-
U t o p i a K o t a Ad i p u r aU t o p i a K o t a Ad i p u r
a
AL-M ZANAL-M ZANPengemban Cita Kebenaran dan KeadilanPengemban
Cita Kebenaran dan Keadilan
Edisi XX, Tahun 2014Edisi XX, Tahun 2014ISSN : 1410-6612ISSN :
1410-6612
Editorial : lingkungan dan permasalahannyaEditorial : lingkungan
dan permasalahannya
Budaya Adipura Budaya Hidup Bersih Budaya Adipura Budaya Hidup
Bersih
Headline : Headline :
Liputan Khusus : Pembuanganlimbah SembaranganLiputan Khusus :
Pembuanganlimbah SembaranganWanancara Khusus Walikota
PekalonganWanancara Khusus Walikota Pekalongan
-
Setidaknya Kota ini telah meraih4 kali piala AdipuraMeski gagal
menuju yang kencana
Word City Of Batik
-
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014 1
SUSUNAN PENGURUS MAJALAH AL-MIZAN EDISI XXLEMBAGA PERS MAHASISWA
(LPM) AL-MIZAN 2014 STAIN PEKALONGAN
Pelindung : Ketua STAIN Pekalongan Dr. Ade Dedi Rohayana, M.Ag
Penasehat : Wakil Ketua III STAIN Pekalongan Drs. Muslih Husein, M.
Ag Pembina : Nasrullah, S.E., M.Si Dewan Penasehat Pers : Achmad
Ismail, Lukman Hakim, Maratus Sholeha Pimpinan Umum : Zidni Mubarok
Sekretaris : Lili Kholilah Bendahara : Musyarofah Pimpinan Redaksi
: Imroatul Maghfiroh Redaktur Pelaksana : Eka Syaefatul Huda Editor
: Kurnia Hidayati Layouter : Mukhammad Ulinnuha Koordinator
Lapangan : Hidayati Hasina Reportase : M. Fariz Firmansah, Najib
Abidin, Ali Imron, Najibul Ulum, Asyafiul Musyafa Alfaris, Bhatara
Darma Wijaya, Anifah, Wulandari, Yuningtias Farida Setyani, Ulfa
Faza, Naili Nikmah, Sulistiyani, Nofi Fitria Sari, Nazilatul
Khusna, Windah Mujaharoh, Alvi Himatul Aliyah, Umi Karimah, Puput
Nur Atika Sari, Heni Larasati, Milla Lazimah, Imroatul Salisah Tim
Kreatif : Kang Ayook, Oelin, Byson, Gepeng, Imron, Jibul.
Daftar Isi :
Beranda
Redaksi.................................2Editorial...........................................3Headline..........................................5Wawan
Cara Eksklusif..........................9Liputan
Khusus................................10Sajian
Utama..................................11Sosok............................................13Feature..........................................15Artikel..........................................18Resensi..........................................23Opini.............................................25Artikel
Lepas..................................26Galeri
Foto......................................28Kisah
Teladan..................................30Riset.............................................31Resensi..........................................33Essay............................................34Sejarah..........................................37Kuliner..........................................39Opini.............................................40Ekonomi..........................................41Riset.............................................43Kolom
Kampus................................45Kolom
Graha...................................46Sosok............................................47Cerpen............................................50Puisi............................................54Hiburan.........................................56
LEMBAGA LEMBAGA PERS PERS MAHAS MAHAS SWASWA
AL-M ZANAL-M ZANJUST NOT WRITE!!!JUST NOT WRITE!!!
Surat pembaca
Surat pembaca
Kondisi Mushola Kampus 1Saat memasuki mushola kampus atau Muskam
suasana
sumpek dan sesak begitu jalas terasa. Apa lagi untuk bagian sof
wanita, begitu sesak karena hanya diberi seperempat bagian saja
dari bagian mushola. Padahal jumplah wanita dikampus lebih banyak
dari pada jumlah mahasiswa laki-laki. Apa kami harus sering
besenggol-senggolan saat sholat? Ini muskam loh, bukan metromini.
Tidak cuma itu, wc wanita di mushola pintunya telah rusak dan tak
ada satupun petugas yang bertindak untuk membenahi pintunya.
Padahal pintu sudah rusak sejak semester genap kemarin dan tak
kunjung juga diperbaiki. Fasilitas kampus harusnya perlu
diperbaiki, agar para warga kampus merasa nyaman dengan kampus
mereka sendiri. Oleh : Anifah/BKI/Semester 3
SUSUNAN REDAKSI
Perlu kenyamanan dalam beribadahKetika adzan berkumandang,
beribu mahasiswa menghampiri
tempat peribadatan yang biasa kami sebut muskam. Yah muskam
mushola kampus. Jujur kami sangat risih melihat keadaan muskam yang
seperti itu. sarana yang kurang memadai seperti toilet tanpa pintu,
yah sebenarnya pintu ada cumabelum terpasang ja kali ya. Tempat
wudhu anatara mahasiswa dan mahasiswi seharusnya terpisah, ya
paling tidak di beri kain penutup lah. Saya pikir STAIN juga tidak
kekurangan finansial jika sedikit menginfaqkan dananya untuk
merenovasi muskam atau membelikan fasilitas baru yang bisa
menunjang kenyamanan kami dalam beribadah. Satu lagi nih khususon
buat temen-temen mahasiswa STAIN, salah satu fungsi dari sebuah
mushola untuk menjalankan ritual peribadatan (baca : sholat). bukan
untuk ngecharg hp, laptop, nonton film, buka youtub de el el yang
sekiranya bisa menganggu kekhusyuan temen-temen yang masih sholat.
nah alangkah bijaknyanih jikatemen-temenmau ngecharg hp, laptop,
nonton film, buka youtub de el el bisalah nyari tempat lain selain
di dalam muskam. Apa perlu STAIN menyediakan jasa khusus untuk
ngecharg laptop dan kawan-kawannya? Jika iya, minta aja tuh sama
pak ade hehehe. (Lili kholilah/EKOS/Semester 3)
-
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014
BERANDA REDAKSI
Alhamdulillahirobbil 'alamin, Puji syukur atas segala nikmat
yang diberikan Allah SWT, Rabb semesta alam, sehingga kita masih
dalam keadaan beriman kepada-Nya.
Shalawat serta salam juga semoga senantiasa dilantunkan kepada
teladan sepanjang zaman, Nabi agung Muhammad beserta keluarga dan
para sahabatnya, yang telah membawa kita kepada jalan kebenaran,
yaitu ajaran Islam. Dan semoga kita dapat senantiasa mengamalkan
sunah-sunahnya.
Alhamdulillah, majalah tahunan LPM Al-Mizan edisi XXI kembali
terbit dengan mengangkat tema Utopia Kota Adipura. Berawal dari
rasa bahagia atas anugerah Adipura yang didapat Kota Pekalongan
sebagai kota bersih dan sehat selama empat tahun
berturut-turut.
Tak ada gading yang tak retak. Kami pun berusaha memaparkan
kondisi masyarakat Pekalongan, sebagai kota yang berpredikat 'Kota
Adipura' ini. Apakah kondisi masyarakat sudah baik atau belum,
terutama meliputi kategori hidup sehat dan lingkungan yang bersih
serta layak huni.
Setelah melalui proses penggarapan yang panjang, akhirnya
majalah ini dapat terbit sesuai dengan
yang diharapkan. Selamat membaca, semoga dapat memberikan
tambahan ilmu dan wawasan bagi para pembaca.Kritik dan saran selalu
kami buka demi perbaikan dan kemajuan LPM Al-Mizan, agar majalah
berikutnya makin bagus kualitasnya, dan tentunya semakin bermanfaat
bagi pembaca, terutama warga kampus STAIN Pekalongan. (Tim
redaksi
2
-
EDITORIALEDITORIAL
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014
Lingkungan dan permasalahannyaPermasalahan lingkungan tidak
pernah absen
menjadi topik pembicaraan di banyak forum dan berbagai kalangan.
Permasalahan lingkungan memang merupakan salah satu isu yang
menarik dibicarakan.
Lingkungan sebagai bagian dari kelangsungan hidup manusia, sudah
sepatutnya membutuhkan perhatian lebih untuk dijaga kelestariannya.
Keseimbangan lingkungan menjadi parameter kategori hidup layak bagi
setiap warga masyarakat, karena kondisi lingkungan dapat
mencerminkan pola kehidupan warga yang bersangkutan.
Lingkungan layak huni diindikasikan dengan kondisi kota bersih,
teduh, sehat dan berkelanjutan. Bersih disini artinya bebas dari
sampah; teduh, berarti daerah tersebut memiliki Ruang Terbuka Hijau
(RTH) dan Biodiversity; sehat, yaitu kondisi udara bersih dan air
bersih; serta yang terakhir berkelanjutan, yakni adanya budaya 3R
(reuse, reduce, recycle), kemandirian energi, air dan pangan, serta
adaptif terhadap perubahan iklim.
Namun seiring berkembangnya zaman, meningkatnya arus
globalisasi, serta kemajuan teknologi yang mengiringi kehidupan
manusia, maka semakin kompleks pula permasalahan sosial yang
terjadi. Dalam hal ini, masalah lingkungan merupakan salah satu
yang paling krusial.
Limbah industri yang pembuangannya tidak terkontrol, tanaman
yang kian menipis karena penebangan secara liar, keberadaan
ekosistem hewan yang ternacam punah akibat perburuan liar. Belum
lagi asap pabrik dan asap kendaraan yang menyebabkan polusi udara.
Ini merupakan konsekuensi logis dari perkembangan zaman.
Hingga bencana alam yang terjadi akibat permasalahan lingkungan
pun kian meningkat. Awal tahun lalu, Indonesia tertimpa bencana
banjir skala besar yang berhasil menenggelamkan sebagian kota-kota
besar, terutama Jakarta. Tak dapat dipungkiri, salah satu
penyebabnya adalah ulah manusia sendiri. Sampah-sampah yang
menggunung di pinggir sungai menyebabkan tersumbatnya saluran air,
daerah resapan yang kian sempit lantaran ambisi mendirikan
bangunan-bangunan bertingkat, serta tumbuhan yang keberadaannya
makin menipis akibat penebangan secara liar.
Kondisi alam akan seimbang apabila dibarengi
dengan upaya-upaya mengembalikan kelestarian lingkungan. Untuk
melakukannya tentu membutuhkan tanggung jawab oleh pihak-pihak yang
bersangkutan.
Kerusakan lingkungan yang semakin parah menjadi salah satu fokus
perhatian pemerintah. Oleh sebab itu, semangat memperoleh
penghargaan Adipura merupakan salah satu upaya nyata dalam menjaga
keseimbangan dan kelestarian lingkungan.
Minimnya Kesadaran MasyarakatKota Pekalongan merupakan salah
satu kota
padat penduduk yang terletak di daerah hilir. Hal ini berpeluang
menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan lingkungan yang sampai
saat ini belum terselesaikan secara tuntas.
Pekalongan sebagai salah satu kota yang 'berlangganan' mendapat
penghargaan Adipura, tidak lepas dari permasalahan lingkungan yang
terjadi. Adipura sebagai indikasi kota yang tergolong 'bersih dan
teguh', tidak selamanya berarti masyarakat tersebut sudah
sepenuhnya menerapkan kebersihan pada aktifitas kesehariannya.
Banyak peran yang dilakukan pemerintah dalam upaya memperoleh
penghargaan Adipura.
Masyarakat sebagai elemen penting dalam sebuah tatanan
pemerintahan, juga dituntut dapat menerapkan budaya hidup bersih
dalam kesehariannya. Karena sejatinya, kondisi lingungan yang
bersih dan teduh ini merupakan kebutuhan primer bagi masyarakat.
Tak hanya itu, kondisi lingkungan juga menjadi faktor utama
datangnya sumber penyakit bagi masyarakat.
Seiring makin kompleksnya masyarakat, tentu tidak lepas dari
penyebab timbulnya permasalahan sosial yang ada. Sebagaimana
persoalan lingkungan yang selalu menyedot perhatian lebih.
Pekalongan pun tak lepas dari permasalahan lingkungannya, diantara
yang paling sering terjadi adalahaliran limbah batik yang berhasil
mewarnai sungai-sungai kota, begitu pula dengan banjir yang menjadi
langganan setiap tahun di beberapa titik kota, serta persoalan
lainnya.
Pada hakikatnya, kelestarian lingkungan erat kaitannya dengan
perilaku masyarakat. Perkembangan zaman jelas tidak dapat
dihindari, begitu pula dengan dampaknya. Namun manusia dapat
meminimalisir kerusakan yang dapat terjadi, karena hal ini tidak
semata-mata diakibatkan oleh alam saja. Sebaliknya,
3
Lingkungan dan Permasalahannya Lingkungan dan P
ermasalahannya
-
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014
EDITORIALkepedulian masyarakat yang minim akan
kelestarian lingkungan ini akan memperparah dampak yang
terjadi.
Namun nampaknya masyarakat belum menyadari betul akan tanggung
jawabnya sebagai khalifah fil 'ardh untuk menjaga lingkungan yang
mereka tempati. Hal tersebut bisa dilihat dari pola kehidupan
masyarakat kota pekalongan. Sebagian masyarakat masih banyak yang
tidak peduli akan kebersihan lingkungan. Penduduk kota pekalongan
yang kira-kira mencapai 300.000an jiwa semakin memicu ber tambahnya
masa lah l ingkungan , yakn i bertambahnya produksi sampah yang
dihasilkan. Dengan meningkatnya gunungan-gunungan sampah yang ada
di TPA kota pekalongan, membuktikan bahwa kesadaran masyarakat
terhadap lingkungan masih minim. Selama ini hanya pemerintah yang
bergerak mengatasi masalah lingkungan. Namun ini tidak akan
maksimal jika tidak dibarengi dengan kesadaran masyarakat untuk
peduli terhadap lingkungan. Perolehan Adipura secara berturut-turut
ternyata belum sepenuhnya diresapi warga sebagai motivasi hidup
bersih.Pekalongan Kota Adipura
Predikat Adipuraadalah sebuah penghargaan bagi
miliki karakteristik sebagai daerah perkotaan dengan batas-batas
wilayah tertentu.
Mulai tahun 2010, Pekalongan berhasil meraih penghargaan Adipura
dibawah kepemimpinan walikota dr. Basyir Ahmad. Atas kerja keras
dan usahanya, penghargaan ini kemudian dipertahankan pada tahun
berikutnya, yaitu 2011. Bahkanberlanjut hingga tahun 2013
penghargaan Adipura empat kali berturut-turut berhasil disabet Kota
Batik ini.
Atas prestasinya ini, pemerintah kota berusaha untuk
mendapatkannya kembali pada tahun kelima, yakni 2014. Dengan
persiapan yang tidak kalah
kota di Indonesia yang berhasil dalam kebersihan serta
pengelolaan lingkungan perkotaan.Program Adipura telah dilaksanakan
setiap tahun sejak 1986, kemudian terhenti pada tahun 1998. Dalam
lima tahun pertama, program Adipura difokuskan untuk mendorong
kota-kota di Indonesia menjadi "Kota Bersih dan Teduh". Program
Adipura kembali dicanangkan di Denpasar, Bali pada tanggal 5 H Y P
E R L I N K "http://id.wikipedia.org/wiki/5_Juni"Juni 2002, dan
berlanjut hingga sekarang.
Pengertian kota dalam penilaianAdipura bukanlah kota otonom,
namun bisa juga bagian dari wilayah kabupaten yang me
tingginya, KLH optimis merebut Adipura kencana. Setelah
mengikuti proses penilaian yang cukup panjang dan rumit, ternyata
hasil yang didapat kurang memuaskan, nilai akhir yang didapat tidak
sesuai dengan harapan. Penghargaan bergengsi tersebut gagal
diperoleh.
Ini menjadi evaluasi bagi warga Kota Pekalongan, khususnya dalam
memaknai perolehan Adipura. Antara mendapatkan nama baik atau murni
didasarkan rasa cinta terhadap lingkungan untuk menjaganya agar
tetap bersih dan nyaman bagi masyarakat, terutama lingkungan yang
layak huni.
Menjawab anggapan itu, dr. Basyir Ahmad menjelaskan bahwa
hakikat dari perolehan Adipura ini bukan hanya pialanya, namun
budayanya. Yakni, budaya hidup bersih yang ingin ditanamkan pada
setiap warga.
Beliau mengakui, tahun-tahun sebelumnya memang pemkot yang
berusaha maksimal untuk persiapan perolehan Adipura, yakni dengan
melibatkan setiap SKPD Pekalongan. Sehingga antusiame masyarakat
tergolong kurang maksimal. Belajar dari pengalaman tersebut, pemkot
berinisiatif untuk lebih fokus melibatkan masyarakat dalam
pelestarian lingkungan, menjaga kebersihan dan sebisa mungkin
menjadikan tempat tinggal mereka nyaman dan teduh. Artinya,
kebersihan kota tidak hanya diselesaikan pemkot, namun dialihkan
kepada masyarakat secara langsung.
Realisasi dari rencana itu, pemerintah menerapkan Upaya
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga berbasis Masyarakat, dengan tahapan
sebagai berikut : Sosialisasi tingkat kota, Sosialisasi tingkat
kecamatan, Sosialisasi tingkat kelurahan, Sosialisasi tingkat RW,
Pemetaan wilayah dalam pengelolaan sampah, Perencanaan kebutuhan
sarana dan prasarana dan SDM, Pemenuhan kebutuhan sarpras dan SDM,
Implementasi.
Sesuai tujuan program Adipura, yakni mendorong pemerintah daerah
mewujudkan kota yang bersih, teduh, nyaman dengan mutu/kualitas air
dan udara yang terjaga serta menuju Kabupaten/Kota yang berwawasan
lingkungan guna mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Pemerintah
Daerah memfasilitasi pembentukan lembaga pengelola sampah di
tingkat RT, RW, Kelurahan dan Kecamatan sesuai dengan
kebutuhan.
Berawal dari persoalan tersebut, tim redaksi LPM Al-Mizan
berinisiatif mengambil tema lingkungan untuk penerbitan majalah
edisi XXI ini, dengan judul Utopia Kota Adipura. Harapannya tulisan
ini dapat menjadi bahan evaluasi bersama untuk bersatu menjaga
kelestarian alam yang merupakan titipan Tuhan ini agar keseimbangan
ekosistem tetap terjaga, dan kelangsungan hidup manusia pun dapat
berjalan.
4
-
HEADLINE
5Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014
SAMPAH RUMAH TANGGA
RT/RW
BANK SAMPAH/ SODAQOH SAMPAH/ TPS
3R RESIDU
TPS / KONTAINER/
TRANSFER DEPO
TPA
PERAN PEMERINTAH DAERAH
PERAN SERTA MASYARAKAT
SKEMA MANAJEMEN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA
Budaya Adipura,Budaya Hidup Bersih
-
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014
HEADLINE
Selain itu, untuk sampah organik juga dijelaskan bagaimana
pengelolaannya. Setiap rumah tangga dalam mengolah sampah organik
dengan menggunakan Komposter, Takakura maupun dengan memasukan di
lubang resapan biopori. Sampah organik yang masuk ke TPS 3R diolah
menjadi kompos, kompos tersebut dibeli oleh LPM Kecamatan untuk
kemudian dihibahkan ke masyarakat untuk program KRPL (Kawasan Rumah
Pangan Lestari), penghijauan dan taman RW.
Dengan adanya manajemen pengelolaan sampah rumah tangga secara
maksimal dan berkelanjutan, maka budaya hidup bersih akan tertanam
di masyarakat. Selanjutnya, untuk memaksimalkan upaya tersebut,
pemerintah perlu strategi. Berikut ini beberapa strategi yang
dilakukan pemerintah kota dalam menangani masalah
lingkungan :1. Minimalisasi dan budaya pilah sampah mulai
dari
sumbernya2. Reduksi sampah berbahaya dari sumbernya3. Daur ulang
sampah menjadi barang yang
bermanfaat dan bernilai ekonomis4. Peningkatan Sosialisasi
Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga5. PeningkatanPeran Serta Tokoh Masyarakat dan
Tokoh Agama dalam Pengelolaan SampahTentunya dari berbagai upaya
yang dilakukan
pemerintah, tidak bisa berhenti sampai disini. Upaya-upaya serta
berbagai strategi harus selalu ditingkatkan hingga pada akhirnya
masalah lingkungan di Kota Pekalongan sedikit demi sedikit bisa
diminimalisir. (Eva, Sina)
6
KOMPOSISI SAMPAH KOTA PEKALONGAN 2012
Komposisi Prosentase (%)
2012
Organik 77.7
Kertas 5.5
Kayu 1.6
Kain 1.7
Karet / kulit 1
Plastik 8
Metal / logam 1
Gelas / kaca 1.5
Lain lain 2
Jumlah 100
-
HEADLINE
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014
Paradigma : Kumpul-Angkut-BuangPernahkah Anda berpikir,
kemanakah perginya
sampah yang kita hasilkan setiap hari? Sudah dapat dipastikan
bahwa sebagian dari kita akan menjawab Tempat Pembuangan Sampah
Akhir.
Se lama in i masyarakat Pekalongan menganggap bahwa setelah
dikumpulkan, sampah akan diangkut oleh petugas kebersihan dan
selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan akhir. TPA Degayu TPA yang
menampung sampah rumah tangga yang setiap hari dihasilkan oleh
warga Kota Pekalongan. Perlu kita semua ketahui bahwa produksi
sampah warga pekalongan saat ini setiap harinya
3mencapai 184 ton/892 m . Hasil produksi sampah ini dipastikan
akan terus bertambah setiap tahunnya.
Untuk lebih jelasnya, berikut data perkiraan jumlah timbunan
sampah dari tahun ke tahun.
Dari data di atas bisa kita prediksi bersama, seberapa tinggi
dan banyaknya gunungan sampah yang ada di TPA kota ini. Mampukah
menampung sampah-sampah yang kita hasilkan setiap hari? Apabila TPA
di Degayu telah dipenuhi gunungan sampah, lalu mau dikemanakan lagi
sampah-sampah yang akan selalu kita hasilkan setiap harinya? Namun
sebenarnya hal ini akan bisa teratasi jika kita semua,
khususnya masyarakat Kota Pekalongan,peduli terhadap pengelolaan
sampah dan berupaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Hal ini
bisa dilakukan dengan mengelola sampah semaksimal mungkin atau yang
biasa kita sebut dengan 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Reduce berarti
kita mengurangi penggunaan bahan-bahan yang bisa merusak
lingkungan. Atau bisa juga diartikan dengan mengurangi belanja
barang-barang yang Anda tidak terlalu butuhkan. Sedangkan Reuse
sendiri berarti pemakaian kembali, seperti memberikan baju-baju
bekas yang layak pakai ke orang yang lebih membutuhkan.
Terakhir,Recycle adalah mendaur ulang barang, seperti mendaur ulang
sampah organik di rumah. Upaya 3R ini bisa dilakukan oleh siapa
saja. Baik dalam skala rumah tangga, lembaga, industri, pasar, dll.
Selain 3R yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakatpun sudah
sepatutnya ikut serta melakukan 3R di daerah masing-masing agar
sampah di kota kita bisa dikendalikan.
Jadi selain adanya pemilahan sampah organik dan anorganik,
masyarakat sebaiknya melakukan 3R sebelum sampah berakhir di TPA.
Dengan sistem daur hidup sampah yang efisien ini akan membantu
memperpanjang umur TPA di kota, begitu penjelasan Slamet Budiyanto,
ketua KLH (Kantor Lingkungan Hidup) Kota Pekalongan. Berikut daur
hidup sampah berbasis masyarakat, salah satu program yang
dicanangkan oleh walikota Pekalongan, dr.Basyir Ahmad.
7
Daur Ulang Sampah Daur Ulang Sampah
di Kota Pekalongandi Kota Pekalongan
-
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014
HEADLINE
8
Jadi, mulai dari sekarang marilah kita buang jauh-jauh paradigma
kita yang satu ini. Sampah tidak hanya dikumpulkan, diangkut, dan
dibuang. Namun sampah harus diperlakukan lebih dari itu. Selain
memilah sampah sesuai dengan jenisnya, kita juga harus berupaya
untuk mengurangi produksi sampah dan melakukan 3R terhadap
sampah.
Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul, demikianlah pepatah
mengatakan. Senada dengan solusi yang seharusnya kita ambil atas
segala permasalahan, khususnya terkait masalah lingkungan di kota
Pekalongan.Untuk itu pemerintah menghimbau
agar masyarakat pun ikut turun tangan dalam menangani masalah
lingkungan ini. Sehingga kebersihan lingkungan tidak lagi menjadi
tanggung jawab pemerintah saja, melainkan menjadi tanggung jawab
kita bersama, pemerintah serta masyarakat. Dengan kerja sama yang
intensif dan masif tersebut, maka permasalahan lingkungan akan
segera terselesaikan. Terakhir, Slamet Budiyanto berpesan kepada
para pembaca, lakukanlah penghijauan sejak dini, karena penghijauan
dapat menjadi investasi yang berharga bagi anak cucu kita kelak.
(Eka Syaefatul Huda)
PARADIGMA : KUMPUL ANGKUT BUANG
UPAYA PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA
BERBASIS MASYARAKATTAHAPAN :
1. SOSIALISASI TINGKAT KOTA2. SOSIALISASI TINGKAT KECAMATAN3.
SOSIALISASI TINGKAT KELURAHAN4. SOSIALISASI TINGKAT RW5. PEMETAAN
WILAYAH DALAM PENGELOLAAN
SAMPAH6. PERENCANAAN KEBUTUHAN SARANA DAN
PRASARANA DAN SDM7. PEMENUHAN KEBUTUHAN SARPRAS DAN SDM.8.
IMPLEMENTASI.
-
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014
Bagi warga Kota Pekalongan, penghargaan Adipura seakan menjadi
harapan yang ditunggu-tunggu setiap tahunnya. Banyak upaya yang
telah dilakukan untuk menyabet gelar bergengsi itu, baik dari pihak
pemerintah maupun masyarakat.
Empat tahun terakhir, Kota Pekalongan 'langganan' mendapat
penghargaan tersebut. Tak heran jika pemerintah giat melakukan
upaya-upaya untuk meneruskan prestasi ini. Sayangnya, di tahun
kelima ini, setelah empat kali berturut-turut memperoleh
penghargaan Adipura, Kota Pekalongan kehilangan kesempatan
mendapatkannya kembali. Hal ini sempat menimbulkan pertanyaan dari
sejumlah pihak, terutama lembaga-lembaga yang terlibat langsung
dalam proses perolehannya, salah satunya yakni KLH.
Slamet Budiyanto, Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kota
Pekalongan, mengakui tahun ini Kota Pekalongan memang gagal meraih
penghargaan Adipura dan Adipura Kencana, Tahun ini Kota Pekalongan
gagal meraih Adipura apalagi Adipura Kencana. Karena untuk tahun
ini, passing grade untuk Adipura dinaikkan, jelasnya, sesuai yang
dimuat pada Harian Satelit Post edisi Senin, 9 Juni 2014 lalu.
Memang, kenaikan Passing Grade tersebut diakui tanpa adanya
pemberitahuan sejak awal dari pihak penyelenggara. Menanggapi hal
ini, Walikota Pekalongan, dr. M. Basyir Ahmad, mengatakan bahwa
selama ini masyarakat memang belum menjadikan budaya hidup bersih
sebagai kebutuhan, sehingga wajar saja jika dengan adanya kenaikan
passing grade ini menjadi salah satu penyebab gagalnya memperoleh
penghargaan bergengsi tersebut.
Selama ini, upaya perolehan Adipura memang lebih banyak
diusahakanoleh pemerintah kota, yakni peran serta masing-masing
SKPD (Satuan Kerja Pemerintahan Daerah), sehingga kurang maksimal
melibatkan masyarakat.
Mengenai rencana berikutnya, bel iau berkomentar dengan tegas,
Tidak peduli passing grade-nya berapa, asal masyarakat bisa
memaksimalkan peranannya, maka Adipura akan diperoleh kembali.
Tambahnya, saat ditemui di ruang kerjanya beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, pihaknya menambahkan bahwa kondisi Pekalongan
belum lama inimemang sedang
dalam masa perbaikan aset dan tata ruang kota, lantaran sempat
mengalami kerusakan di beberapa titik akibat bencana banjircukup
besar yang melanda kota beberapa waktu lalu. Oleh karenanya,
konsentrasi pemerintah mulanya dititikberatkan pada perbaikan itu.
Ini menjadi evaluasi tersendiri bagi pihak-pihak yang berkaitan
langsung pada upaya perolehan Adipura.Dikembalikan kepada
Masyarakat
Penghargaan Adipura memang menjadi salah satu target
kepemimpinan Pak Basyir selama mengabdi untuk Kota Pekalongan.
Keinginan tersebut direalisasikan pada niat mulianya untuk
menyadarkan masyarakat agar dapat membantu menjaga keseimbangan
lingkungan. Persiapan mendapatkan Adipura bukan hanya hajat
pemerintah saja, namun keberadaanya mencerminkan kualitas
masyarakat itu sendiri.
Untuk mewujudkan rencana ini, pihak pemerintah telah menyiapkan
bantuan, baik berupa alat kebersihan seperti motor VIAR untuk
setiap kelurahan, maupun tenaga kerja untuk mengurusi pengelolaan
sampah di Pekalongan. Dengan begitu, diharapkan mulai tahun ini,
pengelolaan sampah tidak hanya menjadi tugas pemerintah (lembaga)
saja, namun akan melibatkan masyarakat secara langsung dan
maksimal. Karena hakikat dari perolehan Adipura ini bukan hanya
pialanya, namun budayanya, jelas Pak Basyir.
Meskipun tahun ini belum mendapat kesempatan memboyong piala
tersebut, namun pak Basyir tetap bersyukur atas perolehan empat
kali terakhir, lantaran menurutnya, banyak anggapan bahwa
daerah-daerah yang dilalui pantura tergolong sulit mendapat
Adipura. Namun Pekalongan mampu mematahkan anggapan itu dengan
komitmennya menjaga kelestarian lingkungan.
Upaya memberikan pelayanan maksimal bagi masyarakat terus
dilakukan, khususnya menjadikan kota layak huni, yang tidak hanya
bersih, namun sehat, nyaman dan teduh. Karena parameter suksesnya
roda kepemimpinan dapat dilihat dari kondisi masyarakatnya.
(Diliput oleh : Sina, Zidni, Eva, Najib)
9
Adipura Kelima Gagal Didapat
WAWANCARA EKSLUSIF
-
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014
LIPUTAN KHUSUSLIPUTAN KHUSUS
Melihat kenyataan bahwa Kota Pekalongan telah menerima Adipura
sebanyak 4 kali berturut-turut, rasanya kurang pas ketika kita
melihat masih ada beberapa pemandangan yang ganjildi kota Adipura
ini. Air sungai yang melintasi kota masih berwarna-warni dan
gunungan sampah yang sering terlihat di trotoar jalan kota. Seperti
yang tampak pada Jalan Kurinci, tepatnya disebelah barat Lapangan
Mataram, Kota Pekalongan. Di situ tersedia tempat sampah yang
sejatinya digunakan untuk menampung sampah orang-orang yang
melakukan aktivitas di lapangan. Namun akhir-akhir ini, warga
sekitar juga ikut membuang sampah rumah tangga mereka di tempat
tersebut. Sehingga kapasitas dari tempat sampah tersebut tak mampu
lagi menampung jumlah sampah yang akhirnya tampak menggunung dan
berserakan ke jalan.
Tidak adanya tempat pengolahan sampah pada RT setempat
mengakibatkan hal ini semakin berlarut-larut. Dan wargapun semakin
biasa dan tak merasa rikuh ketika mereka membuang sampah tidak pada
tempatnya. Hal ini harus secepatnya dibuatkan jalan keluar agar
nantinya tidak menjadi masalah lain yang lebih serius. Seperti
jumlah sampah yang kian membludak dan tak mengurangi nilai dari
Adipura yang berturut-turut diterima Kota Pekalongan.
Selain sampah, adapula masalah lain yang tak kalah pelik di kota
ini dan sangat memungkinkan mengurangi citra Kota Pekalongan yang
empat kali meraih Adipura. Yakni masalah pembuangan limbah batik
yang dibuang sembarangan dan dialirkan ke sungai-sungai. Tercatat
ada beberapa sungai di kota yang tercemar limbah, diantaranya ada
Sungai Setu, Sungai Binatur dan sungai yang melintasi daerah
Sapuro.
Namun dari ketiga sungai ini, yang terlihat paling parah adalah
sungai asem binatur. Dimana bau air
sungai ini sangat menyengat dan bisa tercium sampai radius 20
meter pada saat musim kemarau. Warna airnya pun nampak seperti
pelangi yang dapat berubah-ubah seketika. Pada saat musim hujan
sungai ini seringkali meluap dan membanjiri pemukiman penduduk
sekitar bantaran sungai.
adalah ulah pengusaha batik yang membuang limbah hasil pewarnaan
langsung ke sungai. Bahkan ada diantaranya yang mencuci kain
batiknya di sungai, sehingga limbah yang dihasilkan mengalir begitu
saja tanpa adanya proses pengolahan limbah terlebih dulu. Ini
sangat mengkhawatirkan dan dapat menjadi bencana jika dilakukan
terus-menerus dan tidak adanya langkah tegas dari para pemegang
kebijakan dalam menindak lanjuti ulah pengusaha nakal ini.
Sebelumnya telah dibuat lima Unit Pengolahan Limbah (UPL) namun
seiring berjalannya waktu, UPL ini tidak lagi terpakai. Hal ini
dikarenakan kurangnya perawatan dan perhatian khusus dari
pemerintah dalam pengawasan kinerja dari UPL tersebut. Pemerintah
seakan lepas tangan ketika UPL telah dibangun dan dibiarkan tanpa
adanya tindak lanjut. Sejatinya UPL ini sangat membantu dalam upaya
mengurangi dampak limbah yang dibuang secara langsung. Sehingga
diharapkan pemerintah kedepannya dapat melaksanakan pengawasan dan
pengelolaan UPL bersama dengan para pengusaha.
Oleh : Muhammad Fariz Firmansah (AS/2013)Reporter muda LPM
Al-MizanWarga Kota Pekalongan
Setelah ditinjau mengenai alasan sungai ini berbau tajam dan
berwarna-warni, memunculkan temuan bahwa penyebab dari semua
itu
10
Pembuangan Limbah SembaranganPembuangan Limbah Sembarangan
-
SAJIAN UTAMASAJIAN UTAMA
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014
enciptakan lingkungan yang bersih, sehat dan hijau bukan saja
Mtanggung jawab pemerintah tetapi
semua warga masyarakat harus turut serta berpartisipasi sesuai
kemampuannya. Dalam upaya mewujudkannya, dapat ditempuh melalui
berbagai kegiatan yang melibatkan semua komponen masyarakat atau
warga setempat yang terintegrasi dan sinergi. Bahwa dalam upaya
agar tidak menambah kerusakan lingkungan, kelompok pengajian Ulin
Nuhaa yang peduli terhadap lingkungan telah mencoba mengelola
sampah rumah tangga sejak Juli 2010. Untuk dapat meningkatkan
kegiatannya sehingga dapat lebih menggairahkan warga dalam
mengelola sampah, kini dibentuklah Bank Sampah. Bank sampah di
sebuah perumahan Tirto Indah No. 63 Rt. O1 Rw. 06 Pekalongan yang
bernama BANK BASA SAKINAH ini diresmikan pada tanggal 6 Juni 2012
oleh Kepala Kantor Lingkungan Hidup kota Pekalongan.
Sampah akan menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir,
keadaan ini sangat dipengaruhi oleh perilaku masyarakat terhadap
sampah. Pertambahan jumlah sampah yang diproduksi oleh rumah tangga
telah menjadi masalah di lingkungan perkotaan. Padahal lahan yang
tersedia sangat terbatas, sedangkan pengelolaan sampah masih
dilakukan secara konvension, dalam arti masih jarang yang
mengkaitkan dengan memanfaatkan kembali sampah yang dihasilkan.
Akhirnya Daur ulang sampah diharapkan dapat mengatasi permasalahan
lingkungan di kota Pekalongan ini. Dengan adanya Bank sampah,
berbagai sampah anorganik dapat di
daur ulang. Dengan demikian, bank sampah yang ada diharapkan
mendapat dukungan penuh dari masyarakat setempat. Ketersediaan
warga dalam mengumpulkan sampah-sampahnya ke bank sampah, akan
memperlancar proses daur ulang sampah.
Selama ini kebanyakan orang mengartikan sampah sebagai barang
yang tak bernilai, sesuatu yang sudah tidak dipakai lagi, harus
dibuang, kotor, jorok, menjijikan dan bau. Namun tidak demikian,
sampah menurut Ibu Zahry Purwati yaitu bahan sisa sebagai hasil
dari produk baru. Sampah yang biasanya hanya dibuang begitu saja,
kini Bu Purwati mengolahnya kembali menjadi barang yang kemudian
bisa dipakai lagi dengan wujudnya yang baru.
Zahry Purwati, yang akrab disapa dengan Bu Pur ini merupakan
seorang ibu rumah tangga yang peduli terhadap lingkungan. Beliau
prihatin akan pola hidup manusia zaman sekarang yang serba instan.
Pola hidup inilah yang akan berpengaruh terhadap lingkungan. Setiap
hari, semua warga memproduksi sampah. Kemudian beliau berinisiatif
untuk mendaur ulang sampah menjadi barang-barang yang berharga.
Tangannya sangat terampil merangkai sampah plastik menjadi
barang-barang yang mempunyai nilai jual. sampah dibuang sayang,
kalau disayang akan mendatangkan uang. Kata-kata inilah yang sering
Bu Pur sebut, seakan-akan telah menjadi semboyannya sekaligus
memotivasi kami, crew LPM Al-Mizan untuk melakukan daur ulang
sampah di daerah tempat kami tinggal.
Menurut Ibu Purwati, mendaur ulang sampah dapat mendatangkan
berbagai manfaat yang akan kita
11
Setorkan sampah, dapatkan rupiahSayangi sampah, Insya Allah
berkahKelola sampah, lingkunganpun indahMemilah sampah, sebagai
ibadah
DARI SAMPAH MENJADI UANGDARI SAMPAH MENJADI UANG
-
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014
SAJIAN UTAMA
rasakan. Selain meningkatkan derajat sampah, kreasi kita
terhadap sampah bisa menjadi ajang bisnis. Sampah yang telah
dikreasikan menjadi barang-barang tertentu akan mendatangkan nilai
rupiah yang justru menjanjikan. Hal ini telah dirasakan oleh Bu Pur
sendiri.
Selanjutnya Bu Pur menjelaskan bagaimana proses mendaur ulang
sampah hingga mencadi barang yang unik dan cantik. Sebelum masuk
tahap perangkaian, sampah plastik harus terlebih dulu dicuci,
setelah itu digunting dan kemudian dilipat agar plastik tersebut
bisa dirangkai menjadi satu kesatuan yang indah. Di tangan Ibu
Zahry Purwati, sampah plastik bisa menjadi tas cantik, dompet,
sandal, dll. Di rumahnya, beliau sangat telaten merangkai sampah
plastik menjadi barang yang bernilai jual tinggi. Beliau mengaku,
sebelumnya pernah mengikuti pelatihan-pelatihan khusus mendaur
ulang sampah. Mengikuti pelatihan hanya sekali setelah berdirinya
bank basa SAKINAH. Inspirasi barang yang dibuatnya selama ini
diperoleh dari bermacam-macam barang yang dulu sudah ada. Barang
yang menginspirasi tersebut beliau Amati, Tiru, dan Modifikasi.
Tahap awal dalam menentukan model daur ulang sampah ini beliau
sebut dengan ATM.
Setelah ditanyai oleh crew LPM Al-Mizan, ternyata belum ada
proses pemasaran yang dilakukan
Bu Pur. Meskipun begitu, beliau sudah mendapatkan beberapa
pesanan dari pihak yang bekerja sama dengan KLH. ini saja saya
masih dipeseni tas 50 buah. Kuwalahan saya, soalnya yang bisa bantu
sedikit, kata Bu Pur kepada crew LPM Al-Mizan. Untuk membuat
berbagai macam kerajinan, hanya ada beberapa janda yang ikut serta
dalam proses mengolah sampah. Seperti mencuci, mengumpulkan, dan
melipat sampah plastik dari rumahnya untuk kemudian dikumpulkan ke
rumah Bu Pur. 10 lipatan dihargai 100 rupiah tambah Bu Pur. Karena
bersemangat, kadang ada yang mengumpulkan hingga 600 lipatan. Dari
kegiatan ini ada beberapa hal yang mereka dapatkan, yaitu:
munculnya kebersamaan, gotong royong, silaturrahmi, tukar
informasi, nilai pendidikan, dll.
Sebagai seseorang yang aktif mengisi pengajian tinggal, Bu Pur
melakukan kegiatan daur ulang sampah ini didasari dengan niat
ibadah. Beliau juga sempat melafalkan beberapa ayat Al-Qur'an dalam
QS. Thoha, QS. Ar-Rum dan QS. Al-Qashas. Ayat-ayat inilah yang
mendorongnya untuk menjaga dan melestarikan kebersihan lingkungan.
Dengan mendaur ulang sampah, beliau dapat menyelamatkan lingkungan,
dari hal yang kecil, mulai dari sekarang dan mulai dari diri kita
masing-masing. Demikian pesan terakhir beliau kepada kita semua,
sebelum berpisah dengan crew LPM. (Eka Syaefatul huda, Zidni
Mubarok, M. Ulinnuha)
12
-
Muhamad D. Shahab, lahir di Pekalongan, 13 Oktober 1966, beliau
adalah seorang ulama dan tabib, sekaligus menjadi seorang pemerhati
lingkungan. Beliau adalah salah satu dari masyarakat Pekalongan
yang peduli akan lingkungan hidup di sekitar Pekalongan.
Lantaran ingin menjadi seorang terapis, mantan mahasiswa
Fakultas Ekonomi UGM ini, melanjutkan Pendidikan Akupuntur. Hal ini
ia lakukan karena terinspirasi kakeknya yang juga merupakan seorang
tabib sekaligus ulama. Dari kakeknya itu, beliau belajar banyak
tentang akupuntur.
Selain menjadi aktifis lingkungan, beliau menjadi ketua di
ASPEKTRI (Organisasi
Pengobatan) di Pekalongan yang berdiri 3 tahun yang lalu,
ASPEKTRI berpusat di Jakarta.
Beliau adalah pembina majelis dzikir di Pekalongan, selain itu
beliau juga menyelenggarakan Kesenian multi kultural (kesenian yang
dipadukan dengan Gending jawa). Kesenian multi kultural ini membawa
beliau mendapatkan penghargaan juara 1 di Festival se-Jawa tengah
di Semarang, dan juara harapan 1 di Festival Budaya di Semarang.
Prestasi ini adalah sesuatu yang menggembirakan karena beliau bisa
mendapatkan 2 penghargaan sekaligus.
Selain menjadi pembina Majelis dzikir, beliau juga menjadi
aktivis pemerhati lingkungan di Pekalonngan, beliau tergerak untuk
ikut melestarikan lingkungan karena beliau melihat kebanyakan
masyarakat yang kurang peduli terhadap lingkungannya sendiri,
khususnya di Kota Pekalongan.
Salah satunya adalah tidak ada kepedulian masyarakat untuk
membuat sumur resapan air, yang bisa membantu agar ketika hujan air
bisa tertampung disumur itu, sehingga bisa mengurangi terjadinya
banjir di Kota Pekalongan. Penyebab lainnya adalah sekarang banyak
lahan yang dialihkan fungsi yang tadinya bisa untuk menjadi daerah
resapan air hujan sekarang menjadi pemukiman yang padat penduduk.
Sekarng juga keberadaan hutan sudah sangat minim, dan penggunaan
pupuk kimia yang berakibat akan mengeraskan tanah jika digunakan
bertahun-tahun, efeknya tanah menjadi keras airpun tidak bisa
meresap kedalam tanah, hal ini bisa dlihat sawah sekarang ketika
musin kemarau datang tanah disawah menjadi retak-retak, selain
mengeraskan tanah pupuk kimia juga akan membunuh makhluk
Muhamad D. ShahabLahir di Pekalongan,
13 Oktober 1966. Seorang ulama dan tabib, sekaligus
pemerhati lingkungan.
Impian Seorang Ulama untuk Kelestarian lingkungan
SOSOK
Oleh : Alvi Himatul Aliyah, Umi karimah
-
SOSOK
hidup yang ada disawah itu.Seperti kita lihat sekarang banyak
permukaan
bumi yang tertutup oleh aspal, rumah, dan paving. Jika kita
lihat di google earth sedikit sekali permukaan bumi yang tidak
tertutup oleh aspal, ataupun rumah-rumah, dengan itu kalau air
hujan turun air akan sulit untuk meresap kebumi, karena tidak ada
daerah untuk resapan, dan akhirnya terjadi banjir. Dengan itu
beliau berharap masyarakat Kota Pekolangan bisa ikut melestarikan
lingkungan, dengan membuat sumur resapan air di masing-masing
rumah. Sehingga air hujan bisa ditampung disumur itu, dan air tidak
lari kemana-mana tetapi bisa meresap langsung ke bumi, proses itu
pun bisa mendinginkan bumi, dan bisa mengurangi banjir dan abrasi
dipantai. Beliau juga berharap kita bisa menggunakan teori (take
and give) dengan tidak hanya mengambil air untuk kepentingan
sehari-hari kita, tetapi kita harus bisa memberi air untuk bumi
kita.
Beliau telah membuat dua sumur resapan dirumah beliau, sumur
resapan yang ada di rumah beliau bentuknya mirip dengan sumur-sumur
biasa, tetapi sumur itu khusus menampung air hujan dan diberikan ke
bumi kita, kita tidak boleh mengambil airnya untuk kebutuhan
sehari-hari. Karena air untuk kebutuhan sehari-hari sudah
disediakan oleh pemerintah seperti air pam. Sedangkan air limbah
rumah tangga seperti air bekas cucian yang mengandung deterjen
harus ditampung sendiri dan bisa didaur ulanag.
Selain membuat sumur resapan, beliau bersama para jama'ah
dzikirnya pernah menanam pohan manggrove di sekitar pantai pasir
kencana, namun sekarang sudah berhenti karena terkena banjir rob.
Kalau kita lihat idealnya pantai adalah pantai, setelah itu hutan
bakau atau hutan manggrove (untuk menahan abrasi pantai), kemudian
tambak-tambak ikan baru setelah itu rumah-rumah warga. Tetapi
kenyataan sekarang setelah pantai, langsung pemukiman warga, bukan
hutan bakau lagi, ini yang menyebabkan abrasi di pantai dan banjir
rob.
Pengerasan tanah yang diakibatkan penggunaan pupuk kimia
merupakan salah satu penyebab air tidak bisa diserap oleh tanah.
Dulu para petani dalam mengolah tanahnya hanya menggunakan
pupuk
organik yang didapatkan dari kotoran hewan ternak, sehingga itu
tidak akan menyebabkan tanah menjadi keras.
Selain itu limbah-limbah yang mencemari sungai seperti limbah
rumah tangga, limbah industri dan limbah batik yang membuat
pendangkalan sungai, sehingga makhluk-makhluk hidup yang ada
disungai ikut mati, secara tidak sadar kita sudah membunuh makhluk
hidup yang ada di sungai itu.
Untuk menanggapi hal itu, beliau menemukan alternatif untuk
membantu tanah menjadi gembur atau lunak lagi, dengan memberi
Probiotik (mikroba yang bisa mengurai tanah), probiotik tersebut
beliau dapatkan dari temannya di Yogyakar ta , dan bel iau
mengembangbiakkan mikroba tersebut di Pekalongan. Beliau pernah
mengunjungi tempat pembuatan batik, disana terdapat sumur untuk
menampung limbah batik, tetapi lama-lama tanah tepi sumur itu
mengeras dan tidak bisa menampung air limbah batik tersebut,
akhirnya air limbah harus dikuras, karena tidak meresap ke tanah.
Akhirnya beliau memberikan probiotik itu dan hasilnya tanah yang di
sekeliling limbah itu tadinya keras bisa mejadi gembur, limbah
batik itu bisa menjadi pupuk untuk tumbuhan disekitarnya.
Beliau mempunyai cita-cita membuat pendopo jawa dengan
seperangkat gamelan jawa karena beliau ingin melestarikan budaya
jawa, dan mempunyai hutan sendiri dalam bentuk waqaf, sehingga
tidak bisa menjadi hutan kota, dan bisa menjadi tempat hidup untuk
makhluk hidup lainnya, yang dimana hutan tersebut tidak dapat
diganggu orang lain yang tidak bertanggungjawab.
Beliau berpesan "mudah-mudahan masyarakat pada umumnya,
khususnya mahasiswa STAIN Pekalongan mempunyai rasa kepedulian
terhadap lingkungannya, mulailah dari hal yang sekecil apapun yang
anda mampu.
Riwayat pendidikan beliau adalah : SD Islam 02 Pekalongan SMP
Islam Pekalongan SMA Pemda ( yang sekarang menjadi
SMAdwija Praja) Pernah Kuliah di UGM jurusan Ekonomi (
namun tidak tamat )
14
-
bertahan, mereka harus melakoni kehidupan keras itu
sendirian.
Salah satunya, perempuan (PSK) asal Desa Panundan, Kecamatan
Banyuputih, Kabupaten Batang, Sebut saja namanya Bunga. Ia masih
muda, dan baru berusia 18 tahun. Perempuan bertubuh kurus serta
berkulit sawo matang itu mengaku sebagai salah satu penghuni baru
di lokalisasi itu. Sikapnya yang ceria, tak terlihat dirinya tengah
menyimpan berbagai kisah hidup yang kelam.
Bunga mengaku, menjadi PSK sejak 4 tahun lalu. Di usianya yang
masih sangat muda, orang tua kandungnya mengusir dia dari rumah.
Bahkan ayah dan ibunya tak lagi menganggap Bunga sebagai anak.
Kenyataan tersebut tentu menjadi cambuk dalam kehidupan Bunga yang
saat itu baru berusia 14 tahun. Akhirnya, ia jatuh tak berdaya
dalam dunia malam yang penuh dengan penderitaan.
Orangtuaku sudah tidak menganggapku sebagai anak. Ya mau
bagaimana lagi. Kalau ndak kayak gini, aku tak bisa makan, kata
Bunga, dengan mata yang semakin berkaca-kaca. Berlahan, air mata
yang terkumpul di sepasang rongga kelopak matanya, mulai
menetes.
Sejujurnya, dirinya ingin sekali berjumpa dan meminta maaf
kepada kedua orangtuanya. Namun, orang yang telah melahirkan dan
mengadzani serta membesarkannya dengan penuh kasih sayang, hingga
kini diakui belum bisa menerima kembali keberadaannya. Ingin sekali
mas, aku minta maaf. Tapi, mereka belum menerima aku. Mungkin,
karena aku penuh dengan dosa, keluhnya, sembari menyeka air
mata.
Menelisik Kehidupan PSK di Lokalisasi Kebonsuwung
Karanganyar
Jadi PSK Karena Diusir dari Rumah dan Tak Dianggap Anak
Jadi PSK Karena Diusir dari Rumah dan Tak Dianggap Anak
Banyak masa lalu suram yang dilalui para pekerja seks komersial,
sehingga ia tak memiliki pilihan untuk tidak bergelut di dunia
hitam nan keras. Seperti apa? M Hadiyan, Karanganyar(Pimpinan Umum
LPM Al-Mizan 2012)
SUASANA Lokalisasi Kebonsuwung, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten
Pekalongan Senin (23/6) kemarin tampak sepi. Tepatnya 6 hari
menjelang tanggal 1 Ramadan 1435 H. Saat itu, waktu baru
menunjukkan pukul 11.00 WIB. Belum banyak terlihat aktivitas
hiburan di kompleks yang dihuni puluhan pekerja seks komersial
(PSK) tersebut. Beberapa perempuan nakal belum banyak mangkal di
warung remang-remang. Wajar saja, berdasarkan informasi yang
didapat, praktik pelayanan jasa seksual itu baru akan ramai ketika
malam tiba.
Sekilas memang terlihat tak berbeda dengan kehidupan masyarakat
pada umumnya. Ada yang tengah menyapu halaman dan adapula yang
sibuk melayani pembeli di sebuah warung kecil pinggir jalan.
Sesekali ada beberapa perempuan keluar masuk wisma dengan
mengenakan baju ketatnya.
Namun, pemandangan berbeda tampak di dalam salah satu wisma yang
berada di Lokalisasi tersebut. Di luar jam terbangnya, beberapa
perempuan penghibur pria hidung belang tengah sibuk dengan
aktivitasnya masing-masing. Tak jarang gelak tawa terdengar di
antara mereka.
Melihatnya, orang pasti mengira, tak ada beban di kehidupan
gelap yang mereka geluti. Padahal, kenyataannya belum tentu seperti
itu. Sebagian besar PSK penghuni Kobonsuwung, mengaku, memiliki
masa lalu yang menyakitkan, sehingga membuatnya terpaksa terjun di
gemerlap dunia hitam. Mereka tak seperti perempuan pada umumnya
yang hidup dekat dengan kata nyaman, serta mendapat fasilitas
pendidikan dan keagamaan yang cukup. Untuk
FEATURE
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014 15
-
FEATUREMasih di sebuah ruangan Wisma seluas 710
meter, dengan minim intensitas cahaya matahari, tempat dimana
beberapa perempuan malam berkumpul. Kisah hidup Anggi (nama
samaran) tak jauh menyakitkan dari Bunga. Kupu-kupu malam asal
Cilacap itu mengaku, menjadi PSK hanya sebagai ajang pelampiasan
sakit hati karena suaminya selingkuh. Suamiku di Jakarta selingkuh
dengan perempuan lain, karena itu aku sakit hati, ucap perempuan
berusia 29 tahun itu, sembari menatap cermin bedak dan terus
memperbaiki make-up di wajahnya.
Dalam hati kecilnya, ia ingin mentas dari lembah kenistaan itu.
Namun, apa daya, ia harus menghidupi kedua anaknya yang masih
belia. Saya pingin berhenti mas. Tapi nanti, tunggu sampai sakit
hati ini sembuh, katanya dengan nada keras.
Tidak hanya mereka berdua, sebagian besar perempuan malang yang
terjebak dalam bisnis lendir itu memiliki latarbelakang kehidupan
keras. Kadang dia tersenyum dalam tangis, dan kadang pula dia
menangis di dalam senyuman.
***Takut Mengidap HIV/AidsSementara, di pojok ruang tersebut,
sosok
perempuan berperawakan kurus dengan kulit kuning, sekira
tingginya mencapai 165 cm tersenyum dengan ramah. Rambut panjangnya
terkibas saat ia mulai menoleh ke arah pintu. Sebut saja namanya
Mawar, perempuan muda berusia 19 tahun asal Desa Panundan.
Mawar tak sungkan mencerita pengalamannya sebagai PSK. Ternyata,
ia sudah menggeluti bisnis persetubuhan itu sejak lama. Waktu itu
ia menjajakan dirinya di lokalisasi yang berada di Daerah
Banyuputih,
tempat dimana ia dilahirkan. Saya disini baru dua minggu mas.
Masih baru, ungkapnya.
Biasanya kami kerjanya setiap malam. Kalau sekarang (siang) kami
istirahat. Paling kalau ada pelanggan yang datang, bisa kami
layani, ujarnya tanpa beban.
Selama menjadi pemuas birahi pria hidung belang, Mawar pernah
melayani 11 orang dalam waktu semalam. Kalau dulu, waktu saya di
Banyuputih, semalam saja saya biasa melayani banyak pria. Bahkan
sampai 11 orang. Tapi saya disini masih baru, jadi paling banyak 2
orang saja, kilahnya.
Saat ditanya, tentang risiko penyakit HIV/Aids yang bisa
mengancam dirinya, ia hanya tersenyum datar. Sebenarnya ya takut.
Tapi, gimana lagi, katanya.
Lokalisasi Kebonsuwung, memang cukup terkenal di Kabupaten
Pekalongan. Lokalisasi ini juga sering dijumpai Dinas Kesehatan
(Dinkes) setempat untuk sekedar mengadakan penyuluhan tentang
bahaya seks bebas. Setiap 3 bulan sekali, petugas Dinkes Kabupaten
Pekalongan juga mengambil sampel darah dari masing-masing PSK
sebagai deteksi dini penyebaran virus HIV.
***HIV/Aids di Kabupaten Pekalongan
Mencapai 116 KasusSementara, terpisah dari itu, perkembangan
kasus
HIV/Aids di Kabupaten Pekalongan di tahun 2014 ini semakin
mengkhawatirkan. Setidaknya sejak awal Januari hingga Mei 2014
saja, Dinkes setempat telah menemukan 16 kasus baru. Dengan begitu,
jumlah kasus HIV/Aids di Kabupaten Pekalongan mencapai 116
kasus.
Kasi Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Menular Dinas
Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pekalongan, Suwondo mengatakan,
berdasarkan data yang ada, penderita HIV/Aids di Kabupaten
Pekalongan didominasi di Kecamatan Karanganyar, dengan jumlah
penderita mencapai 18 orang, disusul Tirto dan Siwalan yang
masing-masing 15 orang dan 9 orang.
Wilayah lain yang tercatat adanya kasus HIV/Aids diantaranya,
Bojong 9 orang, Kajen 7 orang, Wopnopringgo 7 orang, Kedungwuni 7
orang, Kesesi 6 orang, Wiradesa 6 orang dan Wonokerto 6 orang,
terangnya.
Total penderita HIV/Aids di Kabupaten Pekalongan yang telah
ditemukan mencapai 116 kasus. Jumlah tersebut, terhimpun sejak
tahun 2005 hingga bulan Mei 2014. Dipresiksi, penderita HIV/Aids di
Kabupaten Pekalongan yang belum ditemukan mencapai 400 orang.
Karena, kasus HIV/Aids memang seperti fenomena gunung es, hanya
permukaannya saja yang tampak. Sementara, yang belum terlihat jauh
lebih banyak, tandasnya. (*)
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014 16
-
FEATURE
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014
Senja kali ini mengantarkan kakiku pada sebuah rumah berpetak
kecil. Di sekeliling rumah kecil itu terdengar canda tawa para
anak-anak. Kemudian dari sudut pintu rumah petak kecil itu berdiri
sosok tua yang melemparkan senyum padaku. Matanya sayu, kakinya
rentanya bergetar menopang tubuh. Dari matanya yang mungkin tak
mampu lagi melihat jelas, seperti hendak mengatakan sesuatu pada
semua orang.
Namanya Junaidi. Usianya tengah menginjak delapan puluh tahun.
Meski usianya tak muda lagi, tapi semangat hidupnya sangatlah
tinggi. Selagi umurnya masih muda ia merantau ke kota orang yaitu
kota metropolitan. Di kota tersebut ia bekerja sebagai buruh
serabutan untuk menghidupi anak-anaknya. Ketika usianya dapat di
katakan tak lagi muda ia akhirnya memilih tinggal di kota
kelahirannya yaitu kota pekalongan. Ia tinggal di sebuah gang kecil
di daerah Panjang Wetan. Ia berharap di kota kelahirannya itu roda
kehidupannya bisa lebih lunak bagi usia senjanya, tapi kenyataannya
tidak demikian.
Banyak orang mengenal gang itu adalah gang becak. Gang yang
hampir tiap hari digenangi air rob atau banjir. Dan banjir itu tak
mengenal musim, musim hujan maupun musim panas. Lelaki renta
menuturkan padaku ketika ku menghampirinya dan bertanya-tanya
tentang kehidupannya, bahwasanya ia bersyukur akan hidupnya
walaupun tiap hari ia harus berjuang. Benar, berjuang untuk
bertahan hidup dan menghidupi masa depan anak cucunya dengan
kondisi lingkungannya yang sebenarnya tidak layak dihuni.
Junaidi berkisah kehidupan sehari-harinya itu penuh dengan
tantangan. Setiap hari air rob menggenangi rumah dan lingkungannya.
Ia bersedih saat membayangkan masa depan anak cucunya, karena
kondisi lingkungannya dari tahun ke tahun terus memburuk. Ia
mengkhawatirkan lambat laun tempat tinggalnya akan tenggelam. Lalu
dimana lagi ia dan keluarganya akan tinggal.
Turunnya hujan mungkin bagi sebagian orang adalah kabar gembira.
Rumput, padi-padian dan pohon-pohon lainnya akan menghijau tersiram
air hujan. Tapi tidak untuk junaidi dan tetangganya. Musim hujan
adalah musim yang akan menghujam hari-harinya dengan rasa khawatir,
ketakutan, dan penderitaan. Air hujan kerapkali membangunkannya
tengah malam, tidak peduli betapa lelahnya junaidi
karena air banjir dan rob tiba-tiba saja masuk kerumahnya begitu
deras. Seketika itu pula junaidi harus memindahkan barang-barangnya
ke tempat yang lebih aman. Penderitaannya tidak berhenti sampai
disitu saja, ia menuturkan bahwa tiap air rob meninggi ia sering
terkena penyakit kulit, kedinginan dan penyakit lainnya. Sebenarnya
ia ingin mengeluh tapi ia tidak tahu mengeluh kepada siapa kecuali
kepada Sang Pemilik Hidup.
Junaidi mengandaikan jika usianya masih sekuat dulu, ia akan
merapikan aliran air di kawasannya itu. Memang benar, aliran air di
gang becak tidak dapat berfungsi sebaimana semestinya. Aliran itu
menggenangkan air yang keruh. Benih-benih penyakit berkembang biak
di tempat itu. Satu hal yang paling membuat ia resah yaitu
cucu-cucunya terkena penyakit demam berdarah dan sejeninya.
Saat kutanyakan jika terjadi banjir besar apakah warga gang
becak mendapat bantuan atau tidak. Junaidi menjawab dengan
lugas,
tahun-tahun lalu kami sering mendapat bantuan tapi tahun ini
kami juga mendapat bantuan, tapi bantuan itu tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan pangan saat banjir besar melanda kami.
Bagaimanapun juga kami sangat berterimakasih kepada orang-orang
yang masih peduli kepada kami. Kami tetap mensyukurinya.
Ia masih mempunyai harapan, Ia bisa hidup lebih layak lagi.
Tempat ia melabuhkan hidup bisa diperbaiki kualitasnya.
Saluran-saluran pembuangan air diperbaiki.
Penderitaan Junaidi di Kampung BecakOleh: Sulistiyani
17
-
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014
ARTIKEL
PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LINGKUNGAN
18
Fenomena sosial yang serba memprihatinkan akhir-akhir ini
seperti halnya tindak kekerasan dan tawuran antar pelajar yang tak
jarang merenggut banyak korban, penyalahgunaan narkotika, pergaulan
bebas di kalangan remaja harus menjadi sebuah renungan dan evaluasi
bagi pendidikan kita selama ini.
Pada dasarnya hakikat pendidikan bukan hanya sekedar transfer of
knowledge akan tetapi juga transfer of values, dalam arti penanaman
dan pengamalan nilai-nilai akan sangat berarti dalam kehidupan
sehari-hari dibandingkan hanya sekedar hapal dan tahu.
Revitalisasi pendidikan karakter sudah selayaknya bahkan
seharusnya masuk dalam sebuah desain kurikulum pembelajaran di
tingkat satuan pendidikan, sehingga pendidikan bangsa ini tidak
kehilangan ruh dari hakikat tujuan yang sebenarnya seperti yang
diamanatkan UUD 45 pasal 31 ayat 3 yang berbunyi:
Pe m e r i n t a h m e n g u s a h a k a n d a n
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan
keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang (UUD 45 dan
Amandemen Lengkap: 25).
Pendidikan karakter berbasis lingkungan tentu menjadi sebuah
solusi paling ampuh, sehingga bangsa khususnya para siswa tidak
memiliki kepribadian ganda antara di sekolah dan dirumah ataupun
ketika bergaul di masyarakat.
PENDIDIKAN KARAKTER Secara istilah maksud dan tujuan
pendidikan
karakter dan pendidikan akhlak semakna dan sejalan, yakni suatu
usaha sadar untuk membantu individu mempunyai kehendak untuk
berbuat sesuai dengan nilai dan norma (baik dalam agama maupun di
masyarakat) serta membiasakan perbuatan tersebut dalam
kehidupannya.Unsur-unsur Karakter
Fathul Mu'in mengatakan, bahwa karakter memiliki beberapa unsur
baik secara psikologis maupun sosiologis, yaitu:a) SikapOskamp
(1991) dalam Fathul Mu'in (2011)
mengemukakan bahwa sikap dipengaruhi oleh proses evaluatif yang
dilakukan individu, dan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
proses evaluatif tersebut adalah: faktor genetik dan fisiologik,
pengalaman personal, pengaruh orangtua, pengaruh kelompok sebaya
atau masyarakat, dan
Oleh : Rahmat Kamal, M.Pd.I(Dosen Tarbiyah STAIN Pekalongan)
Oleh : Rahmat Kamal, M.Pd.I(Dosen Tarbiyah STAIN Pekalongan)
-
ARTIKEL
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014 19
media massa. Oskamp (1991) menambahkan, bahwa ada dua hal yang
secara khusus berpengaruh dalam membentuk sikap seseorang, yaitu:
pertama, peristiwa yang memberikan kesan kuat pada diri seseorang
(salient incident), misalnya kehilangan anggota tubuh karena
kecelakaan. Kedua, munculnya objek secara berulang-ulang (repeated
exposure), misalnya tingginya frekuensi seseorang bertemu dalam
berbagai hal dan pekerjaan dengan lawan jenisnya, kemungkinan akan
menimbulkan antara satu dan lainnya, atau dikenal juga dengan
istilah dalam bahasa Jawa witing tresno jalaran soko kulino (Fathul
Mu'in, 2011: 168-170).
b) Emosi Kata emosi diadopsi dari bahasa Latin
emovere (e berartiluar dan movere artinya bergerak).Sedangkan
dalam bahasa Prancis adalah emouvoir yang artinya kegembiraan.
Emosi adalah gejala dinamis dalam situasi yang dirasakan manusia,
yang disertai dengan efeknya pada kesadaran, perilaku, dan juga
merupakan proses fisiologis. Misalnya, saat kita merespon sesuatu
yang melibatkan emosi, dan kita juga megetahui makna apa yang kita
hadapi (kesadaran). Saat kita marah dan tegang, jantung kita
berdebar-debar dan akan berdetak cepat (fisiologis), maka kita pun
akan segera melakukan reaksi terhadap apa yang menimpa kita
(perilaku).
c) KepercayaanKepercayaan merupakan f ak tor
sosiopsikologis. Kepercayaan bahwa sesuatu itu benar atau salah
atas dasar bukti, sugesti otoritas, pengalaman dan intuisi
sangatlah penting untuk membangun watak dan karakter manusia. Jadi,
kepercayaan itu memperkukuh eksistensi diri dan memperkukuh
hubungan dengan orang lain.
d) Kebiasaan dan kemauanKebiasaan adalah faktor konatif
manusia
dari faktor sosiopsikologis.Kebiasaan adalah aspek perilaku
manusia yang menetap, ber langsung secara otomat is , t idak
direncanakan.Ia merupakan hasil pelaziman yang berlangsung pada
waktu yang lama atau sebagai reaksi khas yang diulangi
berkali-kali. Kebiasaan memberikan pola perilaku yang dapat
diramalkan (Fathul Mu'in, 2011: 178-179).
e) Konsepsi diri. Hal penting lainnya yang berkaitan dengan
pembangunan karakter adalah konsepsi diri. Orang yang sukses
biasanya adalah orang yang sadar bagaimana dia membentuk
wataknya.Dalam hal kecil saja, kesuksesan sering didapat dari
orang-orang yang tahu bagaimana bersikap di tempat-tempat yang
penting bagi kesuksesannya.
Kelima aspek inilah yang kemudian menjadi unsur dari sebuah
karakter yang ada pada diri kita.
f) Pendekatan dan Metode dalam Pendidikan Karakter
Ryan dan Bohlin menyatakan bahwa agar bisa tumbuh dan
berkembangnya sebuah karakter yang baik dari seseorang, maka paling
tidak ada tiga tahapan metode yang harus dilalui seseorang
kaitannya dengan proses pendidikan karakter, yakni: pertama,
mengetahui kebaikan (knowing the good); kedua, mencintai kebaikan
(loving the good); dan ketiga, melakukan kebaikan (doing the good).
Dalam pendidikan karakter, kebaikan itu seringkali dirangkum dalam
sederet sifat-sifat baik ( ).
U R G E N S I L I N G K U N G A N D A L A M PENDIDIKAN
KARAKTER
1. Pengertian LingkunganKaitannya dengan pendidikan,
lingkungan
adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia baik berupa
benda mati, makhluk hidup, ataupun peristiwa-peristiwa yang terjadi
termasuk kondisi masyarakat yang memberikan pengaruh kuat terhadap
perkembangan karakter individu (Abdul Kadir, 2012: 157).
Dari pengertian lingkungan di atas, dapat kita simpulkan bahwa
lingkungan merupakan wahana terjadinya proses pendidikan baik
secara langsung, sistematis, serta terencana seperti halnya dalam
lingkup lembaga pendidikan baik formal maupun non formal, ataupun
secara tidak langsung seperti halnya pengalaman-pengalaman empiris
berupa peristiwa-peristiwa yang dialami dan kondisi masyarakat yang
dirasakan dan diamati oleh para peserta didik.
2. Macam-macam LingkunganSejalan dengan Ki Hajar Dewantara
apa
yang dinyatakan oleh Langeveld bahwa ada tiga jenis lingkungan
yang harus bertanggung jawab terhadap pendidikan (karakter) yaitu
keluarga, sekolah, dan masyarakat (Abdul Kadir, 2012: 159).
1. KeluargaKeluarga adalah al-madrasatul ula
http://www.inilahguru.com
-
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014
ARTIKEL
20
wal aula, artinya institusi pertama dan paling utama dalam
menetukan karakater seorang anak di masa yang akandatang.
Islam memandang bahwa keluarga merupakan lingkungan yang paling
berpengaruh terhadap pembentukan karakter dan kepribadian anak. Hal
ini disebabkan karena: pertama, tanggung jawab orangtua terhadap
anak tidak hanya di dunia akan tetapi juga di akh irat ; kedua ,
orangtua d isamping memberikan pengaruh secara empiris juga
berpengaruh secara hereditas dan genesitas; ketiga, anak lebih
banyak tinggal dan menghabiskan waktu bersama orangtuanya di rumah;
dan keempat, orangtua adalah orang yang lebih dahulu membawa
pengaruh yang sangat kuat dibandingkan pengaruh lainnya yang dating
belakangan (Abdul Kadir, 2012: 160).
2. Sekolah/MadrasahSekolah atau madrasah adalah lingkungan
kedua setelah keluarga yang mengenalkan segala sesuatu tentang
kebaikan terhadap anak. Oleh karenanya,kewajiban sekolah atau
madrasah untuk mendidik anak menjadi manusia yang cerdas secara
intelektual adalah penting, akan tetapi yang tidak kalah pentingnya
pula adalah bagaimana peran sekolah atau madrasah mampu menjadikan
kecerdasan intelektualnya berbading lurus dengan kecerdasan
emosional dan spiritual siswa.
3. MasyarakatLingkungan masyarakat, pada hakikatnya
adalah kumpulan dari keluarga yang antara satu dengan yang
lainnya terikat oleh tata nilai dan aturan baik secara tertulis
maupun tidak tertulis (Abudin Nata, 2010: 300). Menurut al-Nahlawi,
rasa tanggungjawab lingkungan masyarakat terhadap pendidikan antara
lain: pertama, menyadari bahwa Allah Swt menjadikan masyarakat
sebagai penyuruh kebaikan dan pelarang kemunkaran (amar ma'ruf nahi
munkar; kedua, dalam masayarakat Islam, seluruh anak dianggap
anaknya sendiri atau anak saudaranya sehingga antara satu dengan
yang lainnya saling perhatian dalam mendidik anak-anak khususnya di
lingkungannya masing-masing; ketiga, jika ada orang yang berbuat
jahat, maka masyarakat turut menghadapinya dengan menegakkan hukum
yang berlaku, termasuk adanya ancaman, hukuma dengan cara yang
mendidik; keempat, masyarakatpun dapat melakukan pembinaan melalui
pengisolasian, pemboikotan atau
pemutusan hubungan kemasyarakatan sebagaimana yang pernah
dicontohkan Rasulullah saw; kelima, pendidikan kemasyarakatan dapat
dilakukan melalui kerjasama yang utuh. (Moh Haitami Salim dan
Syamsul Kurniawan, 2012: 270)
Pengaruh Lingkungan terhadap Pembentukan Karakter
Dalam ajaran Islam dikatakan, bahwa lingkungan sangat
berpengaruh besar terhadap perkembangan kepribadian anak termasuk
dalam hal keberagamaannya. Rasulullah saw bersabda, yang
artinya:
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua
orangtuanyalah yang kemudian menjadikan anak tersebut Bergama
Yahudi,
Nasrani, atau MajusiPernyataan Rasulullah saw di atas
menunjukkan bahwa, orangtua mempunyai peranan yang sangat besar
dalam membentuk kepribadian anak. Dan orangtualah yang mempunyai
peranan besar lainnya dalam memilihkan lingkungan sekolah serta
lingkungan dimana mereka tinggal, karena semua itu akan senantiasa
berpengaruh terhadap kepribadian anak-anaknya.
PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS LINGKUNGAN
1. Pendidikan Karakter dalam Lingkungan Keluarga
Seperti yang telah dijelaskan, bahwa lingkungan keluarga
merupakan al-madrasatul ula wal aula, artinya institusi pertama dan
paling utama, kenapa dikatakan demikian?karena berawal dari
keluargalah seorang anak belajar tentang segala sesuatu di luar
dirinya. Berikut kami sampaikan peran keluarga dalam membangun
karakter anak, antara lain: Keteladanan
Satu contoh lebih baik daripada seribu nasihat, pepatah ini
kiranya pantas untuk memberikan sebuah penegasan bahwa keteladan
merupakan sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan bagi para
pendidik khususnya orang tua.
Ke t i k a s eorang ay ah i n g i n membiasakan putera-puterinya
disiplin shalat limawaktu, maka seorang ayahlah yang harus menjadi
figurnya, tidak hanya sekedar mengajak akan tetapi juga sembari
memberi contoh dan
-
ARTIKEL
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014 21
teladan kepada mereka. Komunikasi yang baik
Kehangatan komunikasi akan menambah keharmonisan antar anggota
keluarga, tidak hanya itu, dengan komunikasi yang baik antara
orangtua dan anak-anaknya, sejumlah perilaku dan kegiatan anak akan
terpantau dengan mudah. Dan dari sinilah pengawalan akan
terbentuknya karakter anak ke arah yang lebih positif akan lebih
mudah dirasakan.
Pembiasaan Al-Istiqamah khairun min alfi
karamah bahwa istiqamah (membiasakan diri dengan suatu kebaikan)
adalah jauh lebih baik daripada seribu kemuliaan.
Un tuk meng awa l i s e bu ah pembiasaan yang positif,maka salah
satu cara yang paling efektif adalah dengan memberikan uswah atau
keteladanan dari kita sebagai orang tua termasuk para guru yang ada
di sekolah.Kenapa demikian? Karena seorang anak akan belajar dari
lingkungan terdekatnya.
2. Pemilihan lingkungan sekolah yang baikBerawal dari pemilihan
sekolah
atau madrasah yang tepatlah, anak akan mendapatkan lingkungan
pendidikan yang tepat pu la bag i perkembangan karakternya di masa
yang akan datang. Meskipun demikian, memilihkan sekolah di sini,
bukan berarti mengkebiri minat dan bakat yang dimiliki siswa, orang
tua tetap harus menyalurkan minat dan bakat putera-puterinya
sembari mencari alternatif terbaik dari sekolah atau madrasah yang
b i s a mengawa l pertumbuhan minat dan bakat siswa tersebut.
3. Pemilihan lingkungan masyarakat yang baik
Al muskin bil maskan artinya karakter seseorang akan ditentukan
oleh l ingkungan masyarakatnya. Oleh karenanya, peran orangtua
harus mampu mengawal dan mengawasi anak-anaknya dari pengaruh
lingkungan sekitar yang kurang baik.
4. Pendidikan Karakter dalam Lingkungan Lembaga Pendidikan
Lingkungan sekolah atau madrasah
sebagai lingkungan lembaga pendidikan memiliki peranan yang
sangat penting juga dalam membangun dan mengawal karakter seoarang
anak. Dan di antara peran sekolah atau madrasah dalam membangun dan
mengawal karakter seorang anak antara lain:
a. Membangun budaya sekolah atau madrasah yang baik
Implementasi dalam bentuk budaya sekolah atau madrasah meliputi
beberapa program pembiasaan, seperti halnya budaya bersalaman
dengan para guru pada saat masuk dan pulang sekolah, budaya tadarus
mengawali pelajaran, budaya shalat dhuha dan lain sebagainya
merupakan implementasi dari pendekatan pembelajaran berbuat (action
learning approach) sebagai salah satu pendekatan dalam pendidikan
nilai karakter seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan
sebelumnya. .inilah yang kemudian harus semakin kita sadari untuk
menciptakan sebuah budaya dan kultur sekolah atau madrasah yang
positif bagi perkembangan karakter siswa. Hal ini sesuai dengan apa
yang pernah dikatakan oleh Thomas Lickona bahwa budaya moral
sekolah akan berpengaruh pada fungsi moral siswa. the schools moral
culture affects students moral functioning.
Namun tidak juga hanya sekedar pembiasaan yang pada akhirnya
terhenti dalam simbol-simbol rutinitas formal, melainkan pembiasaan
yang harus disertai dengan penuh pemaknaan. siswa diberikan
pemahaman tentang arti penting dari apa yang mereka lakukan.
Mengintegrasikan semua mata pelajaran berbasis nilai atau
akhlak
Implementasi pendidikan nilai karakter harus dilakukan secara
integral, dalam arti dilakukan melalui setiap mata pelajaran Dari
sini kita bisa menyimpulkan bahwa pendidikan nilai karakter bukan
hanya milik mata pelajaran rumpun PAI dan PKN yang secara
substantif materi mengajarkan nilai-nilai karakter, akan tetapi
semua mata pelajaran selain itu (IPA, IPS, Bahasa Indonesia,
Matematika, Bahasa Arab, dan lain sebagainya) mampu dan bisa secara
reflektif menyampaikan sekaligus menanamkan n i l a i - n i l a i k
a r a k t e r d a l am p ro s e s pembelajarannya.Hal ini merupakan
salah satu pendekatan dalam pendidikan nilai karakter, yaitu dengan
cara penanaman nilai (inculcation approach) seperti yang telah
dijelaskan pada
.
-
ARTIKEL
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014 22
pembahasan sebelumnya.b. Memaksimalkan komunikasi yang baik
tentang program sekolah kepada orangtuaMemaksimalkan kembali
proses komunikasi antara guru dengan orangtua siswa untuk
memantau sejauh mana perkembangan siswa sekaligus putra-putri
mereka baik di lingkungan sekolah dengan menggunakan buku anecdotal
recard yaitu buku seluruh kejadian selama di kelas atau di sekolah,
maupun perkembangan siswa selama di rumah dengan menggunakan buku
mutaba'ah yaitu buku evaluasi tentang sejumlah kegiatan siswa
selama di rumah baik itu proses belajar, maupun ibadah ritual
keseharian siswa. Sehingga dari data ini bisa dijadikan salah satu
bahan refleksi sekolah/madrasah maupun para orangtua siswa tentang
kemajuan perkembangan karakter putra-putrinya selama ini, seperti
apa yang telah disampaikan Doni Koesoema di atas tentang metodologi
pendidikan karakter yang terakhir.
c. Pendidikan Karakter dalam Lingkungan Masyarakat
Sehebat apapun pendidikan karakter yang dilakukan di lingkungan
keluarga dan sekolah, tanpa adanya dukungan dari lingkungan
masyarakat, maka pengaruh lingkungan masyarakat tersebut berpeluang
besar menjadi distraktor yang merobohkan bangunan karakter dan
kepribadian anak.Oleh karenanya, antara lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah/madrasah, serta lingkungan masyarakat harus
mampu membangun sinergisitas peran dalam
menciptakan iklim atau suasana yang positif terhadap pembentukan
karakter anak.
Diantara peran masyarakat dalam membangun karakter bangsa
adalah:1. Memaksimalkan kembali komunikasi
yang aktif dan produktif antar warga. Bentuk komunikasi tersebut
tidak harus secara formal, akan tetapi juga dalam bentuk
kegiatan-kegiatan sosial lainnya seperti halnya pengajian warga,
kerja bakti warga, dan lain sebagainya.
2. Membangun area l ingkungan setempat yang nyaman dan
bersahabat. Untuk memudahkan pengawasan orangtua terhadap anaknya,
maka perlu d i p e r h a t i k a n p u l a b a g a i m a n a
menciptakan lingkungan setempat yang nyaman dan bersahabat.
3. Membangun kontrol sosial antara sesama warga. Untuk membangun
kontrol sosial antar sesama warga, maka hal ini harus didasarkan
pada rasa kepedulian yang tinggi untuk terus saling mengingatkan
dalam kebaikan dan saling mengontrol agar tidak berperilaku tidak
baik.
Demikianlah sekilas gambaran terkait pelaksanaan pendidikan
karakter berbasis lingkungan yang terdiri dari lingkungan rumah
atau keluarga, lingkungan sekolah atau madarasah, serta lingkungan
masyarakat. Ketiga jenis lingkungan itu harus mampu bersinergi
dengan baik dalam pembentukan karakter serta kepribadian anak-anak
kita dimasa yang akan datang.
SELAMAT ATAS TERSELENGARANYA ACARA
DIES NATALIS 17th LPM AL-MIZAN
DAN SEMINAR NASIONAL
BERSAMA DARWIS TERE LIYE
-
RESENSI
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014 23
meninggalkan bekas bahasa atau budaya kolonial saja, namun
meninggalkan sejumlah tekanan batin bagi sebagian masyarakat,
menyisakan luka mendalam terutama bagi para perawan remaja yang
pernah menjadi korban kekejaman serdadu Jepang.
Mereka yang dengan semangat juangnya berniat hendak melawan
kebodohan dengan belajar di negeri orang, -ini sesuai dengan janji
Jepang kala itu untuk menyekolahkan mereka- harus rela mengubur
mimpinya dalam-dalam ketika sadar bahwa keberadaanya justru
dimaksudkan untuk tindakan asusila itu.
Bermula dari 'janji indah' yang diberikan oleh Jepang kepada
masyarakat, bahwa mereka akan menyekolahkan para remaja pribumi ke
Tokyo dan Singapura untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.
Awalnya ada beberapa orang yang sangsi akan janji Jepang ini, namun
tipu daya itu tetap dilancarkan.
Beberapa korban yang masih bertahan hidup (pada tahun 1970-an
itu), banyak yang memberikan kesaksian langsung kepada penulis,
meski dengan terpaksa dan secara sembunyi-sembunyi. Kebanyakan
suami mereka (suku Alfuru asli) tidak suka jika istrinya
berkomunikasi dengan orang asing, apalagi menggunakan bahasa yang
tidak mereka menegrti (bahasa Jawa). Selain itu, mereka merasa
terpaksa bercerita karena merasa malu saat diminta mengingat masa
kelamnya kala itu.
.... Kalian para perawan remaja, telah aku susun surat ini untuk
kalian, bukan saja agar kalian tahu tentang nasib buruk yang biasa
menimpa para gadis seumur kalian, juga agar kalian punya perhatian
terhadap sejenis kalian yang mengalami kemalangan itu.... Surat
kepada kalian ini juga semacam pernyataan protes, sekalipun
kejadiannya telah puluhan tahun lewat...Pramoedya Ananta Toer-
Saat pergaulan bebas merajalela di kalangan pemuda, harga diri
pun tergadaikan demi kepuasan sesaat. Kaum muda dilenakan dengan
kebahagiaan dunia, seakan terbutakan dari budaya dan ilmu
pengetahuan yang mereka miliki. Bedanya, jika saat ini para remaja
banyak yang terjerumus pada p e r g a u l a n b e b a s y a n g m e
n go r b a n k a n keperawanannya, maka pada masa penjajahan
puluhan tahun silam, para perawan remaja ini justru terpaksa
menerima perlakuan biadab itu dibawah cengkeraman militer
Jepang.
Penjajah selalu menyisakan peninggalan pada daerah-daerah yang
pernah dikuasainya. Diantaranya berupa tradisi, bahasa, atau
budaya, hingga peninggalan fisik seperti bangunan-bangunan yang
pernah mereka dirikan. Sama halnya dengan Indonesia, yang pernah
mengalami masa penjajahan oleh beberapa negara selama beberapa
abad.
Ternyata kemerdekaan Indonesia tidak hanya
Ketika Masa Depan Tergadaikan oleh Kekuasaan
Judul buku : Perawan Remaja dalam Cengkeraman Mil i ter ;
Catatan Pulau Buru
Penulis : Pramoedya Ananta ToerTahun terbit : 2001 (Cet. I),
2011 (Cet. VII)Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer
Gramedia)
-
RESENSI
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014 24
Sumiyatilah yang mengatakan padanya bahwa dalam propaganda
Pemerintah Pendudukan Dai Nippon itu dikatakan: di dalam usaha
mempersiapkan rakyat Indonesia ke arah kemerdekaan nanti sesuai
dengan kehendak Nippon, generasi muda Indonesia dididik supaya bisa
mengabdikan diri dalam kemerdekaan. Sebagai mesin propaganda, dari
asisten wedana sampai lurah meneruskan suara Nippon itu ke
desa-desa. Dan sebagai konsekuensi sebagai pejabat, mereka harus
menyerahkan gadis-gadisnya sendiri sebagai contoh. Mereka tidak
boleh hanya memberikan propaganda, tetapi juga memberikan anak
mereka sendiri. (hlm. 34)
Menurut hasil temuannya, masih ada jejak para korban tersebut di
beberapa kawasan Asia Tenggara, terutama di Pulau Buru, salah satu
pulau kecil di wilayah timur. Diantara dari mereka ada yang sudah
berkeluarga, jika tidak ingin dikatakan 'terpaksa' menikah dengan
suku asli pulau tersebut. Namun ini hanya sebagian kecil saja,
karena para korban lainnya, banyak yang tidak terdeteksi jejaknya.
Menurut penulis, mereka ditinggalkan begitu saja oleh para serdadu
Jepang saat Jepang terusir dari negeri ini lantaran kalah perang
dengan Sekutu.
Berikut salah satu kisah dari Suwarti, yang berasal dari kampung
Jurnatan, Semarang.
Dan cer ita wanita itu selanjutnya: ia diberangkatkan bersama
228 gadis dari Jawa dengan kapal laut yang ia tidak tahu namanya,
juga tak tahu ukurannya. Kapal tersebut menyinggahi pulau demi
pulau, yang ia pun tak tahu namanya atau kedudukannya, untuk
akhirnya didaratkan di pesisir selatan Pulau Buru.Mereka digiring
turun-naik gunung-gemunung utnuk kemudian dimasukkan ke dalam perut
benteng bawah tanah yang terletak di kaki Gunung Pala(t)mada.
Disini para gadis remaja tanpa pengalaman itu diserahkan pada
keganasan serdadu-serdadu Dai Nippon. Tak serang pun yang dapat
menolong mereka. Di sini pula mereka kehilangan segala-galanya:
kehormatan, cita-cita, harga diri, hubungan dengan dunia luar,
peradaban, dan kebudayaan-suatu perampasan total. (hlm. 57)
Sayangnya, seakan tak ada yang peduli dengan nasib mereka.
Bahkan hingga puluhan tahun setelah merdeka, hidup mereka masih
terisolir di pedalaman timur Indonesia itu.
Dengan kekalahan balatentara Jepang, mereka ditinggalkan di
dalam benteng bawah tanah. Para remaja tanpa pengalaman itu tak
tahu apa yang sedang terjadi. Mereka hanya tahu: serdadu-serdadu
itu meninggalkan mereka secara rahasia. Maka mereka terpaksa
mencari jalan keluar dari perut benteng.(hlm. 58)
Terang saja, para remaja ini tak tahu arah hendak kemana. Mereka
tidak berani pulang ke tanah
air dengan pengalaman kelam yang mengoyak harga dirinya, ini
menjadi alasan mereka tidak berani bertemu keluarga. Banyak
diantara gadis-gadis itu yang diperistri oleh orang asli setempat,
suku Alfuru. Bahkan diantara dari mereka meninggal sia-sia karena
tak bisa bertahan hidup lebih lama.
Waktu itu sahaya (saya) dibilangi Ayah hendak disekolahkan ke
Tokyo. Tak lama setelah itu, pada sore hari, sahaya dijemput oleh
orang Jepang dengan montor keblak, langsung dibawa ke Kendal...
Di Kendal kami menginap barang sepekan,waktu semua dihitung oleh
orang Jepang. Kemudian semua dimasukkan ke dalam mobil besar
tertutup. Tak sampai sehari perjalanan. Kami berangkat dipagi hari
dan sampai di tempat ditengah hari. Kemudian terus naik ke kapal
yang dijaga.. (hlm 68)
Novel karya Pram ini dengan jelas memberi gambaran peristiwa
naas kala itu. Penulis mengumpulkan bukti-bukti yang terpercaya
berupa hasil wawancara dengan para saksi, kerabat dekat dan
keluarga yang masih hidup. Bahkan penulis mendapat kesempatan untuk
mendengarkan kesaksian dari beberapa korban secara langsung yang
berhasil ia temui saat masa pengasingannya di Pulau Buru.
Secara fisik, catatan yang berkategori novel ini cukup
sederhana. Ukurannya lebih kecil dibanding novel-novel pada
umumnya.
Buku ini tergolong bacaan penting bagi para pemuda, terutama
perempuan. Selain untuk diambil pelajarannya, isinya juga sarat
akan makna yang mengingatkan kita pada sejarah negeri.
Membaca cerita ini terasa sangat memilukan. Perjalanan para
gadis Jawa yang dijanjikan akan melanjutkan pendidikan di Jepang,
ternyata justru dibawa ke Flores dan daerah-daerah lain, salah
satunya di Pulau Buru, tempat dimana penulis pernah menjadi tahanan
politik dan diasingkan disana. Pencariannya pun ia lakukan di sini,
daerah yang jauh dari keramaian, masih sangat primitiv.
Penulis sangat telaten mencatat rekam jejak perjalanannya
mengungkap fakta itu, terhitung pada tahun 1969 saat penulis
berangkat ke Pulau Buru. Orang demi orang ia temui untuk ia gali
informasinya, semua data yang merupakan hasil wawancara langsung,
ia paparkan dalam buku ini. Perjalanannya bisa dibilang mengungkap
fakta yang selama ini tak banyak diketahui oleh masyarakat. Ditulis
oleh : Hidayati HasinaMahasiswi yang kini duduk di semester 5,
Jurusan Tarbiyah Prodi PAI. Tulisan-tulisan amatirannya dimuat di
blog Hasinahidanegarawan.wordpress.com
-
OPINI
Batik? Pernah mendengarnya? Tentu bukan?Ketika mendengar kata
batik kita akan membayangkan beberapa bentuk kreasi orang yang
kreatif dan pasti akan terbayang kota batik.Seperti kota
Pekalongan. Pernah kesana? Yang sudah dan bahkan tinggal di
Pekalongan syukurlah, yang belum mari saya antar.
Sahabatku, kota batik Pekalongan merupakan sentral penghasil
batik terbesar di Indonesia, untuk itu wajar saja kalau Pekalongan
dikenal sebagai kota Batik. Pekalongan juga produsen batik yang
paling dominan dalam pemasarannya ke pasar-pasar, bahkan sampai
keluar Pekalongan. Tidak heran kalau diluar Pekalongan tergila-gila
dan penasaran dengan batiknya kota Pekalongan.
Seperti di Buaran Pekalongan dan sekitarnya sudah banyak
memproduksi batik, seperti batik cap, batik sablon, dan batik
tulis. Motifnya yang beraneka ragam, dan coraknya yang indah
membuat orang tergila-gila dan disukai batik Pekalongan tersebut,
bukan hanya di lokal saja, namun di luar bahkan mancanegara juga
sangat tertarik dengan batik Pekalongan. Itu karena nilai seni dan
kreatifitas orang-orang Pekalongan. Ketika kita datang, atau
melewati kota batik ini, kita akan dikelilingi pemandangan batik
yang terjual di pinggiran toko dan sekitarnya.
Karena batik juga merupakan sumber penghasilan warga Pekalongan,
seperti Buaran dan sekitarnya. Dengan produksi batik yang mereka
tekuni, mereka bisa membiayai kebutuhan hidup, sekolah
anak-anaknya, dan memenuhi kebutuhan yang sifatnya mewah.
Namun disamping kelebihan itu, ada masalah yang belum bisa
ditangani dengan sempurna yaitu, limbah batik. Ketika kita jumpai
sungai-sungai di Pekalongan, tidak ada satu sungaipun yang
terlihat
bersih, dan indah. Semua sungai terlihat kotor, bau,keruh dan
warna-warni. Itu semua karena terkena dampak dari limbah batik.
Karena masyarakat yang memproduksi batik tidak peka terhadap
lingkungan, asal membuang limbah di sungai. Hingga mencemari air
sungai, kalau sudah begini ketika masyarakat Pekalongan kehabisan
air sumur, PAM, akan lari kemana lagi untuk mencari air bersih.
Paling tidak akan mencari di sungai, kalau keadaan sungai sudah
seperti itu bagaimana masyarakat akan tumbuh dengan baik dan
berkembang.
Dalam kenyataannya, limbah batik menjadi persoalan yang belum
terselesaikan. Produksi batik rumahan contohnya, setiap hari
membuang berkubik-kubik air yang tercampur dengan beberapa bahan
kimia yang digunakan dalam proses pembuatan batik ke sungai tanpa
ada penyaringan secara maksimal. Dan masyarakat mengalirkannya ke
selokan misalnya, namun pada akhirnya akan sampai juga ke sungai.
Dan sumur-sumur di sekitar sungai akan terkontaminasi limbah batik
yang sudah bercampur dengan air sungai tersebut.
Dan taukah sahabatku? Sungguh berbahaya bukan dampak dari limbah
batik itu, terlebih jika digunakan untuk mencuci, minum, dan
kebutuhan lainnya. Terlebih sumur-sumur di beberapa daerah di
kabupaten Pekalongan penghasil batik, telah tercemari limbah batik.
Beruntung sekarang jarang yang masih menggunakan sumur untuk
kebutuhan airnya sehari-hari. Karena memang jika air sumur itu
digunakan, maka akan ada efek yang ditimbulkan.
Tampaknya para pengusaha batik belum juga sadar dan berpikir
akan dampak negatif yang ditimbulkan dari pencemaran limbah batik
tersebut terhadap masyarakat sekitar. Mereka hanya berpikir
Pencemaran Lingkungan Akibat Limbah Batik
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014 25
Bersambung Hal. 36
-
Majalah Al-Mizan Edisi XX, Tahun 2014
ARTIKEL LEPASARTIKEL LEPAS
Fenomena Dampak Krisis EkologiUU No. 23 Tahun 1997 Tentang
Pengelolaan
Lingkungan Hidup pasal 10 ayat 1, menyebutkan, pemerintah
diwajibkan mewujudkan, menumbuhkan, mengembangkan dan meningkatkan
kesadaran akan hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan
lingkungan hidup. Sebagaimana dalam penjelasan Pasal 10, kegiatan
ini dilakukan melalui penyuluhan, bimbingan, serta pendidikan dan
pelatihan dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas sumber
daya manusia.
Arianti Ina R. Hunga di dalam bukunya, Ekofeminisme; dalam
tafsir agama, pendidikan, ekonomi, dan budaya,mengatakan bahwa
perubahan iklim global telah menjadi masalah masyarakat dunia.
Human Development Report (2007) melaporkan bahwa akibat pemanasan
global pada tahun 2000-2004, sekitar 262 juta orang menjadi korban
bencana iklim (climate disaster) dan 98% darinya adalah masyarakat
di dunia ketiga.
Peningkatan suhu antara 3-4 derajat celsius yang diakibatkan
dari perubahan iklim dapat meyebabkan 350 juta orang di dunia
kehilangan tempat tinggal akibat banjir. Penigkatan suhu air laut
juga akan menyebabkan badai tropis yang berpotensi berdampak pada
334 juta orang. Selain itu, kekeringan juga akan menjadi bencana
yang mengancam pertanian dan ketahanan pangan, bahkan bencana
kelaparan.
Data menunjukan bahwa sekitar 29% lahan bumi mengalami
penggurunan antara ringan, sedang, dan parah, sedangkan 6% lainnya
diklasifikasikan sangat parah. Hutan tropis yang mencakup 6% luas
permukaan bumi namun memiliki kenakeragaman hayati tinggi yaitu
sekitar 50% dari jumlah spesies yang ada keadaannya cukup
memperihatinkan (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia: 2009, 404). Telah
lebih dari dua dasawarsa ini, penyakit Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) menduduki peringkat pertama dari 10 penyakit terbanyak
yang dilaporkan oleh pusat-pusat pelayanan kesehatan masyarakat.
Diketahui bahwa, penyebeb terjadinya ISPA adalah rendahnya kualitas
udara di dalam rumah atau di luar rumah (Delik: 2010, 20)
Sumbangan utama terhadap jumlah karbon dioksida diatmosfir
berasal dari pembakaran bahan fosil, yaitu minyak bumi, batu bara,
dan gas bumi. Penggundulan hutan serta perluasan wilayah pertanian
juga meningkatkan jumlah karbon dioksida diatmosfir (Meidiana:
2006, 36).
Gagasan Fiqih EkologiIslam sebagai agama mayoritas didunia
khususnya di Indonesia, diyakini memiliki seperangkat aturan dan
konsep disegala aspek kehidupan manusia. Dari mulai konsep ekonomi,
budaya, politik, dan pendidikan termasuk bagaimana Islam
menawarkan
FIQIH EKOLOGIFIQIH EKOLOGISebuah Ejawantah Pemikiran Islam
KontekstualSebuah Ejawantah Pemikiran Islam Kontekstual
26
Oleh : Nurochman As-SayyidiMahasiswa Pascasarjana STAIN
Pekalongan
Oleh : Nurochman As-SayyidiMahasiswa Pascasarjana STAIN
Pekalongan
-
ARTIKEL LEPAS
gagasankonsep pendidikan lingkungan hidup. Al Quran yang
sejatinya diperuntukan sebagai hudan linnaas(QS. Al-Baqarah:
185),tentunya isi kandungannya tidak hanya dibatasi pada
persoalan-persoalan 'ubuudiyyah maupun 'aqiidah, melainkan
didalamnya mengandung wawasan tentang bagaimana mengolah sumber
daya alam (baca: karunia) yang melimpah ini. Sebagai konsekuensi
logis manusia sebagai khalifah fi al-ardl, manusia dibekali dengan
seperangkat alat untuk bagaimana memberdayakan sumber daya alam ini
sebaik-baiknya untuk kemaslahatan ummat.
Fiqih Ekologi merupakan perpaduan antara fiqih dan ekologi.
Fiqih secara etimologi berarti mengerti, memahami, pengertian, dan
pengetahuan (Munawwir: 1997, 1067). Sedangkan secara terminologi,
Fiqih merupakan suatu ilmu yang membahas tentang hukum atau
perundang-undangan Islam berdasarkan Al-Qur'an, Al-Hadits, Ijma',
dan Qiyas. Sedangkan Ekologi adalah Ilmu yang mempelajari hubungan
timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya baik yang
hidup maupun yang tidak hidup (Mangunjaya: 108).
Pemanasan global (global warming) tidak menjadi isulagi,
melainkan fenomena nyata yang dampaknya semakin mengancam
keberlangsungan bumi. Dampak paling nyata dari pemanasan global
adalah rentetan bencana alam yang menimpa belahan bangsa di dunia,
baik bencana alam di darat, di laut, maupun di udara yang
disebabkan bukan karna faktor alam belaka melainkan campur tangan
kotor manusia.
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke
jalan yang benar. QS. Ar-Rum: 41
Padahal, manusia ditempatkan dibumi ini bukanlah secara
kebetulan, ia tampil di dunia bukan pula sebagai benda yang hidup
lalu mati kembali ke benda tanpa tanggung jawab, sebagaimana halnya
pandangan yang dikemukakan oleh paham materialisme.
Problem terbesar umat Islam adalah pada bagaimana memahami Islam
secara universal tanpa mendikotomikan, yakni bagaiamana ajaran
normatif Islam bisa menjadi jembatan untuk menyeberangi
persoalan-persoalan sosial dan lingkungan hidup. Selama ini,
syariat Islam disempitkan daya jelajahnya hanya pada ranah ibadah
saja. Seolah-olah wilayah kajian syariat Islam terbatasi oleh aspek
Fiqih Ibadah
saja.J ika d i te lusur i , a l -Qur 'an banyak
menyinggung persoalan-persoalan ekologi yang secara implisit
maupun eksplisit menyuruh manusia untuk memperhatikan lingkungan
sebagai keberlangsungan kehidupan di bumi. Kata fadl, rizq, kasb,
thoyyib, khoir, dan lain sebagainya, menunjukan spirit pengelolaan
bumi secara seimbang. Demikian juga spirit untuk menjaga
keseimbangan ekosistem bisa didapati dari hadits shahih riwayat
Imam Bukhari.
fl ? ???? ?????? ??? fl? ??? ????? ?? ??? ??? ???fi?? ? ?
Barang siapa dari orang muslim yang menanam tanaman atau membuka
lahan persawahan maka tanaman tersebut dimakan burung atau manusia
atau binatang ternak, melainkan bagianya pahala sodakoh.
Informasi naqliyah tersebut menyiratkan adanya perpaduan sinergi
antara urusan dunia dan ukhrowi.Al-Qur'an sebagai landasan
konseptual, misalnya saja pada ayat 77 dari QS. Al-Qashash,
Dan car i lah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah