewan yang dapat mengatur produksi panas dari dalam tubuhnya untuk mengkonstankan atau menaikkan suhu tubuhnya, misalnya golongan Aves dan Mamalia, termasuk manusia. Kemampuan untuk mengatur produksi dan pelepasan panas melalui mekanisme metabolisme ini dikarenakan hewan-hewan homeoterm memiliki organ sebagai pusat pengaturnya, yakni otak khususnya hypothalamus sebagai thermostat atau pusat pengatur suhu tubuh. Suhu konstan untuk tubuh hewan-hewan endotermi biasanya terdapat di antara 350 400C. Sebagai ilustrasi hubungan suhu lingkungan dan suhu tubuh antara hewan poikiloterm dan homeotermi, di bawah ini disajikan grafiknya (Dharmawan dkk, 2005: 23). Terjaganya kekonstanan suhu tersebut di atas mengakibatkan hewan-hewan endoterm mampu menujukkan kinerja yang konstan pula.Gambar 2.2. Diagram hubungan suhu tubuh dan suhu lingkungan pada hewan poikiloterm dan homeotermB. Faktor Fisik sebagai Faktor PembatasSetiap makhluk hidup terdedah pada berbagai faktor fisik, oleh karena itu setiap makhluk hidup harus mampu mengadaptasikan dirinya untuk menghadapi kondisi fisik tersebut. Faktor fisik tersebut diantaranya temperatur (suhu), air, dan kelembaban, dan sebagainya. 1. Temperatur (Suhu)Organisme dapat hidup pada temperatur antara -200 0C (spora dan biji) sampai 100 0C (bakteri, ganggang air panas), akan tetapi kebanyakan dapat hidup pada kisaran temperatur yang lebih sempit. Umumnya batas atas lebih kritis dari pada batas bawah. Variasi temperatur lebih kurang pada ekosistem perairan oleh karena itu umumnya organisme air daerah toleransinya lebih sempit daripada organisme darat yang ekuivalen, misalnya ganggang air dan darat, invertebrata air dan darat.Pada ekosistem temperatur penting dalam zonasi dan stratifikasi organisme juga sering sebagai pembatas karena sering kritis. Variabilitas temperatur sangat penting secara ekologis karena fluktuasi temperatur antara 10-200C dengan rata-rata 150C, tidak selalu mempunyai efek yang sama terhadap organisme seperti halnya temperatur yang konstan 150C. Ternyata organisme yang sering mendapat perubahan temperatur di alam misalnya di daerah beriklim sedang, kecenderungan untuk menyebar dihambat apabila diberi temperatur yang konstan. Dalam percobaan ternyata telur belalang berkembang lebih cepat jika temperatur dibuat naik turun dibanding dengan temperatur yang konstan.Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi kehidupan, salah satunya adalah serangga. Suhu berpengaruh terhadap perkembangan maupun aktivitasnya. Pengaruh suhu terhadap serangga terbagi menjadi beberapa kisaran. Pertama, suhu maksimum dan minimum, yaitu kisaran suhu terendah atau tertinggi yang dapat menyebabkan kematian pada serangga; kedua adalah suhu estivasi atau hibernasi, yaitu kisaran suhu di atas atau di bawah suhu optimum yang dapat mengakibatkan serangga mengurangi aktivitasnya atau dorman; ketiga adalah kisaran suhu optimum. Pada sebagian besar serangga kisaran suhu optimum adalah 15-38 0C.2. Kelembaban Kelembaban ialah jumlah uap air yang terdapat di udara. Kelembaban mutlak ialah rasio berat uap air di udara. Kelembaban nisbi (relative humidity) ialah rasio persen uap air di udara dengan uap air jenuh pada temperatur dan tekanan tertentu.Beberapa hal yang berkaitan dengan kelembaban ialah:

a. Kelembaban dapat mempengaruhi efek temperatur terhadap organisme.

b. Kelembaban berfluktuasi horizontal (malam hari kelembaban tinggi sedangkan siang hari kelembaban rendah)

c. Kelembaban juga berfluktuasi secara vertikal

d. Kelembaban, temperatur, dan cahaya berperan sangat besar dalam mengatur aktivitas organisme dan sering menjadi faktor pembatas terhadap penyebaran organisme.3. Temperatur dan kelembaban bertindak bersamaPada ekosistem faktor-faktor lingkungan tidak bekerja sendiri-sendiri akan tetapi bekerja bersama-sama. Temperatur dan kelembaban sangat berpengaruh pada lingkungan darat. Efek pembatas dari temperatur bertambah hebat apabila kelembaban dalam keadaan ekstrem, yaitu tinggi maupun rendah. Interaksi antara temperatur dan kelembaban seperti interaksi pada faktor lain yaitu tergantung kepada nilai nisbi (relatif) dan nilai mutlak dari setiap faktor. Efek kelembaban akan bertambah hebat apabila temperatur dalam keadaan ekstrem. Misalnya kumbang kapas tahan terhadap temperatur tinggi apabila kelembaban tidak berada dalam keadaan ekstrem.Umumnya periode reproduksi (embrio, kecambah, larva) peka terhadap faktor fisik yang minimum. Di alam, organisme tidak hanya beradaptasi terhadap lingkungan fisik dalam arti toleransinya saja, akan tetapi juga memanfaatkan periodesitas alami untuk mengatur kegiatan dan memprogram kehidupannya. Misalnya di daerah iklim sedang kegiatan organisme disesuaikan dengan panjang hari (photoperiod).Photoperiod akan mempengaruhi keadaan fisiologi organisme antara lain, pertumbuhan, pembungaan (long day plant dan short day plant), pergantian bulu, migrasi, pembiakan (serangga), dan sebagainya. Photopheriod ini akan diikuti dengan biological clock dari organisme. Karena itu penanaman tumbuhan yang berasal dari iklim sedang harus memperhatikan photoperiod ini. Pengaturan waktu dan kegiatan organisme dapat diubah melalui manipulasi. Pada golongan serangga produksi hormon untuk merangsang bertelur juga dipengaruhi oleh photoperiod.C. Konsep Waktu-Suhu pada Hewan PoikilotermSuhu lingkungan menentukan suhu tubuh bagi hewan poikiloterm. Bahkan suhu menjadi faktor pembatas bagi kebanyakan makhluk hidup. Suhu tubuh menentukan kerja enzim-enzim yang membantu metabolisme di dalam tubuh. Peningkatan suhu tubuh pada rentan kisaran toleransi hewan akan menyebabkan kenaikkan aktivitas enzim, suhu yang ekstrim tinggi menyebabkan protein rusak atau denaturasi sehingga pada akhirnya menyebabkan enzim tidak mampu lagi melakukan fungsinya sebagai biokatalisator, demikian juga ketika suhu tubuh turun sangat ekstrim maka akan menyebabkan aktivitas enzim sangat rendah (Dharmawan, 2005). Untuk melihat hubungan antara suhu dan aktivitas enzim dapat dilihat pada gambar dibawah ini (Gambar 2.3).

Gambar 2.3. Grafik hubungan aktivitas Enzim dengan SuhuSecara sudut pandang ekologi, kepentingan suhu lingkungan bagi hewan-hewan ektoterm tidak hanya berkaitan dengan aktivitasnya saja tetapi juga mengenai pengaruhnya terhadap laju perkembangannya. Dalam suatu kisaran suhu tertentu, antara laju perkembangan dengan suhu lingkungan terdapat hubungan linier. Konsekuensinya ialah bahwa untuk hewan-hewan ektoterm lama waktu perkembangan akan berbeda-beda pada suhu lingkungan yang berbeda. Dengan kata lain, pernyataan berapa lamanya waktu perkembangan selalu perlu disertai dengan pernyataan pada suhu berapa berlangsungnya proses perkembangan itu. Karena pada hewan-hewan ektoterm, waktu (berlangsungnya proses perkembangan) merupakan fungsi dari suhu lingkungan, maka kombinasi waktu-suhu yang seringkali dinamakan waktu fisiologis itu mempunyai arti penting. Apabila diketahui, misalnya, suhu ambang terjadi perkembangan pada sejenis belalang adalah 160C, dan pada suhu 200C (yaitu 40C di atas suhu ambang) lamanya waktu yang diperlukan untuk perkembangan telur hingga menetas adalah 17.5 hari, maka pada suhu 300C (yaitu 140C di atas suhu ambang) lama waktu yang diperlukan untuk menetas hanya 5 hari. Dalam contoh tersebut di atas, lamanya waktu yang diperlukan untuk perkembangan telur dari jenis belalang untuk menetas adalah 70 hari-derajat di atas suhu ambang. Konsep waktu-suhu ini penting artinya untuk memahami hubungan antara waktu dengan keterjadian-keterjadian serta dinamika populasi hewan-hewan ektoterm. Di suatu tempat misalnya, sering timbul jenis serangga dalam jumlah besar yang terjadinya mungkin saja tiap tahun pada tanggal dan waktu yang berbeda-beda. Meskipun demikian, bila ditelaah lebih lanjut akan terlihat bahwa terjadinya peledakan populasi itu berdasarkan pada jumlah hari derajat yang sama di atas suhu ambang perkembangan jenis serangga tersebut.Dengan menggunakan konsep waktu-suhu, yang diwujudkan dalam bentuk jumlah hari-derajat seperti contoh di atas, maka suatu fenomena akibat proses perkembangan seperti peledakan populasi misalnya, dapat diramalkan kapan akan terjadinya. Dalam bidang pertanian dan perkebunan, peramalan mengenai nilai guna yang sangat penting. Sebab dengan diketahuinya jumlah hari-derajat perkembangan suatu jenis serangga hama, maka akan dapat ditentukan lebih tepat, kapan waktu dan teknik pemberantasan hama tersebut, karena memberantas telur atau pupa berbeda dengan memberantas hewan dewasanya.D. Pengendalian Hama Pertanian Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau jamur). Hewan dapat disebut hama karena mereka mengganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat, wereng, tikus, walang sangit merupakan beberapa contoh binatang yang sering menjadi hama tanaman.Gangguan terhadap tumbuhan yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur disebut penyakit. Tidak seperti hama, penyakit tidak memakan tumbuhan, tetapi mereka merusak tumbuhan dengan mengganggu proses-proses dalam tubuh tumbuhan sehingga mematikan tumbuhan. Oleh karena itu, tumbuhan yang terserang penyakit, umumnya, bagian tubuhnya utuh. Akan tetapi, aktivitas hidupnya terganggu dan dapat menyebabkan kematian. Untuk membasmi hama dan penyakit, sering kali manusia menggunakan obat-obatan anti hama. 1. Metode Pengendalian Pembasmi hama dan penyakit menggunakan pestisida dan obat harus secara hati hati dan tepat guna. Pengunaan pertisida yang berlebihan dan tidak tepat justru dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar. Hal itu disebabkan karena pestisida dapat menimbulkan kekebalan pada hama dan penyakit. Oleh karena itu pengguna obat obatan anti hama dan penyakit hendaknya diusahakan seminimal dan sebijak mungkin. Dalam pengendalian hama masa kini telah dikenal istilah Pengendalian Hama Terpadu (PHT), yaitu pengendalian hama dengan menggabung dua atau lebih metode untuk optimalisasi pengendalian hama, diantaranya:1) Metode Agronomis, meliputi :

a. Penggunaan Varietas tahan

b. Rotasi tanaman

c. Pengolahan tanah yang baik

d. Pemangkasan

e. Pengelolaan air f. Penanaman tanaman perangkap

2) Metode mekanis meliputi :

a. Pemungutan hama

b. Perlindungan dengan barrierc. Penggunaan perangkap hama3) Metode fisis meliputia. Pemanasanb. Pendinginanc. Pengaturan kelembaband. Penggunaan energi cahayae. Penggunaan energi suara

4) Metode biologis meliputi :

a. Penggunaan parasitoidb. Penggunaan predator ( Pemangsa)c. Penggunaan pathogen (Penyakit serangga)

5) Metode khemis meliputi

a. Penggunaan pestisidab. Penggunaan attractantc. Penggunaan repellentd. Penggunaan sterilante. Penggunaan antifeedantf. Penggunaan sex pheromoneg. Penggunaan hormone

6) Metode genetis

E. Aplikasi Konsep Waktu-Suhu hewan Poikiloterm dalam Pengendalian Hama PertanianKehadiran dari hama di lahan pertanian disebabkan adanya ketersedian kebutuhan dari hama tersebut seperti makanan maupun tempat untuk berkembang biak. Selain itu faktor abiotik dari lingkungan pertanian seperti kelembaban dan suhu juga ikut mempengaruhi hadirnya suatu hama di areal pertanian tersebut. Seperti yang telah dietahui bahwa setiap hama yang termasuk dalam hewan poikiloterm memiliki laju perkembangan yang sejalan dengan suhu lingkungan, apabila suhu lingkungan sesuai dengan suhu tubuhnya untuk berkembangbiak maka hama dari hewan poikiloterm akan terus melakukan perkembangbiakan.Pengendalian hama pada saat ini menggunakan obat-obatan kimia yang berbahaya tidak hanya untuk manusia tetapi juga organisme-organisme yang menjadi predator atau antagonis dari hama yang akan dimusnahkan. Selain itu pengggunaan obat-obat kimia akan membuat hama menjadi resisten terhadap obat-obatan dan pada akhirnya hama tidak mati malah akan terus bertambah.Kehadiran atau keberhasilan suatu organisme atau kelompok organisme tergantung kepada komples keadaan. Kadaan yang manapun yang mendekati atau melampaui batas-batas toleransi dinamakan sebagai faktor pembatas. Dengan adanya faktor pembatas ini semakin jelas kemungkinannya apakah suatu organisme akan mampu bertahan dan hidup pada suatu kondisi wilayah tertentu.Jika suatu organisme mempunyai batas toleransi yang lebar untuk suatu faktor yang relatif mantap dan dalam jumlah yang cukup, maka faktor tadi bukan merupakan faktor pembatas. Sebaliknya apabila organisme diketahui hanya mempunyai batas-batas toleransi tertentu untuk suatu faktor yang beragam, maka faktor tadi dapat dinyatakan sebagai faktor pembatas. Beberapa keadaan faktor pembatas, termasuk diantaranya adalah temperatur, cahaya, air, gas atmosfir, mineral, arus dan tekanan, tanah, dan api.Masing-masing dari organisme mempunyai kisaran kepekaan terhadap faktor pembatas.Untuk pengaplikasian konsep waktu-suhu pada hewan poikiloterm dapat dilakukan Pengendalian mekanis dan fisik. Pengendalian fisik adalah tindakan pengendalian yang dilakukan dengan menggunakan suhu tinggi atau suhu rendah.Teknik pengendalian ini bertujuan mengurangi populasi hama dengan cara mengganggu fisiologi serangga atau mengubah lingkungan menjadi kurang sesuai bagi hama. Contoh, mengumpulkan kemudian membinasakan kelompok telur dan ulat yang ada di pertanaman. Selain itu, menggenangi lahan pertanaman, terutama pada stadia vegetatif akhir dan pengisian polong untuk mematikan ulat grayak yang berdiam diri di dalam tanah pada siang hari. Tempat pengendalian secara mekanis dan fisik dapat dilakukan melalui proses aklimatisasi (di alam) dan aklimasi (di laboratorium). Aklimatisasi adalah usaha dilakukan manusia untuk menyesuaikan hewan terhadap kondisi faktor lingkungan di habitat buatan yang baru. Sedangkan aklimasi adalah usaha yang dilakukan manusia untuk menyesuaikan hewan terhadap kondisi faktor lingkungan dalam laboratorium.Penerapan konsep waktu-suhu dapat dilakukan dibidang pertanian dan perkebunan, salah satunya pengendalian hama serangga. Serangga merupakan hewan poikiloterm atau hewan yang berdarah dingin, dimana sebelumnya telah kita ketahui bahwa hewan poikiloterm tidak dapat mengatur suhu tubuh sendiri, sehingga upaya yang dilakukan dengan membuat kondisi lingkungan di luar batas atas atau di bawah kisaran toleransi yang dimiliki hewan tersebut. Untuk penerapan ini dilakukan dilaboratorium karena jika dilakukan dilingkungan sulit terjadi serta banyak predator yang dapat mengganggu. Sehingga untuk penerapan ini lebih tepat dilakukan dilaboratorium (aklimasi).Pentingnya konsep waktu-suhu terletak di dalam kemampuan konsep itu untuk memberi pengertian tentang waktu terjadinya sesuatu dan tentang dinamika populasi hewan ektoterm. Dengan mengetahui waktu-suhu dari hama yang berasal dari hewan poikilotermi misalnya serangga maka dapat diramalkan berapa lama hama tersebut berkembang, mulai dari telur samapai dewasa sehingga dapat dilakukan langkah-langkah pemusnahan ataupun pengendalian hama tersebut.Beberapa contoh aplikasi konsep waktu suhu hewan poikiloterm (arthropoda) pada hama pertanian, yaitu:

a. TungauTungau (kutu kecil) biasanya terdapat di bawah daun untuk mengisap daun tersebut. Hama ini banyak terdapat pada musim kemarau. Pada daun yang terserang kutu akan timbul bercak-bercak kecil kemudian daun akan menjadi kuning lalu gugur. Hama ini dapat diatasi dengan cara mengumpulkan daun-daun yang terserang hama pada suatu tempat dan dibakar.b. Hama Sundep (Scirpophaga innotata)Tanda-tanda hama ini dimulai dengan melakukan invasi (terbangnya ribuan kupu-kupu kecil berwarna putih pada sore dan malam hari) setelah 35 hari masa hujan. Kupu-kupu ini melakukan terbang sekitar dua minggu, menuju daerah-daerah persemaian tanaman padi. Selanjutnya telur-telur (170-240 telur) diletakkan dibawah daun padi yang masih muda dan akan menetas menjadi ulat perusak tanaman padi setelah seminggu. Penyerangan ini dikenal dengan nama Hama Sundep. Untuk membasmi hama ini ditempuh cara-cara sebagai berikut.

a. Petani menyebarkan bibit-bibit tanaman padi di persemaian setelah tahu jadwal invasi serangan ulat-ulat ini diperkirakan telah selesai.b. Penanaman padi yang memiliki daya regenerasi yang tinggi.

c. Menghancurkan telur-telur yang terdapat di lingkungan persemaian dan membunuh larva-larva yang baru menetas.

d. Melakukan tindakan preventif dengan menyemprotkan persemaian menggunakan insektisida yang retensi.

e. Setelah invasi S. innotata dilakukan penyemprotan insektisida yang mematikan telur dan larva.

f. Menarik perhatian S. innotata menggunakan perangkap jebak berwarna atau lampu petromaks.c. Hama Putih (Nymphula depunctalis)Menyerang dan bergelantungan pada daun padi sehingga berwarna keputih-putihan, bersifat semi aquatik (menggantungkan hidup pada air untuk bernapas dan udara). Hama putih akan menjadi kepompong, sarung/kantong yang selalu dibawanya akan ditinggalkan dan diletakkan pada batang padi, kemudian dimasukinya lagi dan tidak keluar sampai menjadi kepompong (sekitar 2 minggu). Pembasmian hama ini dapat dilakukan dengan mempelajari siklus hidup, mengeringkan petak-petak sawah, membiarkan petak sawah berair dan diberi minyak lampu atau penggunaan insektisida ramah lingkungan. BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian makalah ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Dalam mengatur suhu tubuh (termoregulasi), dikenal adanya hewan berdarah dingin atau poikilotermi dan hewan berdarah panas atau homeotermi. Hewan poikilotermi menyesuaikan suhu tubuhnya dengan suhu lingkungan, salah satu diantaranya adalah serangga.2. Di lingkungan terdapat beberapa faktor fisik yang menjadi faktor pembatas bagi organisme, diantaranya suhu atau temperatur, beberapa organisme tidak mampu hidup pada suhu yang terlalu tinggi atau rendah, terutama bagi hewan poikilotermi yang suhu tubuhnya mengikuti suhu lingkungannya. Suhu yang terlalu rendah atau tinggi akan menghambat metabolisme di dalam tubuhnya dan pada akhirnya akan mengganggu aktivitas hidupnya.3. Dengan konsep waktu-suhu manusia akan dapat meramalkan kapan akan terjadi serangan hama, dilihat dari jumlah hari-derajat. Dalam bidang pertanian dan perkebunan, peramalan mengenai nilai guna yang sangat penting. Sebab dengan diketahuinya jumlah hari-derajat perkembangan suatu jenis serangga hama, maka akan dapat ditentukan lebih tepat, kapan waktu dan teknik pemberantasan hama tersebut, karena memberantas telur atau pupa berbeda dengan memberantas hewan dewasanya.B. Saran

Contoh-contoh aplikasi konsep waktu-suhu sangatlah banyak, terutama untuk pengendalian hama pertanian. Pengkajian teoritis dan praktek yang lebih mendalam tentang pengaplikasiannya akan mampu memberikan sumbangan yang lebih lagi bagi kesejahteraan hidup manusia, terutama di bidang pertanian.

DAFTAR RUJUKAN

Dharmawan, Agus dkk. 2005. Ekologi Hewan. Malang: UM PRESS.Hasna, Qolamul. 2011. Definisi dan Macam Hama dan Penyakit Tumbuhan (Umum). (diakses pada tanggal 13 februari 2015 di http://planthospital.blogspot.com).

Heddy, Suwasono. 1994. Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi (Suatu Bahasan tentang Kaidah Ekologi dan Penerapannya). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Siregar, Ameilia. 2007. Hama-hama Tanaman Padi. (diakses pada tanggal 13 februari 2015 di http://repository.usu.ac.id/bitstream/).Soemarwoto, Otto. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan.

1

4

16

17

31