Top Banner
Online Edisi 5/Thn. I/November 2012 AA. Navis Hamsad Rangkuti Amien Kamil Welinda Syafri Wildan F. Mubarock Putu Gede Pradipta Perayaan Ulang Tahun Kopi Sastra ke-4 Puncak Bulan Bahasa dan Sastra 2012 Kemendikbud Robohnya Surau Kami Malam Sastra Bulan Purnama #2
70

Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Mar 07, 2016

Download

Documents

Kopi Sastra

Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5/Tahun 1 /November 2012
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Online

E d i s i 5 / T h n . I / N o v e m b e r 2 0 1 2

AA. NavisHamsad RangkutiAmien Kamil Welinda Syafri

Wildan F. MubarockPutu Gede Pradipta

Perayaan Ulang Tahun Kopi Sastra ke-4

Puncak Bulan Bahasa dan Sastra 2012 Kemendikbud

Robohnya Surau KamiMalam Sastra Bulan Purnama #2

Page 2: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online Online

Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Sampul depan:AirLukisan karya Siswa-siswi Kelas X F4 SMK Farmasi Annisa Cibinong Bogor

Online

Redaksi Majalah Online terbuka dalam segala bentuk komunikasi berupa tegur sapa, kiriman karya, liputan kegiatan, komunitas sastra/budaya (regional/kampus/sekolah), pengajuan pemasangan Iklan Pustaka Budaya maupun Iklan Umum Komersil melalui surel ke [email protected], atau pesan pada https://www.facebook.com/kopisastra

Pemimpin Redaksi-Penanggung Jawab: Presiden Kopi Sastra Wakil Pemimpin Redaksi: Celoteh Jincurichi Pengumpul Naskah: Celoteh Jincurichi, Helmy Fahruroji, Nugraha A. Baesuni Editor: Indri Guli, Sanghitam, Peliput Berita: Doni Dartafian A., Indra Nugraha, Rahmat Halomoan, Agus Arifin Pemotret: Hady Alvino. Sekretaris: Restu Restiani. Perancang Grafis dan Tata Letak: SangHitam. Ilustrasi Gambar: Wahyudimalamhari, Distribusi: Celoteh Jincurichi, Miftahul Falah,

. Iklan dan Keuangan: Nugraha A. Baesuni, Presiden Kopi Sastra, Qustan Sabar. Surel Redaksi: [email protected]

Nugraha A. Baesuni.

Havid Yazid Al Gifari

Salam sastra dan Budaya,Alhamdul i lah , Ma ja lah

Online Kopi Sastra sudah sampai di edisi lima. Tak ada sesuatu yang lebih berarti dari masih banyaknya pembaca majalah ini. Terima kasih kepada para Sahabat yang setia meluangkan waktunya untuk membaca majalah ini.

Semakin panjang usia kami, semakin ingin kami menancapkan diri di dunia sastra dan budaya Indonesia. Kami memang bukan majalah legal, bukan pula majalah ilegal. Tapi kami terus berusaha mencari legalitas kami sebagai majalah sastra di Indonesia.

Banyak majalah sastra beredar di secara online atau cetak. Sudah pasti mereka merupakan majalah yang memiliki legalitas tinggi di Indonesia. Kami ingin menjadi salah satu bagian dari mereka yang diakui secara undang-undang atau diakui sebagai salah satu majalah yang, setidaknya, dibaca dan dinikmati banyak orang.

Salam sastra dan budaya.

Redaksi Majalah Online Kopi Sastra

MEJA REDAKSI

REKOMENDASI

AA. Navis, 5

WANGI

ULAS

TOKOH

LIMUN

TUNAS

Robohnya Surau Kami, 40

Hamsad Rangkuti, 11

2

Ujung Senja

Wildan Fauzi Mubarock, 46

Wahyudimalamhari, 57

3

Perayaan Ulang Tahun Kopi Sastra ,

ke-4 16

Welinda Syafri, 31

REKOMENDASI 68

Mulai edisi 6, Majalah On l ine Kop i Sas t ra akan menyediakan Kolom Pembaca yang berisi apa pun yang dituliskan pembaca setia Kopi Sastra. Tulisan bisa dikirim m e l a l u i s u r e l k e [email protected] dengan subjek Kolom Pembaca. Tulisan bebas namun tidak mengandung maksud memfitnah dan unsur pelecehan SARA.

Putu Gede Pradipta, 51

Amien Kamil, 44

LEGIT

Malam Sastra Bulan Purnama, 64

Puncak Bulan Bahasa dan Sastra 2012 Kemendikbud, 54

Page 3: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online Online

Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Sampul depan:AirLukisan karya Siswa-siswi Kelas X F4 SMK Farmasi Annisa Cibinong Bogor

Online

Redaksi Majalah Online terbuka dalam segala bentuk komunikasi berupa tegur sapa, kiriman karya, liputan kegiatan, komunitas sastra/budaya (regional/kampus/sekolah), pengajuan pemasangan Iklan Pustaka Budaya maupun Iklan Umum Komersil melalui surel ke [email protected], atau pesan pada https://www.facebook.com/kopisastra

Pemimpin Redaksi-Penanggung Jawab: Presiden Kopi Sastra Wakil Pemimpin Redaksi: Celoteh Jincurichi Pengumpul Naskah: Celoteh Jincurichi, Helmy Fahruroji, Nugraha A. Baesuni Editor: Indri Guli, Sanghitam, Peliput Berita: Doni Dartafian A., Indra Nugraha, Rahmat Halomoan, Agus Arifin Pemotret: Hady Alvino. Sekretaris: Restu Restiani. Perancang Grafis dan Tata Letak: SangHitam. Ilustrasi Gambar: Wahyudimalamhari, Distribusi: Celoteh Jincurichi, Miftahul Falah,

. Iklan dan Keuangan: Nugraha A. Baesuni, Presiden Kopi Sastra, Qustan Sabar. Surel Redaksi: [email protected]

Nugraha A. Baesuni.

Havid Yazid Al Gifari

Salam sastra dan Budaya,Alhamdul i lah , Ma ja lah

Online Kopi Sastra sudah sampai di edisi lima. Tak ada sesuatu yang lebih berarti dari masih banyaknya pembaca majalah ini. Terima kasih kepada para Sahabat yang setia meluangkan waktunya untuk membaca majalah ini.

Semakin panjang usia kami, semakin ingin kami menancapkan diri di dunia sastra dan budaya Indonesia. Kami memang bukan majalah legal, bukan pula majalah ilegal. Tapi kami terus berusaha mencari legalitas kami sebagai majalah sastra di Indonesia.

Banyak majalah sastra beredar di secara online atau cetak. Sudah pasti mereka merupakan majalah yang memiliki legalitas tinggi di Indonesia. Kami ingin menjadi salah satu bagian dari mereka yang diakui secara undang-undang atau diakui sebagai salah satu majalah yang, setidaknya, dibaca dan dinikmati banyak orang.

Salam sastra dan budaya.

Redaksi Majalah Online Kopi Sastra

MEJA REDAKSI

REKOMENDASI

AA. Navis, 5

WANGI

ULAS

TOKOH

LIMUN

TUNAS

Robohnya Surau Kami, 40

Hamsad Rangkuti, 11

2

Ujung Senja

Wildan Fauzi Mubarock, 46

Wahyudimalamhari, 57

3

Perayaan Ulang Tahun Kopi Sastra ,

ke-4 16

Welinda Syafri, 31

REKOMENDASI 68

Mulai edisi 6, Majalah On l ine Kop i Sas t ra akan menyediakan Kolom Pembaca yang berisi apa pun yang dituliskan pembaca setia Kopi Sastra. Tulisan bisa dikirim m e l a l u i s u r e l k e [email protected] dengan subjek Kolom Pembaca. Tulisan bebas namun tidak mengandung maksud memfitnah dan unsur pelecehan SARA.

Putu Gede Pradipta, 51

Amien Kamil, 44

LEGIT

Malam Sastra Bulan Purnama, 64

Puncak Bulan Bahasa dan Sastra 2012 Kemendikbud, 54

Page 4: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Online

5 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Si Bangkak

AA. Navis

“Semua orang menyalahkan Mayor Udin menyuruh Si B a n g k a k y a n g p a n d i r membersihkan pistol berpeluru. Karena tiba-tiba pistol itu meledak ketika lagi dibersihkan dan ketika itu pula isteri mayor yang kebetulan lewat di halaman. D i a t e r t e m b a k t e p a t d i jantungnya. Dan mati. Begitulah yang tersiar ke mana-mana di seluruh daerah komando Mayor Udin. Maka semua orang pun d a t a n g m e l a y a t d a n menyampaikan rasa ikut berduka cita.”

WANGI

Page 5: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Online

5 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Si Bangkak

AA. Navis

“Semua orang menyalahkan Mayor Udin menyuruh Si B a n g k a k y a n g p a n d i r membersihkan pistol berpeluru. Karena tiba-tiba pistol itu meledak ketika lagi dibersihkan dan ketika itu pula isteri mayor yang kebetulan lewat di halaman. D i a t e r t e m b a k t e p a t d i jantungnya. Dan mati. Begitulah yang tersiar ke mana-mana di seluruh daerah komando Mayor Udin. Maka semua orang pun d a t a n g m e l a y a t d a n menyampaikan rasa ikut berduka cita.”

WANGI

Page 6: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

6Online

7 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Semua orang tafakur ketika

jenazah isteri yang tertembak itu

dimasukkan ke liang lahat setelah tujuh

pucuk senapan menyalvo. Melebihi

u p a c a r a m i l i t e r p a d a w a k t u

penguburan beberapa orang prajurit

yang mati dalam pertempuran tanpa

salvo demi menghemat peluru. Si

Bangkak duduk mencangkung di

lereng bukit sambil nanap memandang

ke kaki buki t tempat upcara

berlangsung. Tak terbaca pada

wajahnya apa guratan dalam jatinya,

sama seperti sediakala, Seorang saja

yang tidak ikut bersedih waktu itu.

Yaitu Kepala Desa. Bertahun-tahun

kemudian Si Dali tahu, mengapa

Kepala Desa itu tidak ikut bersedih.

Bertahun-tahun kemudian pula Si Dali

mence r i t akan pe r i s t iwa yang

sebenarnya terjadi.

***

Ketika pasukan Mayor Udin

menyingkir ke pedalaman karena kota

telah dikuasai lawan, Si Bangkak pun

ikut menyingkir. Tak jelas benar

mengapa dia ikut ke pedalaman. Dia

bukan tentera. Juga bukan pejabat.

Mungkin karena ikut- ikutan saja demi

m e l i h a t s e m u a o r a n g p a d a

meninggalkan kota secara hampir

serempak.

Si Bangkak berbadan kekar

dengan tingginya sekitar 165 senti.

Sedikit orang saja yang sama tingginya

dengan Si Bangkak di masa itu.

Meskipun demikian, dia bukanlah laki-

laki yang menarik. Cirinya khas pada

tubuhnya ialah pada kening di atas

h i d u n g n y a a d a d a g i n g y a n g

membengkak sebesar kuning telur

mentah yang lepas dari putihnya.

Karena itulah dia dinamakan Si

Bangkak. Kakinya seperti tidak

berbetis, hampir sama besarnya dari

bawah lutut sampai ke mata kaki. Tapi

kaki itu kuatnya bukan main. Tak

pernah le lah. Set iap ber jalan

langkahnya cepat seperti berlari tanpa

alas kaki. Dengan langkah seperti itu

pula dia pergi bila saja ada orang

menyuruhnya. Siapapun dapat

menyuruhnya. Tapi jangan harap dia

akan mau kalau disuruh membawa

barang berat, meskipun dikasi makan

atau uang.

S i B a n g k a k

mempunyai kepandaian

khusus, yang tidak semua

orang bisa melakukannya.

Dia pintar memijat. Dan

lembut sentuhannya. Orang

akan terkantuk-kantuk bila

seluruh tubuhnya dipijat Si

B a n g k a k . K e p a n d a i a n

k h u s u s i t u l a h y a n g

menyebabkan Mayor Udin,

yang sering masuk angin

sangat membutuhkan Si

B a n g k a k . S e l a m a d i

pedalaman Mayor Udin

hampir praktis kurang dur.

Ada kalanya

dia tidak sempat

tidur sampai dua hari dua

malam. Kurang tidur bukan

karena mengatur taktik dan

strategi perang. Melainkan

karena keasyikan main ceki,

sebagai pengisi waktu yang

luang dan panjang karena

tidak ada musuh yang datang

menyerang.

Si Bangkak berbadan kekar d e n g a n t i n g g i n y a s e k i t a r 1 6 5 senti. Sedikit orang saja yang sama tingginya d e n g a n S i B a n g k a k d i m a s a i t u . M e s k i p u n demikian, dia bukanlah laki-l a k i y a n g menarik.

Page 7: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

6Online

7 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Semua orang tafakur ketika

jenazah isteri yang tertembak itu

dimasukkan ke liang lahat setelah tujuh

pucuk senapan menyalvo. Melebihi

u p a c a r a m i l i t e r p a d a w a k t u

penguburan beberapa orang prajurit

yang mati dalam pertempuran tanpa

salvo demi menghemat peluru. Si

Bangkak duduk mencangkung di

lereng bukit sambil nanap memandang

ke kaki buki t tempat upcara

berlangsung. Tak terbaca pada

wajahnya apa guratan dalam jatinya,

sama seperti sediakala, Seorang saja

yang tidak ikut bersedih waktu itu.

Yaitu Kepala Desa. Bertahun-tahun

kemudian Si Dali tahu, mengapa

Kepala Desa itu tidak ikut bersedih.

Bertahun-tahun kemudian pula Si Dali

mence r i t akan pe r i s t iwa yang

sebenarnya terjadi.

***

Ketika pasukan Mayor Udin

menyingkir ke pedalaman karena kota

telah dikuasai lawan, Si Bangkak pun

ikut menyingkir. Tak jelas benar

mengapa dia ikut ke pedalaman. Dia

bukan tentera. Juga bukan pejabat.

Mungkin karena ikut- ikutan saja demi

m e l i h a t s e m u a o r a n g p a d a

meninggalkan kota secara hampir

serempak.

Si Bangkak berbadan kekar

dengan tingginya sekitar 165 senti.

Sedikit orang saja yang sama tingginya

dengan Si Bangkak di masa itu.

Meskipun demikian, dia bukanlah laki-

laki yang menarik. Cirinya khas pada

tubuhnya ialah pada kening di atas

h i d u n g n y a a d a d a g i n g y a n g

membengkak sebesar kuning telur

mentah yang lepas dari putihnya.

Karena itulah dia dinamakan Si

Bangkak. Kakinya seperti tidak

berbetis, hampir sama besarnya dari

bawah lutut sampai ke mata kaki. Tapi

kaki itu kuatnya bukan main. Tak

pernah le lah. Set iap ber jalan

langkahnya cepat seperti berlari tanpa

alas kaki. Dengan langkah seperti itu

pula dia pergi bila saja ada orang

menyuruhnya. Siapapun dapat

menyuruhnya. Tapi jangan harap dia

akan mau kalau disuruh membawa

barang berat, meskipun dikasi makan

atau uang.

S i B a n g k a k

mempunyai kepandaian

khusus, yang tidak semua

orang bisa melakukannya.

Dia pintar memijat. Dan

lembut sentuhannya. Orang

akan terkantuk-kantuk bila

seluruh tubuhnya dipijat Si

B a n g k a k . K e p a n d a i a n

k h u s u s i t u l a h y a n g

menyebabkan Mayor Udin,

yang sering masuk angin

sangat membutuhkan Si

B a n g k a k . S e l a m a d i

pedalaman Mayor Udin

hampir praktis kurang dur.

Ada kalanya

dia tidak sempat

tidur sampai dua hari dua

malam. Kurang tidur bukan

karena mengatur taktik dan

strategi perang. Melainkan

karena keasyikan main ceki,

sebagai pengisi waktu yang

luang dan panjang karena

tidak ada musuh yang datang

menyerang.

Si Bangkak berbadan kekar d e n g a n t i n g g i n y a s e k i t a r 1 6 5 senti. Sedikit orang saja yang sama tingginya d e n g a n S i B a n g k a k d i m a s a i t u . M e s k i p u n demikian, dia bukanlah laki-l a k i y a n g menarik.

Page 8: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

8

Sekali waktu Nunung, isteri

Mayor Udin, diserang sakit kepala yang

amat sangat. Dua aspirin yang

ditelannya tidak menolong. Sedangkan

Mayor Udin sedang tidak bisa

diganggu. Lagi asyik main ceki dalam

posisi kalah. Dia marah dipanggil

isterinya dari kamar tidur. Sangka

Mayor Udin, Nunung lagi masuk angin,

seperti yang sering dialaminya sendiri.

Yang apabila telah dipijat Si Bangkak

selama setengah jam, sakit kepalanya

hilang dan kemudian dia tertidur

dengan pulasnya.

"Bangkak." panggil Mayor

Udin. "Unimu sakit kepala. Pijat dia."

Tanpa banyak pikir Si

Bangkak yang lagi duduk di ambang

pintu, segera berdiri. Langsung menuju

Nunung ke kamar tidur. Nunung yang

tak tahan lagi menderita sakit, dan tahu

Si Bangkak disuruh suaminya, lantas

berkata: "Ya. Tolong pijat cepat."

katanya sambil memberikan botol

balsem.

S e t e l a h k e n i n g d a n

tengkuknya dipijat, rasa sakit kepala

N u n u n g m e m a n g d i r a s a n y a

Online

9 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

berkurang. Lalu Si Bangkak

disuruhnya memijat punggugnya

juga, seperti yang biasa dilakukan

p a d a M a y o r U d i n . S a m b i l

menelungkup dirasakannya benar

betapa enaknya pijatan Si Bangkak.

Dia pun mulai terkantuk.

Sekali merasa enaknya

dipijat, kecanduanlah dia. Sejak itu,

bila Mayor Udin asyik main ceki di

ruang depan, bila sakit kepala

Nunung pun datang. Si Bangkak

dipanggilnya untuk memijat .

Peristiwa itu memang tidak perlu

dicurigai. Nunung dan Mayor Udin

sepasang anak manusia yang jatuh

cinta semenjak masa remaja, sama-

sama cinta pertama. Keduanya

dipercaya tak pernah terlibat kasih

dengan fihak ketiga dalam situasi

apapun. Lagi pula lebih sering ada

perempuan lain di kamar itu. Namun

selalu jadi bahan olok-olok oleh

banyak perwira sampai ke prajurit,

dengan mengatakan bahwa mereka

lebih suka jadi Si Bangkak saja di

masa perang itu.

Nunung lalu berkhayal,

apabila Mayor Udin sampai terlelap

karena betisnya dipijat, maka dia pun

ingin pula mencoba. "Apa salahnya, Si

Bangkak, biar laki-laki, dia cuma Si

Bangkak. Lagi pula pintu kamar selalu

terbuka. Dan ada perempuan lain

bersamanya." katanya dalam hati.

Nunung keenakan dipijat. Mayor Udin

tak terganggu lagi oleh erangan

Nunung yang diserang sakit kepala,

bila dia main ceki. Namun keduanya

tidak tahu bagaimana perasaan hati Si

Bangkak setiap memijat Nunung yang

berkulit mulus itu.

***

Menurut Kepala Desa, dia

m e l i h a t b e n a r S i B a n g k a k

menodongkan pistol ke isteri Mayor

Udin. Lalu menekan pelatuknya. Tapi

dia tidak mau mengatakan apa yang

dilihatnya kepada siapa pun. Karena

tidak ada untung-ruginya menghukum

Si Bangkak. Katanya: "Bagaimana pun

pandirnya Si Bangkak, dia 'kan seorang

laki-laki. Bukan anak kecil ingusan

atau orang gaek jompo."

M a k a S i D a l i d a p a t

merasakan betapa tersiksa hati Si

Bangkak setiap memijat perempuan

itu. Justru karena bodohnya itulah dia

sampai mampu melakukan apa yang

tidak mungkin dilakukan oleh laki-

laki lain, jika disuruh memijat

perempuan muda yang mulus

kulitnya. Karena bodohnya itulah dia

membunuh setan di kepalanya dengan

menembak isteri seorang mayor.

1 Mei 1996

Haji Ali Akbar Navis (lahir di

Kampung Jawa, Padang, Sumatera

Barat, 17 November 1924 –

meninggal 22 Maret 2003 pada umur

78 tahun) adalah seorang sastrawan

dan budayawan terkemuka di

Indonesia yang lebih dikenal dengan

nama A.A. Navis. Ia menjadikan

menul i s sebaga i a l a t da lam

kehidupannya. Karyanya yang

terkenal adalah cerita pendek

Robohnya Surau Kami. Navis 'Sang

Pencemooh' adalah sosok yang

c e p l a s - c e p l o s , a p a a d a n y a .

(Wikipedia)

Page 9: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

8

Sekali waktu Nunung, isteri

Mayor Udin, diserang sakit kepala yang

amat sangat. Dua aspirin yang

ditelannya tidak menolong. Sedangkan

Mayor Udin sedang tidak bisa

diganggu. Lagi asyik main ceki dalam

posisi kalah. Dia marah dipanggil

isterinya dari kamar tidur. Sangka

Mayor Udin, Nunung lagi masuk angin,

seperti yang sering dialaminya sendiri.

Yang apabila telah dipijat Si Bangkak

selama setengah jam, sakit kepalanya

hilang dan kemudian dia tertidur

dengan pulasnya.

"Bangkak." panggil Mayor

Udin. "Unimu sakit kepala. Pijat dia."

Tanpa banyak pikir Si

Bangkak yang lagi duduk di ambang

pintu, segera berdiri. Langsung menuju

Nunung ke kamar tidur. Nunung yang

tak tahan lagi menderita sakit, dan tahu

Si Bangkak disuruh suaminya, lantas

berkata: "Ya. Tolong pijat cepat."

katanya sambil memberikan botol

balsem.

S e t e l a h k e n i n g d a n

tengkuknya dipijat, rasa sakit kepala

N u n u n g m e m a n g d i r a s a n y a

Online

9 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

berkurang. Lalu Si Bangkak

disuruhnya memijat punggugnya

juga, seperti yang biasa dilakukan

p a d a M a y o r U d i n . S a m b i l

menelungkup dirasakannya benar

betapa enaknya pijatan Si Bangkak.

Dia pun mulai terkantuk.

Sekali merasa enaknya

dipijat, kecanduanlah dia. Sejak itu,

bila Mayor Udin asyik main ceki di

ruang depan, bila sakit kepala

Nunung pun datang. Si Bangkak

dipanggilnya untuk memijat .

Peristiwa itu memang tidak perlu

dicurigai. Nunung dan Mayor Udin

sepasang anak manusia yang jatuh

cinta semenjak masa remaja, sama-

sama cinta pertama. Keduanya

dipercaya tak pernah terlibat kasih

dengan fihak ketiga dalam situasi

apapun. Lagi pula lebih sering ada

perempuan lain di kamar itu. Namun

selalu jadi bahan olok-olok oleh

banyak perwira sampai ke prajurit,

dengan mengatakan bahwa mereka

lebih suka jadi Si Bangkak saja di

masa perang itu.

Nunung lalu berkhayal,

apabila Mayor Udin sampai terlelap

karena betisnya dipijat, maka dia pun

ingin pula mencoba. "Apa salahnya, Si

Bangkak, biar laki-laki, dia cuma Si

Bangkak. Lagi pula pintu kamar selalu

terbuka. Dan ada perempuan lain

bersamanya." katanya dalam hati.

Nunung keenakan dipijat. Mayor Udin

tak terganggu lagi oleh erangan

Nunung yang diserang sakit kepala,

bila dia main ceki. Namun keduanya

tidak tahu bagaimana perasaan hati Si

Bangkak setiap memijat Nunung yang

berkulit mulus itu.

***

Menurut Kepala Desa, dia

m e l i h a t b e n a r S i B a n g k a k

menodongkan pistol ke isteri Mayor

Udin. Lalu menekan pelatuknya. Tapi

dia tidak mau mengatakan apa yang

dilihatnya kepada siapa pun. Karena

tidak ada untung-ruginya menghukum

Si Bangkak. Katanya: "Bagaimana pun

pandirnya Si Bangkak, dia 'kan seorang

laki-laki. Bukan anak kecil ingusan

atau orang gaek jompo."

M a k a S i D a l i d a p a t

merasakan betapa tersiksa hati Si

Bangkak setiap memijat perempuan

itu. Justru karena bodohnya itulah dia

sampai mampu melakukan apa yang

tidak mungkin dilakukan oleh laki-

laki lain, jika disuruh memijat

perempuan muda yang mulus

kulitnya. Karena bodohnya itulah dia

membunuh setan di kepalanya dengan

menembak isteri seorang mayor.

1 Mei 1996

Haji Ali Akbar Navis (lahir di

Kampung Jawa, Padang, Sumatera

Barat, 17 November 1924 –

meninggal 22 Maret 2003 pada umur

78 tahun) adalah seorang sastrawan

dan budayawan terkemuka di

Indonesia yang lebih dikenal dengan

nama A.A. Navis. Ia menjadikan

menul i s sebaga i a l a t da lam

kehidupannya. Karyanya yang

terkenal adalah cerita pendek

Robohnya Surau Kami. Navis 'Sang

Pencemooh' adalah sosok yang

c e p l a s - c e p l o s , a p a a d a n y a .

(Wikipedia)

Page 10: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Online

11 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

@WRdesignArt@WRdesignArt

DESAIN EKSKLUSIFDESAIN EKSKLUSIF

HANYA ANDA YANG MEMILIKI

Hamsad Rangkuti Masih Sakit

TOKOH

Kira-kira, apa yang terjadi bila seorang lelaki yang sendirian di dek kapal melihat seorang wanita bergaun ketat di buritan kapal sedang menangis? Lebih jauh lagi, ternyata diketahui bahwa wanita molek bertubuh seksi itu sedang frustasi karena dicampakkan kekasihnya.

Sumber gambar: Google Image

Kami desain buku, majalah, kalender, dan segala kebutuhan dokumentasi Anda dengan unik dan eksklusif

Page 11: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Online

11 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

@WRdesignArt@WRdesignArt

DESAIN EKSKLUSIFDESAIN EKSKLUSIF

HANYA ANDA YANG MEMILIKI

Hamsad Rangkuti Masih Sakit

TOKOH

Kira-kira, apa yang terjadi bila seorang lelaki yang sendirian di dek kapal melihat seorang wanita bergaun ketat di buritan kapal sedang menangis? Lebih jauh lagi, ternyata diketahui bahwa wanita molek bertubuh seksi itu sedang frustasi karena dicampakkan kekasihnya.

Sumber gambar: Google Image

Kami desain buku, majalah, kalender, dan segala kebutuhan dokumentasi Anda dengan unik dan eksklusif

Page 12: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

12Online

13 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Kemudian, wanita itu melepaskan sepatunya, perhiasannya, gaun ketatnya, lalu melemparkan semuanya ke lautan. Ya, wanita seksi itu telanjang sendirian. Lalu, wanita seksi itu berkata kepada satu-satunya lelaki di dekatnya, “maukah kau menghapus bekas bibirnya di bibirku dengan bibirmu?” Kira-kira, apa yang akan dilakukan lelaki itu?

Itu adalah sepotong resensi cerpen berjudul Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya Di Bibirku Dengan Bibirmu karangan Hamsad Rangkuti. Sejak tahun 2003, Hamsad memasukkan cerpen tersebut kedalam sebuah buku berjudul 'Bibir dalam Pispot'. Buku tersebut mendapat respon yang sangat bagus dari pembaca. Detail cerita sangat tergambar dengan jelas pada setiap cerpen ada pada buku itu. Ya, salah satu ciri khas Hamsad adalah mendeskripsikan cerpennya dengan detail, ringkas, dan kena. Ia diakui sebagai maestro cerpen Indonesia.

Sumber gambar: thejakartapost.com

Sayangnya, kini Hamsad masih berjuang untuk

sembuh dari sakitnya. Lelaki kelahiran Medan yang sangat

matang di dunia sastra Indonesia ini masih sakit.

Hamsad sempat dirawat di rumah sakit pada Januari

2012. Saat itu, ia harus buang air kecil melalui perut dan makan

memakai selang melalui hidung. Dia lalu menjalani operasi

pemasangan cincin untuk menormalkan buang airnya.

September lalu Hamsad terpaksa pulang ke rumah setelah

mengurungkan operasi darurat terkait penyakit prostat yang

telah dideritanya sejak dua tahun lalu. Mirisnya, Sang Maestro

gagal dioperasi karena tak ada biaya.

Sampai tulisan ini diterbitkan, redaksi Kopi Sastra

belum menerima kabar kesembuhan Sang Maestro cerpen. Ia

masih terbaring di RS Siloam Gleneagles, Lippo Karawaci,

Tangerang.

Di rumah sakit ini, Hamsad bukan satu-satunya

seniman yang dirawat, tapi ada juga Putu Wijaya. Lelaki

bernama lengkap I Gusti Ngurah Putu Wijaya yang lahir di

Tabanan, Bali, 11 April 1944 ini menderita stroke dan

pendarahan pada batang otaknya.

Orang-orang yang ingin membantu Hamsad dapat

mengirimkan bantuan ke rekening BNI cabang Margonda,

Depok, nomor 0106423653 atas nama Hamsad Rangkuti.

Terkait nomor rekening ini, redaksi Kopi Sastra mendapat info

dari web resmi Tempo. (NAB, dari berbagai sumber)

Page 13: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

12Online

13 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Kemudian, wanita itu melepaskan sepatunya, perhiasannya, gaun ketatnya, lalu melemparkan semuanya ke lautan. Ya, wanita seksi itu telanjang sendirian. Lalu, wanita seksi itu berkata kepada satu-satunya lelaki di dekatnya, “maukah kau menghapus bekas bibirnya di bibirku dengan bibirmu?” Kira-kira, apa yang akan dilakukan lelaki itu?

Itu adalah sepotong resensi cerpen berjudul Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya Di Bibirku Dengan Bibirmu karangan Hamsad Rangkuti. Sejak tahun 2003, Hamsad memasukkan cerpen tersebut kedalam sebuah buku berjudul 'Bibir dalam Pispot'. Buku tersebut mendapat respon yang sangat bagus dari pembaca. Detail cerita sangat tergambar dengan jelas pada setiap cerpen ada pada buku itu. Ya, salah satu ciri khas Hamsad adalah mendeskripsikan cerpennya dengan detail, ringkas, dan kena. Ia diakui sebagai maestro cerpen Indonesia.

Sumber gambar: thejakartapost.com

Sayangnya, kini Hamsad masih berjuang untuk

sembuh dari sakitnya. Lelaki kelahiran Medan yang sangat

matang di dunia sastra Indonesia ini masih sakit.

Hamsad sempat dirawat di rumah sakit pada Januari

2012. Saat itu, ia harus buang air kecil melalui perut dan makan

memakai selang melalui hidung. Dia lalu menjalani operasi

pemasangan cincin untuk menormalkan buang airnya.

September lalu Hamsad terpaksa pulang ke rumah setelah

mengurungkan operasi darurat terkait penyakit prostat yang

telah dideritanya sejak dua tahun lalu. Mirisnya, Sang Maestro

gagal dioperasi karena tak ada biaya.

Sampai tulisan ini diterbitkan, redaksi Kopi Sastra

belum menerima kabar kesembuhan Sang Maestro cerpen. Ia

masih terbaring di RS Siloam Gleneagles, Lippo Karawaci,

Tangerang.

Di rumah sakit ini, Hamsad bukan satu-satunya

seniman yang dirawat, tapi ada juga Putu Wijaya. Lelaki

bernama lengkap I Gusti Ngurah Putu Wijaya yang lahir di

Tabanan, Bali, 11 April 1944 ini menderita stroke dan

pendarahan pada batang otaknya.

Orang-orang yang ingin membantu Hamsad dapat

mengirimkan bantuan ke rekening BNI cabang Margonda,

Depok, nomor 0106423653 atas nama Hamsad Rangkuti.

Terkait nomor rekening ini, redaksi Kopi Sastra mendapat info

dari web resmi Tempo. (NAB, dari berbagai sumber)

Page 14: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

14

HAMSAD RANGKUTI

Hamsad Rangkuti, Lahir di Titikuning, Medan, 7 Mei 1943. Setelah keluar

dari SLTA sebelum tamat (1964) ia memilih dunia menulis secara autodidak.

Terakhir ia menjabat pemimpin redaksi majalah sastra Horison. Pernah

menjadi redaktur harian Patriot dan Sinar Masyarakat di Medan (1963-1965),

lalu pindah bekerja di Persatuan Produsen Film Indonesia (1966-1968),

Majalah Sastra (1968), dan sejak 1969 bekerja di majalah sastra Horison.

Karyanya: Lukisan Perkawinan (kumpulan cerpen, 1982), Cemara

(kumpulan cerpen, 1982), Lampu Merah (novel, 1988, merupakan pemenang

hadiah harapan Sayembara Mengarang Roman DKJ, 1980 dengan judul:

Ketika Lampu Berwarna Merah), Kereta Pagi Jam 5 (1994), Mudik (1996),

Sampah Bulan Desember (kompas, 2000), Bibir dalam Pispot (kumpulan

cerpen, 2003), dan Panggilan Rasul (kumpulan cerpen, 2010). Beberpa

karyanya diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan diantologikan dalam

Cerpen-cerpen Nusantara Mutakhir (1991, Ed. Suratan, Markasan, Kuala

Lumpur, Malaysia).

Prestasi dan penghargaan yang pernah diterima, antara lain: Hadiah

Harapan Sayembara menulis Novel DKJ (1981), Penghargaan Insan Seni

Indonesia Mal Taman Anggrek & Musicafe (1999), Penghargaan Sastra

Pemerintah DKI (2000), Penghargaan Khusus Kompas atas kesetiaan dalam

penulisan cerpen,Penghargaan Sastra Pusat Bahasa (2001), Penghargaan

Khusus KOMPAS (2001), Pemenang Cerita Anak Terbaik 75 tahun Balai

Pustaka (2001), Khatulistiwa Literary Award pada (2002). SEA Write Award

(2008.)

Page 15: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

14

HAMSAD RANGKUTI

Hamsad Rangkuti, Lahir di Titikuning, Medan, 7 Mei 1943. Setelah keluar

dari SLTA sebelum tamat (1964) ia memilih dunia menulis secara autodidak.

Terakhir ia menjabat pemimpin redaksi majalah sastra Horison. Pernah

menjadi redaktur harian Patriot dan Sinar Masyarakat di Medan (1963-1965),

lalu pindah bekerja di Persatuan Produsen Film Indonesia (1966-1968),

Majalah Sastra (1968), dan sejak 1969 bekerja di majalah sastra Horison.

Karyanya: Lukisan Perkawinan (kumpulan cerpen, 1982), Cemara

(kumpulan cerpen, 1982), Lampu Merah (novel, 1988, merupakan pemenang

hadiah harapan Sayembara Mengarang Roman DKJ, 1980 dengan judul:

Ketika Lampu Berwarna Merah), Kereta Pagi Jam 5 (1994), Mudik (1996),

Sampah Bulan Desember (kompas, 2000), Bibir dalam Pispot (kumpulan

cerpen, 2003), dan Panggilan Rasul (kumpulan cerpen, 2010). Beberpa

karyanya diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan diantologikan dalam

Cerpen-cerpen Nusantara Mutakhir (1991, Ed. Suratan, Markasan, Kuala

Lumpur, Malaysia).

Prestasi dan penghargaan yang pernah diterima, antara lain: Hadiah

Harapan Sayembara menulis Novel DKJ (1981), Penghargaan Insan Seni

Indonesia Mal Taman Anggrek & Musicafe (1999), Penghargaan Sastra

Pemerintah DKI (2000), Penghargaan Khusus Kompas atas kesetiaan dalam

penulisan cerpen,Penghargaan Sastra Pusat Bahasa (2001), Penghargaan

Khusus KOMPAS (2001), Pemenang Cerita Anak Terbaik 75 tahun Balai

Pustaka (2001), Khatulistiwa Literary Award pada (2002). SEA Write Award

(2008.)

Page 16: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

16Online

17 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Perayaan Ulang Tahun Kopi Sastra ke-4

Dengan sederhana kami merayakan ulang tahun Kopi Sastra yang sampai sekarang masih menjadi komunitas

yang sederhana.

19 Oktober 2012, pukul 19.30, selasar antara gedung FKIP

dan gedung FE Universitas Pakuan Bogor.

Malam dihembus angin dingin. Beberapa anak muda muslim

yang masih dalam keadaan rambut basah air wudhu sedang duduk

santai bersama dua gelas kopi hitam yang hangat. Beberapa yang lain

telah lebih dulu hangat dengan obrolan-obrolan kecilnya. Ada juga

yang tengah melantunkan Get Up Stand Up milik Bob Marley dengan

cara sendu. Inilah suasana setengah jam sebelum peringatan ulang

tahun ke-4 Kopi Sastra.

LIMUN

Page 17: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

16Online

17 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Perayaan Ulang Tahun Kopi Sastra ke-4

Dengan sederhana kami merayakan ulang tahun Kopi Sastra yang sampai sekarang masih menjadi komunitas

yang sederhana.

19 Oktober 2012, pukul 19.30, selasar antara gedung FKIP

dan gedung FE Universitas Pakuan Bogor.

Malam dihembus angin dingin. Beberapa anak muda muslim

yang masih dalam keadaan rambut basah air wudhu sedang duduk

santai bersama dua gelas kopi hitam yang hangat. Beberapa yang lain

telah lebih dulu hangat dengan obrolan-obrolan kecilnya. Ada juga

yang tengah melantunkan Get Up Stand Up milik Bob Marley dengan

cara sendu. Inilah suasana setengah jam sebelum peringatan ulang

tahun ke-4 Kopi Sastra.

LIMUN

Page 18: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

18Online

19 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

P a d a m a l a m i t u ,

berkumpullah segenap jajaran

kementrian Kopi Sastra menemani

presiden serta wakilnya. Tentu,

pada malam itu pula hadir

komplotan Pohon Kopi demi

mewarnai acara.

K e t i k a w a k t u

menunjukkan pukul 20 .15 ,

Nugraha Hura-hura mengawali

acara dengan salam dan prakata.

Ketika prakata belum tuntas,

datanglah salah satu dosen Sastra

Indonesia Universitas Pakuan,

Bapak Aam Nurjaman. Kehadiran

beliau yang berpredikat akademisi

sekaligus penggiat sastra yang

bertahan sejak lebih dari 20 tahun

lalu hingga sekarang, membuat

acara semakin lengkap.

Nugraha Hura-

h u r a k e m u d i a n

m e n y e r a h k a n

keberlangsungan acara

kepada Presiden Kopi

Sastra untuk kemudian

i a m e n y a m p a i k a n

keinginan dan hasratnya.

Ta k b a n y a k y a n g

disampaikan Presiden

Kopi Sastra dalam

p i d a t o n y a , m a l a h

pidatonya ini cukup

'garing dan hambar'.

Mungkin sebelumnya

beliau tidak latihan. Atau

t im penul is p idato

Presiden Kopi Sastra

tidak menyediakan teks

p i d a t o y a n g b i s a

d i p a s a n g d i

Teleprompter layaknya

SBY atau Obama.

Page 19: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

18Online

19 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

P a d a m a l a m i t u ,

berkumpullah segenap jajaran

kementrian Kopi Sastra menemani

presiden serta wakilnya. Tentu,

pada malam itu pula hadir

komplotan Pohon Kopi demi

mewarnai acara.

K e t i k a w a k t u

menunjukkan pukul 20 .15 ,

Nugraha Hura-hura mengawali

acara dengan salam dan prakata.

Ketika prakata belum tuntas,

datanglah salah satu dosen Sastra

Indonesia Universitas Pakuan,

Bapak Aam Nurjaman. Kehadiran

beliau yang berpredikat akademisi

sekaligus penggiat sastra yang

bertahan sejak lebih dari 20 tahun

lalu hingga sekarang, membuat

acara semakin lengkap.

Nugraha Hura-

h u r a k e m u d i a n

m e n y e r a h k a n

keberlangsungan acara

kepada Presiden Kopi

Sastra untuk kemudian

i a m e n y a m p a i k a n

keinginan dan hasratnya.

Ta k b a n y a k y a n g

disampaikan Presiden

Kopi Sastra dalam

p i d a t o n y a , m a l a h

pidatonya ini cukup

'garing dan hambar'.

Mungkin sebelumnya

beliau tidak latihan. Atau

t im penul is p idato

Presiden Kopi Sastra

tidak menyediakan teks

p i d a t o y a n g b i s a

d i p a s a n g d i

Teleprompter layaknya

SBY atau Obama.

Page 20: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

20Online

21 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Seperti merasakan kegaringan itu, Presiden Kopi Sastra kemudian meminta

dengan memelas (baca: memaksa dengan cara halus) Bapak Aam Nurjaman untuk

memberikan ucapan selamat serta wejangan kepada keluarga besar Kopi Sastra.

Bapak Aam Nurjaman (untuk kemudian sebut saja Pak Aam) pun beranjak dan

berdiri di stage. Bisa ditebak, hanya ada tiga alasan untuk beliau berbicara di hadapan

pengurus Kopi Sastra: (1) Merasa terpaksa/ditodong Presiden Kopi Sastra yang

semaunya itu; (2) Kasihan pada pengurus Kopi Sastra yang kebanyakan berbadan

kurus dan berilmu payah; (3) Merasa terpanggil untuk mendukung dan membantu

Kopi Sastra yang seejak empat tahun lalu konsisten untuk berkarya. Alasan ketiga ini

yang tentunya diharapkan keluarga besar Kopi Sastra. Amin.

Dalam sambutannya Pak Aam menyampaikan rasa bangga atas beragam

hal positif yang selama ini dilakukan Kopi Sastra. Beliau berpesan agar tidak

mengurangi sedikit pun tensi semangat yang selama ini terjaga, malah kalau bisa

ditambah. Menurutnya, kegiatan-kegiatan seperti ini akan memberikan semangat

dan esensi yang luar biasa bagai individu-individu terlibat di masa depan.

Bukan asal-asalan Pak Aam menyampaikan pesan tersebut, karena beliau

memang merasakan sendiri manfaat dari kegiatan semacam Kopi Sastra ini. Ya,

semasa kuliahnya Bapak Aam pun terlibat dengan kegiatan menulis dan

kesusasteraan. Salah satu rekan seperjuangannya saat itu adalah Agus R. Sarjono

yang kini ternama sebagai Penyair dan pentolan Jurnal Sastra Kritik.

Page 21: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

20Online

21 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Seperti merasakan kegaringan itu, Presiden Kopi Sastra kemudian meminta

dengan memelas (baca: memaksa dengan cara halus) Bapak Aam Nurjaman untuk

memberikan ucapan selamat serta wejangan kepada keluarga besar Kopi Sastra.

Bapak Aam Nurjaman (untuk kemudian sebut saja Pak Aam) pun beranjak dan

berdiri di stage. Bisa ditebak, hanya ada tiga alasan untuk beliau berbicara di hadapan

pengurus Kopi Sastra: (1) Merasa terpaksa/ditodong Presiden Kopi Sastra yang

semaunya itu; (2) Kasihan pada pengurus Kopi Sastra yang kebanyakan berbadan

kurus dan berilmu payah; (3) Merasa terpanggil untuk mendukung dan membantu

Kopi Sastra yang seejak empat tahun lalu konsisten untuk berkarya. Alasan ketiga ini

yang tentunya diharapkan keluarga besar Kopi Sastra. Amin.

Dalam sambutannya Pak Aam menyampaikan rasa bangga atas beragam

hal positif yang selama ini dilakukan Kopi Sastra. Beliau berpesan agar tidak

mengurangi sedikit pun tensi semangat yang selama ini terjaga, malah kalau bisa

ditambah. Menurutnya, kegiatan-kegiatan seperti ini akan memberikan semangat

dan esensi yang luar biasa bagai individu-individu terlibat di masa depan.

Bukan asal-asalan Pak Aam menyampaikan pesan tersebut, karena beliau

memang merasakan sendiri manfaat dari kegiatan semacam Kopi Sastra ini. Ya,

semasa kuliahnya Bapak Aam pun terlibat dengan kegiatan menulis dan

kesusasteraan. Salah satu rekan seperjuangannya saat itu adalah Agus R. Sarjono

yang kini ternama sebagai Penyair dan pentolan Jurnal Sastra Kritik.

Page 22: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

22Online

23 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Malam yang sederhana itu menyenyap ketika Pak Aam memimpin doa

bersama sebagai ucap syukur dan harapan bersama segenap penghadir acara Ultah

Kopi Sastra yang ke-4. Doa

berlangsung dengan khidmat,

hadirin mengucap syukur dengan

cermat dan mengamini lamat-

lamat.Setelah pembacaan doa bersama selesai, kemudian tibalah giliran

komplotan Pohon Kopi memberikan ucapan dengan caranya masing-masing. Malam

yang sederhana itu membuncah dengan diawali pembacaan puisi oleh Nurhadi,

kemudian Chairil Aray, serta musikalisasi puisi yang dibawakan dua personil

Musikalisasi Puisi Diksatrasia yakni Doni Dartafian dan Deden Ganesha Hidayat.

Nugraha-Hura-hura pun membacakan dua puisi di sela-sela memandu acara.

Page 23: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

22Online

23 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Malam yang sederhana itu menyenyap ketika Pak Aam memimpin doa

bersama sebagai ucap syukur dan harapan bersama segenap penghadir acara Ultah

Kopi Sastra yang ke-4. Doa

berlangsung dengan khidmat,

hadirin mengucap syukur dengan

cermat dan mengamini lamat-

lamat.Setelah pembacaan doa bersama selesai, kemudian tibalah giliran

komplotan Pohon Kopi memberikan ucapan dengan caranya masing-masing. Malam

yang sederhana itu membuncah dengan diawali pembacaan puisi oleh Nurhadi,

kemudian Chairil Aray, serta musikalisasi puisi yang dibawakan dua personil

Musikalisasi Puisi Diksatrasia yakni Doni Dartafian dan Deden Ganesha Hidayat.

Nugraha-Hura-hura pun membacakan dua puisi di sela-sela memandu acara.

Page 24: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

24Online

25 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Acara ditutup dengan mantra yang

dibacakan Havid Yazid. Mantra tersebut berisi

doa-doa selamat dan bahagia bagi manusia,

serta cacian juga kutukan bagi para pembuat

nista.

Selesainya acara, Kopi Sastra

melanjutkan obrolan bersama para Pohon Kopi

lainnya. Ditemani kretek dan beberapa gelas

Kopi Hitam pekat, kami tulis kembali rencana

untuk merajut mimpi-mimpi kami. (NAB)

Pasang Aksimu!

Kami sediakan space iklan (non iklan baris) murah di sini

hanya Rp. 150.000,-/satu halaman penuhuntuk edisi Desember 2012

silakan hubungi:08567360301 (Wahyu)085781187826 (Nunu)Atau pindai kode batang ini

Page 25: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

24Online

25 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Acara ditutup dengan mantra yang

dibacakan Havid Yazid. Mantra tersebut berisi

doa-doa selamat dan bahagia bagi manusia,

serta cacian juga kutukan bagi para pembuat

nista.

Selesainya acara, Kopi Sastra

melanjutkan obrolan bersama para Pohon Kopi

lainnya. Ditemani kretek dan beberapa gelas

Kopi Hitam pekat, kami tulis kembali rencana

untuk merajut mimpi-mimpi kami. (NAB)

Pasang Aksimu!

Kami sediakan space iklan (non iklan baris) murah di sini

hanya Rp. 150.000,-/satu halaman penuhuntuk edisi Desember 2012

silakan hubungi:08567360301 (Wahyu)085781187826 (Nunu)Atau pindai kode batang ini

Page 26: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5
Page 27: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5
Page 28: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5
Page 29: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5
Page 30: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Online

31 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Di Jalanan Malam Ini

Welinda Syafri

TUNAS

Kutatap nanar bulan di atas sana. Bull shit! Aku tidak melihatnya. Hanya otak manusiaku yang meyakinkanku bahwa ada bulan di atas sana.

Seharusnya ada bulan…. Seperti yang dikatakan guru astronomiku beberapa tahun yang lalu. Ya, dari mana aku bisa tahu tentang dunia ini kalau saja tidak ada yang memberitahukan. Dari mana aku bisa tahu kalau benda bercahaya di malam hari itu adalah bulan. Ya, ada yang bersudut lima dan itu namanya bintang. Ah, kalau yang ini aku tidak terlalu yakin. Memori terpelajarku bercampur baur dengan gambar-gambar di tanah kering yang sering kubuat bersama teman-temanku lebih dari dua puluh tahun yang lalu. Benda bersudut lima, dan orang-orang menyebutnya bintang.

Sumber gambar: Google Images

Page 31: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Online

31 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Di Jalanan Malam Ini

Welinda Syafri

TUNAS

Kutatap nanar bulan di atas sana. Bull shit! Aku tidak melihatnya. Hanya otak manusiaku yang meyakinkanku bahwa ada bulan di atas sana.

Seharusnya ada bulan…. Seperti yang dikatakan guru astronomiku beberapa tahun yang lalu. Ya, dari mana aku bisa tahu tentang dunia ini kalau saja tidak ada yang memberitahukan. Dari mana aku bisa tahu kalau benda bercahaya di malam hari itu adalah bulan. Ya, ada yang bersudut lima dan itu namanya bintang. Ah, kalau yang ini aku tidak terlalu yakin. Memori terpelajarku bercampur baur dengan gambar-gambar di tanah kering yang sering kubuat bersama teman-temanku lebih dari dua puluh tahun yang lalu. Benda bersudut lima, dan orang-orang menyebutnya bintang.

Sumber gambar: Google Images

Page 32: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

32Online

33 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Tidak ada bulan atau pun bintang

malam ini. Mereka kalah oleh awan

hitam yang menyelimuti langit. Awan,

itu juga bagian lagian dari memori

terpelajarku. Yang jelas, lampu jalanan

yang membuat malam ini aku bisa

melihat sekeliling. Ada deretan toko

y a n g s u d a h t u t u p s e m u a . D i

seberangnya, ada kantor pos tua yang

terkikis usia dan modernisasi. Masih

adakah yang mengirim surat hari ini

h a n y a u n t u k m e n g u n g k a p k a n

perasaannya sementara warung-warung

internet bermekaran bak jamur dan

menawarkan kemajuan teknologi yang

bernama surat elektronik? Klik

sekarang, sampai sekarang. Setidaknya

itu yang kutahu beberapa waktu lalu

ketika menemani tetanggaku ke warnet

ujung gang. Aku sudah sering

mendengarnya, dari televisi-televisi,

koran bekas bungkus makanan, dari

omongan orang-orang, tapi baru sekali

itu aku melihat proses canggih teknologi

itu. Internet, email dan semua yang

ditawarkan dunia maya.

“Mas, ada korek?”

Seorang laki-laki, tidak lebih

muda dariku, tiba-tiba sudah ada di

sampingku. Tersenyum dengan

sebatang rokok yang belum menyala di

antara kedua bibirnya yang mulai

menghitam. Sorot matanya tidak tajam,

tapi begitu dalam, seolah ada hitungan

tak terhingga dari hidup yang berenang

bebas di dalam kedua matanya.

“Ada korek?” laki-laki itu

bertanya lagi, melihat responku yang

lambat.

“Oh, ada Mas.” jawabku buru-

buru.

Kurogoh saku celana dan

mengeluarkan sebuah Zippo tua, milik

bapak yang disimpan ibu kemudian

diberikan kepadaku. Laki-laki itu

menerimanya dan segera menyalakan

rokok di mulutnya. Dengan hikmat dia

melakukan hisapan pertama, hisapan

yang dalam, sedalam tatapan matanya

yang sulit untuk kujelaskan.

“Mas bukan orang sini ya?”

tanyanya kemudian.

Segumpal asap keluar dari mulut

dan hidungnya.

“Bukan Mas.” jawabku sambil

meraih zippo yang disodorkannya

kembali padaku.

“Makasih koreknya.” Aku hanya

mengangguk. “Ngapain malam-malam

ke sini? Nyari siapa?” tanya laki-laki itu

lagi.

Ya, pertanyaan lumrah. Sedini

hari ini, aku masih berjalanan di jalan

umum yang sepi, sendirian. Aku

tersenyum saja, entah karena merasa dia

tidak perlu tahu atau karena merasa

malu.

Laki-laki itu sedikit terkekeh.

Yang ini aku juga tidak tahu kenapa. Apa

yang ada di dalam pikirannya tentang

aku? Tentang kenapa aku di sini.

“Ya sudah. Apa pun yang kamu

cari, selamat menikmati malam ini,”

u j a r n y a s a m b i l b e r b a l i k d a n

meninggalkanku. “Sekali lagi makasih

koreknya.”

Laki-laki itu membalikkan

punggung sambil terus berjalan. Ada

senyum tersungging di wajahnya.

Matanya pun ikut tersenyum dan seperti

memenjarakan apa yang baru saja kami

lewati. Percakapan singkat barusan,

seolah aku bisa melihat itu di matanya,

berenang bersama semua yang telah

dipenjarakan di dalam matanya.

Aku meringis. “Aku sedang

mencari Cinta, Mas.” ujarku setengah

berteriak.

Aku tidak ingin laki-laki itu

berpikiran buruk tentangku. Aku

memang tidak mengenalnya, mungkin

tidak akan pernah lagi bertemu

dengannya. Tapi kalau saja dia bercerita

tentang pertemuan denganku malam ini,

kepada siapa pun itu, aku tidak ingin ada

cerita yang buruk tentangku. Hanya

tidak ingin suatu saat ada yang melihat

kisahku yang salah berenang di

matanya.

Laki-laki itu menghentikan

langkahnya. Terdiam sebentar sebelum

akhirnya membalikkan badannya ke

arahku.

“Yang kau cari….” ujarnya

padaku, sepertinya hanya ingin

meyakinkan saja.

“Cinta.” jawabku setengah

tersipu.

“Cinta? Kau sedang mencari

Cinta?”

Page 33: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

32Online

33 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Tidak ada bulan atau pun bintang

malam ini. Mereka kalah oleh awan

hitam yang menyelimuti langit. Awan,

itu juga bagian lagian dari memori

terpelajarku. Yang jelas, lampu jalanan

yang membuat malam ini aku bisa

melihat sekeliling. Ada deretan toko

y a n g s u d a h t u t u p s e m u a . D i

seberangnya, ada kantor pos tua yang

terkikis usia dan modernisasi. Masih

adakah yang mengirim surat hari ini

h a n y a u n t u k m e n g u n g k a p k a n

perasaannya sementara warung-warung

internet bermekaran bak jamur dan

menawarkan kemajuan teknologi yang

bernama surat elektronik? Klik

sekarang, sampai sekarang. Setidaknya

itu yang kutahu beberapa waktu lalu

ketika menemani tetanggaku ke warnet

ujung gang. Aku sudah sering

mendengarnya, dari televisi-televisi,

koran bekas bungkus makanan, dari

omongan orang-orang, tapi baru sekali

itu aku melihat proses canggih teknologi

itu. Internet, email dan semua yang

ditawarkan dunia maya.

“Mas, ada korek?”

Seorang laki-laki, tidak lebih

muda dariku, tiba-tiba sudah ada di

sampingku. Tersenyum dengan

sebatang rokok yang belum menyala di

antara kedua bibirnya yang mulai

menghitam. Sorot matanya tidak tajam,

tapi begitu dalam, seolah ada hitungan

tak terhingga dari hidup yang berenang

bebas di dalam kedua matanya.

“Ada korek?” laki-laki itu

bertanya lagi, melihat responku yang

lambat.

“Oh, ada Mas.” jawabku buru-

buru.

Kurogoh saku celana dan

mengeluarkan sebuah Zippo tua, milik

bapak yang disimpan ibu kemudian

diberikan kepadaku. Laki-laki itu

menerimanya dan segera menyalakan

rokok di mulutnya. Dengan hikmat dia

melakukan hisapan pertama, hisapan

yang dalam, sedalam tatapan matanya

yang sulit untuk kujelaskan.

“Mas bukan orang sini ya?”

tanyanya kemudian.

Segumpal asap keluar dari mulut

dan hidungnya.

“Bukan Mas.” jawabku sambil

meraih zippo yang disodorkannya

kembali padaku.

“Makasih koreknya.” Aku hanya

mengangguk. “Ngapain malam-malam

ke sini? Nyari siapa?” tanya laki-laki itu

lagi.

Ya, pertanyaan lumrah. Sedini

hari ini, aku masih berjalanan di jalan

umum yang sepi, sendirian. Aku

tersenyum saja, entah karena merasa dia

tidak perlu tahu atau karena merasa

malu.

Laki-laki itu sedikit terkekeh.

Yang ini aku juga tidak tahu kenapa. Apa

yang ada di dalam pikirannya tentang

aku? Tentang kenapa aku di sini.

“Ya sudah. Apa pun yang kamu

cari, selamat menikmati malam ini,”

u j a r n y a s a m b i l b e r b a l i k d a n

meninggalkanku. “Sekali lagi makasih

koreknya.”

Laki-laki itu membalikkan

punggung sambil terus berjalan. Ada

senyum tersungging di wajahnya.

Matanya pun ikut tersenyum dan seperti

memenjarakan apa yang baru saja kami

lewati. Percakapan singkat barusan,

seolah aku bisa melihat itu di matanya,

berenang bersama semua yang telah

dipenjarakan di dalam matanya.

Aku meringis. “Aku sedang

mencari Cinta, Mas.” ujarku setengah

berteriak.

Aku tidak ingin laki-laki itu

berpikiran buruk tentangku. Aku

memang tidak mengenalnya, mungkin

tidak akan pernah lagi bertemu

dengannya. Tapi kalau saja dia bercerita

tentang pertemuan denganku malam ini,

kepada siapa pun itu, aku tidak ingin ada

cerita yang buruk tentangku. Hanya

tidak ingin suatu saat ada yang melihat

kisahku yang salah berenang di

matanya.

Laki-laki itu menghentikan

langkahnya. Terdiam sebentar sebelum

akhirnya membalikkan badannya ke

arahku.

“Yang kau cari….” ujarnya

padaku, sepertinya hanya ingin

meyakinkan saja.

“Cinta.” jawabku setengah

tersipu.

“Cinta? Kau sedang mencari

Cinta?”

Page 34: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

34Online

35 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Aku mengangguk, masih dengan

wajah malu-malu. Laki-laki itu

mendekatiku. Ah, haruskah aku

membagi ceritaku dengannya?

Ya, aku sedang mencari Cinta.

Ini hari pertamaku mencarinya. Sudah

sejak Subuh tadi aku keluar rumah

dengan degup yang membara akan

kerinduan pada Cinta. Aku ingin

bertemu dengannya, dengan Cinta yang

kucatat di ingatan paling dalam sejak

aku mendengar namanya.

“Ini Cinta.” ujar ibuku di tengah

malam buta saat dia terbangun karena

tangisan kehausan di usiaku yang

berbilang hari dan aku mencatatnya.

Cinta.

Lalu besok, besoknya lagi,

besoknya lagi, aku mencatatnya dari

mulut ibuku yang sederhana, yang

berbalut daster tua dan telah mengenal

Cinta dari ibunya, dari siapa pun yang

kemudian berkata, “Ini Cinta”. Cinta

yang kata ibuku kemudian pergi, dibawa

pergi bapak di dalam kopernya dan tak

pernah kembali, seperti bapak yang tak

pernah kembali.

Lalu Cinta kembali. Kekasihku

membisikannya pelan ke telingaku, “Ini

Cinta”, lagi, lagi, dan lagi. Tapi

ia pun kemudian berkata, “Cinta pergi.”

dan aku tak pernah melihat kekasihku

lagi.

Maka kini aku mencari Cinta.

Aku merindukannya. Akan kubawa dia

pulang, untuk Ibu dan kekasihku agar

mereka bisa berkata, “Ini Cinta.” lagi.

Dan haruskah ini kuceritakan padanya

yang asing ini?

“Buk!” Aku terhuyung ke

belakang. Laki-laki itu meninjuku di

wajah!

“Itu untuk untukmu, dan ini

untuk Cinta yang kau cari!” Dia

meninjuku lagi, di rahang yang sama.

Matanya murka, seolah ada gelombang

pasang yang terjadi di sana. Gelombang

pasang yang begitu buruk dan

menghancurkan.

Rasa ngilu mengalir di wajahku.

Aku bukan petarung ulung, bahkan

bukan petarung sama sekali, tidak

pernah terlibat dalam perkelahian apa

pun. Aku benar-benar tidak tahu harus

berbuat apa. Aku tidak tahu cara

menghindar, apalagi membalas semua

pukulan itu.

Maka kini aku mencari Cinta. Aku mer indukannya . Akan kubawa dia pulang, untuk Ibu dan kekasihku agar m e r e k a b i s a berkata, “Ini Cinta.” lagi. Dan haruskah in i kucer i t akan padanya yang asing ini?

Tiga kali. Empat kali. Laki-laki

itu mengamuk padaku.

“Mas....”, rintihku.

“Ada hubungan apa kau dengan

Cinta? Masih memujanya

sedemikian besar?”

M a t a h i t a m n y a s e d a n g

menelanjangiku. Mencoba masuk ke

bagian terdalam dari jiwaku dengan

membawa gada dan parang. Kenapa

dia? Ada apa dengannya?

Laki-laki itu menghabisiku. Ya,

berita-berita yang kudengar di televisi,

di koran-koran, tentang seseorang yang

menghabisi orang lain. Kini itu terjadi

padaku. Dia masih menyisakan rohku,

tapi semua ragaku telah dicabutnya

dengan sangar.

Aku kehilangan energi, bahkan

untuk merintih padanya, apalagi

memakinya. Darah segar keluar dari

mulut dan hidungku. Aku terkulai

lemah di atas aspal yang mulai dingin

dibasahi udara malam. Sakit, aku tidak

pernah sesakit ini.

“Sakit? Kau pikir ini semua

sakit?” bentaknya seolah membaca

pikiranku. Siapa laki-laki ini? Kenapa

dia melakukan semua ini padaku?

“Sekarang kau lihat apa itu sakit!”

““

Page 35: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

34Online

35 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Aku mengangguk, masih dengan

wajah malu-malu. Laki-laki itu

mendekatiku. Ah, haruskah aku

membagi ceritaku dengannya?

Ya, aku sedang mencari Cinta.

Ini hari pertamaku mencarinya. Sudah

sejak Subuh tadi aku keluar rumah

dengan degup yang membara akan

kerinduan pada Cinta. Aku ingin

bertemu dengannya, dengan Cinta yang

kucatat di ingatan paling dalam sejak

aku mendengar namanya.

“Ini Cinta.” ujar ibuku di tengah

malam buta saat dia terbangun karena

tangisan kehausan di usiaku yang

berbilang hari dan aku mencatatnya.

Cinta.

Lalu besok, besoknya lagi,

besoknya lagi, aku mencatatnya dari

mulut ibuku yang sederhana, yang

berbalut daster tua dan telah mengenal

Cinta dari ibunya, dari siapa pun yang

kemudian berkata, “Ini Cinta”. Cinta

yang kata ibuku kemudian pergi, dibawa

pergi bapak di dalam kopernya dan tak

pernah kembali, seperti bapak yang tak

pernah kembali.

Lalu Cinta kembali. Kekasihku

membisikannya pelan ke telingaku, “Ini

Cinta”, lagi, lagi, dan lagi. Tapi

ia pun kemudian berkata, “Cinta pergi.”

dan aku tak pernah melihat kekasihku

lagi.

Maka kini aku mencari Cinta.

Aku merindukannya. Akan kubawa dia

pulang, untuk Ibu dan kekasihku agar

mereka bisa berkata, “Ini Cinta.” lagi.

Dan haruskah ini kuceritakan padanya

yang asing ini?

“Buk!” Aku terhuyung ke

belakang. Laki-laki itu meninjuku di

wajah!

“Itu untuk untukmu, dan ini

untuk Cinta yang kau cari!” Dia

meninjuku lagi, di rahang yang sama.

Matanya murka, seolah ada gelombang

pasang yang terjadi di sana. Gelombang

pasang yang begitu buruk dan

menghancurkan.

Rasa ngilu mengalir di wajahku.

Aku bukan petarung ulung, bahkan

bukan petarung sama sekali, tidak

pernah terlibat dalam perkelahian apa

pun. Aku benar-benar tidak tahu harus

berbuat apa. Aku tidak tahu cara

menghindar, apalagi membalas semua

pukulan itu.

Maka kini aku mencari Cinta. Aku mer indukannya . Akan kubawa dia pulang, untuk Ibu dan kekasihku agar m e r e k a b i s a berkata, “Ini Cinta.” lagi. Dan haruskah in i kucer i t akan padanya yang asing ini?

Tiga kali. Empat kali. Laki-laki

itu mengamuk padaku.

“Mas....”, rintihku.

“Ada hubungan apa kau dengan

Cinta? Masih memujanya

sedemikian besar?”

M a t a h i t a m n y a s e d a n g

menelanjangiku. Mencoba masuk ke

bagian terdalam dari jiwaku dengan

membawa gada dan parang. Kenapa

dia? Ada apa dengannya?

Laki-laki itu menghabisiku. Ya,

berita-berita yang kudengar di televisi,

di koran-koran, tentang seseorang yang

menghabisi orang lain. Kini itu terjadi

padaku. Dia masih menyisakan rohku,

tapi semua ragaku telah dicabutnya

dengan sangar.

Aku kehilangan energi, bahkan

untuk merintih padanya, apalagi

memakinya. Darah segar keluar dari

mulut dan hidungku. Aku terkulai

lemah di atas aspal yang mulai dingin

dibasahi udara malam. Sakit, aku tidak

pernah sesakit ini.

“Sakit? Kau pikir ini semua

sakit?” bentaknya seolah membaca

pikiranku. Siapa laki-laki ini? Kenapa

dia melakukan semua ini padaku?

“Sekarang kau lihat apa itu sakit!”

““

Page 36: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

36Online

37 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Laki-laki itu meraih kakiku dan

menariknya. Dia menyeretku. Bisa

kurasakan aspal perlahan masuk

menembus celana dan kemejaku.

Kulitku tergores, melebar dan berdarah.

Tuhan, apakah aku akan mati

malam ini?

“Lihat!” Laki-laki itu berhenti

menyeretku, tepat ketika aku hampir

saja kehilangan kekuatan untuk

menahan semua rasa sakit itu. Dia

meraih kerah baju dan mengangkatku

berdiri.

“Lihat!” ujarnya sekali lagi,

buas. Telunjuk laki-laki itu menebar

arah ke hadapanku. Sebuah pekuburan.

“Itu bapakku, ibuku, adik-

adikku. Itu istriku, anak-anakku.” Dia

menunjuk kuburan itu satu-satu.

“Di mana Cinta saat mereka

meregang nyawa sa tu - sa tu d i

hadapanku?”

Dia bertanya, dengan rahang

merapat tertahan. Menebar pandangan

dan napas bau amis darah.

“Bapakku meregang nyawa di

hadapan para dokter yang tengah sibuk

makan siang. Ibuku mati saat mencari

keadilan buat bapakku. Saudara-

s a u d a r a k u m a t i k a r e n a

kehilangan penopang hidup. Istriku,

anak-anakku mati kelaparan di tengah

sawah yang menguning.”

Hening. Pekat.

“Apa itu Cinta? Di mana dia saat

aku membutuhkannya?”, tanya laki-laki

itu, lirih. “Cinta itu hanya sebuah omong

kosong . Omong kosong! J ad i

berhenti lah mencari Cinta dan

memujanya!”

Mata laki-laki itu kini meredup,

kelam. Ada rasa sakit yang begitu pekat

berhamburan dari matanya. Ya, itulah

mata yang memenjarakan semua yang

pernah d i l iha tnya . Mata yang

menyimpan seluruh hidup yang ambigu,

terkadang bersahabat dan melenakan, di

lain waktu begitu kejam dan menindas.

Aku menelan ludah, bercampur

dengan darah yang sudah tidak berasa

lagi. Bukan, itu bukan Cinta seperti apa

yang pernah kudengar. Cinta tidak

seperti itu. Cinta bukan omong kosong!

Cinta…. tidak. Itu bukan

Cinta yang kudengar dari mulut

Ibuku, bukan Cinta yang dibisikkan

kekasihku ke telingaku. Bukan

Cinta yang dibicarakan hidupku.

Cinta yang kudengar adalah arwah

suci yang mendamaikan bumi. Cinta

yang kudengar adalah …

Cinta… Apakah itu kamu?

Membaca tulisanku ini?

“ D i m a n a

Cinta saat mereka

meregang nyawa

s a t u - s a t u d i

hadapanku?”

Welinda Syafri, Padang-11 Januari 1984, domisili Bangka Belitung.

Page 37: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

36Online

37 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Laki-laki itu meraih kakiku dan

menariknya. Dia menyeretku. Bisa

kurasakan aspal perlahan masuk

menembus celana dan kemejaku.

Kulitku tergores, melebar dan berdarah.

Tuhan, apakah aku akan mati

malam ini?

“Lihat!” Laki-laki itu berhenti

menyeretku, tepat ketika aku hampir

saja kehilangan kekuatan untuk

menahan semua rasa sakit itu. Dia

meraih kerah baju dan mengangkatku

berdiri.

“Lihat!” ujarnya sekali lagi,

buas. Telunjuk laki-laki itu menebar

arah ke hadapanku. Sebuah pekuburan.

“Itu bapakku, ibuku, adik-

adikku. Itu istriku, anak-anakku.” Dia

menunjuk kuburan itu satu-satu.

“Di mana Cinta saat mereka

meregang nyawa sa tu - sa tu d i

hadapanku?”

Dia bertanya, dengan rahang

merapat tertahan. Menebar pandangan

dan napas bau amis darah.

“Bapakku meregang nyawa di

hadapan para dokter yang tengah sibuk

makan siang. Ibuku mati saat mencari

keadilan buat bapakku. Saudara-

s a u d a r a k u m a t i k a r e n a

kehilangan penopang hidup. Istriku,

anak-anakku mati kelaparan di tengah

sawah yang menguning.”

Hening. Pekat.

“Apa itu Cinta? Di mana dia saat

aku membutuhkannya?”, tanya laki-laki

itu, lirih. “Cinta itu hanya sebuah omong

kosong . Omong kosong! J ad i

berhenti lah mencari Cinta dan

memujanya!”

Mata laki-laki itu kini meredup,

kelam. Ada rasa sakit yang begitu pekat

berhamburan dari matanya. Ya, itulah

mata yang memenjarakan semua yang

pernah d i l iha tnya . Mata yang

menyimpan seluruh hidup yang ambigu,

terkadang bersahabat dan melenakan, di

lain waktu begitu kejam dan menindas.

Aku menelan ludah, bercampur

dengan darah yang sudah tidak berasa

lagi. Bukan, itu bukan Cinta seperti apa

yang pernah kudengar. Cinta tidak

seperti itu. Cinta bukan omong kosong!

Cinta…. tidak. Itu bukan

Cinta yang kudengar dari mulut

Ibuku, bukan Cinta yang dibisikkan

kekasihku ke telingaku. Bukan

Cinta yang dibicarakan hidupku.

Cinta yang kudengar adalah arwah

suci yang mendamaikan bumi. Cinta

yang kudengar adalah …

Cinta… Apakah itu kamu?

Membaca tulisanku ini?

“ D i m a n a

Cinta saat mereka

meregang nyawa

s a t u - s a t u d i

hadapanku?”

Welinda Syafri, Padang-11 Januari 1984, domisili Bangka Belitung.

Page 38: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

38Online

39 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Pasang Aksimu!

Kami sediakan space iklan (non iklan baris) murah di sini

hanya Rp. 100.000,-/satu halaman penuhuntuk edisi Desember 2012

silakan hubungi:08567360301 (Wahyu)085781187826 (Nunu) Atau pindai kode batang ini

ULAS

Page 39: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

38Online

39 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Pasang Aksimu!

Kami sediakan space iklan (non iklan baris) murah di sini

hanya Rp. 100.000,-/satu halaman penuhuntuk edisi Desember 2012

silakan hubungi:08567360301 (Wahyu)085781187826 (Nunu) Atau pindai kode batang ini

ULAS

Page 40: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

40Online

41 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

K e n g k a w a n

sekalian pasti pernah

m e m b a c a c e r p e n

'Robohnya Surau Kami'

karya A. A. Navis. Kalau

pun belum membaca

pa l ing t i dak pe rnah

mendengar judul tersebut

atau pengarangnya. Kalau

memang belum pernah

mendengar sama sekali,

maka kali ini kami beritahu

bahwa cerpen tersebut

adalah cerpen monumental

yang pernah ada dalam

khazanah sastra Indonesia.

Cerpen 'Robohnya Surau Kami' ini adalah salah

satu cerpen yang paling berpengaruh di dunia sastra

Indonesia. Melalui cerpen ini, A. A. Navis tak segan

mengkritik "orang-orang beriman" dalam perspektif agama

Islam yang konservatif atau cenderung ekstrem dan arabis.

Tapi nilai-nilai moral yang disampaikan justru sangat

Islami. Bahwa bekerja berarti beribadah, tetapi beribadah

saja belum tentu bekerja.

Robohnya Surau Kami yang dimak sud bukan roboh

secara fisik, melainkan tata nilai. Hal yang terjadi saat ini di negeri

ini. Di akhir cerita, terdapat dialog antara Tuhan dengan sang

Ustadz yang menjadi penggalan cerita yang paling mengena.

Bila kengkawan belum membaca cerita ini, segeralah

membacanya, karena anda akan langsung mendapatkan nilai luar

biasa mulia.

Profil pengarang

Ali Akbar Navis atau yang lebih dikenal publik dengan

sebutan AA. Navis lahir di Padang Panjang pada tanggal 17

November 1924.Navis belajar di INS Kayutanam dari tahun 1932

sampai 1943. Sejak tahun 1968 kembali mengabdi untuk lembaga

pendidikan yang didirikan oleh Muhammad Syafei itu. Lebih dari

20 buku sudah dihasilkan olehnya. Mulai dari kumpulan cerpen,

puisi, novel, kumpulan esai, hingga penulisan biografi dan

otobiografi. Pada tahun 1956, ia menulis kumpulan cerpen

Robohnya Surau Kami yang merupakan karya monumental dalam

dunia sastra Indonesia. Beliau meninggal dunia dalam usia 79

tahun, sekitar pukul 05.00, Sabtu 22 Maret 2003, di Rumah Sakit

Yos Sudarso, Padang.

Robohnya Surau Kami

Page 41: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

40Online

41 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

K e n g k a w a n

sekalian pasti pernah

m e m b a c a c e r p e n

'Robohnya Surau Kami'

karya A. A. Navis. Kalau

pun belum membaca

pa l ing t i dak pe rnah

mendengar judul tersebut

atau pengarangnya. Kalau

memang belum pernah

mendengar sama sekali,

maka kali ini kami beritahu

bahwa cerpen tersebut

adalah cerpen monumental

yang pernah ada dalam

khazanah sastra Indonesia.

Cerpen 'Robohnya Surau Kami' ini adalah salah

satu cerpen yang paling berpengaruh di dunia sastra

Indonesia. Melalui cerpen ini, A. A. Navis tak segan

mengkritik "orang-orang beriman" dalam perspektif agama

Islam yang konservatif atau cenderung ekstrem dan arabis.

Tapi nilai-nilai moral yang disampaikan justru sangat

Islami. Bahwa bekerja berarti beribadah, tetapi beribadah

saja belum tentu bekerja.

Robohnya Surau Kami yang dimak sud bukan roboh

secara fisik, melainkan tata nilai. Hal yang terjadi saat ini di negeri

ini. Di akhir cerita, terdapat dialog antara Tuhan dengan sang

Ustadz yang menjadi penggalan cerita yang paling mengena.

Bila kengkawan belum membaca cerita ini, segeralah

membacanya, karena anda akan langsung mendapatkan nilai luar

biasa mulia.

Profil pengarang

Ali Akbar Navis atau yang lebih dikenal publik dengan

sebutan AA. Navis lahir di Padang Panjang pada tanggal 17

November 1924.Navis belajar di INS Kayutanam dari tahun 1932

sampai 1943. Sejak tahun 1968 kembali mengabdi untuk lembaga

pendidikan yang didirikan oleh Muhammad Syafei itu. Lebih dari

20 buku sudah dihasilkan olehnya. Mulai dari kumpulan cerpen,

puisi, novel, kumpulan esai, hingga penulisan biografi dan

otobiografi. Pada tahun 1956, ia menulis kumpulan cerpen

Robohnya Surau Kami yang merupakan karya monumental dalam

dunia sastra Indonesia. Beliau meninggal dunia dalam usia 79

tahun, sekitar pukul 05.00, Sabtu 22 Maret 2003, di Rumah Sakit

Yos Sudarso, Padang.

Robohnya Surau Kami

Page 42: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

42Online

43 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Beberapa karyanya yang telah dibukukan adalah:

· Robohnya Surau Kami (1956)

· Bianglala (1963)

· Hujan Panas (1964)

· Kemarau (1967)

· Si Gadis dalam Sunyi (1970)

· Dermaga dengan Empat Sekoci (1975)

· Di Lintasan Mendung (1983)

· Dialektika Minangkabau (editor, 1983)

· Alam Terkembang Jadi Guru (1984)

· Hujan Panas dan Kabut Musim (1990)

· Cerita Rakyat Sumbar (1994)

· Jodoh (1998)

· Saraswati (2002)

· Bertanya Kerbau Pada Pedati

· Antologi Lengkap AA Navis (2004. Berisi 68 dari

69 cerpen yang pernah dibuat AA Navis semasa hidupnya).

(NAB dari berbagai sumber)

Page 43: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

42Online

43 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Beberapa karyanya yang telah dibukukan adalah:

· Robohnya Surau Kami (1956)

· Bianglala (1963)

· Hujan Panas (1964)

· Kemarau (1967)

· Si Gadis dalam Sunyi (1970)

· Dermaga dengan Empat Sekoci (1975)

· Di Lintasan Mendung (1983)

· Dialektika Minangkabau (editor, 1983)

· Alam Terkembang Jadi Guru (1984)

· Hujan Panas dan Kabut Musim (1990)

· Cerita Rakyat Sumbar (1994)

· Jodoh (1998)

· Saraswati (2002)

· Bertanya Kerbau Pada Pedati

· Antologi Lengkap AA Navis (2004. Berisi 68 dari

69 cerpen yang pernah dibuat AA Navis semasa hidupnya).

(NAB dari berbagai sumber)

Page 44: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

44Online

45 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Mereka bilang aku minggu siang yang tak pernah lelah

sementara buku jariku sering berdarah

Memetik senar hingga sayap jiwaku terbang

mencabik senar hingga paruh jiwaku patah

Nada itu, selalu membawaku pada musim-musim

melewati gurun, lembah, ngarai hingga lorong mimpi

Trompet melengking, genderang tambur bergema

langkah lars serdadu luka tertatih

menahan perih, sehabis perang gerilya

Billy Holiday menyanyi, suaranya galau

menyalak mengoyak tabir kelam malam

"This call its from the Blues!"

Ada yang sedang berendam dalam aquarium

Di balik podium Imperium itu,

ia masih menyanyi lagu lama yang itu-itu juga

Sementara kita, masih berdesakan di gheto dan

kamp pengungsi, perut diganjal mie instan + nasi basi

Warta di televisi, anak jalanan disodomi plus dimutilasi

Para penyair masih sibuk diskusi soal diksi

wakil rakyat koalisi untuk kepentingan sendiri

dan demonstrasi sudah hampir tak punya gigi

"This call its from the Blues!"

Sambil bersandar di tiang listrik trotoar pinggir jalan

menyaksikan buruh, pedagang kaki-lima, pelacur serta

penganggur bertahan hidup serta mengais mimpi

di jantung negri yang penuh korupsi

"This call its from the Blues!"

Billy Holiday menyanyi, suaranya parau

menyalak mengoyak kelam malam

Ada yang terjarah, terjajah dan terluka

sementara kita disini, terkesima

menantikan lokomotif perubahan yang dijanjikan

tak kunjung muncul di stasiun harapan

2010

Call Its From The Blues

Amien Kamil

Amien Kamil, lahir di Jakarta 2 Mei 1963.1983, sempat belajar di Sinematografi Institut Kesenian Jakarta.1986-1996, bergabung dengan Bengkel Teater rendra terlibat dalam beberapa pementasan di kota-kota besar di Indonesia.1988, ikut serta dalam “The First New York International Festival Of The Arts”, sempat juga mengikuti workshop di “Bread & Puppets Theatre” di Vermont, USA.1990, Pentas di Tokyo & Hiroshima, Japan. 1999, Tour Musik Iwan Fals di Seoul, Korea.Lighting Design untuk konser musik Iwan Fals hingga tahun 2002, pentas di seluruh kota besar di Indonesia.

Page 45: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

44Online

45 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Mereka bilang aku minggu siang yang tak pernah lelah

sementara buku jariku sering berdarah

Memetik senar hingga sayap jiwaku terbang

mencabik senar hingga paruh jiwaku patah

Nada itu, selalu membawaku pada musim-musim

melewati gurun, lembah, ngarai hingga lorong mimpi

Trompet melengking, genderang tambur bergema

langkah lars serdadu luka tertatih

menahan perih, sehabis perang gerilya

Billy Holiday menyanyi, suaranya galau

menyalak mengoyak tabir kelam malam

"This call its from the Blues!"

Ada yang sedang berendam dalam aquarium

Di balik podium Imperium itu,

ia masih menyanyi lagu lama yang itu-itu juga

Sementara kita, masih berdesakan di gheto dan

kamp pengungsi, perut diganjal mie instan + nasi basi

Warta di televisi, anak jalanan disodomi plus dimutilasi

Para penyair masih sibuk diskusi soal diksi

wakil rakyat koalisi untuk kepentingan sendiri

dan demonstrasi sudah hampir tak punya gigi

"This call its from the Blues!"

Sambil bersandar di tiang listrik trotoar pinggir jalan

menyaksikan buruh, pedagang kaki-lima, pelacur serta

penganggur bertahan hidup serta mengais mimpi

di jantung negri yang penuh korupsi

"This call its from the Blues!"

Billy Holiday menyanyi, suaranya parau

menyalak mengoyak kelam malam

Ada yang terjarah, terjajah dan terluka

sementara kita disini, terkesima

menantikan lokomotif perubahan yang dijanjikan

tak kunjung muncul di stasiun harapan

2010

Call Its From The Blues

Amien Kamil

Amien Kamil, lahir di Jakarta 2 Mei 1963.1983, sempat belajar di Sinematografi Institut Kesenian Jakarta.1986-1996, bergabung dengan Bengkel Teater rendra terlibat dalam beberapa pementasan di kota-kota besar di Indonesia.1988, ikut serta dalam “The First New York International Festival Of The Arts”, sempat juga mengikuti workshop di “Bread & Puppets Theatre” di Vermont, USA.1990, Pentas di Tokyo & Hiroshima, Japan. 1999, Tour Musik Iwan Fals di Seoul, Korea.Lighting Design untuk konser musik Iwan Fals hingga tahun 2002, pentas di seluruh kota besar di Indonesia.

Page 46: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

46Online

47 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Gerimis Aku Menangis

Wildan F. Mubarock

Sumber gambar: Google Images

Aku sangat

k a g u m p a d a

Aminah. Bukan

karena kecantikan

dan kelembutannya

pada setiap pria.

K e k a g u m a n k u

p a d a n y a l e b i h

karena kemandiria,

ke t ekunan , dan

k e b e r a n i a n y a

menantang hidup

t a n p a m a m p u

melihat kehidupan

itu sendiri.

Sore i tu, langit gelap tak

bersahabat. Aku duduk disampingnya

dalam bus tanpa alat pendingin dan

kepenatan sebagai pewarna. Aku perhatikan

Aminah asyik bercengkrama dengan ponsel

pintarnya. Entah dengan siapa dia

berbincang. Namun yang pasti raut

wajahnya terlihat begitu sumringah. Bila

diterka-terka seperinya dengan seseorang

yang sangat spesial. Itu terlihat dari

wajahnya yang memerah serta senyumnya

yang melukiskan kebahagiaan.

“Mas, bisa bantu saya”?, ujarnya.

Kemudian lembaran uang kembalian dari

Pak Kondektur Aminah tunjukan padaku.

“Ini berapa?”, tanyanya sebari menunjukan

uang lima ribu rupiah padaku.

Kedua tangan Aminah begitu

terampil memisakan lembaran demi

lembaran pada saku pakaianya. Ia memang

tak mampu melihat tapi mampu mengatasi

dengan kecerdasanya . Kecerdasa

menuntuntunya untuk tak pernah salah

dalam memberikan uang pada Pak

Kondektur. Aminah mampu mengingat di

saku sebelah mana dia menyimpan

lembaran uangnya. Subhanallah.

Page 47: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

46Online

47 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Gerimis Aku Menangis

Wildan F. Mubarock

Sumber gambar: Google Images

Aku sangat

k a g u m p a d a

Aminah. Bukan

karena kecantikan

dan kelembutannya

pada setiap pria.

K e k a g u m a n k u

p a d a n y a l e b i h

karena kemandiria,

ke t ekunan , dan

k e b e r a n i a n y a

menantang hidup

t a n p a m a m p u

melihat kehidupan

itu sendiri.

Sore i tu, langit gelap tak

bersahabat. Aku duduk disampingnya

dalam bus tanpa alat pendingin dan

kepenatan sebagai pewarna. Aku perhatikan

Aminah asyik bercengkrama dengan ponsel

pintarnya. Entah dengan siapa dia

berbincang. Namun yang pasti raut

wajahnya terlihat begitu sumringah. Bila

diterka-terka seperinya dengan seseorang

yang sangat spesial. Itu terlihat dari

wajahnya yang memerah serta senyumnya

yang melukiskan kebahagiaan.

“Mas, bisa bantu saya”?, ujarnya.

Kemudian lembaran uang kembalian dari

Pak Kondektur Aminah tunjukan padaku.

“Ini berapa?”, tanyanya sebari menunjukan

uang lima ribu rupiah padaku.

Kedua tangan Aminah begitu

terampil memisakan lembaran demi

lembaran pada saku pakaianya. Ia memang

tak mampu melihat tapi mampu mengatasi

dengan kecerdasanya . Kecerdasa

menuntuntunya untuk tak pernah salah

dalam memberikan uang pada Pak

Kondektur. Aminah mampu mengingat di

saku sebelah mana dia menyimpan

lembaran uangnya. Subhanallah.

Page 48: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

48Online

49 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Sudah hampir satu jam kami bersama,

Aminah tak pernah tahu bahwa sosok yang

duduk disampinya bukanlah pria muda,

melainkan aku. Usiaku sudah senja hampir

enam puluh tahun. Aku bahkan sudah beruban,

mataku memerlukan kacamata untuk melihat

dengan jelas. Tubuhku pun dinaungi kerentaan.

Penyakit mudah sekali singgah di tubuh

kurusku. Mudah sekali aku lelah, sering kali aku

tak kuasa menahan takdir. Menjadi tua dan

terus bekerja sebenarnya bukan pilihanku.

Sore mulai nampak, Buku pertamaku

ada dalam pelukan Aminah. Aku nyaris

tercengang karena pikirku untuk apa dia

membelinya. Bukankah dia tak bisa membaca

karena buta? Ada beribu tanya dalam hatiku.

Padahal aku tak pernah memaksakan murid-

muridku untuk membeli buku karyaku.

Bagiku memaksakan kehendak adalah

kebodohan. Seperti bangsa ini yang selalu saja

dibodohi bangsa asing atau bangsanya sendiri.

Ketidak mampuanku memaksa murid-muridku

membuat ketidak-larisan bukuku. Hasilnya,

hanya satu buku yang terjual dan pembelinya

adalah Aminah. Miris hatiku, tapi aku tak mesti

menangis.

Sampai detik ini Aminah belum menyadari

keberadaan gurunya. Dia masih terlihat asik dengan ponsel

pintarnya. Tapi bukan seseorang yang dihubunginya kali ini.

Sebuah earphone berbentuk hati melekat pada telinganya.

Irama musik mengalun-alunkan tubuhnya yang indah dan

penuh pesona. Mesti Jakarta panas, keteduhan irama lagu

membawanya dalam kantuk dan ketenangan jiwa.

“Bruuk...!”, Kemudian buku karyaku terjatuh persis di

sebelah kaki kiriku. Spontan aku membungkuk dan

mengambil buku Aminah yang merupakan buku karyaku.

Sebuah tulisan di halaman pertama terbaca oleh mataku

yang jail persis di bawah nama Siti Aminah. “Untuk

guruku, untuk pelitaku, untuk mataku, untuk terangku,

Maaf, Aminah tak bisa membacanya Pak, tapi Semoga...,

pulang nanti Bapak ada ongkos.

Wildan Fauzi M. Lahir di Bogor 7 Desember 1984. Aktivitas saat ini adalah sebagai dosen di Universitas Pakuan Bogor.

Page 49: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

48Online

49 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Sudah hampir satu jam kami bersama,

Aminah tak pernah tahu bahwa sosok yang

duduk disampinya bukanlah pria muda,

melainkan aku. Usiaku sudah senja hampir

enam puluh tahun. Aku bahkan sudah beruban,

mataku memerlukan kacamata untuk melihat

dengan jelas. Tubuhku pun dinaungi kerentaan.

Penyakit mudah sekali singgah di tubuh

kurusku. Mudah sekali aku lelah, sering kali aku

tak kuasa menahan takdir. Menjadi tua dan

terus bekerja sebenarnya bukan pilihanku.

Sore mulai nampak, Buku pertamaku

ada dalam pelukan Aminah. Aku nyaris

tercengang karena pikirku untuk apa dia

membelinya. Bukankah dia tak bisa membaca

karena buta? Ada beribu tanya dalam hatiku.

Padahal aku tak pernah memaksakan murid-

muridku untuk membeli buku karyaku.

Bagiku memaksakan kehendak adalah

kebodohan. Seperti bangsa ini yang selalu saja

dibodohi bangsa asing atau bangsanya sendiri.

Ketidak mampuanku memaksa murid-muridku

membuat ketidak-larisan bukuku. Hasilnya,

hanya satu buku yang terjual dan pembelinya

adalah Aminah. Miris hatiku, tapi aku tak mesti

menangis.

Sampai detik ini Aminah belum menyadari

keberadaan gurunya. Dia masih terlihat asik dengan ponsel

pintarnya. Tapi bukan seseorang yang dihubunginya kali ini.

Sebuah earphone berbentuk hati melekat pada telinganya.

Irama musik mengalun-alunkan tubuhnya yang indah dan

penuh pesona. Mesti Jakarta panas, keteduhan irama lagu

membawanya dalam kantuk dan ketenangan jiwa.

“Bruuk...!”, Kemudian buku karyaku terjatuh persis di

sebelah kaki kiriku. Spontan aku membungkuk dan

mengambil buku Aminah yang merupakan buku karyaku.

Sebuah tulisan di halaman pertama terbaca oleh mataku

yang jail persis di bawah nama Siti Aminah. “Untuk

guruku, untuk pelitaku, untuk mataku, untuk terangku,

Maaf, Aminah tak bisa membacanya Pak, tapi Semoga...,

pulang nanti Bapak ada ongkos.

Wildan Fauzi M. Lahir di Bogor 7 Desember 1984. Aktivitas saat ini adalah sebagai dosen di Universitas Pakuan Bogor.

Page 50: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

50Online

51 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Pasang Aksimu!

Kami sediakan space iklan (non iklan baris) murah di sini

hanya Rp. 150.000,-/satu halaman penuhuntuk edisi Desember 2012

silakan hubungi:08567360301 (Wahyu)085781187826 (Nunu) Atau pindai kode batang ini

AtapPutu Gede Pradipta

Bila hujan yang menjadikanmu pucatLangit muram selalu saja meratapAku bersedia tumpas sampai menguap

2010

Menguasai dahan juga rimbun awanBelum pasti adalah letak jawabanSampai hutan bersedia dikembalikan

2010

BurungPutu Gede Pradipta

Page 51: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

50Online

51 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Pasang Aksimu!

Kami sediakan space iklan (non iklan baris) murah di sini

hanya Rp. 150.000,-/satu halaman penuhuntuk edisi Desember 2012

silakan hubungi:08567360301 (Wahyu)085781187826 (Nunu) Atau pindai kode batang ini

AtapPutu Gede Pradipta

Bila hujan yang menjadikanmu pucatLangit muram selalu saja meratapAku bersedia tumpas sampai menguap

2010

Menguasai dahan juga rimbun awanBelum pasti adalah letak jawabanSampai hutan bersedia dikembalikan

2010

BurungPutu Gede Pradipta

Page 52: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

52Online

53 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

LautPutu Gede Pradipta

Siapa yang akan diabukan kembaliMelarutkanmu seorang diriBenar kau menangis sepanjang hari

2010

Jangan membuka kami yang pemalu di rakHarga-harga tetap memperjuangkan kamiDi mana uang mempunyai kemauan sendiri

2010

BukuPutu Gede Pradipta

Putu Gede Pradipta lahir di Denpasar, 18 Desember 1988. Mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Dwijendra Denpasar

Putu Gede Pradipta

Page 53: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

52Online

53 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

LautPutu Gede Pradipta

Siapa yang akan diabukan kembaliMelarutkanmu seorang diriBenar kau menangis sepanjang hari

2010

Jangan membuka kami yang pemalu di rakHarga-harga tetap memperjuangkan kamiDi mana uang mempunyai kemauan sendiri

2010

BukuPutu Gede Pradipta

Putu Gede Pradipta lahir di Denpasar, 18 Desember 1988. Mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Dwijendra Denpasar

Putu Gede Pradipta

Page 54: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

54Online

55 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Puncak Bulan Bahasa dan Sastra 2012 Kemendikbud

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan acara Puncak Bulan Bahasa

dan Sastra 2012 di Gedung Samudera, Rawamangun Jakarta, Selasa, (30/10).

Berbagai telah dilaksanakan selama satu bulan pada bulan Oktober 2012 ini,

mengangkat tema "Bahasa Indonesia Perekat Kerukunan Hidup

Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara".

Dalam sambutanya, Kepala Badan

Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,

Mahsun mengatakan, bahasa adalah sarana

komunikasi bagi masyarakat yang

menyepakatinya. Dengan dasar tersebut,

bahasa diidentifikasikan seperti organisme.

“Oleh karena itu bahasa memiliki arti yang

penting bagi kehidupan kita, karena Bahasa

I n d o n e s i a a d a l a h b a h a s a y a n g

mempersatukan kita" kata Mahsun.

Tujuan bulan bahasa dan sastra

2012 adalah menumbuhkembangkan

kecintaan masyarakat terhadap bahasa dan

sastra Indonesia. Hal itu mengingat bahwa

tatanan kehidupan global yang dihadapi saat

ini mengharuskan semua komponen

masyarakat untuk lebih memperkuat

kerukunan hidup bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara.

Page 55: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

54Online

55 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Puncak Bulan Bahasa dan Sastra 2012 Kemendikbud

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan acara Puncak Bulan Bahasa

dan Sastra 2012 di Gedung Samudera, Rawamangun Jakarta, Selasa, (30/10).

Berbagai telah dilaksanakan selama satu bulan pada bulan Oktober 2012 ini,

mengangkat tema "Bahasa Indonesia Perekat Kerukunan Hidup

Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara".

Dalam sambutanya, Kepala Badan

Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,

Mahsun mengatakan, bahasa adalah sarana

komunikasi bagi masyarakat yang

menyepakatinya. Dengan dasar tersebut,

bahasa diidentifikasikan seperti organisme.

“Oleh karena itu bahasa memiliki arti yang

penting bagi kehidupan kita, karena Bahasa

I n d o n e s i a a d a l a h b a h a s a y a n g

mempersatukan kita" kata Mahsun.

Tujuan bulan bahasa dan sastra

2012 adalah menumbuhkembangkan

kecintaan masyarakat terhadap bahasa dan

sastra Indonesia. Hal itu mengingat bahwa

tatanan kehidupan global yang dihadapi saat

ini mengharuskan semua komponen

masyarakat untuk lebih memperkuat

kerukunan hidup bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara.

Page 56: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

56

Ulasan

Online

57 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Online

47

Online

Ujung Senja

Sedikit ulasan untuk pembelajaran di sekolah

Mengenal Seni Oleh Wahyudimalamhari

Bulan bahasa dan sastra tahun ini

melibatkan siswa, mahasiswa, dan masyarakat

umum. Adapun kegiatan yang dilakukan

meliputi Pemberian Penghargaan Adibahasa,

penilaian penggunaan bahasa Indonesia di

media massa cetak (tingkat nasional), debat

bahasa antarmahasiswa se-Jabodetabek dan

Banten, pemilihan Duta Bahasa (tingkat

Nasional), parade mural cinta Bahasa

Indonesia, sayembara penulisan proposal

penelitian kebahasaan dan kesastraan ( tingkat

nasional), sayembara penulisan cerpen remaja

(tingkat nasional), lomba keterampilan

berbahasa Indonesia bagi peserta BIPA (

tingkat nasional), dan festival musikalisasi

puisi bagi siswa SLTA se-Jabodetabek.

Sumber: kemdiknas.go.id/kemdikbud

Page 57: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

56

Ulasan

Online

57 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Online

47

Online

Ujung Senja

Sedikit ulasan untuk pembelajaran di sekolah

Mengenal Seni Oleh Wahyudimalamhari

Bulan bahasa dan sastra tahun ini

melibatkan siswa, mahasiswa, dan masyarakat

umum. Adapun kegiatan yang dilakukan

meliputi Pemberian Penghargaan Adibahasa,

penilaian penggunaan bahasa Indonesia di

media massa cetak (tingkat nasional), debat

bahasa antarmahasiswa se-Jabodetabek dan

Banten, pemilihan Duta Bahasa (tingkat

Nasional), parade mural cinta Bahasa

Indonesia, sayembara penulisan proposal

penelitian kebahasaan dan kesastraan ( tingkat

nasional), sayembara penulisan cerpen remaja

(tingkat nasional), lomba keterampilan

berbahasa Indonesia bagi peserta BIPA (

tingkat nasional), dan festival musikalisasi

puisi bagi siswa SLTA se-Jabodetabek.

Sumber: kemdiknas.go.id/kemdikbud

Page 58: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

58Online

59 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Mengenal Seni

Wahyudimalamhari

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia

Seni atau kesenian merupakan bagian dari

kebudayaan. Yaitu gagasan manusia yang

diekspresikan melalui pola kelakuan tertentu

sehingga menghasilkan karya yang indah dan

bermakna. Bentuk kesenian adalah (1)

Pengetahuan, gagasan, nilai-nilai yang ada pada

pikiran manusia; (2) Pola kelakuan tertentu untuk

mewujudkan gagasan; (3) Hasil kelakuan yang

berupa karya seni.

Sebelum beranjak kepada materi seni lebih

lanjut. Baiknya kita mengenal sejarah kesenian

terlebih dahulu. Terutama mengenai sejarah

kesenian di Indonesia.

S e j a r a h k e s e n i a n I n d o n e s i a , d a l a m

perkembangan periodisasinya telah mengalami

berbagai kemajuan seiring dengan kompleksnya

kebudayaan itu sendiri yang cenderung melesat

tajam. Pada dasarnya, kesenian di Indonesia

mempunyai lima tahap periodisasi kronologis

yang juga mewakili tahapan kesenian lain yang

tidak termaktup di dalamnya. Sedangkan

periodisasi itu adalah:

Sumber gambar: Google Images Sumber gambar: Google Images

Page 59: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

58Online

59 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Mengenal Seni

Wahyudimalamhari

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia

Seni atau kesenian merupakan bagian dari

kebudayaan. Yaitu gagasan manusia yang

diekspresikan melalui pola kelakuan tertentu

sehingga menghasilkan karya yang indah dan

bermakna. Bentuk kesenian adalah (1)

Pengetahuan, gagasan, nilai-nilai yang ada pada

pikiran manusia; (2) Pola kelakuan tertentu untuk

mewujudkan gagasan; (3) Hasil kelakuan yang

berupa karya seni.

Sebelum beranjak kepada materi seni lebih

lanjut. Baiknya kita mengenal sejarah kesenian

terlebih dahulu. Terutama mengenai sejarah

kesenian di Indonesia.

S e j a r a h k e s e n i a n I n d o n e s i a , d a l a m

perkembangan periodisasinya telah mengalami

berbagai kemajuan seiring dengan kompleksnya

kebudayaan itu sendiri yang cenderung melesat

tajam. Pada dasarnya, kesenian di Indonesia

mempunyai lima tahap periodisasi kronologis

yang juga mewakili tahapan kesenian lain yang

tidak termaktup di dalamnya. Sedangkan

periodisasi itu adalah:

Sumber gambar: Google Images Sumber gambar: Google Images

Page 60: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

60Online

61 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

1. Masa Prasejarah

Pada masa ini dibagi menjadi empat masa; pertama,

Zaman Batu Tua (Paleolithic), dalam masa ini

peninggalan-peninggalan seni yang paling menonjol

adalah alat-alat batu yang dipecah secara kasar, seperti;

alat pemotong, penumbuk serta kapak. Kedua, Zaman

Batu Pertengahan (Mesolithic), karya seni yang penting

di jaman ini adalah; lukisan-lukisan pada dinding-

dingding batu terutama di bagian timur dari kepulauan.

Ketiga, Zaman Batu Baru/ Akhir (neolithic), peradaban

manusia yang telah mengenal pertanian dan kelautan

telah melahirkan alat-alat seni yang berupa; gerabah,

pembuatan kain dari kayu, pembentukan kayu dan batu

yang telah dikembangkan kemudian alat mata panah dari

batu, lumpang dan alu, beliung halus, hiasan dari kerang

dan biji binatang serta manik-manik.

Pada zaman Megalith peninggalan kebudayaan yang

cukup penting adalah; menhir peringatan, tempat duduk

nenek moyang, altar di atas diatas bangunan berundak,

peti dan sarkofagus serta patung-patung dan figur-figur

yang dipahat dari batu-batu monolith besar. Dan yang

terakhir Zaman Perunggu, peninggalan kesenian penting

yang telah diwariskan adalah; ketrampilan dasar nenek

moyang dalam peleburan logam serta pandai dalam

lahirnya berbagai pandal logam yang telah mewarnai

pada masa ini.

2. Masa Datangnya Hindu dan Budha

Masa yang mulai penuh warna. Mengapa?

Karena pada masa ini nusantara mulai berani

untuk bersentuhan dengan pelbagai dunia asing

yang masuk melalui pelabuhan-pelabuhan yang

tersebar di tanah air. Semisal dengan adanya

asimilasi serta adaptasi kebudayaan India.

Perkawinan antar pedagang pendatang dengan

peribumi atau warga asli telah melahirkan

sebuah kebudayaan maju nan komplek yang

mampu berbicara banyak pada masa itu.

Pun juga dengan pertukaran barang-barang

mineral dan logam sebagai tanda jasa baik alat

pembayaran karena barter masih menjadi opsi

mutlak ketika sistem uang belum banyak dikenal

oleh khayalak penduduk setempat. Pun juga

dengan menjamurnya berbagai patung-patung

Budha dalam berbagai dewa-dewa yang diyakini

dalam aliran kepercayaan mereka. Pendirian

candi-candi kemudian monumen-monumen,

batuan artefak.

Dan beragam pakaian serta perhiasan, senjata

alat instrumental, musik, tari-tarian serta tingkah

laku pendeta. Sedangkan pada bidang seni rupa;

bangunan candi pada dinding gerbang

pemendian seni.

Page 61: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

60Online

61 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

1. Masa Prasejarah

Pada masa ini dibagi menjadi empat masa; pertama,

Zaman Batu Tua (Paleolithic), dalam masa ini

peninggalan-peninggalan seni yang paling menonjol

adalah alat-alat batu yang dipecah secara kasar, seperti;

alat pemotong, penumbuk serta kapak. Kedua, Zaman

Batu Pertengahan (Mesolithic), karya seni yang penting

di jaman ini adalah; lukisan-lukisan pada dinding-

dingding batu terutama di bagian timur dari kepulauan.

Ketiga, Zaman Batu Baru/ Akhir (neolithic), peradaban

manusia yang telah mengenal pertanian dan kelautan

telah melahirkan alat-alat seni yang berupa; gerabah,

pembuatan kain dari kayu, pembentukan kayu dan batu

yang telah dikembangkan kemudian alat mata panah dari

batu, lumpang dan alu, beliung halus, hiasan dari kerang

dan biji binatang serta manik-manik.

Pada zaman Megalith peninggalan kebudayaan yang

cukup penting adalah; menhir peringatan, tempat duduk

nenek moyang, altar di atas diatas bangunan berundak,

peti dan sarkofagus serta patung-patung dan figur-figur

yang dipahat dari batu-batu monolith besar. Dan yang

terakhir Zaman Perunggu, peninggalan kesenian penting

yang telah diwariskan adalah; ketrampilan dasar nenek

moyang dalam peleburan logam serta pandai dalam

lahirnya berbagai pandal logam yang telah mewarnai

pada masa ini.

2. Masa Datangnya Hindu dan Budha

Masa yang mulai penuh warna. Mengapa?

Karena pada masa ini nusantara mulai berani

untuk bersentuhan dengan pelbagai dunia asing

yang masuk melalui pelabuhan-pelabuhan yang

tersebar di tanah air. Semisal dengan adanya

asimilasi serta adaptasi kebudayaan India.

Perkawinan antar pedagang pendatang dengan

peribumi atau warga asli telah melahirkan

sebuah kebudayaan maju nan komplek yang

mampu berbicara banyak pada masa itu.

Pun juga dengan pertukaran barang-barang

mineral dan logam sebagai tanda jasa baik alat

pembayaran karena barter masih menjadi opsi

mutlak ketika sistem uang belum banyak dikenal

oleh khayalak penduduk setempat. Pun juga

dengan menjamurnya berbagai patung-patung

Budha dalam berbagai dewa-dewa yang diyakini

dalam aliran kepercayaan mereka. Pendirian

candi-candi kemudian monumen-monumen,

batuan artefak.

Dan beragam pakaian serta perhiasan, senjata

alat instrumental, musik, tari-tarian serta tingkah

laku pendeta. Sedangkan pada bidang seni rupa;

bangunan candi pada dinding gerbang

pemendian seni.

Page 62: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

62Online

63 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

3. Masa Islam

Keajaan-kerajan Islam yang muncul pertama kai di Sumatra

telah memberi aroma lain pada perkembangan seni di

nusantara. Namun dalam hal ini perkembangan kesenian yang

terjadi di Indonesia lebih terfokus pada kesenian yang terjadi

pada masa Islamisasi di Jawa. Kita melihat bagaimana peran

yang sangat sentral dari sembilan wali yang telah mencoba

mengislamkan penduduk Jawa tak hanya dari segi religi

namun juga dalam kesenian. Ini dapat terlihat pada mulai

munculnya kesenian gamelan, wayang kulit/ orang dan

ketoprak yang tetap digemari hingga sekarang.

4. Masa Orang-orang Eropa

Bangsa-bangsa barat yang mulai merambah nusantara dari

Portugis hingga yang terakhir Jepang, telah meletakkan dasar

pemikiran keseniannya dalam perangai seni dan kesenian

hampir di segala sektor. Semisal Portugis yang hanya singgah

dalam beberapa tahun telah mampu dan sukses menularkan

tradisi musik keroncong hingga sekarang, meskipun dalam

awal penyusupannya hanya difokuskan di wilayah Indonesia

bagian timur. Kemudian bangsa Belanda yang mulai

menunggangi nusantara juga sngat getol dengan lukisan,

puisi, menggambar dan berbagai cinderamata yang diberikan

untuk raja-raja yang mau ikut tunduk kepada kebijakan

pemerintahan kolonial.

5. Masa Kemerdekaan

Indonesia yang telah merdeka mempunyai hak penuh dalam mengelola

keseniannya. Berbagai aliran seni telah lahir dan berkembang pada masa

ini. Pelukis-pelukis kenamaan dari Jawa dan Bali telah hadir dan

memberi warna segar dalam perkembangan seni di tanah air. Basuku

Abdullah, Afandi dalan seantero nama-nama orang besar dalam

perkembangan seni di nusantara.

Pun juga denga seni-seni yang lain yang tak kalah hebatnya mulai

merambah dalam berbagai sektor. Pertunjukan, drama, opera hingga

musik (dangdut) telah menjadi komoditi utama dalam menyerap masa

yang begitu getolnya mengkomsumsi aliran musik ini.

Namun tentu saja perkembangan musik ini tidak berhenti hingga ini saja.

Seiiring dengan berjalannya waktu perkembangan seni di nusantara tetap

akan hadir senafas dengan semakin kompleksnya masyarakat yang

begitu butuhnya akan keberadaan seni. Semakain tinggi tingakat

pemikiran mereka, maka semakin maju pula keingginan mereka untuk

mewujudkan seni yang mandiri, kompleks dan penuh inovasi.

Wahyudimalamhari adalah nama pena dari Wahyudi.

Lahir di Bogor, 5 April beberapa tahun lalu. Setelah

lulusan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia

jurusan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Pakuan

Bogor, ia melanjutkan studi di jurusan Administrasi

Pendidikan pada universitas yang sama, Saai ini

bekerja sebagai guru mata pelajaran Bahasa dan

Sastra Indonesia di SMK Binantara dan PT. Bintang

Pelajar juga mengajar Seni dan Budaya di SMK Annisa.

Page 63: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

62Online

63 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

3. Masa Islam

Keajaan-kerajan Islam yang muncul pertama kai di Sumatra

telah memberi aroma lain pada perkembangan seni di

nusantara. Namun dalam hal ini perkembangan kesenian yang

terjadi di Indonesia lebih terfokus pada kesenian yang terjadi

pada masa Islamisasi di Jawa. Kita melihat bagaimana peran

yang sangat sentral dari sembilan wali yang telah mencoba

mengislamkan penduduk Jawa tak hanya dari segi religi

namun juga dalam kesenian. Ini dapat terlihat pada mulai

munculnya kesenian gamelan, wayang kulit/ orang dan

ketoprak yang tetap digemari hingga sekarang.

4. Masa Orang-orang Eropa

Bangsa-bangsa barat yang mulai merambah nusantara dari

Portugis hingga yang terakhir Jepang, telah meletakkan dasar

pemikiran keseniannya dalam perangai seni dan kesenian

hampir di segala sektor. Semisal Portugis yang hanya singgah

dalam beberapa tahun telah mampu dan sukses menularkan

tradisi musik keroncong hingga sekarang, meskipun dalam

awal penyusupannya hanya difokuskan di wilayah Indonesia

bagian timur. Kemudian bangsa Belanda yang mulai

menunggangi nusantara juga sngat getol dengan lukisan,

puisi, menggambar dan berbagai cinderamata yang diberikan

untuk raja-raja yang mau ikut tunduk kepada kebijakan

pemerintahan kolonial.

5. Masa Kemerdekaan

Indonesia yang telah merdeka mempunyai hak penuh dalam mengelola

keseniannya. Berbagai aliran seni telah lahir dan berkembang pada masa

ini. Pelukis-pelukis kenamaan dari Jawa dan Bali telah hadir dan

memberi warna segar dalam perkembangan seni di tanah air. Basuku

Abdullah, Afandi dalan seantero nama-nama orang besar dalam

perkembangan seni di nusantara.

Pun juga denga seni-seni yang lain yang tak kalah hebatnya mulai

merambah dalam berbagai sektor. Pertunjukan, drama, opera hingga

musik (dangdut) telah menjadi komoditi utama dalam menyerap masa

yang begitu getolnya mengkomsumsi aliran musik ini.

Namun tentu saja perkembangan musik ini tidak berhenti hingga ini saja.

Seiiring dengan berjalannya waktu perkembangan seni di nusantara tetap

akan hadir senafas dengan semakin kompleksnya masyarakat yang

begitu butuhnya akan keberadaan seni. Semakain tinggi tingakat

pemikiran mereka, maka semakin maju pula keingginan mereka untuk

mewujudkan seni yang mandiri, kompleks dan penuh inovasi.

Wahyudimalamhari adalah nama pena dari Wahyudi.

Lahir di Bogor, 5 April beberapa tahun lalu. Setelah

lulusan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia

jurusan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Pakuan

Bogor, ia melanjutkan studi di jurusan Administrasi

Pendidikan pada universitas yang sama, Saai ini

bekerja sebagai guru mata pelajaran Bahasa dan

Sastra Indonesia di SMK Binantara dan PT. Bintang

Pelajar juga mengajar Seni dan Budaya di SMK Annisa.

Page 64: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

64Online

65 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Malam Sastra Bulan Purnama #2

Kamis 10 november 2011, bertempat di

pendopo Tembi Rumah Budaya, Malam Sastra

Bulan Purnama #2 (MSBP) dilangsungkan. Tema

MSBP #2 adalah “Membuka Hati Membaca

Puisi”. Acara yang diselenggarakan setiap malam

bulan purnama, untuk kali ini memilih para

penyair wanita untuk membacakan puisi-puisinya.

Acara dimulai pukul 20.10 WIB, terlambat 40 menit dari

yang dijadwalkan. Acara dibawakan oleh Ons Untoro yang juga

selaku direktur Tembi Rumah Budaya. Dalam pengantarnya, Ons

mengatakan bahwa acara Malam Sastra Bulan Purnama kali ini

sengaja diselenggarakan di pendopo Tembi Rumah Budaya, bukan di

amphiteater seperti MSBP sebelumnya untuk mengantisipasi hujan.

“Kalau hujan, penyairnya bisa lari, tapi alat-alat (soundsystem) nya

tidak,” jelas Ons Untoro.

MBPS #2 dibagi menjadi 3 sesi, sesi pembacaan puisi,

musikalisi puisi, dan ditutup dengan sesi spontanitas. Dalam sesi

pembacaan puisi, ada 12 penyair wanita dari 15 penyair yang

dijadwalkan hadir memeriahkan acara. Kedua belas penyair ini

membacakan puisi ciptaan mereka sendiri.

Adalah Eko Purwati, seorang sastrawan yang aktif pada

tahun 80-an yang mendapat giliran pertama membacakan empat

puisinya: Ini Hariku, Sajak Mimpiku, Sajak Malamku dan Maafkan

Aku. Disusul kemudian Ririe Rengganis, penyair asal Surabaya yang

membacakan tiga puisi, yaitu Pada Lorong Rumahmu, Musim Gugur

di Beranda dan Terimakasih untuk Opah. Yang ketiga, Diah Ayu,

penyair asal Solo, membacakan Senandung Malam, Terpenjara, dan

Jiwa Merapuh. Selanjutnya secara bergiliran ada Retno Iswandari,

mahasiswi Magister Ilmu Sastra Universitas Gadjah Mada membaca

dua puisi: Riwayat Dosadan Merah Hidup dan Merah Waktu (Pada

Iwan Simatupang), dan Okti Muktini yang membacakan satu

puisinya berjudul Pahlawan Devisa.

Sumber gambar: mediasastra.com

Page 65: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

64Online

65 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Malam Sastra Bulan Purnama #2

Kamis 10 november 2011, bertempat di

pendopo Tembi Rumah Budaya, Malam Sastra

Bulan Purnama #2 (MSBP) dilangsungkan. Tema

MSBP #2 adalah “Membuka Hati Membaca

Puisi”. Acara yang diselenggarakan setiap malam

bulan purnama, untuk kali ini memilih para

penyair wanita untuk membacakan puisi-puisinya.

Acara dimulai pukul 20.10 WIB, terlambat 40 menit dari

yang dijadwalkan. Acara dibawakan oleh Ons Untoro yang juga

selaku direktur Tembi Rumah Budaya. Dalam pengantarnya, Ons

mengatakan bahwa acara Malam Sastra Bulan Purnama kali ini

sengaja diselenggarakan di pendopo Tembi Rumah Budaya, bukan di

amphiteater seperti MSBP sebelumnya untuk mengantisipasi hujan.

“Kalau hujan, penyairnya bisa lari, tapi alat-alat (soundsystem) nya

tidak,” jelas Ons Untoro.

MBPS #2 dibagi menjadi 3 sesi, sesi pembacaan puisi,

musikalisi puisi, dan ditutup dengan sesi spontanitas. Dalam sesi

pembacaan puisi, ada 12 penyair wanita dari 15 penyair yang

dijadwalkan hadir memeriahkan acara. Kedua belas penyair ini

membacakan puisi ciptaan mereka sendiri.

Adalah Eko Purwati, seorang sastrawan yang aktif pada

tahun 80-an yang mendapat giliran pertama membacakan empat

puisinya: Ini Hariku, Sajak Mimpiku, Sajak Malamku dan Maafkan

Aku. Disusul kemudian Ririe Rengganis, penyair asal Surabaya yang

membacakan tiga puisi, yaitu Pada Lorong Rumahmu, Musim Gugur

di Beranda dan Terimakasih untuk Opah. Yang ketiga, Diah Ayu,

penyair asal Solo, membacakan Senandung Malam, Terpenjara, dan

Jiwa Merapuh. Selanjutnya secara bergiliran ada Retno Iswandari,

mahasiswi Magister Ilmu Sastra Universitas Gadjah Mada membaca

dua puisi: Riwayat Dosadan Merah Hidup dan Merah Waktu (Pada

Iwan Simatupang), dan Okti Muktini yang membacakan satu

puisinya berjudul Pahlawan Devisa.

Sumber gambar: mediasastra.com

Page 66: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

66Online

67 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Usai selingan musikalisasi puisi Andaikan Aku Jadi Hujan yang

dibawakan oleh Budhi Wiryawan, pembacaan puisi dilanjutkan oleh Umi

Kulsum dengan puisinya, Kapal Retak dan Mengingatmu. Lalu disusul oleh

Mutia sukma, penyair termuda diantara penyair yang hadir malam itu

membaca 3 puisinya:Firman, Sumpah, dan Usaha Mengenang dan

Herlinatiens, novelis yang membaca 3 puisi (yang ia sebut dengan catatan-

catatan facebooknya) yaitu Lohgawe, Mata Hujan, dan Berlarian dalam

Hujan. Selanjutnya Abidah El Khalieqy, mendeklamasikan nukilan novelnya

yang terkenal Perempuan Berkalung Sorban. Dan yang terakhir adalah

Naomi Srikandi, aktor dan sutradara teater dengan puisinya: Ulang Tahun

Superman,AH!, dan Sundal.

Usai Naomi membacakan puisinya, Ons Untoro

membuka sesi spontanitas. Beberapa hadirin yang

datang saat itu pun ikut unjuk kebolehan dengan

membaca puisi mereka masing-masing. Diantaranya,

Septiana dengan puisinya yang berjudul Senja di

Parangtritis, Farukh HT dengan puisinya, Rindu.

Adapula seorang tamu dari Difabel community dengan

musikalisasi puisinya Nota Kesepahaman. Selain itu

ada pula Slamet Riyadi dari PSK (Persada Studi Klub)

dengan puisinya yang berjudul Mengenang Toto

Sudarto Bachtiar. Acara MSBP #2 ditutup dengan

musikalisasi puisi oleh Ikun Sri Kuncoro dan paripurna

pada pukul 22.00 WIB.

Sumber: mediasastra.com

Sumber gambar: mediasastra.com

Page 67: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

66Online

67 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Usai selingan musikalisasi puisi Andaikan Aku Jadi Hujan yang

dibawakan oleh Budhi Wiryawan, pembacaan puisi dilanjutkan oleh Umi

Kulsum dengan puisinya, Kapal Retak dan Mengingatmu. Lalu disusul oleh

Mutia sukma, penyair termuda diantara penyair yang hadir malam itu

membaca 3 puisinya:Firman, Sumpah, dan Usaha Mengenang dan

Herlinatiens, novelis yang membaca 3 puisi (yang ia sebut dengan catatan-

catatan facebooknya) yaitu Lohgawe, Mata Hujan, dan Berlarian dalam

Hujan. Selanjutnya Abidah El Khalieqy, mendeklamasikan nukilan novelnya

yang terkenal Perempuan Berkalung Sorban. Dan yang terakhir adalah

Naomi Srikandi, aktor dan sutradara teater dengan puisinya: Ulang Tahun

Superman,AH!, dan Sundal.

Usai Naomi membacakan puisinya, Ons Untoro

membuka sesi spontanitas. Beberapa hadirin yang

datang saat itu pun ikut unjuk kebolehan dengan

membaca puisi mereka masing-masing. Diantaranya,

Septiana dengan puisinya yang berjudul Senja di

Parangtritis, Farukh HT dengan puisinya, Rindu.

Adapula seorang tamu dari Difabel community dengan

musikalisasi puisinya Nota Kesepahaman. Selain itu

ada pula Slamet Riyadi dari PSK (Persada Studi Klub)

dengan puisinya yang berjudul Mengenang Toto

Sudarto Bachtiar. Acara MSBP #2 ditutup dengan

musikalisasi puisi oleh Ikun Sri Kuncoro dan paripurna

pada pukul 22.00 WIB.

Sumber: mediasastra.com

Sumber gambar: mediasastra.com

Page 68: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

68Online

69 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Kami juga mengundang semua pembaca untuk mengirimkan karya, liputan kegiatan, komunitas sastra/budaya

(regional/kampus/sekolah), pengajuan pemasangan Iklan Pustaka Budaya maupun Iklan Umum Komersil melalui surel ke

[email protected], atau pesan pada https://www.facebook.com/kopisastra

Kami mengundang semua pembaca

Online

untuk memberi kritik dan saran

agar kami bisa lebih baik

Sebagai upaya melestarikan Majalah Online Kopi Sastra, kami pun mengundang para pembaca untuk turut serta membantu kami dengan

berdonasi kepada Majalah Online Kopi Sastra.

D o n a s iKlik!

REKOMENDASIJudul: Aku Jalak Bukan JablayPenulis : Aira Miranty DewiPenerbit: Gramedia Pustaka UtamaTerbit: 2012

Tidak mudah jadi orangtua tunggal. Masyarakat memandang sinis status janda (single parent). Kenapa jadi janda disebut aib, apalagi kalau si janda ini cantik dan merawat diri?

Novel ini menjawab pandangan itu berdasarkan kisah nyata yang pernah dialami oleh Aira Miranti Dewi. Ia sudah 14 tahun menjadi orangtua mandiri (single parent) bagi kedua anaknya.

Judul: Wali SangaPenulis: Damar ShashangkaPenerbit : DolphinTerbit : Oktober 2012

Ketika Majapahit hancur oleh serangan Dêmak pada tahun 1478, tanah Jawa penuh dengan pergolakan. Masa itu adalah masa penyebaran Islam secara besar-besaran. Majelis Wali Sanga, selaku wadah besar para ulama, didukung pemerintahan Islam di pesisir utara, mulai merambah ranah politik. Bahkan Sunan Giri menitahkan pembakaran lontar-lontar agama leluhur, Siwa Budha, yang masih banyak disimpan penduduk Jawa. Karena merasa ulama seharusnya hanya berperan sebagai pencerah dan pembimbing pemerintah dan masyarakat, Syekh Siti Jênar menyatakan diri keluar dari Majelis Wali Sanga. Para ulama di Jawa pun di ambang perpecahan.

Page 69: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5

Edisi 5 / Thn. I / November 2012Online

68Online

69 Edisi 5 / Thn. I / November 2012

Kami juga mengundang semua pembaca untuk mengirimkan karya, liputan kegiatan, komunitas sastra/budaya

(regional/kampus/sekolah), pengajuan pemasangan Iklan Pustaka Budaya maupun Iklan Umum Komersil melalui surel ke

[email protected], atau pesan pada https://www.facebook.com/kopisastra

Kami mengundang semua pembaca

Online

untuk memberi kritik dan saran

agar kami bisa lebih baik

Sebagai upaya melestarikan Majalah Online Kopi Sastra, kami pun mengundang para pembaca untuk turut serta membantu kami dengan

berdonasi kepada Majalah Online Kopi Sastra.

D o n a s iKlik!

REKOMENDASIJudul: Aku Jalak Bukan JablayPenulis : Aira Miranty DewiPenerbit: Gramedia Pustaka UtamaTerbit: 2012

Tidak mudah jadi orangtua tunggal. Masyarakat memandang sinis status janda (single parent). Kenapa jadi janda disebut aib, apalagi kalau si janda ini cantik dan merawat diri?

Novel ini menjawab pandangan itu berdasarkan kisah nyata yang pernah dialami oleh Aira Miranti Dewi. Ia sudah 14 tahun menjadi orangtua mandiri (single parent) bagi kedua anaknya.

Judul: Wali SangaPenulis: Damar ShashangkaPenerbit : DolphinTerbit : Oktober 2012

Ketika Majapahit hancur oleh serangan Dêmak pada tahun 1478, tanah Jawa penuh dengan pergolakan. Masa itu adalah masa penyebaran Islam secara besar-besaran. Majelis Wali Sanga, selaku wadah besar para ulama, didukung pemerintahan Islam di pesisir utara, mulai merambah ranah politik. Bahkan Sunan Giri menitahkan pembakaran lontar-lontar agama leluhur, Siwa Budha, yang masih banyak disimpan penduduk Jawa. Karena merasa ulama seharusnya hanya berperan sebagai pencerah dan pembimbing pemerintah dan masyarakat, Syekh Siti Jênar menyatakan diri keluar dari Majelis Wali Sanga. Para ulama di Jawa pun di ambang perpecahan.

Page 70: Majalah Online Kopi Sastra Edisi 5