Top Banner

Click here to load reader

32

Makalah agama tentang asi (3)

Feb 11, 2017

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Makalah agama tentang asi (3)

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Berbagai ragam permasalahan yang muncul ditengah-tengah masyarakat, baik yang

menyangkut masalah ibadah, aqidah, ekonomi, sosial, sandang, pangan, kesehatan dan

sebagainya, seringkali meminta jawaban kepastiannya dari sudut hukum. Dalam kondisi yang

demikian, maka berkembanglah salah satu disiplin ilmu yang dinamakan Masail Fiqhiyyah.

Berbagai masalah yang dibicarakan dalam ilmu ini biasanya amat menarik, unik dan

sekaligus problematik. Hal ini terjadi karena untuk menjawab berbagai masalah tersebut telah

bermunculan beragam jawaban yang disebabkan karena latar belakang pendekatan dan sistem

pemecahan yang berbeda-beda sehingga mempengaruhi dalam pengambilan keputusan

hukum.

Studi yang menyangkut berbagai masalah fiqhiyyah tersebut terus berkembang

seiring dengan perkembangan masyarakat sebagai akibat dari kemajuan dalam bidang ilmu

pengetahuan dan teknologi. Banyak hal yang dahulu tidak ada kini bermunculan yang

selanjutnya menuntut jawaban dari segi hukum.

Begitu dekatnya masalah hukum ini dengan kehidupan umat Islam, menyebabkan

bidang kajian masalah ini sudah demikian akrab dengan masyarakat dibandingkan dengan

studi lainnya seperti tafsir, hadits, ilmu kalam dan sebagainya. Fiqhlah yang paling banyak

dikenal dan amat populer di masyarakat Indonesia.

Kajian terhadap masalah ini sudah demikian lama dan telah melembaga di

masyarakat Islam. Kajian terhadap pertumbuhan ilmu fiqh, ushul fiqh dan qawa’id fiqhiyyah

sudah amat berkembang. Hal yang demikian terjadi karena adanya perubahan sosial yang

berpengaruh terhadap perubahan hukum. Seiring dengan itu, kajian pemikiran hukum Islam

dari sudut theologi juga banyak dilakukan para ahli dengan berbagai pendekatan yang

digunakan.

Dalam menghadapi perkembangan masyarakat yang semakin modern, telah muncul

berbagai masalah di sekitar, transplantasi organ tubuh dan masih banyak yang lainnya, yang

mana mau tidak mau akan mendorong para pakar hukum untuk mencarikan pemecahannya

secara komprehensif dan utuh.

Page 2: Makalah agama tentang asi (3)

Tentu saja jawaban-jawaban tersebut diatas pada akhirnya menghendaki adanya

metode dan pendekatan yang digunakan. Dalam kaitan ini, telah pula muncul metodologi

ijtihad yang imam Ja’far al-Shiddiq dari kalangan Syi’ah Imamiyyah, istihsan Abu Hanifah

dan lain sebagainya.

Dengan menggunakan berbagai pendekatan tersebut, maka para pakar hukum Islam,

termasuk dari Indonesia telah melakukan upaya jawaban hukum terhadap berbagai masalah

yang berkembang.

B.     Rumusan Masalah

a.       Pengertian transplantasi organ tubuh,tranfusi darah, dan bank ASI?

b.      Bagaimana pandangan Islam dalam masalah transplatasi organ tubuh, transfusi darah dan

bank ASI?

c.       Bagaimana pandangan hukum negara dalam masalah tersebut?

Page 3: Makalah agama tentang asi (3)

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Transplantasi Organ Tubuh

Pengertian transplantasi (pencangkokan) ialah pemindahan organ tubuh yang

mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan

tidak berfungsi dengan baik, yang apabila diobati dengan prosedur medis biasa, harapan

penderita untuk bertahan hidupnya tidak ada lagi.

Dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh ada tiga pihak yang terkait dengannya:

Pertama, Donor, yaitu orang yang menyumbangkan organ tubuhnya yang masih sehat untuk

dipasangkan pada orang lain yang organ tubuhnya menderita sakit atau terjadi kelainan.

Kedua, Resipien, yaitu orang yang menerima organ tubuh dari donor yang karena satu dan

lain hal, organ tubuhnya harus diganti.

Ketiga, Tim ahli, yaitu para dokter yang menangani operasi transplantasi dari pihak donor

kepada resipien.

Berkenaan dengan donor, transplantasi dapat  dikategorikan ke dalam tiga tipe, yaitu :

1.      Donor dalam keadaan hidup sehat. Dalam tipe ini perlu adanya seleksi yang cermat dan harus

dilakukan general check up (pemeriksaan kesehatan yang lengkap menyeluruh), baik

terhadap donor maupun terhadap resipien (penerima), demi menghindari kegagalan

transplantasi yang disebabkan penolakan tubuh resipien dan sekaligus menghindari dan

mencegah resiko bagi donor. Sebab menurut data statistik, 1 dari 1000 donor meninggal, dan

si donor juga merasa was-was dan merasa tidak aman, karena dia menyadari, misalnya bila

dia donor ginjal, dia tak akan memperoleh kembali ginjalnya seperti sedia kala.

2.      Donor dalam keadaan koma. Apabila donor dalam keadaan koma atau diduga kuat akan

meninggal segera, maka dalam pengambilan organ tubuh donor memerlukan alat kontrol dan

penunjang kehidupan, misalnya dengan bantuan alat pernafasan khusus. Kemudian alat-alat

penunjang kehidupan tersebut dicabut setelah selesai proses pengambilan organ tubuhnya.1[1]

Hanya, kriteria meninggal secara medis/klinis dan yuridis perlu ditentukan dengan tegas dan

1[1] Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyyah, (Jakarta: Haji Masagung, 1991), hal. 84

Page 4: Makalah agama tentang asi (3)

tuntas, apakah kriteria itu ditandai dengan berhentinya denyut jantung dan pernafasan2[2],

atau ditandai dengan berhentinya fungsi otak.3[3]

3.      Donor dalam keadaan meninggal. Dalam tipe ini, organ tubuh yang akan dicangkokkan

diambil ketika donor telah meninggal berdasarkan ketentuan medis dan yuridis, juga harus

diperhatikan daya tahan organ yang akan diambil untuk transplantasi4[4], apakah masih ada

kemungkinan untuk bisa berfungsi bagi resipien atau apakah sel-sel jaringannya telah mati,

sehingga tidak berguna lagi bagi resipien.

Berdasarkan uraian diatas, maka muncul suatu pertanyaan: “Bagaimanakah pandangan

hukum Islam tentang transplantasi organ tubuh, baik donor dalam keadaan sehat, dalam

keadaan koma, maupun dalam keadaan meninggal?”. Inilah yang menjadi pokok masalah

dalam tulisan ini, yang mana dalam pembahasannya berpedoman pada hukum Islam (Quran

dan Hadits) secara eksplisit, serta mengaitkan hal tersebut pada qaidah fiqhiyyah yang benar.

B.Hukum Transplantasi Organ Tubuh

1.      Hukum Transplantasi Organ Tubuh Donor Dalam Keadaan Sehat

Apabila transplantasi organ tubuh diambil dari orang yang masih dalam keadaan hidup sehat,

maka hukumnya ‘Haram’, dengan alasan :

Firman Allah dalam Al Quran surah Al Baqarah ayat 195 :

هلكة الت إلى بأيديكم تلقوا وال“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan”.

Ayat tersebut mengingatkan manusia, agar jangan gegabah dan ceroboh dalam melakukan

sesuatu, namun tetap menimbang akibatnya yang kemungkinan bisa berakibat fatal bagi diri

donor, walaupun perbuatan itu mempunyai tujuan kemanusiaan yang baik dan luhur.

Umpamanya seseorang menyumbangkan sebuah ginjalnya atau matanya pada orang lain yang

memerlukannya karena hubungan keluarga, teman atau karena berharap adanya imbalan dari

orang yang memerlukan dengan alasan krisis ekonomi. Dalam masalah yang terakhir ini,

yaitu donor organ tubuh yang mengharap imbalan atau menjualnya, haram hukumnya,

disebabkan karena organ tubuh manusia itu adalah milik Allah (milk ikhtishash), maka tidak

2[2] Rumusan PP No. 18/1981

3[3] Rumusan Kongres IDI tahun 1985

4[4] “Donor Tubuh”, Panji Masyarakat, No. 514, Tahun XXVIII, 1 September 1986, hal. 14-21

Page 5: Makalah agama tentang asi (3)

boleh memperjualbelikannya. Manusia hanya berhak mempergunakannya, walaupun organ

tubuh itu dari orang lain.

Orang yang mendonorkan organ tubuhnya pada waktu masih hidup sehat kepada

orang lain, ia akan menghadapi resiko ketidakwajaran, karena mustahil Allah menciptakan

mata atau ginjal secara berpasangan kalau tidak ada hikmah dan manfaatnya bagi seorang

manusia. Maka bila ginjal si donor tidak berfungsi lagi, maka ia sulit untuk ditolong kembali.

Maka sama halnya, menghilangkan penyakit dari resipien dengan cara membuat penyakit

baru bagi si donor. Hal ini tidak diperbolehkan karena dalam qaidah fiqh disebutkan:

بالضرر يزال ال الضرر“Bahaya (kemudharatan) tidak boleh dihilangkan dengan bahaya (kemudharatan)

lainnya”5[5]

Qaidah Fiqhiyyah

المصالح جلب على مقدم المفاسد درء“Menghindari kerusakan/resiko, didahulukan dari/atas menarik kemaslahatan”6[6]

Berkaitan transplantasi, seseorang harus lebih mengutamakan menjaga dirinya dari

kebinasaan, daripada menolong orang lain dengan cara mengorbankan diri sendiri dan

berakibat fatal, akhirnya ia tidak mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya, terutama

tugas kewajibannya dalam melaksanakan ibadah.

2.      Hukum Transplantasi Organ Tubuh Donor Dalam Keadaan Koma

Melakukan transplantasi organ tubuh donor dalam keadaan koma, hukumnya tetap

haram, walaupun menurut dokter, bahwa si donor itu akan segera meninggal, karena hal itu

dapat mempercepat kematiannya dan mendahului kehendak Allah, hal tersebut dapat

dikatakan ‘euthanasia’ atau mempercepat kematian. Tidaklah berperasaan/bermoral

melakukan transplantasi atau mengambil organ tubuh dalam keadaan sekarat. Orang yang

sehat seharusnya berusaha untuk menyembuhkan orang yang sedang koma tersebut,

meskipun menurut dokter, bahwa orang yang sudah koma tersebut sudah tidak ada harapan

lagi untuk sembuh. Sebab ada juga orang yang dapat sembuh kembali walau itu hanya

sebagian kecil, padahal menurut medis, pasien tersebut sudah tidak ada harapan untuk hidup.

Maka dari itu, mengambil organ tubuh donor dalam keadaan koma, tidak boleh menurut

Islam dengan alasan sebagai berikut:

5[5] Al-Suyuthi, Al-Asybah wa al-Nazhair, (Beirut-Lebanon: Dar-al-Fikr, 1415 H/1995 M), hal. 62

6[6] Ibid, hal. 63

Page 6: Makalah agama tentang asi (3)

a.       Hadits Nabi, riwayat Malik dari ‘Amar bin Yahya, riwayat al-Hakim, al-Baihaqi dan al-

Daruquthni dari Abu Sa’id al-Khudri dan riwayat Ibnu Majah dari Ibnu ‘Abbas dan ‘Ubadah

bin al-Shamit :

ضرار وال ضرر ال“Tidak boleh membuat madharat pada diri sendiri dan tidak boleh pula membuat madharat

pada orang lain”7[7]

Berdasarkan hadits tersebut, mengambil organ tubuh orang dalam keadaan koma/sekarat

haram hukumnya, karena dapat membuat madharat kepada donor tersebut yang berakibat

mempercepat kematiannya, yang disebut euthanasia.

b.      Manusia wajib berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya demi mempertahankan

hidupnya, karena hidup dan mati berada di tangan Allah. Oleh karena itu, manusia tidak

boleh mencabut nyawanya sendiri atau mempercepat kematian orang lain, meskipun hal itu

dilakukan oleh dokter dengan maksud mengurangi atau menghilangkan penderitaan pasien.

3.      Hukum Transplantasi Organ Tubuh Donor Dalam Keadaan Meninggal

Mengambil organ tubuh donor (jantung, mata atau ginjal) yang sudah meninggal secara

yuridis dan medis, hukumnya mubah, yaitu dibolehkan menurut pandangan Islam dengan

syarat bahwa :

a.       Resipien (penerima sumbangan organ tubuh) dalam keadaan darurat yang mengancam

jiwanya bila tidak dilakukan transplantasi itu, sedangkan ia sudah berobat secara optimal baik

medis maupun non medis, tetapi tidak berhasil. Hal ini berdasarkan qaidah fiqhiyyah :

المحظورات تبيح الضرورات“Darurat akan membolehkan yang diharamkan”.8[8]

Juga berdasarkan qaidah fiqhiyyah :

يزال الضرر“Bahaya itu harus dihilangkan”9[9]

b.      Juga pencangkokan cocok dengan organ resipien dan tidak akan menimbulkan komplikasi

penyakit yang lebih gawat baginya dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Disamping itu

7[7] Al-Suyuthi, al-Jami’ al-Shaghir, (Beirut: Dar-al-Kutub al-Ilmiah, tt), Cet. IV, Jilid II, hal. 203

8[8] Al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nazhair, hal. 61

9[9] Ibid, hal. 60

Page 7: Makalah agama tentang asi (3)

harus ada wasiat dari donor kepada ahli warisnya, untuk menyumbangkan organ tubuhnya

bila ia meninggal, atau ada izin dari ahli warisnya.

Demikian ini sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia tanggal 29 Juni 1987,

bahwa dalam kondisi tidak ada pilihan lain yang lebih baik, maka pengambilan katup jantung

orang yang telah meninggal untuk kepentingan orang yang masih hidup, dapat dibenarkan

oleh hukum Islam dengan syarat ada izin dari yang bersangkutan (lewat wasiat sewaktu

masih hidup) dan izin keluarga/ahli waris.10[10]

Adapun fatwa MUI tersebut dikeluarkan setelah mendengar penjelasan langsung Dr.

Tarmizi Hakim kepada UPF bedah jantung RS Jantung “Harapan Kita” tentang teknis

pengambilan katup jantung serta hal-hal yang berhubungan dengannya di ruang sidang MUI

pada tanggal 16 Mei 1987. Komisi Fatwa sendiri mengadakan diskusi dan pembahasan

tentang masalah tersebut beberapa kali dan terakhir pada tanggal 27 Juni 1987.11[11]

Adapun dalil-dalil yang dapat menjadi dasar dibolehkannya transplantasi organ tubuh,

antara lain:

a)      Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 195 yang telah kami sebut dalam pembahasan didepan,

yaitu bahwa Islam tidak membenarkan seseorang membiarkan dirinya dalam bahaya, tanpa

berusaha mencari penyembuhan secara medis dan non medis, termasuk upaya transplantasi,

yang memberi harapan untuk bisa bertahan hidup dan menjadi sehat kembali.

b)      Al-Quran surah Al-Maidah ayat 32:

جميعا اس الن أحيا فكأنما أحياها ومن“Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia

memelihara kehidupan manusia semuanya”.

Ayat tersebut menunjukkan bahwa tindakan kemanusiaan (seperti transplantasi) sangat

dihargai oleh agama Islam, tentunya sesuai dengan syarat-syarat yang telah disebutkan diatas.

c)      Al-Quran surah Al-Maidah ayat 2: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan

jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa”. Selain itu juga ayat 195, menganjurkan agar

kita berbuat baik. Artinya: “Dan berbuat baiklah karena Allah menyukai orang-orang yang

berbuat baik”.

Menyumbangkan organ tubuh si mayit merupakan suatu perbuatan tolong-menolong dalam

kebaikan, karena memberi manfaat bagi orang lain yang sangat memerlukannya.

10[10] MUI, Himpunan Keputusan dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: Sekretariat MUI, 1415 H/1995 M), hal. 176

11[11] Ibid, hal. 176-177

Page 8: Makalah agama tentang asi (3)

Pada dasarnya, pekerjaan transplantasi dilarang oleh agama Islam, karena agama Islam

memuliakan manusia berdasarkan surah al-Isra ayat 70, juga menghormati jasad manusia

walaupun sudah menjadi mayat, berdasarkan hadits Rasulullah saw. : “Sesungguhnya

memecahkan tulang mayat muslim, sama seperti memecahkan tulangnya sewaktu masih

hidup”. (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Said Ibn Mansur dan Abd. Razzaq dari

‘Aisyah).12[12]

Tetapi menurut Abdul Wahab al-Muhaimin; meskipun pekerjaan transplantasi itu

diharamkan walau pada orang yang sudah meninggal, demi kemaslahatan karena membantu

orang lain yang sangat membutuhkannya, maka hukumnya mubah/dibolehkan selama dalam

pekerjaan transplantasi itu tidak ada unsur merusak tubuh mayat sebagai penghinaan

kepadanya13[13]Hal ini didasarkan pada qaidah fiqhiyyah :

أخفهما بارتكاب ضررا أعظمهما روعي مفسدتان تعارضت إذا“Apabila bertemu dua hal yang mendatangkan mafsadah (kebinasaan), maka dipertahankan

yang mendatangkan madharat yang paling besar, dengan melakukan perbuatan yang paling

ringan madharatnya dari dua madharat”.14[14] Hadits Nabi saw.

الهرم واحد داء غير دواء له وضع إال داء يضع الله لم فإن الله عباد تداووا“Berobatlah kamu hai hamba-hamba Allah, karena sesungguhnya Allah tidak meletakkan

suatu penyakit kecuali dia juga telah meletakkan obat penyembuhnya, selain penyakit yang

satu, yaitu penyakit tua”.

(HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Hakim dari Usamah ibnu Syuraih)

Oleh sebab itu, transplantasi sebagai upaya menghilangkan penyakit, hukumnya mubah,

asalkan tidak melanggar norma ajaran Islam.

Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda pula : “Setiap penyakit ada obatnya, apabila obat itu

tepat, maka penyakit itu akan sembuh atas izin Allah”. (HR. Ahmad dan Muslim dari Jabir)

Selanjutnya berkenaan dengan hukum antara donor dan resipien yang seagama atau tidak

seagama, serta hukum organ tubuh yang diharamkan seperti babi, juga dapat menimbulkan

masalah, tetapi hal tersebut dapat dikaji berdasar ayat-ayat Al-Quran surah al-Najm 38-41 :

12[12] Al-Suyuthi, al-Jami’ al-Shaghir, Jilid I, hal. 93

13[13] Abuddin Nata (ed), Masail Fiqhiyyah, Kencana kerjasama UIN Press Jakarta 2003, hal. 103

14[14] Al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nazhair, hal. 63

Page 9: Makalah agama tentang asi (3)

1)      “Bahwa seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan bahwa manusia itu

tidak memperoleh selain apa yang ia usahakan. Dan bahwa usahanya itu kelak akan

diperlihatkan. Kemudian akan diberi balasannya dengan balasan yang paling sempurna”.

2)      Al-Quran surah al-Baqarah ayat 286 : “Ia mendapat pahala dari kebajikan yang

diusahakannya itu dan ia mendapat siksa dari kejahatan yang dikerjakannya”.

Berdasar ayat-ayat diatas, berkenaan dengan hubungan antara donor dengan resipien yang

menyangkut pahala atau dosa maka dalam hal ini mereka masing-masing akan

mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan mereka sendiri-sendiri. Mereka tidak akan

dibebani dengan pahala atau dosa, kecuali yang dilakukan oleh masing-masing mereka. Yang

perlu diingat, bahwa yang salah bukan organ tubuh, tetapi pusat pengendali, yaitu pusat urat

syaraf. Oleh sebab itu, tidak perlu khawatir dengan organ tubuh yang disumbangkan, karena

tujuannya adalah untuk kemanusiaan dan dilakukan dalam keadaan darurat. Hal ini sama

dengan hukum tranfusi darah. Namun alangkah baiknya dan sangat diharapkan demi

kemaslahatan, jika organ tubuh itu kita dapatkan dari seorang muslim juga, demi ketenangan

kita dalam menjalankan kehidupan untuk ibadah, dengan dasar :

حريم الت على الدليل يدل حتى اإلباحة األشياء في األصل

Selanjutnya, bertalian dengan transplantasi dengan organ tubuh hewan diharamkan yang

dicangkokkan kepada manusia, seperti katup jantung babi atau ginjalnya, dalam hal ini haram

hukumnya, dengan dasar qaidah fiqh :

حريم الت األشياء في األصل“Pada dasarnya segala sesuatu itu adalah haram”.

C.    Pengertian Transfusi Darah

Transfuse darah adalah penginjeksian darah dari seseorang (yang disebut donor) ke

dalam system peredaran darah seseorang yang lain (yang disebut resepien). Transfuse darah

tidak pernah terjadi kecuali setelah ditemukannya sirkulasi darah yang tidak pernah berhenti

dalam tubuh.

Ada empat golongan darah yang utama, yaitu A, B, AB dan O. perbedaan di antara

golongan-golongan ini ditenrukan oleh ada tidaknya dua zat utama (yaitu A dan B) dalam sel

darah merah, serta oleh ada tidaknya dua unsur (yaitu unsur anti-A dan unsur anti-B) dalam

serum darah tersebut. Perlu dicatat bahwa ;walaupun serum dan plasma itu mirip, tetapi

perbedaan antara keduanya adalah bahwa dalam serum, fibrinogen dan kebanyakan factor-

faktor penggumpalan lainnya tidak ada. Jadi, serum ini sendiri tidak dapat menggumpal

Page 10: Makalah agama tentang asi (3)

karena ia tidak memiliki factor-faktor penggumpal tersebut, yang ada adalah di dalam plasma

darah.

Seseorang yang bergolongan darah O di kenal sebagai donor universal, Karena sel

darah merah orang ini tidak mengandung zat kimia A maupun B. tetapi, orang ini tidak dapat

menerima darah orang lain kecuali yang bergolongan O, karena serum darahnya berisi unsure

anti-A dan anti-B sekaligus. Disisi lain, seseorang yang bergolangan darah AB dapat

menerima transfuse darah dari donor kelompok manapun, sehingga ia disebut sebagai

resepien universal, tetapi ia hanya dapat menyumbangkan darahnya pada orang lain yang

segolongan darah AB.

D.    Indikasi-indikasi Transfusi Darah

Pada dasarnya, ada dua alas an umum mengapa perlu dilakukan transfusi darah pada

seseorang, yaitu :

1.      Kehilangan darah : kehilangan darah dapat mengakibatkan kurangnya volume darah yang

mengalir dalam tubuh. Beberapa faktor yang menyebabkan, antara lain:

1)      Pendarahan akibat luka-luka, atau dalam kasus korengan, radang usus, atau persalinan.

2)      Luka-luka, luka bakar, dan pembengkakan akibat kecelakaan.

3)      Operasi, seperti operasi jantung, dan operasi-operasi bedah lainnya.

4)      Ketidak cocokan darah antara ibu dan anak. Dalam kasus ini, transfusi pertukaran harus

dilakukan untuk menyelamatkan nyawa si anak.

5)      Anemia akut dan kronis, serta kekacauan system pembekuan darah, seperti hemophilia.

2.      Kekurangan unsur penting dalam darah, seperti pada kasus-kasus :

1)      Pasien anemia yang menderita kekurangan sel darah merah, hanya membutuhkan transfusi

sel darah merah saja.

2)      Pasien hemophilia, sebagai akibat dari kekacauan system pembekuan darah, beresiko pada

timbulnya anaemia dan kehilangan darah yang berbahaya ketika mengalami luka sekecil

apapun, dikarenakan oleh proses pembekuan darah yang terlalu lambat. Sehingga, dalam

upaya menahan pendarahan, si pasien harus mendapatkan transfuse plasma darah. Atau, si

pasien dapat diinjeksi dengan AHF (anti haemophilic factor).

E.Syarat-syarat Menjadi Pendonor

         Umur 17-60 tahun( usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila mendapat izin tertulis

dari orang tua).

         Berat badan minimal 45 kg.

         Temperatur tubuh: 36,6 – 37,5 derajat Celcius.

         Tekanan darah baik yaitu sistole = 110 – 160 mmHg, diastole = 70 – 100 mmHg.

Page 11: Makalah agama tentang asi (3)

         Denyut nadi teratur yaitu sekitar 50 – 100 kali/ menit.

         Hemoglobin Perempuan minimal 12 gram, sedangkan untuk pria minimal 12,5 gram.

         Jumlah penyumbangan per tahun paling banyak lima kali dengan jarak penyumbangan

sekurang-kurangnya tiga bulan. Keadaan ini harus sesuai dengan keadaan umum donor.

F. Orang-orang yang Tidak Boleh Menjadi Pendonor

         Pernah menderita hepatitis B.

         Dalam jangka waktu enam bulan sesudah kontak erat dengan penderita hepatitis.

         Dalam jangka waktu enam bulan sesudah transfuse.

         Dalam jangka waktu enam bulan sesudah tato/tindik telinga.

         Dalam jangka waktu 72 jam sesudah operasi gigi.

         Dalam jangka waktu enam bulan sesudah operasi kecil.

         Dalam jangka waktu 12 bulan sesudah operasi besar.

         Dalam jangka waktu 24 jam sesudah vaksinasi polio, influenza, kolera, tetanus dipteria, atau

profilaksis.

         Dalam jangka waktu dua minggu sesudah vaksinasi virus hidup parotitis epidemica, measles,

dan tetanus toxin.

         Dalam jangka waktu satu tahun sesudah injeksi terakhir imunisasi rabies therapeutic

         Dalam jangka waktu satu minggu sesudah gejala alergi menghilang.

         Dalam jangka waktu satu tahun sesudah transplantasi kulit.

         Sedang hamil dan dalam jangka waktu enam bulan sesudah persalinan.

         Sedang menyusui.

         Ketergantungan obat.

         Alkoholisme akut dan kronis.

         Mengidap Sifilis.

         Menderita tuberkulosis secara klinis.

         Menderita epilepsi dan sering kejang

         Menderita penyakit kulit pada vena (pembuluh darah balik) yang akan ditusuk.

         Mempunyai kecenderungan perdarahan atau penyakit darah, misalnya kekurangan G6PD,

thalasemia, dan polibetemiavera.

         Seseorang yang termasuk kelompok masyarakat yang berisiko tinggi mendapatkan

HIV/AIDS (homoseks, morfinis, berganti-ganti pasangan seks, dan pemakai jarum suntik

tidak steril).

Page 12: Makalah agama tentang asi (3)

         Pengidap HIV/ AIDS menurut hasil pemeriksaan saat donor darah.

G.    Hukum Islam Mengenai Transfusi Darah

a)      Penerima Donor (Recipient)

Para ulama menggolongkan donor darah sebagaimana “makan” bukan “berobat”. Dengan

demikian, pada hakikatnya, orang yang melakukan donor darah dianggap telah memasukkan

makanan berupa darah ke dalam tubuhnya. Untuk itu, ulama memberikan batasan, bahwa

donor darah diperbolehkan jika dalam kondisi darurat. Dalil dalam masalah ini adalah

firman Allah,:

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang

disembelih atas nama selain Allah ….” (Q.s. Al-Maidah:3).

Kemudian, di akhir ayat, Allah menyatakan,

“Barang siapa berada dalam kondisi terpaksa karena kelaparan, (lalu) tanpa sengaja (dia)

berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ….” (Q.s. Al-

Maidah:3)

Allah memperbolehkan hamba-Nya untuk memakan makanan yang diharamkan jika

dalam kondisi terpaksa, karena kelaparan. Dalam kondisi yang sama, orang sakit yang

hendak menyelamatkan nyawanya, diperbolehkan untuk memasukkan darah ke dalam

tubuhnya, karena kondisi terpaksa.

b)      Pendonor

Seseorang diperbolehkan melakukan donor darah, selama proses donor tersebut tidak

membahayakan dirinya. Dalil dalam masalah ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa

sallam,

“Tidak boleh menimbulkan bahaya atau membahayakan yang lain.” (H.r. Ibnu Majah dan

Ad-Daruquthni; dengan derajat hasan) (Disimpulkan dari fatwa Syekh Muhammad bin

Ibrahim Alu Syaikh).

Al Quran dan sunnah tidak membahas masalah transfuse darah. Tetapi, menurut

berbagai prinsip dan ajaran umum yang terdapat dalam sumber-sumber orisinil islam, darah

yang mengalir (dam masfuh) selalu dianggap sebagai benda najis. Selain itu, islam melarang

Page 13: Makalah agama tentang asi (3)

para pemeluknya untuk mengkonsumsi darah. Diantara makanan yang di kategorikan haram

di konsumsi yang disebut dalam Al quran adalah dam masfuh yang artinya arah yang

mengalir, dan dalam Firman Allah SWT dalam surat Al-An’am 6:145 yang artinya : Katakan

(Hai Muhammad) : Aku tidak menemukan dalam apa yang telah diwahyukan kepadaku

sesuatu yang terlarang untuk dimakan oleh seseorang yang ingin memakannya, kecuali

daging bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi.

c)      Peraturan Hukum Menurut Beberapa Tokoh

1.      Menurut Mufti Syafi

Mufti Syafi menetapkan bahwa dengan mempertimbangkan kelonggaran dan kemudahan

yang diberikan syariat bagi kondisi-kondisi luar biasa yaitu yang mengancam jiwa, dan bagi

upaya pengobatan, maka transfuse darah hukumnya boleh (ja’iz). Pada penjelasan yang lain

Muft Syafi menerangkan bahwa darah diambil dengan jarum, tanpa mengiris bagian tubih

manapun lalu di transfusikan kedalam tubuh orang lain untuk memperpanjang hidupnya.

Muft Syafi juga berpendapat bahwa meskipun darah termasuk benda najis, namun

mendonorkan darah untuk di transfusikan pada orang lain hukumnya adalah boleh atas dasar

keterdesakan, dan hal ini termasuk dalam kategori memanfaatkan benda terlarang sebagai

obat. Pembolehan ini, kata dia, harus dibatasi menurut ketentuan-ketentuan berikut :

a.       Transfuse darah hanya boleh dilakukan jika ada kebutuhan yang mendesak untuk itu.

b.      Transfuse darah juga boleh dilakukan ketika tidak membahayakan nyawa si pasien tetapi,

dalam pandangan dokter yang berkompeten, pasien tidak mungkin disembuhkan tanpa

transfuse darah

c.       Jika memungkinkan, lebih baik untuk memilih cara yang tidak melibatkan transfuse darah.

d.      Transfuse darah tidak di perbolehkan jika tujuannya hanya untuk peningkatan kesehatan.

2.      Menurut Syekh Ahmad Fahmi Abu Sinnah

Pengambilan darah dari tubuh donor dan pentransfusiannya ke dalam tubuh resepien sama

sekali tidak merusak martabat manusia. Justru tindakan semacam ini dapat meningkatkan

martabat manusia, Karena menolong sesame manusia adalah sesuatu yang mulia, apalagi

menolong orang yang terancam jiwanya.

Hak seseorang atas darahnya menjadi hilang tatkala ia menyetujui untuk mendonorkannya.

Namun, hokum islam melarang seseorang untuk mendonorkan darahnya bila tindakannya itu

bisa berakibat buruk pada keselamatan dan kesehatannya. Jadi syarat-syarat berikut ini harus

terpenuhi, yaitu :

a.       Donor secara ikhlas berniat mendonorkan darahnya.

b.      Tidak ada bahaya serius yang mengancam jiwa atau kesehatan donor akibat transfuse itu.

Page 14: Makalah agama tentang asi (3)

c.       Harus sudah dipastikan bahwa tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan nyawa resipien

kecuali dengan transfuse.

d.      Derajat keberhasilan melalui cara pengobatan ini diperkirakan tinggi.

3.      Menurut Dr. Abd al-Salam al-Syukri

Transfuse darah merupakan praktik yang diperbolehkan dan bergantung pada hal-hal berikut :

a.       Donor tidak boleh menuntut imbalan financial dalam bentuk apapun.

b.      Hidup donor sama sekali tidak terganggu setelah darah tidak diambil dari tubuhnya.

c.       Donor harus bebas dari segala macam penyakit menular, dan ia tidak menderita kecanduan

sesuatu.

4.      Menurut Syekh Jad al-Haqq

Syariat memperbolehkan mengambil manfaat dari tubuh seseorang seperti darah dan

mentransfusikannya pada tubuh orang lain sebagai sebuah cara pengobatan, dengan syarat

bahwa tidak ada lagi cara pengobatan lain yang bisa di tempuh.

H.    Manfaat Transfusi Darah Menurut Medis

1.      Mengetahui golongan darahnya.

2.      Mengetahui tekanan darah secara berkala (tiga bulan sekali) pada setiap akan

menyumbangkan darahnya.

3.      Dapat memperbarui darah di tubuhnya, karena telah menyumbangkan darahnya sebanyak

350 cc. Kemudian memperoleh darah yang baru pada bulan berikutnya.

4.      Mengganti sel-sel darah merah yang telah bermetabolisme secara teratur, Sel darah merah

dibentuk dalam tubuh oleh hati, ginjal.

5.      Sarana amal kemanusiaan bagi yang sakit, kecelakaan, operasi dll(setetes darah merupakan

nyawa bagi mereka).

6.      Orang yang aktif donor jarang terkena penyakit ringan maupun berat.

7.      Pemeriksaan ringan secara triwulanan meliputi Tensi darah, kebugaran (Hb), gangguan

kesehatan (hepatitis, gangguan dalam darah dll).

8.      Mencegah stroke (Pria lebih rentan terkena stroke dibanding wanita karena wanita keluar

darah rutin lewat menstruasi kalau pria sarana terbaik lewat donor darah aktif).

9.      Dapat tidur nyenyak.

10.  Nafsu makan bertambah.

I.   Pengertian Bank ASI

Page 15: Makalah agama tentang asi (3)

Bank ASI merupakan tempat penyimpanan dan penyalur ASI dari donor ASI yang

kemudian akan diberikan kepada ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI sendiri ke bayinya.

Ibu yang sehat dan memiliki kelebihan produksi ASI bisa menjadi pendonor ASI. ASI

biasanya disimpan di dalam plastik atau wadah, yang didinginkan dalam lemari es agar tidak

tercemar oleh bakteri. Kesulitan para ibu memberikan ASI untuk anaknya menjadi salah satu

pertimbangan mengapa bank ASI perlu didirikan, terutama di saat krisis seperti pada saat

bencana yang sering membuat ibu-ibu menyusui stres dan tidak bisa memberikan ASI pada

anaknya. Semua ibu donor diskrining dengan hati-hati. Ibu donor harus memenuhi syarat,

yaitu non-perokok, tidak minum obat dan alkohol, dalam kesehatan yang baik dan memiliki

kelebihan ASI. Selain itu, ibu donor harus memiliki tes darah negatif untuk Hepatitis B dan

C, HIV 1 dan 2, serta HTLV 1 dan 2, memiliki kekebalan terhadap rubella dan sifilis negatif.

Juga tidak memiliki riwayat penyakit TBC aktif, herpes atau kondisi kesehatan kronis lain

seperti multiple sclerosis atau riwayat kanker. Berapa lama ASI dapat bertahan sesuai dengan

suhu ruangannya:

a.       Suhu 19-25 derajat celsius ASI dapat tahan 4-8 jam.

b.      Suhu 0-4 derajat celsius ASI tahan 1-2 hari

c.       Suhu dalam freezer khusus bisa tahan 3-4 bulan

J.  Kaitan Bank ASI dengan radla'ah

a.      Pengertian ar-Radha'ah

Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan ar -radha' atau susuan. Menurut

Hanafiyah bahwa ar-Radha' adalah seorang bayi yang menghisap puting payudara seorang

perempuan pada waktu tertentu. Sedangkan Malikiyah mengatakan bahwa ar-Radha' adalah

masuknya susu manusia ke dalam tubuh yang berfungsi sebagai gizi. As-Syafi'iyah

mengatakan ar-Radha' adalah sampainya susu seorang perempuan ke dalam perut seorang

bayi. Al-Hanabilah mengatakan ar-Radha' adalah seorang bayi di bawah dua tahun yang

menghisap puting payudara perempuan yang muncul akibat kehamilan, atau meminum susu

tersebut atau sejenisnya.15[15]

b.      Batasan Umur

Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan batasan umur ketika orang menyusui

yang bisa menyebabkan kemahraman.16[16] Mayoritas ulama mengatakan bahwa batasannya

adalah jika seorang bayi berumur dua tahun ke bawah. Dalilnya adalah firman Allah swt:

15[15] Cholil, Uman, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, Cet. 2, Surabaya: Ampel Suci, 1994, h. 267.

Page 16: Makalah agama tentang asi (3)

Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi

yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian

kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar

kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan

seorang ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya

ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan,

Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,

Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.

bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu

kerjakan. (QS. 2 [al - Baqarah] : 233)

Hadist Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:

المجاعة ضاعةمن ماالر فإن"Sesungguhnya persusuan (yang menjadikan seseorang mahram) terjadi karena lapar" (HR

Bukhari dan Muslim)

c.       Jumlah Susuan

Madzhab Syafi'i dan Hanbali mengatakan bahwa susuan yang mengharamkan adalah jika

telah melewati 5 kali susuan secara terpisah. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah ra,

bahwasanya beliau berkata:

فتوفي معلومات بخمس نسخن ثم من يحر معلومات رضعات عشر القرآن من أنزل فيما كان

القرآن من يقرأ فيما وهن وسلم عليه ه الل صلى ه الل رسول

16[16] Ibid

Page 17: Makalah agama tentang asi (3)

"Dahulu dalam Al Qur`an susuan yang dapat menyebabkan menjadi mahram ialah sepuluh

kali penyusuan, kemudian hal itu dinasakh (dihapus) dengan lima kali penyusuan saja. Lalu

Rasulullah saw wafat, dan ayat-ayat Al Qur`an masih tetap di baca seperti itu." (HR

Muslim)

Kapan seorang bayi menyusui dan dianggap sebagai satu susuan? Yaitu jika dia

menyusui, setelah kenyang dia melepas susuan tersebut menurut kemauannya. Jika dia

menyusu lagi setelah satu atau dua jam, maka terhitung dua kali susuan dan seterusnya

sampai lima kali menyusu. Kalau si bayi berhenti untuk bernafas, atau menoleh kemudian

menyusu lagi, maka hal itu dihitung satu kali susuan saja. (Sidiq Hassan Khan, Raudhatu an

Nadiyah, 2/174)

d.      Cara Menyusu

Para ulama berbeda pendapat tentang tata cara menyusu yang bisa mengharamkan. Mayoritas

ulama mengatakan bahwa yang penting adalah sampainya air susu tersebut ke dalam perut

bayi, sehingga membentuk daging dan tulang, baik dengan cara menghisap puting payudara

dari perempuan langsung, ataupun dengan cara as-su'uth (memasukkan susu ke lubang

hidungnya), atau dengan cara al-wujur (menuangkannya langsung ke tenggorakannya), atau

dengan cara yang lain.17[17] Sebagaimana Riwayat Abu Daud dan Daar Kuthny dari Ibnu

Mas'ud bahwasannya Rasulullah Saw. Bersabda,

حم لل ا وانبت ماانشزالعظم اال الرضاعTidak ada penyusuan kecuali yang membesarkan tulang dan menumbuhkan daging. (HR.

Abu Dawud).

K.    Hukum Jual Beli Asi

Air Susu Ibu (ASI) adalah bagian yang mengalir dari anggota tubuh manusia, dan tidak

diragukan lagi itu merupakan karunia Allah bagi manusia dimana dengan adanya ASI

tersebut seorang bayi dapat memperoleh gizi. ASI tersebut merupakan sesuatu hal yang urgen

di dalam kehidupan bayi18[18]. Karena pentingnya ASI tersebut untuk pertumbuhan maka

sebagian orang memenuhi kebutuhan tersebut dengan membeli ASI pada orang lain. Jual beli

ASI manusia itu sendiri di dalam fiqih Islam merupakan cabang hukum yang para ulama

berbeda pendapat di dalamnya. Ada dua pendapat ulama tentang hal tersebut.

17[17] ] Masjfuk, Zuhdi, Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam, Cet. XI, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000, h. 157.

18[18] Ibid., h. 165

Page 18: Makalah agama tentang asi (3)

Pertama, tidak boleh menjualnya. Ini merupakan pendapat ulama madzhab Hanafi kecuali

Abu Yusuf, salah satu pendapat yang lemah pada madzhab Syafi'i dan merupakan pendapat

sebagian ulama Hanbali. Kedua, pendapat yang mengatakan dibolehkan jual beli ASI

manusia. Ini merupakan pendapat Abu Yusuf (pada susu seorang budak), Maliki dan Syafi'i,

Khirqi dari madzhab Hanbali, Ibnu Hamid, dikuatkan juga oleh Ibnu Qudamah dan juga

madzhab Ibnu Hazm.19[19]

L.Sebab Timbulnya Ikhtilaf (Perbedaan)

Menurut Ibn Rusyd, sebab timbulnya perselisihan pendapat ulama di dalam hal tersebut

adalah pada boleh tidaknya menjual ASI manusia yang telah diperah. Karena proses

pengambilan ASI tersebut melalui perahan. Imam Malik dan Imam Syafi'i membolehkannya,

sedangkan Abu Hanifah tidak membolehkannya. Alasan mereka yang membolehkannya

adalah karena ASI itu halal untuk diminum maka boleh menjualnya seperti susu sapi dan

sejenisnya. Sedangkan Abu Hanifah memandang bahwa hukum asal dari ASI itu sendiri

adalah haram karena dia disamakan seperti daging manusia.20[20] Maka karena daging

manusia tidak boleh memakannya maka tidak boleh menjualnya, adapun ASI itu dihalalkan

karena dharurah bagi bayi, sebagaimana qawaid fiqih :

المحظورات تبيح الضرورةDarurat itu bisa membolehkan yang dilarang.

M.   Hukum Mendirikan Bank ASI.

Bahwa di dalam pembolehan menjual ASI itu ada kemungkaran karena bisa menimbulkan

rusaknya pernikahan yang disebabkan kawinnya orang sesusuan dan hal tersebut tidak dapat

diketahui jika antara lelaki dan wanita meminum ASI yang dijual bank ASI tersebut.21[21]

Namun, ada juga yang berpendapat bahwa menjual ASI tersebut membawa manfaat bagi

manusia yaitu tercukupinya gizi bagi bayi karena kita melihat bahwa banyak bayi yang tidak

memperoleh ASI yang cukup baik karena kesibukan sang ibu ataupun karena penyakit yang

diderita ibu tersebut. Tetapi pendapat tersebut dapat ditolak karena kemudaratan yang

ditimbulkan lebih besar dari manfaatnya yaitu terjadinya percampuran nasab. Padahal Islam

19 [19] Abdul Qadim, Zallum, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam : Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003, h. 234.

20[20] Ibid., h. 245.

21[21] Masjfuk, Zallum, Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam,.... h. 312

Page 19: Makalah agama tentang asi (3)

menganjurkan kepada manusia untuk selalu menjaga nasabnya. Kaidah ushul juga

menyebutkan bahwa :22[22]

المصالح جلب من اولى رار الض دفعMenolak kemadharatan lebih utama dari pada menarik kemaslahatan.

Ibnu Sayuti di dalam kitab Asybah Wa Nadhaair menyebutkan bahwa di dalam kaidah

disebutkan bahwa diantara prinsip dasar Islam adalah :

رار بالض يزال ال رار الضKemudaratan itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudaratan lagi.

Hal ini jelas, karena akan menambah masalah. Kaitannya dengan pembahasan kita

yaitu, ketiadaan ASI bagi seorang bayi adalah suatu kemudaratan, maka memberi bayi

dengan ASI yang dijual di bank ASI adalah kemudaratan pula. Maka apa yang tersisa dari

bertemunya kemudaratan kecuali kemudaratan. Karena Fiqih bukanlah pelajaran fisika

dimana bila bertemu dua kutub yang sama akan menghasilkan hasil yang berbeda. Maka

penulis sependapat bahwa hendaknya kita melihat mana yang lebih besar manfaatnya

daripada kerusakannya.

N.    Sebagian Ulama Kontemporer Membolehkan Bank ASI.

Sebagian ulama kontemporer membolehkan pendirian bank ASI ini, diantara mereka adalah

Dr. Yusuf al-Qardhawi. Mereka beralasan :23[23]

a.       Bahwa kata kata radha'(menyusui) di dalam bahasa Arab bermakna menghisap puting

payudara dan meminum ASI-nya. Maka oleh karena itu meminum ASI bukan melalui

menghisap payudara tidak disebut menyusui, maka efek dari penyusuan model ini tidak

membawa pengaruh apa-apa di dalam hukum nasab nantinya.

b.      Yang menimbulkan adanya saudara sesusu adalah sifat "keibuan", yang ditegaskan Al-Qur'an

itu tidak terbentuk semata-mata diambilkan air susunya, tetapi karena menghisap teteknya

dan selalu lekat padanya sehingga melahirkan kasih sayang si ibu dan ketergantungan si anak.

Dari keibuan ini maka muncullah persaudaraan sepersusuan. Jadi, keibuan ini merupakan asal

(pokok), sedangkan yang lain mengikutinya.24[24]

c.       Alasan yang dikemukakan oleh beberapa madzhab dimana mereka memberi ketentuan

berapa kali penyusuan terhadap seseorang sehingga antara bayi dan ibu susu memilki ikatan

22[22] Ibid., h. 320.

23[23] Cholil, Uman, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern...., h. 311

24[24] Ibid., h. 314.

Page 20: Makalah agama tentang asi (3)

yang diharamkan nikah, mereka mengatakan bahwa jika si bayi hanya menyusu kurang dari

lima kali susuan maka tidaklah membawa pengaruh di dalam hubungan darah.

Setelah memperhatikan berbagai pendapat yang disampaikan oleh para ulama, penulis

tampaknya cenderung kepada yang membolehkan keberadaan Bank ASI dengan alasan

sebagaimana yang disebutkan.

BAB IIIPENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari uaraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.      Transplantasi organ taubuh yang dilakukan ketika pendonor hidup sehat maka hukumnya

haram. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor sakit (koma), hukumnya

haram. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor telah meninggal, ada yang

berpendapat boleh dan ada yang berpendapat haram.

2.      Tranfusi darah diperbolehkan karena dengan perhitungan ilmiah yang tepat dapat

menolong /memberikan manfaat yang besar bagi resipien dan tidak memberkan kerugian /

kerusakan pada diri donor baik dalam jangka pendek maupun panjang. Hasil perbandingan

antara kemaslakhatan dan kemudlorotan jelas, yaitu kemaslahatan lebih besar dari

kemudlorotan, sehingga tidak bertentangan dengan kaidah usul fiqh. Hendaknya tujuan dari

donor-tranfusi darah adalah untuk menyelamatkan hidup resipien, bukan keuntungan materi

dari pendonor (jual beli darah). Mendonorkan darah hukumnya fardlu kifayah mengingat

semakin besarnya kebutuhan darah untuk menyelamtkan hidup manusia akibat bencana alam,

kecelakaan, operasi, perang dan berbagai penyakit yang lain. Jangan sampai donor darah

menyebabkan pelecehan terhadap kehormatan manusia, karena jual beli anggota badan

seperti donor anggota badan lain (ginjal, mata dll)

3.      Donor ASI melalui bank ASI, berpotensi merancukan hubungan mahram atau persaudaraan

karena sepersusuan. Pendonor hanya sekedar memberikan identitas dirinya secara umum,

seperti seseorang yang akan mendonorkan darahnya. Selanjutnya tidak dapat dilacak siapa

saja bayi-bayi yang pernah mengkonsumsi ASI-nya, sehingga tidak jelas bagi seseorang siapa

bermahram dengan siapa. Akibatnya, akan terjadi kelak di kemudian hari, seorang laki-laki

Page 21: Makalah agama tentang asi (3)

menikah dengan seorang wanita yang ternyata pernah mengkonsumsi ASI dari seorang

wanita pendonor ASI yang sama. Bila hal ini terjadi, berarti pasangan tersebut telah

melakukan keharaman karena menikahi mahram yang terjadi akibat ikatan saudara

sepersusuan. Inilah bahaya yang nyata dari keberadaan donor ASI yang disimpan di bank ASI

tanpa dilengkapi dengan pencatatan secara syar’i.

DAFTAR PUSTAKA

Al Quranul Karim dn terjemahannya, Mujamma’ Khadim Haramain asy-Syarifain al-Mail Fahd li thiba’at al-Mushhaf asy-Syarif, Madina Munawwara, PO Box 3561Al-Suyuthi, Al-Asybah wa al-Nazhair, (Beirut-Lebanon: Dar-al-Fikr, 1415 H/1995 M)

Zuhdi Masjfuk, Masail Fiqhiyyah, (Jakarta: Haji Masagung, 1991)MUI, Himpunan Keputusan dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: Sekretariat MUI, 1415

H/1994 M)Panji Masyarakat, No. 514 Tahun XXVIII, 1 September 1986 Ridho, Rasyid, Tafsir al-Manar, Vol. II, (Mesir: Dar-al-Manar, 1373)

Sabiq, Vide Sayyid, Fiqh as-Sunnah, Vol III, (Lebanon: Dar-al-Fikr, 1981)Musbikin, Imam, Qawa’id Fiqhiyyah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Cet. I, Mei 2001

Nata, Abuddin (ed), Masail Fiqhiyyah, Kencana kerjasama dengan UIN Jakarta Press, Edisi I, Juli 2003

Azam, ‘Abd al-‘Aziz Muhammad, Qawa’id Fiqhiyyah; Dirasah Manhajiyyah Tathbiqiyyah Syamilah, Maktab al-Risalah al-Dauliyah li al-Thiba’ah wa al-Kombyuter, Cairo Egypt, 1998-1999

Mubarok, Jaih, Kaidah Fiqh Sejarah dan Kaidah Asasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Cet. I, Januari 2002

Problematika Hukum Islam Kontemporer, Editor Chuzaimah. T. Yanggo, Hafiz Anshry, Buku Keempat, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus 21http://link24share.blogspot.com/2012/11/transplantasi-organ-tubuh-dalam.htmlhttp://www.abdulhelim.com/2012/05/status-hukum-bank-asi-dan-bank-sperma.html#ixzz2PP8f54Kj