BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini memang semakin modernnya zaman, semakin banyak juga penyakit yang timbul akibat Gaya hidup manusia dan karena factor alami. Salah satunya penyakit Akalasi yang terjadi karean penurunan fungsi dari esophagus yang menjadikan sering terjadi tersedak saat makan maupun minum, penyakit ini tidak bisa menular tapi bisa terjadi pada semua jenis kelamin. Penyakit akalasia ini lebih menyerang kepada orang yang sudah usia lanjut sehingga butuh perawatan khusus karena akan menggaggu masa tua kita semua, sehingga dibutuhkan pengetahuan untuk mengobati dan lebih baik lagi untuk mencegah terjadinya penyakit ini sejak dini. Oleh karena itu, penyakit ini sangat menarik untuk dibahas karena sangat dekat sekali dengan kehidupan sehari-hari kita. Penyakit ini tentu bisa merusak aspek psikoliogi dan psikososial penderita, dan diperlukan asuhan keperawatan yang holistik dan pendidikan kesehatan untuk mencegah penyakit ini. 1.2 Tujuan Penulisan Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memberikan suatu gambaran, penjelasan yang lebih mendalam mengenai penyakit Akalasia Esofagus ini. Diharapkan masyarakat dapat melakukan pencegahan dan pengobatan dini dengan cara yang tepat. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini memang semakin modernnya zaman, semakin banyak juga penyakit yang timbul
akibat Gaya hidup manusia dan karena factor alami. Salah satunya penyakit Akalasi yang terjadi
karean penurunan fungsi dari esophagus yang menjadikan sering terjadi tersedak saat makan
maupun minum, penyakit ini tidak bisa menular tapi bisa terjadi pada semua jenis kelamin.
Penyakit akalasia ini lebih menyerang kepada orang yang sudah usia lanjut sehingga
butuh perawatan khusus karena akan menggaggu masa tua kita semua, sehingga dibutuhkan
pengetahuan untuk mengobati dan lebih baik lagi untuk mencegah terjadinya penyakit ini sejak
dini.
Oleh karena itu, penyakit ini sangat menarik untuk dibahas karena sangat dekat sekali
dengan kehidupan sehari-hari kita. Penyakit ini tentu bisa merusak aspek psikoliogi dan
psikososial penderita, dan diperlukan asuhan keperawatan yang holistik dan pendidikan
kesehatan untuk mencegah penyakit ini.
1.2 Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memberikan suatu gambaran, penjelasan yang lebih
mendalam mengenai penyakit Akalasia Esofagus ini. Diharapkan masyarakat dapat melakukan
pencegahan dan pengobatan dini dengan cara yang tepat.
1.3 Rumusan Masalah
1) Apakah yang menyebabkan penyakit Akalasia Esofagus?
2) Bagaimana gejala dan pengobatan penyakit Akalasia Esofagus?
3) Ada berapa klasifikasi penyakit Akalasia Esofagus?
4) Bagaimana patofisiologi Akalasia Esofagus?
4) Bagaimana Asuhan Keperawatan terhadap Penyakit Akalasia Esofagus?
5) Bagaimana Pendidikan Kesehatan untuk penyakit Akalasia Esofagus?
6) Artikel terbaru tentang Akalasia Esofagus?
1
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun makalah ini adalah metode pustaka
dan studi literatur, dengan mencari dan mengumpulkan data penting dari berbagai sumber
seperti website dan situs-situs internet serta buku-buku yang ada.
2
BAB II
KONSEP
2.1 ANATOMI FISIOLOGI
1. Mulut
Mulut atau rongga oral adalah jalan masuk menuju system pencernaan dan berisi organ
aksesori yang berfungsi dalam proses awal pencernaan. Rongga vestibulum (bukal) terletak di
antara gigi dan bibir, serta pipi sebagai batas luarnya. Organ oral utama dibatasi gigi dan gusi di
bagian depan, palatum lunak dan keras di bagian atas, lidah di bagian bawah, dan orofaring di
bagian belakang.
a) Bibir
Bibir tersusun dari otot rangka (orbikularis mulut) dan jaringan ikat. Organ ini berfungsi
untuk menerima makanan dan produksi wicara.
Permukaan luar bibir dilapisi kulit yang mengandung folikel rambut, kelenjar
keringat, serta kelenjar sebasea.
Area transisional memiliki epidermis transparan. Bagian ini tampak merah karena
dilewati oleh banyak kapiler yang dapat terlihat.
Permukaan dalam bibir adalah membrane mukosa. Bagian frenulum
labia melekatkan membrane mukosa pada gusi di garis tengah.
1. Jangan berbicara sambil makan, karena selain tidak sopan, hal ini juga membuat kerja
katup menurun sehingga resiko tersedak lebih tinggi.
2. Pada anak-anak atau bayi, hindari memberi susu atau makanan saat anak lagi menangis
atau tertawa karena lebih mudah tersedak.
3. Sesaat setelah makan, anak-anak atau bayi harus didudukkan dulu selama 10 menit untuk
mengeluarkan udara dari lambung sehingga resiko muntah dan masuk dalam saluran
nafas mengecil
4. Makanlah dengan posisi duduk, terutama pada anak kecil hindari menyusu atau makan
dengan posisi berbaring
5. Hindari makan terlalu kenyang terutama pada bayi sehingga resiko dimuntahkan kembali
dan tersedak jadi kecil
6. Kunyahlah makanan hingga halus.
2.2 DEFINISI
Akalasia (kardiospasme atau megaesofagus) adalah:
- Kegagalan relaksasi serat-serat otot polos saluran cerna pada persimpangan bagian yang
satu dengan yang lain khususnya kegagalan sfingter esofagogaster untuk mengendur pada
waktu menelan akibat degenerasi sel-sel ganglion pada organ itu. (kamus saku
kedokteran Dorland, 2007)
- Gagal melemas; menandakan relaksasi inkomplet sfingter esofagus bawah sebagai
respons terhadap menelan yang menimbulkan obstruksi fungsional esofagus yang
menyebabkan esofagus lebih proksimal mengalami dilatasi. (buku ajar patologi robbins,
2007)
- Suatu keadaan khas yang ditandai dengan tidak adanya peristalsis korpus esofagus bagian
bawah dan sfingter esofagus bagian bawah(SEB) yang hipertonik sehingga tidak bisa
mengadakan relaksasi secara sempurna pada waktu menelan makanan. (buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I, 2006)
Jika akalasia menjadi berat, esofagus tidak bisa mengosongkan makanan yag ditelan ke
dalam lambung untuk beberapa jam, padahal waktu normal adalah beberpa detik. Setelah
berbulan-bulan atau bertahun-tahun esofagus menjadi sangat besar bahkan bisa menampung 1
17
liter makanan, yang kemudian menjadi busuk infeksius selama periode yang lama dari stasis
esofagus.
2.3 ETIOLOGI
Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui. Namun, secara histologik pada
penyakit akalasia ditemukan penyebab berupa degenerasi sel ganglion plexus auerbach di
sepanjang esophagus parstorakal yang menyebabkan control neurologis dan sebagai akibatnya
gelombang peristaltik primer tidak mencapai sfingter esophagus bawah.
Berdasar teori, penyebab akalasia antara lain:
1. Teori genetik
Akalasia dapat diturunkan berkisar antara 1%-2% dari populasi penderita akalasia.
2. Teori infeksi
Akalasia disebabkan oleh:
a. Bakteri (diphtheria pertusis, dostridia, tuberculosis, sipilis)
b. Virus (herpes, varicella zooster)
c. Zat toxic (gas kombat)
3. Teori autoimun
Akalasia disebabkan oleh respons inflamasi dalam pleksus mienterikus esophagus
didominasi oleh limfosit T yang berperan dalam penyakit autoimun.
4. Teori degenerative
Akalasia berhubungan dengan proses penuaan dengan status neurologi atau penyakit psikis
seperti Parkinson atau depresi.
2.4 EPIDEMIOLOGI
Penyakit akalasia jarang dijumpai dibanding dengan penyakit lain. Sebagian besar kasus
terjadi pada umur pertengahan dengan perbandingan jenis kelamin yang hampir sama, lebih
sering terjadi pada orang dewasa meskipun dapat terjadi pada masa anak atau bayi. Penyakit ini
juga tidak diturunkan dan biasanya memerlukan waktu bertahun-tahun hingga menimbulkan
gejala. Di Amerika Serikat ditemukan sekitar 2000 kasus akalasia setiap tahun, sebgian besar
pada usia 25-60 tahun dan sedikit pada anak-anak.
18
2.5 KLASIFIKASI
Berdasar etiologi, akalasia dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Primer
Merupakan kasus akalasia yang paling banyak ditemukan di Amerika Serikat. Pada jenis
ini, penyebab akalasia tidak diketahui, tetapi diduga disebabkan oleh virus neurotropik
yang mengakibatkan lesi pada nucleus dorsalis vagus pada batang otak dan ganglia
misenterikus pada esofagus. Namun, beberapa sumber juga menyatakan bahwa degenerasi
pleksus auerbach menyebabkan hilangnya kontrol neurologis yang mengakibatkan
gelombang peristaltik primer tidak mencapai sfingter esofagus bagian bawah(SEB) untuk
merangsang relaksasi. Adapun faktor keturunan yang cukup berpengaruh pada penyakit
akalasia ini.
2. Sekunder
Akalasia disebabkan oleh penyakit lain, antara lain:
- Infeksi(penyakit Chagas)
- Karsinoma lambung yang menginvasi esofagus melalui radiasi, toksin atau obat-obat
tertentu.
- Tumor intraluminer, seperti tumor kardia atau pendorongan ekstra luminar seperti
pseudokista pancreas.
- Obat anti kolinergik atau pasca vagotomi.
Gambaran klinis:
No. Tanda gejala Primer Sekunder
1. Disfagia Ringan sampai berat ( >1 tahun)Sedang sampai berat (< 6
bulan)
2. Regurgitasi Sedang sampai berat Ringan
3. Berat badan menurun Ringan (5 kg) Berat (15 kg)
4. Nyeri dada Ringan sampai sedang Jarang
5. Komplikasi paru Sedang Jarang
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Ada tanda-tanda utama dari penyakit akalasia, yaitu:
1. Disfagia (sukar menelan)
19
klien mengalami disfagia atau sukar menelan baik untuk makanan padat maupun cair.
Sifat pada permulaan hilang timbul yang dapat terjadi selama bertahun-tahun sebelum
diagnosis diketahui secara jelas. Letak obstruksi biasanya dirasakan pada retrosternal
bagian bawah.
2. Regurgitasi
Kilen mengalami regurgitasi atau aliran kembali. Hal ini berhubungan dengan posisi
klien (seperti saat berbaring) dan sering terjadi pada malam hari karena adanya akumulasi
makanan pada esofagus yang melebar. Namun, ciri khasnya adalah klien tidak merasa
asam ataupun pahit.
3. Penurunan berat badan
Hal ini disebabkan karena klien takut makan akibat adanya odinofagia(nyeri menelan).
Namun, jika penyakit ini sudah berlangsung lama akan terjadi kenaikan berat badan
karena pelebaran esofagus akibat retensi makanan dan akan meningkatkan tekanan
hidrostatik yang akan melebihi tekanan sfingter esofagus bagian bawah (SEB).
4. Gejala yang menyertai gejala utama, seperti nyeri di dada . Gejala ini dialami sekitar 30%
kasus tetapi tidak begitu dirasakan oleh klien. Sifat nyeri dengan lokasi substernal dan
biasanya dirasakan apabila meminum air dingin. Hal ini merupakan akibat komplikasi
retensi makanan dalam bentuk batuk dan pneumonia aspirasi.
2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologi sangat membantu dalam penegakan diagnosis pada suatu
penyakit, ini harus dikorelasikan dengan temuan klinis dan riwayat penyakitnya.12 Pada
foto polos toraks pasien achalasia tidak menampakkan adanya gelembung-gelembung
udara pada bagian atas dari gaster, dapat juga menunjukkan gambaran air fluid level pada
sebelah posterior mediastinum. Pemeriksaan esofagogram barium dengan pemeriksaan
fluoroskopi, tampak dilatasi pada daerah dua pertiga distal esofagus dengan gambaran
peristaltik yang abnormal serta gambaran penyempitan di bagian distal esofagus atau
esophagogastric junction yang menyerupai seperti bird-beak like appearance.
20
Rontgenogram thorax bisa menunjukkan pelebaran mediastinum akibat esofagus
yang berdilatasi mengandung batas udara-cairan. Tanda aspirasi paru menahun bisa
terlihat. Evaluasi ‘cinefluoroscopic’ esophagus akan menunjukkan tiga stadium :
Stadium 1 atau akalasia ringan, memperlihatkan tidak ada atau sedikit dilatasi dengan
retensi minimum materi kontraks proksimal terhadap sphincter esophagus bawah.
Kontraksi giat esophagus dapat terlihat dalam stadium ini dan mungkin sulit
dibedakan dari spasme esophagus difus.
Stadium 2 , memperlihatkan lebih banyak dilatasi dengan kontraksi nonperistaltik
yang lemah dan sambungan esophagogaster meruncing, yang menggambarkan
sphincter distal tidak relaksasi atau tertutup rapat.
Stadium 3 , memperlihatkan esophagus sangat besar dengan retensi makanan dan
sering penampilan seperti sigmoideum
2. Pemeriksaan Esofagoskopi
Esofagoskopi merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk semua pasien
akalasia oleh karena beberapa alasan yaitu untuk menentukan adanya esofagitis retensi
dan derajat keparahannya, untuk melihat sebab dari obstruksi, dan untuk memastikan ada
tidaknya tanda keganasan. Pada pemeriksaan ini, tampak pelebaran lumen esofagus
dengan bagian distal yang menyempit, terdapat sisa-sisa makanan dan cairan di bagian
proksimal dari daerah penyempitan, Mukosa esofagus berwarna pucat, edema dan
kadang-kadang terdapat tanda-tanda esofagitis akibat retensi makanan. Sfingter esofagus
bawah akan terbuka dengan melakukan sedikit tekanan pada esofagoskop dan
esofagoskop dapat masuk ke lambung dengan mudah.
3. Pemeriksaan Manometrik
Gunanya untuk memulai fungsi motorik esofagus dengan melakukan pemeriksaan
tekanan di dalam lumen sfingter esofagus. Pemeriksaan ini untuk memperlihatkan
kelainan motilitas secara- kuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan dilakukan dengan
memasukkan pipa untuk pemeriksaan manometri melalui mulut atau hidung. Pada
akalasia yang dinilai adalah fungsi motorik badan esofagus dan sfingter esofagus bawah.
Pada badan esofagus dinilai tekanan istirahat dan aktifitas peristaltiknya. Sfingter
21
esofagus bagian bawah yang dinilai adalah tekanan istirahat dan mekanisme relaksasinya.
Gambaran manometrik yang khas adalah tekanan istirahat badan esofagus
meningkat, tidak terdapat gerakan peristaltik sepanjang esofagus sebagai reaksi proses
menelan. Tekanan sfingter esofagus bagian bawah normal atau meninggi dan tidak terjadi
relaksasi sfingter pada waktu menelan.
4. Menelan barium atau esofagogastroduodenoskopi (EGD); ± pemantauan pH esofagus
atau manometer.
Pemeriksaan radiologis barium biasa dikombinasikan dengan pemeriksaan
diagnostic lambung dan duodenum (rangkaian pemeriksaan radiologis gasyrointestinal
bagian atas menggunakan barium sulfat) menggunakan barium sulfat dalam cairan atau
suspens kri yang ditelan . Mekanisme menelan dapat terlihat secara langsung dengan
pemeriksaan fluoroskopi atau perekaman gambaran radiografik. Bila dicurigai terdapat
kelainan esophagus ahli radiologi dapat meletakkan penderita dalam berbagai posisi.
5. Pemeriksaan motilitas
Berfungsi memeriksa bagian motorik esophagus dengan menggunakan kateter
peka tekanan atau balon mini mg diletakkan dalam lambung dan kemudian naikkan
kembali. Tekanan kemudian ditransmisi ke transduser yang diletakkan di luar tubuh
penderita , pengukuran perubahan tekanan esophagus dan lambung sangat menambah
pengertian aktivitas esophagus pada keadaan sehat atau sakitsaat istirahat dan selama
menelan.
2.8 DIAGNOSA BANDING
1. Penyakit Chagas
Penyakit Chagas adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit, Trypanosoma cruzi,
dan terbatas pada Sentral Amerika dan Amerika selatan. Ia ditularkan ke manusia-manusia
melalui gigitan-gigitan serangga dari reduviid bug. Parasit dikeluarkan dalam feces
serangga pada saat ia menggigit. Menggaruk gigitan memecahkan kulit dan mengizinkan
parasit untuk memasuki tubuh. Parasit menyebar keseluruh tubuh namun mengambil
kediaman utama di otot-otot dari saluran pencernaan, dari esophagus ke rektum, meskipun
22
ia juga sering mempengaruhi otot jantung. Pada saluran pencernaan, parasit menyebabkan
degenerasi syaraf-syaraf yang mengontrol otot-otot dan dapat menjurus pada fungsi yang
abnormal dimana saja di saluran pencernaan. Ketika ia mempengaruhi esophagus,
kelainan-kelainan adalah sama (identis) dengan yang dari achalasia.
Penyakit Chagas akut terjadi kebanyakan pada anak-anak. Pada individu-individu yang
terlihat pada waktu yang jauh kemudian untuk persoalan-persoalan menelan, penyakit
akutnya telah lama berlalu. Diagnosis dari penyakit Chagas dapat dicurigai jika ada
keterlibatan dari bagian-bagian lain dari saluran pencernaan, seperti pembesaran dari usus
kecil atau usus besar dan jantung. Metode yang paling baik untuk membuat diagnosis
adalah dengan pengujian serologi yang mencari antibodi-antibodi dalam darah terhadap
parasit.
2. Kanker Esophagus
Kanker yang mulai di esophagus (juga disebut esophageal cancer) dibagi kedalam
dua tipe-tipe utama, squamous cell carcinoma dan adenocarcinoma, tergantung pada tipe
dari sel-sel yang ganas. Squamous cell carcinomas timbul di sel-sel squamous yang
melapisi esophagus. Kanker-kanker ini biasanya terjadi pada bagian atas dan tengah dari
esophagus. Adenocarcinomas biasanya berkembang pada jaringan yang berkelenjar pada
bagian bawah dari esohagus. Perawatan adalah serupa untuk kedua tipe-tipe dari kanker
esophagus.
Jika kanker menyebar keluar dari esophagus, ia seringkali pertama pergi ke nodus-
nodus limfa. Nodus-nodus limfa adalah struktur-struktur yang kecil berbentuk kacang yang
adalah bagian dari sistim imun tubuh. Kanker esophagus dapat juga menyebar ke hampir
semua bagian lain tubuh, termasuk hati, paru-paru, otak, dan tulang-tulang. Untuk
membedakan antara achalasia dengan kaker esophagus maka dilakukan endoskopi
2.9 KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dan akalasia sebagai akibat dari retensi makanan pada esofagus
adalah sebagai berikut:
1. Obstruksi saluran pernapasan
23
Obstruksi saluran napas adalah kegagalan sistem pernapasan dalam memenuhi kebutuhan
metabolik tubuh akibat sumbatan saluran napas bagian atas (dari hidung sampai
percabangan trakea). Obstruksi saluran napas ini sering menyebabkan gagal napas.
2. Bronkhitis
Bronkitis adalah suatu peradangan pada saluran bronkial atau bronki. Peradangan
tersebut disebabkan oleh virus, bakteri, merokok, atau polusi udara (Samer Qarah, 2007).
Definisi bronkitis akut adalah batuk dan kadang-kadang produksi dahak tidak lebih dari
tiga minggu (Samer Qarah, 2007). Definisi bronkitis kronis adalah batuk disertai sputum
setiap hari selama setidaknya 3 bulan dalam setahun selama paling sedikit 2 tahun
berturut-turut.
3. Pneumonia aspirasi
Pneumonia Aspirasi adalah infeksi paru-paru yang disebabkan oleh terhirupnya bahan-
bahan ke dalam saluran pernafasan.
4. Abses paru
Abses Paru diartikan sebagai kematian jaringan paru-paru dan pembentukan rongga yang
berisi sel-sel mati atau cairan akibat infeksi bakteri.
5. Divertikulum meckel
Divertikulum Meckel adalah suatu kelainan bawaan, yang merupakan suatu kantung
(divertikula) yang menjulur/menonjol dari dinding usus halus; divertikula bisa
mengandung jaringan lambung maupun jaringan pankreas.
6. Perforasi esophagus
Perforasi esofagus adalah pecahnya dinding esofagus karena muntah-muntah. 90 %
penyebab ruptur esofagus adalah iatrogenik,yang biasanya diakibatkan oleh instrumentasi
medis seperti paraesophageal endoskopi atau pembedahan. Dan 10%nya disebabkan oleh
muntah-muntah
7. Small cell carcinoma
8. Sudden death
2.10 PENATALAKSANAAN
24
1. Medikamentosa
a. Obat antagonis kalsium, nifedipin 10-20 mg peroral dapat menurunkan tekanan SEB
pasien dengan akalasia ringan sampai sedang. Hasil pengobatan ini didapatkan
perbaikan gejala klinis pasien sampai dengan 18 bulan bila dibandingkan dengan
placebo. Pemakaian preparat nifedipin sublingual, 15-30 menit sebelum makan
memberikan hasil yang baik.
b. Amilnitrit dapat digunakan pada waktu pemeriksaan esofagogram yang akan
berakibat relaksasi pada daerah kardia.
c. Isosorbit dinitrat dapat menurunkan tekanan sfingter esophagus bagian bawah dan
meningkatkan pengosongan esophagus.
2. Injeksi Botulinum Toksin
Suatu injeksi botulinum toksin intrasfingter dapat digunakan untuk menghambat
pelepasan asetilkolin pada bagian sfingter esofagus bawah, yang kemudian akan
mengembalikan keseimbangan antara neurotransmiter eksitasi dan inhibisi. Dengan
menggunakan endoskopi, toksin diinjeksi dengan memakai jarum skleroterapi yang
dimasukkan ke dalam dinding esophagus dengan sudut kemiringan 45°, dimana jarum
dimasukkan sampai mukosa kira-kira 1-2 cm di atas squamocolumnar junction.
Lokasi penyuntikan jarum ini terletak tepat di atas batas proksimal dari sfingter
esofasus bawah dan toksin tersebut diinjeksi secara caudal ke dalam sfingter. Dosis
efektif yang digunakan yaitu 80-100 unit/mL yang dibagi dalam 20-25 unit/Ml untuk
diinjeksikan pada setiap kuadran dari sfingter esophagus bawah.
3. Dilatasi SEB
Dengan cara sederhana menggunakan businasi hurst yang terbuat dari bahan karet
yang berisi air raksa dalam ukuran F (French) mempunyai 4 jenis ukuran. Prinsip
kerjanya berdasarkan gaya berat yang dipakai dari ukuran terkecil sampai terbesar secara
periodik. Keberhasilan businasi ini hanya pada 50 % tanpa kambuh, 30 % sedang dan
terjadi kambuh sedangkan 15% gagal.
Dengan menggunakan dilatasi pneumatik. Dilatasi ini dapat dilakukan dengan
cara memasukan tabung yang berisi air raksa yang disebut bougie atau lazim disebut
25
dengan kantong pneumatic yang diletakan di daerah sfingter esophagus bagian bawah,
ditiup kuat.
Pasien harus dipuasakan dulu selama 12 jam dan dilakukan pemasangan dengan
panduan fluoroskopi. Posisi balon harus berada di atas hiatus diafragmatika dan setengah
lagi dalam gaster. Balon dikembangkan secara maksimal dan secepat mungkin agar
peregangan SEB seoptimal mungkin, selama 60 detik setelah itu dikempiskan.Untuk satu
kali pengobatan, pengembangan balon tidak melebihi dua kali.
Tanda-tanda pengobatan berhasil bila pasien merasa nyeri bila balon ditiup dan
segera menghilang jika balon dikempiskan. Bila nyeri menetap, kemungkinan terjadi
perforasi.
4. Miotomy heller
Pembelahan serabut-serabut otot perbatasan esophagus-lambung. Operasi ini
terdiri dari suatu pemisahan serat otot (mis: miotomi) dari sfingter esofagus bawah (5 cm)
dan bagian proksimal lambung (2 cm), yang diikuti oleh partial fundoplication untuk
mencegah refluks. Pasien dirawat di rumah sakit selama 24-48 jam, dan kembali
beraktfitas sehari-hari setelah kira-kira 2 minggu. Secara efektif, terapi pembedahan ini
berhasil mengurangi gejala sekitar 85-95% dari pasien, dan insidens refluks post operatif
adalah antara 10% dan 15%. Oleh karena keberhasilan yang sangat baik, perawatan
rumah sakit yang tidak lama, dan waktu pemulihan yang cepat, maka terapi ini dianggap
sebagai terapiutama dalam penanganan akalasia esofagus.
Piloroplasti (pelebaran pintu keluar lambung) sering dilakukan bersamaan agar
dapat mengosongkan isi lambung dengan cepat dan mencegah refluk ke dalam
esophagus.
2.11 PATOFISIOLOGI
Terlampir
2.12 ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
26
1. Identitas Klien
Nama : Ny. Celline
Usia : 72 tahun
Alamat : -
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : -
Diagnosa medis : Akhalasia
Pekerjaan : -
2. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Klien mengalami masalah saat makan atau minum
Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien didiagnosa akhalasia dengan keluhan mengalami masalah saat makan atau
minum, seringkali tersedak sampai beberapa kali makanan bukannya tertelan tapi
masuk ke rongga hidung sehingga terbatuk dan bersin saat makan
Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien mengalami keadaan ini agak lama tapi 2 bulan belakangan ini makin berat
3. Pemeriksaan Fisik
BB : 50 kg
TB : 165 cm
4. Pengumpulan Data
DS :
Klien mengeluh mengalami masalah saat makan atau minum.
Ia seringkali tersedak sampai beberapa kali makanan bukannya tertelan tapi masuk ke
dalam rongga hidung sehingga ia terbatuk dan bersin saat makan.
DO :
BB turun
5. Pemeriksaan Penunjang : -
B. Analisis Data
No
.
Data menyimpang Etiologi Masalah keperawatan
27
1. DS: klien
mengeluh
mengalami
masalah saat
makan dan minum
DO: BB turun
Sulit menelan→akhalasia→
makanan tertahan di
esofagus→intake makanan ke
lambung menurun→absorpsi
nutrient
berkurang→ nutrisi kurang dari
kebutuhan
Gangguan kebutuhan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
2. DS: klien
mengeluh
mengalami
masalah saat
makan dan minum
DO:-
Gagalnya spingter untuk
relaksasi→makanan dan
minuman tertahan di
esofagus→tekanan di esophagus
lebih besar daripada di
gaster→refluk→tersedak→intake
cairan ke tubuh berkurang
Gangguan cairan kurang
dari kebutuhan
3. DS: Ia seringkali
tersedak sampai
beberapa kali
makanan bukannya
tertelan tapi masuk
ke dalam rongga
hidung sehingga ia
terbatuk dan bersin
saat makan.
DO: -
Faktor usia→ degenerasi
syaraf→ kerja otot menurun
→sfingter esofagus bawah gagal
berelaksasi→ makanan masuk
ke saluran nafas→ respon
batuk dan bersin→ resiko
bersihan jalan nafas tak efektif
Resiko bersihan jalan
nafas tak efektif
4. DS: Ia seringkali
tersedak sampai
beberapa kali
makanan bukannya
tertelan tapi masuk
Faktor usia→ degenerasi
syaraf→ kerja otot menurun
→sfingter esofagus bawah gagal
berelaksasi→ makanan masuk
ke saluran nafas→resiko aspirasi
Resiko aspirasi
28
ke dalam rongga
hidung sehingga ia
terbatuk dan bersin
saat makan.
DO: -
C. Diagnosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan sulit menelan ditandai oleh
klien mengeluh mengalami masalah saat makan dan minum dan Berat badan turun
2. Gangguan kebutuhan cairan kurang dari kebutuhan berhubungan dengan sulit menelan
ditandai oleh klien mengeluh mengalami masalah saat makan dan minum
3. Resiko bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan makanan masuk ke saluran
nafas
4. Resiko aspirasi berhubungan dengan makanan masuk ke saluran nafas
D. Rencana Asuhan Keperawatan
No. DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1. Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
berhubungan dengan
klien
mengalami masalah
pada
saat makan ditandai
dengan
penurunan berat
badan.
Setelah 1 minggu
perawatan,
kebutuhan nutrisi
klien seimbang
/terpenuhi dengan
criteria hasil :
Berat badan naik
½ kg.
Mencapai Body
Max Index yang
Normal
Nafsu makan
meningkat
Berikan makanan
sesuai dengan
kebutuhan
Berikan makanan
dengan porsi sedikit
tapi sering
Berikan makanan
jangan terlalu padat
dan terlalu cair
Pemberian yang sesuai
indikasi dan tidak
memberatkan klien
apabila
berlebihan
Mencegah terjadinya
penumpukan makanan
pada
esophageal
Makanan yang tidak
terlalu
padat dan tidak terlalu
cair
29
Beritahu pada klien
untuk selalu
menghabiskan
makanannya
Berikan obat –
obatan golongan
nitrates dan calcium
channel blokers
dapat dengan mudah
dicerna
oleh tubuh
Membantu
melancarkan dan
memudahkan
pencapaian
tujuan
Obat golongan nitrates
membantu
mengendurkan
spincter esophagus
bagian
bawah sedangkan
calcium
channel bloker dapat
membantu esophagus
untuk
relaks dan tidak
konstriksi.
2. Gangguan kebutuhan
cairan kurang dari
kebutuhan
berhubungan dengan
sulit menelan ditandai
oleh klien mengeluh
mengalami masalah
saat minum
Kebutuhan nutrisi
klien seimbang/
terpenuhi dengan
kriteria hasil :
Pasien tidak
bermasalah saat
minum
Pantau jumlah
keluaran urin klien
Berikan cairan yang
adekuat
Berikan buah-buahan
Agar dapat
mengetahui jumlah
cairan yang harus
diberikan dan jenis
cairan
Agar pasien tidak
kekurangan elektrolit
dan kebutuhan cairan
stabil
Untuk menambah
30
dan sayuran yang
mengandung banyak
air
cairan yang diperlukan
klien
3. Bersihan jalan
nafas tak efektif
b.d masuknya
makanan ke saluran
pernafasan (batuk dan
bersin)
Tujuan jangka
pendek : klien
mampu dan
mengerti
menerapkan batuk
efektif
Tujuan jangka
panjang :
bersihan jalan nafas
efektif dalam waktu
3 hari
Ajarkan klien batuk
efektif
Berikan posisi tidur
lebih tinggi
Berikan perawatan
mulut yang baik
setelah batuk
Kaji kondisi
pernafasan (frekuensi,
kedalaman, gerakan
dada, penggunaan
otot bantu nafas,
tegak, dan
meningkatkan
kenyamanan sewaktu
inspirasi)
Batuk efektif dapat
dilakukan dalam
kondisi duduk
Posisi semi fowler
akan mempermudah
pasien untuk bernafas,
dan meningkatkan
ekspansi dada
sehingga udara mudah
masuk
Meningkatkan
kenyamanan klien
selama mengalami
perawatan
Berguna dalam
evaluasi derajat
distress pernafasan
dan kronisnya proses
penyakit
4. Resiko tinggi aspirasi
b.d makanan tidak
tertelan dan masuk
ke saluran pernafasan
Setelah diberikan
perawatan 3x 24 jam
klien tidak lagi
beresiko aspirasi
saat pemberian
Dorong/ bantu latihan
nafas abdomen atau
bibir
Memberikan pasien
beberapa cara untuk
mengatasi dan
mengontrol dipsnea
dan menurunkan
31
nutrisi dengan
kriteria hasil :
Klien tidak lagi
tersedak saat
makan
Pola nafas klien
saat makan tidak
terganggu
Ajarkan klien posisi
duduk saat makan
Kolaborasi pre dan
post operasi:
Pemasangan NGT
Pemantauan posisi
NGT
jebakan udara
posisi duduk saat
makan dapat
mengurangi resiko
terjadinya aspirasi
indikasi pemasangan
NGT pre operasi dan
post operasi pada
klien akalasia untuk
pemberian nutrisi dan
obat yang adekuat bagi
klien.
Pemantauan posisi
NGT oleh perawat
ditujukkan untuk
meninjau kebersihan
respon klien agar
terhindar dari infeksi
mikroorganisme yang
dapat memperburuk
prognosis penyakit.
2.13 PENDIDIKAN KESEHATAN
32
1. Menjelaskan konsep dan prognosis penyakit achalasia2. Makanan di berikan sedikit-sedikit tapi sering3. Makanan Lunak, Tinggi serat, hindari gorengan4. Saat makan, posisi harus duduk5. Pertahankan posisi duduk setelah makan6. Hindari posisi hiperekstensi pada kepala
BAB III
33
SEVEN JUMP
KASUS 1
Ny. Celline 72 thun TB:165 cm BB: 50kg, mengeluh belakangan ini mengalamai masalah saat
makan minum, ia sering kali tersedak sampai beberapa kali, makanan bukannya tertelan tetapi
masuk ke rongga hidung, sehingga dia batuk dan bersin saat makan. Keadaan ini sudah
berlangsung agak lama, tetapi 2 bulan belakangan ini makin berat sehingga BB menurun,
sebelumnya BB Ny.Celline cukup ideal dengan BMI 24.
STEP 1
1. Diagnosa dengan keluhan tersedak?2. Apa penyebab pas 2 bulan lebih berat?3. Komplikasi pada saluran nafas?4. Mekanisme tersedak hingga ke hidung?5. Pertolongan pertama saat tersedak?6. Mekanisme menelan yang normal?7. Penatalaksaan non medis? 8. Nutrisi harus diberikan?9. Klasifikasi BMI?10. Apakah kalau minum juga keluar dari hidung?11. Pemeriksaan Diagnostik?12. Cara pemberian nutrisi?13. Berhubungan dengan degenerasi?14. Manifestasi klinis ?15. diagnosa keperawatan utama ? askep?16. Aktifitas yang intoleran?intervensi?17. Penyebab BB turun?18. Penkes dan pencegahan?19. Farmakologi?20. Anfis saluran pencernaan bagian atas?21. Factor resiko?22. Insidensi?23. Apakah ada klasifikasi?24. Ada kerusakan sfingter saat makan tapi batuk?25. Diagnose banding?
STEP 3
34
20. esophagus 23-25 cm diameter 2 cm, 1/3 bagian atas otot volunteer dan 2/3 bagian bawah otot
involunter. Esophagus: mulut-faring-kerongkongan-sfingter-lambung. Bagian bawah: usus
besar-usus halus- anus.
17. BB menurun – tidak tercerna makanan itu – perombakan lemak makanan tertahan – makanan
susah masuk lambung – tidak ada yang dicerna. Tidak ada nutrisi ke sel – metabolism
anaerob – BB terganggu – ada gangguan digestive – pencernaan terganggu – makanan belum