1. DEFINISIAppendicitis adalah infeksi pada appendiks karena
tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan
limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama
appendicitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena
parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan
Enterobius vermikularisApendiks adalah ujung seperti jari-jari yang
kecil panjangnya kira-kira 10cm (4 inci), melekat pada sekum tepat
dibawah katup ilosekal (Smeltzer dan Bare, 2002). Apendisitis akut
adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan
rongga abdomen, dan bedah abdomen darurat (Smeltzer dan Bare,
2002).AApendiksitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut
pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).Apendisitis adalah kondisi
di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat
sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi
dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak
terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis
dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim,
Apendisitis, 2007)Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada
usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa
mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu
itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya
buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum).
Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut
kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun,
lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan
lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)Apendisitis adalah peradangan
dari appendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut yang
paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik
laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia antara 10-30 tahun
2. KLASIFIKASIKlasifikasiMenurut Cecily & Linda (2000)
klasifikasiappendicitisterbagi atas 2, yaitu :1. Appendicitisakut,
dibagi atas : Appendicitisakut fokalis atau segmental, yaitu
setelah sembuh akan timbul striktur local Appendicitispurulenta
difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.2. Apendisitis kronis, dibagi
atas : Appendicitiskronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan
timbul striktur local. Appendicitiskronis obliteritiva yaitu
appendiks miring, biasanya jarang ditemukan
3. EPIDEMIOLOGIApendisitis paling sering ditemukan pada usia 20
sampai 40 tahun. Penyakit ini jarang ditemukan pada usia yang
sangat muda atau orang tua, dikarenakan bentuk anatomis apendiks
yang berbeda pada usia tersebut.Apendisitis merupakan kedaruratan
bedah paling sering di Negara-negara Barat. Namun dalam tiga-empat
dasawarsa terakhir kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini
diduga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat
dalam menu sehari-hari. Apendisitis dapat ditemukan pada semua
umur, hanya pada anak kurang dari 2 tahun jarang dilaporkan.
Insiden apendisitis tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun,
setelah umur 30 tahun insiden apendisitis mengalami penurunan
jumlah. Insiden pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding,
kecuali pada umur 20-30 tahun, insiden laki-laki lebih sering
(Pieter,2005).Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara
maju daripada Negara berkembang, namun dalam tiga sampai empat
dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap
100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini
mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu Negara berkembang
berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemiologi
apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada
pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an,
sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Insiden
apendisitis sama banyaknya antara wanita dan laki-laki pada masa
prapuber, sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rationya
menjadi 3:2, kemudian angka yan tinggi ini menurun pada pria.
4. ETIOLOGIPenelitian menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang
berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Kuman yang sering ditemukan
dalam apendiks belum diketahui secara pasti. Lumen yang sering
ditemukan dalam apendiks ditemukan dalam apendiks yang meradang
adalah E. Coli dan streptococus. Semuanya ini akan mempermudah
timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, De Jong,
2004).Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai
hal berperan sebagai faktor pencetus. Diantaranya adalah obstruksi
yang terjadi pada lumen apendiks. Apendisitis merupakan infeksi
bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat:1.
Hiperplasia dari folikel limfoid2. Adanya fekalit dalam lumen
appendiks3. Tumor appendiks4. Adanya benda asing seperti cacing
askariasis5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E.
histolytica.Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah
disebutkan di atas, fekalit dan hyperplasia jaringan limfoid
merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Adanya
obstruksi mengakibatkan mucin atau cairan mucosa yang diproduksi
tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini akan semakin meningkatkan
tekanan intraluminal sehingga menyebabkan tekanan intra mucosa juga
semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi
kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif
yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding apendiks. Selain
infeksi, appendicitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi
dari organ lain yang kemudian menyebar secara Hematogen ke apendiks
(Mansjoer et.al., 2005 ; Sjamsuhidajat et.al., 2005 ; Yopi Simargi
et al., 2008 ).Penyebabnya yang juga hampir selalu akibat obstruksi
lumen appendix oleh apendikolit, fekalomas (tinja yang mengeras)
yang akhirnya merusak suplai darah dan merobek mukosa yang
menyebabkan inflamasi, parasit (biasanya cacing ascaris), benda
asing, karsinoid, jaringan parut, mukus, dan lain-lain (Subanada,
dkk, 2007, Price dan Wilson, 2006).
5. FAKTOR RESIKOa. Faktor Host 1) Umur Appendicitis dapat
terjadi pada semua usia dan paling sering pada dewasa muda.
Penelitian Addins (1996) di Amerika Serikat, appendicitis tertinggi
pada usia 10-19 tahun dengan Age Specific Morbidity Rate (ASMR)
23,3 per 10.000 penduduk.37 Hal ini berhubungan dengan hiperplasi
jaringan limfoid karena jaringan limfoid mencapai puncak pada usia
pubertas2) Jenis Kelamin Penelitian Omran et al (2003) di Kanada,
Sex Specific Morbidity Rate (SSMR) pria : wanita yaitu 8,8 : 6,2
per 10.000 penduduk dengan rasio 1,4 : 1.14 Penelitian Gunerhan
(2008) di Turki didapat SSMR pria : wanita yaitu 154,7 : 144,6per
100.000 penduduk dengan rasio 1,07: 1.17 Kesalahan diagnosa
appendicitis 15-20% terjadi pada perempuan karena munculnya
gangguan yang sama dengan appendicitis seperti pecahnya folikel
ovarium, salpingitis akut, kehamilan ektopik, kista ovarium, dan
penyakit ginekologi lain.3) RasFaktor ras berhubungan dengan pola
makan terutama diet rendah serat dan pencarian pengobatan.
Penelitian Addins (1996) di Amerika Serikat, IR kulit putih : kulit
hitam yaitu 15,4 : 10,3 per 10.000 penduduk dengan rasio 1,5 : 1.37
Penelitian Richardson et al (2004) di Afrika Selatan, IR kulit
putih : kulit hitam yaitu 2,9 : 1,7 per 1.000 penduduk dengan rasio
1,7 : 1.32 Penelitian Ponsky (2004) di Children's National Medical
Center Amerika Serikat dengan desain Case Control pada anak umur
5-17 tahun didapat penderita ruptur appendicitis 1,66 kali lebih
besar pada anak keturunan Asia (Odds Ratio [OR]: 1,66; 95%
Confidence Interval [CI] : 1,24-2,23) dan 1,13 kali lebih besar
pada anak kulit hitam (OR: 1,13; 95% CI: 1,01-1,30) dibandingkan
anak bukan penderita ruptur appendicitis. 38 Penelitian Smink
(2005) di Boston dengan desain Case Control pada anak umur 0-18
tahun didapat penderita ruptur appendicitis 1,24 kali lebih besar
pada anak kulit hitam (OR: 1,24; 95% CI: 1,101,39) dan 1,19 kali
lebih besar pada anak hispanik (OR: 1,19; 95% CI: 1,101,29)
dibandingkan anak bukan penderita ruptur appendicitis.b. Faktor
Agent Proses radang akut appendiks disebabkan invasi mikroorganisme
yang ada di usus besar. Pada kultur ditemukan kombinasi antara
Bacteriodes fragililis dan Eschericia coli, Splanchicus sp,
Lactobacilus sp, Pseudomonas sp, dan Bacteriodes splanicus. Bakteri
penyebab perforasi yaitu bakteri anaerob 96% dan aerob 4%.9 c.
Faktor Environment Urbanisasi mempengaruhi transisi demografi dan
terjadi perubahan pola makan dalam masyarakat seiring dengan
peningkatan penghasilan yaitu konsumsi tinggi lemak dan rendah
serat.40 Penelitian epidemiologi menunjukkan peran konsumsi rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendicitis.
Kebiasaan konsumsi rendah serat mempengaruhi defekasi dan fekalith
menyebabkanobstruksi lumen sehingga memiliki risiko appendicitis
yang lebih tinggi.
6. PATOFISIOLOGI
7. MANIFESTASI KLINISPada permulaan timbulnya penyakit, belum
ada keluhan abdomen yang menetap. Keluhan apendisitis akut biasanya
bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang
berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam, nyeri beralih ke kuadran
kanan, menetap, dan diperberat saat berjalan atau batuk. Terdapat
juga keluhan anoreksia, malaise, demam yang tidak terlalu tinggi,
konstipasi, kadang-kadang diare, mual dan muntah. Namun dalam
beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif
(Mansjoer dkk., 2000).Apendisitis akut sering tampil dengan gejala
khas yang didasari oleh radang mendadak apendiks yang memberikan
tanda setempat, disertai maupu n tidak disertai rangsang peritoneum
lokal. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Di sini nyeri dirasakan
lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan somatik
setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat
konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.
Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya
perforata. Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien
mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk (Pieter, 2005).Bila
letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya
terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu
jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah
perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena
kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal (Pieter,
2005).Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum
sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi
lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke
kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena
rangsangan dindingnya (Pieter, 2005).Penjelekan sejak mulainya
gejala sampai perforata biasanya terjadi setelah 36-48 jam. Jika
diagnosis terlambat setelah 36-48 jam, angka perforata menjadi 65%
(Hartman, 2000).Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit
didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi
komplikasi. Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik.
Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering
tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian
akan timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan letargik.
Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui
setelah perforata. Pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui
setelah terjadi perforata (Pieter, 2005).Manifestasi klinis
apendisitis akut (Pieter, 2005) : Tanda awal : nyeri mulai di
epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan anoreksi Nyeri
pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum
lokal di titik McBurney nyeri tekan nyeri lepas defans muskuler
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung nyeri tekan bawah pada
tekanan kiri (Rovsing) nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah
kiri dilepaskan nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti
nafas dalam, berjalan, batuk, mengejan
Tanda dan gejala Apendisitis menurut Brunner & Suddart, 1997
Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan Mual, muntah
Anoreksia, malaisse Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney(1/3 bag
bawah grs antara sias smp umbilikus) Spasme otot Konstipasi, diare
Demam lemah
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKa. Pemeriksaan Fisik Inspeksi : Pada
appendicitis akut biasanya ditemukan distensi perut. Palpasi : pada
regio iliaka kanan (pada titik Mc Burney) apabila ditekan akan
terasa nyeri (nyeri tekan Mc Burney) dan bila tekanan dilepas juga
akan terasa nyeri (nyeri lepas Mc Burney). Defans muscular
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan
perut kanan bawah (Nyeri tekan merupakan kunci diagnosis dari
appendicitis). Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri
pada perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign).
Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan juga akan terasa
nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda Blumberg (Blumberg
Sign). Khusus untuk appendicitis kronis tipe Reccurent/Interval
Appendicitis terdapat nyeri di titik Mc Burney tetapi tidak ada
defans muscular sedangkan untuk yang tipe Reccurent Appendicular
Colic ditemukan nyeri tekan di apendiks. 1,7 Pemeriksaan uji psoas
dan uji obturator : pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan
otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif
sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks
yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut
akan menimbulkan nyeri pada apendicitis pelvika.
b. Pemeriksaan colok dubur : Jika daerah infeksi dapat dicapai
saat dilakukan pemeriksaan ini, akan memberikan rasa nyeri pada
arah jam 9 sampai jam 12. Maka kemungkinan apendiks yang meradang
terletak didaerah pelvis. Pada appendicitis pelvika kunci diagnosis
adalah nyeri terbatas pada saat dilakukan colok dubur. Meskipun
pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis
appendicitis masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus.
Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibanding
laki-laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama
yang masih muda sering mengalami gangguan yang mirip appendicitis.
Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi,
menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik lain.Untuk
menurunkan angka kesalahan diagnosis appendicitis meragukan,
sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan
pengamatan setiap 1-2 jam.c. Pemeriksaan Penunjang1)
LaboratoriumPemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting
untuk menilai awal keluhan nyeri kuadran kanan bawah dalam
menegakkan diagnosis apenddicitis akut. Pada pasien dengan
apendicitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai leukosit dan
neutrofil akan meningkat,walaupun hal ini bukan hasil yang
karakteristik. Penyakit infeksi pada pelvis terutama pada wanita
akan memberikan gambaran laborotorium yang terkadang sulit
dibedakan dengan appendicitis akut Pemeriksaan laboratorium
merupakan alat bantu diagnosis. Pada dasarnya inflamasi merupakan
reaksi lokal dari jaringan hidup terhadap suatu jejas. Reaksi
tersebut meliputi reaksi vaskuler, neurologik, humoral dan seluler.
Pada anak dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik
apenddicitis akut, akan ditemukan pada pemeriksaan darah adanya
lekositosis 11.000-14.000/mm3, dengan pemeriksaan hitung jenis
menunjukkan pergeseran kekiri hampir 75%. Jika jumlah lekosit lebih
dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan
peritonitis.Pada metode lain dikatakan penderita appendicitis akut
bila ditemukan jumlah lekosit antara 12.000-20.000/mm3 dan bila
terjadi perforasi atau peritonitis jumlah lekosit antara
20.000-30.000/mm3. Ada juga metode yang menyatakan bahwa kombinasi
antara kenaikan angka lekosit dan granulosit adalah yang dipakai
untuk pedoman menentukan diagnose appendicitis akut.Tes
laboratorium untuk appendicitis bersifat kurang spesifik, sehingga
hasilnya juga kurang dapat dipakai sebagai konfirmasi penegakkan
diagnosa. Jumlah lekosit untuk appendisitis akut adalah
>10.000/mm3 dengan pergeseran kekiri pada hemogramnya
(>70%netrofil). Sehingga gambaran lekositosis dengan peningkatan
granulosit dipakai sebagai pedoman untuk appendicitis akut.
Kontroversinya adalah beberapa penderita dengan appendicitis acut,
memiliki jumlah lekosit dan granulosit tetap normal.
2) Foto Polos abdomenPada apendicitis akut, pemeriksaan foto
polos abdomen tidak banyak membantu. Mungkin terlihat adanya
fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai dengan lokasi
apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus. Kalau peradangan
lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus pada bagian kanan
bawah akan kolaps.Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan
tampak pada daerah kanan bawah abdomen kosong dari udara. Gambaran
udara seakan-akan terdorong ke pihak lain. Proses peradangan pada
fossa iliaka kanan akan menyebabkan kontraksi otot sehingga timbul
skoliosis ke kanan. Gambaran ini tampak pada penderita appendicitis
akut. Bila sudah terjadi perforasi, maka pada foto abdomen tegak
akan tampak udara bebas di bawah diafragma. Kadang-kadang udara
begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk melihatnya. Untuk
appendicitis kronis dapat dilakukan apendikogram, dimana hasil
positif bisa berupa Filling defect, Non Filling defect, Parsial,
Irreguler, mouse tail.3) UltrasonografiUltrasonografi telah banyak
digunakan untuk diagnosis appendicitis akut maupun appendicitis
dengan abses. Untuk dapat mendiagnosis appendicitis akut diperlukan
keahlian, ketelitian, dan sedikit penekanan transduser pada
abdomen. Apendiks yang normal jarang tampak dengan pemeriksaan ini.
Apendiks yang meradang tampak sebagai lumen tubuler, diameter lebih
dari 6 mm, tidak ada peristaltik pada penampakan longitudinal, dan
gambaran target pada penampakan transversal. Keadaan awal
appendicitis akut ditandai dengan perbedaan densitas pada lapisan
apendiks, lumen yang utuh, dan diameter 9 11 mm. Keadaan apendiks
supurasi atau gangren ditandai dengan distensi lumen oleh cairan,
penebalan dinding apendiks dengan atau tanpa apendikolit. Keadaan
apendiks perforasi ditandai dengan tebal dinding apendiks yang
asimetris, cairan bebas intraperitonial, dan abses tunggal atau
multipel. Akurasi ultrasonografi sangat dipengaruhi oleh pengalaman
dan kemampuan pemeriksa. Pada beberapa penelitian, akurasi antara
90 94%, dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85 dan
92%.Pemeriksaan dengan Ultrasonografi (USG) pada appendicitis akut,
ditemukan adanya fekalit, udara intralumen, diameter apendiks lebih
dari 6 mm, penebalan dinding apendiks lebih dari 2 mm dan
pengumpulan cairan perisekal. Apabila apendiks mengalami rupture
atau perforasi maka akan sulit untuk dinilai, hanya apabila cukup
udara maka abses apendiks dapat diidentifikasi.Hasil USG dapat
dikatagorikan menjadi normal, non spesifik, kemungkinan penyakit
kelainan lain, atau kemungkinan appendik. Hasil USG yang tidak
spesifik meliputi adanya dilatasi usus, udara bebas, atau ileus.
Hasil USG dikatakan kemungkinan appaendik jika ada pernyataan
curiga atau jika ditemukan dilatasi appendik di daerah fossa iliaka
kanan, atau dimana USG di konfirmasikan dengan gejala klinik dimana
kecurigaan appendicitis.
4) Computed Tomography Scanning (CT-Scan)Pada keadaan normal
apendiks, jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan ini. Gambaran
penebalan dinding apendiks dengan jaringan lunak sekitar yang
melekat, mendukung keadaan apendiks yang meradang. CT-Scan
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90100%
dan 9697%, serta akurasi 94100%. CT-Scan sangat baik untuk
mendeteksi apendiks dengan abses atau flegmon. Pada pasien yang
tidak hamil, CT-scan pada daerah appendik sangat berguna untuk
mendiagnosis appendicitis dan abses periappendikular sekaligus
menyingkirkan adanya penyakit lain dalam rongga perut dan pelvis
yang menyerupai appendicitis.
5) Laparoskopi (Laparoscopy)Meskipun laparoskopi mulai ada sejak
awal abad 20, namun penggunaanya untuk kelainan intraabdominal baru
berkembang sejak tahun 1970-an. Dibidang bedah, laparoskopi dapat
berfungsi sebagai alat diagnostik dan terapi. Disamping dapat
mendiagnosis appendicitis secara langsung, laparoskopi juga dapat
digunakan untuk melihat keadaan organ intraabdomen lainnya. Hal ini
sangat bermanfaat terutama pada pasien wanita. Pada appendicitis
akut laparoskopi diagnostik biasanya dilanjutkan dengan apendektomi
laparoskopi.6) HistopatologiPemeriksaan histopatologi adalah
standar emas (gold standard) untuk diagnosis appendicitis akut. Ada
beberapa perbedaan pendapat mengenai gambaran histopatologi
appendicitis akut. Perbedaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa
belum adanya kriteria gambaran histopatologi appendicitis akut
secara universal dan tidak ada gambaran histopatologi apendicitis
akut pada orang yang tidak dilakukan operasi. Dari hasil penelitian
variasi diagnosis histopatologi appendisitis akut diperoleh
kesimpulan bahwa diperlukan adanya komunikasi antara ahli patologi
dan antara ahli patologi dengan ahli bedahnya.
9. PENATALAKSANAANMenurut Mansjoer dkk. (2000), penatalaksanaan
apendisitis terdiri dari: a. Sebelum operasi Pemasangan sonde
lambung untuk dekompresi Pemasangan kateter untuk kontrol produksi
urin Rehidrasi Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan
diberikan secara intravena Obat obatan penurun panas, phenergan
sebagai anti mengigil, largaktil untuk membuka pembuluh pembuluh
darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai Bila demam,
harus diturunkan sebelum diberi anestesi b. Operasi Apendiktomi
Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforata bebas, maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika Abses
apendiks diobati dengan antibiotika IV, massa mungkin mengecil,
atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa
hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif
sesudah 6 minggu sampai 3 bulan c. Pasca Operasi Observasi
Tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam,
syok, hipertermia atau gangguan pernafasan. Angkat sonde lambung
bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat
dicegah Baringkan pasien dalam posisi semi fowler Pasien dikatakan
baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selam pasien
dipuasakan Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada
perforata, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 5 jam lalu naikkan menjadi
30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari
berikutnya diberikan makanan lunak Satu hari pascar operasi pasien
dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit Pada
hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar Hari ke-7
jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang
Jika apendiks telah perforata, terutama dengan peritonitis
menyeluruh, resusitasi cairan yang cukup dan antibiotik spektrum
luas mungkin diperlukan beberapa jam sebelum apendiktomi.
Pengisapan nasogastrik harus digunakan jika ada muntah yang berat
atau perut kembung. Antibiotik harus mencakup organisme yang sering
ditemukan (Bacteroides, Escherichia coli, Klebsiella, dan
pseudomonas spesies). Regimen yang sering digunakan secara
intravena adalah ampisilin (100 mg/kg/24 jam), gentamisin (5
mg/kg/24 jam), dan klindamisin (40 mg/kg/24 jam), atau
metrobnidazole (Flagyl) (30 mg/kg/24 jam). Apendiktomi dilakukan
dengan atau tanpa drainase cairan peritoneum, dan antibiotik
diteruskan sampai 7-10 hari (Hartman, 2000). Terapi sementara untuk
8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita hamil,
dan penderita umur lanjut, jika secara konservatif tidak membaik
atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya
(Pieter, 2005).