Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011
Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011
Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011
VALUASI EKONOMI AIR BERSIH DI KOTA SURABAYA
Deni KusumawardaniFakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga
ABSTRAK
Air bersih merupakan salah satu sumber daya paling penting dan juga merupakan masalah serius yangdihadapi oleh sebagian besar kota-kota besar di Indonesia. Masalahnya menyebabkan konsekuensi ekonomiyang sangat besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ekonomi air bersih di Kota Surabaya,salah satu kota besar di Indonesia dan juga ibukota Jawa Timur. Penilaian terbatas pada sektor rumahtangga. Sebenarnya, ada beberapa metode untuk memperkirakan nilai ekonomi air bersih. Namun, makalahini memperkenalkan dua metode: harga pasar dan biaya pencegahan. Metode pertama digunakan untuknilai nilai ekonomi air bersih dari aspek kuantitas, dan yang kedua digunakan untuk nilai dari aspekkualitas. Metode-metode penilaian hasil nilai ekonomi air bersih di Surabaya adalah sebesar Rp 430 M.
Keywords: air bersih, biaya preventif.
ABSTRACT
Clean water is one of the most critical resources and also a serious problem encountered by most of bigcities in Indonesia. The problem leads to highly economic consequence. This paper aim is to valueeconomically clean water in Surabaya city, one of the big cities in Indonesia and also a capital of east java.The valuation is limited to household sector. Actually, there several methods to estimate the economic valueof clean water. However, this paper introduces two methods: market price and preventive cost. The firstmethod is used to value the economic value of clean water from a quantity aspect, and the second one isused to value from quality aspect. These valuation methods result the economic value of clean water inSurabaya is Rp 430.1 billion.
Keywords: clean water, preventive cost.
1. PENDAHULUAN
Surabaya merupakan salah satu kota besar, bahkanterbesar kedua setelah Jakarta, di Indonesia yangmenghadapi masalah air bersih yang hampir samadengan kotakota besar lainnya. Dengan jumlahpenduduk sekitar 2,9 juta jiwa (BPS, 2008),kebutuhan air bersih di Surabaya sangat besar danselalu meningkat. Sekitar 85 persen (BPS, 2007)kebutuhan air bersih tersebut dipenuhi oleh airPDAM, baik melalui pipa (berlangganan) maupunnonpipa (eceran), sedangkan sisanyamemanfaatkan air sumur dan sumbersumber lain.
Sebagaimana fenomena umum yang terjadi di kotakota besar, Surabaya menghadapi masalah air bersih
yang cukup serius, baik dari aspek kuantitas maupun
aspek kualitas. Dari segi kuantitas, Perum Jasa Tirta(2007) memprediksi pada tahun 2025 Surabaya
akan mengalami defisit air bersih. Pada tahuntersebut penduduk Surabaya akan mencapai lebih
dari 3,04 juta jiwa dengan kebutuhan air bersihmencapai 47,05 meter kubik per detik. Di sisi lain
ketersediaan air bersih hanya mencapai 39,62 meterkubik per detik, sehingga akan terjadi defisit air
bersih sebesar 7,43 meter kubik per detik. Dariaspek kualitas, walaupun air produksi PDAM telah
memenuhi standar kualitas air minum sesuai denganKepmenkes 907/2002, namun kualitas yang sama
- 216 -
Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011
tidak sampai ke tingkat pelanggan yang disebabkanoleh banyak faktor, salah satunya kebocoran pipa.
Sekitar 96 persen air baku PDAM Kota Surabayadipasok dari Kali Surabaya. Berbagai studimenyimpulkan bahwa Kali Surabaya telahmengalami pencemaran berat (Perum Jasa Tirta,1999; ECOTON, 2002; dan Rini, 2008), sehinggatidak layak dijadikan sebagai air baku PDAM, yaitukualitas Kelas 1 menurut Peraturan PemerintahNomor 82 Tahun 2001 – PP 82/2001 – TentangPengelolaan Kualitas Air dan PengendalianPencemaran Air. Kondisi tersebut membawakonsekuensi berat bagi PDAM yang berkewajibanuntuk menyediakan air bersih kepada pendudukKota Surabaya dengan kualitas yang memadai.
Masalah air bersih dan pencemaran tersebut padaakhirnya menimbulkan dampak ekonomi yang besaryang harus ditanggung oleh masyarakat sebagaikonsumen akhir. Dari sudut pandang ekonomi,fenomena tersebut mengindikasikan bahwa dewasaini air bersih bukan lagi merupakan ‘barang bebas’(‘free good’), tetapi sudah menjadi barang ekonomi(economic good), sehingga untuk memperolehnyadiperlukan pengorbanan. BPS (2007) melaporkansekitar 98,5 persen rumah tangga di Surabayamemperoleh air bersih untuk kebutuhan minum
dengan cara membeli. Kondisi yang bertolakbelakang terjadi di kotakota kecil yang sebagianbesar penduduknya memperoleh air bersih secaragratis. Sebagai contoh di Kabupaten Trenggalek, 96persen rumah tangga memperoleh air bersih dengantidak membeli dan hanya 4 persen yangmemperolehnya dengan cara membeli. Datatersebut menunjukkan bahwa di Surabaya, dan kotakota besar lain pada umumnya, air bersih telahmenjadi barang ekonomi yang mempunyai nilaiekonomi yang tinggi.
Konsep air sebagai barang ekonomi merupakansalah satu prinsip dasar dari pengelolaan air, selainkeadilan (equity) dan keberlanjutan lingkungan(environmental sustainability) sebagaimanadinyatakan dalam World Summit on SustainableDevelopment di Johannesburg tahun 2002 dan ThirdWorld Water Forum di Tokyo tahun 2003 (Langedan Hassan, 2006). Oleh karena itu, valuasiekonomi terhadap air bersih mempunyai perananpenting dalam memberikan informasi tentang nilaiair bersih yang sangat berguna untuk perencanaanstrategis pengelolaan air bersih yang lebih baik.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukanvaluasi ekonomi air bersih di Kota Surabaya. Dalampenelitian ini, air bersih dibatasi hanya pada airPDAM yang dikonsumsi oleh sektor rumah tangga.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian dan Standar Kualitas Air Bersih
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416Tahun 1990 – Permenkes 416/1990 – TentangSyaratSyarat dan Pengawasan Kualitas Air, airbersih adalah air yang digunakan untuk keperluanseharihari yang kualitasnya memenuhi syaratkesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak,sedangkan air minum adalah air yang kualitasnyamemenuhi syarat kesehatan dan dapat langsungdiminum. Sementara itu, pengertian air minummenurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907Tahun 2002 – Kepmenkes 907/ 2002 – TentangSyaratSyarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum,adalah air yang melalui proses pengolahan atautanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat
kesehatan dan dapat langsung diminum. Jenis airminum tersebut meliputi:
(1) Air yang didistribusikan melalui pipa untukkeperluan rumah tangga;
(2) Air yang didistribusikan melalui tangki air;
(3) Air kemasan;
(4) Air yang digunakan untuk produksi bahanmakanan dan minuman yang disajikan kepadamasyarakat; yang harus memenuhi syaratkesehatan air minum.
Alasan kesehatan merupakan dasar bagi penentuanstandar kualitas air bersih dan air minum. Standarkualitas tersebut ditunjukkan oleh parameter kualitasair, yaitu fisika, kimia, mikrobiologi atau
- 217 -
Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011
bakteriologi, dan radiologi. Adapun perbedaanantara air bersih dan air minum terletak pada batasmaksimum yang diperbolehkan dari setiapparameter kualitas air tersebut. Sebagai batasanoperasional, dapat dikatakan bahwa air bersih adalahair yang memenuhi persyaratan kualitas untukpenyediaan air minum.
Parameter mikrobiologi mendapatkan prioritasutama dalam penilaian kualitas air karena gangguankesehatan yang ditimbulkan oleh kontaminasimikrobiologis dalam air minum terjadi dalam waktuyang relatif lebih pendek dibandingkan dengankontaminasi kimiawi. Kontaminasi mikrobiologisdalam air minum mempunyai kontribusi terbesarterhadap munculnya penyakit bawaan air(waterborne disease), baik di negaranegara majumaupun negaranegara berkembang, terutama didaerah perkotaan (Thompson, et al., 2001; WHO,2008).
Dibandingkan dengan parameter mikrobiologi,parameter kimia mendapat prioritas perhatian yangrelatif lebih rendah karena dampak kesehatan darikontaminasi kimiawi dalam air minum padaumumnya dirasakan dalam jangka panjang, bahkanmencapai tahunan. Namun demikian, kontaminasikimiawi dalam air minum dapat menimbulkandampak yang serius terhadap kesehatan, berupapenyakit kronis bahkan sampai dengan kematian(Thompson et al., 2001).
Kebutuhan Air Bersih
Kebutuhan air bersih selalu meningkat seiringdengan meningkatnya jumlah penduduk. Namununtuk menaksir secara pasti total kebutuhan airbersih sulit dilakukan karena banyak faktor yangharus dipertimbangkan, diantaranya adalahmeningkatnya keberagaman kegiatan dan peradabanpenduduk (Dumairy, 1992). Berdasarkan tujuanpenggunaannya, pada dasarnya kebutuhan air bersihdapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitukebutuhan domestik dan kebutuhan nondomestik.Kebutuhan domestik digunakan untuk menunjangkegiatan seharihari atau rumah tangga, sepertimencuci, mandi, memasak, minum, dan lainlain.White, et al. (1972) membagi kebutuhan air untuktujuan ini ke dalam tiga kategori, yaitu: (1)
konsumsi, seperti minum dan memasak; (2)kesehatan/higiene, meliputi kebutuhan dasar untukindividu dan kebersihan rumah tangga; dan (3)penggunaan untuk tujuan kesenangan (amenity use),seperti mencuci mobil dan menyiram tanaman.Thompson, et al. (2001) menambahkan kategorikeempat, yaitu penggunaan produktif (productiveuse), seperti konstruksi, usaha hortikultura, dan lainlain.
Kebutuhan nondomestik digunakan untuk beberapajenis kegiatan, yaitu: institusional; komersial;industri; dan fasilitas umum. Kebutuhaninstitusional meliputi kegiatan perkantoran, sekolah,rumah sakit, dan lainlain. Kebutuhan komersialterdiri dari pertokoan, hotel, restoran, dan lainlain.Kebutuhan industri biasanya digunakan sebagaifaktor produksi. Kebutuhan untuk fasilitas umumdigunakan untuk kepentingan publik, seperti tempatrekreasi, ibadah, pasar, terminal, dan lainlain.
Kebutuhan domestik air bersih berbeda antara satudaerah dengan daerah lainnya, yang disebabkan olehbeberapa faktor. Pertama, iklim. Penduduk di daerahpanas membutuhkan air lebih banyak daripadapenduduk di daerah dingin atau pada saat musimkemarau kebutuhan air lebih banyak dibandingkandengan musim hujan (Linsley dan Sasongko, 1996).Kedua, karakteristik penduduk. Kebutuhan air lebihbesar bagi penduduk dengan kondisi sosialekonomi(tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan lainlain) yang lebih baik (Schefter, 1990; Usman, 2003).Ketiga, tingkat kemajuan daerah. Kebutuhan air didaerah maju atau di perkotaan biasanya lebih besardaripada di daerah yang kurang maju atau diperdesaan. Sementara itu, besarnya konsumsi airuntuk rumah tangga sendiri bervariasi, bergantungdari jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan,kebiasaan, karakteristik ketersediaan air, harga air,kualitas air, dan iklim (Linsley dan Sasongko, 1996;White, 1972).Kebutuhan air bersih untuk sektor domestik diperkotaan sangat besar dan terus meningkat seiringdengan bertambahnya jumlah penduduk. Hasilsurvey yang dilakukan oleh Direktorat Jendral CiptaKarya (1994) menunjukkan pemakaian air rataratarumah tangga di perkotaan di Indonesia sebanyak144 liter per kapita per hari, melebihi kebutuhan
- 218 -
Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011
pokok minimal pemakaian air sebanyak 121 literper kapita per hari. Martopo (1984) yangmembandingkan kebutuhan air di perkotaan dan diperdesaan menyebutkan bahwa kebutuhan air diperkotaan ratarata 103 liter per kapita per harisedangkan di perdesaan 68 liter per kapita per hari.
Kerangka Teoritis: Valuasi Ekonomi
Nilai Ekonomi Air
Seperti barang dan jasa lingkungan lainnya, nilaiair diturunkan dari arti penting dan kontribusi airbagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Nilai airdapat diidentifikasi dari peranan air yang meliputi:
(1) Sumber kehidupan (physiological need) bagiseluruh makhluk hidup, terutama manusia(provisioning services);
(2) Memberikan manfaat tidak langsung sebagaiinput antara (intermediate input) dalam prosesproduksi, terutama untuk sektor pertanian(irigasi) dan industri, serta menjaga fungsi danproses ekologi; dan
(3) Digunakan untuk tujuan rekreasi, estetika,sosial, dan keagamaan (cultural services). Darisudut pandang ekonomi, peranan air tersebutdapat diringkas menjadi tiga jenis, yaitu sebagai:barang akhir untuk konsumi; input antara untukproduksi; dan penyedia jasa lingkungan danekosistem (Lange dan Hassan, 2006).
Air merupakan komoditas khusus yang mempunyaidua karakteristik yang menghambat terselenggaranya pasar persaingan (competitive market),sehingga harga pasar air tidak mencerminkan nilaiekonomi air. Pertama, air adalah komoditas dasaruntuk kehidupan sehingga nilainya tak terhingga.Kedua, penawaran air bersifat monopoli alamiah(natural monopoly) dengan alasan economies ofscale. Dengan dua karakteristik tersebut, maka hakkepemilikan (property right) yang menjadi dasaruntuk bekerjanya pasar persaingan sulit untukdidefinisikan. Berdasarkan fakta tersebut, kebijakanpenggunaan air yang efisien secara ekonomiseharusnya melibatkan penetapan hak kepemilikan,penciptaan pasar air, pajak polusi dan deplesi air,serta insentif untuk konservasi air (Lange danHassan, 2006).
Estimasi nilai ekonomi total (total economic value)air seharusnya melibatkan semua nilai, baik nilaiguna (use value) maupun nilai bukan guna (non-use value). Nilai guna langsung dari air merujukpada penggunaan air untuk menunjang kehidupandan aktivitas ekonomi manusia, sedangkan nilaiguna tidak langsung terkait dengan fungsi air sebagaisuatu ekosistem. Nilai pilihan (option value)merupakan nilai untuk mempertahankan nilai airyang akan digunakan di waktu yang akan datang,baik secara langsung maupun tidak langsung.Sementara itu, nilai bukan guna meliputi nilaipengetahuan tentang ketersediaan air untuk generasimendatang (bequest value) dan nilai intrinsik dariekosistem air (existence value).
Teknik Valuasi
Pada umumnya, terutama di negaranegaraberkembang, barang dan jasa air t idakdiperdagangkan di pasar atau kondisi pasar tidaksempurna, sehingga tidak tersedia informasi yangmemadai untuk menentukan fungsi permintaan airdan menghitung nilai ekonomi total dan marjinal.Dalam kondisi tersebut, valuasi ekonomi denganpendekatan berbasis biaya (cost-based approach)relatif lebih mudah daripada pendekatan berbasismanfaat (benefit-based approach) (Lange danHassan, 2006). Berdasarkan spesifikasi dari masingmasing metode valuasi, maka ada beberapa metodeyang relevan digunakan untuk mengestimasi nilaiair bersih, yaitu: metode biaya pencegahan danmetode biaya penggantian/pemulihan.
Metode biaya pencegahan (preventive cost)mempunyai beberapa istilah lain, yaitu: pengeluaranpencegahan (preventive expenditure) (Dixon, et al.,1988; Field dan Olewiler, 2002); pengeluaran/perilaku mitigasi (mitigation expenditurebehaviour) (Barton, 1994; Field dan Olewiler,2002); pengeluaran untuk bertahan (defensiveexpenditure) (Barton, 1994); biaya pemeliharaan(maintenance cost) (Lange dan Hassan, 2006); danbiaya kerusakan yang dihindari (damage costavoided) (King dan Mazzotta, 2000). Semua istilahtersebut mempunyai arti yang kurang lebih sama,yaitu biaya atau pengeluaran untuk menghindaridampak negatif atau hilangnya manfaat akibat dari
- 219 -
Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011
degradasi lingkungan, contoh pembangunanteknologi pengendali banjir. Biaya tersebutmerupakan estimasi minimum nilai kualitaslingkungan, yang diukur dari kehilangan potensinilai guna atau nilai bukan guna sebelum degradasilingkungan terjadi.
Menurut Lange dan Hassan (2006), pendekatanpengeluaran pencegahan/ pemeliharaan (preventive/maintence expenditure) terdiri dari tiga jenismetode, yaitu; biaya penyesuaian struktrural(structural adjustment cost); biaya pengurangan(abatement cost); dan biaya pemulihan (restorationcost). Biaya penyesuaian struktural adalah biayayang dikeluarkan untuk merestrukturisasi kegiatanekonomi (pola produksi dan konsumsi) agar dapatmenurunkan tingkat pencemaran air atau degradasilingkungan lainnya pada tingkat kualitas tertentu.Penerapan metode ini membutuhkan pemodelanekonomi yang rumit. Metode biaya penguranganmengukur biaya penerapan teknologi untukmencegah terjadinya pencemaran air, sedangkanmetode biaya pemulihan mengukur biaya pemulihanair sampai pada tingkat yang dapat diterima.Diantara ketiga metode tersebut, metode biayapengurangan (abatement cost) paling banyakdigunakan.
Sementara itu, metode biaya penggantian(replacement cost) serupa dengan metode biayapreventif tetapi biaya tersebut dikeluarkan setelahdegradasi lingkungan terjadi dengan tujuan untukmengembalikan kualitas lingkungan pada kondisiawal. Metode ini bersifat obyektif karena mengukurbiaya nyata (true cost) yang dikeluarkan setelah
terjadinya degradasi lingkungan, bukan lagimerupakan potensi kerusakan seperti pada metodebiaya pencegahan. Penerapan metode penggantiansangat sederhana untuk kasus kerusakan aset fisikseperti jembatan atau jalan, tetapi untuk kasusseperti tanah atau air, pengukurannya menjadi lebihrumit. Pada banyak kasus, metode penggantianmempunyai kegunaan yang sama denganpendekatan produktivitas. Variasi lain dari metodepenggantian adalah metode biaya relokasi(relocation cost) (Dixon, et al., 1994).
Studi tentang valuasi ekonomi kualitas air untukkasus di Indonesia salah satunya dilakukan olehHidayati (2002), dengan lokasi penelitian yangsama, yaitu di Kota Surabaya. Tujuan dari studitersebut adalah untuk menghitung:
(1) Biaya yang ditanggung oleh konsumen akibatrendahnya kualitas air baku PDAM yangdiestimasi dengan metode biaya kesempatan(opportunity cost); dan
(2) Keinginan untuk membayar (WTP) kualitas airPDAM yang lebih baik dan kualitas air PDAMyang setara dengan air mineral, yang diestimasidengan metode CVM.
Hasil studi menyimpulkan sebagai berikut:(1) Besarnya biaya kesempatan yang ditanggung
oleh konsumen senilai Rp 5.873.713.456,62,;
(2) WTP untuk kualitas air yang lebih baik adalahRp 150.963,74, per bulan per pelanggan danuntuk kualitas air yang setara dengan air mineraladalah Rp 127.849,64, per bulan perpelanggan.
3. METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Surabaya.Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada
pertimbangan bahwa Surabaya adalah salah satukota besar (terbesar kedua setelah Jakarta) di
Indonesia, sehingga masalah air yang terjadi diSurabaya merepresentasikan fenomena umum
yang terjadi di kotakota besar di Indonesia. Secaraadministratif, Kota Surabaya dibagi ke dalam lima
wilayah, yaitu: Surabaya Pusat; Surabaya Utara;Surabaya Selatan; Surabaya Barat; dan SurabayaTimur, dengan total 31 kecamatan dan 163kelurahan.
Surabaya mempunyai karakteristik yang mendorongterjadinya masalah air bersih. Secara geografisSurabaya terletak di muara Kali Mas yangmerupakan salah satu pecahan dari Sungai Brantas
- 220 -
Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011
dengan tingkat pencemaran air yang sangat tinggi,sehingga sangat mempengaruhi kualitas air bakuPDAM. Surabaya mempunyai jumlah pendudukbesar, bahkan terbesar ketiga di Indonesia setelahJakarta dan Jawa Barat, sehingga kebutuhan airbersih untuk sektor domestik juga besar.
Metode Analisis
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatifdengan menggunakan metode statistik, baikdeskriptif maupun inferensial. Statistik deskriptifdigunakan untuk menghitung besaran statistik,seperti ratarata dan standar deviasi, sedangkanstatistik inferensial digunakan untuk tujuanmengestimasi nilai populasi berdasarkan datasampel.
Metode valuasi yang digunakan adalah mengestimasinilai ekonomi air bersih di Kota Surabaya adalahmetode berdasarkan biaya (cost-based method)yang relatif mudah dilakukan daripada metodeberdasarkan manfaat (benefit-based method).Adapun jenis metode valuasi untuk kedua tujuantersebut adalah sebagai berikut:
1. Harga pasar (market price), yang digunakanuntuk menghitung pengeluaran rumah tanggauntuk konsumsi air PDAM. Hasil perhitungan
dengan metode ini mencerminkan nilai airbersih dari segi kuantitas.
2. Biaya pencegahan (preventive cost), yangdigunakan untuk menghitung seluruhpengeluaran rumah tangga untuk menghindaridampak dari tingkat kualitas air PDAM,terutama terkait dengan aspek kesehatan.Besarnya pengeluaran tersebut salah satunyaditentukan oleh persepsi atau penilaian rumahtangga terhadap kualitas air PDAM, selainpendapatan. Jenis biaya tersebut diukur denganpengeluaran untuk pemakaian air minum dalamkemasan (AMDK) dan air minum isi ulang(AMIU) yang dianggap mempunyai kualitasyang lebih baik dibandingkan air PDAM.Seluruh pengeluaran tersebut diukur denganharga pasar. Hasil perhitungan ini dianggapsebagai nilai air bersih dari aspek kualitas.
Data
Valuasi ekonomi membutuhkan berbagai jenis datayang dapat dikelompokkan ke dalam data primerdan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasilsurvei terhadap responden rumah tangga denganteknik wawancara terpadu menggunakan kuesioner.Sementara data sekunder diperoleh dari PDAMKota Surabaya dan sumbersumber lain denganteknik dokumentasi.
Tabel 1DATA PENELITIAN
Jenis Data
Primer
Sekunder
Konsumsi air PDAM
Pengeluaran untuk AMDK dan AMIU
Kondisi sosialekonomi (penghasilan,pendidikan, umur, jenis kelamin, dan jumlahanggota keluarga)
Persepsi konsumen terhadap kualitas air PDAM
Volume produksi air PDAM
Volume konsumsi air PDAM
Jumlah pelanggan PDAM
Rincian Data Sumber Data Teknik
Survey
PDAMKota Surabaya
Wawancara terpadu
Dokumentasi
- 221 -
Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011
Populasi dan Sampel
Unit analisis yang digunakan adalah rumah tanggapengguna air PDAM pipa (berlangganan). Jumlahtotal pelanggan air PDAM sektor rumah tanggatahun 2009 sebanyak 367.456 yang diperlakukansebagai populasi. Dari jumlah populasi tersebutselanjutnya diambil sejumlah sampel untukdiwawancarai.
Teknik pengambilan sampel dilakukan denganmetode bertahap (multistage atau multiphasesampling) atau berjenjang (sequential sampling).Adapun prosedur dan penentuan ukuran sampel dariteknik tersebut adalah sebagai berikut:
1. Menentukan ukuran sampel total dengan rumussebagai berikut (Cochran, 1997):
Z2 P(1-P)
(N-1)d2 - Z2 P(1-P)n =
Dimana :n = adalah ukuran sampelN = adalah ukuran populasiP = adalah proporsi populasid = adalah kesalahan yang ditolerirZ = adalah nilai statistik distribusi normal baku
dengan tingkat kesalahan () tertentu.
Populasi (N) sebanyak 367.456 rumah tangga,sedangkan jumlah rumah tangga di Surabayasebanyak 801.599, dengan demikian proporsipopulasi (P) sebesar 0,5. Dalam penelitian inidigunakan d sebesar 5 persen dan intervalkeyakinan 95 persen atau tingkat kesalahan ()sebesar 5 persen sehingga nilai Z sebesar 1,96.Berdasarkan ukuranukuran tersebut, makadengan menggunakan rumus (1) diperolehukuran sampel (n) sebanyak 384 rumah tangga.
2. Mendistribusi ukuran total sampel tersebut keseluruh wilayah (Pusat, Utara, Selatan, Barat,Dan Timur) secara proporsional berdasarkanjumlah rumah tangga. Selanjutnya ukuransampel di t iaptiap wilayah tersebutdidistribusikan ke tingkat kecamatan. Pemilihankecamatan sebagai sampel di tiaptiap wilayah
didasarkan pada proporsi jumlah rumah tanggaterbesar.
3. Tahap akhir proses penarikan sampel adalahmendistribusikan ukuran sampel dari tiapkecamatan terpilih ke tingkat kelurahan.Pemilihan kelurahan sebagai sampel dilakukandengan kriteria akses rumah tangga terhadap airledeng minimal 90 persen. Dari tiap kecamatandipilih dua kelurahan secara random berdasarkankriteria tersebut
Berdasarkan proses tersebut, maka diperoleh jumlahdaerah sampel dengan rincian 5 wilayah, 12kecamatan, dan 24 kelurahan. Adapun namanamadaerah sampel dan ukuran sampel di tiaptiap daerahdisajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Proses Penarikan Sampel
- 222 -
Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011
4. PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Produksi Air PDAM
Produksi air PDAM dalam lima tahun terakhir(2005 – 2009) mengalami peningkatan (Tabel 2).Pada tahun 2005 produksi air PDAM sebesar246.754.832 m3 meningkat menjadi 261.213.902m3 atau mengalami kenaikan ratarata sebesar 1,4persen per tahun. Berdasarkan sumbernya, sekitar30 persen air produksi dihasilkan dari IPAMKarangpilang II dengan ratarata produksi sekitar
78 juta m3 per tahun. Kondisi tersebut tidakmengherankan karena IPAM Karangpilang II relatifbaru didirikan dan mempunyai kapasitas produksiterbesar dibandingkan dengan sumber lainnya.Adapun sumber produksi di Bukit Palmamerupakan kerja sama antara PDAM Kota Surabayadengan pihak swasta yang dilakukan denganpertimbangan faktor efisiensi lokasi.
Tabel 2Produksi Air PDAM
Konsumsi Air PDAM
Konsumsi air bersih di Kota Surabaya sangat besardan mengalami tren peningkatan setiap tahunnya,seiring dengan meningkatnya jumlah dan aktivitaspenduduk kota. Pada tahun 2005 konsumsi airPDAM sebesar 153.993.140 m3 telah meningkatmenjadi 171.226.645 m3 pada tahun 2009 ataumengalami kenaikan ratarata sebesar 2,7 persen pertahun (Tabel 3). Pertumbuhan konsumsi tersebutlebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhanproduksi yang hanya sebesar 1,4 persen. Kondisitersebut harus diwaspadai karena dapat menimbulkan ancaman terjadinya krisis air bersih di waktuyang akan datang.
Sektor perumahan merupakan konsumen terbesarair PDAM yang mengonsumsi ratarata 72,5 persendari total konsumsi selama periode tahun 2005 – 2009dengan tren peningkatan setiap tahunnya (Tabel 4).Kondisi tersebut mudah dipahami karena lebih dari90 persen jumlah pelanggan PDAM adalah sektorperumahan. Sementara itu, konsumsi total daripelanggan lain (pemerintahan, perdagangan, industri,sosial, dan pelabuhan) mempunyai porsi yang kecil,yaitu sekitar 27 persen.
1
2
3
4
5
6
7
8
IPAM Kayoon
Sumber Air
IPAM Ngagel I
IPAM Ngagel II
IPAM Ngagel III
IPAM Karangpilang I
IPAM Karangpilang II
Bukit Palma
JUMLAH
3.125.921
10.044.910
48.695.000
27.196.481
44.762.625
35.940.182
76.989.713
246.754.832
3.138.192
10.234.638
47.420.077
27.217.074
49.825.414
35.464.713
78.517.411
251.817.519
405.882
9.852.763
49.539.466
24.790.525
56.462.733
39.182.468
76.700.270
256.934.107
10.055.201
50.362.644
25.208.057
54.742.300
42.330.648
78.975.695
261.674.545
10.126.202
45.628.784
27.316.986
56.893.087
42.553.260
78.679.955
15.628
261.213.902
Sumber: PDAM (2010), diolah
2005 2006 2007 2008 2009
Volume (m3)Jenis PelangaranNo.
- 223 -
Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011
Tabel 3Konsumsi Air PDAM
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Perumahan
Pemerintahan
Perdagangan
Industri
Sosial umum
Sosial khusus
Pelabuhan
Penjualan air tanki
Lainnya (hasil operasipenertiban pelanggarandan sweeping)
JUMLAH
110.960.683
6.196.679
14.672.307
4.845.683
6.989.072
9.648.255
548.427
104.977
27.057
153.993.140
2005
Volume (m3)
Sumber: PDAM (2010), diolah
Jenis PelangaranNo.
115.784.820
6.422.018
15.374.319
5.281.520
6.821.520
10.336.082
542.693
15.830
783.436
161.362.238
2006
122.995.647
6.565.830
16.084.072
6.024.201
6.267.974
10.711.290
408.624
13.421
607.850
169.678.909
2007
124.149.816
6.638.564
16.877.327
6.107.125
5.304.534
11.099.958
375.475
13.160
321.929
170.887.888
2008
125.639.148
6.583.547
16.275.374
5.797.255
5.189.188
10.988.951
383.994
12.700
356.478
171.226.635
2009
Kebocoran merupakan salah satu masalah seriusyang dihadapi oleh PDAM Kota Surabaya danseluruh PDAM di Indonesia pada umumnya.Besarnya tingkat kebocoran tersebut dapat dihitungdengan membandingkan besarnya angka produksi(Tabel 2) dan konsumsi air (Tabel 3). Hasilperhitungan menunjukkan angka kebocoran selamaperiode 2005 – 2009 sebesar ratarata 90.249.219m3 atau sekitar 35 persen dari besarnya produksi.Hasil perhitungan tersebut relevan denganpemantauan Dinas PU Cipta Karya Provinsi JawaTimur yang menyimpulkan bahwa kehilangan airPDAM di Jawa Timur ratarata sebesar 36 persendengan angka tertinggi 65 persen dan terendah 13persen. Idealnya, tingkat kehilangan air PDAMmaksimum seharusnya sekitar 25 persen untuk kotabesar dan 30 persen untuk kota kecil (Sunarto, 2002).
Hasil Perhitungan
Pengeluaran Rumah Tangga untukKonsumsi Air PDAM
Hasil perhitungan pengeluaran rumah tangga untukkonsumsi air PDAM menhasilkan ratarata senilaiRp 65.156,5 per bulan. Namun demikian, statistikmenunjukkan bahwa data pengeluaran untuk
konsumsi air PDAM tersebut sangat bervariasi, yangditunjukkan oleh ukuran sebaran (range, standardeviasi, dan koefisien variasi) yang bernilai sangatbesar (Tabel 4).
Tabel 4Pengeluaran Untuk Konsumsi Air PDAM
CountMeansample standard deviationMinimumMaximumRange
standard error of the mean
confidence interval 95.% lowerconfidence interval 95.% upper
SkewnessKurtosiscoefficient of variation (CV)
1st quartileMedian3rd quartileinterquartile rangeMode
normal curve GOF
pvaluechisquare(df=7)
38465,156.564,183.3
3,500.0650,000.0646,500.0
3,275.3
58,716.671,596.4
4.125.5
1.0
30,000.050,000.080,000.050,000.050,000.0
5.60E58286.10
Sumber: PDAM (2010), diolah
- 224 -
Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011
Hasil ploting data (Gambar 2) menunjukkan bahwabentuk distribusi pengeluaran untuk konsumsi airPDAM menceng ke kanan/positif dengan tingkatkemencengan (skewness) yang sangat tinggi. Ujinormalitas dengan menggunakan Chi-Squaremenghasilkan kesimpulan bahwa distribusi datatersebut sangat tidak normal. Dengan distribusi dataseperti itu, maka penggunaan ratarata (mean) secarastatistik, terutama untuk tujuan estimasi, menjadikurang tepat (Lind, et al., 2005). Dalam kasustersebut, penggunaan jenis nilai sentral yang lain,yaitu median dan modus, akan lebih baik.
Gambar 2.Distribusi Pengeluaran untuk Konsumsi
Air PDAM
Berdasarkan data sampel diperoleh modus danmedian bernilai sama, yaitu Rp 50.000,. Denganjumlah pelanggan PDAM sektor rumah tangga padatahun 2009 sebanyak 367.456, maka besarnyapengeluaran total untuk konsumsi air PDAM senilaiR p 1 8 . 3 7 2 . 8 0 0 . 0 0 0 , - p e r b u l a n a t a uR p 220.473.600.000,- pada tahun 2009. Nilaitersebut dapat dianggap sebagai nilai ekonomi airbersih dari segi kuantitas.
Jika dibandingkan dengan besarnya jenispengeluaran rumah tangga lainnya (kebutuhanpokok, listrik, telepon, transportasi, pendidikan,kesehatan, dan lainlain), maka pengeluaran untukkonsumsi air PDAM relatif kecil, bahkan terkecil,dengan porsi sekitar 2 persen dari total pengeluaranrumah tangga. Kondisi tersebut tentunya merupakansesuatu yang ironis mengingat air mempunyai nilai(kehidupan) yang sangat penting, bahkan tertinggidi antara jenis kebutuhan rumah tangga lainnya,
tetapi justru mempunyai nilai ekonomi yang sangatrendah.
Gambar 3.Pengeluaran Rumah Tangga
Nilai ekonomi air bersih tersebut juga jauh lebihrendah daripada telepon dan listrik di manaketiganya termasuk ke dalam kelompok kebutuhanutama penduduk, terutama di daerah perkotaan.Pada umumnya pengeluaran rumah tangga terbesardialokasikan untuk kebutuhan pokok (terutamamakanan), yaitu ratarata Rp 1.316.133, per bulanatau 38,6 persen dari total pengeluaran.
Rendahnya pengeluaran rumah tangga untukkonsumsi air PDAM lebih disebabkan oleh tarif airPDAM yang murah daripada volume pemakaianyang kecil karena hasil perhitungan membuktikanbahwa konsumsi air PDAM penduduk KotaSurabaya cukup besar, yaitu antara 25 – 30 m3.Kebijakan penetapan tarif air PDAM yang rendahmerupakan amanat dari pasal 33 UUD 1945 yangmemposisikan air bukan barang ekonomi, tetapisebagai barang sosial. Selain itu, dalam PeraturanMenteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2006 –Permendagri 23/2006 – Tentang Pedoman TeknisDan Tata Cara Pengaturan Tarif Air Minum PadaPerusahaan Daerah Air Minum dinyatakan bahwatarif air PDAM harus memenuhi prinsipketerjangkauan dengan indikator pengeluaran rumahtangga untuk memenuhi standar kebutuhan pokokair minum tidak melampaui 4 persen daripendapatan pelanggan. Dengan ratarata pendapatanpelanggan senilai Rp 3.692.693,, makapengeluaran untuk konsumsi air PDAM hanya1,8 persen dari pendapatan tersebut, atau dengan
- 225 -
Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011
kata lain tarif yang dikenakan oleh PDAM KotaSurabaya telah memenuhi ketetapan yang diaturdalam Permendagri No.23/2006 tersebut.
Pemakaian Air Minum Dalam Kemasan (AMDK)dan Air Minum Isi Ulang (AMIU)
Hasil survei menunjukkan bahwa sekitar 47 persenrumah tangga tidak menggunakan air PDAMsebagai air minum dengan alasan umum terkaitdengan kualitas, terutama parameter fisika(kekeruhan, berasa dan berbau). Alasan tersebutkonsisten dengan persepsi pelanggan di mana sekitar40 persen menyatakan jelek dan sangat jelekterhadap kualitas air PDAM. Reaksi umum rumahtangga menghadapi kondisi tersebut adalah mencarialternatif air bersih yang dianggap mempunyaikualitas yang lebih baik daripada air PDAM. Sekitar85 persen rumah tangga membeli air minum dalamkemasan (AMDK), air minum isi ulang (AMIU),atau keduanya. Biasanya AMDK digunakan untukkebutuhan minum sedangkan AMIU digunakanuntuk memasak dan sebagian rumah tanggamenggunakannya untuk minum. Perilaku rumahtangga tersebut membawa konsekuensi ekonomisberupa tambahan pengeluaran. Jenis pengeluaranseperti itu dikenal dengan pengeluaran pencegahan(preventive expenditure) atau biaya pencegahan(preventive cost).
Pengeluaran rumah tangga ratarata untuk AMDKdan AMIU lebih tinggi daripada air PDAM. Hasilperhitungan menunjukkan pengeluaran rumahtangga untuk AMDK dan AMIU senilai Rp 74.074.atau sekitar 14 persen lebih tinggi dibandingkanpengeluaran untuk air PDAM. Namun sepertipengeluaran untuk air PDAM, data tersebut sangatbervariasi yang ditunjukkan oleh ukuran sebaran(range, standar deviasi, dan koefisien variasi) yangbernilai sangat besar (Tabel 5).
Tabel 5.Pengeluaran untuk AMDK dan AMIU
countmeansample standard deviationminimummaximumrange
standard error of the mean
confidence interval 95.% lowerconfidence interval 95.% upper
skewnesskurtosiscoefficient of variation (CV)
1st quartilemedian3rd quartileinterquartile rangemode
normal curve GOF
pvaluechisquare(df=6)
32674,073.770,310.4
5,000.0510,000.0505,000.0
3,894.1
66,412.881,734.6
2.912.2
0.9
30,000.056,000.096,000.066,000.080,000.0
1.49E23120.19
Hasil ploting data (Gambar 4) menunjukkan bahwabentuk distribusi pengeluaran untuk AMDK danAMIU menceng ke kanan/positif dengan tingkatkemencengan (skewness) yang tinggi. Uji normalitasdengan menggunakan Chi-Square menghasilkankesimpulan bahwa distribusi data tersebut sangattidak normal. Dengan distribusi data seperti itu,maka penggunaan ratarata (mean) secara statistik,terutama untuk tujuan estimasi, menjadi kurangtepat (Lind, et al., 2005). Dalam kasus tersebut,penggunaan jenis nilai sentral yang lain, yaitu median dan modus, akan lebih baik.
- 226 -
Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011
Gambar 4. Distribusi Pengeluaran untuk
AMDK & AMIU
Perhitungan estimasi pengeluaran untuk AMDK danAMIU akan menggunakan nilai median denganpertimbangan nilai modus tidak unique, artinyadalam suatu kelompok data terdapat kemungkinantidak ada modus atau modus ganda. Berdasarkandata sampel diperoleh nilai median Rp 56.000,dengan proporsi rumah tangga yang menggunakanAMDK dan AMIU sebesar 84,9 persen. Jika jumlahpelanggan PDAM sektor rumah tangga pada tahun2009 sebanyak 367.456, maka pelanggan yangmenggunakan AMDK dan AMIU sekitar 311.971rumah tangga. Dengan demikian, besarnyapengeluaran total rumah tangga untuk penggunaanAMDK dan AMIU senilai Rp 17.470.328.064,-atau Rp 209.643.936.768,- pada tahun 2009. Nilaitersebut dapat dianggap sebagai nilai ekonomi airbersih dari segi kualitas yang dihitung denganpendekatan pengeluaran pencegahan (preventiveexpenditure).
Berdasarkan perhitungan pengeluaran untukkonsumsi air PDAM dan pemakaian AMDK danAMIU tersebut, maka dapat diperoleh nilai ekonomi
total untuk air bersih di Kota Surabaya, yaitu senilaiR p 3 5 . 8 4 3 , 1 2 8 , 0 6 4 , - p e r b u l a n a t a uR p 430.117,536,768,- pada tahun 2009. Nilaitersebut merupakan nilai ekonomi air bersih yangmemenuhi persyaratan kuantitas dan kualitas airminum.
Walaupun pengeluaran rumah tangga untuk AMDKdan AMIU lebih besar daripada air PDAM, namundibandingkan jenis pengeluaran lainnya nilaitersebut masih relatif kecil, yaitu hanya 2,6 persendari total pengeluaran rumah tangga. Bahkan, jikapengeluaran untuk AMDK dan AMIU tersebutdigabungkan dengan pengeluaran untuk air PDAMyang mewakili pengeluaran untuk air bersih, makaporsinya tetap kecil (sekitar 4 persen) terhadappengeluaran total. Porsi tersebut lebih kecildibandingkan dengan pengeluaran untuk telepon(4,8 persen) dan listrik (4,6 persen), bahkan terkecildari seluruh jenis pengeluaran rumah tangga(Gambar 4.18). Dengan ratarata pendapatanpelanggan senilai Rp 3.692.693, maka pengeluaranuntuk konsumsi air bersih tersebut senilai 3,8 persendari pendapatan, atau masih berada di bawah angkayang ditetapankan dalam Permendagri 23/2006.
Gambar 5. Porsi Pengeluaran Rumah Tangga
Sumber: data primer, 2010
5. PENUTUP
Nilai ekonomi air bersih yang digunakan oleh sektorrumah tangga dihitung dengan dua metode, yaitumetode harga pasar (market price) dan metode biayapencegahan (preventive cost). Metode pertamamengestimasi nilai ekonomi air bersih dari aspekkuantitas dengan ukuran pengeluaran rumah tanggauntuk konsumsi air PDAM. Hasil perhitungan
menghasilkan nilai ekonomi air bersih Rp 18,37milyar per bulan atau Rp 220,5 milyar pada tahun2009. Sementara itu, metode kedua mengestimasinilai air bersih dari aspek kuantitas yang diukurdengan pengeluaran untuk pemakaian air minumdalam kemasan (AMDK) dan air minum isi ulang(AMIU). Hasil perhitungan menghasilkan nilai air
- 227 -
Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011
bersih Rp 18,37 milyar per bulan atau Rp 206,5milyar pada tahun 2009. Dengan demikian, totalnilai ekonomi air bersih di Kota Surabaya senilaiRp 430,1 milyar pada tahun 2009.
Nilai ekonomi air bersih di Kota Surabaya yangdihitung pada penelitian ini masih rendah darikondisi yang sebenarnya karena hanya dibatasiuntuk rumah tangga yang memperoleh akses airPDAM dalam pipa. Pelanggan penting lain yangmengkonsumsi air PDAM adalah sektorperdagangan, industri yang dikenakan tarif lebihmahal. Selain itu, sebagian rumah tangga tidakmemperoleh akses air PDAM, sehingga pengorbanan
yang diukur oleh pengeluaran untuk konsumsi airbersih lebih besar daripada rumah tangga pelangganPDAM.
Berdasarkan temuan tersebut, maka terdapatbeberapa rekomendasi kebijakan untuk PDAM,yaitu: (1) PDAM seharusnya tidak hanya fokus padaaspek kuantitas dan kontinuitas saja, tetapi jugakualitas air untuk mengurangi biaya pencegahan(preventive cost) yang dikeluarkan oleh masyarakat;(2) mengurangi tingkat kebocoran/kehilangan airsehingga, sehingga memberikan keuntunganekonomis, baik bagi PDAM maupun pelanggan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Barton, D. N. 1994. Economic Factors and Valuation of Tropical Coastal Resources, SMR Rapport. Norway:University of Bergen.
BPS. 2007. Survei Sosial Ekonomi Nasional 2007 Provinsi Jawa Timur. Jakarta: Prodata Nusaraya.
____. 2008. Proyeksi Penduduk Jawa Timur 2008. Jakarta: Prodata Nusaraya.
Cochran, W.G. 1997. Teknik Penarikan Sampel. Terjemahan. Edisi Ketiga. Jakarta: UIP.
Direktorat Jendral Cipta Karya. 1994. Petunjuk Teknis Air Bersih. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Dumairy. 1992. Ekonomi Sumberdaya Air: Pengantar ke Hidronomika. Yogyakarta: BPFE.
Dixon, J.A., Carpenter, R.A., Fallon, L.A., Sherman, P.B., dan Manopimoke, S. 1988. Economic Analysisof the Environmental Impacts of Development Projects. London: British Library Cataloguing inPublication Data.
ECOTON. 2002. Teror Mercury dan Koliform di Kali Surabaya. Diakses dari www.terranet.or.id pada2 Pebruari 2010.
Field, B. C., and Olewiler, N. 2002. Environmental Economics. Second Canadian Edition. USA: McGrawHill.
Hidayati, N. A. 2002. Valuasi Ekonomi Kualitas Air Kali Surabaya sebagai Sumber Air Baku untuk AirMinum Penduduk di Kota Surabaya. Tesis. Program Studi Ilmu Lingkungan. Sekolah Pascasarjana.Universitas Gadjah Mada.
King, D.M., and Mazzotta, M.J. 2000. Ecosystem Valuation. US Department of Agriculture Natural Resources Conservation Service and National Oceanographic and Atmospheric Administration. Diakses dariwww.ecosystemvaluation.org pada 19 Desember 2008.
Lange, G.M., and Hassan, R.M. 2006. The Economics of Water Management in Southern Africa. USA:Edward Elgar Publishing.
Lind, D.A., Marchal, W.G., and Wathen, S.A.. 2005. Statistical Technique in Business and Economics. 12th
Edition. USA: McGrawHill.
Linsley, R.K., dan Sasongko, J.B. 1996. Teknik Sumberdaya Air. Jakarta: Penerbit Erlangga.
- 228 -
Majalah Ekonomi Tahun XXI, No. 3 Desember 2011
Martopo, S. 1984. Ketersediaan dan Kebutuhan Air Bersih di Indonesia Menjelang Tahun 2000. SeminarHidrologi, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
PDAM Surabaya, www.pdamsby.go.id
Perum Jasa Tirta. 1999. Surabaya River Pollution Control Action Plan Study. Diakses dariwww.jasatirta1.go.id pada 2 Pebruari 2010.
______________. 2007. Master Plan Penyediaan Air Hingga 2025 PDAM Surabaya. SimposiumPengembangan Surabaya Metropolitan Area, diselenggarakan oleh Fakultas Teknik Sipil ITSSurabaya, 16 Nopember.
Republik Indonesia. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907 Tahun 2002tanggal 29 Juli 2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Diakses dariwww.depdag.go.id pada 29 Januari 2010.
_______________. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentangPengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Diakses dari www.dpuairjatim.orgpada 1 Pebruari 2010.
_______________, 1990. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang Syarat-syaratdan Pengawasan Kualitas Air. Diakes dari www.ipb.ac.id pada 5 Januari 2010.
Rini, D. S. 2008. WC Umum Bernama Kali Surabaya. Diakses dari www.ecoton.or.id pada 2 Pebruari 2010.
Schefter, J.E. 1990. Domestik Water Use in The United State, 1960 – 1985. Paper presented at NationalWater Summary 1987: Hydrologic Events and Water Supply and Use, Geological Survey WaterSupply, 2350: 71 – 80.
Sunarto. 2002. Trend Kualitas Kali Surabaya. PDAM Surabaya, 2 Nopember 2002.
Thompson, J., Porras I. T., Tumwine, J. K., Mujwahuzi M. R., KatuiKatua, M., Johnstone N. and Wood L.2001. Drawers of Water II: 30 Years of Change in Domestic Water Use and Environmental Healthin East Africa, London: IIED.
Usman, W. 2003. Air Sebagai Sumber Daya Alam dan Aspek Ekonominya. Jurnal No.1. Pusat Studi Indonesia.Jakarta: Universitas Terbuka.
White, G. F., Bradley, D. J., White, A. U. 1972. Drawers of Water: Domestic Water Use in East Africa,Chicago: University of Chicago Press.
WHO. 2008. Guidelines for Drinking-Water Quality, Third Edition Incorporating The First and SecondAddenda, Volume 1 Recommendations, WHO Publication.
- 229 -