Top Banner
MAKALAH ANTIKONVULSI Tugas Mata Kuliah Farmakologi (dr. Andi Prasetyo) Disusun Oleh: ERLIN NURWIDA JAYANTI INTAN WIDYA ASTUTI NURUL HANANI AMATULLAH PARIASIH RONI IBADIYAH YENI ARISTANIA
41

Makalah Antikonvulsi (Uul 02-2014)

Nov 14, 2015

Download

Documents

antikonvulsi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

MAKALAHANTIKONVULSI

Tugas Mata Kuliah Farmakologi(dr. Andi Prasetyo)

Disusun Oleh:

ERLIN NURWIDA JAYANTI INTAN WIDYA ASTUTINURUL HANANI AMATULLAHPARIASIHRONI IBADIYAHYENI ARISTANIA

PRODI D III KEBIDANANUNIVERSITAS TULUNGAGUNGTAHUN 2014KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan YME atas segala kebesaran dan nikmat hidayah yang telah diberikan-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul ANTIKONVULSI ini dengan lancar.Penyusunan Makalah ini dalam rangka memenuhi tugas. dan sebagai sarana untuk menambah pengetahuan serta wawasan.Untuk itu pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan banyak terima kasih sebesar-besarnya kepada:1. Ibu Dr. Denok, selaku ketua Program Studi D III Kebidanan Universitas Tulungagung.1. Bapak dr. Andy Prasetyo, selaku dosen pembimbing Mata Kuliah Farmakologi yang telah sadar dan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan pada penulis dalam menyelesaikan makalah ini.1. Teman-teman AKBID UNITA Tulungagung Angkatan IX yang telah memberikan semangat, serta berbagai pihak yang sudah membantu selama proses penyusunan makalah ini.Penyusun sadar bahwa makalah ini masih memiliki kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, Penyusun memohon maaf atas kekurangan tersebut. Penyusun juga senantiasa membuka tangan untuk menerima kritik dan saran yang membangun agar kelak kami bisa berkarya lebih baik lagi. Harapan Penyusun, semoga karya kecil ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Semoga pula makalah ini dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Tulungagung, 28 Februari 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL iKATA PENGANTAR iiDAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN1. Latar Belakang Masalah 11. Rumusan Masalah 11. Tujuan Pembahasan 2

BAB II PEMBAHASAN1. Genetalia Eksterna Pada Wanita31. Genetalia Interna Pada Wanita 51. Penyakit yang Ada Dalam Genetalia Wanita61. Siklus Menstruasi 91. Gangguan-Gangguan Dalam Menstruasi 111. Menopouse 14

BAB III PENUTUP1. Kesimpulan 171. Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 18

4

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangAntikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (epileptic seizura). Golongan obat ini lebih tepat dinamakan antiepilepsi; sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain.Bromida, obat pertama digunakan untuk terapi epilepsi telah ditinggalkan karena ditemukannya berbagai antiepilepsi baru yang lebih efektif. Fenobarbital diketahui memiliki efek antikonvulsi spesifik, yang berarti efek antikonvulsinya tidak berkaitan langsung dengan efek hipnotiknya. Di Indonesia fenobarbital ternyata masih digunakan, walaupun di luar negri obat ini mulai banyak ditinggalkan. Feniton (difenilhidantoin), sampai saat ini masih tetap merupakan obat utama antipilepsi.B. Rumusan Masalah1. Apa yang dimaksud dengan Antikonvulsi dan Epilepsi?2. Apa penyebab terjadinya kejang?3. Bagaimana mekanisme terjadinya Epilepsi?4. Bagaimana mekanisme kerja Antipilepsi?

C. Tujuan1. Untuk mengetahui apa itu Antikonvulsi dan Epilepsi.2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya kejang.3. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya Epilepsi.4. Untuk mengetahui mekanisme kerja Antipilepsi.

BAB IIPEMBAHASAN

1. Pengertian Antikonvulsi dan EpilepsiAntikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (epileptic seizura). Golongan obat ini lebih tepat dinamakan antiepilepsi; sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain. Bromida, obat pertama digunakan untuk terapi epilepsi telah ditinggalkan karena ditemukannya berbagai antiepilepsi baru yang lebih efektif. Fenobarbital diketahui memiliki efek antikonvulsi spesifik, yang berarti efek antikonvulsinya tidak berkaitan langsung dengan efek hipnotiknya. Di Indonesia fenobarbital ternyata masih digunakan, walaupun di luar negri obat ini mulai banyak ditinggalkan. Feniton (difenilhidantoin), sampai saat ini masih tetap merupakan obat utama antipilepsi.Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan dengan episoda singkat (disebut bangkitan atau seuzura); dengan gejala utama kesadaran menurun sampai hilang. Bangkitan ini biasanya disertai kejang (konvulsi), hiperaktivitas otonomik, gangguan sensorik atau psikik dan selalu disertai gambaran letupan EEG abnormal dan eksesif. Berdasarkan EGC, Epilepsi dapat dinamakan disritmia serebral yang bersifat paroksismal.Bangkitan Epilepsi merupakan fenomena klinis yang berkaitan dengan letupan listrik atau depolarisasi abnormal dan eksesif, terjadi disuatu fokus dalam otak yang menyebabkan bangkitan paroksismal. Fokus ini merupakan neuron epileptik yang sensitif terhadap rangsang disebut neuron epileptik. Neuron inilah yang menjadi sumber bangkitan epilepsi.Letupan depolarisasi dapat terjadi di daerah korteks. Penjalaran yang terbatas di daerah korteks akan menimbulkan bangkitan parsial yang dikenal sebagai epilepsi fokal jackson; sedangkan penjalaran yang lebih luas menimbulkan konvulsi umum. Letupan depolarisasi di luar korteks motorik antara lain di korteks sensorik, pusat subkortikal, menimbulkan gejala aura prakonvulsi antara lain adanya penghiduan bau wangi-wangian, gangguan paroksimal terhadap kesadaran/kejiwaan; selanjutya penjalaran ke daerah korteks motorik menyebabkan konvulsi. Berdasarkan tempat asal letupan depolarisasi, jenis bangkitan dan penjalaran depolarisasi tersebut, dikenal berbagai bentuk epilepsi.

1. Penyebab Terjadinya KejangPenyebab demam pada kejang demam, demam sendiri dapat disebabkan oleh berbagai sebab, terutama infeksi. Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam misalnya:1. Demam itu sendiri 2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak.3. Respons alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolik.5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau ensefalopati toksik spintas.6. Gabungan semua faktor tersebut diatas. Pada dasarnya epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:1. Bangkitan umum (epilepsi umum) yang terdiri dari:1. Bangkitan tonik-klonik (epilepsi grand mal): bentuk serangan kejang yang paling sering. Pada fase tonik,otot rangka berkontraksi atau mengencang dalam bentuk spasme, berlangsung 3-15 detik. Pada fase klonik,terdapat kontraksi otot disritmik, atau kedutan pada tungkai dan lengan, berlangsung 2-5 menit.1. Bangkitan lena (epilepsi petit mal atau absences)Bangkitan lena tidak khas (atytical absences)1. Bangkitan mioklonik (epilepsi mioklonik): kontraksi atau kedutan klonik setempat 1. Bangkitan klonik : kontraksi otot disritmik1. Bangkitan tonik : kontraksi otot terus menerus1. Bangkitan atonik (kepala terjatuh,hilangnya postur)1. Bangkitan infantil (spasme infantil): spasme otot.

1. Bangkitan parsial atau fokal atau lokal (epilepsi parsial atau fokal)1. Bangkitan parsial sederhana: terjadi dalam bentuk motorik, sensorik, otonomik, dan psikik.Motorik: disebut sebagai serangan kejang jacksonian; melibatkan pergerakan spontan yang menyebar; dapat berlanjut menjadi serangan kejang umum.Sensorik: Halusinasi penglihatan, pendengaran, atau rasa.Respons Otonomik: pucat, berkeringat atau muntah.Psikologik: Perubahan kepribadian1. Bangkitan parsial komplek Gejala-gejala dapat meliputi kebingungan atau gangguan daya ingat, perubahan perilaku, dan otomatisme (prilaku yang berulang-ulang, seperti gerakan mengunyah atau menelan). Klien mungkin tidak dapat mengingat perilakunya setelah serangan kejang.1. Bangkitan parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum misalnya bangkitan tonik klonik, bangkitan tonik atau bangkitan klonik saja.Epilepsi psikomotor atau epilepsi lobus temporalis merupakan bangkitan parsial kompleks atau bangkitan parsial yang berkembang menjadi epilepsi bila fokusnya terletak dilobus temporalis anterior.

1. Mekanisme Terjadinya EpilepsiKonsep terjadinya epilepsi telah dikemukakan satu abad yang lalu oleh John Hughlings Jackson, Bapak Epilepsi Modern. Pada fokus epilepsi di korteks serebri terjadi letupan yang timbul kadang-kadang secara tiba-tiba, berlebihan dan cepat; letupan ini menjadi bangkitan umum bila neuron normal disekitarnya terkena pengaruh letupan tersebut. Konsep ini masih tetap dianut dengan beberapa perubahan kecil. Adanya letupan depolarisasi abnormal yang menjadi dasar diagnosisdeferensial epilepsi memang dapat dibuktikan.Fokus epilepsi dapat tetap tenang selama masa yang cukup panjang, sehingga tidak ntimbul gejala apapun; tetapi dalam masa tenang pun dengan EEG, akan terekam letupan listrik yang bersifat intermiten. Sekalipun letupan depolarisasi yang menyebabkan bangkitan dapat terjadi spontan, berbagai perubahan fisiologis dapat menjadi pencetus letupan depolarisasi. Penjalaran letupan depolarisasi keluar daerah fokus, biasanya dihambat oleh mekanisme inhibisi normal, tetapi perjalanan ini dapat diperlancar dengan perubahan fisiologis.

1. Mekanisme Kerja AntipilepsiTerdapat dua mekanisme antikonvulsi yang penting yaitu:1. Dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus epilepsi,2. Dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi.Mekanisme kerja antipilepsi hanya sedikit yang dimengerti secara baik. Berbagai obat antipilepsi diketahui mempengaruhi berbagai fungsi neurofisiologik otak, terutama yang mempengaruhi sistem inhibisi yang melibatkan GABA dalam mekanisme kerja berbagai antipilepsi.Obat antiepilepsi terbagi dalam 8 golongan. Empat golongan antiepilepsi mempunyai rumus dengan inti berbentuk cincin yang mirip satu sama lain yaitu golongan hidantoin, barbiturat, oksazolidindion dan suksinimid.Akhir-akhir ini karbamazepin dan asam valproat memegang peran penting dalam pengobatan epilepsi; karbamazepin untuk bangkitan parsial sederhana maupun kompleks, sedangkan asam valproat terutama untuk bangkitan lena maupun bangkitan kombinasi lena dengan bangkitan tonik-klonik.0. GOLONGAN HIDANTIONDalam golongan hidantion dikenal tiga senyawa antikonvulsi: fenition (difenihidantion), mefeniloin dan etotoin dengan fenitoin sebagai prototipe. Fenition adalah obat utama untuk hampir semua jenis epilepsi, kecuali bangkitan lena. Adanya gugus fenil atau aromatik lainnya pada atom C5 penting untuk efek pengendalian bangkitan tonik-klonik; sedangkan gugus alkil bertalian dengan efek sedasi, sifat yang terdapat pada mefenitoin dan barbiturat, tetapi tidak pada fenition. Adanya gugus metil pada atom N3 akan mengubah spektrum aktivitas misalnya mefenition, dan hasil N demetilasi cleh enzim mikrosom hati menghasilkan metabolit tidak aktif. 0. FARMAKOLOGIFenilatoin berefek antikonvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP. Dosis toksik menyebabkan eksitasi dan dosis letal menimbulkan rigiditas deserebrasi. Sifat antikonvulsi fenitoin didasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus ke bagian lain di otak. Efek stabilisasi membran sel oleh fenition juga terlihat pada saraf tepi dan membran sel lainnya yang juga mudah terpacu misalnya sel sistem konduksi di jantung. Fenition juga mempengaruhi perpindahan ion melintas membran sel; dalam hal ini,khususnya dengan menggiatkan pompa Na+ neuron.Bangkitan tonik-klonik dan beberapa bangkitan parsial dapat pulih secara sempurna. Gejala aura sensorik dan gejala prodromal lainnya tidak dapat dihilangkan secara sempurna oleh fenitoin.0. FARMAKOKINETIKAbsorpsi fenitoin yang diberikan per oral berlangsung lambat, sesekali tidak lengkap; 10% dari dosis oral diekskresi bersama tinja dalam bentuk utuh.kadar puncak dalam plasma dicapai dalam 3-12 jam. Bila dosis muatan (loading dose) perlu diberikan, 600-800 mg, dalam dosis terbagi antara 8-12 jam, kadar efektif plasma akan tercapai dalam waktu 24 jam. Pemberian fenition secara IM, menyebabkan fenition mengendapkan di tempat suntikan kira-kira 5 hari, dan absorpsi berlangsung lambat. Fenition didistribusikan ke berbagai jaringan tubuh dalam kadar yang berbeda-beda. Setelah suntikan IV, kadar yang terdapat dalam otak, otot skelet dan jaringan lemak lebih rendah daripada kadar di dalam hati, ginjal dan kelenjar ludah.Pengikatan fenitoin oleh protein, terutama oleh albumin plasma kira-kira 90%. Pada orang sehat, termasuk wanita hamil dan wanita pemakai obat-kontrasepsi oral, fraksi bebas kira-kira 10%; sedangkan pada pasien dengan penyakit ginjal, penyakit hati atau penyakit hepatorenal dan neonatus fraksi bebas rata-rata di atas 15%. Pada pasien epilepsi, fraksi bebas berkisar antara 5,8%-12,6%. Fenition terikat kuat pada jaringan saraf sehingga kerjanya bertahan lebih lama; tetapi mula kerja lebih lambat daripada fenobarbital. Biotransformasi terutama berlangsung dengan cara hidrosilasi oleh enzim mikrosom hati. Metabolit utamanya ialah derviat parahidroksifenill. Biotranstomasi oleh enzim mikrosom hati sudah mengalami kejenuhan pada kadar terapi, sehingga peninggian dosis akan sangat meningkatkan kadar fenitoin dalam serum secara tidak proporsional. Oksidasi pada satu gugus fenil sudah menghilangkan efek antikonvulsinya. Sebagian besar metabolit fenitoin diekskrasi bersama empedu, kemudian mengalami reabsorpsi dan biotransformasi lanjutan dan diekskresi melalui ginjal. Di ginjal, metabolit utamanya mengalami sekresi oleh tubuli, sedangkan bentuk utuhnya mengalami reabsorpsi.0. INTERAKSI OBATKadar fenitoin dalam plasma akan meninggi bila diberikan bersama kloramfenikol, disulfiram, INH, simetidin, dikumarol, dan beberapa sulfonamid tertentu, karena obat-obat tersebut menghambat biotransformasi fenitoin. Sedangkan sulfisoksazol, fenibutazon, salisilat dan asam valproat akan mempengaruhi ikatan protein plasma fenitoin sehingga meninggikan juga kadarnya dalam plasma.teofilin menurunkan kadar fenitoin bila diberikan bersamaan, diduga karena teofilin meningkatkan biotransformasi fenitoin juga mengurangi absorpsinya. Interaksi fenitoin dengan fenobarbital dan karbamazepin kompleks. Fenitoin akan menurun kadarnya karena fenobarbital menginduksi enzim mikrosom hati, tetapi kadang-kadang kadar fenitoin dapat meningkat akibat inhibisi kompetitif dalam metabolisme. Hal yang sama berlaku untuk kombinasi fenitoin dengan karbamazepin. Karena itu terapi kombinasi harus dilakukan secara hati-hati, sebaiknya diikuti dengan pengukuran kadar obat dalam plasma.0. INTOKSIKASI DAN EFEK SAMPING Fenitoin sebagai obat epilepsi dapat menimbulkan keracunan sekalipun relatif paling aman dari kelompoknya. Gejala keracunan ringan biasanya mempengaruhi SSP, saluran cerna, gusi dan kulit; sedangkan yang lebih berat mempegaruhi kulit, hati dan sumsum tulang, Hirsutisme jarang terjadi, tetapi bagi wanita muda hal ini dapat sangat mengganggu.Susunan saraf pusat.efek samping fenitoin tersering ialah diplopia, ataksia, vertigo, nistagmus, sukar berbicara (slurred speech) disertai gejala lain. Misalnya tremor, gugup, kantuk, rasa lelah, gangguan mental yang sifatnya berat, ilusi, halusinasi sampai psikotik. Defisiensi folat yang cukup lama merupakan faktor yang turut berperan dalam terjadinya gangguan mental. Efek samping SSP lebih sering terjadi dengan dosis melebihi 0,5 g sehari.Saluran cerna dan gusi.nyeri ulu hati, anoreksia, mual dan muntah, terjadi karena fenitoin bersifat alkali. Pemberian sesudah makan atau dalam dosis terbagi, dapat mencegah atau mengurangi gangguan saluran cerna. Proliferasi epitel dan jaringan ikat gusi dapat terjadi pada penggunaan kronik, dan menyebabkan hiperplasia pada 20% pasien. Edema gusi mudah terjadi gingivitas, terutama bila kebersihan mulut tidak terjaga. Pengobatan tidak perlu dihentikan pada gangguan gusi; dapat diringankan bila kebersihan mulut dipelihara.Kulit. efek samping pada kulit terjadi pada 2-5% pasien, lebih sering pada anak dan remaja yaitu berupa ruam morbiliform. Beberapa kasus diantaranya disertai hiperpireksia, eosinofilia, dan limfadenopati. Eritema multiform hemoragik sifatnya lebih berat dan dapat fatal, karena itu bila terjadi ruam kulit sebaiknya pemberian obat dihentikan dan diteruskan kembali dengan berhati-hati bila kelainan kulit telah hilang. Pada wanita, pengobatan fenitoin secara kronik menyebabkan keratosis dan hirsutisme, karena meningkatnya aktivitas korteks suprarenalis.Lain-lain. Bila timbul gejala hepatotoksisitas berupa ikterus dan hepatitis, anemia megaloblastik (antara lain akibat difisiensi folat) atau kelainan drah jenis lain, pengobatan perlu dihentikan .Fenitoin bersifat teratogenetik. Kemungkinan melahirkan bayi dengan cacat konginetal meningkat menjadi 3 kali, bila ibunya mendapatkan terapi fenitoin selama trimester pertama kehamilan. Cacat konginetal yang menonjol ialah keiloskisis dan palatoskisis. Pada kehamilan lanjut, fenitoin menyebabkan abnormalitas tulang pada neonatus. Penggunaan fenitoin pada wanita hamil tetap diteruskan berdasarkan pertimbangan bahwa bangkitan epilepsi sendiri dapat menyebabkan cacat pada anak sedang tidak semua ibu yang minum fenitoin mendapat anak cacat.0. INDIKASIFenitoin diindikasikan terutama untuk bangkitan tonik-klonik dan bangkitan parsial atau fokal.banyak ahli penyakit saraf di indonesia lebih menyukai penggunaan fenobarbital karena fenitoin memilki batas keamanan yang sempit; efek samping dan efek toksi, sekalipun ringan, sifatnya cukup mengganggu terutama pada anak. Fenitoin juga bermanfaat terhadap bangkitan parsial kompleks.Indikasi fenitoin lain ialah untuk neuralgia trigeminal, aritmia jantung. Fenitoin juga digunakan pada terapi renjatan listrik (ECT), untuk meringankan konvulsinya, dan bermanfaat pula terhadap kelainan ekstrapiramidal latrogenik.0. SEDIAAN DAN POSOLOGIFenitoin atau difenilhidantion tersedia sebagai garam Na dalam bentuk kapsul 100mg dan tablet kunyah 30mg untuk pemberian oral, sedangkan sediaan suntik 100mg/2ml.di samping itu juga tersedia bentuk sirup dengan takaran 125mg/5ml.Harus diperhatikan agar kadar dalam plasma optimal, yaitu berkisar antara 10-20mg/ml. Kadar di bawahnya kurang efektif untuk pengendalian konvulsi, sedangkan kadar lebih hampir selalu disertai gejala toksik. Pada kadar di atas 20mg/ml dapat timbul nistagmus; kadar di atas 30mg/ml, menyebabkan ataksia; dan kadar di atas 40mg/ml disertai letargi. Dosis fenitoin selalu harus disesuaikan untuk masing-masing individu; patokan kadar terapi antara 10-20mg/ml bukan merupakan angka mutlak, karena beberapa pasien menunjukkan efektivitas fenitoin yang baik pada kadar 8mg/ml, sedangkan pada pasien lain, nistagmus sudah terjadi pada kadar 15mg/ml.Untuk pemberian oral, dosis awal untuk dewasa 300mg, dilanjutkan dengan dosis penunjang antara 300-400mg, maksimum 600mg, sehari.anak di atas 6 tahun, dosis awal sama dengan dosis dewasa; sedangkan untuk anak di bawah 6 tahun,dosis awal 1/3 dosis dewasa; dosis pununjang ialah 4-8mg/kg BB sehari, maksimum 300mg. Dosis awal dibagi dalam 2-3 kali pemberian .dosis penunjang dapat diberikan sebagai dosis tunggal harian tanpa mengurangi efektivitas, karena masa paruh fenitoin cukup panjang, tetapi pemberian dengan dosis terbagi akan menghasilkan fluktuasi kadar fenitoin dalam darah yang minimal. Pasien yang baru pertama kali mendapat fenitoin, tidak segera memperoleh efek, karena adanya tenggang waktu (time lag). Oleh karena itu, terapi berulang secara periodik umpamanya pada bangkitan yang berkaitan dengan hid, seyogyanya tidak menunggu sampai datangnya aura. Untuk mengganti terapi epilepsi dari fenobarbital juga harus berangsur-angsur, sebab penghentian secara tiba-tiba dapat menyebabkan bangkitan berupa status epileptikus yang berbahaya.0. GOLONGAN BARBITURATDi samping sebagai hipnotik-sedatif, golongan barbiturat efektif sebagai obat antikonvulsi, dan yang biasa digunakan adalah barbiturat kerja lama (long acting barbiturates). Di sini dibicarakan efek antiepilepsi prototip barbiturat yaitu fenobarbital dan primidon yang struktur kimianya mirip dengan barbiturat.Sebagai antiepilepsi fenobarbital menekan letupan di fokus epilepsi. Barbiturat menghambat tahap akhir oksidasi mitokondria, sehingga mengurangi pembentukan fosfat berenergi tinggi. Senyawa fosfat ini perlu untuk sintesis neurotransmitor misalnya Ach, dan untuk repolarisasi membran sel neuron setelah depolarisasi.2. FENOBARBITALFenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturat, merupakan senyawa organik pertama yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi penjalaran aktivitas bengkitan dan menaikkan ambang rangsang. Fenobarbital masih merupakan obat antikonvulsi pilihan karena cukup efektif, murah. Dosis efektifnya relatif rendah. Efek sedatif, dalam hal ini dianggap sebagai efek samping, dapat diatasi dengan pemberian stimulan sentral tanpa mengurangi efek antikonvulsinya.Dosis dewasa yang biasa digunakan ialah dua kali 100mg sehari. Untuk mengendalikan epilepsi disarankan kadar plasma optimal, berkisar antara 10-40 g/ml. Kadar plasma di atas 40 g/mlsering disertai gejala toksik yang nyata. Penghentian pemberian fenobarbital harus secara bertahap guna mencegah kemungkinan meningkatnya frekuensi bangkitan kembali, atau malahan bangkitan status epileptikus.Intereksi fenobarbital dengan obat lain umumnya terjadi karena fenobarbital meningkatkan aktivitas enzim mikrosom hati. Kombinasi dengan asam valproat akan menyebabkan kadar fenobarbital meningkat 40%.2. PRIMIDONPrimidon, 2-deoksifenobarbital bersifat antikonvulsi mirip fenobarbital. Potensi antikonvulsinya lebih lemah sebab oksigen-karbonil bagian urea diganti dengan hidrogen. Primidon dalam badan sebagian mengalami oksidasi menjadi fenobarbital, sebagian mengalami dekarboksilasi oksidatif pada atom C2 menjadi feniletil malonamid (FEMA) yang tetap aktif.Efek samping pada SSP berupa kantuk, ataksia, pusing, sakit kepala, dan mual. Efek samping ini biasanya tidak berbahaya dan menghilang dengan sendirinya walaupun pengobatan diteruskan. Kelainan kulit yang lebih jarang terjadi berupa ruam morbiliform, pitting edema. Selain itu dapat terjadi anoreksia, impotensi, aktivasi psikotik, terutama pada pasien epilepsi psikomotor. Tidak dilaporkan gangguan hati dan ginjal oleh primidon. Leukopenia dan anemia megaloblastik pernak dilaporkan.Hipereaktivitas dapat terjadi dan dapat dikurangi dengan dosis awal rendah. Dosis dewasa mulai dengan 3 kali 50 mg sehari; kemudian dinaikkan sampai 0,75 1,5 gram sehari, untuk 3 kali pemberian.Primidon efektif untuk semua bentuk bangkitan epilepsi, kecuali bangkitan lena. Efeknya baik untuk bangkitan tonik-klonik yang telah refrakter terhadap terapi yang lazim, dan lebih efekif lagi dalam kombinasi dalam fenitoin. Untuk bangkitan parsial komplek dan bangkitan akinetik minor suatu varian bangkitan lena, primidon merupakan obat terpilih; sedangkan terhadap bangkitan lena sendiri efeknya tidak memuaskan.Fenitoin dilaporkan meningkatkan konversi primidon menjadi fenobarbital, sebaliknya INH menghambat konversi primidon menjadi fenobarbital dan FEMA.0. GOLONGAN OKSAZOLIDINDION2. TRIMETADONTrimatidion (3,5,5 trimetiloksazolidin 2,4, dion), sekalipun telah terdesak oleh suksininimid, merupakan prototip obat bangkitan lena. Trimetadion juga bersifat hipnotik dan analgesic.

2. FARMAKODINAMIKPada SSP, trimetadion memperkuat depresi pascatransmisi, sehingga transmisi impuls berurutan dihambat; transmisi impuls satu per satu tidak terganggu. Trimetadion memulihkan pola EGG abnormal pada bangkitan lena.2. FARMAKOKINETIK Trimetadion per oral mudah diabsorpsi dari saluran cerna dan didistribusi ke berbagai cairan badan. Biotransformasi trimetadion terutama terjadi di hati dengan demetilasi yang menghasilkan didion (5,5, dimetiloksazolidin 2,4 dion atau DMO). Senyawa ini masih aktif terhadap bangkitan lena mungkin didion yang mempertahankan efek trimetadion. Ekskresi didion berlangsung lambat sehingga cenderung terjadi penumpukan metabolit pada pengobatan kronik.2. INTOKSIKASI DAN EFEK SAMPINGIntoksikasi dan efek samping trimetadion yang bersifat ringat berupa sedasi hemeralopia, sedang yang sifatnya lebih berat berupa gejala pada kulit, darah, ginjal, dan hati. Gejala intoksikasi lebih sering timbul pada pengobatan kronik.Harus diingat bahwa terapi dengan trimetadion dapat menimbulkan bangkitan tonik-klonik, yang pada pasien tertentu merupakan komponen bangkitan lain bersama dengan bangkitan lena. Bangkitan tonik-klonik justru baru timbul setelah pengobatan bangkitan lena.Sedasi berat dapat diatasi dengan amfetamin tanpa mengurangi efek antiepilepsinya; bahkan sesekali amfetamin dapat menekan bangkitan lena. Hemeralopia lebih sering terjadi pada orang dewasa daripada anak. Bila terjadi skotoma, pemberian obat harus dihentikan . Gangguan vivus dapat pulih dengan menghentikan obat atau dengan menurunkan dosis.Efek samping pada kulit berupa ruam morbiliform dan kelainan akneform; lebih berat lagi berupa dermatitis eksfolialif atau eritema multiformis. Kelainan darah berupa neutropenia ringan, tetapi anemia aplastik dapat bersifat fatal. Gangguan fungsi ginjal dan hati, berupa sindrom nefrotik dan hepatitis, dapat menyebabkan kematian.2. INDIKASIIndikasi utama trimetadion ialah bangkitan lena murni (tidak disertai komponen bangkitan bentuk lain). Trimetadion dapat menormalkan gambaran EEG dan meniadakan kelainan EEG akibat hiperventilasi maksimal pada 70 % pasien. Bangkitan lena yang timbul pada anak, umumnya sembuh menjelang dewasa. Bangkitan lena sering disertai komponen bangkitan bentuk lain, biasanya bangkitan tonik-klonik. Harus diingat bahwa pada terapi bangkitan lena dengan trimetadion justru dapat timbul bangkitan tonik-klonik, bahkan berupa status epileptikus yang berbahaya. Maka sebaiknya bangkitan lena diobati dengan kombinasi trimetadion dengan fenobarbital, primidon atau fenitoin. Dalam kombinasi dengan dengan mefenitoin, sebab gangguan darah dapat bertambah berat. Penghentian terapi trimetadion harus secara bertahap karena bahaya eksaserbasi bangkitan dalam bentuk status epileptikus; demikian pula obat lain yang telah terlebih dulu diberikan.Trimetadion dikontraindikasikan pada pasien anemia, leucopenia, penyakit hati, ginjal, dan kelainan nervus optikus.0. GOLONGAN SUKSINIMID Antiepilepsi golongan suksinimid yang digunakan di klinik adalah etosuksimid, metsuksimid dan fensuksimid. Berdasarkan penlitian pada hewan, terungkap bahwa spectrum antikonvulsi etodsuksimid sama dengan trimetadion. Sifat yang menonjol dari etosuksimid dan trimetadion ialah mencegah bangkitan konvulsi pentilentetrazol. Etosuksimid, dengan sifat antipentilentetrazol terkuat, marupakan obat yang paling selektif terhadap bangkitan lena.3. ETOSUKSIMIDEtosuksimid diabsorpsi lengkap melalui saluran cerna. Setelah dosis tunggal oral, diperlukan waktu antara 1-7 jam untuk mencapai kadar puncak dalam plasma. Distribusi merata ke segala jaringan, dan kadar cairan serebrospinal sama dengan kadar plasma. Efek samping yang sering timbul ialah mual, sakit kapala,kantuk dan rumah kulit. Gejala yang lebih berupa agranulositosis dan pansitopenia. Dibandingkan dengan trimetadion, etosuksimid lebih jarang menimbulkan diskasia darah, dan nefrotoksisitas belum pernah dilaporkan; sehingga etosuksimid umumnya lebih disakai daripada trimetadion.Seperti trimetadion, pada pengobatan dengan, pada pengobatan dengn etosuksimid dapat pula di perlukan pengobatan untuk mengatasi bangkitan tonik-klonik .komponen bangkitan tonik-klonik dapat muncul akibat pengobatanetosuksimid sehinga pengobatan tambahandi perlukan .Etosuksimid merupakan obat terpilih untuk bangkitan lena . terdapat bangkitan lena pada anak,efektivitas etosuksimid sama dengan trimetadion 50-70%pasien dapat di kendalikan bangkitannya. Obat ini juga efektif pada bangkitan mioklonikdan bangkitan akinetik .etosuksimid tidak efektif untuk bangkitan farsial komplrks dan bangkitan tonik-klonik umum atau pasien kejang dengan kerusakan organikotak yang berat. 0. KARBAMAZEPINKarbamazepin petama-tama digunakan untuk pengobatan trigeminal neuralgia ,kemudian ternyata bahwa obat ini efektitf terdapat bangkitan parsial komleks tonik-klonk. Saat ini, karbamazepin merupakan anti epilepsi untuk di Amerika Serikat untuk mengatasi berbagai bangkitan kecuali bangkitan lena. Selain mengurangi kejang, efeknya nyata pada perbaikan psikis yaitu perbaikan kewaspadaan dan perasaan. Perbaikan psikis diduga berdasarkan pengaruhnya terdapat amigdala karena menberikan hasil yang sama dengan amigdalatomibilat bilateral.Karbamzapin memperlihatkan efek analgesik elektif misalnya pada tabes dorsalis dan neurofati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa. Atas pertimbangan untung-rugi karbamazepin tidak dianjurkan untuk mengatasi nyeri ringan yang dapat diatasi dengan analgesik biasa .Efek samping karbamazepin cukup sering terjadi. Seperempat dari jumlah pasien yang diobat mengalami efek samping. Efek samping yang terjadi setelah pemberian obatjanagan lama berupa pusing, vertigo, ataksia, diplopia, dan penglihatan kabur. Frekuensi bangkitan dapat meningkatan akibat dosis berlebihan. Efek samping lain nya dapat berupa mual, muntah, diskrasia darah yang berat (anemiaplastik, agranulusitosis) dan reaksui alergi berupa dermatitis, eosinofilia, limpadenopati dan spelenomegali. Stevenjohnsonrlatif sering dilaporkan terjadi dengan obat ini sehinga pasien harus diperingatkan agar segera kembali ke dokter bila timbul vesikel di kulit setelah minum obat ini. Umumnya penghentian obat dan kartikosteroid dapat mengatasi efek samping ini .gejala intoksikasi akut karbamazepin dapat berupa stupor atau koma, penderitaan iritabel, kejang dan depresi nafas. Efek samping jangka panjang berupa retensi air yang dapat menjadi masalah bagi penderita usia lanjut dengan gangguan jantung.pada hewan, obat ini dilaporankan bersifat teratogenik dan karsinogenik. Pada manusia kedua efek ini perlu diselidiki lebih lanjut.Karena potensi untuk menimbulkan efek samping sangat luas, maka pada pengobatan dengan karbamazepin dianjurkan pemeriksaan nilai basal dari darah dan melakukan periksaan ulang selama pengobatan. Fernobarbital dan fenitoin dapat meningkatkan kadar karbamazepin, dan boitranformasi karbamazepin menjadi fenobarbitaldi tingkatkan oleh karbamazepin, sedangkan pemberian karbamazepin bersama asam valproat akan menurunkan kadar valproat.0. GOLONGAN BENZODIAZEPINDi samping sebagai antiansietas, sebagian golongan obat benzodiazepine bermanfaat sebagai antikonvusi, khususnya untuk epilepsi. Diazepam dapat diangap sebagai prototip benzodiazepine.Khasiat benzodiazepine lebih nyata terdapat konvulsi pentilentetrazol daripada konvulsi renjatan listrik maksimal. Diazepam IV merupakan obat terpilih untuk status epileptikus; di pihak lain, peranan pemberian per oral dalam terapi epilepsi belum dapat di simpulkan secara konklusif .1. DIAZEPAMDiazepam terutama digunakan untuk terapi konvulsi rekuren, misalnya status epileptikus. obat ini juga bermanfaat untuk terapi bangkitan klonik fokal dan hipsaritmia yang refraktek terhadap terapi lazim. Diazepam dapat efektif pada bangkitan lena karena menekan 3 gelombang paku dan ombak yang terjadi dalam satu detik.Untuk mengatasi bangkitan status epileptikus, disuntikan 5-20 mg diazepam IV secara lambat. Dosis ini dapat diulang seperlunya dengan tenggang waktu 15-20 menit sampai beberapa jam. Diazepam dapat mengendalikan 80-90% pasien bangkitan rekuren. Pemberian per rectal dengan dosis 0,5mg atau 1 mg/kg BB diazepam untuk bayi dan anak di bawah umur 11 tahun dapat menghasilkan kadar 500 ug/ml dalam waktu 2-6 menit. Bagi anak yang lebih besar dan orang dewasa pemberian oral tidak bermanfaat untuk mengatasi keadaan yang akut, karena kadar puncak lambat tercapai kadar plasma nya rendah. Walaupun diazepam sering digunakan untuk mengatasi kovulsi, belum dapat dipastikan kelebihan manfaatnya dibandingkan obat lain, seperi barbiturate anestetik umum; untuk ini masih diperlukan untuk uji terkendali perbandingan efektivitas.Efek samping berat dan berbahaya yang menyertai penggunaan diazepam IV ialah obstruksi saluran nafas oleh lidah, akibat relaksasi otot. Di samping ini dapat terjadi depresi nafas sampai henti nafas, hipotensi, henti jantung dan ngantuk.

1. KLONAZEPAMKlonazepam merupakan benzodiazepin dengan masa lerja panjang. Penggunaannya tersendiri atau sebagai tambahan bersama anti epilepsi lain, untuk terapi bangkitan mioklonik, bangkitan akinetik dan spasme infantil. Klonazepamialah obat afternatif suksinimid untuk terapi bangkitan lena. Manfaat terhadap status epileptikus telah terbukti, tapi pilihan utama dalam hal ini masih tetap diazepam. Efek samping yang tersering ialah kantuk, ataksia dan gangguan kepribadian. Dosis awal 1,5 mg sehari, dibagi untuk tiga kali pemberian .jika di perlukan, dosis di naikan 0.5-1mg setiap tiga hari; tetapi tidak melebihi 20 mg sehari. Dosis anak sampai 10 tahun atau BB 30 kg, adalah 0,01-0,03 mg/kg BB sehari, diberikan terbagi .peningkatan dosis harian adalah 0,25-0,5 mg setiap tiga hari. Dosis penunjang yang lazim: 0,1-0,2 mg/kg BB sehari. Toleransi dapat terjadi terhadap efek anti epilepsinya, sehinga efeknya hilang walaupun diberikan dosis besar, biasanya terjadi setelah 1-6 bulan pengobatan.1. NITRAZEPAMNitrazepam dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan hipsaritmia, spasme infantil dan bangkitan mioklinik. Malahan ada yang berpendapat nitrazepam paling efektif terhadap bangkitan mioklonik. Dosis yang biasa digunakan 1 mg/kgBB sehari. Dengan dosis ini dapat dikendalikan 50% dari pasien spasme infantil. Nitrazepam secara spesifik bernmanfaat untuk terapi jenis bangkitan tersebut di atas, bentuk bangkitan yang sebelumnya diobati dengan ACTH atau prednison dan kartikostreoid lain tetapi hasilnya kurang memuaskan. Tetapi sebaliknya obat ini dapat mencentuskan (triggered) bangkitan tonik-klonik, sehinga diperlukan tambahan anti konvulsi lain. Bangkitan lena juga dapat bertambah berat bila diberikan nitrazepam.Selain pencentusan bangkitan tonik-klonik atau memberatnya bangkitan lena, efek samping yang paling mengangu adalah hipersekkresi lender saluran nafas.ganguan terhadap SSP terutama berupa gejala latargi dan ataksia.0. ASAM FALPROAT Valproat (dipropliasetat, atau 2 propilpentanoat) terutama efektif untuk terapi epilepsy umum, dan kurang efektif terhadap epilepsi fokal. Valproat menyebabkan hiperpolarisasi potensial istirahat membrane neuron, akibat peningkatan daya konduksi membran untuk kalium. Efek antikonvulsan valproat didasarkan meningkatnya kadar asam gama aminobutirat (GABA) di dalam otak.Pemberian valproat per oral cpt diabsorpsi dan kadar maksimal serum tercapai setelah 1-3 jam. Dengan masa paruh 8-10 jam, kadar darah stabil setelah 48 jam terapi . Jika diberikan dalam bentuk amida, depamida, kadar valproprat dalam serum sepadan dengan pemberian dalam bentuk valproat, tetapi masa paruhnya lebih panjang yaitu 15 jam. Biotransformasi depanida menjadi valproat berlangsung in vivo valproat diekskresi di urine dalam 24 jam.Toksisitas valproat berupa gangguan saluran cerna, system saraf, hati ruam kulit dan alopesia. Gangguan saluran cerna berupa anoreksia, mual, dan muntah terjadi pada 16% kasua.Efek terhadap SSP berupa kantuk, ataksia, dan tremor, menghilang dengan penurunan dosis. Gangguan pada hati berupa peninggian aktivitas enzim-enzim hati, dan sesekali terjadi nekrosis hati yang sering berakibat fatal. Kira-kira 60 kasus kematian telah dilaporkanakibat penggunaan obat ini dari suatu uji klinik terkandali, dosis valproat 1200 mg sehari, hanya menyebabkan kantuk, ataksia, dan mual selintas. Terlalu dini untuk mengatakan bahwa in obat ini aman dipakai karena penggunaan masih terbatas.Valproat efektif terhadap epilepsy umum seperti bangkitan lena, bangkitan tonik-klonik, epilepsy parsial misalnya bangkitan parsial kompleks; sedangkan terhadap epilapsi fokal lain efektifitasnya kurang memuaskan tetapi dimulai dengan dosis 3 kali 200mg/hari; jika perlu, setelah 3 hari dosis dinaikkan menjadi 3 kali 400ml/hari. Dosis harian lazim, berkisar 0,8-1,4 g. Dosis anak yang disarankan berkisar 20-30 mg/kgBB sehari.Palproat telah diakui efektifitasnya sebagai obat untuk bangkitan lena tetapi bukan merupakan obat terpilih karena efek toksiknya terhadap hati. Valproat juga efektif untuk bangkitan mioklonikdan bangkitan tonik-klonik.Asam valproat akan meningkatkan kadar fenobarbital 40% karena terjadi penghambatan hidroksilasi fenobarbital. Sedangkan interaksinya dengan fenitoin total dalam plasma akan turun, karena biotransformasi yang meningkat dan pergeseran fenitoin dari ikatan protein plasma, sedangkan fenitoin bebas dalam darah mungkin tidak dipengaruhi. Kombinasi asam valproat dengan klonazepam dihubungkan dengan timbulnya status epileptikus bangkitan lena. 0. ANTIEPILEPSI LAIN7. FENASEMIDFenasemid, suatu derivat asetilurea, merupakan suatu analog dari fenihidantion, tetapi tidak berbentuk cincin. Efeknya baik bila digunakan terhadap bangkitan tonik-klonik, bangkitan lena, dan bangkitan parsial kompleks.7. FARMAKODINAMIKFenasemid memiliki antikonvulsi yang berspektrum luas. Mekanisme kerja fenasemidialah denga peningkatan ambang rangsang focus serebral, sehingga hipereksitabilitas dan letupan abnormal neuron sebagai akibat rangsang beruntun dapat ditekan oleh fenasemid.Pada saraf tepi, hipereksibilitas oleh rangsang beruntun atau hipokalsemia juga dapat ditekan oleh fenasemid. Sifat ini sama dengan antikonvulsi lain yang mamiliki gugus fenil; umpamanya difenihidantion.

7. INTOKSIKASI DAN EFEK SAMPINGFenasemid merupakan obat toksik. Efek samping tersering adalah psikosis.Efek samping yang mungkin fatal adalah nekrosis hati, anemia aplastik dan neutropenia.7. INDIKASIFenasemid efektif terhadap bangkitan tonik-klonik, bangkitan lena, dan bangkitan parsial kompleks. Indikasi utama fenasemid ialah untuk terapi bangkitan parsial kompleks, dengan syarat obat lain bersifat refrakter. Fenasemid efektif pada kira-kira 50% pasien golongan ini.karena efek kantuk jarang ada, fenasemid sering dikombinasi dengan fenobarbital. Tetapi untuk bangkitan parsial kompleks, yang terbaik adalah kombinasi dengan feniton. Kombinasi dengan antikonvulsi lain memungkinkan intoksikasi yang lebih berat.Selain terhadap bangkitan parsial kompleks, fenasemid dapat juga bermanfaat untuk terapi bangkitan tonik-klonik dalam kombinasi dengan bangkitan lena, dan terhadap bangkitan lena tidak khas.Dosis untuk orang dewasa ialah 1,5-5,0 g sehari; sedangkan anak yang berumur antara 5-10 tahun hasilnya sudah memuaskan dengan dosis orang dewasa. Fenasemid sampai saat ini belum pernah dipasar di Indonesia.

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanAnti konvulsan adalah suatu kelompok obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (epiletic seizure) dan bangkitan non-epilepsi. AntiKonvulsi merupakan golongan obat yang identik dan sering hanya digunakan pada kasus-kasus kejang karena Epileptik. Oleh karena itu, anti konvulsi berhubungan erat dengan kasus epilepsi. Pada penderita epilepsi, terkadang sinyal-sinyal untuk menyampaikan rangsangan tidak beraktivitas sebagaimana mestinya.Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam process kelahiran, luka kepala, strok, tumor otak, alkohol. Kadang epilepsi mungkin juga karena genetik, tapi epilepsy bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap belum diketahui. Pada umunya sebagian obat antiepilepsi di metabolisme di hati, kecuali vigabatrin dangan bapentin yang dieliminasi oleh ekskresi ginjal. Pentingnya pencegahan dengan menangani obat dan pemeriksaan klinis yang tepat dapat membantu penyembuhan penyakit ini.

B. SaranAntiepilepsi dan efektifitasnya belum mapan, sebaiknya tidak digunakan dalam praktek umum. Tetapi diserahkan penggunaannya kepada para ahli neurologi, guna memastikan nilai manfaat yang sebenarnya.Selain itu juga dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pihak yang bersangkutan dalam rangka meningkatkan kualitas dalam pemberian obat anti diuretik guna menunjang peningkatan kualitas kesehatan ibu sehingga dapat menjadi literature guna mendukung peningkatan kualitas pelayanan kesehatan khususnya kesehatan ibu.

DAFTAR PUSTAKA

Ganiswarna, Sulistiya G., dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta.Kee, Joyke L. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: EGC.Lumbantobing. 1995. Kejang Demam. Jakarta.