BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam rangka mewujudkan tatanan pendidikan yang mandiri dan berkualitas sebagai mana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu dilakukan berbagai upaya strategis dan integral yang menunjang penyelenggaraan pendidikan kesempatan memperoleh pendidikan yang berkualitas berlaku untuk semua, mulai dari usia dini sampai jenjang pendidikan yang tinggi, tanpa ada diskriminasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Salamanca tentang pendidikan inklusif, yaitu tanpa partisipasi aktif dari semua pihak, tentunya sulit mewujudkan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu upaya peningkatan kualitas harus dilakukan. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Kita semua tahu bahwa mulai tahun Ajaran 2006-2007 di Indonesia telah diberlakukan kurikulum baru yaitu kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dengan diberlakukan KTSP ini secara bertahap, membuktikan bahwa dunia pendidikan di Indonesia telah mengalami pergantian. Pengembangan kurikulum ini tentu saja perlu di imbangi dengan pengembangan perangkat kerja lainnya, sehingga tercipta suasana pembelajaran yang kondusif. Untuk itu guru harus dapat mengambil keputusan yang tepat ketika peserta didik belum dapat membentuk kompetensi dasar seperti yang di inginkan, 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam rangka mewujudkan tatanan pendidikan yang mandiri dan
berkualitas sebagai mana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, perlu dilakukan berbagai upaya strategis dan integral yang
menunjang penyelenggaraan pendidikan kesempatan memperoleh pendidikan
yang berkualitas berlaku untuk semua, mulai dari usia dini sampai jenjang
pendidikan yang tinggi, tanpa ada diskriminasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Salamanca tentang pendidikan inklusif, yaitu tanpa partisipasi aktif dari semua
pihak, tentunya sulit mewujudkan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena
itu upaya peningkatan kualitas harus dilakukan.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan
bahan pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan belajar mengajar. Kita semua tahu bahwa mulai tahun Ajaran 2006-2007
di Indonesia telah diberlakukan kurikulum baru yaitu kurikulum 2006 atau
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dengan diberlakukan KTSP ini
secara bertahap, membuktikan bahwa dunia pendidikan di Indonesia telah
mengalami pergantian.
Pengembangan kurikulum ini tentu saja perlu di imbangi dengan
pengembangan perangkat kerja lainnya, sehingga tercipta suasana pembelajaran
yang kondusif. Untuk itu guru harus dapat mengambil keputusan yang tepat ketika
peserta didik belum dapat membentuk kompetensi dasar seperti yang di inginkan,
1
untuk itu guru harus memiliki kemampuan mengembangkan model - model
pembelajaran yang efektif, sehingga hasil pembelajaran dapat di tingkatkan.
Pendidikan di sekolah terlalu menjejali otak anak dengan berbagai bahan
ajar yang harus dihafal, pendidikan kita tidak diarahkan untuk membangun dan
mengembangkan karakter serta potensi yang dimiliki, dengan kata lain, proses
pendidikan kita tidak pernah diarahkan maslah hidup, serta tidak diarahkan untuk
membentuk manusia yang kreatif dan inovatif.
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah
lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang
didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di
dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi ; otak
anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut
untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan
kehidupan sehari – hari. Akibatnya ketika anak didik kita lulus dari sekolah,
mereka pintar secara teoritis, tetapi mereka miskin aplikasi.
Menyampaikan bahan pelajaran berarti melaksanakan beberapa kegiatan,
tetapi kegiatan itu tidak ada gunanya jika tidak mengarah pada tujuan tertentu.
Artinya seorang pengajar harus mempunyai tujuan dalam kegiatan pengajarannya,
karena itu setiap pengajar menginginkan pengajarannya diterima sejelas –
jelasnya oleh para peserta didiknya. Menurut Sagala (2010:173) Untuk mengerti
suatu hal dalam diri seseorang terjadi suatu proses yang disebut sebagai proses
belajar melalui model – model mengajar yang sesuai dengan;kebutuhan proses
belajar itu dengan baik, pengajar harus mengetahui bagaimana model dan proses
2
pembelajaran itu berlangsung. Selama ini metode yang sangat dominan digunakan
dalam proses belajar mengajar adalah ceramah dan pemberian tugas. Sangat
jarang dijumpai guru menggunakan model pembelajaran yang aktif dan kreatif.
Teori perkembangan mental Piaget yang biasa juga disebut teori
perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif bahwa setiap tahap
perkembangan intelektual dilengkapi dengan ciri – ciri tertentu dalam
mengkonstruksi ilmu pengetahuan, (Ahmadi, dkk, 2011:42-43).
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki
kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk
membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2)
strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5)
taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran (Sudrajat:17.10)
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apakah definisi dari pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran,
metode pembelajaran, teknik pembelajaran dan model pembelajaran?
2. Apa sajakah macam-macam pendekatan pembelajaran itu?
3. Apa sajakah macam-macam model pembelajaran itu?
3
1.3 TUJUAN
Berdasarkan atas pokok permasalahan diatas , maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian pendekatan pembelajaran, strategi
pembelajaran, metode pembelajaran, teknik pembelajaran dan model
pembelajaran.
2. Untuk mengetahui macam-macam pendekatan pembelajaran.
3. Untuk mengetahui macam-macam model-model pembelajaran.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, TEKNIK
DAN MODEL PEMBELAJARAN.
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki
kemiripan makna. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) Pendekatan pembelajaran; (2)
strategi pembelajaran; (3) metode pembelajran; (4) Teknik pembelajran; (5)
Taktik pembelajaran; dan (6) Model pembelajaran. Pendekatan pembelajaran
dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum, didalamnya mewadai, menginspirasi, menguatkan,
danmelatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu. Istilah
pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya strategi dan metode pembelajaran
yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu.
Kemp (dalam Sanjaya:2006:126) menjelaskan bahwa strategi
pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru
dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Senada dengan pendapat diatas, Dick and Carey juga menyebutkan bahwa strategi
pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang
digunakan secara bersama – sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.
Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method, or series of
activities designed to achieves a particular educational goal (rencana, metode,
atau serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu) (J. R. David dalam Sanjaya 2006:126). Jadi, dengan demikian strategi
pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian
kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan)
termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan
dalam pembelajaran. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya,
5
arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan
demikian, penyusunan langkah – langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai
fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan.
Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas
yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam
implementasi suatu strategi.
Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk
mengimplementasikannya digunakan metode pembelajaran. Misalnya, untuk
melaksanakan strategi ekspositori bisa digunakan metode ceramah sekaligus
metode tanya jawab atau bahkan diskusi dengan memanfaatkan sumber daya yang
tersedia termasuk menggunakan media pembelajaran. Oleh karenanya, strategi
berbeda dengan metode. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk
mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan
melaksanakan strategi. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation
achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something”
(Wina Senjaya (2008). Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat
digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1)
mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa, 5). Mengetahui hal-hal yang
diketahui siswa, 6). Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan siswa, dan 7).
menyegarkan kembali pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
4). Masyarakat Belajar (learning community)
Maksudnya adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerjasama dan
memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Ketika kita dan siswa
dibiasakan untuk memberikan pengalaman yang luas kepada orang lain, maka saat
itu pula kita atau siswa mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dari
komunitas lain.
5). Pemodelan (modeling)
29
Perkembangan ilmu pengetahan dan teknologi, rumitnya permasalahan hidup
yang dihadapi serta tuntutan siswa yang semakin berkembang dan beraneka
ragam, telah berdampak pada keterbatasan kemampuan guru. Oleh karen itu maka
kini guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa. Karena dengan
segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan mengalami
hambatan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
siswa yang cukup heterogen. Oleh karena itu tahap pembuatan model dapat
dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar dapat membantu
mengatasi keterbatasan yang dimiliki guru.
6). Refleksi (reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja
dipelajari. Melalui model CTL pengalaman belajar bukan hanya terjadi dan
dimiliki ketika seseorang siswa berada dalam kelas, akan tetapi jauh lebih penting
dari itu bagaimana membawa pengalaman belajar tersebut keluar kelas yaitu pada
saat ia dituntut untuk menanggapi dan memecahkan permasalahan nyata dalam
kehidupan sehari-hari.
7). Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment)
Tahap terakhir adalah melakukan penilaian. Penilaian adalah proses pengumpulan
berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk
terhadap pengalaman belajar siswa.
2.2.7 Pendekatan Kontruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual.
Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba
(Suwarna,2005).
Piaget (1970), Brunner dan Brand 1966), Dewey (1938) dan Ausubel
(1963). Menurut Caprio (1994), McBrien Brandt (1997), dan Nik Aziz (1999)
kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar berpeluang membina pengetahuan
secara aktif melalui proses saling pengaruh antara pembelajaran terdahulu dengan
30
pembelajaran terbaru. Pembelajaran terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran
terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri oleh pelajar.
Menurut teori konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina pada struktur
kognitif seorang akan berkembang dan berubah apabila ia mendapat pengetahuan
atau pengalaman baru. Rumelhart dan Norman (1978) menjelaskan seseorang
akan dapat membina konsep dalam struktur kognitifnya dengan menghubungkan
pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sedia ada padanya dan proses ini
dikenali sebagai accretion. Selain itu, konsep-konsep yang ada pada seseorang
boleh berubah selaras dengan pengalaman baru yang dialaminya dan ini dikenali
sebagai penalaran atau tuning. Seseorang juga boleh membina konsep-konsep
dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan analogi, yaitu berdasarkan
pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne, Yekovich, dan Yekovich (1993)
konsep baru juga boleh dibina dengan menggabungkan konsep-konsep yang sedia
ada pada seseorang dan ini dikenali sebagai parcing.
Pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam proses pembelajaran
kerana belajar digalakkan membina konsep sendiri dengan menghubung kaitkan
perkara yang dipelajari dengan pengetahuan yang sedia ada pada mereka. Dalam
proses ini, pelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang sesuatu
perkara.
Kajian Sharan dan Sachar (1992, disebut dalam Sushkin, 1999)
membuktikan kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan
konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan
berbanding kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan tradisional.
Kajian Caprio (1994), Nor Aini (2002), Van Drie dan Van Boxtel (2003), Curtis
(1998), dan Lieu (1997) turut membuktikan bahwa pendekatan konstruktivisme
dapat membantu pelajar untuk mendapatkan pemahaman dan pencapaian yang
lebih tinggi dan signifikan.
Model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan Kontruktivisme
yaitu
2.2.7.1. Model kontruktivis
31
Model kontruktivisme yang dikemukankan Piaget memberi arahan pada
guru untuk membangkitkan kemampuan berpikir anak dalam belajar, adapun hal-
hal yang perlu diperhatikan adalah:
a. Menyiapkan benda-benda nyata untuk digunakan siswa.
Dengan maksud: 1) adanya pengetahuan fisik diperoleh dengan berbuat
pada benda-benda, dan melihat bagaiman benda-benda itu bereaksi. Misal:
untuk mengetahui apakah sebuah bola yang dibuat dari tanah liat dapat
terapung ditanah, anak harus berbuat sesuai pada benda-benda itu.
2). siswa harus bekerja dengan benda-benda , bahwa inilah satu-satunya
cara mereka belajar logika, matematika kenyataan. Bukan dengan cara
belajar kata-kata namun para siswa menjadi lebih berpikir mengenai alam
nyata.
b. Memperhatikan empat cara berbuat terhadap benda-benda.
1. Melihat bagaimana benda-benda bereaksi
2. Berbuat terhadap benda-benda untuk menghasilkan suatu efek
yang diinginkan
3. Menjadi sadar bagaimana seorang menghasilkan efek.
4. Menjelaskan.
c. Memperkenalkan kegiatan
Kegiatan-kegiatan itu mungkin menarik bagi siswa tetapi jangan
dipaksakan pada mereka, para siswa hendaknya mempunyai kebebasan
untuk mengikuti perhatian mereka sendiri, oleh karena itu hanya akan
dapat berkembang bila siiwa itu terlibat langsung dalam pembelajaran.
d. Menciptakan pertanyaan, masalah dan pemecahannya
Dewasa ini para pendiidk dianjurkan menciptakan masalah-masalah dan
pengajuan pertanyaan-pertanyaan, dan siswa mencoba menajwab
pertanyaan-pertanyaan atau memecahkan masalah-masalah mereka. Hal
tersebut akan menjadikan siswa termotivasi dalam berfikir.
e. Saling berinteraksi
Menurut piaget, pertukaran gagasan-gasan tidak dapat dihindari untuk
perkembangan penalaran. Walupun penalaran tidak dapat diajarkan secara
32
langsung, tetapi perkembanganya dapat distimulasi oleh teman-teman
setingkatnya.
f. Hindari istilah teknis dan tekankan berpikir
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa bahasa dapat memperjelas dan
memperkaya gagasan-gagasan bila para siswa sudah tingkat
perkembangan yang tinggi. Tetapi, kerap kali kata-kata dan istilah teknis
merintangi berpikir, oleh karena itu guru hendaknya dapat membangkitkan
gagasan untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikr siswa.
g. Memperkenalkan kembali materi kegiatan.
Alasanya anak-anak memperoleh pengetahuan dengan cara-cara yang
berbeda dari cara orang dewasa.
2.2.8. PENDEKATAN EKSPOSITORI
Pendekatan ini bertolak dari pandangan bahwa tingkah laku kelas dan
penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditemukan oleh guru. Hakekat menurut
pandangan ini adalah menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa. Siswa
dipandang sebagai objek yang menerima apa yang diberikan guru. Komunikasi
yang digunakan dalam interaksinya dengan siswa menggunakan komunikasi satu
arah. Guru yang kreatif biasanya dalam memberikan informasi dan penjelasan
kepada siswa menggunakan alat bantu seperti gambar, bagan grafik, dan lain-lain.
Pendekatan ekspositori menempatkan guru sebagai pusat pengajaran, karena guru
lebih aktif memberikan informasi, menerangkan suatu konsep,
mendemosntrasikan ketrampilan dalam memperoleh pola, memberi contoh soal
dan guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya.
Model pembelajaran yang dipakai dalam pendekatan ekspositori yaitu :
2.2.8.1. Direct instruction ( pengajaran langsung)
Suatu model pengajaran yang sebenarnya bersifat teacher center. Dalam
menerapkan model pengajaran langsung guru harus mendemontrasikan
pengetahuan atau keterampilan yang akan dilatihkan kepada sisswa secara
33
langkah demi langkah. Karena dalam pembelajaran peran guru sangat dominan,
maka guru dituntut agar dapat menjadi seorang model yang menarik bagi siswa.
• Landasan Teoritik
Model pengajaran langsung bertumpu pada prinsip-prinsip psikologi
perilaku dan teori belajar sosial khususnya tentang pemodelan
• Tujuan Hasil belajar siswa
Sebagian besar tugas guru ialah membantu siswa memperoleh
pengetahuan prosedural, yaitu pengetahuan tentang bagaimana melakukan
sesuatu, misalnya bagaimana cara menggunakan neraca lengan dan bagaimana
melakukan eksperimen. Guru juga membantu siswa untuk memahami
pengetahuan deklaratif,yaitu pengetahuan tentang sesuatu (dapat di ungkapakan
dengan kata-kata).
• Langkah –langkah pengajaran langsung
1. Guru menyampaikan tujuan, informasi latar belakang pelajaran
pentingnya pelajaran ini, mempersiapkan siswa untuk belajar.
2. Guru mendemonstrasikan keterampilan yang benar, atau menyajikan
informasi tahap demi tahap.
3. Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal.
4. Guru mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan
baik, memberi umpan balik.
5. Guru mmempersiapakan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan,
dengan perhatian khusus padqa penerapan kepada situasi lebih
kompleks dak kehidupan sehari-hari.
Meskipun tujuan pembelajaran dapat direncanakan bersama oleh guru dan
siswa, model ini terutama berpusat pada guru. Sistem pengelolaan pembelajaran
yang dilakukan oleh guru harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa terutama
melalui: memperhatikan, mendengarkan, dan resitasi (tanya jawab)yang
terencana. Ini berarti pembelajaran tidak bersifat otoriter, dingin, dan tanpa
34
humor. Ini berarti lingkungan berorientasi pada tugas dan memberi harapan tinggi
agar siswa mencapai hasil belajar dengan baik.
35
2.2.9 PENDEKATAN KOOPERATIF
Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori
konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar
adalah suatu pendekatan dimana siswa harus secara individual menemukan dan
menstraformasikan informasi yang kompleks. Menurut Slavin (dalam Rusman,
2010:201), pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif
dan positif dalam kelompok. Ini membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan
ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah
konstruktivisme. Dengan demikian, pendidikan hendaknya mampu
mengondisikan, dan memberikan dorongan untuk dapat mengoptimalkan dan
membangkitkan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas serta daya cipta
(Kreativitas), sehingga akan menjamin terjadinya dinamika di dalam proses
pembelajaran. Dalam teori konstruktivisme ini lebih mengutamakan pada
pembelajaran siswa yang dihadapkan masalah – masalah kompleks untuk dicari
solusinya, selanjutnya menemukan bagian – bagian yang lebih sederhana atau
keterampilan yang diharapkan. Berdasarkan penelitian Piaget yang pertama
dikemukakan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak (Ratna dalam
Rusman, 2010:201).
Dalam model pembelajaran kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai
fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung ke arah pemahaman yang
lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan
pengetahuan pada siswa, tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam
pikirannya. Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman
langsung dalam menerapkan ide – ide mereka, ini merupakan kesempatan bagi
siswa untuk menemukan dan menerapkan ide – ide mereka sendiri.
Menurut pandangan Piaget dan Vigotsky adanya hakikat sosial dari sebuah
proses belajar dan juga tentang penggunaan kelompok – kelompok belajar dengan
kemampuan anggotanya yang beragam, sehingga terjadi perubahan konseptual.
Piaget menekankan bahwa belajar adalah sebuah proses aktif dan pengetahuan
disusun di dalam pikiran siswa. Oleh karena itu, belajar adalah tindakan kreatif
36
dimana konsep dan kesan dibentuk dengan memikirkan objek dan bereaksi pada
peristiwa tersebut.
Di samping aktivitas dan kreativitas yang diharapkan dalam sebuah proses
pembelajaran dituntut interaksi yang seimbang, interaksi yang dimaksudkan
adalah adanya interaksi atau komunikasi antara guru dengan siswa, siswa dengan
siswa, dan siswa dengan guru. Dalam proses belajar diharapkan adanya
komunikasi banyak arah yang memungkinkan akan terjadinya aktivitas dan
kreativitas yang diharapkan.
Berkaitan dengan karya Vigotsky dan penjelasan Piaget, para konstruktivis
menekankan pentingnya interaksi dengan teman sebaya, melalui pembentukan
kelompok belajar. Dengan kelompok belajar memberikan kesempatan kepada
siswa secara aktif dan kesempatan untuk mengungkapkan sesuatu yang dipikirkan
siswa kepada teman akan membantunya untuk melihat sesuatu dengan lebih jelas
bahkan melihat ketidaksesuaian pandangan mereka sendiri.
2.2.9.1 KONSEP DASAR PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Pembelajaran kooperatif (Cooperatif learning) merupakan bentuk
pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok – kelompok
kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang
dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.
Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas,
yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa
dengan siswa, dan siswa dengan guru (multi way traffic comunication).
Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan
partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi
(Nurulhayati dalam Rusman, 2010:203). Dalam sistem belajar yang kooperatif,
siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa
memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan
membantu sesama anggota kelompok untuk belajar. Siswa belajar bersama dalam
sebuah kelompok kecil dan mereka dapat melakukannya seorang diri.
37
Tom V. Savage (1987:217) mengemukakan bahwa cooperatif learning
adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok.
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam
kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan
pembelajaran kelompok yang dilakukan asal – asalan. Dalam pembelajaran
kooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa
dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya. Pembelajaran oleh rekan
sebaya (peerteaching) lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru.
Cooperatif Learning adalah teknik pengelompokkan yang didalamnya
siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang
umumnya terdiri dari 4 – 5 orang. Belajar Cooperatif adalah pemanfaatan
kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama
untuk memaksimalkan belajar mereka dan anggota lainnya dalam kelompok
tersebut (Johnson dalam Rusman, 2010:204)
Strategi pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan
pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di dalam kelompok, untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Terdapat 4 hal penting dalam strategi
pembelajaran kooperatif, yakni : (1) adanya peserta didik dalam kelompok, (2)
adanya aturan main dalam kelompok, (3) adanya upaya belajar dalam kelompok,
(4) adanya kompetensi yang harus dicapai oleh kelompok.
Berkenaan dengan pengelompokan siswa dapat ditentukan berdasarkan
atas : (1) minat dan bakat siswa, (2) latar belakang kemampuan siswa, (3)
perpaduan antara minat dan bakat siswa dan latar kemampuan siswa.
Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli
pendidikan. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
Slavin (dalam Rusman, 2010:205-206) dinyatakan bahwa : (1) penggunaan
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus
dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan
menghargai pendapat orang lain, (2) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi
kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan
38
mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Dengan alasan tersebut,
strategi pembelajaran kooperatif diharapkan mampu meningkatkan kualitas
pembelajaran.
Ada dua komponen pembelajaran kooperatif, yakni : (1) Cooperative test
atau tugas kerja sama dan (2) Cooperative incentive structure, atau struktur
intensif kerja sama. Tugas kerja sama berkenaan dengan suatu hal yang
menyebabkan anggota kelompok kerja sama dalam menyelesaikan tugas yang
telah diberikan. Sedangkan struktur intensif kerja sama merupakan sesuatu hal
yang membangkitkan motivasi siswa untuk melakukan kerja sama dalam rangka
mencapai tujuan kelompok tersebut. Dalam pembelajaran kooperatif adanya
upaya peningkatan prestasi belajar siswa (student achievement) dampak penyerta,
yaitu sikap toleransi dan mengahrgai pendapat orang lain.
Pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila : (1) guru
menekankan pentingnya usaha bersama disamping usaha secara individual, (2)
guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar, (3) guru ingin
menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman sendiri, (4) guru
menhendaki adanya pemerataan partisipasi aktif siswa, (5) guru menghendaki
kemampuan siswa dalam memecahkan berabagai permasalahan (Sanjaya dalam
Rusman, 2010:206).
2.2.9.2 KARAKTERISTIK MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain.
Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan
pada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya
kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan materi pelajaran, tetapi juga
adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerja sama
inilah yang menjadi ciri khas dari cooperative learning.
Karakteristik atau ciri – ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan
sebagai berikut :
39
1. Pembelajaran secara tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim
merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu
membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk
mencapai tujuan pemebelajaran.
2. Didasarkan pada manajemen kooperatif
Manajemen kooperatif mempunyai tiga fungsi yaitu : (a) fungsi manajemen
sebagai perencanaan pelaksanaan, (b) fungsi manajemen sebagai organisasi, (c)
fungsi manajemen sebagai kontrol
3. Kemauan untuk bekerja sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara
kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan
dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik, pembelajaran
kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.
4. Keterampilan bekerja sama
Kemampuan bekerja sama itu dipraktikan melalui aktivitas dalam kegiatan
pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk
mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
2.2.9.3 PROSEDUR PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Prosedur atau langkah – langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya
terdiri atas empat tahap, yaitu sebagai berikut :
1. Penjelasan Materi : tahap ini merupakan tahap penyampaian pokok – pokok
materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahap
ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.
2. Belajar Kelompok : tahap ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan
materi, siswa bekerja dlam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya.
3. Penilaian : penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui
tes atau kuis.
40
4. Pengakuan Tim : penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim
paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah.
2.2.9.4 MODEL – MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Adapun beberapa variasi jenis model dalam pembelajaran kooperatif,
walaupun prinsip dasar dari pembelajaran kooperatif ini tidak berubah, jenis –
jenis model tersebut adalah sebagai berikut :
2.2.9.4.1 Model Pembelajaran Jigsaw
Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot
Aronson’s. Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung
jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.
Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus
siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya. “Model
Pembelajaran Jigsaw adalah model pembelajaran kooperatif yang menitikberatkan
pada kerja kelmpok siswa dalam bentuk kelompok kecil “ Rusman (2011:218).
Menurut Lie (dalam Rusman (2011:218) “Pembelajaran Kooperatif model Jigsaw
ini merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam
kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang secara heterogen dan
siswa bekerja sama ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara
mandiri”
Sesuai dengan namanya, teknis penerapan tipe pembelajaran ini maju mundur
seperti gergaji. Menurut Arends (1997), langkah-langkah penerapan model
pembelajaran Jigsaw dalam matematika, yaitu:
1. Membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4 – 6 orang
2. Masing-masing kelompok mengirimkan satu orang wakil mereka untuk
membahas topik, wakil ini disebut dengan kelompok ahli
3. Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling
membantu untuk menguasai topik tersebut
4. Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke
kelompok masing-masing, kemudian menjelaskan materi kepada rekan
kelompoknya
41
5. Guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi
yang telah didiskusikan
6. Kunci pembelajaran ini adalah interpedensi setiap siswa terhadap anggota
kelompok untuk memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar
dapat mengerjakan tes dengan baik.
Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional, model
pembelajaran Jigsaw memiliki beberapa kelebihan yaitu:
1. Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar,karena sudah ada kelompok
ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya
2. Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih
singkat
3. Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam
berbicara dan berpendapat.
Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan/kekurangan yaitu :
1. Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung
mengontrol jalannya diskusi. Untuk mengantisipasi masalah ini guru harus
benar-benar memperhatikan jalannya diskusi. Guru harus menekankan agar
para anggota kelompok menyimak terlebih dahulu penjelasan dari tenaga
ahli. Kemudian baru mengajukan pertanyaan apabila tidak mengerti.
2. Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berpikir rendah akan
mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai
tenaga ahli. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus memilih tenaga ahli
secara tepat, kemudian memonitor kinerja mereka dalam menjelaskan
materi, agar materi dapat tersampaikan secara akurat.
3. Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan. Untuk mengantisipasi hal ini
guru harus pandai menciptakan suasana kelas yang menggairahkan agar
siswa yang cerdas tertantang untuk mengikuti jalannya diskusi.
4. Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti
proses pembelajaran.
42
2.2.9.4.2 Investigasi Kelompok (Group Investigation)
Strategi belajar Group Investigation dikembangkan oleh Shlomo Sharan
dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel. Secara umum perencanaan
pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik kooperatif Group
Investigation adalah kelompok dibentuk oleh sisiwa itu sendiri dengan
beranggotakan 2 – 6 anak, tiap kelompok bebas memilih subtopic dari
keseluruhan unit materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan, dan kemudian
membuat atau menghasilkan laporan kelompok. Selanjutnya, setiap kelompok
mempresentasikan atau memamerkan laporannya kepada seluruh kelas, untuk
berbagi dan saling tukar informasi temuan mereka.
Belajar kooperatif dengan teknik Group Investigation sangat cocok untuk
bidang kajian yang memerlukan kegiatan studi proyek terintegrasi (Slavin, 1995a,
dalam Rusman, 2011:221) yang mengarah pada kegiatan penelitian, analisis, dan
sintesis informasi dalam upaya untuk memecahkan suatau masalah.
Implementasi stategi belajar Group Investigation meliputi:
1. Mengidentifikasi topik dan mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok.
2. Guru bersama siswa merencanakan tugas-tugas belajar.
3. Melaksanakan investigasi ( siswa mencari informasi, menganalisis data,
dan membuat kesimpulan).
4. Menyiapkan laporan akhir.
5. Mempresentasikan laporan.
6. Evaluasi, para sisiwa berbagi informasi terhadap topik yang dikerjakan,
kerja yang telah dilakukan, pengalaman-pengalaman siswa.
Manfaat menggunakan model pembelajaran Group Investigation:
1. Pengembangan kreativitas siswa.
2. Dengan adanya pembagian tugas dan tanggungjawab, anak-anak belajar
bertanggungjawab.
3. Komponen emosional lebih penting daripada intelektual, yang tak rasional
lebih penting dari pada yang rasional, misal; menumbuhkan jiwa sosial.
4. Untuk meningkatkan peluang keberhasilan dalam memcahkan masalah.
43
2.2.9.4.3 Model Student Teams Achievement Division (STAD)
Model ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di
Universitas John Hopkin Menurut Slavin (dalam Rusman: 2007) Dalam Student
Teams Achievement Division (STAD), siswa dibagi menjadi kelompok
beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin dan
sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan sisiwa-siswa didalam kelompok
memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bias menguasai pelajaran
tersebut. Akhirnya semua sisiwa menjalani kuis perseorangan tentang materi
tersebut, dan pada saat itu mereka tidak boleh saling membnatu satu sma lain.
Metode Student Teams Achievement Division (STAD) tepat digunakan
untuk mengajarkan materi-materi Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris.
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Secara garis besar tahap-tahap
kooperatif tipe STAD dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Tahap persiapan
Pada tahap ini, Guru mempersiapkan materi berikut perangkat pengajaran
termasuk lembar kerja peserta didik dan soal quiz serta menentukan metode
pembelajaran dan penyajian materi pada awal pembelajaran.Pembagian kelompok
diatur berdasarkan skor awal, masing-masing kelompok terdiri dari 4–6 orang
dengan prestasi yang bervariasi, jenis kelamin dan ras yang berbeda. Guru
menjelaskan bahwa tugas utama kelompok adalah membantu anggota untuk
menguasai materi dan mempersiapkan quiz serta setiap anggota hendaknya
berusaha untuk memperoleh nilai yang baik karena prestasi individu akan
berpengaruh besar terhadap kelompok.
• Tahap Penyajian Materi
Sebelum pembelajaran, Guru menginformasikan kepada peserta didik tujuan
yang hendak dicapai dan prasyarat yang harus dimiliki. Penyajian materi
dilakukan secara klasikal. Dalam menyajikan materi pelajaran, Guru
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
44
mengembangkan materi pelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari
peserta didik dalam kelompok.
menekankan kepada peserta didik bahwa belajar adalah memahami makna
bukan hafalan
mengontrol pemahaman peserta didik sesering mungkin
memberikan penjelasan tentang benar atau salahnya jawaban dari suatu
pertanyaan.
Setelah peserta didik memahami permasalahan, selanjutnya beralih pada materi
berikutnya.
• Tahap kegiatan kelompok
Dalam tahap ini peserta didik mempelajari materi dan mengerjakan tugas-
tugas yang diberikan Guru dalam LKS. Dalam kegiatan kelompok peserta didik
saling membantu dan berbagi tugas. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab
atas kelompoknya. Peran Guru dalam tahap ini sebagai fasilitator dan motivator
kegiatan tiap kelompok
• Tahap pelaksanaan tes individu
Setelah materi dipelajari dan dibahas secara berkelompok, peserta didik
diberi tes dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah
dicapainya. Hasil tes digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan untuk
perolehan skor kelompok
• Tahap perhitungan skor perkembangan individu
Skor perkembangan individu dihitung berdasarkan selisih perolehan tes sebelumnya (skor awal) dengan tes akhir. Berdasarkan skor awal, setiap peserta didik memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes yang diperolehnya.
2.2.9.4.4 Model Make a Match (Membuat Pasangan).
Metode Make a Match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis
dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna
Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan
sambil belajar mengenai konsep atau topik, dalam suasana menyenangkan
(Rusman, 2011:223).
45
Keunggulannya adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai
suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan.
Langkah-langkah:
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi bebrapa konsep/topik yang
cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sis sebaliknya
berupa kartu jawabnnya)
2. Setiap siswa mendapat kartu dan mimikirkan jawaban atau soal dari kartu
yang dipegang.
3. Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya
(kartu soal/kartu jawaban).
4. Siswa yang dapat mencocokkan kartu sebelum batas waktu diberi point.
5. Setelah babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat karu yang berbeda
dari sebelumnya, demikian seterusnya.
6. Kesimpulan.
2.2.9.4.5 Model TGT (Teams Games Tournaments)
Menurut Saco (dalam Rusman, 2011:224), dalam TGT siswa memainkan
permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim
mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang
dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok
(identitas kelompok mereka).
Permaianan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis
pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa misalnya akan mengambil sebuah
kartu yang diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang
sesuai dengan angka tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua siswa dari
semua tingkat kemampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi
kelompoknya. Prinsipnya, soal sulit untuk anak pintar, dan soal yang lebih mudah
untuk anak yang kurang pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak mempunyai
kemungkinan memberi skor bagi kelompoknya. Permainan yang dikemas dalam
46
bentuk turnamen ini dapat berperan sebagai penilaian alternatif atau dapat pula
sebagai review materi pembelajaran.
TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan
sisiwa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang
sisiwa yang mempunyai kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang
berbeda. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada tiap kelompok.
Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya.
Apabila ada dari anggota kelompok yang lain tidak mengerti dengan tugas yang
diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk
memberikan jawaban atau menjelaskan. Menurut Slavin (dalam Rusman,
2011:225) pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari lima langkah tahapan
yaitu: tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok
(teams), permainan (games), pertandingan (tournament), dan penghargaan
kelompok (team recognition).Adapun cirri-ciri TGT sebagai berikut:
a. Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil.
b. Games tournament.
c. Penghargaan kelompok.
Cara turnamen
a. Salah satu siswa mengocok kartu poin dan diletakkan di atas meja
turnamen
b. Setiap pemain mengambil satu kartu poin
c. Siswa yang mendapat kartu terbesar 1 menjadi reader 1, terbesar 2 menjadi
penantang 1, terbesar 3 menjadi penantang 2, dan terkecil menjadi reader 2.
d. Reader 1 mengocok kartu poin dan mengambil salah satu lalu disesuaikan
dengan karu soal, membaca soal sekaligus menjawab.
e. Penantang 1 setuju, tidak setuju atau pas terhadap jawaban reader 1, jika
tidak setuju, jawab yang lain dengan alasan, penantang 2 : penantang 1.
f. Reader 2 juga sebagai penantang 3 dan bertugas membuka kunci jawaban
dan memberikan kartu poin kepada pemain yang jawabanya benar. Jika
jawaban reader dan penantang betul semua maka reader 1 berkesempatan
47
mendapat kartu poin, tetapi jika salah, kartu poin di kembalikan dan ditaruh
dipaling bawah.
g. Posisi kartu poin berputar sesuai jarum jam, sehingga terjadi perubahan
posisi reader1 menjadi reader2, reader 2 menjadi penantang 2, penantang 2
menjadi penantang 1, dan penantang 1 menjadi reader1.
h. Permainan dilanjutkan sampai kartu soal terjawab semua.
i. Reader 1 pada soal terakhir, mencatat jumlah kartu yang diperoleh
masing-masing-masing pemain pada teamnya.
Kelebihan TGT
Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas
Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu
Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam
Proses belajar bmengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa
Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain
Motifasi belajar lebih tinggi
Hasil belajar lebih baik
Kelemahan TGT
Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen
dari segi akademis.
Waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak.
Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit
memberikan penjelasan kepada siswa lainnya.
2.2.9.4.6 Model Role Playing
Model Role Playing disebut juga sosio drama, dalam proses pembelajaran
diharapkan para guru dan siswa memperoleh penghayatan nilai-nilai dan
perasaan-perasaan, dengan bermain peran diharapkan siswa terampil atau
menghayati dalam berbagai figur khayalan atau figure sesungguhnya dalam
berbagai situasi, dalam metode ini dapat melibatkan aspek-aspek kognitif dan
aspek afektif atas tokoh yang mereka perankan, role playing termasuk permainan
pendidikan yang dapat dipakai untuk menjelaskan peranan,sikap, tingkah laku dan
48
nilai-nilai dengan tujuan menghayati perasaan, sudut pandang dan cara berfikir
orang lain.
Tujuan dan manfaat Role Playing menurut Shaftel
a. Agar menghayati sesuatu kejadian atau hal yang sebenarnya dalam realitas
hidup.
b. Agar memahami apa yang menjadi sebab dari sesuatu serta bagaimana
akibatnya.
c. Untuk mempelajari indra dan rasa siswa terhadap sesuatu.
d. Sebagai penyalur ketegangan atau pelepas dan perasaan-perasaan.
e. Sebagai alat pendiagnosa keadaan kemampuan siswa.
Langkah-langkah metode Role Playing
1. Guru menyusun atau menyiapkan sekenario yang akan ditampilkan.
2. Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum
kegiatan belajar mengajar.
3. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotannya 5 orang.
4. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai.
5. Memanggil para siswa yang sudah di tunjuk untuk melakukan skenario yang
sudah dipersiapkan.
6. Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambil
memperhatikan mengamati skenario yang sedang di peragakan.
7. Setelah selesai di pentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai
lembar kerja untuk membahas.
8. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya.
9. Guru memberikan kesimpulan secara umum.
10. Evaluasi.
11. Penutup.
2.2.9.4.7 Metode Think Pair and Share
Metode ini dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawannya dari
Universitas Maryland dan mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan
diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan.
49
Metode Think-Pair-Share memberikan kepada para siswa untuk berpikir dan
merespons serta saling bantu satu sama lain. Sebagai contoh, seorang guru baru
saja menyelesaikan suatu sajian pendek atau para siswa telah selesai membaca
suatu tugas. Selanjutnya, guru meminta kepada para siswa untuk menyadari secara
lebih serius mengenai apa yang telah dijelaskan oleh guru atau apa yang telah
dibaca. Guru tersebut memilih metode Think-Pair-Share daripada metode Tanya
jawab untuk kelompok secara keseluruhan (whole-group question and answer).
Lyman dan kawan-kawannya.
Menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Langah 1 – Berpikir (Thinking): Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang
terkait dengan pelajaran dan siswa diberi waktu satu menit untuk berpikir
sendiri mengenai jawaban atau isu tersebut.
2. Langkah 2 – Bepasangan (Pairing): Selanjutnya guru meminta kepada siswa
untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan.
Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika suatu
pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika suatu soal
khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru mengizinkan tidak lebih dari 4 atau
5 menit untuk berpasangan.
3. Langkah 3 – Berbagi (Sharing): Pada akhir ini guru meminta pasangan-
pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerja sama dengan kelas secara
keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Pada langkah ini
akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu ke
pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separo dari pasangan-pasangan
tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor. Model ini dirancang untuk
menggabungkan insentif motivasional dari penghargaan kelompok dengan
program pembelajaran individual yang cocok dengan tingkatan yang dimiliki
oleh siswa.
Siswa dikelompokkan kedalam empat atau lima orang secara heterogen.
Setiap siswa mengerjakan unit-unit program matematika sesuai dengan
kemampuan masing-masing. Artinya, dalam suatu tim bisa saja si A mngerjakan
unit 2, si B mengerjakan unit 5. para siswa mengikuti rangkaian kegiatan yang
50
teratur, mulai dari membaca lembar pembelajaran, mengerjakan lembar kerja,
memeriksa apakah dia telah menguasai keterampilan dan mengikuti tes.
Anggota tim bekerja secara berpasangan, saling bertukar lembar jawaban
dan memeriksa pekerjaan temannya. Jika seorang siswa berhasil mencapai atau
melampaui skor 80, dia mengikuti final tes. Anggota tim bertanggung jawab
meyakinkan bahwa temannya telah siap mengikuti final tes. Baik tanggung jawab
individual dan penghargaan kelompok ada di dalam Think Pair Share ini. Setiap
minggu guru menjumlahkan banyaknya unit yang telah diselesaikan oleh semua
anggota tim dan memberikan sertifikat atau penghargaan lainnya kepada tim yang
memenuhi kriteria berdasarkan jumlah final tes yang berhasil dilampau.
51
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Guru sebagai tenaga profesional dituntut untuk memiliki kompetensi
paedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi
sosial. Upaya untuk menguasai keempat kompetensi itu melalui pendidikan
formal hanyalah merupakan syarat mutlak bagi guru. Akan tetapi upaya
peningkatan kemampuan terus menerus (continuous improvement) merupakan
syarat yang tidak perlu ditawar-tawar lagi Ada kecenderungan dewasa ini untuk
kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan
diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang
dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada
penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek
tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan
jangka panjang. Pendekatan, strategi, metode, teknik dan model-model
pembelajaran perlu dipahami dan diterapkan oleh para pendidik, guna
menciptakan pembelajaran PAKEM (Partisipatif, Aktif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan) yang selanjutnya untuk mewujudkan makna pendidikan
nasional yakni usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara. Sehingga peningkatan mutu pendidikan nasional
menjadi harga mati, oleh karena itu guru semakin dituntut untuk menggunakan
model pembelajaran yang dapat menarik minat dan motivasi siswa.
52
3.2. SARAN
Masa depan generasi penerus bangsa sebagian ada ditangan para pendidik,
untuk itu kami sebagai pendidik dan calon pendidik menyusun makalah ini dalam
rangak menambah pengetahuan. Dalam penulisan makalah ini penulis tentu
terdapat kekuarangan dan kelebihan, untuk itu saran dan kritik dari pembaca demi
kesempurnaan.makalah.ini.kami.harapkan.
53
DAFTAR RUJUKAN
Ahmadi, Iif Khoiru, dkk. (2011). Paikem Gembrot Mengembangkan
Model PembelajaranApril 23, 2010 — imamahmadi oleh: Akhmad SudrajatDalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.
2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni
perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang
dipandang paling efektif.3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur,
metode dan teknik pembelajaran.4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau
kriteria dan ukuran baku keberhasilan.Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat)Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran
merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:
Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka
pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.
Yager (1992:20) mendefinisikan STS (Science Technology Society) atau IPA Teknologi Masyarakat sebagai belajar dan mengajar mengenai IPA/teknologi dalam konteks pengalaman manusia. Dengan mengutip dari NSTA (National Science Teachers Association) Yager memberikan ciri-ciri khas pembelajaran dengan model STS sebagai berikut :
1. peserta didik mengidentifikasi masalah-masalah yang ada di daerahnya dan dampaknya,
2. menggunakan sumber-sumber setempat (nara sumber dan bahanbahan) untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah,
3. keterlibatan peserta didik secara aktif dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah,
4. penekanan pada keterampilan proses IPA, agar dapat digunakan oleh peserta didik dalam mencari solusi terhadap masalahnya, dan
5. sebagai perwujudan otonomi setiap individu dalam proses belajar.Horsley, et.al, (1990:59) mengemukakan bahwa pembelajaran ipa dan teknologi diperlukan agar konsisten dengan cara-cara para ahli dalam melakukan penyelidikan yang bersifat ilmiah dan teknologi. Model pembelajaran IPA dan teknologi melibatkan peserta didik dalam kegiatan-kegiatan penyelidikan, mengkonstruksi makna yang mereka temukan, mengajukan penjelasan dan solusi yang masih tentatif, menelusuri kembali konsep-konsep,dan menilai konsep-konsep yang dijadikan rujukan. Model pembelajaran IPA dan teknologi yang berorientasi pada konstrukstivisme dengan model STS yang diajukan oleh Horsley, et.al, (1990:59), Carin (1997:74), dan Yager (1992:15) meliputi empat tahap, yaitu tahap:a. invitasi,b. eksplorasi, penemuan, dan penciptaan,c. pengajuan penjelasan dan solusi,d. pengambilan tindakan.PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKANSintaks pembelajaran IPA dengan model STS menurut Carin (1997:74), Horsley et.al, (1990:59), dan Yager (1992:15) tersebut diilustrasikan seperti pada Gambar 3.3 berikut ini.
Sumber: Carin1997:74 dan Horsley, (1990:59)Gambar 3.3 Bagan sintaks Pembelajaran IPA dan teknologi dengan model STS
InvitasiPada tahap ini guru merangsang peserta didik mengingat atau menampilkan kejadian-kejadian yang ditemui baik dari media cetak maupun media elektronik yang berkaitan dengan topik yang merupakan hasil observasi. Selanjutnya peserta didik merumuskan masalah yang akan dicari jawabannya dengan tetap mengaitkan kepada topik yang dibahas, peran Guru sangat diperlukan untuk menghaluskan rumusan masalah yang diajukan peserta didik dan mengacu kepada sumber belajar, bisa berupa LKS yang telah ada atau menyiapkan LKS yang baru. Guru dan peserta didik mengidentifikasi bersama mengenai masalah atau pertanyaan dan jawaban sementara yang paling mungkin dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan lingkungan dan alokasi waktu pembelajaran serta topik.EksplorasiPada tahap ini kegiatan yang dilakukan peserta didik merupakan upaya untuk mencari jawaban atau menguji jawaban sementara yang telah dibuat dengan mencari data dari berbagai sumber informasi (buku, koran, majalah, lingkungan, nara sumber, instansi terkait, atau melakukan percobaan). Hasil yang diperoleh peserta didik hendaknya berupa suatu hasil analisis dari data yang diperoleh. Kegiatan yang dilakukan peserta didik dapat mengacu kepada LKS yang telah ada untuk topik tersebut atau dapat juga mengembangkan sendiri berdasarkan LKS yang telah ada atau membuat LKS yang baru. Kegiatan peserta didik dapat berlangsung di dalam kelas, halaman sekolah, atau di luar sekolah yang diperkirakan memungkinkan dilakukan oleh peserta didik. Kegiatan peserta didik
pada tahap ini di antaranya dapat berupa iur pendapat, mencari informasi, bereksperimen, mengobservasi fenomena khusus, mendesain model, dan mendiskusikan pemecahan masalah.Penjelasan dan SolusiPada tahap ini peserta didik diajak untuk mengkomunikasikan gagasan yang diperoleh dari analisis informasi yang didapat, menyusun suatu model penjelasan (baru), meninjau dan mendiskusikan solusi yang diperoleh, dan menentukan beberapa solusi. Guru membimbing peserta didik untuk memadukan konsep yang dihasilkannya dengan konsep yang dianut oleh para ahli IPA. Peran Guru hendaknya dapat menghaluskan atau meluruskan konsep peserta didik yang keliru.EATIF, EFEKTIF DAN Penentuan TindakanPada tahap ini peserta didik diajak untuk membuat suatu keputusan dengan mempertimbangkan penguasaan konsep IPA dan keterampilan yang dimiliki untuk berbagai gagasan dengan lingkungan, atau dalam kedudukan peserta didik sebagai pribadi atau sebagai anggota masyarakat. Peserta didik juga diharapkan merumuskan pertanyaan lanjutan dengan ditemukannya suatu penjelasan terhadap fenomena alam (konsep IPA), dan juga mengadakan pendekatan dengan berbagai unsur untuk meminimalkan dampak negatif suatu hal atau yang merupakan tindakan positif suatu masyarakat. Pengambilan tindakan ini di antaranya dapat berupa kegiatan pengambilan keputusan, penerapan pengetahuan dan keterampilan, membagi informasi dan gagasan,dan mengajukan pertanyaan baru.Model pembelajaran STS ini telah dikembangkan oleh Robert E. Yager et al untuk membantu Guru-Guru dalam mengajarkan IPA untuk mencapai lima tujuan utama. Tujuan-tujuan itu dikarakteristikkan sebagai "domain". Domain-domain itu meliputi domain konsep, proses, aplikasi, kreativitas, dan sikap.Domain konsepDomain konsep memfokuskan pada muatan IPAnya. Domain ini meliputi fakta-fakta, prinsip, penjelasan-penjelasan, teori-teori dan hukum-hukum.Domain prosesDomain ini menekankan pada bagaimana proses memperoleh pengetahuan yang dilakukan oleh para saintis. Domain ini meliputi proses-proses yang sering disebut keterampilan proses IPA, yaitu sebagai berikut: mengamati, mengklasifikasi, mengukur, menginfer, memprediksi, mengenali variabel, menginterpretasikan data, merumuskan hipotesis, mengkomunikasikan, memberi definisi operasional, dan melaksanakan eksperimen.BELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DADomain AplikasiDomain ini menekankan pada penerapan konsep-konsep dan keterampilan keterampilan dalam memecahkan masalah sehari-hari, misalnya menggunakan proses-proses ilmiah dalam memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupan
75
sehari-hari, memahami dan menilai laporan media massa mengenai pengembangan pengetahuan, pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kesehatan pribadi, gizi, dan gaya hidup yang didasarkan atas pengetahuan/konsep-konsep IPA.Domain kreativitasDomain kreativitas terdiri atas interaksi yang komplek dari keterampilan-keterampilan dan proses –proses mental. Dalam konteks ini, kreativitas terdiri atas empat langkah, yaitu tantangan terhadap imajinasi,(melihat adanya tantangan), inkubasi, kreasi fisik, dan evaluasi.Domain SikapDomain ini meliputi pengembangan sikap-sikap positif terhadap IPA pada umumnya, kelas IPA, program IPA, kegunaan belajar IPA, dan Guru IPA, serta yang tidak kalah pentingnya adalah sikap positif terhadap diri sendiri.