BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangBerakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi
Thalib mengakibatkan lahirnya kekuasan yang berpola Dinasti atau
kerajaan. Pola kepemimpinan sebelumnya (khalifah Ali) yang masih
menerapkan pola keteladanan Nabi Muhammad, yaitu pemilihan khalifah
dengan proses musyawarah akan terasa berbeda ketika memasuki pola
kepemimpinan dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya.Bentuk
pemerintahan dinasti atau kerajaan yang cenderung bersifat
kekuasaan foedal dan turun temurun, hanya untuk mempertahankan
kekuasaan, adanya unsur otoriter, kekuasaan mutlak, kekerasan,
diplomasi yang dibumbui dengan tipu daya, dan hilangnya keteladanan
Nabi untuk musyawarah dalam menentukan pemimpin merupakan gambaran
umum tentang kekuasaan dinasti sesudah khulafaur rasyidin. B.
Rumusan MasalahAda pun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
adalah sebagai berikut :1. Pendirian Dinasti Bani Umayyah2. Pola
Pemerintahan Dinasti bani Umayyah3. Masa Pemerintahan Umar ibn
Abdul Aziz4. Ekspansi Wilayah Dinasti Bani Umayyah5. Peradaban
Islam Pada Masa Dinasti Bani Umayyah6. Bagaimana sejarah berdirinya
Bani Abbasiyah ?7. Seperti apa masa kekuasaan Bani Abbasiyah ?8.
Apa saja yang diperoleh pada masa kejayaan Bani Abbasiyah ?9. Apa
faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran BaniAbbasiyah ?10.
Bagaimana akhir masa kekuasaan Bani Abbasiyah ?
BAB IIPEMBAHASAN
A. Pendirian Dinasti Bani Umayyah1.1 Asal Mula Dinasti Bani
UmayyahProses terbentuknya kekhalifahan Bani Umayyah dimulai sejak
khalifah Utsman bin Affan tewas terbunuh oleh tikaman pedang Humran
bin Sudan pada tahun 35 H/656 M. Pada saat itu khalifah Utsman bin
Affan di anggap terlalu nepotisme (mementingkan kaum kerabatnya
sendiri) dalam menunjuk para pembantu atau gubernur di wilayah
kekuasaan Islam.Masyarakat Madinah khususnya para shahabat besar
seperti Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam mendatangi
shahabat Ali bin Abi Thalib untuk memintanya menjadi khalifah
pengganti Utsman bin Affan. Permintaan itu di pertimbangkan dengan
masak dan pada akhirnya Ali bin Abi Thalib mau menerima tawaran
tersebut. Pernyataan bersedia tersebut membuat para tokoh besar
diatas merasa tenang, dan kemudian mereka dan para shahabat lainnya
serta pendukung Ali bin Abi Thalib melakukan sumpah setia (baiat)
kepada Ali pada tanggal 17 Juni 656 M/18 Dzulhijah 35 H. Pembaiatan
ini mengindikasikan pengakuan umat terhadap kepemimpinannya. Dengan
kata lain, Ali bin Abi Thalib merupakan orang yang paling layak
diangkat menjadi khalifah keempat menggantikan khalifah Utsman bin
Affan.Pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat oleh
masyarakat madinah dan sekelompok masyarakat pendukung dari Kuffah
ternyata ditentang oleh sekelompok orang yang merasa dirugikan.
Misalnya Muwiyah bin Abi Sufyan gubernur Damaskus, Syiria, dan
Marwan bin Hakam yang ketika pada masa Utsman bin Affan, menjabat
sebagai sekretaris khalifah.Dalam suatu catatan yang di peroleh
dari khalifah Ali adalah bahwa Marwan pergi ke Syam untuk bertemu
dengan Muawiyah dengan membawa barang bukti berupa jubah khalifah
Utsman yang berlumur darah.Penolakan Muawiyah bin Abi Sufyan dan
sekutunya terhadap Ali bin Abi Thalib menimbulkan konflik yang
berkepanjangan antara kedua belah pihak yang berujung pada
pertempuran di Shiffin dan dikenal dengan perang Sifin, Pertempuran
ini terjadi di antara dua kubu yaitu, Muawiyah bin Abu Sufyan
(sepupu dari Usman bin Affan) dan Ali bin Abi Talib di tebing
Sungai Furat yang kini terletak di Syria (Syam) pada 1 Shafar tahun
37 H/657 M. Muawiyah tidak menginginkan adanya pengangkatan
kepemimpinan umat Islam yang baru.Beberapa saat setelah kematian
khalifah Utsman bin Affan, masyarakat muslim baik yang ada di
Madinah , Kuffah, Bashrah dan Mesir telah mengangkat Ali bin Abi
Thalib sebagai khalifah pengganti Utsman. Kenyataan ini membuat
Muawiyah tidah punya pilihan lain, kecuali harus mengikuti khalifah
Ali bin Abi Thalib dan tunduk atas segala perintahnya. Muawiyah
menolak kepemimpinan tersebut juga karena ada berita bahwa Ali akan
mengeluarkan kebijakan baru untuk mengganti seluruh gubernur yang
diangkat Utsman bin Affan.Muawiyah mengecam agar tidak mengakui
(baiat) kekuasaan Ali bin Abi Thalib sebelum Ali berhasil
mengungkapkan tragedi terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, dan
menyerahkan orang yang dicurigai terlibat pembunuhan tersebut untuk
dihukum. Khalifah Ali bin Abi Thalib berjanji akan menyelesaikan
masalah pembunuhan itu setelah ia berhasil menyelesaikan situasi
dan kondisi di dalam negeri. Kasus itu tidak melibatkan sebagian
kecil individu, juga melibatkan pihak dari beberapa daerahnya
seperti Kuffah, Bashra dan Mesir.Permohonan atas penyelesaian kasus
terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan ternyata juga datang dari
istri Nabi Muhammad saw, yaitu Aisyah binti Abu Bakar. Siti Aisyah
mendapat penjelasan tentang situasi dan keadaan politik di ibukota
Madinah, dari shahabat Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair ketika
bertemu di Bashrah. Para shahabat menjadikan Siti Aisyah untuk
bersikap sama, untuk penyelesaian terbunuhnya khalifah Utsman bin
Affan, dengan alasan situasi dan kondisi tidak memungkinkan di
Madinah. Disamping itu, khalifah Ali bin Abi Thalib tidak
menginginkan konflik yang lebih luas dan lebar lagi.Akibat dari
penanganan kasus terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, munculah
isu bahwa khalifah Ali bin Abi Thalib sengaja mengulur waktu karena
punya kepentingan politis untuk mengeruk keuntungan dari krisis
tersebut. Bahkan Muawiyah menuduh Ali bin Abi Thalib berada di
balik kasus pembunuhan tersebut.Tuduhan ini tentu saja tuduhan yang
tidak benar, karena justru pada saat itu Sayidina Ali dan kedua
putranya Hasan dan Husein serta para shahabat yang lain berusaha
dengan sekuat tenaga untuk menjaga dan melindungi khalifah Utsman
bin Affan dari serbuan massa yang mendatangi kediaman
khalifah.Sejarah mencatat justru keadaan yang patut di curigai
adalah peran dari kalangan pembesar istana yang berasal dari
keluarga Utsman dan Bani Umayyah. Pada peristiwa ini tidak terjadi
seorangpun di antara mereka berada di dekat khalifah Utsman bin
Affan dan mencoba memberikan bantuan menyelesaikan masalah yang
dihadapi khalifah.Dalam menjalankan roda pemerintahannya, kalifah
Utsman bin Affan banyak menunjuk para gubernur di daerah yang
berasal dari kaum kerabatnya sendiri. Salah satu gubernur yang ia
tunjuk adalah gubernur Mesir, Abdullah Saad bin Abi Sarah. Gubernur
Mesir ini di anggap tidak adil dan berlaku sewenang-wenang terhadap
masyarakat Mesir. Ketidak puasan ini menyebabkan kemarahan di
kalangan masyarakat sehingga mereka menuntut agar Gubernur Abdullah
bin Saad segera di ganti. Kemarahan para pemberontak ini semakin
bertambah setelah tertangkapnya seorang utusan istana yang membawa
surat resmi dari khalifah yang berisi perintah kepada Abdullah bin
Saad sebagai gubernur Mesir untuk membunuh Muhammad bin Abu Bakar.
Atas permintaan masyarakat Mesir, Muhammad bin Abu Bakar diangkat
untuk menggantikan posisi gubernur Abdulah bin Saad yang juga
sepupu dari khalifah Utsman bin Affan.Tertangkapnya utusan pembawa
surat resmi ini menyebabkan mereka menuduh khalifah Utsman bin
Affan melakukan kebajikan yang mengancam nyawa para shahabat. Umat
Islam Mesir melakukan protes dan demonstrasi secara massal menuju
rumah khalifah Utsman bin Affan. Mereka juga tidak menyenangi atas
sistem pemerintahan yang sangat sarat dengan kolusi dan nepotisme.
Keadaan ini menyebabkan mereka bertambah marah dan segera menuntut
khalifah Utsman bin Affan untuk segera meletakkan
jabatan.Persoalan-persoalan yang dihadapi oleh khalifah Utsman bin
Affan semakin rumit dan kompleks, sehingga tidak mudah untuk di
selesaikan secepatnya. Massa yang mengamuk saat itu tidak dapat
menahan emosi dan langsung menyerbu masuk kedalam rumah khalifah,
sehingga khalifah Utsman terbunuh dengan sangat mengenaskan.Ada
beberapa gubernur yang diganti semasa kepemimpinan khalifah Ali,
antara lain Muawiyah bin Abi Sufyan sebagai gubernur Syam yang
diganti dengan Sahal bin Hunaif. Pengiriman gubernur baru ini di
tolak Muawiyah bin Abi Sufyan serta masyarakat Syam. Pendapat
khalifah Ali bin Abi Thalib tentang pergantian dan pemecatan
gubernur ini berdasarkan pengamatan bahwa segala kerusuhan dan
kekacauan yang terjadi selama ini di sebabkan karena ulah Muawiyah
dan gubernur-gubernur lainnya yang bertindak sewenang-wenang dalam
menjalankan pemerintahannya. Begitu juga pada saat peristiwa
terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan disebabkan karena kelalaian
mereka.1.2 Usaha Untuk Memperoleh KekuasaanWafatnya khalifah Ali
bin Abi Thalib pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 H/661 M, karena
terbunuh oleh tusukan pedang beracun saat sedang beribadah di
masjid Kufah, oleh kelompok khawarij yaitu Abdurrahman bin Muljam,
menimbulkan dampak politis yang cukup berat bagi kekuatan umat
Islam khususnya para pengikut setia Ali (Syiah). Oleh karena itu,
tidak lama berselang umat Islam dan para pengikut Ali bin Abi
Thalib melakukan sumpah setia (baiat) atas diri Hasan bin Ali untuk
di angkat menjadi khalifah pengganti Ali bin Abi Thalib.Proses
penggugatan itu dilakukan dihadapan banyak orang. Mereka yang
melakukan sumpah setia ini (baiat) ada sekitar 40.000 orang jumlah
yang tidak sedikit untuk ukuran pada saat itu. Orang yang pertama
kali mengangkat sumpah setia adalah Qays bin Saad, kemudian diikuti
oleh umat Islam pendukung setia Ali bin Abi Thalib. Pengangkatan
Hasan bin Ali di hadapan orang banyak tersebut ternyata tetap saja
tidak mendapat pengangkatan dari Muawiyah bin Abi Sufyan dan para
pendukungnya. Dimana pada saat itu Muawiyyah yang menjabat sebagai
gubernur Damaskus juga menobatkan dirinya sebagai khalifah. Hal ini
disebabkan karena Muawiyah sendiri sudah sejak lama mempunyai
ambisi untuk menduduki jabatan tertinggi dalam dunia Islam. Namun
Al-Hasan sosok yang jujur dan lemah secara politik. Ia sama sekali
tidak ambisius untuk menjadi pemimpin negara. Ia lebih memilih
mementingkan persatuan umat. Hal ini dimanfaatkan oleh muawiyah
untuk mempengaruhi massa untuk tidak melakukan baiat terhadap hasan
Bin ali. Sehingga banyak terjadi permasalahan politik, termasuk
pemberontakan pemberontakan yang didalangi oleh Muawiyah bin Abi
Sufyan. Oleh karena itu, ia melakukan kesepakatan damai dengan
kelompok Muawiyah dan menyerahkan kekuasaannya kepada Muawiyah pada
bulan Rabiul Awwal tahun 41 H/661. Tahun kesepakatan damai antara
Hasan dan Muawiyah disebut Aam Jamaah karena kaum muslimn sepakat
untuk memilih satu pemimpin saja, yaitu Muawiyah ibn Abu Sufyan.
Menghadapi situasi yang demikian kacau dan untuk menyelesaikan
persoalan tersebut, khalifah Hasan bin Ali tidak mempunyai pilihan
lain kecuali perundingan dengan pihak Muawiyah. Untuk itu maka di
kirimkan surat melalui Amr bin Salmah Al-Arhabi yang berisi pesan
perdamaian.Dalam perundingan ini Hasan bin Ali mengajukan syarat
bahwa dia bersedia menyerahkan kekuasaan pada Muawiyah dengan
syarat antaralain:1. Muawiyah menyerahkan harat Baitulmal kepadanya
untuk melunasi hutang-hutangnya kepada pihak lain.2. Muawiyah tak
lagi melakukan cacian dan hinaan terhadap khalifah Ali bin Abi
Thalib beserta keluarganya.3. Muawiyah menyerahkan pajak bumi dari
Persia dan daerah dari Bijinad kepada Hasan setiap tahun.4. Setelah
Muawiyah berkuasa nanti, maka masalah kepemimpinan (kekhalifahan)
harus diserahkan kepada umat Islam untuk melakukan pemilihan
kembali pemimpin umat Islam.5. Muawiyah tidak boleh menarik
sesuatupun dari penduduk Madinah, Hijaz, dan Irak. Karena hal itu
telah menjadi kebijakan khalifah Ali bin Abi Thalib
sebelumnya.Untuk memenuhi semua persyaratan, Hasan bin Ali mengutus
seorang shahabatnya bernama Abdullah bin Al-Harits bin Nauval untuk
menyampaikan isi tuntutannya kepada Muawiyah. Sementara Muawiyah
sendiri untuk menjawab dan mengabulkan semua syarat yang di ajukan
oleh Hasan mengutus orang-orang kepercayaannya seperti Abdullah bin
Amir bin Habib bin Abdi Syama.Setelah kesepakatan damai ini,
Muawiyah mengirmkan sebuah surat dan kertas kosong yang dibubuhi
tanda tanggannya untuk diisi oleh Hasan. Dalam surat itu ia menulis
Aku mengakui bahwa karena hubungan darah, Anda lebih berhak
menduduki jabatan kholifah. Dan sekiranya aku yakin kemampuan Anda
lebih besar untuk melaksanakan tugas-tugas kekhalifahan, aku tidak
akan ragu berikrar setia kepadamu. Itulah salah satu kehebatan
Muawiyah dalam berdiplomasi. Tutur katanya begitu halus, hegemonik
dan seolah-olah bijak. Surat ini salah satu bentuk diplomasinya
untuk melegitimasi kekuasaanya dari tangan pemimpin
sebelumnya.Penyerahan kekuasaan pemerintahan Islam dari Hasan ke
Muawiyah ini menjadi tonggak formal berdirinya kelahiran Dinasti
Umayyah di bawah pimpinan khalifah pertama, Muawiyah ibn Abu
Sufyan.Proses penyerahan dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abi
Sufyan dilakukan di suatu tempat yang bernama Maskin dengan
ditandai pengangkatan sumpah setia. Dengan demikian, ia telah
berhasil meraih cita-cita untuk menjadi seorang pemimpin umat Islam
menggantikan posisi dari Hasan bin Ali sebagai khalifah.Meskipun
Muawiyah tidak mendapatkan pengakuan secara resmi dari warga kota
Bashrah, usaha ini tidak henti-hentinya dilakukan oleh Muawiyah
sampai akhirnya secara defacto dan dejure jabatan tertinggi umat
Islam berada di tangan Muawiyah bin Abi Sufyan.Dengan demikian
berdirilah dinasti baru yaitu Dinasti Bani Umayyah (661-750 M) yang
mengubah gaya kepemimpinannya dengan cara meniru gaya kepemimpinan
raja-raja Persia dan Romawi berupa peralihan kekuasaan kepada
anak-anaknya secara turun temurun. Keadaan ini yang menandai
berakhirnya sistem pemerintahan khalifah yang didasari asas
demokrasi untuk menentukan pemimpin umat Islam yang menjadi pilihan
mereka. Pada masa kekuasaan Bani umayyah ibukota Negara dipindahkan
muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat Ia berkuasa Sebagai
gubernur Sebelumnya.Namun perlawanan terhadap bani Umayyah tetap
terjadi, perlawanan ini dimulai oleh Husein ibn Ali, Putra kedua
Khalifah Ali bin Abi Thalib. Husein menolak melakukan baiat kepada
Yazid bin Muawiyah sebagai khalifah ketika yazid naik tahta. Pada
tahun 680 M, ia pindah dari Mekah ke Kufah atas permintaan golongan
syiahyang ada di Irak. Umat islam Di daerah ini tidak mrngakui
Yazid. Mereka Mengangkat Husein sebagai Khalifah. Dalam pertempuran
yang tidak seimbang di Karbela, sebuah daerah di dekat Kufah,
tentara Husein kalah dan Husein sendiri mati terbunuh. Kepalanya
dipengal dan dikirim ke damaskus, sedang tubuhnya dikubur di
Karbela.
B. Pola Pemerintahan Dinasti Bani UmayyahAku tidak akan
menggunakan pedang ketika cukup mengunakan cambuk, dan tidak akan
mengunakan cambuk jika cukup dengan lisan. Sekiranya ada ikatan
setipis rambut sekalipun antara aku dan sahabatku, maka aku tidak
akan membiarkannya lepas. Saat mereka menariknya dengan keras, aku
akan melonggarkannya, dan ketika mereka mengendorkannya, aku akan
menariknya dengan keras. (Muawiyah ibn Abi Sufyan).Pernyataan di
atas cukup mewakili sosok Muawiyah ibn Abi Sufyan. Ia cerdas dan
cerdik. Ia seorang politisi ulung dan seorang negarawan yang mampu
membangun peradaban besar melalui politik kekuasaannya. Ia pendiri
sebuah dinasti besar yang mampu bertahan selama hampir satu abad.
Dia lah pendiri Dinasti Umayyah, seorang pemimpin yang paling
berpengaruh pada abad ke 7 H.Di tangannya, seni berpolitik
mengalami kemajuan luar biasa melebihi tokoh-tokoh muslim lainnya.
Baginya, politik adalah senjata maha dahsyat untuk mencapai ambisi
kekuasaaanya. Ia wujudkan seni berpolitiknya dengan membangun
Dinasti Umayyah.Gaya dan corak kepemimpinan pemerintahan Bani
Umayyah (41 H/661 M) berbeda dengan kepemimpinan masa-masa
sebelumnya yaitu masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Pada masa
pemerintahan Khulafaur Rasyidin dipilih secara demokratis dengan
kepemimpinan kharismatik yang demokratis sementara para penguasa
Bani Umayyah diangkat secara langsung oleh penguasa sebelumnya
dengan menggunakan sistem Monarchi Heredities, yaitu kepemimpinan
yang di wariskan secara turun temurun. Kekhalifahan Muawiyyah
diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan
pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun
temurun dimulai ketika Muawiyyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk
menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud
mencontoh Monarchi di Persia dan Binzantium. Dia memang tetap
menggunakan istilah Khalifah, namun dia memberikan interprestasi
baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia
menyebutnya Khalifah Allah dalam pengertian Penguasa yang di angkat
oleh Allah.Karena proses berdirinya pemerintahan Bani Umayyah tidak
dilakukan secara demokratis dimana pemimpinnya dipilih melalui
musyawarah, melainkan dengan cara-cara yang tidak baik dengan
mengambil alih kekuasaan dari tangan Hasan bin Ali (41 H/661M)
akibatnya, terjadi beberapa perubahan prinsip dan berkembangnya
corak baru yang sangat mempengaruhi kekuasaan dan perkembangan umat
Islam. Diantaranya pemilihan khalifah dilakukan berdasarkan
menunjuk langsung oleh khalifah sebelumnya dengan cara mengangkat
seorang putra mahkota yang menjadi khalifah berikutnya.Orang yang
pertama kali menunjuk putra mahkota adalah Muawiyah bin Abi Sufyan
dengan mengangkat Yazib bin Muawiyah. Sejak Muawiyah bin Abi Sufyan
berkuasa (661 M-681 M), para penguasa Bani Umayyah menunjuk
penggantinya yang akan menggantikan kedudukannya kelak, hal ini
terjadi karena Muawiyah sendiri yang mempelopori proses dan sistem
kerajaan dengan menunjuk Yazid sebagai putra mahkota yang akan
menggantikan kedudukannya kelak. Penunjukan ini dilakukan Muawiyah
atas saran Al-Mukhiran bin Sukan, agar terhindar dari pergolakan
dan konflik politik intern umat Islam seperti yang pernah terjadi
pada masa-masa sebelumnya.Sejak saat itu, sistem pemerintahan
Dinasti Bani Umayyah telah meninggalkan tradisi musyawarah untuk
memilih pemimpin umat Islam. Untuk mendapatkan pengesahan, para
penguasa Dinasti Bani Umayyah kemudian memerintahkan para pemuka
agama untuk melakukan sumpah setia (baiat) dihadapan sang khalifah.
Padahal, sistem pengangkatan para penguasa seperti ini bertentangan
dengan prinsip dasar demokrasi dan ajaran permusyawaratan Islam
yang dilakukan Khulafaur Rasyidin.Selain terjadi perubahan dalm
sistem pemerintahan, pada masa pemerintahan Bani Umayyah juga
terdapat perubahan lain misalnya masalah Baitulmal. Pada masa
pemerintahan Khulafaur Rasyidin, Baitulmal berfungsi sebagai harta
kekayaan rakyat, dimana setiap warga Negara memiliki hak yang sama
terhadap harta tersebut. Akan tetapi sejak pemerintahan Muawiyah
bin Abi Sufyan, Baitulmal beralih kedudukannya menjadi harta
kekayaan keluarga raja seluruh penguasa Dinasti Bani Umayyah
kecuali Umar bin Abdul Aziz (717-729 M). Berikut nama-nama ke 14
khalifah Dinasti Bani Umayyah yang berkuasa:1. Muawiyah bin Abi
Sufyan (41-60 H/661-680 M)2. Yazid bin Muawiyah (60-64 M/680-683
M)3. Muawiyah bin Yazid (64-64 H/683-683 M)4. Marwan bin Hakam
(64-65 H/683-685 M)5. Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/685-705 M)6.
Walid bin Abdul Malik (86-96 H/705-715 M)7. Sulaiman bin Abdul
Malik (96-99 H/715-717 M)8. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/717-720
M)9. Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/720-724)10. Hisyam bin Abdul
Malik (105-125 H/724-743 M)11. Walid bin Yazid (125-126 H/743-744
M)12. Yazid bin Walid (126-127 H/744-745 M)13. Ibrahim bin Walid
(127-127 H/745-745 M)14. Marwan bin Muhammad (127-132 H/745-750
M)
C. Masa Pemerintahan Umar ibn Abdul AzizUmar ibn Abdul Aziz
adalah putra saudara Sulayman, yaitu Abdul Aziz. Umar pantas diberi
gelar khalifah kelima khulafaur rasyidin karena kesholihan dan
kemulyaannya. Sebelum ia diangkat menjadi khalifah Dinasti Umayyah
kedelapan, ia seorang yang kaya raya dan hidup dalam kemegahan. Ia
suka berpoya-poya dan menghambur-hamburkan uang. Namun setelah
diangkat menjadi khalifah, ia berubah total menjadi seorang raja
yang sangat sederhana, adil dan jujur. Karena kesholihannya, ia
dianggap sebagai seorang sufistik pada jamannya. Ia juga disebut
sebagai pembaharu islam abad kedua hijriyah.Walaupun masa
pemerintahnnya relatif singkat, yaitu sekitar tiga tahunan, namun
banyak perubahan yang ia lakukan. Diantaranya, ia melakukan
komunikasi politik dengan semua kalangan, termasuk kaum Syiah
sekalipun. Ini tidak dilakukan oleh saudara-saudaranya sesama raja
dinasti Umayyah. Ia banyak menghidupkan tanah-tanah yang tidak
produktif, membangun sumur-sumur dan masjid-masjid. Yang tidak
kalah pentingnya, ia juga melakukan reformasi sistem zakat dan
sodaqoh, sehingga pada jamannya tidak ada lagi kemiskinan.Pada masa
pemerintahnnya, tidak ada perluasan daerah yang berarti.
Menurutnya, ekspansi islam tidak harus dilakukan dengan cara
imprealisme militer, tapi dengan cara dakwah. Dia juga memberi
kebebasan kepada penganut agama lain sesuai dengan keyakinan dan
kepercayaannya. Pajak diperingan,kedudukan mawali disejajarkan
dengan muslim Arab.Umar mangkat dari jabatannya pada tahun 101
H/719 M dengan meninggalkan karakter pemerintahan yang adil dan
bijaksana terhadap semua golongan dan agama. Penerusnya nanti
justru berbanding terbalik dengan karakter kepemimpinannya.
D. Ekspansi Wilayah Dinasti Bani UmayyahEkspansi yang terhenti
pada masa khalifah Usman dan Ali, dilanjutkan kembali oleh dinasti
ini. Di zaman Muawiyah,Tuniasia dapat ditaklukan. Disebelah timur,
Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai oxus dan
Afghanistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan
serangan-serangan ke Ibukota Binzantium, Konstantinopel.ekspansi ke
timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah
Abd al-Malik. Ia mengirim tentara menyebrangi sungai Oxus dan dapat
berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan
Markhand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai
Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan. Ekspansi ke
barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Walid ibn Abdul
Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran,
dan ketertiban. Umat Islam mersa hidup bahagia. Pada masa
pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu
tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah
barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. setelah al-Jajair
dan Marokko dapat ditaklukan, Tariq bin ziyad, pemimpin pasukan
Islam,menyeberangi selat yang memisahkan antara Marokko dengan
benua Eropa, dan mendapat di suatu tempat yang sekarang dikenal
dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat
ditaklukkan. Dengan demikian Spanyol menjadi sasaran ekspansi
selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova, dengan cepat dikuasai.
Menyusul kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang
dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova. Pada
saat itu, pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena
mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita
akibat kekejaman penguasa. Di zaman Umar bin Abdul Aziz, serangan
dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Piranee. Serangan ini
dipimpin oleh Abdurahman ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai
menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia menyerang Tours. Namun
dalam peperangan di luar kota Tours, al-Qhafii terbunuh, dan
tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Disamping daerah-daerah
tersebut pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke
tangan Islam di zaman Bani Umayyah.Dengan keberhasilan ekspansi ke
beberapa daerah baik di Timur maupun Barat, wilayah kekuasaan Islam
masa Bani Umayyah sangat luas. Daerah-daerah tersrebut meliputi:
Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, jazirah Arabia, Irak,
sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang
disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek dan Kirgis di Asia Tengah
(Nasution, 1985:62).
E. Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Bani UmayyahDinasti Umayyah
telah mampu membentuk perdaban yang kontemporer dimasanya, baik
dalam tatanan sosial, politik, ekonomi dan teknologi. Berikut
Prestasi bagi peradaban Islam dimasa kekuasaan Bani Umayah didalam
pembangunan berbagai bidang antara lain: Masa kepemimpinan Muawiyah
telah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat dengan menyediakan
kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan.
Menertibkan angkatan bersenjata. Pencetakan mata uang oleh Abdul
Malik, mengubah mata uang Byzantium dengan Persia yang dipakai di
daerah-daerah yang dikuasai Islam. Mencetak mata uang sendiri tahun
659 M dengan memakai kata dan tulisan Arab. Jabatan khusus bagi
seorang Hakim ( Qodli) menjadi profesi sendiri . Keberhasilan
kholifah Abdul Malik melakukan pembenahan-pembenahan administrasi
pemerintahan Islam dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa
resmi administrasi pemerintahan Islam. Keberhasilannya diikuti oleh
putranya Al-Walid Ibnu Abdul Malik (705 719 M) yang berkemauan
keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Membangun
panti-panti untuk orang cacat. Dan semua personil yang terlibat
dalam kegiatan humanis di gaji tetap oleh Negara. Membangun
jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah
lainnya. Membangun pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan, dan
masjid-masjid yang megah. Hadirnya Ilmu Bahasa Arab, Nahwu, Sharaf,
Balaghah, bayan, badi, Istiarah dan sebagainya. Kelahiran ilmu
tersebut karena adanya kepentingan orang-orang Luar Arab (Ajam)
dalam rangka memahami sumber-sumber Islam (Al-quran dan Al-sunnah).
Pengembangan di ilmu-ilmu agama, karena dirasa penting bagi
penduduk luar jazirah Arab yang sangat memerlukan berbagai
penjelasan secara sistematis ataupun secara kronologis tentang
Islam. Diantara ilmu-ilmu yang berkembang yakni tafsir, hadis,
fiqih, Ushul fiqih, Ilmu Kalam dan Sirah/Tarikh.
BANI ABBASIYAHA. Sejarah Berdirinya Bani AbbasiyahDinasti
Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M oleh Abul Abbas
Ash-shaffah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Kekuasaan Bani
Abbas melewati rentang waktu yang sangat panjang, yaitu lima abad
dimulai dari tahun 132-656 H/750-1258 M. Berdirinya pemerintahan
ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah
dikumandangkan oleh bani Hasyim (alawiyun ) setelah meninggalnya
Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak berkuasa adalah
keturunan Rasulullah dan anak-anaknya.Kelahiran bani Abbasiyah erat
kaitannya dengan gerakan oposisi yang di lancarkan oleh golongan
syi'ah terhadap pemerintahanBani Umayyah. Golongan Syi'ahselama
pemerintahan Bani Umayyah merasa tertekan dan tersingkirkarena
kebijakan-kebijakan yang di ambil pemerintah. Hal ini bergejolak
sejak pembunuhan terhadap Husein Bin Ali dan pengikutnya di
Karbela.Gerakan oposisi terhadap Bani Umayyah dikalangan orang
syi'ah dipimpin oleh Muhammad Bin Ali, ia telah di bai'ah oleh
orang-orang syi'ah sebagai imam. Tujuan utama dari perjuangan
Muhammad Bin Ali untuk merebut kekuasaan dan jabatan khalifah dari
tangan Bani Umayyah, karena menurut keyakinan orang syi'ah
keturunan Bani Umayyah tidak berhak menjadi imam atau khalifah,
yang berhak adalah keturunan dari Ali Bin Abi Thalib, sedangkan
bani umayyah bukan berasal dari keturunan Ali Bin Abi Thalib. Pada
awalnyagolongan ini memakai nama Bani Hasyim, belum menonjolkan
nama Syi'ah atau Bani Abbas, tujuannya adalah untuk mencari
dukungnanmasyarakat. Bani Hasyim yang tergabung dalam gerakan ini
adalah keturunan Ali Bin Abi Thalib dan Abbas Bin Abdul Muthalib.
Keturunan ini bekerjasama untuk menghancurkan Bani Umayyah.Strategi
yang digunakan untuk menggulingkan Bani Umayyah ada dua tahap :
Gerakan secara rahasiaPropoganda Abbasiyah dilaksakan dengan
strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia, akan tetapi
Imam Ibrahim pemimpin abbasiyah yang berkeinginan mendirikan
kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Umayyah
terakhir, Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh
pasukan dinasti umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya
di eksekusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya Abul Abbas untuk
menggantikan kedudukannya ketika ia telah mengetahui bahwa ia akan
di eksekusi dan memerintahkan untuk pindah ke kuffah. Tahap
terang-terangan dan terbuka secara umumTahap ini dimulai setelah
terungkap surat rahasia Ibrahim bin Muhammad yang ditujukan kepada
Abu Musa Al-Khurasani Agar membunuh setiap orang yang berbahasa
Arab di Khurasan. Setelah khalifah Marwan bin Muhammad mengetahi
isi surat rahasia tersebut ia menangkap Ibrahim bin Muhammad dan
membunuhnya. Setelah itu pimpinan gerakan oposisi dipegang oleh
Abul Abbas Abdullah bin Muhammad as-saffah, saudara Ibrahim bin
Muhammad. Abul Abbas sangat beruntung, karena pada masanya
pemerintahan Marwan bin Muhammad telah mulai lemah dan sebaliknya
gerakan oposisi semakin mendapat dukungan dari rakyat dan bertambah
luas pengaruhnya. Keadaan ini tambah mendorong semangat Abul Abbas
untukmenggulingkan khalifah Marwan bin Muhammad dari jabatannya.
Untuk maksud tersebut Abul Abbas mengutus pamannya Abdullah bin Ali
untuk menumpas pasukan Marwan bin Muhammad. Pertempuran terjadi
antara pasukan yang dipimpin oleh khalifah Marwan bin Muhammad
dengan pasukan Abdullah bin Ali di tepi sungai Al-Zab Al-Shagirdi,
Iran. Marwan bin Muhammad terdesak dan melarikan diri ke Mosul,
kemudian ke palestina, Yordania dan terakhir di Mesir. Abdullah bin
Ali terus mengejar pasukan Marwan bin Muhammad sampai ke Mesir dan
akhirnya terjadi pertempuran disana. Marwan bin Muhammad pun
akhirnya tewas karena pasukannya sudah sangat lemah yaitu pada
tanggal 27 Zulhijjah 132 H/750 M. Pada tahun 132 H/ 750 M Abul
Abbas Abdullah bin Muhammad diangkat dan di bai'ah menjadi khalifah
, dalam pidato pembiatan tersebut , ia antara lain mengatakan "saya
berharap semoga pemerintahan kami( Bani Abbas ) akan mendatangkan
kebaikan dan kedamaian pada kalian. Wahai penduduk koufah, bukan
intimidasi, kezaliman, malapetaka dan sebagainya. Keberhasilan kami
besertaahlul Baitadalah berkat pertolongan Allah SWT. Hai penduduk
koufah, kalian adalah tumpuan kasih sayang kami, kalian tidak
pernah berubah dalam pandangan kami, walaupun penguasa yang zalim (
Bani Umayyah ) telah menekan dan menganiaya kalian. Kalian telah
dipertemukan oleh Allah dengan Bani Abbas, maka jadilah kalian
orang-orang yang berbahagia dan yang paling kami muliakan.....
ketahuilah, hai penduduk koufah, saya adalahal-saffah".Setelah Abul
Abbas resmi menjadi khalifah ia tidak lagi mengambil Damaskus
sebagai pusat pemerintahan tetapi ia memilih Koufah sebagai pusat
pemerintahannya, dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut:1)
Para pendukung Bani Umayyah masih banyak yang tinggal di Damaskus2)
Kota Koufah jauh dari Persia, walaupun orang-orang Persia merupakan
tulang punggung BaniAbbas dalam menggulingkan Bani Umayyah3) Kota
Damaskus terlalu dekat dengan wilayah kerajaan Bizantium yang
merupakan ancaman bagi pemerintahannnya, akan tetapi pada masa
pemerintahan khalifah Al-Mansur (754-775 M) dibangun kota Baghdad
sebagai ibu kota Dinasti Bani Abbas yang baru.B. Masa kekuasaan
Bani AbbasiyahSelama dinasti Bani Abbasiyah berdiri pola
pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan
politik, sosial, dan budaya. Berdasarkan pola pemerinthan itu, para
sejarawan biasanya membagi kekuasaan Bani Abbasiyah pada empat
periode :a. Masa Abbasiyah I ( 132 H/750 M-232 H/847 M )Masa ini
diawali sejak Abul Abbas menjadi khalifah dan berlangsung selama
satu abad hingga meninggalnya khalifah Al-Watsiq. Periode ini
dianggap sebagai zaman keemasan Bani Abbasiyah. Hal ini disebabkan
karena keberhasilannya memperluas wilayah kekuasaan.Wilayah
kekuasaannya membentang dari laut Atlantik hingga sungai Indus dan
dari laut Kaspia hingga ke sungai Nil. Pada masa ini ada sepuluh
orang khalifah yang cukup berprestasi dalam penyebaran Islam mereka
adalah khalifah Abul Abbas ash-shaffah(750-754 M), Al-Mansyur (
754-775 M), Al-Mahdi (775-785 M), Al-Hadi (785-786 M), Harun
Al-Rasyid (786-809 M), Al-Amin (809 M), Al-Ma'mun (813-833 M),
Ibrahim (817 M), Al-Mu'tasim (833-842 M), dan Al-Wasiq (842-847
M).b. Masa Abbasiyah II ( 232 H/847 M-334 H/946 M)Periode ini
diawali dengan meninggalnya khalifah Al-Wasiq dan berakhir ketika
keluarga Buwaihiyah bangkit memerintah. Sepeninggal Al-Wasiq,
Al-Mutawakkil naik tahta menjadi khalifah, masa ini ditandai dengan
bangkitnya pengaruh Turki.Setelah Al-Mutawakkil meninggal dunia,
para jendral yang berasal dari Turki berhasil mengontrol
pemerintahan. Ada empat khalifah yang dianggap hanya sebagai simbol
pemerintahan dari pada pemerintahan yang efektif, keempat
pemerintahan itu adalah Al-Muntasir (861-862 M ), Al-Musta'in
(862-866 M), Al-Mu'taz (866-896 M), dan Al-Muhtadi (869-870 M).
Masa pemerintahan ini dinamakan masa disintegrasi, dan akhirnya
menjalar keseluruh wilayah sehinngga banyak wilayah yang memisahkan
diri dari wilayah Bani Abbas dan menjadi wilayah merdeka seperti
Spanyol, Persia, dan Afrika Utara.c. Masa Abbasiyah III (334 H/946
M -447 H/1055 M)Masa ini ditandai dengan berdirinya Dinasti
Buwaihiyah, yaitu Pada masa ini jatuhnya Khalifah Al-Muktafi (946
M) sampai dengan khalifah Al-Qaim (1075 M). Kekuasaaan Buwaihiyah
sampai ke Iraq dan Persia barat, sementara itu Persia timur,
Transoxania, dan Afganistan yang semula dibawah kekuasaan Dinasti
Samaniah beralih kepada Dinasti Gaznawi. Kemudian sejak tahun 869
M, dinasti Fatimiyah berdiri di Mesir.Kekhalifahan Baghdad jatuh
sepenuhnya pada suku bangsa Turki. Untuk keselamatan, khalifah
meminta bantuan kepada Bani Buwaihiyah. Dinasti Buwaihiyah cukup
kuat dan berkuasa karena mereka masih menguasai Baghdad yang
merupakan pusat dunia islam dan menjadi kediaman KhalifahPada akhir
Abad kesepuluh, kedaulaulatan Bani Abbasiyah telah begitu lemah
hingga tidak memiliki kekuasaan diluar kota Baghdad. Kekuasaan Bani
Abbasiyah berhasil dipecah menjadi dinasti Buwaihiyah di Persia
(932-1055 M), dinasti Samaniyah di Khurasan (874-965 M), dinasti
Hamdaniayah di Suriah (924-1003 M), dinasti Umayyah di Spanyol (756
1030 M), dinasti Fatimiyah di Mesir (969-1171 M), dan dinasti
Gaznawi di Afganistan (962-1187 M)d. Masa Abbasiyah IV (447 H/1055
M -656 H/1258 M)Masa ini ditandai dengan ketika kaum Seljuk
menguasai dan mengambil alih pemerintahan Abbasiyah. Masa seljuk
berakhir pada tahun 656 H/1258 M, yaitu ketika tentara mongol
menyerang serta menaklukkan Baghdad dan hampir seluruh dunia Islam
terutama bagian timur.
C. Masa Kejayaan Peradaban Bani AbbasiyahPada periode pertama
pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasan, secara politis
para khalifah memang orang-orang yang kuat dan merupakan pusat
kekuasaan politik sekaligus Agama. Disisi lain kemakmuran
masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil
menyiapkan landasan bagi perkembangan Filsafat dan ilmu pengetahan
dalam Islam. Peradaban dan kebudayyan Islam berkembang dan tumbuh
mencapai kejayaan pada masa Bani Abbasiyah. Hal tersebut
dikarenakan pada masa ini Abbasiyah lebih menekankan pada
perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan
wilayah. Disinilah letak perbedaan pokok dinasti Abbasiyah dengan
dinasti Umayyah. Puncak kejayaan dinasti Abbasiyah terjadi pada
masa khalifah Harun Al- Rasyid (786-809 M) dan anaknya Al-Makmun
(813-833 M). Ketika Al-Rasyid memerintah, negara dalam keadaan
makmur, kekayaan melimpah, keamanan terjamin walaupun ada juga
pemberontakan dan luas wilayahnya mulai dari Afrika Utara sampai ke
India. Lembaga pendidikan pada masa Bani Abbasiyah mengalami
perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat, hal ini sangat
ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa
administrasi yang sudah berlaku sejak Bani Umayyah, maupun sebagai
bahasa pengetahuan, selain itu juga ada dua hal yang tidak terlepas
dari kemajuan ilmu pengetahuan yaitu :a. Terjadinya asimilasi
antara bahasa Arab dengan bahasa bangsa lain yang telah lebih dulu
mengalami kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa Bani
Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi
berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bagssa itu
memberi saham tertentu bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam
Islam. Pengaruh Persia sangat kuat dalam bidang ilmu pengetahuan.
Disamping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan
ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dari bidang
kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi. Sedangkan pengaruh
Yunani terlihat dari terjemahan-terjemahan di berbagai bidang ilmu,
terutama Filsafat.b. Gerakan penerjemahan berlangsung selama tiga
fase. Fase pertama, pada masa khalifah Al-Mansyur hingga Hasrun
Al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemah adalah buku-buku
dibidang ilmu Astronomi dan Mantiq. Fase kedua terjadi pada masa
khalifah Al-Makmun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak
diterjemah adalah bidang filsafat, dan kedokteran. Dan pada fase
ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya
pembuatan kertas. Selanjutnya bidang-biadang ilmu yang
diterjemahkan semakin meluas.Di zaman khalifah Harun al- Rasyid
(786-809 H) adalah zaman yang gemilang bagi Islam. Zaman ini kota
baghdad mencapai puncak kemegahannya yang belum pernah dicapai
sebelumnya, Harun sangat cinta pada sastrawan, ulama, Filosof yang
datang dari segala penjuru ke Baghdad. Salah satu pendukung utama
tumbuh pesatnya ilmu pengetahuan tersebut adalah didirikannya
pabrik kertas di Baghdad. Orang Islam pada awalnya membawa kertas
dari Tiongkok, usaha pembuatan kertas erat kaitannya dengan
perkembangan Universitas Islam. Pabrik kertas ini memicu pesatnya
penyalinan dan pembuatan naskah-naskah, dimasa itu seluruh buku
ditulis tangan. Ilmu cetak muncul pada tahun 1450 M ditemukan oleh
gubernur di Jerman. Dikota-kota besar islam muncul toko-toko buku
yang sekaligus juga berfungsi sebagai sarana pendidikan dan
pengajaran non-formal.Popularitas Bani Abbasiyah ini juga ditandai
dengan kekayaan yang dimanfaatkan oleh khalifah Al-Rasyid untuk
keperluan sosial seperti Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter,
dan faramasi didirikan, dan pada masannya telah ada sekitar 800
orang dokter, selain itu pemandian-pemandian umum didirikan.
Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada
zaman inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negaraterkuat
dan tak tertandingi.Adapun ilmu pengetahuan yang berkembang pada
masa Bani Abbasiayah adalah sebagai berikut : Ilmu KedokteranPada
mulanya Ilmu Kedokteran telah ada pada saat Bani Umayyah, ini
terbukti dengan adannya sekolah tinggi kedokteran Yundisapur dan
Harran.. Dinasti Abbasiyah telah banyak melahirkan dokter terkenal
diantaranya sebagai berikut Hunain Ibnu Ishaq (804-874 M) terkenal
segai dokter yang ahli dibidang mata dan penerjema buku-buku dari
bahasa asing ke bahasa Arab. Ar-Razi (809-1036 M) terkenal sebagai
dokter yang ahli dibidang penyakit cacar dan campak. Ia adalah
kepala dokter rumah sakit di Baghdad. Buku karangannya dbidang ilmu
kedokteran adalahAl-Ahwi. Ibnu Sina (980-1036 M), yang karyanya
yang terkenal adalahAl-Qanun Fi At-Tibbdan dijadikan sebagai buku
pedoman bagi Universitas di Eropa dan negara-negara Islam. Ibnu
Rusyd (520-595 M) terkenal sebagai dokter perintis dibidang
penelitian pembuluh darah dan penyakit cacar. Dll. Ilmu tafsirPada
masa ini muncul dua alirang yaitu ilmu tafsirAl-matsurdanTafsir Bir
ra'yi, aliran yang pertama lebih menekan pada ayat-ayat Al-Qur'an
dan Hadist dan pendapat tokoh-tokoh sahabat. Sedangkan aliran
tafsir yang kedua lebih menekan pada logika ( rasio ) dan Nash.
Diantara ulama tafsir yang terkenal pada masa ini adalah Ibnu Jarir
al-Thabari (w.310 H) dengan karangannyajami' al-bayan fi tafsir
Al-Qur'an, Al-Baidhawi dengan karangannyaMa'alim al-tanzil,
al-Zakhsyari dengan karyanyaal-kassyaf, Ar-Razi(865-925 M) dengan
karangannyaal-Tafsir al-Kabir, dan lain-lainnya. Ilmu HadistPada
masa pemerintahan khalifah Umar Bin Abdul Aziz (717-720 M) dari
Bani Umayyah sudah mulai usaha untuk mengumpulkan dan membukukan
Hadist. Akan tetapi perkembangan ilmu hadist yang paling menonjol
pada amasa Bani Abbasiyah, sebab pada masa inilah muncul
ulama-ulama hadist yang belum ada tandingannya sampai sekarang.
Diantara yang terkenal ialah Imam Bukhari(W.256 H) ia telah mampu
mangumpulkan sebanyak 7257 Hadist dan setelah diteliti terdapat
4000 hadist Shahih dari yang telah berhasil dikumpulkan oleh imam
Bukhari yang disusun dalam kitabnya Shahih Bukhari. Imam Muslim (
W. 251 H) terkenal sebagai seorang ulama hadist dengan
bukunyaShahih Muslim, buku karangan imam Bukhari dan Muslim diatas
lebih berpengaruh bagi umat Islam dari pada buku-buku hadist
lainnya, sepertiSunan Abu Daudoleh Abu Daud ( W.257 H)sunanAl-
Turmizioleh imam Al-Turmizi(W.287 H)Sunan Al-Nasa'ioleh Al-Nasa'i (
W.303 H) dansunan Ibnu-Majaholeh Imam Ibnu Majah ( W.275 H) keenam
buku hadist tersebut lebih dikenal dengan sebutanAl- Kutub
Al-Sittah. Ilmu KalamBukanlah hal yang berlebihan jika dikatakan
pada masa Bani Abbasaiyah merupakan dasar-dasar Ilmu Fiqh. Ilmu ini
disusun oleh ulama-ualama yang terkenal pada masa itu dan masih
besar pengaruhnya sampai sekarang, DiakalanganUlama Ahlu al-Sunnah
wal jamaah.Muncul Imam Abu Hanifah(810-150 H) yang lebih cendrung
memakai akal (rasio) dan Ijtihad, Imam Malik Bin Anas (93-179 H)
yang lebih cendrung memakai hadist dan menjauhi sampai batas
tertentu pemakaian Rasio, Imam Syafi'i (150-204 H) yang berusaha
mengkompromikan aliranAhl al-Ra'yi, denganAhl al-Hadistdalam Fiqh,
dan Imam Ahmad bin Hambal(164-241 H) yang merupakan tokoh aliran
Fiqh yang keras, ketat dan kurang luwes dari aliran-aliaran fiqh
yang lainnya. Buku karang mereka masih dapat kita temukan sampai
sekarang yaitual-muawatta,al-umm,al-risalah, dan sebagainya. Ilmu
TashawufDalam bidang ilmu Tashawuf juga muncul ulama-ulama yang
terkenal pada masa pemerintahn Daulah Bani Abbasiyah. Imam
Al-Ghazali sebagai seorang ulama sufi pada masa Daulah Bani
Abbasiyah meninggalkan karyanya yang masih beredar sampai sekarang
yaitu bukuIhya' Al-Din, yang terdiri dari lima jilid.Al-Hallaj
(858-922 M) menulis buku tentang Tashawuf yang
berjudulAl-Thawasshin, Al-Thusi menulis bukual-lam'u fi
al-Tashawuf, Al-Qusyairi (W. 465 H) dengan bukunyaal-risalat
al-Qusyairiyat fi il'm al-Tashawuf. Ilmu MatematikaTerjemahan dari
bahasa asing ke bahasa Arab menghasilkan karya dibidang matematika.
Diantara ahli matematika islam yang terkenal adalah Al-Khawarizmi,
adalah seorang pengarang kitabAl-Jabar wal Muqabalah(ilmu hitung)
dan penemu angka Nol. Tokoh lainnya adalah Abu Al-Wafa Muhammad Bin
Muhammad Bin Ismail Bin Al-Abbas terkenal sebagi ahli ilmu
matematika. Ilmu FarmasiDiantara ahli farmasi pada masa Bani
Abbasiyah adalah Ibnu Baithar, karyanya yang terkenal
adalahAl-Mughni(berisi tentang obat-obatan),jami' al-mufradat
al-adawiyah(berisi tentang obat-obatan dan makanan bergizi). Dan
masih banyak lagi ilmu yang berkembang pada masa Bani Abbasiyah
berkuasa, hal ini terlihat bahwa saat Khalifah Al-Mustansir
(1226-1242 M) memerintah ia mendirikan Universitas Mustansiriah di
Baghdad yang dapat dibanggakan karena telah mampu melampaui
Universitas di Eropa. Mereke mempunyai Fakultas-fakultas yang
sempurna, mahaguru digaji berdasarkan banyak mahasiswa yang
terdapat dalam Fakultasnya, setiap Mahasiswa dan Mahaguru
mendapatkan satu dinar emas setiap bulannya, dan rata-rata setiap
Fakultas tidak ada yang kurang dari 3000 Mahasiswa didalamnya.
Setiap Mahasiswa boleh makan ke dapur umum Mahasiswa dengan
Cuma-Cuma, sebuah perpustakaan besar terdapat dalam Universitas
itu. Setiap mahasiswa yang berkeinginan menyalin buku-buku atau
ingin menyusun buku baru, ada sebuah kantor yang mengurus
persediaan kertas, pena dan tinta untuk keperluan itu. Disamping
Universitas dibangun sebuah rumah sakit untuk mahasiswa diperiksa
kesehatannya, hal inilah yang menyebabakan berbagai Universitas di
Eropa mengambil contoh pada Universitas Mustansiriah itu.
D. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Kemunduran Bani
AbbasiyahMenurut W. Montgomery, bahwa beberapa faktor penyebab
kemunduran Bani Abbasiyah adalah :1. Luasnya wilayah kekuasaan Bani
Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit
dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya antara
penguasa dan pelaksana pemerintah sudah sangat rendah.2. Dengan
profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah
kepada mereka sangat tinggi.3. Keuangan negara sangat sulit karena
biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. Pada
saat iu kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa
pengiriman pajak ke Baghdad.Sedangkan menurut Dr. Badri Yatim, M. A
diantara hal yang menyebabkan kemunduran Daulah Bani Abbasiayah
Adalah :1) Persaingan antar bangsaKhalifah Abbasiyah didirikan oleh
Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia, persekutuan
dilatar belakangi oleh persamaan nasib pada saat pemerintahan Bani
Umayyah, keduanya sama-sama tertindas. Setelah dinasti Abbasiyah
berdiri Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Pada masa
ini persaingan antar bangsa menjadi pemicu untuk saling berkuasa.
Kecendrungan masing-masing bangsa untuk berkusa telah dirasakan
sejak awal pemerintahan Bani Abbas.2) Kemerosotan EkonomiKhalifah
Abbasiyah juga mengalami kemerosotan Ekonomi bersamaan dengan
Kemunduran dibidang Politik. Pada periode pertama, pemerintahan
Bani Abbasiyah merupakan pemerintahan yang kaya, dan keuangan yang
masuk lebih besar dari pada yang keluar, sehingga Baitul Mal penuh
dengan Harta. Setelah khalifah mengalami periode kemunduran ,
pendapatan negara menurun, dengan demikian terjadi kemerosotan
ekonomi.3) Konflik KeagamaanFanatisme keagamaan berkaitan erat
dengan masalah kebangsaan. Pada periode Abbasiyah , konflik
keagamaan yang muncul menjadi isu sentra sehingga terjadi
perpecahan. Berbagai Aliran keagaam seperti Mu'tazillah, Syi'ah,
Ahlus sunnah, dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan pemerintahan
Abbasiyah mengalami kesulitan untuk mempersatukan berbagai faham
keagamaan yang ada.4) Perang SalibPerang salib merupakan sebab dari
eksternal ummat Islam. Pernag salib yang terjadi beberapa gelombang
banyak menelan korban. Konsentrasi dan perhatian Bani Abbasiyah
terpecah belah untuk menghadapi tentara salib sehingga memunculkan
kelemahan-kelemahan.5) Serangan Bangsa MongolSerangan tentara
mongol ke wilayah Islam menyebabkan kekuatan Islam menjadi lemah,
apalagi serangan Hulagu Khan dengan pasukan Mongol yang biadab
menyebabkan kekuasaan Abbasiyah menjadi lemah dan akhirnya menyerah
pada kekuatan Mongol.
E. Masa Akhir Kekuasaan Bani AbbasiyahAkhir dari kekuasaan Bani
Abbasiyah adalah saat Baghdad dihancurkan oleh pasukan Mongol yang
dipimpin oleh Hulagu Khan (656 H/1258 M). Ia adalah saudara dari
Kubilay Khan yang berkuasa di Cina sampai ke Asia Tenggara, dan
saudaranya Mongke Khan yang menugaskannya untuk mengembalikan
wilayah-wilayah sebelah barat dari Cina kepangkuannya. Baghdad
dihancurkan dan diratakan dengan tanah. Pada mulanya Hulagu Khan
mengirim suatu tawaran kepadaKhalifah Bani Abbasiyah yang terakhir
Al-Mu'tashim billah untuk bekerja sama menghancurkan gerakan
Assassin. Tawaran tersebut tidak dipenuhi oleh khalifah. Oleh
karena itu timbullah kemarahan dari pihak Hulagu Khan. Pada bulan
september 1257 M, Khulagu Khan melakukan penjarahan terhadap daerah
Khurasan, dan mengadakan penyerangan didaerah itu. Khulagu Khan
memberikan ultimatum kepada khalifah untuk menyerah, namun khalifah
tidak mau menyerah dan pada tanggal 17 Januari 1258 M tentara
Mongol melakukan penyerangan.Pada waktu penghancuran kota Baghdad,
khalifah dan keluarganya dibunuh disuatu daerah dekat Baghdad
sehingga berakhirlah Bani Abbasiyah. Penaklukan itu hanya
membutuhkan beberapa hari saja, tentara Mongol tidak hanya
menghancurkan kota Baghdad tetapi mereka juga menghancurkan
peradaban ummat Islam yang berupa buku-buku yang terkumpul di
Baitul Hikmah hasil karya ummat Islam yang tak ternilai harganya.
Buku-buku itu dibakar dan dibuang ke sunagi Tigris sehingga berubah
warna air sungai tersebut, dari yang jernih menjadi hitam kelam
karena lunturan air tinta dari buku-buku tersebut.
BAB IIIPENUTUP
A. KESIMPULANDari penjelasanpenjelasan yang telah disebutkan,
maka dapat kita ambil beberapa kesimpulan. Proses terbentuknya
kekhalifahan Bani Umayyah dimulai sejak khalifah Utsman bin Affan
tewas terbunuh oleh tikaman pedang Humran bin Sudan pada tahun 35
H/656 M. Pada saat itu khalifah Utsman bin Affan di anggap terlalu
nepotisme (mementingkan kaum kerabatnya sendiri). Setelah wafatnya
Utsman bin Afan maka masyarakat Madinah mengangkat sahabat Ali bin
Abi Thalib sebagai khalifah yang baru. Dan masyrakat melakukan
sumpah setia ( baiat ) terhadap Ali pada tanggal 17 Juni 656 M / 18
Djulhijah 35 H.Dinasti umayyah diambil dari nama Umayyah Ibn Abdi
Syams Ibn Abdi Manaf, Dinasti ini sebenarnya mulai dirintis
semenjak masa kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan namun baru
kemudian berhasil dideklarasikan dan mendapatkan pengakuan
kedaulatan oleh seluruh rakyat setelah khalifah Ali terbunuh dan
Hasan ibn Ali yang diangkat oleh kaum muslimin di Irak menyerahkan
kekuasaanya pada Muawiyah setelah melakukan perundingan dan
perjanjian. Bersatunya ummat muslim dalam satu kepemimpinan pada
masa itu disebut dengan tahun jamaah (Am al Jamaah) tahun 41 H (661
M).Bani Abbasiyah merupakan masa pemerintahan ummat Islam yang
merupakan masa keemasan dan kejayaan dari peradaban ummat Islam
yang pernah ada. Pada masa Bani Abbasiyah kekayaan negara melimpah
ruah dan kesejahteraan rakyat sangat tinggi. Pusat peradaban Islam
mengalami kemajuan yang pesat sehingga pada masa inibanyak muncul
para tokoh ilmuan dari kalangan Ummat Islam, baik itu ilmu
pengatuhan yang bersifat umum seperti ilmu kedokteran yang telah
mencetak dokter seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dan lain-lainnya,
sehingga pada masa ini telah ada lebih dari 800 dokter yang berada
di kota Baghdad. Dalam bidang matematika melahirkan ilmuan bernama
Al-Khawarizmi yang merupakan penemu angka Nol. Demikian juga dari
biang ilmu agama, adanya perkembangan ilmu tafsir, ilmu kalam,
filsafat Islam, dan ilmu tashauf, yang juga melairkan tokoh-tokoh
dibidang ilmu masing-masing. Pada masa pemerintahan khalifah Harun
Al-rasyid kesejahteraan ummat sangat terjamin, karena pada masa
inilah puncak dari kejayaan Bani Abbasiyah, pembangunan dilakukan
dimana-mana, baik pembangunan rumah sakit, irigasi, dan
pemandian-pemandian umum.
B. SARANDemikianlah isi dari makalah kami, yang menurut kami
telah kami susun secara sistematis agar pembaca mudah untuk
memahaminya. Berbicara mengenai sejarah, maka sejarah merupakan
ilmu yang tidak akan pernah ada habisnya. Ingatlah, orang yang
cerdas adalah orang yang belajar dari sejarah.Sering kali kita lupa
bahwa meskipun berkisah mengenai masa lampau, tapi sejarah begitu
penting bagi perjalanan suatu bangsa. Melalui sejarah, kita belajar
untuk menghargai perjuangan para pendahulu kita, belajar menghargai
tetes darah dan keringat mereka untuk apa yang kita nikmati saat
ini. Lewat sejarah kita juga belajar dari pengalaman masa lalu, dan
menjadikannya sebagai modal berharga untuk melangkah di masa
depanIslam merupakan agama yang besar dengan perjalanan sejarah
yang panjang. maka dari itu, marilah kita menggali lebih jauh lagi
ilmu-ilmu yang berkaitan dengan sejarah Islamiah. Demi menguatkan
keteguhan dan rasa kebanggaan hati kita terhadap agama Islam yang
kita peluk ini.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Yatim,Badri, M. A,Sejarah Peradaban Islam ( Dirasah
Islamiyah II ),Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993Dra. Hj.
Ismail, Chadijah,sejarah pendidikan Islam, Padang : IAIN-IB Press,
1999Drs. Amin, Samsul Munir,M. A,Sejarah Peradaban Islam, Jakarta :
Amzah, 2009Prof. Dr. H. Harun, Maidir dan Drs. Firdaus, M.
Ag,Sejarah Peradaban Islam jilid II,Padang : IAIN-IB Press,
2001Wahid, N. Abbas dan Suratno,Khazanah Sejarah Kebudaan Islam,
Solo : PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009
4