Page 1
1
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
PERILAKU SADAR GIZI PADA KELUARGA BALITA DI KELURAHAN
KARANGPANIMBAL KECAMATAN PURWAHARJA KOTA BANJAR
TAHUN 2010
SKRIPSI
Oleh :
Lutfi Fauji Ridwan
106101003714
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1431 H / 2010 M
Page 2
2
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN GIZI
Skripsi, 24 September 2010
Lutfi Fauji Ridwan, NIM : 106101003714
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Sadar Gizi pada Keluarga
Balita di Kelurahan Karangpanimbal Kecamatan Purwaharja Kota Banjar Tahun
2010
xxiv + 144 halaman, 28 tabel, 3 gambar, 6 lampiran
ABSTRAK
Keluarga sadar gizi (KADARZI) adalah keluarga yang seluruh anggota
keluarganya melakukan perilaku gizi yang baik sesuai dengan kaidah ilmu gizi, mampu
mengenali masalah kesehatan bagi setiap anggota keluarganya, dan mampu mengambil
langkah-langkah untuk mengatasi masalah gizi yang dijumpai oleh anggota keluarganya.
Hasil pendataan keluarga sadar gizi di Kota Banjar tahun 2009 menunjukkan bahwa
Kelurahan Karangpanimbal merupakan kelurahan yang paling rendah jumlah keluarga
yang berperilaku sadar gizi yaitu 50,44%. Angka tersebut masih jauh di bawah target
Departemen Kesehatan untuk keluarga sadar gizi yaitu sebesar 80%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal
Kecamatan Purwaharja Kota Banjar tahun 2010, yang dilaksanakan pada bulan Juli-
Agustus 2010 dengan menggunakan desain penelitian cross sectional. Sampel penelitian
ini berjumlah 120 orang ibu balita. Data penelitian berupa data primer yang terdiri dari
variabel independen dan variabel dependen. Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah perilaku sadar gizi pada keluarga balita. sedangkan variabel independennya
adalah umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, besar keluarga, pengetahuan
gizi, sikap, budaya keluarga terkait gizi, keterpaparan informasi kadarzi dan peran tokoh
masyarakat. Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari analisis data univariat untuk
mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing variabel, dan analisis data bivariat
untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan dependen menggunakan uji
statistik chi-square serta analisis data multivariat untuk mengetahui faktor yang paling
dominan berhubungan dengan perilaku sadar gizi menggunakan uji regresi logistik
berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu balita yang berperilaku sadar gizi lebih
banyak (59,2%) daripada ibu balita yang tidak berperilaku sadar gizi (41,8%).
Berdasarkan analisis bivariat diketahui bahwa pendapatan keluarga, pengetahuan gizi,
budaya keluarga, dan peran tokoh masyarakat memiliki hubungan yang bermakna
dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal.
Page 3
3
Sedangkan berdasarkan analisis multivariat diketahui bahwa pendapatan keluarga
merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku sadar gizi pada
keluarga balita.
Berdasarkan hasil penelitian saran yang bisa diberikan adalah memberdayakan
ibu balita yang sebagian besar tidak bekerja dengan pemberian keterampilan dan modal
pinjaman, sehingga diharapkan dapat menambah pendapatan keluarga melalui
pengelolaan industri rumah tangga, meningkatkan pengetahuan ibu melalui berbagai
macam media informasi termasuk memaksimalkan radio suara husada untuk
mengkampanyekan keluarga sadar gizi sehingga bisa mengubah presepsi dan
meluruskan kepercayaan dan tradisi-tradisi yang tidak mendukung perilaku sadar gizi.
Selain itu memberikan pelatihan kepada tokoh masyarakat supaya bisa lebih terampil
dan konsisten dalam mempromosikan perilaku sadar gizi pada masyarakat sesuai dengan
ketokohan mereka masing-masing.
Daftar bacaan: 76 (1986-2010)
Page 4
4
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
SPECIALISATION OF NUTRITION
Undergraduate Thesis, 24 September 2010
Lutfi Fauji Ridwan, NIM : 106101003714
The Factors That Related with Conscious Behavioral Nutrition in Family of
Childern Less than Five Year Old in Karangpanimbal Village Purwaharja District
Banjar Regency at 2010
xxiv + 144 pages, 28 tables, 3 images, 6 attachments
ABSTRACT
A family that is aware of nutrients (Kadarzi) is the family that all members of
the family having good nutrition behavior in accordance with the principles of nutrition
science which are able to recognize health problems for every member of his family, and
able to take steps to address the nutritional problems encountered by members of his
family. The results of nutrition conscious family collection in the City of Banjar in 2009
showed that the village is a village Karangpanimbal the lowest number of families who
behave aware of nutrition that is 50.44%. The number is still far below the target of the
Ministry of Health for nutrition conscious family that is equal to 80%.
This study aims to determine the factors associated with nutrition conscious
behavior on the family of five in Sub Karangpanimbal Purwaharja Banjar District in
2010, which was held in July-August 2010 using a cross sectional study design. The
research sample consists of 120 mothers. The research data in the form of primary data
consists of independent variables and the dependent variable. The dependent variable in
this study was aware of nutrition behavior in Toddlers family. While the independent
variables were age, education, occupation, family income, family size, nutrition
knowledge, attitudes, culture-related family nutrition, and exposure information and the
role of community leaders Kadarzi. Data analysis in this study consisted of univariate
analysis to determine the frequency distribution of each variable and univariate data
analysis to determine the relationship between independent and dependent variables
using chi-square statistical tests and multivariate data analysis to determine the most
dominant factor associated with nutrition conscious behavior using multiple logistic
regression.
The results showed that mothers who behave more aware of nutrition (59.2%)
than mothers who did not behave conscious nutrition (41.8%). Based on bivariate
analysis, it is found that family income, nutrition knowledge, culture, family, and the
role of community leaders have a significant relationship with nutrition conscious
behavior on the family in the village Karangpanimbal toddlers.Meanwhile. based on
multivariate analysis, it is found that family income is the most dominant factor related
to nutrition conscious behavior on the family toddler.
Page 5
5
Based on the research, suggestions that can be given is to empower the mother
of a Toddler who mostly do not work with the provision of skills and capital loans,
which is expected to increase family income through the management of domestic
industry, increase the knowledge of mothers through a variety of information media
including radio maximize Husada voice to campaign nutrition conscious family so they
can change the perceptions, beliefs align and traditions that do not support the nutrition
conscious behavior. Also provides training to community leaders to get more skill and to
be consistent in promoting nutrition conscious behavior on the community in accordance
with their respective personage.
Reading list: 76 (1986-2010)
Page 6
6
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SADAR
GIZI PADA KELUARGA BALITA DI KELURAHAN KARANGPANIMBAL
KECAMATAN PURWAHARJA KOTA BANJAR
TAHUN 2010
Telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripisi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 24 September 2010
Mengetahui
M. Farid Hamzens, MSi Yuli Amran, SKM, MKM
Pembimbing I Pembimbing II
Page 7
7
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 24 September 2010
Mengetahui,
Penguji I
M. Farid Hamzens, MSi
Penguji II
Yuli Amran, SKM, MKM
Penguji III
Meilani Anwar, SKM, M. Epid
Page 8
8
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………………..
ABSTRAK…………………………………………………………………….
Halaman
i
ii
ABSTRACT………………………………………………………………….. iv
LEMBAR PERSETUJUAN..........................................................................
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………….
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………………………………………………
KATA PENGANTAR………………………………………………………..
vi
vii
viii
ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. xii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xv
DAFTAR GRAFIK ......................................................................................
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………
xix
xx
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xxi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 8
1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................... 9
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................... 11
1.4.1 Tujuan Umum .................................................................... 11
Page 9
9
1.4.2 Tujuan Khusus ................................................................... 11
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................... 13
1.5.1 Bagi Pengelola Program Gizi Dinas Kesehatan Kota Banjar 13
1.5.2 Bagi Masyarakat Kelurahan Karang Panimbal .................. 13
1.5.3 Bagi Peneliti ....................................................................... 13
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................ 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 14
2.1 Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)..................................................... 14
2.1.1 Sejarah Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)............................. 16
2.1.2Indikator Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Berdasarkan
Karakteristik Keluarga....................................................
18
2.2 Perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) ...................................... 20
2.2.1 Menimbang Berat Badan Secara Teratur .......................... 20
2.2.2 Memberi ASI (Air Susu Ibu) saja Kepada Bayi sampai Usia
6 Bulan .........................................................................
21
2.2.3 Makan Beraneka Ragam ................................................... 23
2.2.4 Menggunakan Garam Beryodium ..................................... 26
2.2.5 Memberikan Suplemen Gizi Sesuai Anjuran ................... 28
2.3 Metode Kuesioner Frekuensi Makanan (Food Frequency
Questionare).........................................................................
30
2.4 Strategi Promosi Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) ....................... 31
2.4.1 Gerakan Pemberdayaan Masyarakat ................................. 32
Page 10
10
2.4.2 Bina Suasana ..................................................................... 32
2.4.3 Advokasi ............................................................................ 33
2.4.4 Kemitraan .......................................................................... 33
2.5 Perilaku…………………………………………………………..
2.5.1 Definisi Perilaku………………………………………….
2.5.2 Perilaku Kesehatan……………………………………….
2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku…………….
33
33
34
35
2.6 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Sadar
Gizi .......................................................................................
36
2.6.1 Umur Ibu ..................................................................... 38
2.6.2 Pendidikan Ibu ................................................................... 39
2.6.3 Pekerjaan Ibu ..................................................................... 41
2.6.4 Pendapatan Keluarga ......................................................... 43
2.6.5 Besar Keluarga ................................................................... 46
2.6.6 Pengetahuan Gizi Ibu ......................................................... 47
2.6.7 Sikap Ibu ............................................................................ 48
2.6.8 Budaya Keluarga .............................................................. 50
2.6.9 Keterpaparan Informasi Kadarzi....................................... 52
2.6.10 Peran Tokoh Masyarakat ................................................ 54
2.6 Keranga Teori ............................................................................. 55
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN
HIPOTESIS ..............................................................................
56
Page 11
11
3.1 Kerangka Konsep ...................................................................... 56
3.2 Definisi Operasional .................................................................. 58
3.2 Hipotesis .................................................................................... 62
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 63
4.1 Desain Penelitian ....................................................................... 63
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 63
4.2.1 Lokasi Penelitian ............................................................. 63
4.2.2 Waktu Penelitian ............................................................. 63
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................. 64
4.3.1 Populasi Penelitian .......................................................... 64
4.3.2 Sampel penelitian ............................................................ 64
4.4 Instrumen Penelitian .................................................................. 65
4.5 Uji Coba Instrumen……………………………………………. 66
4.6 Pengumpulan Data ................................................................... 67
4.7 Pengolahan Data ....................................................................... 68
4.7 Analisis Data ............................................................................. 69
4.7.1 Analisa Data Univariat .................................................... 69
4.7.2 Analisa Data Bivariat ...................................................... 69
4.7.3 Analisa Data Multivariat ................................................. 70
BAB V HASIL………………………………………………………………. 72
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian…………………………… 71
5.1.1 Keadaaan Geografis……………………………………… 71
Page 12
12
5.1.2 Keadaan Demografi……………………………………… 71
5.2 Analisis Univariat………………………………………………. 74
5.2.1 Perilaku Keluarga Sadar Gizi……………………………… 75
5.2.2 Umur Ibu………………………………………………….. 76
5.2.3 Pendidikan Ibu……………………………………………. 77
5.2.4 Pekerjaan Ibu……………………………………………… 78
5.2.5 Besar Keluarga……………………………………………. 78
5,2,6 Pendapatan Keluarga……………………………………….. 79
5.2.7 Pengetahuan Gizi……………………………………………. 80
5.2.8 Sikap………………………………………………………… 81
5.2.9 Budaya Keluarga……………………………………………. 82
5.2.10 Keterpaparan Informasi…………………………………… 83
5.2.11 Peran Tokoh Masyarakat………………………………….. 85
5.3 Analisis Bivariat…………………………………………………... 86
5.3.1 Hubungan Umur dengan Perilaku Sadar Gizi……………… 86
5.3.2 Hubungan Pendidikan dengan Perilaku Sadar Gizi………... 87
5.3.3 Hubungan Pekerjaan dengan Perilaku Sadar Gizi ………… 88
5.3.4 Hubungan Besar Keluarga dengan Perilaku Sadar Gizi …… 89
5.3.5 Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Perilaku Sadar Gizi.. 90
5.3.6 Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Perilaku Sadar Gizi … 91
5.3.7 Hubungan Sikap dengan Perilaku Sadar Gizi …………….. 92
5.3.8 Hubungan Budaya Keluarga dengan Perilaku Sadar Gizi … 93
Page 13
13
5.3.9 Hubungan Keterpaparan Informasi dengan Perilaku Sadar
Gizi …………………………………………………………
94
5.3.10 Hubungan Peran Tokoh Masyarakat dengan Perilaku Sadar
Gizi …………………………………………………………
96
5.4 Analisis Multivariat………………………………………………. 97
5.4.1 Faktor Paling Dominan Berhubungan dengan Perilaku
Sadar Gizi pada Keluarga Balita…………………………….
97
BAB VI PEMBAHASAN…………………………………………………... 105
6.1 Keterbatasan Penelitian…………………………………………… 105
6.2 Gambaran Perilaku Kadarzi pada Keluarga Balita di Kelurahan
Karangpanimbal…………………………………………………..
106
6.3 Umur Ibu dan Hubungannya dengan Perilaku Keluarga Sadar Gizi
pada Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal…………….
111
6.4 Pendidikan Ibu dan Hubungannya dengan Perilaku Keluarga Sadar
Gizi pada Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal ………
114
6.5 Pekerjaan Ibu dan Hubungannya dengan dengan Perilaku Keluarga
Sadar Gizi pada Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal…
116
6.6 Besar Keluarga dan Hubungannya dengan Perilaku Keluarga
Sadar Gizi pada Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal…
117
6.7 Pendapatan Keluarga dan Hubungannya dengan Perilaku Keluarga
Sadar Gizi pada Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal…
112
6.8 Pengetahuan Gizi dan Hubungannya dengan Perilaku Keluarga
Page 14
14
Sadar Gizi pada Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal… 120
6.9 Sikap dan Hubungannya dengan Perilaku Keluarga Sadar Gizi pada
Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal……………………
123
6.10 Budaya Keluarga dan Hubungannya dengan Perilaku Keluarga
Sadar Gizi pada Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal….
124
6.11Keterpaparan Informasi dan Hubungannya dengan Perilaku
Keluarga Sadar Gizi pada Keluarga Balita di Kelurahan
Karangpanimbal………………………………………………………
127
6.9 Peran Tokoh Masyarakat dan Hubungannya dengan Perilaku
Keluarga Sadar Gizi pada Keluarga Balita di Kelurahan…………..
129
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN……………………………………… 132
7.1 Simpulan……………………………………………………………. 132
7.2 Saran………………………………………………………………… 135
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 139
LAMPIRAN………………………………………………………………… 145
Page 15
15
DAFTAR TABEL
Nama Tabel Halaman
Tabel 2.1 Penilaian Indikator Keluarga Sadar Gizi Berdasarkan
Karakteristik Keluarga ....................................................
18
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian ...................... 58
Tabel 5.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur di Kelurahan
Karangpanimbal Tahun 2009……………………………
73
Tabel 5.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di
Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2009………………
73
Tabel 5.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan di
Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2009……………….
74
Tabel 5.4 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Perilaku Sadar Gizi di
Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010……………..
75
Tabel 5.5 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan
Karangpanimbal Tahun 2010………………………….
76
Tabel 5.6 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Pendidikan di
Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010………………
77
Tabel 5.7 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Pekrjaan di Kelurahan
Karangpanimbal Tahun 2010………………………….
78
Page 16
16
Tabel 5.8 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan
Karangpanimbal Tahun 2010………………………….
79
Tabel 5.9 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Pendapatan Keluarga
di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010…………..
80
Tabel 5.10 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Pengetahuan Gizi di
Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010……………..
80
Tabel 5.11 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Sikap di Kelurahan
Karangpanimbal Tahun 2010………………………….
81
Tabel 5.12 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Budaya Keluarga
terkait Gizi di Kelurahan Karangpanimbal Tahun
2010……………………………………………………..
82
Tabel 5.13 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Keterpaparan
Informasi Kadarzi di Kelurahan Karangpanimbal Tahun
2010……………………………………………………..
84
Tabel 5.14 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Peran Tokoh
Masyarakat di Kelurahan Karangpanimbal Tahun
2010……………………………………………………..
85
Tabel 5.15 Hubungan Umur Ibu dengan Perilaku Kadarzi pada
Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun
2010……………………………………………………..
86
Tabel 5,16 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Perilaku Kadarzi
pada Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal
87
Page 17
17
Tahun 2010…………………………………………….
Tabel 5.17 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Perilaku Kadarzi pada
Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun
2010…………………………………………………….
88
Tabel 5.18 Hubungan Besar Keluarga dengan Perilaku Kadarzi
pada Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal
Tahun 2010……………………………………………..
85
Tabel 5.19 Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Perilaku
Kadarzi pada Keluarga Balita di Kelurahan
Karangpanimbal Tahun 2010……………………………
89
Tabel 5.20 Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Perilaku
Kadarzi pada Keluarga Balita di Kelurahan
Karangpanimbal Tahun 2010………………………….
90
Tabel 5.21 Hubungan Sikap Ibu dengan Perilaku Kadarzi pada
Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun
2010……………………………………………………..
91
Tabel 5.22 Hubungan Budaya Keluarga terkait Gizi dengan
Perilaku Kadarzi pada Keluarga Balita di Kelurahan
Karanganimbal Tahun 2010…………………………..
92
Tabel 5.23 Hubungan Keterpaparan Informasi dengan Perilaku
Kadarzi pada Keluarga Balita di Kelurahan
Karangpanimbal Tahun 2010
95
Page 18
18
Tabel 5.24 Hubungan Peran Tokon Masyarakat dengan Perilaku
Kadarzi pada Keluarga Balita di Kelurahan
Karangpanimbal Tahun 2010…………………………..
96
Tabel 5.25 Pemilihan Kandidat Variabel Independen yang Akan
Masuk Model Mutivariat………………………………..
98
Tabel 5.26 Hasil Pemodelan Prediksi Perilaku Kadarzi……………, 99
Tabel 5.27 Hasil Uji interaksi………………………………………. 100
Tabel 5.28 Model Prediksi Perilaku Kadarzi pada Keluarga Balita
di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010
101
Page 19
19
DAFTAR GRAFIK
Nama Grafik Halaman
Grafik 5.1 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Indikator
Perilaku Sadar Gizi……………………………
76
Grafik 5.2 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Budaya
Keluarga terkait Gizi…………………………..
83
Grafik 5.3 Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Sumber
Informasi Kadarzi …………………………..
84
Page 20
20
DAFTAR GAMBAR
Nama Gambar Halaman
Gambar Bagan 2.1 Sistem Lifestyle Keluarga Sediaoetama (1996).......... 37
Gambar Bagan 2.2 Kerangka Teori .......................................................... 55
Gambar Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ...................................... 57
Page 21
21
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Pengantar Izin Penelitian
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian
Lampiran 3 Kuesioner Pnelitian
Lampiran 4 Peta Lokasi Penelitian
Lampiran 5 Hasil Analisis Univariat
Lampiran 6 Hasil Analisis Bivariat
Lampiran 7 Hasil Analisis Multivariat
Page 22
22
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama Lengkap : Lutfi Fauji Ridwan
Tempat Tanggal Lahir : Ciamis, 23 Agustus 1988
Alamat : Jln. Kertayasa No 36 RT 02/09 Cijulang Ciamis Jawa
Barat 46394
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Email : [email protected]
Telepon : 085695112094
Riwayat Pendidikan :
1994 – 2000 SDN Keratayasa 1
2000 – 2003 Madrasah Tsanawiyah Maarif Curug Cijulang
2003 – 2006 Madrasah Aliyah Negeri Cipasung Singaparna Tasikmalaya
2003 – 2006 Pondok Pesantren Cipasung
2006 - sekarang Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Riwayat Organisasi :
1. Ketua OSIS MAN Cipasung 2004-2005
2. Sekretaris KOMDA FKIK 2006-2007
3. Koordinator Sosial dan Agama BEM Jurusan Kesehatan Masyarakat 2007-2008
Page 23
23
3. Wakil Ketua BEM FKIK 2008-2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang, atas
limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang
berjudul Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Sadar Gizi pada
Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal Kecamatan Purwaharja Kota
Banjar Tahun 2010. Shalawat dan salam senantiasa tecurah limphkankan kepada Rosul
tercinta yang telah menjadi suri tauladan bagi kita sebagai umatnya.
Dengan bekal pengetahuan, pengarahan serta bimbingan yang diperoleh selama
perkuliahan, penulis mencoba menyusun skripsi ini. Dalam penyusunan skripsi ini
penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, sehingga penyusunan skripsi
dapat terlaksana sesuai dengan yang telah direncanakan. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini, penulis bermaksud menyampaikan rasa terima kasih yang setulusnya
kepada:
1. Bapak Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And selaku dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku kepala program studi kesehatan
masyarakat.
3. Orang tua penulis, Mama, Bapa dan Kakek tercinta atas kasih sayang yang tak
terhingga kepada ananda semoga Allah menerima amal kebaikannya dan
mengampuni segala dosanya.
Page 24
24
4. Bapak Farid Hamzens, MSi selaku pembimbing I dalam penyusunan skripsi yang
telah banyak memberikan banyak arahan, saran dan bimbingan sehingga penulis
dapat menyeleseikan skripsi ini.
5. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, nasihat, motivasi, saran-saran, dan do’a yang sangat berarti sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kota Banjar dan Kepala Kantor Pemberdayaan
Masyarakat Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat yang telah memberikan
izin untuk melaksanaan penelitian di wilayah yang beliau pimpin
7. Ibu Ade selaku petugas pelaksana gizi Puksesmas Purwaharja yang telah membantu
memberikan informasi tentang kader dan meminjmkan alat yang sangat dibutuhkan
dalam pengumpulan data.
8. Ibu-ibu kader posyandu se-Kelurahan Karang panimbal yang banyak membantu
penulis dalam menyebarkan angket kepada ibu-ibu balita, sehingga dengan bantun
beliau-beliau lah pengumpulan data bisa lebih cepat selesai
10. Bapak dan Ibu Zul yang telah memberikan banyak saran kepada penulis sejak
tinggal di Ciputat sampai sekarang
11. Pengurus Mahasiswa Beasiswa Santri Departemen Agama (CSS) yang telah
memberikan motivasi baik moril maupun materil sehingga akhirnya penulis bisa
menyelesaikan pendidikan S1.
Page 25
25
11. Teman-teman CSS MoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, teman-teman 3G
Kesmas 2006, teman-teman “D’Blz” (Nadya, Afni, Indah, Nur, Winda, Iyum, Aly,
dan Iik), terimakasih atas persahabatan dan keceriannya selama ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi atau laporan penelitian ini masih sangat
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar di masa mendatang penulis dapat menyusun laporan penelitian yang
lebih baik lagi. Semoga dengan disusunnya skripsi ini akan memberikan manfaat bagi
banyak pihak, khususnya bagi penulis serta bagi pembaca.
Jakarta, 21 Oktober 2010
Penulis
Page 26
26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber
daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Pembangunan kesehatan
merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Sistem Kesehatan
Nasiona, 2004). Salah satu sasaran pembangunan kesehatan yang ditetapkan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) adalah
menurunkan prevalensi gizi kurang setinggi-tingginya 20% (Depkes RI, 2007).
Gizi merupakan salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi individu
atau masyarakat, dan karenanya merupakan issue fundamental dalam kesehatan
masyarakat. Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan
umur harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan
keberhasilan pembangunan Negara yang dikenal dengan istilah Human
Page 27
27
Development Index(HDI) (Depkes RI, 2000). Selain itu, tiga faktor utama
penentu Human Development Index (HDI) yaitu tingkat pendidikan, kesehatan,
dan ekonomi erat kaitannya dengan status gizi masyarakat (Sasmito, 2007).
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat,
namun penanganannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan
pelayanan kesehatan saja karena penyebab timbulnya adalah multifaktor
sehingga penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor terkait (Supariasa
dkk, 2002). Masalah gizi terjadi di setiap siklus kehidupan dimulai sejak dalam
kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Namun, periode dua tahun
pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat sehingga gangguan gizi yang
terjadi pada periode ini bersifat permanen, tidak dapat dipulihkan walaupun
kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi (Depkes RI, 2007). Oleh karena
itu, setiap penyimpangan sekecil apapun pada usia tersebut apabila tidak
ditangani dengan baik akan mengurangi kualitas sumber daya manusia di kelak
kemudian hari.
Kurang gizi pada usia balita akan berdampak pada penurunan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) yang lebih lanjut berakibat pada kegagalan
pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan, menurunkan
produktivitas, meningkatkan kesakitan serta kematian (Sasmito, 2007). Semakin
rendah status gizi seseorang, semakin rentan sakit dan meningkatkan morbiditas.
Dalam tingkat yang parah gizi kurang pada anak dapat menyebabkan malaria
Page 28
28
7,3%, diare 60,7%, dan pneumonia 52,3% (Lahlan, 2006). Selain itu, kekurangan
gizi dalam tingkat ringan, sedang dan berat memililiki resiko meninggal masing-
masing adalah 2,5 dan 4,6 serta 8,4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak
yang berstatus gizi normal (Soekirman, 2000).
Untuk menanggulangi masalah gizi di Indonesia, sejak tahun 1999 telah
dikeluarkan Inpres nomor 8 tahun 1999 tentang gerakan nasional
penanggulangan masalah pangan dan gizi yang diarahkan pada pemberdayaan
keluarga, pemberdayaan masyarakat dan pemantapan kerjasama lintas sektor
(Almatsier, 2004). Sejalan dengan Inpres tersebut, Departemen Kesehatan RI
(2007) menetapkan sasaran prioritas dalam strategi utama untuk mempercepat
penurunan gizi kurang pada balita adalah mewujudkan keluarga sadar gizi.
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
747/Menkes/SK/VI/2007 ditetapkan bahwa target nasional untuk keluarga sadar
gizi (gizi) adalah 80% keluarga di Indonesia bisa melaksanakan perilaku sadar
gizi atau mencapai status kadarzi. Hal ini didasari karena keluarga mempunyai
nilai yang amat strategis dan menjadi inti dalam pembangunan seluruh
masyarakat, serta menjadi tumpuan dalam pembangunan manusia seutuhnya
(Depkes RI, 2002).
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) adalah keluarga yang seluruh anggota
keluarganya melakukan perilaku gizi seimbang, mampu mengenali masalah
kesehatan dan gizi bagi setiap anggota keluarganya, dan mampu mengambil
langkah-langkah untuk mengatasi masalah gizi yang dijumpai oleh anggota
Page 29
29
keluarganya. Keluarga dikatakan mencapai status kadarzi jika telah
melaksanakan lima indikator yaitu makanan beraneka ragam, selalu memantau
pertumbuhan, menggunakan garam beryodium, memberi atau mendukung ASI
eksklusif, dan minum suplemen sesuai yang dianjurkan (Depkes RI, 2007). Pada
prinsipnya pelaksanaan sadar gizi oleh keluarga merupakan cermin dari
dilaksanakannya PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang). Kelima indikator
kadarzi merupakan bagian dari ke-13 pesan dasar gizi seimbang sehingga valid
dan reliable serta aplikatif untuk meningkatkan konsumsi makanan gizi
seimbang di tingkat keluarga sehingga akan dapat mencegah dan mengatasai
masalah gizi kurang dan buruk pada balita (Minarto, 2009).
Sampai saat ini, permasalahan gizi terutama pada balita di dunia maupun
di Indonesia masih cukup memprihatinkan. UNICEF melaporkan prevalensi gizi
kurang pada anak usia balita di dunia dalam periode 2000-2006 adalah 25%,
balita pendek 31%, balita kurus 31% (Zahrani, 2009). Sedangkan hasil Riskesdas
(2007) menunjukkan prevalensi balita gizi kurang di Indonesia adalah 18,4%,
balita pendek 36,8% dan balita kurus 13,6%. Prevalensi gizi kurang pada balita
tahun 2007 di Indonesia mengalami penurunan dari tahun 2005 yang
prevalensinya mencapai 28% (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2008).
Walaupun prevalensi gizi kurang sudah mengalami penurunan dan mencapai
target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yaitu
sebesar 20 %, namun gizi kurang di Indonesia masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat (prevalensinya > 15%) dan dalam hal balita kurus masih
Page 30
30
dalam situasi kritis karena prevalensinya masih berada antara 10-14,9% atau
tepatnya mencapai 13,6% (Depkes, 2007). Adapun prevelensi gizi kurang tahun
2009 di Kota Banjar sebesar 8,63%, gizi buruk 0,97%, balita kurus 1,95%.
(Dinkes Kota Banjar, 2010).
Masih tingginya prevalensi gizi kurang pada balita di Indonesia
menunjukkan perilaku gizi di tingkat keluarga masih belum baik. Menurut
Depkes RI (2007) baru sekitar 50% anak balita yang di bawa ke Posyandu untuk
ditimbang sebagai upaya deteksi dini gangguan pertumbuhan. Bayi dan balita
yang telah mendapat kapsul vitamin A baru mencapai 74% dan ibu hamil yang
mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) baru mencapai 60%. Demikian pula
dengan perilaku gizi lainnya juga masih belum baik yaitu masih rendahnya ibu
yang menyusui bayi 0-6 bulan secara eksklusif yang baru mencapai 39%, sekitar
28% rumah tangga belum menggunakan garam beryodium yang memenuhi
syarat dan pola makan yang belum beraneka ragam (Depkes RI, 2007).
Penelitian Zahrani (2009) dengan menganilisis data Riskesdas tahun 2007
diketahui bahwa jumlah keluarga sadar gizi di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) baru mencapai 66% dan di Nusa Tenggara Timur (NTT) baru
mencapai 12,2%. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun
2009 diketahui bahwa di Jawa Barat jumlah keluarga sadar gizi baru mencapai
63,7%.
Pada tingkat keluarga, keadaan gizi dipengaruhi oleh tingkat kemampuan
keluarga dalam menyediakan pangan sesuai dengan kebutuhan anggota keluarga,
Page 31
31
pengetahuan dan perilaku keluarga dalam mengolah dan membagi makanan di
tingkat rumah tangga. Hal inilah yang menyebabkan peran ibu sangat dominan
dalam memenuhi kecukupan gizi keluarga karena hampir sebagian besar
pengambilan keputusan dalam hal penyediaan pangan di rumah tangga dan pola
asuh anak dilakukan oleh ibu (Munadhiroh, 2009).
Penerapan perilaku sadar gizi oleh keluarga (kadarzi) ditentukan oleh
beberapa faktor diantaranya umur ibu, pendapatan keluarga, pekerjaan ibu,
pendidikan ibu, pengetahuan gizi, sikap ibu, budaya dalam keluarga,
keterketerpaparan promosi kadarzi dan peran tokoh masyarakat. Umur ibu
berpengaruh pada tipe pemilihan konsumsi makanan di rumah dan juga
pengeluaran makanannya (Hardinsyah, 2007). Pendapatan akan menentukan
kemampuan keluarga untuk mengakses makanan yang bergizi bagi anggota
keluarganya. Meningkatnya pendapatan keluarga berarti memperbesar peluang
untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik sehingga
akan dapat mencukupi kebutuhan gizi anggota keluarga (Sayogyo, 1995). Hasil
penelitian Munadhiroh (2009) di Desa Subah menunjukkan ada hubungan antara
pendapatan keluarga dengan keluarga sadar gizi. Pengetahuan dan sikap ibu juga
berpengaruh terhadap penerapan perilaku sadar gizi keluarga. Tingkat
pengetahuan ibu bermakna dengan sikap positif ibu terhadap perencanaan
makanan (Purnama dalam Madanijah, 2002). Hal ini dipertegas oleh hasil
penelitian Madihah (2002) yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan
antara pengetahuan gizi dan sikap ibu dengan keluarga sadar gizi.
Page 32
32
Faktor lain yang berhubungan dengan keluarga sadar gizi adalah
pendidikan ibu yang sering sekali mempunyai manfaat yang positif dengan
pengembangan pola konsumsi makanan keluarga (Hardinsyah, 2007). Beberapa
studi menunjukkan jika pendidikan ibu meningkat maka pengetahuan nutrisi dan
praktek nutrisi bertambah baik (Joyomartono, 2004). Sedangkan pekerjaan ibu
berhubungan dengan waktu yang dimiliki oleh ibu untuk merawat anak dan
menyediakan makanan yang bergizi bagi keluarganya. Menurut Afrienti dalam
Gabriel (2008) ibu yang tidak bekerja di luar rumah akan memiliki lebih banyak
waktu dalam mengasuh anaknya.
Banjar merupakan salah satu kota yang berada di wilayah timur Provinsi
Jawa Barat. Setiap tahun Dinas Kesehatan Kota Banjar melaksanakan pendataan
keluarga sadar gizi (kadarzi) untuk melihat perkembangan pencapaian jumlah
keluarga sadar gizi di Kota Banjar. Berdasarkan hasil pendataan kadarzi di Kota
Banjar tahun 2009 diketahui bahwa jumlah keluarga sadar gizi di Kota Banjar
mencapai 86,78%, sudah mencapai target nasional untuk kadarzi sebesar 80%.
Namun, berdasarkan hasil pendataan tersebut diketahui ada lima kelurahan di
Kota Banjar yang jumlah keluarga sadar gizinya masih jauh di bawah target
nasional yaitu Karangpanimbal (50,44%), Mekarharja (64,77%), Kujangsari
(66,70%), Bojongkantong (68,66%), dan Rejasari (66,32%). Dari data di atas
diketahui bahwa Kelurahan Karangpanimbal merupakan Kelurahan di Kota
Banjar yang jumlah keluarga dengan status keluarga sadar gizi (kadarzi) paling
Page 33
33
rendah yaitu baru mencapai 50,44%, masih jauh di bawah target nasional Depkes
RI sebesar 80% (Dinkes Kota Banjar, 2010).
Beberapa penelitian sebelumnya tentang keluarga sadar gizi (kadarzi) dan
hubungannya dengan status gizi telah dilaksanakan oleh Sutrisno (2000), Gabriel
(2008), Zahrani (2009) menunjukkan bahwa status gizi balita dari keluarga sadar
gizi (kadarzi) cenderung lebih baik daripada keluarga yang tidak sadar gizi.
Keluarga yang tidak kadarzi memiliki resiko 9,25 kali untuk memiliki balita
dengan status gizi kurus dibanding keluarga yang sadar gizi (Fajar, 2009).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan perilaku keluarga sadar gizi pada keluarga balita di
Kelurahan Karangpanimbal Kecamatan Purwaharja Kota Banjar.
1.2 Perumusan Masalah
Keluarga sadar gizi merupakan sasaran prioritas dalam strategi utama
Depkes RI untuk mempercepat penurunan gizi kurang di Indonesia. Pelaksanaan
perilaku kadarzi merupakan cermin dilaksanakannya Pedoman Umum Gizi
Seimbang (PUGS) di tingkat keluarga sehingga akan dapat mencegah dan
mengatasi masalah gizi kurang terutama pada balita.
Hasil pendataan kadarzi di Kota Banjar tahun 2009 oleh dinas kesehatan
menunjukkan 86,78% keluarga sudah berperilaku kadarzi. Meskipun secara
keseluruhan di Kota Banjar keluarga sadar gizi sudah mencapai target Depkes
RI sebesar 80%, namun berdasarkan hasil pendataan tersebut diketahui bahwa
Page 34
34
proporsi keluarga yang berperilaku kadarzi paling rendah berada di Kelurahan
Karangpanimbal yaitu baru mencapai 50,44 %. Padahal rendahnya jumlah
keluarga balita yang berperilaku kadarzi terbukti beresiko terhadap peningkatan
jumlah kasus balita gizi kurang dan gizi buruk di suatu wilayah. Oleh karena itu,
peneliti tertarik untuk meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku
keluarga sadar gizi (kadarzi) pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal
Kecamatan Purwaharja Kota Banjar.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran perilaku sadar gizi pada keluarga balita di
Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?
2. Bagaimana gambaran karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan
pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?
3. Bagaimana gambaran karakteristik keluarga (besar keluarga,
pendapatan) pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun
2010?
4. Bagaimana gambaran pengetahuan gizi ibu pada keluarga balita di
Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?
5. Bagaimana gambaran sikap ibu pada keluarga balita di Kelurahan
Karangpanimbal tahun 2010?
6. Bagaimana gambaran budaya keluarga terkait gizi pada keluarga
balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?
Page 35
35
7. Bagaimana gambaran keterpaparan informasi kadarzi pada keluarga
balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?
8. Bagaimana gambaran peran tokoh masyarakat pada keluarga balita di
Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?
9. Bagaimana hubungan karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan)
dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan
Karangpanimbal tahun 2010?
10. Bagaiamana hubungan karakteristik keluarga (besar keluarga,
pendapatan) dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita di
Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?
11. Bagaimana hubungan pengetahuan gizi ibu dengan perilaku sadar gizi
pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?
12. Bagaimana hubungan sikap ibu dengan perilaku sadar gizi pada
keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?
13. Bagaimana hubungan budaya keluarga terkait gizi dengan perilaku
sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun
2010?
14. Bagaimana hubungan keterpaparan informasi kadarzi dengan
perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal
tahun 2010?
15. Bagaimana hubungan peran tokoh masyarakat dengan perilaku sadar
gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010?
Page 36
36
16. Apakah faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku
sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun
2010?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku sadar
gizi (kadarzi) pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun
2010.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan)
pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.
2. Diketahuinya gambaran karakteristik keluarga (besar keluarga,
pendapatan) pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun
2010.
3. Diketahuinya gambaran pengetahuan gizi ibu pada keluarga balita di
Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.
4. Diketahuinya gambaran sikap ibu pada keluarga balita di Kelurahan
Karangpanimbal tahun 2010.
5. Diketahuinya gambaran budaya keluarga terkait gizi pada keluarga
balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.
Page 37
37
6. Diketahuinya gambaran keterpaparan informasi kadarzi ibu pada
keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.
7. Diketahuinya gambaran peran tokoh masyarakat pada keluarga balita di
Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.
8. Diketahuinya hubungan karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan)
dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan
Karangpanimbal tahun 2010.
9. Diketahuinya hubungan karakteristik keluarga (besar keluarga,
pendapatan) dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita di
Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.
10. Diketahuinya hubungan budaya keluarga terkait gizi dengan perilaku
sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun
2010.
11. Diketahuinya hubungan pengetahuan gizi ibu dengan perilaku sadar
gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.
12. Diketahuinya hubungan sikap ibu dengan perilaku sadar gizi pada
keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.
13. Diketahuinya hubungan keterketerpaparan informasi kadarzi dengan
perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal
tahun 2010.
14. Diketahuinya hubungan peran tokoh masyarakat dengan perilaku sadar
gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010.
Page 38
38
15. Diketahuinya faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku
sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun
2010.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Pengelola Program Gizi Dinas Kesehatan Kota Banjar
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi sehingga
dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam rangka perencanaan
kegiatan selanjutnya khususnya pada program gizi dan promosi kesehatan.
1.5.2 Bagi Masyarakat Kelurahan Karangpanimbal
Hasil penelitian ini secara tidak langsung memberikan informasi
dan pemahaman kepada masyarakat khususnya ibu-ibu balita tentang
keluarga sadar gizi, serta mendukung program perbaikan gizi.
1.5.3 Bagi Peneliti
Dapat dijadikan bahan referensi dan rekomendasi oleh peneliti
lain untuk dikembangkan pada penelitian selanjutnya khususnya terkait
keluarga sadar gizi.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku
keluarga sadar gizi pada keluarga balita. Penelitian ini dilakukan karena
berdasarkan hasil pendataan kadarzi oleh Dinas Kesehatan tahun 2009 di Kota
Page 39
39
Banjar diketahui bahwa jumlah keluarga sadar gizi di kelurahan Karangpanimbal
masih rendah yaitu baru mencapai 50,44 %. Penelitian akan dilaksanakan pada
bulan Juli-Agustus tahun 2010 di Kelurahan Karangpanimbal menggunakan jenis
penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional.
Page 40
56
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keluarga Sadar Gizi
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah
satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Effendy, 2000 dalam Simanjuntak,
2009). Keluarga sadar gizi (kadarzi) merupakan suatu gerakan yang terkait dengan
Kesehatan Keluarga dan Gizi (KKG), yang merupakan bagian dari Usaha Perbaikan
Gizi Keluarga (UPGK). Dalam keluarga sadar gizi setidaknya ada seorang anggota
keluarga yang dengan sadar bersedia melakukan perubahan ke arah keluarga yang
berperilaku gizi baik dan benar bisa seorang ayah, ibu, anak ataupun yang terhimpun
dalam keluarga itu (Depkes RI, 1998). Depkes RI memfokuskan program perbaikan
gizi pada pencapaian keluarga sadar gizi untuk meningkatkan status gizi yang lebih
baik untuk semua masyarakat (Jahari, 2004).
Keluarga sadar gizi adalah keluarga yang berperilaku gizi yang baik, mampu
mengenali dan mengatasi masalah gizi anggota keluarganya (Depkes RI, 2007).
Perilaku gizi seimbang adalah adalah pengetahuan, sikap dan praktek keluarga
mengkonsumsi makanan seimbang dan berperilaku hidup sehat (Depkes RI, 2004).
Menurut Depkes RI (2007) suatu keluarga disebut keluarga sadar gizi (kadarzi)
apabila telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan minimal dengan:
Page 41
57
1. Menimbang berat badan secara teratur.
2. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur enam
bulan (ASI Eksklusif).
3. Makan beraneka ragam
4. Menggunakan garam beryodium
5. Minum suplemen gizi (Tablet Tambah Darah (TTD), kapsul Vitamin A dosis
tinggi) seseuai anjuran.
Menurut Depkes RI (2007) ada beberapa alasan perbaikan gizi keluarga
dimulai dengan perlunya kesadaran gizi keluarga yaitu:
1. Pengambilan keputusan dalam bidang pangan, gizi dan kesehatan
dilaksanakan terutama di tingkat keluarga.
2. Sumber daya dimiliki dan dimanfaatkan di tingkat keluarga
3. Masalah gizi yang terjadi di tingkat keluarga, erat kaitannya dengan perilaku
keluarga tidak semata-mata disebabkan oleh kemiskinan dan ketidaktersediaan
pangan.
4. Kebersamaan antar keluarga dapat memobilisasi masyarakat untuk
memperbaiki keadaan gizi dan kesehatan.
Menurut Depkes RI (2007) tujuan keluarga sadar gizi (kadarzi) adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatnya kemudahan keluarga dan masyarakat memperoleh informasi gizi.
2. Meningkatnya kemudahan keluarga dan masyarakat memperoleh pelayanan gizi
yang berkualitas.
Page 42
58
2.1.1 Sejarah Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
Dalam upaya menanggulangi masalah gizi sebagai dampak krisis
ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997, pemerintah mencanangkan gerakan
penanggulangan masalah pangan dan gizi melalui Inpres nomor 8 tahun 1999.
Gerakan tersebut dilaksanakan melalui empat strategi utama yaitu
pemberdayaan keluarga, pemberdayaan masyarakat, pemantauan kerjasama
lintas sector, serta peningkatan mutu dan cakupan pelayanan kesehatan.
(Azwar dalam Almatsier, 2002).
Sejalan dengan gerakan tersebut, dalam Undang-Undang nomor 25
tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) dan dalam visi
Indonesia Sehat 2010 ditetapkan bahwa salah satu tujuannya 80% keluarga
menjadi kadarzi, dengan prinsip bahwa keluarga memiliki nilai yang strategis
dan menjadi inti dalam pembangunan seluruh masyarakat, serta menjadi
tumpuan pembangunan seutuhnya.
Keluarga sadar gizi (kadarzi) bertujuan untuk mencapai keadaan gizi
yang optimal untuk seluruh anggota keluarga, dengan sasaran seluruh anggota
keluarga, masyarakat (penentu kebijakan, pemerintah daerah, tokoh
masyarakat, organisasi masyarakat swasta/dunia usaha), serta petugas teknis
dari lintas sektor terkait di berbagai tingkat administrasi (Depkes RI, 2007).
Pada awalnya disepakati bahwa indikator penilaian keluarga sadar gizi
(kadarzi) adalah melalui lima perilaku yaitu:
Page 43
59
1. Keluarga biasa mengkonsumsi makan beraneka ragam.
2. Keluarga selalu memantau kesehatan dan pertumbuhan anggota
keluarganya khususnya balita dan ibu hamil.
3. Keluarga hanya menggunakan garam beryodium untuk memasak
makanannya.
4. Keluarga memberi dukungan pada ibu melahirkan untuk
memberikan ASI eksklusif
5. Keluarga biasa sarapan pagi
Indikator perilaku tersebut digunakan untuk menilai perubahan
perilaku gizi anggota keluarga dan keberhasilannya dilihat melalui
peningkatan status gizi masyarakat (Depkes RI, 2000)
Dalam perjalanannya seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, indikator perilaku keluarga sadar gizi dikembangkan lagi dan
hasilnya disepakati bahwa suatu keluarga disebut kadarzi apabila telah
berperilaku gizi yang baik yang dicirikan minimal:
1. Menimbang berat badan secara teratur.
2. Memberi ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai usia 6 bulan (ASI
Ekslusif).
3. Makan beraneka ragam.
4. Menggunakan garam beryodium.
5. Minum suplemen gizi (Tablet Tambah Darah, kapsul vitamin A, dosis
tinggi) sesuai anjuran (Depkes RI, 2007).
Page 44
60
Indikator perilaku inilah yang berlaku hingga saat ini dan
disosialisasikan secara bertahap ke seluruh Indonesia.
2.1.2 Indikator Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Berdasarkan Karakteristik
Keluarga
Perilaku keluarga sadar gizi akan diukur minimal dengan 5 (lima)
indikator yang menggambarkan perilaku sadar gizi disesuaikan dengan
karakteristik keluarga sebagai berikut:
Tabel 2.1
Penilaian Indikator Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Berdasarkan
Karakteristik Keluarga
No.
Karakteristik
Keluarga
Indikator
Kadarzi yang berlaku* Keterangan
1 2 3 4 5
1. Bila keluarga
mempunyai ibu
hamil, bayi 0-6
bulan, balita 6-59
bulan
√ √ √ √ √
Indikator ke 5 yang
digunakan adalah balita
yang mendapat kapsul
vitamin A
2. Bila keluarga
mempunyai bayi 0-
6 bulan, balita 6-59
bulan
√ √ √ √ √ -
3. Bila keluarga
mempunyai ibu
hamil, balita 6-59
bulan
√ -√ √ √ √
Indikator ke 5 yang
digunakan adalah balita
mendapat kapsul
vitamin A
4. Bila keluarga
mempunyai ibu
hamil - - √ √ √
Indikator ke 5 yang
digunakan adalah ibu
hamil mendapat TTD
90 tablet
Page 45
61
No.
Karakteristik
Keluarga
Indikator Kadarzi yang
Berlaku Keterangan
1 2 3 4 5
5. Bila keluarga
mempunyai balita
0-6 bulan √ √ √ √ √
Indikator ke 5 yang
digunakan adalah ibu
nifas mendapat
suplemen gizi
6. Bila keluarga
mempunyai balita
6-59 bulan
√ - √ √ √ Indikator ke5 yang
digunkan adalah balita
mendapat kapsul vit A
7, Bila keluarga tidak
mempunyai bayi,
balita dan ibu hamil
- - √ √ - -
Sumber: Depkes RI 2007
*) Keterangan:
1. Menimbang berat badan secara teratur.
2. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6
bulan (ASI eksklusif).
3. Makan beraneka ragam
4. Menggunakan garam beryodium
5. Minum suplemen gizi (TTD, viatamin A dosis tinggi) seseuai anjuran.
√: berlaku
-: tidak berlaku
Berdasarkan karakteristik di atas, indikator kadarzi yang digunakan
dalam penelitian ini hanya empat indikator yaitu menimbang berat badan secara
teratur, makan beraneka ragam, menggunakan garam beyodium dan minum
suplemen vitamin A.
Page 46
62
2.2 Perilaku Sadar Gizi pada Keluarga (Kadarzi)
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa keluarga dikatakan keluarga
sadar gizi apabila keluarga tersebut telah melaksanakan minimal lima perilaku gizi
yan baik (Depkes RI, 2007). Adapun penjelasan dari lima perilaku tersebut adalah
sebagai berikut:
2.2.1 Menimbang Berat Badan Secara Teratur
Menimbang berat badan secara teratur maksudnya adalah keluarga
menimbang berat badan balita setiap bulan kemudian dicatat dalam Kartu
Menuju Sehat (KMS) (Depkes RI, 2007). Perubahan berat badan
menggambarkan perubahan konsumsi makanan atau gangguan kesehatan
(Sediaoetama, 2006). Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan kesehatan
yaitu mengikuti perkembangan kesehatan dan pertumbuhan atau status gizi
anggota keluarga dari waktu ke waktu, terutama bayi, balita dan ibu hamil
karena perubahan status gizi dari waktu ke waktu hanya dapat terlihat pada
penduduk usia muda dan rentan terhadap masalah gizi. Upaya pemantauan ini
merupakan salah satu program gizi yang dilakukan di banyak negara termasuk
Indonesia (Soekirman, 2000).
Salah satu sarana yang disediakan untuk memantau pertumbuhan
balita yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia adalah posyandu. Salah satu
kegiatan rutin setiap bulan yang dilaksanakan di posyandu adalah penimbangan
balita untuk memantau pertumbuhan dan perkembangannya (Depkes RI, 2006).
Menimbang berat badan secara teratur perlu dilakukan untuk memonitor
Page 47
63
pertumbuhan balita diiiringi dengan tindak lanjut dari hasil penimbangan
karena satu kali saja balita tidak naik berat badannya akan meningkatkan resiko
mengalami gangguan pertumbuhan (Minarto, 2009).
Menurut Susanto (2000), pemantauan kesehatan dan nutrisi anak harus
dilakukan secara rutin agar penyimpangan pertumbuhan yang terjadi pada
balita terutama balita yang status gizinya kurang dapat segera diatasi sehingga
anak tetap tumbuh optimal. Dengan pertumbuhan fisik yang normal,
perkembangan mental dan kecerdasan anak juga dapat dipacu dengan
lingkungan hidup yang baik dan pola pengasuhan yang mendukung. Oleh
karena itu, pemantauan berat badan anak balita secara teratur merupakan salah
satu pelayanan kesehatan dasar bagi balita dalam upaya penanggulangan
Kurang Energi Protein (KEP) pada balita (Soekirman, 2000).
Beberapa kegunaan dari pemantauan kesehatan dan pertumbuhan adalah
mengetahui pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita, mengetahui
kesehatan ibu hamil dan perkembangan janin, mencegah ibu melahirkan bayi
dengan berat badan lahir rendah dan terjadinya perdarahan pada saat melahirkan,
serta mengetahui kesehatan anggota keluarga (Depkes RI, 2000). Hasil penelitian
Zahrani (2009) menuunjukkan ada hubungan yang signifikan antara menimbang
berat badan balita secara teratur dengan status gizi balita.
2.2.2 Memberi ASI (Air Susu Ibu) Saja Kepada Bayi Sampai Usia 6 Bulan
Keluarga terutama dalam hal ini ibu memberikan ASI saja kepada bayi
sejak lahir sampai umur enam bulan atau dikenal dengan ASI ekslusif merupakan
Page 48
64
salah satu bentuk kesadaran gizi keluarga (Depkes RI, 2007). Pengecualiannya
adalah bila diperlukan bayi diperbolehkan minum obat-obatan, vitamin dan
mineral tetes atas saran dokter (Depkes RI, 2007). ASI harus diberikan pada bayi
segera setelah dilahirkan (30 menit setelah lahir), karena daya isap bayi sangat
kuat pada masa ini sehingga dapat merangsang produksi ASI selanjutnya
(Depkes RI, 2005).
Pemberian ASI eksklusif sangat bermanfaat karena ASI merupakan
makanan yang paling sempurna untuk bayi, bahkan sangat mudah dan murah
memberikannya kepada bayi. Selain itu, ASI juga dapat mencukupi gizi bayi
sehingga bayi dapat tumbuh dan berkembang secara optimal karena ASI adalah
jenis makanan yang mengandung semua zat gizi (Soekirman, 2000).
ASI yang keluar pada saat pertama kali merupakan kolostrum dengan
warna kekuning-kuningan dan lebih kental yang mengandung vitamin A tinggi
dan zat kekebalan sehingga bayi harus diberikan kolostrum (Depkes RI, 2005).
Center Present Childhood Malnutirtion (1989) dalam Madihah (2002)
menyatakan bahwa dengan pemberian ASI secara eksklusif dapat mencegah
kematian bagi 1,3 juta setiap tahun. Selain itu, keunggulan dari ASI adalah bisa
memacu pertumbuhan fisik dan perkembangan mental dan kecerdasan anak
(Soekirman, 2000)
Dalam Al-Qur’an Allah swt berfirman “hendaklah para ibu menyusui
anak-anakanya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan” (Q.S Al-Baqarah : 233). Dari ayat tersebut terlihat jelas bahwa
Page 49
65
seorang ibu berkewajiban untuk menyusui anaknya melalui payudara dan
termasuk kewajiban seorang ibu adalah tidak mengingkari pentingnya hak anak
untuk menikmati ASI bila mampu, dan tidak menolak memberikannya selama
menyusui (as-Sayyid, 2006).
Keluarga yang memberikan ASI eksklusif dapat memberikan petunjuk
adanya kesadaran gizi keluarga yang tinggi (Depkes RI, 2007). Adapun manfaat
memberikan ASI ekslusif dapat diuraikan sebagai berikut:
a. ASI merupakan makanan bayi yang paling sempurna, sehat bersih, murah
dan mudah memberikannya pada bayi.
b. ASI saja dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang
dengan normal pada bayi sampai umurt 6 bulan.
c. ASI yang pertama keluar disebut kolostrum berwarna kekuningan
mengandung zat kekebalan untuk mencegah timbulnya penyakit.
d. Keluarga tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makanan bayi 0-6 bulan.
e. Dapat mempererat ikatan kasih sayang antara ibu dan bayi (Depkes RI, 2005
; Arisman, 2004)
2.2.3 Makan Beraneka Ragam
Keluarga mengkonsumsi yang makanan beraneka ragam setiap hari yang
terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah merupakan salah satu
perilaku keluarga yang sadar gizi (Depkes RI, 2007). Makanan yang
beranekaragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang
diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantitasnya terutama zat tenaga, zat
Page 50
66
pembangun, dan zat pengatur (Depkes RI, 2005). Keanekaragaman makanan
dalam hidangan sehari - hari yang dikonsumsi, minimal harus berasal dari satu
jenis makanan sumber zat tenaga, satu jenis makanan sumber zat pembangun dan
satu jenis makanan sumber zat pengatur. Ini adalah penerapan prinsip
penganekaragman yang minimal (Depkes RI, 2005). Mengkonsumsi pangan
secara beraneka ragam adalah merupakan cerminan adanya kesadaran keluarga
tentang pentingnya pemenuhan gizi untuk pemeliharaan kesehatan dan
peningkatan status gizi (Depkes RI, 2000).
Konsep keragaman konsumsi makanan untuk hidup sehat telah
berkembang sejak abad ke-2 sebelum Masehi di zaman China kuno. Beberapa
penelitian tentang manfaat mengkonsumsi anekaragam makanan bagi kesehatan
menunjukkan bahwa skor keragaman konsumsi pangan yang tinggi mengurangi
resiko berbaga jenis penyakit tidak menular dan memperpanjang usia harapan
hidup atau mengurangi resiko kematian (Hardinsyah, 2007). Menurut Departeen
Pertanian dalam Fajar (2009) pangan beragam dan bergizi seimbang merupakan
satu kesatuan konsep ketahanan pangan bagi setiap orang dan keluarga agar hidup
dapat sehat, aktif dan produktif. Pangan bergizi belum tentu aman, beragam dan
seimbang sebaliknya pangan yang beragam belum tentu dikonsumsi seimbang
antar waktu dalam memenuhi kebutuhan gizi setiap orang dan keluarga.
Hasil penelitian Zahrani (2009) yang menganalisis data Riskesdas (2007)
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara mengkonsumsi makanan
beraneka ragam dengan status gizi balita. Hal tersebut juga diperkuat oleh
Page 51
67
penelitian Fajar (2007) yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara
mengkonsumsi beraneka ragam makanan dengan status gizi batita.
Dalam penelitian ini, keluarga yang berperilaku gizi baik adalah keluarga
yang memberikan balita makanan lauk hewani dan buah setiap hari. Hal ini
didasari oleh penelitian cara sederhana penilaian mutu konsumsi pangan keluarga
dan individu (Hardinsyah, 2007). Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa
indikasi sederhana mutu gizi dan keragaman konsumsi pangan adalah konsumsi
lauk hewani dan buah (Hardinsyah, 2007).
Menurut Almatsier (2002) pembagian makanan berdasarkan fungsinya
bagi tubuh dapat diuraikain sebagai berikut:
a. Makanan sumber zat tenaga antara lain: beras, jagung, gandum, ubi kayu,
ubi jalar, kentang, sagu, roti dan mi. Minyak, margarin dan santan yang
mengandung lemak juga dapat menghasilkan tenaga. Makanan sumber
zat tenaga menunjang aktivitas sehari-hari (Almatsier, 2002).
b. Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati
adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari
hewan adalah telur, ikan, ayam, daging, susu serta hasil olahan, seperti
keju. Zat pembangun berperan sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan kecerdasan seseorang (Almatsier, 2002).
c. Makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-
buahan. Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang
Page 52
68
berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh
(Almatsier, 2002).
Makan makanan yang beraneka ragam sangat bermanfaat bagi kesehatan
karena pada dasarnya tidak ada satu pun jenis makanan yang mengandung semua
zat gizi. Dengan makanan yang beraneka ragam berarti kekurangan zat gizi dari
sesuatu makanan dapat diisi oleh zat gizi dari makanan lain (Soekirman, 2000).
Akibat tidak makan beraneka ragam, tubuh kekurangan zat gizi terutama lebih
mudah terserang penyakit dan khusus balita pertumbuhan dan kecerdasannya
terganggu (Depkes RI, 2000).
Dalam Al-Qur’an surat Abassa ayat 23-32 kalau dicermati secara
seksama akan didapati bahwa ayat-ayat tersebut memuat aneka ragam makanan
untuk mewujudkan keseimbangan dan manfaat dari makanan sekaligus untuk
mencegah penyakit yang disebabkan oleh kecenderungan mengkonsumsi satu
macam makanan saja (as-Sayyid, 2006)
2.2.4 Menggunakan Garam Beryodium
Keluarga menggunakan garam beryodium untuk memasak setiap hari
adalah salah satu perilaku keluarga sadar gizi. Untuk menetukan garam yang
digunakan keluarga adalah beryodium atau tidak dilakukan dengan test yodina /
tes amilum. Apabila hasil tesnya berwarna ungu maka garam tersebut merupakan
garam beryodium(Depkes RI, 2007). Garam beryodium adalah garam natrium
clorida (NaCl) yang diproduksi melalui proses yodisasi yang memenuhi Standar
Nasional Indonesia (SNI) antara lain mengandung yodium sebesar 30-80 ppm.
Page 53
69
Zat yodium adalah salah satu zat gizi mikro yang sangat penting bagi berbagai
fungsi tubuh terutama pertumbuhan fisik dan perkembangan otak. Kekurangan
yodium mengakibatkan gangguan yang disebut dengan Gangguan Akibat Kurang
Yodium (GAKY) (Soekirman, 2000).
Hasil penelitian Zahrani (2009) menunjukkan ada hubungan antara
penggunaan garam beryodium dalam keluarga dengan status gizi balita.
Sedangkan hasil penelitian Fajar (2009) menunjukkan tidak ada hubungan antara
penggunaan garam beryodium dengan status gizi batita. Masih banyaknya rumah
tangga yang tidak menggunakan garam disebabkan karena rumah tangga tersebut
tidak mau menggunakan garam beryodium, kesulitan dalam mendapatkan atau
karena penyimpanan yang tidak tepat misalnya di tempat yang mudah terjangkau
cahaya atau panas (Kusmayadi 2007 dalam Zahrani 2009). Dalam Susenas (2005)
ditemukan 19,91% rumah tangga masih meletakkan atau menyimpan garam
beriodium di dekat perapian dan hasil uji kandungan yodiumnya lebih rendah dari
pada yang diletakkan jauh dari perapian (Zahrani, 2009).
Yodium berfungsi dalam produksi hormon tiroid. Hormon ini sangat
dibutuhkan dalam perkembangan fungsi otak dan sebagian besar metabolisme sel
tubuh, pengaturan suhu tubuh, sintesa protein, reproduksi, pertumbuhan dan
perkembangan neuromuscular (Kartono dan Sukarti dalam Gabriel, 2009).
Hormon tiroid diangkut oleh pembuluh darah dari “pabriknya” di kelanjar gondok
ke seluruh tubuh untuk mengatur proses kimiawi terjadi dalam sel-sel berbagai
organ tubuh termasuk sel-sel otak dan susunan syaraf (Soekirman, 2000). Akibat
Page 54
70
kekurangan yodium yang paling banyak dikenal adalah pembesaran kelenjar
gondok dan kretin (kerdil), selain itu berbagai penelitian menunjukkan bahwa
kekurangan yodium juga merupakan penyebab utama keterbelakangan mental
anak-anak di dunia (Almatsier, 2001). Oleh karena luasnya akibat defisiensi ini,
defisiensi yodium saat ini dikenal dengan istilah Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium (GAKY) (Soekirman, 2000).
Anjuran pemenuhan garam beryodium, yaitu tidak boleh lebih dari 6
gram per hari atau satu sendok teh setiap hari, hal tersebut dikarenakan di dalam
garam beryodium mengandung natrium. Apabila konsumsi garam berlebihan,
maka akan dapat memicu timbulnya penyakit seperti tekanan darah tinggi, stroke,
dan lainnya (Depkes, 2005). Menurut Kodyat dalam Emilia (1998) penambahan
garam pada makanan sebaiknya dilakukan setelah makanan dimasak karena
kandungan yodium mudah rusak atau hilang saat makanan dimasak.
2.2.5 Memberikan Suplemen Gizi Sesuai Anjuran
Memberikan suplemen gizi sesuai anjuran merupakan salah satu perilaku
keluarga sadar gizi. Suplemen gizi yang berkaitan dengan keluarga balita adalah
memberikan kapsul vitamin A biru pada bayi usia 6-11bulan pada bulan Februari
atau Agustus dan memberikan kapsul vitamin A merah pada balita usia 12-59
bulan pada bulan Februari dan Agustus (Depkes RI, 2007).
Suplementasi gizi adalah salah satu program intervensi gizi di negara
berkembang. Suplementasi merupakan upaya pencegahan dan penanggulangan
kurang gizi dengan basis bukan makanan atau non food-based intervention.
Page 55
71
Suplementasi zat gizi diperlukan karena kebutuhan zat gizi pada kelompok bayi,
balita, ibu hamil dan ibu menyusui meningkat dan seringkali tidak bisa dipenuhi
dari makanan sehari-hari terutama vitamin A untuk balita, zat besi untuk ibu dan
yodium untuk di daerah endemik gondok (Soekirman, 2000).
Suplementasi yang telah dilaksanakan di Indonesia adalah suplementasi .
vitamin A balita dan ibu nifas dalam bentuk pil atau kapsul vitamin A,
suplementasi zat besi pada ibu hamil dan menyusui dan suplementasi zat yodium
di daerah gondok endemik (Arisman, 2004). Suplementasi telah berhasil
menanggulangi kekurangan zat gizi di Indonesia dan banyak negara lain. Program
suplementasi zat gizi dimulai sejak tahun 1972 dalam bentuk percobaan di Jawa
Barat dan dilanjutkan di berbagai daerah di Indonesia mulai tahun 1974
(Soekirman, 2000).
Suplementasi vitamin A adalah salah satu bentuk suplementasi gizi untuk
menanggulangi Kurang Vitamin A (KVA) yang bisa mengakibatkan kebutaan
pada anak balita. Suplementasi dilaksanakan melalui kegiatan posyandu pada
bulan Februari dan Agustus (Depkes RI, 2006). Ibu cukup membawa balita ke
posyandu tanpa perlu mengeluarkan biaya. Suplementasi A dosis tinggi secara
berkala kepada anak akan memberikan pengaruh pencegahan 3-6 bulan (Arisman,
2004). Kapsul vitamin A dengan sasaran bayi 6-11 bulan berwarna biru dengan
dosis 100.000 SI dan untuk balita 12-59 bulan berwarna merah dengan dosis
200.000 SI. Selain itu kapsul vitamin A juga diberi pada balita yang sakit campak,
diare, gizi buruk atau xeroptalmia dengan dosis sesuai umumnya (Depkes, 2006).
Page 56
72
Selain kepada bayi, suplementasi vitamin A juga diberikan kepada ibu nifas
dimaksudkan supaya kandungan viamin A dalam ASI bisa mencukupi kebutuhan
vitamin A bayi. Dengan suplementasi vitamin A dosis tinggi segera setelah
melahirkan terbukti memperbaiki status vitamin A ibu juga bayi (Arisman, 2004).
Suplementasi zat besi (Fe) merupakan salah satu upaya penanggulangan
kekurangan zat besi dalam bentuk pemberian pil, kapsul atau sirup terutama bagi
mereka yang rawan atau beresiko tinggi menderita Anemia Gizi Besi (AGB) yaitu
ibu hamil, ibu menyusui, wanita usia subur yang jelas mempunyai hemoglobin
rendah, bayi dan anak balita dan anak sekolah (Arisman, 2004). Hal ini
disebabkan kebutuhan zat besi selama kehamilan mengalami peningkatan untuk
memasok kebutuhan janin untuk tumbuh, pertumbuhan plasenta dan peningkatan
volume darah (Arisman, 2004).
2.3 Metode Kuesioner Frekuensi Makanan (Food Frequency Questionare)
Food Frequency Questioner (FFQ) adalah salah satu metode survey
konsumsi makanan yang bersifat kualitatif karena dapat menggambarkan tentang
frekuensi responden dalam mengkonsumsi beberapa jenis makanan dan minuman,
dapat menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits) FFQ dapat dilihat
dalam satu hari atau minggu, bulan, tahun (Supariasa, 2002). Kuesioner terdiri dari
daftar bahan makanan. Menurut Hartiyanti (2007) dalam Fajar (2009) ada beberapa
jenis FFQ yaitu sebagai berikut:
Page 57
73
a. Simple or nonquantitative FFQ, tidak memberikan pilihan tentang porsi yang
biasa dikonsumsi sehingga menggunakan standar porsi.
b. Semiquantitative FFQ, memberikan porsi yang dikonsumsi, misalnya sepotong
nasi, secangkir kopi.
c. Quantitative FFQ, memberikan pilihan porsi yang biasa dikonsumsi respnden
seperti kecil, sedang, atau besar.
Kelebihan FFQ adalah dapat diisi sendiri oleh responden, relatif murah
untuk populasi besar, dapat digunakan untuk melihat hubungan diet dengan
penyakit dan data usual intake lebih representatif dibandingkan dengan record
beberapa hari. Sedangkan keterbatasan FFQ adalah kemungkinan tidak
menggambarkan usual food atau porsi yang dipilih oleh responden dan tergantung
responden untuk mendeskripsikan dirinya (Supariasa, 2002).
2.4 Strategi Promosi Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
Dalam mewujudkan perilaku keluarga sadar gizi dilakukan upaya-upaya
promosi keluarga sadar gizi. Strategi dasar keluarga sadar gizi adalah
pemberdayaan keluarga dan masyarakat, bina suasana dan advokasi yang didukung
oleh kemitraan (Depkes RI, 2007). Berikut adalah penjelasan masing-masing
strategi, yaitu:
Page 58
74
2.4.1 Gerakan Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan adalah strategi promosi kesehatan yang ditujukan
kepada masyarakat secara langsung dengan tujuan mewujudkan keamampuan
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri
(Notoatmodjo, 2005). Gerakan ini adalah proses pemberian informasi kadarzi
secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran
di berbagai tatanan serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut
berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar gizi, dari tahu menjadi mau
dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku sadar gizi (Depkes RI,
2007). Sasaran utama pemberdayaan masyarakat adalah individu, keluarga
dan kelompok masyarakat.
2.4.2 Bina Suasana
Bina suasana adalah menciptakan opini atau lingkungan sosial yang
mendorong individu, keluarga dan kelompok masyarakat untuk mau
melakukan perilaku keluarga sadar gizi (Depkes RI, 2007). Bina suasana
merupakan salah satu bentuk kegiatan mencari dukungan sosial melalui
tokoh-tokoh masyarakat (toma), baik tokoh masyarakat formal maupun
informal dengan tujuan agar para tokoh masyarakat sebagai jembatan antara
sektor kesehatan dengan masyarakat bisa mensosialisasikan program
kesehatan terutama tentang perilaku keluarga sadar gizi (kadarzi)
(Notoatmodjo, 2005).
Page 59
75
2.4.3 Advokasi
Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain agar orang
lain tersebut membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan
(Notoatmodjo, 2005). Advokasi dalam promosi kadarzi diarahkan untuk
menghasilkan kebijakan yang mendukung peningkatan penerapan kadarzi.
(Depkes RI, 2007).
2.4.4 Kemitraan
Gerakan pemberdayaan, bina suasana dan advokasi akan lebih efktif
bila dilaksanakan dengan dukungan pemerintah. Kemitraan kadarzi adalah
suatu kerjasama yang formal antara indivdu, kelompok-kelompok atau
organisasi untuk mencapai peningkatan kadarzi. Kemitraan kadarzi
berlandaskan pada tiga prinsip dasar yaitu: kesetaraan, keterbukaan dan saling
menguntungkan antar mitra (Depkes RI, 2007).
2.5 Perilaku
2.5.1 Definisi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2005), perilaku ditinjau dari berbagai aspek.
Dari aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas oragnisme
atau makhluk hidup yang bersangkutan. Sedangkan menurut Skiner (1938)
dalam Notoatmodjo (2007), perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang
terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Page 60
76
2.5.2 Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang
terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan dan lingkungan (Notoatmodjo, 2007). Dengan perkataan
lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik
yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati, yang berkaitan dengan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
Secara lebih rinci perilaku kesehatan mencakup (Notoatmodjo, 2007):
a) Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia
berespon, baik secara pasif (pengetahuan, bersikap, dan mempersepsi)
tentang penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan luar dirinya)
maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan
sakit tersebut.
b) Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon seseorang
terhadap sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional.
c) Perilaku terhadap gizi dan makanan yaitu respon seseorang terhadap
makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.
d) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan yaitu respon seseorang terhadap
lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.
Berdasarkan hal tersebut di atas, perilaku gizi merupakan bagian dari
perilaku kesehatan. Hal ini sesuai dengan Depkes (2004) yang menyatakan
bahwa perilaku gizi baik itu adalah praktek individu dan keluarga dalam
Page 61
77
mengkonsumsi makanan gizi seimbang dan berperilaku hidup sehat. Menurut
Lisidiana (1998) dalam Simanjuntak (2009) perilaku gizi adalah perbuatan atau
perlakuan dalam bidang gizi. Dengan perkataan lain, perilaku gizi adalah
semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati maupun yang
tidak dapat diamati, yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan
status gizi gizi seseorang.
2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Menurut teori Green (1980) dalam Notoatmodjo (2005), perilaku
seseorang ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu:
a. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors)
Faktor yang mendahului terhadap perilaku yang menjadi dasar
atau motivasi perilaku, juga sebagai faktor yang mempermudah
terjadinya perilaku seseorang antara lain: pengetahuan, sikap, keyakinan,
kepercayaan, nila-nilai, tradisi dan lain-lain berkenaan dengan motivasi
seseorang atau kelompok untuk bertindak.
b.Faktor-faktor enabling (Enabling factors)
Faktor enabling merupakan faktor yang memungkinkan atau
yang memfasilitasi terjadinya perilaku atau tindakan. Faktor ini
mencakup ketersediaan sarana dan prasarana, keterjangkauan, waktu dan
biaya. atau fasilitas atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang
atau masyarakat.
Page 62
78
c. Faktor-faktor penguat (Reinforcing factors)
Faktor penguat adalah factor yang medorong atau memperkuat
terjadinya perilaku, juga sebagai factor yang menentukan apakah
tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tidak misalnya perilaku
contoh (acuan) dari para petugas terlebih lagi petugas kesehatan, kader
dan tokoh masyarakat.
2.6 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Sadar Gizi
Keluarga sadar gizi adalah keluarga yang berperilaku gizi baik, mampu
mengenali dan mengatasi masalah gizi anggota keluarganya. Kadarzi merupakan
bentuk penerapan perilaku gizi dalam keluarga.
Suatu keluarga disebut keluarga sadar gizi (kadarzi) apabila keluarga
tersebut telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan minimal dengan lima
indikator sebagaimana telah disebutkan di atas yaitu menimbang berat badan secara
teratur, memberi ASI saja kepada bayi hingga usia 6 bulan, makan beraneka ragam,
memberikan suplemen gizi sesuai anjuran (Depkes RI, 2007). Namun, indikator
yang digunakan dalam penelitian ini hanya empat indikator karena disesuaikan
dengan karakteristik keluarga yang diteliti yaitu keluarga balita.
Menurut Sediaoetama (2006) perilaku gizi di tingkat keluarga merupakan
salah satu manifestasi gaya hidup keluarga yang dipengaruhi oleh beberapa faktor
sebagaimana terlihat pada bagan di bawah ini:
Page 63
79
Bagan 2.1
Sistem Lifestyle Keluarga Sedaioetama (2006)
Berdasarkan bagan tersebut, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
perilaku gizi di keluarga adalah pendapatan, pendidikan, lingkungan hidup (tempat
tinggal, faktor fisiologis (umur), pekerjaan, suku bangsa, kepercayaan dan agama
(budaya), sikap tentang kesehatan, pengetahuan gizi. Struktur keluarga adalah
individu-individu dalam keluarga sesuai dengan perannya masing-masing yang
terdiri dari ayah, ibu dan anak. Dalam struktur keluarga, ibu mempunyai peran
dominan dalam penerapan perilaku gizi keluarga karena pada umumnya di
Faktor-faktor Sosial
Ekonomi dan Politik
Produksi Pangan
dan Distribusinya
Faktor-faktor Sosial
Lifstyle
Pekerjaan
Pendidikan
Faktor Fisiologis
(Umur)
Pendapatan
Pengetahuan Gizi
Sikap tentang
kesehatan
Lingkungan
Desa/Kota
Suku Bangsa
Struktur Keluarga
Kepercayaan dan Agama
(Budaya) Gaya Hidup Keluarga
Perilaku Gizi di Keluarga
Page 64
80
Indonesia ibu bertanggung jawab penuh dalam penyediaan makanan bagi keluarga
dan pola pengasuhan anak sehingga masing-masing individu dalam keluarga
mengikuti perilaku gizi yang diterapkan oleh ibu terutama dalam konsumsi
makanan dan pengasuhan anak (Sediaoetama, 2006). Lebih lanjut Sunandar (2001)
dalam Ningsih (2008) menyatakan bahwa peranan wanita dalam usaha perbaikan
gizi keluarga terutama meningkatkan status gizi bayi dan anak sangatlah penting
karena berperan sebagai pengasuh anak dan pengatur konsumsi pangan keluarga.
Perilaku ibu yang kurang sadar akan gizi baik pada saat kehamilan maupun saat
merawat anak dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan fisik
maupun mental anaknya (Depkes, 2000 dalam Gabriel, 2008).
Selain itu, menurut Hardinsyah (2007) konsumsi pangan beraneka ragam
keluarga dipengaruhi oleh umur ibu, pendidikan ibu dan paparan media massa,
pendapatan, status dan jenis pekerjaan ibu, besar dan komposisi rumah tangga.
Sedangkan menurut Depkes RI (2007) perilaku keluarga sadar gizi dipengaruhi
oleh pengetahuan dan sikap ibu, kepercayaan, tradisi dalam keluarga dan peran
tokoh masyarakat serta keterpaparan informasi kadarzi.
2.6.1 Umur Ibu
Umur berpengaruh terhadap terbentuknya kemampuan, karena
kemampuan yang dimiliki dapat diperoleh melalui pengalaman sehari-hari di
luar faktor pendidikannya (Sedioetama, 2006). Umur orang tua terutama ibu
yang relatif muda, cenderung untuk mendahulukan kepentingan sendiri.
Sebagian besar ibu yang masih muda memiliki sedikit sekali pengetahuan
Page 65
81
tentang gizi dan pengalaman dalam mengasuh anak (Budiyanto, 2002). Dapat
diasumsikan bahwa kemampuan pemilihan makanan ibu rumah tangga muda
akan berbeda dengan kemampuan pemilihan makanan pada ibu rumah tangga
yang telah berumur lebih tua dan pola pembelian makanan cenderung lebih
berpengaruh kepada orang tuanya. Umur ibu berpengaruh pada tipe pemilihan
konsumsi makanan di rumah dan juga pengeluaran makanannya (Hardinsyah,
2007).
Ibu yang relatif muda cenderung kurang memiliki pengetahuan dan
pengalaman dalam mengasuh anak sehingga umumnya mereka mengasuh dan
merawat anak didasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. umumnya
mengasuh anak hanya berdasarkan pengalaman orang tuanya dahulu.
Sebaliknya pada ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima dengan
senang hati tugasnya sebagai ibu sehingga akan mempengaruhi pula terhadap
kualitas dan kuantitas pengasuhan anak (Hurlock, 1999).
Umur akan berpengaruh terhadap perilaku seseorang seiring dengan
perkembangan fisik dan mental orang tersebut sehingga perilakunya akan
semakin matang dengan bertambahnya umur (Gunarsa, 2000)
2.6.2 Pendidikan Ibu
Tingkat pendidikan formal umumnya mencerminkan kemampuan
seseorang untuk memahami berbagai aspek pengetahuan termasuk
pengetahuan gizi (Hardinsyah, 2007). Pendidikan merupakan salah satu faktor
penting dalam proses tumbuh kembang anak. Ibu yang memiliki tingkat
Page 66
82
pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi gizi dan
kesehatan anak (Rahmawati, 2006 dalam Gabriel, 2008). Orang tua yang
memiliki pendidikan tinggi akan lebih mengerti tentang pemilihan pengolahan
pangan serta pemberian makan yang sehat dan bergizi bagi keluarga terutama
untuk anaknya (Soetjiningsih, 2004).
Robson (1972) dalam Madihah (2002) menyatakan bahwa makanan
merupakan hasil proses pengambilan keputusan yang dikendalikan oleh ibu.
Oleh karena itu, tingkat pendidikan ibu sangat berperan dalam penyusunan
pola makan keluarga, mulai dari perencanaan belanja, pemilihan bahan
pangan maupun dalam pengolahan dan penghidangan makanan bagi anggota
keluarga (Sariningrum, 1990 dalam Ningsih, 2008). Hasil peneltian Sutrisno
(2001) dan Munadhiroh (2009) menunjukkan ada hubungan yang signifikan
antara pendidikan ibu dengan perilaku keluarga sadar gizi.
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur
penting yang akan mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat
pendidikan yang lebih tinggi diharapkan informasi gizi yang dimiliki jadi
lebih baik (Berg, 1987). Menurut Sanjur (1982) dalam Ningsih (2008) tingkat
pendidikan formal orang tua terutama ibu sering memiliki hubungan dengan
perbaikan pola konsumsi pangan keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan
ibu maka akan terjadi perbaikan kebiasaan makan, serta perhatian kepada
kesehatan dan makanan yang bergizi juga bertambah. Menurut Madanijah
(2003), terdapat hubungan positif antara pendidikan ibu dengan pengetahuan
Page 67
83
gizi, kesehatan dan pengasuhan anak. Ibu yang memiliki pendidikan tinggi
cenderung mempunyai pendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan
gizi, kesehatan dan pengasuhan anak baik. Saper et all (1992) dalam
Hardinsyah (2007) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal secara
positif berasosiasi dengan pengetahuan gizi para instruktur aerobic di Texas.
Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai
manfaat yang positif dengan pengembangan pola konsumsi makanan dalam
keluarga. Beberapa studi menunjukkan bahwa jika pendidikan dari ibu
meningkat maka pengetahuan nutrisi dan praktek nutrisi bertambah baik
(Joyomartono, 2004). Menurut Hidayat (1980) dalam Gabriel (2008) ibu yang
berpendidikan lebih tinggi cenderuang memilih makanan yang lebih baik
dalam kualitas dan kuantitas dibandingkan ibu yang berpendidikan rendah.
2.6.3 Pekerjaan Ibu
Menurut Sediaoetama (2006), pekerjaan adalah mata pencaharian,
apa yang dijadikan pokok kehidupan, sesuatu yang dilakukan untuk
mendapatkan nafkah. Lamanya seseorang bekerja sehari-hari pada umumnya
6-8 jam (sisa 16-18 jam) dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga,
masyarakat, istirahat, tidur dan lain-lain.Peningkatan kedudukan wanita dan
tersedianya peluang yang sama di bidang pendidikan, latihan dan pekerjaan
yang akan memberi kontribusi yang berarti dalam perkembangan sosial
ekonomi keluarganya. Padahal keluarga terutama ibu mempunyai tanggung
Page 68
84
jawab utama atas perawatan dan perlindungan anak sejak bayi hingga dewasa
(Soetjiningsih, 2004).
Menurut Afriyenti (2002) dalam Gabriel (2008) seorang ibu yang
tidak bekerja di luar rumah akan memiliki lebih banyak waktu dalam
mengasuh serta merawat anak. Hasil penelitian Misbakhudin (2007) di Kota
Bandung menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara aktifitas ibu
dengan perilaku keluarga sadar gizi.
Salah satu penyebab terjadinya gizi kurang adalah karena status
pekerjaan ibu sehingga ibu yang bekerja di luar rumah cenderung
menelantarkan pola makan keluarganya sehingga mengakibatkan menurunnya
keadaan gizi keluarga yang hal ini akan berakibat pada keadaan status gizi
anggota keluarga terutama anak-anaknya (Apriadji, 1996). Ibu yang bekerja
tidak dapat memberikan perhatian kepada anak balitanya apalagi
mengurusnya sehingga ibu yang bekerja waktu untuk merawat anak menjadi
berkurang (Sediaoetama, 2006).
Seseorang yang mempunyai pekerjaan dengan waktu yang cukup
padat akan mempengaruhi ketidak hadiran dalam pelaksanaan penimbangan
balita posyandu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widiastuti (2006) dalam
Gabriel (2008) yang mengungkapkan bahwa factor pekerjaan ibu balita
merupakan salah satu faktor penghambat ibu balita memanfaatkan
penimbangan balita di posyandu. Pada umumnya orang tua tidak mempunyai
waktu luang, sehingga semakin tinggi aktivitas pekerjaan orang tua semakin
Page 69
85
sulit datang ke posyandu. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Gun-gun
(2002) dalam Ningsih (2008) yang menyatakan bahwa ibu balita yang tidak
bekerja berpeluang baik untuk berkunjung ke posyandu dibandingkan dengan
ibu yang bekerja. Padahal beberpa indikator perilaku sadar gizi sangat erat
kaitannya denga kunjungan ibu balita ke posyandu.
` Menurut Sunandar (2001) dalam Ningsih (2008) peranan wanita
dalam usaha perbaikan gizi keluarga terutama untuk meningkatkan status gizi
bayi dan anak sangatlah penting karena wanita berperan sebagai pengasuh
anak dan pengatur konsumsi pangan anggota keluarga.
Keterlibatan ibu dalam kegiatan ekonomi/bekerja dibatasi oleh
waktu mereka untuk kegiatan rumah tangga termasuk pengelolaan pangan
buat keluarga (Hardinsyah, 2007). Saat wanita dari keluarga menengah ke
bawah lebih mengalokasikan untuk kegiatan bekerja di luar rumah, biasanya
mereka akan mengurangi waktu untuk mengelola makanan di rumah tangga
dengan cara mengurangi frekuensi memasak dan mengurangi jenis makanan
yang dimasak yang pada akhirnya akan mengurangi kualitas gizi pada menu
makanan anggota keluarga tersebut (Hardinsyah, 2007).
2.6.4 Pendapatan Keluarga
Menurut kamus besar bahasa Indonesia pendapatan keluarga adalah
hasil kerja atau usaha dari anggota keluarga (KBBI, 2001). Keluarga dengan
pendapatan terbatas kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi
Page 70
86
kebutuhan makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi anggota
keluarganya (Apriadji, 1996).
Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makan. Pendapatan
merupakan faktor yang terpenting menentukan kualitas dan kuantitas
hidangan keluarga. Semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula
persentase dari penghasilan tersebut untuk membeli buah, sayur dan beberapa
jenis bahan makanan lainnya (Berg, 1986). Pengaruh pendapatan terhadap
perbaikan kesehatan dan kondisi lain yang mengadakan interaksi dengan
status gizi adalah sama jelasnya bahwa penghasilan meningkatkan daya beli
(Farida, 2004). Meningkatnya pendapatan berarti memperbesar peluang untuk
membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik (Sayogyo,
1995). Hasil peneltian Munadhiroh (2009) di Desa Subah menunjukkan ada
hubungan yang signifikan antara pendapatan keluarga dengan status keluarga
sadar gizi.
Menuru Berg (1986) dalam Parsiki (2003) pendapatan dianggap
sebagai salah satu determinan utama dalam dalam diet dan status gizi. Ada
kecenderungan yang relevan terhadap hubungan pendapatan dan kecukupan
gizi keluarga. Hukum Perisse mengatakan jika terjadi peningkatan
pendapatan, maka makanan yang dibeli akan lebih bervariasi (Parsiki, 2003).
Selain itu menurut hukum ekonomi (hukum Engel) yang disebutkan bahwa
mereka yang berpendapatan sangat rendah akan selalu membeli lebih banyak
makanan sumber karbohidrat, tetapi jika pendapatannya naik maka makanan
Page 71
87
sumber karbohidrat yang dibeli akan menurun diganti dengan makanan
sumber hewani dan produk sayuran (Soekirman, 2000).
Menurut Williams (1986) dalam Madihah (2002) pada umumnya
bila pendapatan keluarga meningkat maka kecukupan gizi keluarga akan
meningkat. Namun, pendapatan tinggi tidak menjamin untuk mendapatkan
gizi yang cukup, jadi kemampuan membeli makanan tidak menjamin untuk
dapat memilih makanan yang baik.
Menurut Suhardjo (2003) pada keluarga yang pendapatannya
rendah, tentu rendah pula jumlah uang yang dibelanjakan untuk makanan itu.
Bila pendapatan menjadi semakin baik, maka jumlah uang dipakai untuk
membeli makanan dan bahan makanan itu juga meningkat, sampai suatu
tingkat tertentu dimana uang tidak banyak berubah.
Pada tingkat keluarga, penurunan daya beli akan menurunkan
kualitas dan kuantitas pangan serta aksesibilitas pelayanan kesehatan terutama
sekali bagi warga kelas ekonomi bawah. Hal ini akan berdampak negatif
terhadap kesehatan anak yang rentan terhadap gangguan gizi dan kesehatan
(Hardinsyah, 1997 dalam Gabriel 2008). Besarnya pendapatan yang diperoleh
setiap keluarga tergantung dari pekerjaan mereka sehari-hari. Pendapatan
dalam satu keluarga akan mempengaruhi aktivitas keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan sehingga akan menentukan kesejahteraan keluarga termasuk dalam
perilaku gizi seimbang (Yuliana, 2004).
Page 72
88
2.6.5 Besar Keluarga
Keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang jumlahnya
banyak akan berusaha membagi makanan yang terbatas sehingga makanan
yang dikonsumsi tidak sesuai lagi dengan kebutuhan anggota keluarga secara
proporsional (Suhardjo, 1989). Besar keluarga akan mempengaruhi kesehatan
seseorang atau keluarga dan juga mempengaruhi konsumsi zat gizi dalam
suatu keluarga (Sukarni, 1994). Hasil penelitian Sutrisno (2001) menunjukkan
ada hubungan yang signifikan antara besar keluarga dengan perilaku keluarga
sadar gizi.
Keluarga dengan banyak anak dan jarak kelahiran antar anak yang
amat yang amat dekat akan menimbulkan banyak masalah. Kalau pendapatan
keluarga hanya pas-pasan sedangkan anak banyak maka pemerataan dan
kecukupan makanan di dalam keluarga kurang kurang bisa dijamin. Keluarga
ini bisa disebut keluarga rawan, karena kebutuhan gizinya hampir tidak pernah
terpenuhi (Apriadji, 1996). Hasil penelitian Sutrisno (2001) dan Madihah
(2002) menunjukkan hubungan yang signifikan antara besar keluarga dengan
keluarga sadar gizi (Fajar, 2009)
Apabila besar keluarga semakin banyak, maka kebutuhan
pangannya akan semakin banyak pula. Besar keluarga juga akan
mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang tersedia dalam keluarga. Pada
taraf ekonomi yang sama, pemenuhan kebutuhan makanan yang menjadi lebih
mudah pada keluarga yang memiliki jumlah anggota yang lebih sedikit
Page 73
89
(Suhardjo, 2006). Besar keluarga yang besar dibarengi dengan distribusi
makanan yang tidak merata akan menyebabkan anak dalam keluarga btersebut
menderita kurang gizi umunya pada keluarga yang mempunyai besar keluarga
7-8 orang (Suhardjo, 2006).
2.6.6 Pengetahuan Gizi Ibu
Menurut Depdikbud (1994) dalam Munadhiroh (2009) pengetahuan
gizi diartikan sebagai segala apa yang diketahui berkenaan dengan zat
makanan. Secara umum di negara berkembang ibu memainkan peranan
penting dalam memilih dan mempersiapkan pangan untuk konsumsi
keluarganya sehingga pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi jenis pangan
dan mutu gizi makanan yang dikonsumsi anggota keluarganya (Hardinsyah,
2007). Tingkat pengetahuan menentukan perilaku konsumsi pangan, salah
satunya melalui pendidikan gizi sehingga akan memperbaiki kebiasaan
konsumsi pangan dirinya dan keluarganya (Suhardjo, 2003).
Tingkat pengetahuan ibu bermakna dengan sikap positif terhadap
perencanaan dan persiapan makan. Semakin tinggi pengetahuan ibu, maka
semakin positif sikap ibu terhadap gizi makanan. Kurangnya pengetahuan
tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-hari
merupakan sebab penting gangguan gizi (Suhardjo, 2003). Menurut Khomsan
(2000) faktor yang tidak kalah penting penyebab timbulnya masalah gizi
adalah kurangnya pengetahuan gizi masyarakat khususnya pada ibu yang
sebagian besar pengasuh anak. Hasil penelitian Madihah (2002) dan
Page 74
90
Munadhiroh (2009) menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara
pengetahuan gizi dengan perilaku keluarga sadar gizi.
Pengetahuan yang diperoleh ibu sangat bermanfaat bagi balita
apabila ibu tersebut berhasil mengaplikasikan pengetahuan gizi yang dimiliki
(Farida, 2004). Masalah gizi selain merupakan sindroma kemiskinan yang erat
kaitannya dengan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga juga menyangkut
aspek pengetahuan dan perilaku yang kurang mendukung perilaku hidup
sehat. Pengetahuan sangat penting dalam menentukan bertindak atau tidaknya
seseorang yang pada akhirnya sangat akan mempengaruhi status kesehatan
anggota keluarganya (Depkes RI, 2007).
Menurut Apriadji (1996), seseorang yang mempunyai pendidikan
rendah belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi
persyaratan gizi dibandingkan dengan orang lain yang berpendidikan lebih
tinggi. Karena sekalipun berpendidikan rendah kalau orang tersebut rajin
mendengarkan informasi tentang gizi bukan mustahil pengetahuan gizinya
akan lebih baik. Tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo,
2007).
2.6.7 Sikap Ibu
Sikap ibu tentang kesehatan merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap perilaku gizi di tingkat keluarga. Sikap tentang
kesehatan adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadapap hal-hal yang
Page 75
91
berkaitan dengan gizi sebagai upaya untuk memelihara kesehatannya
(Sedioetama, 2006).
Menurut Depkes RI (2007), pada umumnya keluarga telah memiliki
pengetahuan dasar mengenai gizi. Namu demikian, sikap mereka terhadap
perbaikan gizi keluarga masih rendah. Hal ini disebabkan karena sebagian
ibu menganggap asupan makanannya selama ini cukup memadai karena tidak
ada dampak buruk yang mereka rasakan. Selain itu, sebagian keluarga juga
mengetahui bahwa ada jenis makanan yang lebih berkualitas, namun mereka
tidak ada kemauan dan keterampilan menyiapkannya.
Menurut Kwick (1974) dalam Madihah (2002), sikap adalah
kecenderungan untuk mengadakan tindakan suatu objek, dengan suatu cara
yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak
menyenangi objek tersebut. Sikap belum merupakan suatu perbuatan, tetapi
dari sikap dapat diramalkan perbutannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Pranadji (1988) bahwa sikap akan sangat berguna bagi seseorang, sebab
sikap akan mengarahkan perilaku secara langsung.
Newcomb dalam Notoatmodjo (2005) menyatakan sikap merupakan
kesiapan atau kesediaan/kemauan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu sehingga sikap merupakan predisposisi perilaku
atau reaksi tertutup. Makin tinggi pendidikan ibu cenderung makin sadar gizi
dan semakin positif pula sikap gizinya dan nantinya akan meningkatkan
status gizi keluarga (Madihah, 2002). Hasil penelitian Madihah (2002)
Page 76
92
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan perilaku
keluarga sadar gizi.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat responden
terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
pernyataan hipotesis kemudian responden diminta bagaimana pendapatnya
(Mar’at, 1984 dalam Madihah, 2002).
2.6.8 Budaya Keluarga
Pola asuh dan pola konsumsi makanan merupakan hasil
kepercayaan masyarakat yang bersangkutan, dan mengalami perubahan terus
menerus menyesuaikan dengan kondisi lingkungan dan tingkat kemajuan
budaya masyarakat tersebut (Suhardjo, 2003). Dalam hal kepercayaan dan
pantangan yang berhubungan dengan makanan penyelidikan Tan, M.G.
(1970) menunjukkan bahwa responden yakin sekali pada kepercayaan dan
pantangan yang berlaku bagi bayi, anak-anak, wanita hamil, dan ibu-ibu
menyusui (Suhardjo, 2003).
Pola asuh ini diajarkan dan bukan diturunkan secara herediter dari
nenek moyang sampai generasi sekarang dan generasi-generasi yang akan
datang. Kepercayaan masyarakat tentang konsepsi kesehatan dan gizi sangat
berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan. Salah satu pengaruh yang
sangat dominan terhadap pola konsumsi adalah pantangan atau tabu.
Page 77
93
Terdapat jenis-jenis makanan yang tidak boleh dimakan oleh kelompok umur
tertentu atau oleh perempuan (Sedieotama, 2006).
Larangan ini sering tidak jelas dasarnya, tetapi mempunyai kesan
larangan dari penguasa supernatural, yang akan memberi hukuman bila
larangan tersebut dilanggar. Namun demikian, orang sering tidak dapat
mengatakan dengan jelas dan pasti, siapa yang melarang tersebut dan apa
alasannya (Sediaoetama, 2006).
Kecukupan zat gizi pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh makanan
yang dikonsumsi, dan makanan yang dikonsumsi pada gilirannya ditentukan
kebiasaan makan dan segala sesuatu berkaitan dengan makanan. Kebiasaan
makan sangat erat kaitannya dengan kebudayaan yang dipengaruhi
masyarakat setempat (Pelto, 1980 dalam Soehardjo, 2003). Hal inilah yang
dapat menyebabkan mengapa suatu keluarga mengkonsumsi jenis makanan
bergizi sedangkan keluarga lainnya tidak.
Adanya pandangan salah terhadap makanan dapat menimbulkan
dapat menimbulkan gangguan gizi yang serius di tingkat keluarga (Apriadji,
1996). Berbagai pantangan atau tabu yang bersangkutan dengan makanan ini,
pada mulanya dimaksudakan untuk melindungi kesehatan anak-anak dan
ibunya tetapi tujuan ini bahkan ada yang berakibat sebaliknya merugikan
kondisi gizi dan kesehatan (Sedioetama, 2006).
Adanya anggapan orang tua bahwa anak-anak dilarang makan ikan
atau kelapa karena nanti bisa cacingan dapat menyebabkan anak-anak kurang
Page 78
94
gizinya (Apriadji, 1996). Selain itu, pandangan bahwa ayah mendapat
perhatian utama dalam hal makanan misalnya kalau di meja makan ada telur
itu untuk ayah dan bagian tubuh ayam yang lebih berdaging untuk ayah
sedangkan anak sisanya merupakan pandangan yang bisa mempengaruhi
konsumsi makanan keluarga yang akan berakibat tidak tercukukupinya
kebutuhan gizi keluarga secara merata(Apriadji, 1996).
2.6.9 Keterpaparan Informasi Kadarzi
Promosi adalah salah satu variabel didalam pemasaran. Promosi
yang dimaksud dalam hal ini adalah arus informasi atau persuasi satu arah
yang dibuat untuk mengarahkan seseorang kepada tindakan yang akan
menciptakan pertukaran dalam pemasaran. Salah satu tujuan promosi kadarzi
adalah meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarag yang sadar
gizi (Depkes RI, 2007).
Suatu informasi yang sama, senada dan berulang di dalam diri
seseorang akan memberikan perngaruh kuat terhadap perubahan perilaku
seseorang dibandingkan apabila informasi tersebut hanya sekali diterima.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perubahan perilaku seseorang
cenderung terjadi setelah seseorang memperoleh informasi sebanyak tiga
kali. (pustekkomui.go.id 2002 dalam Nurhayati, 2002). Dalam teori motivasi
dari segi afektif dan gratifikasi media ini disebut dengan teori peniruan, disini
individu mempunyai orientasi eksternal dalam rangka gratifikasi, dimana
individu tersebut dipandang secara otomatis cenderung berempati dengan
Page 79
95
perasaan orang yang diamtinya dengan dan meniru perilakunya (Nurhayati,
2002).
Informasi dapat diakses oleh siapapun melalui media massa atau
lainnya. Media massa yang dijadikan saluran komunikasi bagi sejumlah
orang antara lain televisi, radio, majalah dan koran, buku dan sebagainya.
Media massa dapat memicu respon yang akan berdampak pada tindakan
nyata seseorang (Ewles dalam Afianti, 2008). Informasi tentang cara-cara
hidup sehat, pemeliharaan kesehatan, akan meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang hal tersebut yang selanjutkan menimbulkan kesadaran
mereka dan akhirnya menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan
pengetahuan yang dimilikinya itu. Hasil perubahan perilaku dengan paparan
informasi ini akan memakan waktu lama. Namun, hal ini bisa diusahakan
lebih maksimal dengan meningkatkan frekuensi pemberian informasi tersebut
kepada masyarakat (Notoatmodjo, 2005).
Menurut Fisher dan Diane (2003) dalam Bahria (2009) media massa
berpengaruh positif mempromosikan informasi kesehatan dan peningkatan
kesadaran atau pemilihan makanan yang tepat. Menurut Schlenker (2007)
dalam Bahria (2009) perkembangan teknologi dan media massa juga
mempunyai peran dalam pemilihan makanan. Khomsan (2007) dalam Bahria
(2009) iklan di TV sering menampilkan makanan snack ringan yang rendah
gizinya, makanan instant yang bisa ditunjukkan secara cepat dan aspek lain
yang tidak mendukung makanan gizi seimbang.
Page 80
96
Media massa terutama iklan-iklan perdagangan dan promosi
penjualan sangat mempengaruhi pada pemilihan susunan makanan.
Keunggulan pemakaian media massa adalah dapat menjangkau setiap orang
dalam bentuk yang sama dan dapat menimbulkan pengalaman yang sama
(Berg, 1986). Media massa sebagai salah satu sarana komunikasi
berpengaruh besar membentuk opini dan kepercayaan seseorang. Dalam
penyampaian informasi, media massa membawa pesan dan sugesti yang
mengarahkan opini seseorang (Suhardjo, 2006)
2.6.10 Peran Tokoh Masyarakat
Keluarga merupakan bagian dari masyarakat sehingga perilaku
keluarga tidak dapat dipisahkan dari perilaku masyarakat di sekitarnya. Jika
dalam kegiatan yang diselenggarakan masyarakat melihat bahwa tokoh-tokoh
masyarakat yang disegani ikut serta maka mereka akan tertarik juga untuk
berpartisipasi. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2005) yang menyatakan
bahwa tokoh masyarakat adalah jembatan antara sektor kesehatan dengan
masyarakat.
Tokoh masyarakat terdiri dari tokoh masyarakat formal (RT/RW)
dan tokoh masyarakat informal (ustadz, tokoh adat). Keterlibatan pemimpin
informal dan partisipasi masyarakat akan berpengaruh terhadap keberhasilan
program kesehatan. Penanggulangan masalah kesehatan dan gizi di tingkat
keluarga perlu keterlibatan masyarakat. Tokoh masyarakat mempunyai
peranan yang kuat dalam mewujudkan perilaku sadar gizi di masyarakat
Page 81
97
karena nasehat atau anjuran dari mereka cenderung lebih didengar oleh
masyarakat (Depkes RI, 2007).
2.7 Kerangka Teori
Berdasarkan teori-teori di atas, maka dapat dibuat kerangka teori tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku sadar gizi sebagai berikut:
Bagan 2.2 Kerangka Teori
Sumber: Modifikasi dari Green (1980) dalam Notoatmodjo (2005), Sedioetama (1996),
Hardinsyah (2007), Depkes RI (2007)
Enabling factors
Status Pekerjaan
Pendapatan Keluarga
Tempat Tinggal
(Kota/Desa)
Reinforcing factors
Peran Tokoh Masyarakat
Keterpaparan Informasi
Perilaku Sadar Gizi
Predisposing factors
Pengetahuan
Sikap
Kepercayaan/Tradisi
(Budaya)
Suku
Umur
Pendidikan
Besar Keluarga
Page 82
98
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep
Banyak faktor yang berhubungan dengan perilaku sadar gizi. Berdasarkan
kerangka teori yang telah disebutkan di atas, ada beberapa variabel yang digunakan
dalam penelitan ini. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku sadar
gizi, sedangkan variabel independennya adalah umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan
ibu, pendapatan keluarga, besar keluarga, pengetahuan gizi ibu, sikap ibu, budaya
keluarga terkait gizi, keterpaparan promosi kadarzi, dan peran tokoh masyarakat.
Ada beberapa variabel yang tidak diikutsertakan atau tidak diteliti yaitu suku
dan jenis tempat tinggal (kota/desa). Variabel suku, jenis tempat tinggal (kota/desa),
tidak diikutsertakan karena ketiga hal tersebut homogen. Suku ibu di Kelurahan
Karangpanimbal relatif sama atau homogen yaitu suku sunda. Jenis tempat tinggal
(kota/desa) ibu sama bertempat tinggal di Kelurahan Karangpanimbal, yang
termasuk daerah perkotaan,karena kelurahan yang merupakan pengembangan dari
desa yang sudah memenuhi syarat-syarat (kriteria) tertentu yaitu kepadatan
penduduk, pekerjaan penduduk, akses terhadap sarana perkotaan (Setiawan, 2007).
Hubungan antar variabel dapat dilihat pada bagan kerangka konsep di bawah
ini :
Page 83
99
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen
Perilaku Sadar Gizi pada
Keluarga Balita
Karakteristik Ibu
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Pengetahuan Gizi Ibu
Peran Tokoh Masyarakat
Sikap Ibu
Keterpaparan Informasi Kadarzi
Budaya Keluarga
Karakteristik Keluarga
Pendapatan Keluarga
Besar Keluarga
Page 84
100
3.2 Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Penelitian
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1. Perilaku Sadar Gizi
(Kadarzi) pada
Keluarga Balita
Kebiasaan keluarga
dalam menerapkan
perilaku gizi baik, yang
meliputi empat indikator
yaitu menimbang berat
badan balita secara
teratur, makan beraneka
ragam, menggunakan
garam beriodium, minum
suplemen gizi sesuai
anjuran (Depkes RI,
2007)
Kuesioner,
Uji Yodina,
Formulir FFQ
Angket dan
Melihat KMS
Balita
1. Tidak Kadarzi : jika
keluarga melakukan
kurang dari 4 indikator
kadarzi
2. Kadarzi : jika keluarga
melakukan 4 indikator
kadarzi dengan kriteria
a. Menimbang balita ≥
4 kali berturut-turut
dalam 6 bulan
terakhir
b.Balita
mengkonsumsi lauk
hewani dan buah
setiap hari
c. Menggunakan garam
beryodium setiap
masak
d.Balita mendapat
kapsul vitamin A
setiap bulan Februari
dan Agustus
(Depkes RI, 2007).
Ordinal
Page 85
101
No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
2. Umur Ibu Masa hidup ibu dalam
tahun dengan pembulatan
ke bawah atau umur pada
waktu ulang tahun
terakhir (Depkes RI,
2007)
Kuesioner Angket 1. Remaja (13-19 tahun)
2. Dewasa Muda (20-30
tahun)
3. Dewasa Madya (31-
50 tahun
(Gunarsa, 2000).
Ordinal
3. Pendidikan Ibu Tingkat pendidikan
formal tertinggi yang
telah dicapai oleh ibu
(Depkes RI, 2007).
Kuesioner Angket 1. Rendah, jika tamat <
SMA
2. Tinggi, jika tamat ≥
SMA
(Depdiknas, 2004).
Ordinal
4. Pekerjaan Ibu
Kegiatan rutin yang
dilakukan ibu dalam
upaya mendapatkan
penghasilan (uang) untuk
memenuhi kebutuhan
keluarga (Ningsih, 2008)
Kuesioner Angket 1. Bekerja = jika ibu
mempunyai aktifitas
diluar rumah untuk
menghasilkan uang.
2. Tidak Bekerja = jika
ibu tidak mempunyai
aktifitas diluar rumah
untuk menghasilkan
uang (Depkes, 2007).
Ordinal
5. Pendapatan
Keluarga
Jumlah total penghasilan
yang didapat oleh sebuah
keluarga sebagai hasil
dari seluruh usaha
anggota keluarganya
setiap bulan
Kuesioner Angket 1. Kurang : pendapatan
< Rp. 633.500,-
2. Cukup : pendapatan
≥ Rp. 633.500,
(UMK Banjar, 2007).
Ordinal
Page 86
102
(Madihah, 2002)
No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
6. Besar Keluarga Banyaknya orang yang
tinggal satu rumah
dengan ibu balita dan
menjadi tanggungan
kepala keluarga
(Madihah, 2002)
Kuesioner Angket 1.Besar : jika > 4 orang
2. Kecil : jika ≤ 4 orang
(BKKBN, 1992).
Ordinal
7. Pengetahuan Gizi
Ibu
Tingkat kemampuan ibu
dalam menjawab
pertanyaan yang diajukan
dalam kuesioner
mengenai kadarzi yang
dihitung berdasarkan
jumlah yang benar
(Khomsan, 2000).
Kuesioner Angket 1.Kurang : <80% dari
seluruh jawaban
benar.
2. Baik : ≥80% dari
seluruh jawaban
benar.
(Khomsan, 2000).
Ordinal
8. Sikap Ibu Pendapat atau penilaian
ibu yang dinyatakan
dengan sangat setuju,
setuju, tidak setuju dan
sangat tidak setuju
terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kadarzi
(Modifikasi
Notoatmodjo, 2005).
Kuesioner Angket 1.Negatif, total skor <
nilai median
2. Positif, total skor >
nilai median
Ordinal
Page 87
103
No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
9. Budaya Keluarga
terkait Gizi
Pengakuan ibu mengenai
ada atau tidaknya
kepercayaan, tradisi yang
dianut keluarga terkait
gizi/makanan yang
bersumber dari
leluhur/nenek moyang
tanpa diketahui alasan
ilmiahnya
Kuesioner Angket 1. 1. Ya, jika ada
kepercayaan/tradisi
dalam keluarga.terkait
gizi/makanan
2. 2. Tidak, tidak ada
kepercayaan/tradisi
dalam keluarga.terkait
gizi/makanan
(Madihah, 2002).
Ordinal
10. Keterpaparan
Informasi Kadarzi
Pernyataan responden
mengenai pernah atau
tidaknya mendapatkan
informasi mengenai
keluarga sadar gizi
melalui melalui media
komunikasi minimal tiga
kali dalam dalam satu
Kuesioner Angket 1. Tidak terpapar, jika
responden tidak
pernah mendapatkan
informasi kadarzi <
3 kali dalam 1 tahun
2.Terpapar, jika
responden pernah
mendapatkan
Ordinal
Page 88
104
tahun terakhir.
(Nurhayati, 2002)
informasi kadarzi ≥
3 kali dalam 1 tahun
(Nurhayati, 2002).
11. Peran Tokoh
Masyarakat (Toma)
Pengakuan ibu mengenai
pernah atau tidak tokoh
masyarakat (Toma)
menganjurkan/mengajak
perilaku keluarga sadar
gizi dalam bentuk apapun
Kuesioner Angket 1. Tidak berperan : Jika
Toma tidak pernah
menganjurkan
perilaku kadarzi
2. Berperan : Jika Toma
pernah menganjurkan
perilaku kadarzi
Ordinal
Page 89
105
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan) dengan
perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal
Kecamatan Purwaharja tahun 2010.
2. Ada hubungan antara karakteristik keluarga (besar keluarga, pendapatan)
dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal
Kecamatan Purwaharja tahun 2010.
3. Ada hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan perilaku sadar gizi pada
keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal Kecamatan Purwaharja tahun
2010.
4. Ada hubungan antara sikap ibu dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita
di Kelurahan Karangpanimbal Kecamatan Purwaharja tahun 2010.
5. Ada hubungan antara budaya keluarga terkait gizi dengan perilaku sadar gizi
pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal Kecamatan Purwaharja
tahun 2010.
6. Ada hubungan antara keterpaparan informasi kadarzi dengan perilaku sadar
gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal Kecamatan
Purwaharja tahun 2010.
7. Ada hubungan antara peran tokoh masyarakat dengan perilaku sadar gizi pada
keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal Kecamatan Purwaharja tahun
2010.
Page 90
106
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional karena pengambilan
data variabel independen dan variabel dependen dilakukan dalam waktu bersamaan.
Penelitian ini bersifat analitik karena akan melihat hubungan antara varibel
independen dan varibel dependen. Variabel dependen yang diteliti adalah umur ibu,
pendidikan dan pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, besar keluarga, pengetahuan
gizi, sikap ibu, budaya keluarga terkait gizi/makanan, paparan informasi kadarzi,
peran tokoh masyarakat. Desain cross sectional berdasarkan tujuan penelitian, yaitu
untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan keluarga sadar gizi pada
keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal Kota Banjar Tahun 2010.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Karangpanimbal Kecamatan
Purwaharja Kota Banjar.
4.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama bulan Juli dan Agustus tahun 2010.
Page 91
107
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh keluarga yang mempunyai
balita berusia 12-59 bulan yang tinggal di wilayah Kelurahan
Karangpanimbal Kecamatan Purwaharja Kota Banjar pada saat penelitian
dilakukan.
4.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah ibu dari keluarga yang
mempunyai balita berusia 12-59 bulan yang tinggal di Kelurahan
Karangpanimbal, Kecamatan Purwaharja, Kota Banjar yang bersedia
menjadi responden dan mengisi kuesioner. Ibu balita menjadi responden
dalam penelitian ini dengan pertimbangan karena hampir sebagian besar
pengambilan keputusan dalam hal penyediaan makanan dan pola asuh anak
dalam keluarga dilakukan oleh ibu (Munadhiroh, 2009). Perhitungan jumlah
sampel dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi
(Ariawan, 1998) yaitu:
Keterangan :
n = Jumlah sampel yang dibutuhkan
21
= 0,05 (derajat kemaknaan 1,96)
2
21
2
221112/1
)(
)1()1()1(2
PP
PPPPzPPzn
Page 92
108
1 = Kekuatan uji 90 %
P = Proporsi rata-rata = (P1+ P2)/2 = 61,25 %
1P = Proporsi perilaku kadarzi ibu berpendidikan tinggi (76,8%)
2P = Proporsi perilaku kadarzi ibu berpendidikan rendah (45.7%)
( Nilai P1 dan P2 diperoleh dari penelitian Madihah, 2002)
Dari hasil perhitungan diatas diperoleh jumlah sampel minimal
sebanyak 54 sampel kemudian dikalikan dua menjadi 108 keluarga. Untuk
menjaga bila ada ketidaklengkapan data, maka besar sampel ditambah 10%
sehingga besar sampel dalam penelitian ini sebanyak 120 orang ibu balita.
Pengambilan sampel menggunakan metode simple random
sampling (sampel acak sederhana) dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menyusun frame sampling (kerangka sampel) yang berisi daftar nama
seluruh ibu dari keluarga balita berusia 12-59 bulan di Kelurahan
Karangpanimbal.
2. Melakukan pengambilan secara acak (pengundian) terhadap beberapa ibu
dari keluarga balita sebagaimana terdaftar dalam kerangka sampel sampai
terambil 120 orang ibu balita. Nama-nama ibu balita yang terambil
merupakan sampel dalam penelitian ini. Apabila ada ibu yang
mempunyai 2 balita, maka yang dijadikan sampel adalah balita yang
usianya lebih muda.
Page 93
109
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk
pengumpulan data (Notoatmodjo, 2005). Instrumen penelitian yang akan digunakan
pada penelitian ini adalah kuesioner, formulir food frequency questoner (FFQ) dan
uji yodina. Kuesioner digunakan untuk mengisi pertanyaan mengenai pendapatan
keluarga, besar keluarga, umur ibu, pendidikan dan status pekerjaan ibu,
pengetahuan gizi, sikap ibu, paparan informasi kadarzi, peran tokoh masyarakat,
perilaku keluarga sadar gizi. Formulir food frequency questioner (FFQ) digunakan
untuk mengetahui kebiasaan makan balita dalam mengkonsumsi makanan pokok,
lauk-pauk, sayur dan buah. Iodina test (uji yodina) merupakan larutan uji garam
beryodium, yang digunakan untuk mengetahui apakah garam yang dikonsumsi
mengandung yodium atau tidak, jika larutan iodina test di teteskan pada garam
terlihat perubahan warna garam putih menjadi biru keunguan maka garam tersebut
beryodium. Semakin tua warnanya, semakin baik mutu garam beryodium.
4.5 Uji Coba Instrumen
Instrumen adalah yang digunakan dalam penelitian untuk memperoleh
data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner. Untuk
menguji validitas dan realibilitas instrument ini dilakukan uji coba kuisioner kepada
10 ibu yang mempunyai balita yang berada di luar lokasi penelitian, tetapi
Page 94
110
mempunyai karakteristik serupa dengan lokasi penelitian. Uji coba dilakukan di
Kelurahan ini dilakukan di Kelurahan Purwaharja, Kecamatan Purwaharja.
Pertanyaan yang tidak valid dilakukan validitas isi dengan cara
memperbaiki pertanyaan yang tidak jelas dengan membuat kalimat yang singkat
dan jelas sesuai dengan isi atau makna pertanyaan, validitas isi dilakukan dengan
berkonsultasi kepada pembimbing dan membaca literatur atau kepustakaan.
4.6 Pengumpulan Data
Pengumpul data dilakukan oleh peneliti sendiri dan dilakukan secara
bertahap. Responden yang terpilih diminta kesediaannya untuk mengisi sendiri
kuesioner, dan formulir Food Frequency yang telah dibagikan. Jenis data yang
dikumpulkan meliputi data primer berupa data perilaku kadarzi, umur ibu,
pendidikan dan pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, besar keluarga, pengetahuan
gizi, sikap ibu, kepercayaan/tradisi keluarga, keterpapaparan promosi kadarzi, peran
tokoh masyarakat menggunakan instrumen kuisioner yang sebelumnya telah
dilakukan uji coba. kuesioner untuk mengetahui tingkat reliabilitas dan validitas
setiap pertanyaan penelitian. Kuisioner diisi langsung oleh responden sesuai dengan
daftar pertanyaan yang diterima. Data konsumsi makan balita dikumpulkan
menggunakan metode food frequency questoner (FFQ) yang menunjukkan frekuensi
balita dalam mengkonsumsi makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan
buah. Sedangkan untuk menguji kandungan yodium pada garam yang digunakan
oleh keluarga digunakan uji yodina.
Page 95
111
4.7 Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
program komputer. Gambaran kebiasaan makan balita diperoleh dari formulir food
frequency questionare (FFQ) kemudian dilihat frekuensi konsumsi lauk hewani dan
buah dan dikategorikan menjadi beraneka ragam (balita mengkonsumsi lauk
hewani dan buah setiap hari) dan tidak beraneka ragam (balita tidak mengkonsumsi
lauk hewani dan buah setiap hari). Sedangkan pengolahan data untuk variabel lain
dilakukan dengan menggunakan program soft ware komputer.
Adapun untuk tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data primer
dari variabel dependen dan variabel independen adalah sebagai berikut:
1. Mengkode data (data coding), yaitu membuat klasifikasi data dan memberi kode
pada jawaban dari setiap pertanyaan dalam kuisioner.
2. Menyunting data (data editing), yaitu kuisioner yang telah diisi dilihat
kelengkapan jawabannya, sebelum dilakukan proses pemasukan data ke dalam
komputer.
3. Membuat struktur data (data structure) dan file data (data file), yaitu membuat
template sesuai dengan format kuisioner yang digunakan
4. Memasukan data (entry data), yaitu dilakukan pemasukan data ke dalam
template yang telah dibuat.
Page 96
112
5. Membersihkan data (data cleaning), yaitu data yang telah di entry dicek kembali
untuk memastikan bahwa data tersebut bersih dari kesalahan, baik kesalahan
pengkodean maupun kesalahan dalam membaca kode. Dengan demikian
diharapkan data tersebut benar-benar siap untuk dianalisis.
4.8 Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini berupa analisis data univariat dan analisis
data bivariat serta analisis multivariat.
4.7.1 Analisa Data Univariat
Analisa data univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran
distribusi frekuensi masing-masing variabel baik variabel independen
maupun variabel dependen. Keseluruhan data yang ada dalam kuesioner
diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
4.7.2 Analisa Data Bivariat
Analisa data bivariat dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan
yang bermakna antara variabel independen dan variabel dependen Pada
analisa ini digunakan uji chi square dengan rumus:
(O - E)2
X2 = ∑
E
dF = (k-1)(b-1)
Keterangan:
X2 = Chi square
Page 97
113
O = Nilai observasi
E = Nilai Ekspektasi
k = Jumlah kolom
b = Jumlah baris
Melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai p, dimana dalam
penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0.05. Penelitian antara
dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai p≤0.05 dan dikatakan
tidak bermakna jika mempunyai nilai p>0.05.
4.7.3 Analisis Multivariat
Analisis multivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara beberapa
variabel bebas dan variabel terikat pada waktu yang bersamaan. Analisis ini
digunakan untuk mengetahui variabel independen yang paling dominan
berhubungan dengan variabel dependennya. Analisis multivariat yang
digunakan adalah regresi logistik berganda yang merupakan salah satu analisis
yang menghubungkan satu atau beberapa variabel independen dengan sebuah
variabel dependen kategorik yang bersifat dikotom/binary. Uji regresi logistik
yang digunakan dalam penelitian ini adalah model prediksi dengan tujuan
untuk memperoleh model yang terdiri dari beberapa variabel independen yang
dianggap terbaik memprediksi kejadian variabel dependen. Pada model ini
semua variabel independennya dianggap penting. Maka proses estimasi dapat
dilakukan dengan beberapa koefisien regresi logistik sekaligus. Adapun
langkah-langkah dalam permodelan ini adalah:
Page 98
114
1. Melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen
dengan variabel dependennya. Apabila hasil uji bivariatnya mempunyai
nilai p value<0.25 atau p value>0.25 tetapi secara substansi merupakan
variabel yang penting, maka variabel tersebut masuk kandidat model dan
dilanjutkan ke analisis multivariat.
2. Memilih variabel yang masuk ke dalam model dengan mempertahankan
variabel yang hasil uji regresi logistik berganda menunjukkan p
value≤0.05. Untuk variabel yang p>0,05 dikeluarkan satu persatu secara
bertahap dimulai dari nilai p value paling besar.
3. Melakukan uji interaksi sesama variabel independen, apabila secara
substansi diduga terjadi interaksi antara variabel independen. Penentuan
variabel interaksi sebaiknya melalui pertimbangan logika substantif.
Pengujian interaksi dilihat dari kemaknaan uji statistik (p value≤0.05). Bila
variabel mempunyai nilai bermakna, maka variabel interaksi penting
dimasukkan dalam model.
4. Model terakhir dan interpretasikan.
Page 99
115
BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
5.1.1 Keadaan Geografis
Kelurahan Karangpanimbal merupakan salah satu kelurahan di
Kecamatan Purwaharja Kota Banjar dengan jarak ke Ibu Kota sejauh 1 km.
Kelurahan tersebut berada di bagian utara wilayah Kota Banjar dengan luas
wilayah 461,210 Ha yang terdiri 400 Ha hutan produksi, 2 Ha kebun, 4 Ha
kolam, dan lain-lain 20,21 Ha. Kelurahan Karangpanimbal termasuk dataran
tinggi dengan curah hujan sepanjang 10 bulan dan suhu rata-rata harian 31,8 0
C. Kelurahan Karangpanimbal terdiri dari 13 RW dan 32 RT dan 1.268 Kepala
Keluarga (KK).
Adapun batas-batas wilayah Kelurahan Karangpanimbal adalah
sebagai berikut:
- Sebelah barat dan utara dengan Kelurahan Purwaharja
- Sebelah timur dengan Desa Mekarharja
- Sebelah selatan dengan Sungai Citanduy dan Kecamatan Pataruman.
5.1.2 Keadaan Demografi
Jumlah penduduk Kelurahan Karangpanimbal tahun 2009 sebanyak
4.352 penduduk terdiri 2.357 penduduk laki-laki dan 1.995 penduduk
Page 100
116
perempuan. Adapun distribusi penduduk berdasarkan umur di Kelurahan
Karangpanimbal dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.1
Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur di Kelurahan
Karangpanimbal Tahun 2009
Usia Jumlah
0-12 bulan 93
1-5 tahun 420
6-10 tahun 453
11-20 tahun 819
21-30 tahun 801
31-50 tahun 1.177
> 50 tahun 589
Total 4.352
Sumber:Profil Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2009
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa sebagian besar penduduk
berada pada rentang umur 31-50 tahun yaitu sebanyak 1.177 penduduk.
Mayoritas agama yang dianut oleh penduduk Kelurahan Karangpanimbal
adalah agama islam. Sedangkan suku mayoritas penduduk Kelurahan
Karangpanimbal adalah suku sunda dan sebagian kecil lainnya adalah suku
jawa dan melayu. Adapun tingkat pendidikan penduduk Kelurahan
Karangpanimbal sebagian besar adalah hanya tamat SD atau sederajat yaitu
sebanyak 1.039 penduduk, sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.2
Distribusi Penduduk Kelurahan Karangpanimbal Berdasarkan Tingkat
Pendidikan Tahun 2009
Pendidikan Jumlah
Tidak Pernah Sekolah 4
Tidak Tamat SD 6
Tamat SD 1092
Tamat SLTP/Sederajat 543
Tamat SLTA/Sederajat 678
Page 101
117
Perguruan Tinggi 258
Jumlah 2581
Sumber: Profil Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2009
Adapun gambaran mata pencaharian penduduk Karangpanimbal
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.3
Distribusi Penduduk Kelurahan Karangpanimbal Berdasarkan Jenis
Pekerjaan Tahun 2009
Jenis Pekerjaan Jumlah
Buruh Tani 42
BUMN/MD 16
Buruh/Swasta 305
Dokter 1
Montir 13
Pedagang 100
Pegawai Negeri 200
Pengrajin 202
Petani 188
Peternak 12
Satpam 2
Jumlah 1081
Sumber: Profil Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2009
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa jenis pekerjaan penduduk
Kelurahan Karangpanimbal paling banyak adalah buruh/swasta yaitu sebanyak
305 penduduk dan jenis pekerjaan penduduk Kelurahan Karangpanimbal
paling sedikit adalah dokter yaitu sebanyak 1 orang.
5.2 Analisis Univariat
Pada analisis univariat ini akan digambarkan distribusi frekuensi dari
masing-masing variabel yang diteliti, baik variabel independen maupun variabel
dependen.
Page 102
118
5.2.1 Perilaku Sadar Gizi (Kadarzi)
Perilaku sadar gizi (kadarzi) dalam penelitian ini dikategorikan
menjadi dua yaitu kadarzi dan tidak kadarzi (Depkes RI, 2007). Keluarga
dikatakan sadar gizi (kadarzi) apabila telah melaksanakan empat indikator
perilaku kadarzi yang berlaku bagi keluarga balita, apabila satu atau lebih tidak
dilaksanakan maka dikatakan tidak kadarzi. Adapun gambaran perilaku
kadarzi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Ibu Balita Berdasarkan Perilaku Sadar Gizi di
Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010
Perilaku Kadarzi Jumlah Persentase
Tidak Kadarzi 49 40,8
Kadarzi 71 59,2
Total 120 100
Sumber :Data Primer
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa dari 120 responden yang
diteliti, ibu balita yang melaksanakan perilaku sadar gizi (kadarzi) lebih
banyak yaitu sebanyak 71 orang (59,2%) bila dibandingkan dengan ibu balita
yang tidak melaksanakan perilaku sadar gizi sebanyak 49 orang (40,8%). Jika
dilihat dari dari masing-masing indikator perilaku kadarzi, dapat diketahui
bahwa indikator perilaku kadarzi yang paling banyak dilaksanakan oleh ibu
balita adalah memberi suplemen vitamin A pada balita sesuai anjuran,
sebanyak 113 orang (94,2%). Sedangkan indikator perilaku kadarzi yang
Page 103
119
paling sedikit dilaksanakan oleh ibu balita adalah member balita makan
beraneka ragam yaitu sebanyak 75 keluarga (62,5%) sebagaimana terlihat
dalam grafik di bawah ini:
Sumber:Data Primer
5.2.2 Umur Ibu
Umur ibu dalam penelitian ini dikategorikan menjadi tiga, yaitu
remaja (13-19 tahun), dewasa muda (20-30 tahun), dewasa madya (31-50
tahun). Pengkategorian tersebut didasarkan bahwa semakin bertambah umur
seseorang akan berpengaruh pada perkembangan fisik dan mental termasuk
kematangan dalam berperilaku (Gunarsa, 1991). Adapun distribusi frekuensi
umur ibu berdasarkan tiga kategori di atas dapat terlihat pada tabel di bawah
ini:
Tabel 5.5
Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Umur di Kelurahan Karangpanimbal
Tahun 2010
Umur (tahun) Jumlah Persentase
Remaja (13-19) 9 7,5
Dewa Muda (20-30) 58 48,3
Dewasa Madya (31-50) 53 44,2
Page 104
120
Total 120 100
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa dari 120 responden yang
diteliti, umur ibu balita pada kategori dewasa muda (20-30 tahun) tahun lebih
banyak yaitu sebanyak 58 orang (48,3%) dibandingkan dengan umur ibu pada
kategori dewasa lanjut (31-50 tahun) yaitu sebanyak 53 orang (44,2%) dan
kategori dewasa lanjut (13-19 tahun) yaitu sebanyak 9 orang (7,5%).
5.2.3 Pendidikan Ibu
Pendidikan ibu dalam penelitian ini dikategorikan menjadi tinggi
dan rendah. Pendidikan ibu dikatakan tinggi apabila ibu minimal menamatkan
pendidikan formal sampai SLTA atau sederajat dan dikatakan rendah apabila
hanya menamatkan pendidikan formal sampai SLTP/sederjat atau lebih
rendah. Hal didasarkan pada Undang-Undang (UU) Sisdiknas tahun 2003
yang mewajibkan pendidik dasar 9 (Sembilan) tahun. Adapun distribusi
pendidikan ibu balita dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.6
Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Pendidikan di Kelurahan
Karangpanimbal Tahun 2010
Pendidikan Jumlah Persentase
Rendah 83 69,2
Tinggi 37 30,8
Total 120 100
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa dari 120 responden yang
diteliti, ibu balita yang mempunyai pendidikan rendah lebih banyak yaitu
Page 105
121
sebanyak 83 orang (69,2%) dibandingkan ibu balita yang mempunyai
pendidikan tinggi sebanyak 37 orang (30,8%).
5.2.4 Pekerjaan Ibu
Pekerjaan ibu dalam peneltian ini dikategorikan menjadi dua yaitu
bekerja dan tidak bekerja. Ibu dikatakan bekerja apabila ibu mempunyai
aktifitas di luar rumah untuk menghasilkan uang dan dikatakan tidak bekerja
apabila ibu tidak mempunyai aktifitas di luar rumah untuk menghasilkan uang
atau sebagai ibu rumah tangga (Depkes RI, 2007). Adapun distribusi frekuensi
pekerjaan ibu balita dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.7
Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Pekerjaan di Kelurahan
Karangpanimbal Tahun 2010
Pekerjaan Jumlah Persentase
Bekerja 34 28,3
Tidak Bekerja 86 71,7
Total 120 100
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa dari 120 responden yang
diteliti, ibu balita yang tidak bekerja lebih banyak yaitu sebanyak 86 orang
(71,7%) dibandingkan ibu balita yang bekerja yaitu sebanyak 34 orang
(28,3%).
5.2.5 Besar Keluarga
Besar keluarga dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua
yaitu besar dan kecil. Keluarga dikatakan besar apabila jumlah anggota
keluarga yang menjadi tanggungan > 4 orang dan dikatakan kecil apabila
Page 106
122
jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan ≤ 4 orang (BKKBN,
1992). Adapun distribusi frekuensi besar keluarga balita dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
Tabel 5.8
Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Besar Keluarga di Kelurahan
Karangpanimbal Tahun 2010
Besar Keluarga Jumlah Persentase
Besar 34 28,3
Kecil 86 71,7
Total 120 100
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa dari 120 responden, ibu
balita yang memiliki besar keluarga pada kategori kecil lebih banyak yaitu
sebanyak 86 (71,7%) dibandingkan dengan ibu balita yang memiliki besar
keluarga pada kategori besar yaitu sebanyak 34 (28,3%).
5.2.6 Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga dalam penelitian ini dikategorikan menjadi
dua yaitu pendapatan cukup dan kurang. Ibu balita dikatakan memiliki
pendapatan cukup apabila ≥ Rp. 633.500,00/bulan dan pendapatan kurang
apabila < Rp. 633.500,00/bulan. Pengkategorian tersebut didasarkan pada
Upah Minimum Kota (UMK) Banjar tahun 2009 karena UMK merupakan
estmasi pendapatan yang dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan hidup yang
layak bagi pekerja dan keluarganya (UU no 13 tahun 2003). Adapun
gambaran distribusi frekuensi pendapatan keluarga dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Page 107
123
Tabel 5.9
Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Pendapatan Keluarga di Kelurahan
Karangpanimbal Tahun 2010
Pendapatan Keluarga Jumlah Persentase
Kurang 67 55,8
Cukup 53 44,2
Total 120 100
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa dari 120 responden, ibu
balita yang memiliki pendapatan keluarga pada kategori kurang lebih banyak
yaitu sebanyak 67 (55,8%) dibandingkan dengan ibu balita yang memiliki
pendapatan keluarga pada kategori cukup yaitu sebanyak 53 (44,2%).
5.2.7 Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua
yaitu pengetahuan gizi baik dan kurang. Ibu balita dikatakan memiliki
pengetahuan gizi baik apabila ≥ 80% seluruh jawaban benar dan kurang
apabila < 80% seluruh jawaban benar (Khomsan, 2000). Adapun gambaran
distribusi frekuensi pengetahuan gizi ibu balita dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 5.10
Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Pengetahuan Gizi di Kelurahan
Karangpanimbal Tahun 2010
Pengetahuan Gizi Jumlah Persentase
Kurang 47 39,2
Baik 73 60,8
Total 120 100
Sumber:Data Primer
Page 108
124
Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa dari 120 responden, ibu
balita yang memiliki pengetahuan gizi baik lebih banyak yaitu sebanyak 73
(60,8%) dibandingkan dengan ibu balita yang memiliki pengetahuan gizi
kurang yaitu sebanyak 47 (39,2%).
5.2.8 Sikap
Sikap dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua yaitu sikap
positif dan negatif. Ibu balita dikatakan memiliki sikap positif apabila total
skor sikap ≥ nilai median dan dikatakan memiliki sikap negatf apabila total
skor sikap < nilai median. Kategori ini didasarkan nilai median karena skor
sikap tidak berdistribusi normal. Adapun gambaran distribusi frekuensi sikap
ibu balita dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.11
Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Sikap di Kelurahan Karangpanimbal
Tahun 2010
Sikap Jumlah Persentase
Negatif 43 35,8
Positif 77 64,2
Total 120 100
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa dari 120 responden, ibu
balita yang memiliki sikap positif lebih banyak yaitu sebanyak 77 (64,2%)
dibandingkan dengan ibu balita yang memiliki sikap negatif yaitu sebanyak
43 (35,8%).
Page 109
125
5.2.9 Budaya Keluarga
Budaya keluarga dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua
yaitu ada dan tidak ada. Budaya keluarga dikatakan ada apabila dalam ibu
balita menyatakan dalam keluarga ada kepercayaan atau kebiasaan yang
berhubungan dengan masalah gizi atau makanan yang bersumber dari leluhur
tanpa diketahui alasan ilmiahnya dan dikatakan tidak ada apabila dalam
keluarga ibu balita tidak ada kepercayaan atau kebiasaan yang berhubungan
dengan masalah gizi atau makanan yang bersumber dari leluhur tanpa
diketahui alasan ilmiahnya. Adapun gambaran distribusi frekuensi budaya
keluarga dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.12
Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Budaya Keluarga Terkait Gizi di
Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010
Budaya Keluarga Jumlah Persentase
Ada 39 32,5
Tidak Ada 81 67,5
Total 120 100
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.12 diketahui bahwa dari 120 responden, ibu
balita yang tidak ada budaya (kepercayaan atau kebiasaan) dalam keluarga
terkait gizi/makanan lebih banyak yaitu sebanyak 81 (67,5%) dibandingkan
dengan ibu balita yang ada budaya (kepercayaan atau kebiasaan) dalam
keluarga terkait gizi/makanan sebanyak 39 (32,5%). Adapun gambaran
distribusi frekuensi nilai-nilai dalam keluarga terkait gizi/makanan dapat
dilihat pada grafik di bawah ini:
Page 110
126
Sumber:Data Primer
Berdasarkan grafik 5.2 diketahui bahwa dari 39 responden yang
ada budaya terkait gizi atau makana dalam keluarga, nilai-nilai budaya terkait
gizi atau makanan yang banyak dianut keluarga balita adalah mendahulukan
atau mementingkan ayah atau anggota keluarga lain dalam pendistribusian
makanan dalam keluarga yaitu sebanyak 22 orang (56,4%) dan nilai-nilai
budaya keluarga terkait gizi atau makanan yang paling sedikit dianut oleh
keluarga adalah anak kecil harus banyak makan sayap ayam supaya kelak bisa
pergi jauh yaitu sebanyak 1 orang (2,6%).
5.2.10 Keterpaparan Informasi
Keterpaparan informasi dalam penelitian ini dikategorikan menjadi
dua yaitu terpapar dan tidak terpapar. Ibu balita dikatakan terpapar apabila
pernah memperoleh informasi mengenai hal-hal yang berhubungan dengan
Page 111
127
kadarzi minimal tiga kali dalam satu tahun terakhir dan dikatakan tidak
terpapar apabila ibu balita tidak pernah memperoleh informasi mengenai hal-
hal yang berhubungan dengan kadarzi minimal tiga kali dalam satu tahun
terakhir Adapun gambaran distribusi keterpaparan informasi ibu balita dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5.13
Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Keterpaparan Informasi di Kelurahan
Karangpanimbal Tahun 2010
Keterpaparan
Informasi
Jumlah Persentase
Tidak Terpapar 55 45,8
Terpapar 65 54,2
Total 120 100
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.13 diketahui bahwa dari 120 responden, ibu
balita yang terpapar informasi kadarzi lebih banyak yaitu sebanyak 65
(54,2%) dibandingkan dengan ibu balita yang memiliki tidak terpapar
informasi kadarzi sebanyak 55 (45,8%). Adapun gambaran ditribusi frekuensi
sumber informasi kadarzi ibu balita dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Sumber: Data Primer
Page 112
128
Berdasarkan grafik 5.3 diketahui bahwa dari 65 responden yang
terpapar informasi, sumber informasi kadarzi paling banyak berasal dari
penyuluhan oleh kader.petugas kesehatan sebanyak 32 orang (50%) dan
sumber informasi kadarzi paling sedikit berasal darj poster atau pamflet
sebesar 1,5 %.
5.2.11 Peran Tokoh Masyarakat
Peran tokoh masyarakat dalam penelitian ini dikategorikan
menjadi dua yaitu berperan dan tidak berperan. Berperan apabila ibu balita
mengaku tokoh masyarakat pernah menganjurkan untuk melakasanakan
perilaku kadarzi dan tidak berperan apabila mengaku tokoh masyarakat tidak
pernah menganjurkan untuk melaksanakan perilaku kadarzi (Depkes RI,
2007). Adapun gambaran distribusi peran tokoh masyarakat dapat dilihat pada
tabel di bawah ini:
Tabel 5.14
Distribusi Ibu Balita Berdasarkan Peran Tokoh Masyarakat di
Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010
Keterpaparan
Informasi
Jumlah Persentase
Tidak Berperan 23 19,2
Berperan 97 80,8
Total 120 100
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.14 diketahui bahwa dari 120 responden, ibu
balita yang tokoh masyarakatnya berperan lebih banyak yaitu sebanyak 97
Page 113
129
orang (80,8%) dibandingkan dengan ibu balita yang tokoh masyarakatnya
tidak berperan sebanyak 23 orang (19,2%).
5.3 Analisis Bivariat
Pada analisis bivariat ini akan disajikan hubungan antara masing-masing
variabel independen dengan variabel independen.
5.3.1 Hubungan Umur dengan Perilaku Sadar Gizi
Untuk mengetahui hubungan antara umur ibu balita dengan perilaku
sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010
digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.15 di bawah ini:
Tabel 5.15
Hubungan Umur Ibu dengan Perilaku Sadar Gizi pada Keluarga Balita
di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010
Umur
(tahun)
Perilaku Sadar Gizi
Total P-value
Tidak
Kadarzi Kadarzi
N % N % N %
13-19 5 55,6 4 44,4 9 100
0,481 20-30 21 36,2 37 63,8 58 100
31-50 23 43,4 30 56,6 53 100
Total 49 40,8 71 59,2 120 100
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.15 hasil analisis hubungan antara umur ibu
balita dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita diperoleh bahwa
diantara 9 responden pada kelompok umur remaja (13-19 tahun), terdapat 5
responden (55,6%) yang tidak berperilaku kadarzi. Diantara 58 responden
pada kelompok umur dewasa muda (20-30 tahun), terdapat 21 responden
(36,2%) yang berperilaku tidak kadarzi. Sedangkan dari 53 responden pada
Page 114
130
kelompok umur dewasa madya (31-50 tahun), terdapat 23 responden
(43,4%) yang tidak berperilaku kadarzi. Berdasarkan hasil uji statistik
diperoleh nilai Pvalue 0,481. Hal ini menunjukkan Pvalue > 0,05 artinya
pada α=5% tidak ada hubungan yang bermakna antara umur ibu balita
dengan perilaku sadar gizi pada keluarga balita.
5.3.2 Hubungan Pendidikan dengan Perilaku Sadar Gizi
Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan ibu balita dengan
perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun
2010 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.16 di bawah ini:
Tabel 5.16
Hubungan Pendidikan Ibu dengan Perilaku Kadarzi pada Keluarga
Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010
Pendidikan
Perilaku Sadar Gizi
Total OR (95% CI) P-value
Tidak
Kadarzi Kadarzi
N % N % N %
Rendah 39 47,0 44 56,9 83 100 2,393 (1,029-5,695)
0,064 Tinggi 10 38,7 27 61,3 37 100
Total 49 40,8 71 59,2 120 100
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.16 hasil analisis hubungan antara pendidikan ibu
balita dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita diperoleh bahwa diantara
83 responden yang pendidikannya rendah, terdapat 39 responden (47,0%)
yang tidak berperilaku kadarzi. Sedangkan diantara 37 responden yang
pendidikannya tinggi, terdapat 10 responden (38,7%) yang berperilaku tidak
kadarzi. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,064. Hal ini
Page 115
131
menunjukkan Pvalue > 0,05 artinya pada α=5% tidak ada hubungan yang
bermakna antara pendidikan ibu balita dengan perilaku sadar gizi pada
keluarga balita.
Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR= 2,393 ( 95 % CI 1,029-
5,695), artinya ibu balita yang pendidikannya rendah memiliki peluang
2,393 kali berperilaku tidak kadarzi dibandingkan ibu balita yang
pendidikannya tinggi.
5.3.3 Hubungan Pekerjaan dengan Perilaku Sadar Gizi
Untuk mengetahui hubungan antara pekerjaan ibu balita dengan
perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun
2010 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.17 di bawah ini:
Tabel 5.17
Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Perilaku Sadar Gizi pada Keluarga
Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010
Pekerjaan
Perilaku Sadar Gizi
Total OR (95% CI) P-value
Tidak
Kadarzi Kadarzi
N % N % N %
Bekerja 9 26,5 25 73,5 34 100 0,414 (0,173-0,990)
0,071 Tidak
Bekerja
40 46,5 46 53,5 86 100
Total 49 40,8 71 59,2 120 100
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.17 hasil analisis hubungan antara pekerjaan ibu
balita dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita diperoleh bahwa diantara
34 responden yang bekerja, terdapat 9 responden (26,5%) yang tidak
berperilaku kadarzi. Sedangkan diantara 86 responden yang pendidikannya
Page 116
132
tinggi, terdapat 40 responden (46,5%) yang berperilaku tidak kadarzi.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,071. Hal ini
menunjukkan Pvalue > 0,05 artinya pada α=5% tidak ada hubungan yang
bermakna antara penkerjaan ibu balita dengan perilaku sadar gizi pada
keluarga balita.
Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR= 0,414 ( 95 % CI 0,173-
0,990), artinya ibu balita yang bekerja memiliki efek protektif 0,414 kali
berperilaku tidak kadarzi dibandingkan ibu balita yang tidak bekerja.
5.3.4 Hubungan Besar Keluarga dengan Perilaku Sadar Gizi
Untuk mengetahui hubungan antara besar keluarga dengan perilaku
kadarzi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010
digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.18 di bawah ini:
Tabel 5.18
Hubungan Besar Keluarga dengan Perilaku Sadar Gizi pada Keluarga
Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010
Besar
Keluarga
Perilaku Sadar Gizi
Total OR (95% CI) P-value
Tidak
Kadarzi Kadarzi
N % N % N %
Besar 16 47,1 18 52,9 34 100 1,428 (0,641-3,182)
0,505 Kecil 33 38,4 53 61,6 86 100
Total 49 40,8 71 59,2 120 100
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.18 hasil analisis hubungan antara besar keluarga
balita dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita diperoleh bahwa diantara
34 responden yang mempunyai besar keluarga termasuk kategori besar,
Page 117
133
terdapat 16 responden (47,1%) yang tidak berperilaku kadarzi. Sedangkan
diantara 86 responden yang mempunyai besar keluarga termasuk kategori
kecil, terdapat 33 responden (38,4%) yang berperilaku tidak kadarzi.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,505. Hal ini
menunjukkan Pvalue > 0,05 artinya pada α=5% tidak ada hubungan yang
bermakna antara besar keluarga dengan perilaku sadar gizi pada keluarga
balita.
Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR= 1,428 (95 % CI 0,641-
3,182), artinya ibu balita yang mempunyai besar keluarga termasuk kategori
besar memiliki peluang 1,428 kali berperilaku tidak kadarzi dibandingkan
ibu balita yang mempunyai besar keluarga termasuk kategori kecil.
5.3.5 Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Perilaku Sadar Gizi
Untuk mengetahui hubungan antara pendapatan keluarga dengan
perilaku kadarzi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010
digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.19 di bawah ini:
Tabel 5.19
Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Perilaku Sadar Gizi pada
Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010
Pendapatan
Perilaku Sadar Gizi
Total OR (95% CI) P-value
Tidak
Kadarzi Kadarzi
N % N % N %
Kurang 40 59,7 27 40,3 67 100 7,243 (3,042-17,244)
0,000 Cukup 9 17,0 44 83,0 53 100
Total 49 40,8 71 59,2 120 100
Sumber:Data Primer
Page 118
134
Berdasarkan tabel 5.19 hasil analisis hubungan antara pendapatan
keluarga balita dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita diperoleh bahwa
diantara 67 responden yang pendapatan keluarganya kurang, terdapat 40
responden (59,7%) yang tidak berperilaku kadarzi. Sedangkan diantara 53
responden yang pendapatan keluarganya cukup, terdapat 9 responden (17,0%)
yang berperilaku tidak kadarzi. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai
Pvalue 0,000. Hal ini menunjukkan Pvalue < 0,05 artinya pada α=5% ada
hubungan yang bermakna antara besar keluarga dengan perilaku sadar gizi
pada keluarga balita.
Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 7,243 ( 95 % CI 3,042-
17,244), artinya ibu balita yang pendapatan keluarganya kurang memiliki
peluang 7,243 kali berperilaku tidak kadarzi dibandingkan ibu balita yang
pendapatan keluarganya cukup.
5.3.6 Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Perilaku Sadar Gizi
Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan gizi dengan
perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun
2010 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.20 di bawah ini:
Tabel 5.20
Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Perilaku Sadar Gizi pada
Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010
Pengetahuan
Gizi
Perilaku Sadar Gizi
Total OR (95% CI) P-value
Tidak
Kadarzi Kadarzi
N % N % N %
Kurang 27 57,4 20 42,6 47 100 3,130 (1,457-6,721)
0,005 Baik 22 30,1 51 69,9 73 100
Total 49 40,8 71 59,2 120 100
Sumber:Data Primer
Page 119
135
Berdasarkan tabel 5.20 hasil analisis hubungan antara pengetahuan
gizi dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita diperoleh bahwa diantara 47
responden yang pengetahuan gizinya rendah, terdapat 27 responden (57,4%)
yang tidak berperilaku kadarzi. Sedangkan diantara 73 responden yang
pengetahuan gizinya tinggi, terdapat 22 responden (30,1%) yang berperilaku
tidak kadarzi. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,005. Hal
ini menunjukkan Pvalue ≤ 0,05 artinya pada α=5% ada hubungan yang
bermakna antara pengetahuan gizi ibu dengan perilaku sadar gizi pada keluarga
balita.
Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 3,130 ( 95 % CI 1,457-
6,721), artinya ibu balita yang pengetahuan gizinya kurang memiliki peluang
3,130 kali berperilaku tidak kadarzi dibandingkan ibu balita yang pengetahuan
gizinya kurang.
5.3.7 Hubungan Sikap dengan Perilaku Sadar Gizi
Untuk mengetahui hubungan antara sikap dengan perilaku kadarzi
pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010 digunakan uji
chi-square yang disajikan pada tabel 5.21 di bawah ini:
Tabel 5.21
Hubungan Sikap Ibu dengan Perilaku Sadar Gizi pada Keluarga Balita
di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010
Sikap
Perilaku Sadar Gizi
Total OR (95% CI) P-value
Tidak
Kadarzi Kadarzi
N % N % N %
Negatif 17 39,5 26 60,5 43 100 0,919 (0,430-1,968) 0,982
Positif 32 41,6 45 58,4 77 100
Page 120
136
Total 49 40,8 71 59,2 120 100
Berdasarkan tabel 5.21 hasil analisis hubungan antara sikap ibu
dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita diperoleh bahwa diantara 43
responden yang sikapnya negatif, terdapat 17 responden (39,5%) yang tidak
berperilaku kadarzi. Sedangkan diantara 77 responden yang sikapnya positif
terdapat 32 responden (30,1%) yang berperilaku tidak kadarzi. Berdasarkan
hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,982. Hal ini menunjukkan Pvalue >
0,05 artinya pada α=5% tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap ibu
dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita.
Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 0,919 ( 95 % CI 0,430-
1,968), artinya ibu balita yang sikapnya negatif memiliki efek protektif 0,919
kali berperilaku tidak kadarzi dibandingkan ibu balita yang sikapnya positif.
5.3.8 Hubungan Budaya Keluarga dengan Perilaku Sadar Gizi
Untuk mengetahui hubungan antara budaya keluarga dengan
perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun
2010 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.22 di bawah ini:
Tabel 5.22
Hubungan Budaya Keluarga dengan Perilaku Sadar Gizi pada Keluarga
Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010
Budaya
Keluarga
Perilaku Sadar Gizi
Total OR (95% CI) P-value
Tidak
Kadarzi Kadarzi
N % N % N %
Ada 27 69,2 12 30,8 39 100 6,034 (2,610-13,948)
0,000 Tidak Ada 22 27,2 59 72,8 81 100
Total 49 40,8 71 59,2 120 100
Page 121
137
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.22 hasil analisis hubungan antara budaya
keluarga terkait gizi/makanan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita
diperoleh bahwa diantara 39 responden yang ada budaya keluarga terkait
gizi/makanan, terdapat 27 responden (69,2%) yang tidak berperilaku kadarzi.
Sedangkan diantara 81 responden yang yang ada budaya keluarga terkait
gizi/makanan, terdapat 22 responden (27,2%) yang berperilaku tidak kadarzi.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,000. Hal ini
menunjukkan Pvalue < 0,05 artinya pada α=5% ada hubungan yang bermakna
antara budaya terkait gizi yang dianut keluarga dengan perilaku sadar gizi pada
keluarga balita.
Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 6,034 ( 95 % CI 2,610-
13,948), artinya ibu balita yang memiliki budaya keluarga terkait gizi atau
makanan memiliki peluang 6,034 kali berperilaku tidak kadarzi dibandingkan
ibu balita yang tidak memiliki budaya keluarga terkait gizi atau makanan.
5.3.9 Hubungan Keterpaparan Informasi dengan Perilaku Sadar Gizi
Untuk mengetahui hubungan antara keterpaparan informasi dengan
perilaku sadar gizi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun
2010 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.23 di bawah ini:
Page 122
138
Tabel 5.23
Hubungan Keterpaparan Informasi dengan Perilaku Sadar Gizi pada
Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010
Keterpaparan
Informasi
Perilaku Sadar Gizi
Total OR (95% CI) P-value
Tidak
Kadarzi Kadarzi
N % N % N %
Tidak
Terpapar
26 47,3 29 52,7 55 100 1,636 (0,786-3,411)
0,257 Terpapar 23 35,4 42 64,6 65 100
Total 49 40,8 71 59,2 120 100
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.23 hasil analisis hubungan antara keterpaparan
informasi ibu dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita diperoleh bahwa
diantara 55 responden yang terpapar informasi, terdapat 26 responden (47,3%)
yang tidak berperilaku kadarzi. Sedangkan diantara 65 responden yang tidak
terpapar informasi, terdapat 23 responden (35,4%) yang berperilaku tidak
kadarzi. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai Pvalue 0,257. Hal ini
menunjukkan Pvalue > 0,05 artinya pada α=5% tidak ada hubungan yang
bermakna antara keterpaparan informasi dengan perilaku kadarzi pada keluarga
balita.
Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 1,636 ( 95 % CI 0,786-
3,411) artinya ibu balita yang tidak terpapar informasi kadarzi memiliki
peluang 1,636 kali berperilaku tidak kadarzi dibandingkan ibu balita yang tidak
memiliki terpapar informasi kadarzi.
Page 123
139
5.3.10 Hubungan Peran Tokoh Masyarakat dan Perilaku Sadar Gizi
Untuk mengetahui hubungan antara peran tokoh masyarakat dengan
perilaku kadarzi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010
digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.24 di bawah ini:
Tabel 5.24
Hubungan Peran Tokoh Masyarakat dengan Perilaku Sadar Gizi pada
Keluarga Balita di Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010
Peran
Tokoh
Masyarakat
Perilaku Sadar Gizi
Total OR (95% CI) P-value
Tidak
Kadarzi Kadarzi
N % N % N %
Tidak
Berperan
14 60,9 9 39,1 23 100 2,756 (1,083-7,014)
0,053 Berperan 35 36,1 62 63,9 97 100
Total 49 40,8 71 59,2 120 100
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.24 hasil analisis hubungan antara peran tokoh
masyarakat dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita diperoleh bahwa
diantara 23 responden yang tokoh masyarakatnya tidak berperan, terdapat 14
responden (60,9%) yang tidak berperilaku kadarzi. Sedangkan diantara 97
responden yang tokoh masyarakatnya berperan, terdapat 35 responden (39,1%)
yang berperilaku tidak kadarzi. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai
Pvalue 0,053. Hal ini menunjukkan Pvalue < 0,05 artinya pada α=5% ada
hubungan yang bermakna antara peran tokoh masyarakat dengan perilaku
kadarzi pada keluarga balita.
Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 2,756 ( 95 % CI 1,083-
7,014 ) artinya ibu balita yang tokoh masyarakatnya tidak berperan memiliki
Page 124
140
peluang 2,756 kali berperilaku tidak kadarzi dibandingkan ibu balita yang
tokoh masyarakatnya berperan.
5.4 Analisis Multivariat
5.4.1 Faktor Paling Dominan Berhubungan Dengan Perilaku Sadar Gizi pada
Keluarga Balita
Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui faktor paling
dominan yang berhubungan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita di
Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010 menggunakan uji regresi logistik
berganda dengan model prediksi yaitu dengan cara menseleksi variabel
independennya, maka tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan Variabel Kandidat yang Akan Masuk Model
Untuk melihat model multivariat, terlebih dahulu dilakukan analisis
bivariat antara umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, besar
keluarga, pengetahuan gizi, sikap, budaya keluarga terkait gizi,
keterpaparan informasi, dan peran tokoh masyarakat dengan variabel
perilaku kadarzi. Tahapan analisis multivariat yang dilakukan adalah
melakukan pemilihan kandidat yang akan masuk model. Dalam penelitian
ini ada enam variabel yang akan diuji sebagai kandidat yang akan masuk
model yaitu pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, pengetahuan gizi,
budaya keluarga, peran tokoh masyarakat. Untuk memilih kandidat model,
hanya variabel yang memiliki Pvalue < 0,25 yang akan dimasukkan dalam
Page 125
141
model multivariat. Hasil pemilihan kandidat model dapat dilihat pada tabel
5.25 berikut ini:
Tabel 5.25
Pemilihan Kandidat Variabel Independen yang Akan Masuk Model
Multivariat
No Variabel P-Value
1
2
Umur
Pendidikan
0,481
0,064*
3
4
Pekerjaan
Besar Keluarga
0,071*
0,505
5 Pendapatan 0,000*
6
7
Pengetahuan Gizi
Sikap
0,005*
0,982
8
9
10
Budaya Keluarga
Keterpaparan Informasi
Peran Tokoh Masyarakat
0,000*
0,257
0,053*
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.25 diperoleh bahwa diantara 10 variabel
independen, terdapat enam variabel yang memiliki Pvalue < 0,25. Oleh
karena itu, variabel yang akan masuk kedalam model adalah variabel
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan gizi, budaya keluarga
dan peran tokoh masyarakat.
2. Pembuatan Model Prediksi Penentu Perilaku Sadar Gizi
Dalam pemodelan ini semua variabel kandidat dicobakan secara
bersama-sama. Variabel independen dimasukkan ke dalam model,
kemudian variabel yang nilai Pwald-nya tidak signifikan (Pwald > 0,05)
dikeluarkan dari model secara berurutan dimulai dari variabel dengan
nilai Pwald-nya yang terbesar. Hasil pembuatan model dapat dilihat pada
tabel 5.26 sebagai berikut:
Page 126
142
Tabel 5.26
Hasil Pemodelan Prediksi Perilaku Kadarzi
Variabel Pvalue
Model 1 Model 2 Model 3
Pendidikan 0,473 0,502 -
Pekerjaan 0,541 - -
Pendapatan 0,000 0,000 0,000
Pengetahuan Gizi
Budaya Keluarga
Peran Tokoh Masyarakat
0,003
0,001
0,008
0,003
0,001
0,009
0,003
0,001
0,009
Constant 0,000 0,000 0,000
Sumber:Data Primer
Berdasarkan tabel 5.26 diperoleh hasil bahwa pada penelitian ini
memiliki tiga model, model pertama menunjukkan bahwa variabel
pendidikan dan pekerjaan memiliki nilai Pvalue > 0,05 dan variabel
pekerjaan memiliki nilai Pvalue paling besar, sehingga pada model
selanjutnya tidak mengikutsertakan variabel pekerjaan. Kemudian pada
model kedua, hasil analisis menunjukkan bahwa variabel pendidikan
memiliki nilai Pvalue > 0,05, sehingga pada model selanjutnya tidak
mengikutsertakan variabel pendidikan. Selanjutnya pada model ketiga
hasil analisis menunjukkan bahwa variabel pendapatan, pengetahuann
gizi, budaya keluarga, dan peran tokoh masyarakat memiliki Pvalue
berturut-turut sebesar 0,000, 0,003 dan 0,001 serta 0,009. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel pendapatan, pengetahuann gizi, budaya
keluarga, dan peran tokoh masyarakat diduga memiliki hubungan dengan
perilaku kadarzi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal
Kecamatan Purwaharja Kota Banjar tahun 2010.
3. Uji Interaksi
Page 127
143
Uji interaksi adalah uji untuk mengetahui interaksi antar variabel.
Dalam uji interaksi, pemilihan variabel yang berinteraksi antar variabel
independen didasarkan substansi. Berdasarkan variabel yang masuk
model multivariat, maka variabel yang mungkin berinteraksi adalah
variabel pengetahuan gizi dan budaya keluarga terkait gizi. Hasil uji
interaksi dapat dilihat pada tabel 5.27 sebagai berikut:
Tabel 5.27
Hasil Uji Interaksi
No Variabel P-value
1 Pengetahuan gizi*Budaya keluarga 0,535
Sumber: Data Primer
Dari hasil uji interaksi pengetahuan gizi dengan budaya keluarga
diperoleh Pvalue sebesar 0,535, hal ini menunjukkan tidak ada interaksi
antara pengetahuan gizi dengan budaya keluarga (Pvalue > 0,005).
4. Penyusunan Model Akhir
Setelah dilakukan analisis, ternyata pendapatan keluarga,
pengetahuan gizi, budaya keluarg dan peran tokoh masyarakat merupakan
faktor risiko utama terjadinya perilaku tidak kadarzi pada keluarga balita
maka modelnya dapat dilihat pada tabel 5.28 sebagai berikut:
Tabel 5.28
Model Prediksi Perilaku Sadar Gizi pada Keluarga Balita di
Kelurahan Karangpanimbal Tahun 2010
Variabel B Wald Pwald OR 95% CI
Pendapatan 1,950 14.647 0,000 7,032 2,590-19,092
Pengetahuan Gizi 1,486 8,713 0,003 4,420 1,648-11,858
Page 128
144
Budaya Keluarga
Peran Tokoh
Masyarakat
1,614
1,615
10,442
6,845
0,001
0,009
5,024
5,029
1,885-13,385
1,500-16,863
Constant -10,272 22,750 0,000 0,000
-2 Log Likelihood = 112,537 G = 49,762 P value = 0,000
Negelkerke R Square = 0,458
Berdasarkan tabel 5.28, diketahui variabel pendapatan keluarga,
pengetahuan gizi, budaya keluarga, peran tokoh masyarakat terbukti
berhubungan signifikan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita.
Dari hasil analisis juga diperoleh nilai OR pendapatan keluarga adalah
7,032 artinya ibu balita yang pendapatan keluarganya kurang berpeluang
untuk tidak kadarzi sebesar 7,032 kali dibandingkan dengan ibu balita
yang pendapatannya cukup setelah dikontrol variabel pengetahuan gizi,
budaya keluarga dan peran tokoh masyarakat.
Variabel pengetahuan gizi berdasarkan hasil analisis diperoleh
nilai OR adalah sebesar 4,420 artinya semakin kurang pengetahuan gizi
ibu balita maka berpeluang untuk berperilaku tidak kadarzi sebesar 4,420
kali dibandingkan dengan ibu balita yang memiliki pengetahuan gizi
baik. Sedangkan variabel budaya keluarga berdasarkan hasil analisis
diperoleh nilai OR budaya keluarga adalah sebesar 5,024 artinya ibu
balita yang menyatakan ada budaya terkait gizi atau makanan dalam
keluarga berpeluang untuk berperilaku tidak kadarzi sebesar 5,024 kali
dibandingkan dengan ibu balita yang tidak ada budaya keluarga terkait
gizi atau makanan dalam keluarga.
Page 129
145
Variabel peran tokoh masyarakat berdasarkan hasil analisis
diperoleh nilai OR adalah sebesar 5,029 artinya semakin tidak berperan
tokoh masyarakat maka berpeluang untuk berperilaku tidak kadarzi
sebesar 5,029 kali dibandingkan dengan ibu balita yang tokoh
masyarakatnya berperan. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel
pendapatan keluarga, pengetahuan gizi, budaya keluarga, peran tokoh
masyarakat merupakan empat variabel yang diduga memiliki hubungan
dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita di Kelurahan
Karangpanimbal tahun 2010.
Berdasarkan nilai OR dari keempat variabel yang diduga
berhubungan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita di Kelurahan
Karangpanimbal tahun 2010 dapat diketahui variabel mana yang paling
besar berhubungan tehadap perilaku kadarzi. Semakin besar nilai OR
maka semakin besar pula pengaruhnya. Berdasarkan tabel 5.28 tersebut
terlihat bahwa OR pendapatan keluarga yang paling besar nilainya.
Dengan demikian pendapatan keluarga merupakan variabel yang paling
berhubungan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita di Kelurahan
Karangpanimbal tahun 2010. Dari hasil analisis multivariat secara
keseluruhan, maka persamaan regresi yang diperoleh adalah sebagai
berikut:
Page 130
146
Logit perilaku kadarzi= -10,270+(1,950*pendapatan keluarga) +
(1,486*pengetahuan gizi)+(1,614*budaya
keluarga)+(1,615*peran tokoh masyarakat)
Dengan model persamaan tersebut, maka dapat memperkirakan
perilaku kadarzi dengan menggunakan variabel pendapatan keluarga,
pengetahuan gizi, budaya keluarga dan peran tokoh masyarakat.
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa perilaku kadarzi ibu akan
berubah menjadi tidak kadarzi sebesar 1,950 kali jika ibu balita memiliki
pendapatan keluarga kurang, perilaku kadarzi ibu akan berubah menjadi
tidak kadarzi sebesar 1,486 kali jika ibu balita memiliki pengetahuan gizi
kurang, dan perilaku kadarzi akan berubah menjadi tidak kadarzi sebesar
1,614 kali jika ibu balita menyatakan ada kepercayaan atau kebiasaan
terkait gizi atau makanan dalam keluarga serta perilaku kadarzi akan
berubah menjadi tidak kadarzi sebesar 1,615 kali jika ibu balita mengaku
bahwa tokoh masyarakatnya tidak berperan dalam menganjurkan perilaku
kadarzi. Semakin besar nilai beta (B) maka semakin besar hubungannya
dengan perilaku kadarzi.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, diketahui bahwa koefisien
determinan (negelkerke R square) menunjukkan nilai 0,458 artinya
bahwa model regresi yang diperoleh dapat menjelaskan 45,8% variasi
variabel dependen perilaku kadarzi. Dengan demikian, variabel
pendapatan keluarga, pengetahuan gizi, budaya keluarga dan peran tokoh
Page 131
147
masyarakat hanya dapat menjelaskan variasi variabel perilaku kadarzi
sebesar 45,8%. Sedangkan 54,2% dijelaskan oleh variabel lainnya (hasil
terlampir).
Page 132
148
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian diantaranya data di dalam penelitian ini merupakan
data primer yang diambil dengan menggunakan angket yang diisi langsung oleh
responden sehingga memungkinkan responden untuk bertanya atau melihat jawaban
responden lain tanpa sepengetahuan peneliti. Selain itu, responden mengisi angket
sambil mengasuh balita sehingga konsentrasinya terbagi dua dan akhirnya angket
diisi seadanya saja dan terburu-terburu. Disamping itu, tidak semua ibu balita bisa
menunjukkan Kartu Menuju Sehat (KMS) dengan alasan lupa menaruhnya sehingga
tidak bisa dilakukan cross check terutama untuk perilaku menimbang balita secara
rutin dan memberi suplemen vitamin A dua kali dalam setahun pada balita sehingga
hanya didasarkan pada pengakuan ibu balita.
Penilaian keragaman konsumsi makanan dalam penelitian ini menggunakan
formulir food frequency sehingga hanya menggambarkan pola konsumsi makan
balita secara kualitatif. Disamping itu, ada beberapa ibu balita yang tidak bersedia
mengisi formulir food frequency sehingga keragaman konsumsi makan balita
didasarkan pengakuan ibu balita terkait frekuensi konsumsi lauk hewani dan buah
pada balita. Adapun pengujian garam uji digunakan yodina yang hanya bisa
mengukur kandungan yodium dalam garam secara secara kualitatif pada saat
dilakukan penelitian saja sehingga tidak bisa dijamin perubahan kandungan yodium
Page 133
149
pada beberapa waktu ke depan akibat penyimpanan dan pemasakan yang tidak
sesuai.
Dari segi desain studi penelitian yang digunakan dalam penelitian (cross-
sectional) memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menentukan hubungan sebab akibat
antara variabel independen dengan variabel dependennya karena kedua variabel
diteliti pada saat bersamaan sehingga tidak bisa diketahui mana yang terjadi lebih
dahulu.
6.2 Gambaran Perilaku Sadar Gizi pada Keluarga Balita di Kelurahan
Karangpanimbal
Perilaku kadarzi merupakan bagian dari 13 pesan dasar gizi seimbang
sehingga valid dan reliable serta aplikatif untuk meningkatkan konsumsi makanan
gizi seimbang di tingkat keluarga sehingga dapat mencegah dan mengatasi masalah
gizi kurang dan buruk pada balita (Minarto, 2009). Target yang ingin dicapai oleh
Depkes RI dalam program kadarzi ini adalah 80% keluarga di seluruh Indonesia
dapat melaksanakan perilaku keluarga sadar gizi (kadarzi) sehingga bisa mencapai
status keluarga sadar gizi.
Pada penelitian ini, perilaku kadarzi dilihat dari empat indikator perilaku
kadarzi yang berlaku bagi keluarga balita yaitu menimbang berat badan secara rutin,
memberi makan yang beraneka ragam pada balita, menggunakan garam beryodium
untuk memasak dan memberikan suplemen vitamin A pada balita dua kali dalam
setahun. Ibu dikatakan berperilaku kadarzi apabila seluruh indikator dilaksanakan
Page 134
150
dan tidak berperilaku kadarzi apabila salah satu atau lebih dari empat indikator
perilaku kadarzi tidak dilaksanakan. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui
bahwa ibu balita yang berperilaku kadarzi di Kelurahan Karangpanimbal lebih
banyak ibu balita yang tidak berperilaku kadarzi. Berdasarkan proporsi tersebut
diketahui ibu balita yang berperilaku kadarzi lebih banyak bila dibandingkan ibu
balita yang tidak berperilaku kadarzi, meskipun perbedaan proporsinya tidak terlalu
besar. Bila dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan yaitu 80 %, maka
proporsi ibu yang berperilaku kadarzi di Kelurahan Karangpanimbal bisa dikatakan
masih rendah karena masih jauh di bawah target tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan proporsi ibu yang
berperilaku kadarzi dibandingkan hasil pendataan kadarzi oleh Dinas Kesehatan
Kota Banjar di Kelurahan Karangpanimbal pada bulan juli tahun 2009 yang baru
mencapai 50,44 %. Berdasarkan empat indikator perilaku kadarzi yang diteliti
terlihat bahwa indikator yang paling rendah atau sedikit dilaksankan oleh ibu balita
adalah memberi makan balita dengan makanan yang berneka ragam yaitu
proporsinya baru mencapai 62,5%. Hasil ini sejalan dengan hasil pendataan kadarzi
di Kota Banjar tahun 2009 yang menujukkan masih rendahnya konsumsi makanan
yang beragam pada keluarga. Padahal mengkonsumsi makanan yang beragam sangat
baik untuk kelangsungan hidup. Hal ini disebabkan karena dengan mengkonsumsi
makanan yang beragam akan menjamin keseimbangan zat-zat gizi yang diperlukan
tubuh sehingga dapat meningkatkan kualitas kerja dan terhindar dari kekurangan zat
gizi. Tiap makanan dapat saling melengkapi dalam zat gizi yang dikandungnya
Page 135
151
karena tidak ada satu jenis makanan pun yang lengkap kandungan gizinya
(Almatsier, 2004). Akibat tidak mengkonsumsi makanan beraneka ragam makan
akan terjadi gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan anggota tubuh
khususnya pada balita. Oleh karena itu, balita harus diberikan makanan yang
beraneka ragam sejak usia dini supaya mencapai keseimbangan zat gizi (Depkes RI,
2000 dalam Sugimah, 2009). Menurut Karta dkk (1992) dalam Marsigit (2004)
bahwa pola konsumsi makan yang kurang beragam merupakan penyebab utama
masalah gizi di Indonesia. Hasil penelitian Sugimah (2009) menunjukkan ada
hubungan antara konsumsi makan beraneka ragam pada balita dengan status gizi
balita.
Masih rendahnya ibu balita yang memberi makan yang beragam kepada
balita mungkin disebabkan karena sebagian besar keluarga balita di Kelurahan
Karangpanimbal memiliki pendapatan yang kurang. Pendapatan mempengaruhi daya
beli masyarakat terhadap makanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Budiyanto
(2002) bahwa tingkat pendapatan yang rendah menyebabkan keluarga tidak dapat
mengkonsumsi makanan yang beranekaragam dalam menu sehari-sehari, sehingga
hanya mampu makan dengan makanan yang kurang berkualitas baik jumlah maupun
gizinya. masih rendah. Selain itu, pola kebiasaan makan yang selalu mengutamakan
beras sedangkan yang lain hanya seadanya membuat konsumsi masyarakat menjadi
tidak beragam. Lebih lanjut Khumaedi (1994) menyatakan bahwa keluarga
mengkonsumsi makanan hanya untuk pemuasan rasa lapar dan haus tanpa
memperhatikan pemenuhan akan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh menyebabkan
Page 136
152
ketidakragaman makanan yang dikonsumsi oleh keluarga termasuk balita dalam
keluarga tersebut. Oleh karena itu, Dinas Kesehatan beserta petugas kesehatan
puskesmas sangat penting untuk meningkatkan penyuluhan tentang pentingnya
makanan beraneka ragam, mengubah persepsi masyarakat terutama ibu balita bahwa
makanan bergizi tidak selalu mahal serta memotivasi keluarga untuk memanfaatkan
lahan pekarangannya untuk menanam sayuran, buah-buahan, dan ternak agar
hasilnya bisa dikonsumsi oleh anggota keluarga dan dapat dijual untuk menambah
penghasilan keluarga.
Adapun untuk tiga indikator perilaku kadarzi yang lain proporsinya sudah
di atas 80%. Dengan demikian, dapat dinterpretasikan bahwa masih rendahnya ibu
yang berperilaku kadarzi di Kelurahan Karangpanimbal karena masih banyak ibu
yang tidak memberikan balitanya makanan yang beranekaragam atau dengan kata
lain indikator perilaku kadazi memberi makan balita beranekaragam kepada balita
menjadi indikator penentu ibu balita di Kelurahan Karangpanimbal dikatakan
berperilaku kadarzi atau tidak.
Berdasarkan penelitian ini juga diketahui bahwa partisipasi ibu balita
untuk hadir di posyandu sudah cukup tinggi. Hal tersebut ditandai dengan proporsi
ibu yang menimbang balitanya secara rutin dan mendapat kapsul vitamin A di
posyandu sudah di atas 80% bahkan sudah hampir mencapai 90%. Berdasarkan hasil
pengamatan di lapangan dan informasi dari kader diketahui bahwa setiap bulan
kader dan kader dan ibu RW memberikan undangan beberapa hari sebelum
pelaksanaan posyandu kepada ibu balita untuk datang ke posyandu sesuai dengan
Page 137
153
jadwal yang telah ditetapkan sehingga ibu balita yang tidak datang ke posyandu
merasa tidak enak kepada kader dan ibu RW yang mengundang. Selain itu, jumlah
ibu balita yang datang ke posyandu di Kelurahan Karangpanimbal meningkat pada
bulan Februari dan Agustus yang merupakan bulan diberikan vitamin A pada balita.
Hal ini disebabkan karena ibu balita merasa pada dua bulan tersebut ada kegiatan
lain di posyandu selain menimbang balita yang rutin setiap bulan sehingga penting
untuk datang.
Proporsi perilaku kadarzi pada ibu balita dalam penelitian ini jauh lebih
rendah jika dibandingkan dengan hasil pendataan kadarzi di Kota Banjar tahun 2009
yang menunjukkan proporsi keluarga yang berperilaku kadarzi secara keseluruhan di
Kota Banjar yang sudah mencapai 85,1%. Berdasarkan pendataan tersebut indikator
perilaku kadarzi yang paling rendah di Kelurahan Karangpanimbal memiliki
kesamaan dengan penelitian ini yaitu konsumsi makan beranekaragam. Perilaku
kadarzi sangat penting dilaksanakan oleh keluarga balita. Berdasarkan hasil
penelitian Fajar (2009) diketahui bahwa keluarga dengan ibu balita yang tidak
berperilaku kadarzi berpeluang 9,25 kali untuk memiliki balita dengan status gizi
kurus dibandingkan dengan ibu balita yang berperilaku sadar gizi. Oleh karena itu,
dengan hasil penelitian ini menunjukkan proporsi ibu yang berperilaku kadarzi harus
terus ditingkatkan sampai minimal mencapai target 80% sebagai upaya mencegah
dan menanggulangi kasus gizi kurang dan buruk khususnya di Kelurahan
Karangpaimbal. Oleh karena itu, penulis menyarankan supaya promosi kadarzi lebih
Page 138
154
ditingkatkan terutama diprioritaskan pada indikator perilaku kadarzi yang paling
rendah yatu memberi makan balita yang beraneka ragam.
6.3 Umur Ibu dan Hubungannya dengan Perilaku Sadar Gizi di Kelurahan
Karangpanimbal
Menurut Kresno (1997) dalam Dharmawati (2010) umur adalah salah
satu aspek sosial yang berpengaruh terhadap perilaku. Umur berpengaruh terhadap
terbentuknya kemampuan, karena kemampuan yang dimiliki dapat diperoleh melalui
pengalaman sehari-hari di luar faktor pendidikannya (Sedioetama, 2006).
Hasil penelitian menunjukkan ibu balita di Kelurahan Karangpanimbal
lebih banyak pada kelompok umur dewasa muda (20-30 tahun). Berdasarkan hasil
penelitian ini juga diketahui ibu yang melaksanakan perilaku kadarzi lebih banyak
pada kelompok umur dewasa muda (20-30 tahun). Berdasarkan hasil uji statistik
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
umur ibu dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita.
Hasil penelitian tidak sesuai dengan pernyataan Sedioetama (2006) dan
Hurlock (1999) bahwa semakin bertambah umur seseorang, semakin bertambah
pengalaman dan semakin menunjukkan kematangan dalam mental dan perilaku. Hal
ini mungkin disebabkan karena meskipun umur lebih muda tetapi pengetahuannya
baik maka cenderung pengetahuan dan perilaku gizinya akan baik. Kemungkinan
Page 139
155
tersebut didukung oleh hasil penelitian yang diketahui sebagian besar ibu balita pada
tiga kelompok umur tersebut memiliki pengetahuan gizi baik. Pendapat ini sesuai
dengan pernyataa Budiyanto (2002) bahwa meskipun sebagian besar ibu yang masih
muda memiliki sedikit sekali pengetahuan tentang gizi dan pengalaman dalam
mengasuh anak, namun kalau sering terpapar dengan informasi gizi maka tidak
menutup kemungkinan pengetahuan perilaku gizinya akan baik (Budiyanto, 2002).
Berdasarkan informasi dari kader diketahui bahwa sebagian besar ibu balita di
Kelurahan Karangpaimbal rutin datang ke posyandu yang ditandai dengan tingginya
proporsi ibu yang menimbang balita, sehingga sering terpapar dengan penyuluhan-
penyuluhan gizi yang disampaikan oleh kader atau petugas kesehatan di posyandu.
Dengan seringnya terpapar oleh informasi tersebut, maka akan menambah
pengetahuan gizi sehingga berdampak positif pada perilaku gizi ibu tersebut.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita yang
berperilaku kadarzi adalah ibu berada pada ketegori umur dewasa muda (20-30). Hal
ini menurut BPS (2006) dimungkinkan karen ibu yang berumur muda mungkin
kurang berpengalaman dalam mengasuh dan merawat kesehatan balitanya,
sedangkan ibu yang berumur tua mungkin sudah lelah mengurus balitanya sehingga
mempengaruhi status gizi anggota keluarga terutama balitanya. Dengan demikian,
hasil peneltian ini menunjukkan bahwa jenjang umur ibu tidak menentukan perilaku
ibu balita untuk melakukan perilaku kadarzi atau tidak.
6.4 Pendidikan Ibu dan Hubungannya dengn Perilaku Sadar Gizi
Page 140
156
Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai manfaat
yang positif dengan pengembangan pola konsumsi makanan dalam keluarga.
Beberapa studi menunjukkan bahwa jika pendidikan dari ibu meningkat maka
pengetahuan nutrisi dan praktek nutrisi bertambah baik (Joyomartono, 2004).
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar ibu balita di Kelurahan
Karangpanimbal memiliki pendidikan rendah. Hal ini sesuai dengan profil
Kelurahan Karangpanimbal yang menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di
Kelurahan Karangpanimbal hanya tamat Sekolah Dasar (SD). Banyaknya ibu yang
berpendidikan rendah di Keluarahan Karangpanimbal mungkin disebabkan karena
pada masyarakat masih memegang paham bahwa perempuan tidak perlu
berpendidikan tinggi karena pada akhirnya hanya mengurus rumah tangga.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ibu balita yang berperilaku
kadarzi lebih banyak pada ibu yang berpendidikan tinggi. Berdasarkan hasil uji
statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan atara pendidikan ibu
dengan perilaku kadarzi. Hal ini mungkin disebabkan pada ibu yang memilki
pendidikan tinggi mempunyai pekerjaan di luar rumah sehingga tidak sempat
menimbang balitanya di posyandu secara rutin yang merupakan salah satu indikator
perilaku kadarzi. Pendapat tersebut diperkuat oleh Marsigit (2004) yang menyatakan
tingkat pendidikan memberi peluang kepada ibu rumah tangga untuk mendapatkan
pekerjaan sehingga waktunya di dalam rumah akan semakin sedikit dan berdampak
nagatif pada pemeliharaan kesehatan anak dan keluarga.
Page 141
157
Asumsi lain yang bisa dijadikan alasan tidak adanya hubungan antara
pendidikan dan perilaku kadarzi adalah pendapat Apriadji (1996) bahwa seseorang
dengan pendidikan rendah belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang
memenuhi persyaratan gizi dibandingkan dengan orang lain yang berpendidikan
lebih tinggi. Karena sekalipun berpendidikan rendah kalau orang tersebut rajin
mendengarkan atau melihat informasi gizi bukan mustahil pengetahuan dan perilaku
tentang gizinya akan lebih baik. Asumsi di atas didukung oleh hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita yang berpendidikan rendah pernah
terpapar informasi dan memiliki pengetahuan gizi yang baik.
6.5 Pekerjaan Ibu dan Hubungannya dengan Perilaku Sadar Gizi di Kelurahan
Karangpanimbal
Salah satu penyebab terjadinya masalah gizi dalam keluarga adalah
karena status pekerjaan ibu, karena pekerjaan ibu dalam keluarga yaitu berperan
dalam pengaturan makanan yang dikonsumsi untuk keluarganya, sehingga ibu yang
bekerja di luar rumah cenderung menelantarkan pola makan keluarganya sehingga
mengakibatkan menurunnya keadaan gizi keluarga sehingga akan berakibat pada
keadaan status gizi anak-anaknya (Munadhiroh, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar ibu balita di
Kelurahan Karangpanimbal tidak bekerja atau ibu rumah tangga. Banyaknya ibu
yang tidak bekerja di Keluarahan Karangnimbal mungkin disebabkan karena
sebagian besar ibu memiliki tingkat pendidikan kurang sehingga tidak dapat
Page 142
158
memasuki lapangan kerja di sektor formal karena tidak memenuhi syarat pendidikan
minimum yang ditetapkan oleh berbagai badan usaha sektor formal. Hal ini sesuai
dengan Marsigit (2004) bahwa tingkat pendidikan memberikan peluang yang lebih
baik bagi ibu rumah tangga untuk mendapatkan pekerjaan yang memadai.
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara pekerjaan ibu dan perilaku kadarzi pada keluarga balita.
Hasil penelitian juga diketahui bahwa ibu yang berperilaku kadarzi lebih banyak
pada ibu yang bekerja. Namun, dari hasil analisis juga diketahui OR (95% CI) < 1,
yang berarti ada hubunga sebagai pencegah. Dengan kata lain, hasil penelitian ini
menunjukkan hubungan yang berlawanan dengan teori-teori yang dikemukakan
dalam penelitian ini yaitu orang yang bekerja justru memiliki peluang lebih besar
berperilaku sadar gizi dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Hal ini dimungkinkan
karena ibu yang bekerja akan berkontribusi meningkatkan pendapatan keluarga
sehingga mempunyai peluang lebih besar untuk menyediakan makanan yang
beragam bagi balita dan keluarganya. Pendapat ini didukung oleh hasil penelitian
Suyatno (1997) bahwa semua ibu atau isteri yang bekerja memberikan sumbangan
yang berarti untuk kesejahteraan keluarga dengan tingkat rata-rata kontribusi
terhadap pendapatan keluarga sebesar 43,85%.
Sedangkan pada ibu yang tidak bekerja cenderung memiliki pendapatan
keluarga yang kurang karena pendapatan keluarga hanya hanya mengandalkan dari
pendapatan suami saja, terlebih apabila suami memiliki pendapatan yang tidak tetap.
Padahal menurut Khomsan (2010) meningkatnya penghasilan rumah tangga yang
Page 143
159
berasal dari ibu bekerja akan memperbaiki konsumsi makanan seluruh anggota
rumah tangga. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar ibu balita yang bekerja
memiliki pendapatan yang cukup.
Selain itu, pada ibu yang bekerja sebagian besar biasanya berpendidikan
tinggi dan berperluang menyerap informasi gizi yang lebih banyak dari media
sehingga meskipun sibuk bekerja di luar rumah, tetapi tetap memperhatikan
pengasuhan anak dan konsumsi keluarga (Hardinsyah, 2007).
Dalam kaitannya dengan pekerjaan ibu tersebut, lebih lanjut Suyanto
(1997) menyatakan bahwa peningkatan partisipasi kerja wanita mempunyai efek
positif dan negatif. Efek positifnya antara lain makin sedikitnya jumlah anak,
meningkatnya kesejahteraan ekonomi, ikut aktif dalam membangun dan mengurangi
sifat ketergantungan pada pria. Sedangkan segi negatifnya adalah pengejaran karier
wanita dapat mengecilkan arti keberadaan suami, kemungkinan membawa efek
negatif pada pembinaan anak, terjadinya pelanggaran pergaulan wanita-pria yang
bukan mukrimnya, wanita kerja merupakan saingan kerja bagi pria (Suyanto, 1997).
6.6 Besar Keluarga dan Hubungannya dengan Perilaku Sadar Gizi
Besar keluarga akan mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga dan
juga mempengaruhi konsumsi zat gizi dalam suatu keluarga (Sukarni, 1994).
Keluarga yang mempunyai anggota keluarga yang jumlahnya banyak akan berusaha
membagi makanan yang terbatas sehingga makanan yang dikonsumsi tidak sesuai
lagi dengan kebutuhan anggota keluarga secara proporsional (Suhardjo, 2003).
Page 144
160
Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa sebagian besar keluarga balita
memiliki besar keluarga yang termasuk kategori kecil (≤ 4 orang). Hal ini mungkin
disebabkan sebagian besar ibu balita mengikuti program Keluarga Berencana (KB).
Berdasarkan informasi kader bahwa di masing-masing RW selain ada kader
posyandu, ada juga kader pos KB yang memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu
balita untuk melakaukan pengendalian kelahiran dengan mengikuti program KB.
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara
besar keluarga dengan perilaku kadarzi. Hal ini dimungkinkan karena pada keluarga
balita yang mempunyai kategori besar banyak yang memiliki pendapatan tinggi
sehingga tetap bisa menyediakan makanan yang beragam bagi balita dan
keluarganya yang merupakan salah satu indikator perilaku kadarzi. Sedangkan pada
keluarga balita yang termasuk kategori kecil (> 4 orang) sebagian besar memiliki
pendapatan rendah sehingga tetap tidak bisa menyediakan makanan yang beragam
bagi anggota keluarganya.
Ketidakbermaknaan hubungan pada penelitian ini juga dimungkinkan
karena adanya perbedaan dalam pengkategorian besar keluarga. Kategori besar
keluarga yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada BKKBN yang
menyatakan bahwa besar keluarga dikatakan kecil apabila jumlah anggota keluarga
yang menjadi tanggungan ≤ 4 orang dan dikatakan besar apabila > 4 orang. Dari
hasil penelitian diketahui pada keluarga balita yang kategorinya besar rata-rata
anggota keluarganya berjumlah 5 (lima) orang. Menurut Latif dkk (2000) dalam
Madihah (2002), tingkat konsumsi pangan memburuk pada rumah tangga yang
Page 145
161
beranggotakan 6 orang atau lebih, sedangkan rumah tangga yang beranggotakan 3-5
orang maka intake rata-rata energi dan protein masih mendekati nilai yang
dianjurkan. Bila mengacu pada pendapat Latif tersebut berarti sebagian besar jumlah
anggota keluarga dalam penelitian ini, tidak terlalu besar sehingga menurut peneliti
bisa diasumsikan dalam hal ini distribusi pangan yang dikonsumsi keluarga di
Kelurahan Karangpanimbal tidak terlalu berpengaruh.
6.7 Pendapatan Keluarga dan Hubungannya dengan Perilaku Sadar Gizi
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar keluarga balita memiliki
pendapatan kurang. Hal ini disebabkan karena keluarga hanya mengandalkan pada
pendapatan suami/bapak saja. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara dan
pengamatan di lapangan diketahui bahwa sebagian besar bapak dari keluarga balita
bekerja sebagai buruh sehingga memiliki penghasilan yang tidak tetap. Hasil
penelitian menunjukkan sebagian besar ibu balita yang berperilaku kadarzi memiliki
pendapatan keluarga yang termasuk cukup.
Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara
pendapatan keluarga dengan perilaku kadarzi. Hasil ini sesuai dengan Hukum
Perisse yang menyatakan jika terjadi peningkatan pendapatan, maka makanan yang
dibeli akan lebih bervariasi (Parsiki, 2003). Selain itu menurut hukum ekonomi
(hukum Engel) yang disebutkan bahwa mereka yang berpendapatan sangat rendah
akan selalu membeli lebih banyak makanan sumber karbohidrat, tetapi jika
pendapatannya naik maka makanan sumber karbohidrat yang dibeli akan menurun
Page 146
162
diganti dengan makanan sumber hewani dan produk sayuran (Soekirman, 2000).
Lebih lanjut Farida (2004) menyatakan pengaruh pendapatan terhadap perbaikan
kesehatan dan kondisi lain yang mengadakan interaksi dengan status gizi adalah
sama jelasnya bahwa penghasilan meningkatkan daya beli.
Perubahan pendapatan secara langsung dapat mempengaruhi perubahan
pola konsumsi pangan keluarga. Meningkatnya pendapatan berarti memperbasar
peluang peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang lebih
baik. Pendapatan dalam satu keluarga akan mempengaruhi aktivitas keluarga dalam
pemenuhan kebutuhan sehingga akan menentukan kesejahteraan keluarga termasuk
dalam perilaku gizi seimbang (Yuliana, 2004). Selanjutnya menurut Soehardjo
(2003) jika tingkat pendapatan keluarga naik, jumlah dan jenis makanan cenderung
untuk membaik juga.
Berdasarkan hasil uji multivariat pada penelitian ini diketahui bahwa
pendapatan keluarga berhubungan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita
setelah dikontrol pengetahuan gizi, budaya keluarga dan peran tokoh masyarakat.
Pendapatan keluarga menempati urutan pertama atau faktor paling dominan diantara
pengetahuan gizi, budaya keluarga dan peran tokoh masyarakat sebagai faktor yang
berhubungan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita karena OR pendapatan
keluarga memiliki nilai yang paling tinggi. Semakin besar nilai OR maka semakin
besar hubungan faktor tersebut dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita. Dengan
demikian, peneliti mengasumsikan jika ibu balita memiliki pendapatan keluarga
tinggi maka akan meningkatkan perilaku kadarzi meskipun ibu balita tersebut
Page 147
163
pengetahuan gizinya rendah, ada budaya keluarga terkait gizi dalam keluarganya,
tidak pernah dianjurkan oleh tokoh masyarakat untuk berperilaku kadarzi
Pendapatan keluarga menjadi faktor dominan yang berhubungan perilaku
kadarzi pada keluarga balita karena pendapatan keluarga sangat berhubungan dengan
masih rendahnya indikator perilaku kadarzi yaitu memberi makan yang
beranekaragam pada balita sebagai indikator keragaman konsumsi keluarga. Dengan
kata lain bahwa masih rendahnya ibu balita yang berperilaku kadarzi teruatama
disebabkan karena sebagian besar pendapatan keluarga balita masih tergolong
kurang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soekirman (2000) bahwa pendapatan
merupakan faktor utama dalam menentukan kualitas dan kuantitas bahan makanan.
Lebih lanjut Suhardjo (2003) menyatakan bukti menunjukkan bahwa kebiasaan
makan cenderung berubah bersama naiknya pendapatan, maka masa pertumbuhan
pendapatan merupakan saat yang baik untuk mempromosikan diversifikasi pangan.
Keluarga dengan pendapatan terbatas, kurang mampu memenuhi kebutuhan
makanan yang diperlukan tubuh, setidaknya keanekaragaman bahan makan kurang
bisa dijamin karena dengan uang yang terbatas tidak akan banyak pilihan. Dengan
kata lain rendahnya pendapatan keluarga merupakan rintangan lain yang
menyebabkan orang-orang tidak mampu membeli makanan dalam jumlah yang
diperlukan tubuh. Dengan demikian pendapatan merupakan faktor yang paling
menentukan kualitas dan kuantitas makanan pada keluarga (Apriadji, 1996).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyarankan kepada Dinas
Kesehatan dan Pemerintah Daerah Kota Banjar, supaya memberikan motivasi
Page 148
164
kepada ibu-ibu balita yang sebagian besar tidak bekerja berupa pemberian
keterampilan dalam kegiatan PKK dan pinjaman modal usaha untuk mengelola
industri rumah tangga sehingga bisa membantu meningkatkan pendapatan keluarga.
Dengan pendapatan keluarga yang meningkat, diharapkan ibu-ibu rumah tangga bisa
menyediakan makanan yang beragam bagi balita dan keluarganya setiap hari.
6.8 Pengetahuan Gizi dan Hubungannya dengan Perilaku Sadar Gizi
Secara umum di negara berkembang ibu memainkan peranan penting
dalam memilih dan mempersiapkan pangan untuk konsumsi keluarganya sehingga
pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi jenis pangan dan mutu gizi makanan yang
dikonsumsi anggota keluarganya (Hardinsyah, 2007).
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa sebagian besar ibu balita memiliki
pengetahuan gizi yang baik. Sebagian besar ibu balita yang berperilaku kadarzi
memiliki pengetahuan gizi yang baik. Berdasarkan informasi dari kader diketahui
bahwa banyaknya ibu balita yang memiliki pengetahuan gizi baik disebabkan karena
sebagian besar ibu balita rajin mengikuti penyuluhan baik yang rutin dilaksanakan
setiap bulan di posyandu ataupun penyuluhan dalam kegiatan RW siaga.
Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang bermakna antara
pengetahuan gizi dan perilaku kadarzi pada keluarga balita. Hasil ini sejalan dengan
Khomsan (2000) yang menyatakan bahwa faktor yang tidak kalah penting penyebab
timbulnya masalah gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi masyarakat khususnya
pada ibu yang sebagian besar pengasuh anak. Kurangnya pengetahuan tentang gizi
Page 149
165
atau kemampuan untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-hari merupakan sebab
penting gangguan gizi (Suhardjo, 2003).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa
perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng dari pada perilaku yang
tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo, 2005).
Perbaikan gizi pada anak balita tergantung pada pola pengasuhan ibunya
yaitu pada pemilihan pangan oleh ibunya sehingga dengan pengetahuan gizi, seorang
ibu akan mampu memilih bahan makanan yang murah tetapi bergizi tinggi karena
tidak semua harga bahan makanan yang mahal memiliki kandungan gizi tinggi.
Disamping itu, pengetahuan gizi akan memberikan sumbangan pengertian tentang
apa yang kita makan, mengapa kita makan, dan bagaimana hubungan makanan
dengan kesehatan (Munadhiroh, 2009).
Berdasarkan hasil uji multivariat dalam penelitian ini, diperoleh bahwa
pengetahuan gizi berhubungan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita setelah
dikontrol pendapatan keluarga, budaya keluarga dan peran tokoh masyarakat OR
paling rendah. Dengan demikian pengetahuan gizi merupakan variabel yang paling
rendah pengaruhnya bila dibandingkan dengan pendapatan keluarga, budaya
keluarga, dan peran tokoh masyarakat.
Hasil penelitian uji multivariat ini memperkuat hubungan antara
pengetahuan gizi dengan perilaku kadarzi. Hasil ini sejalan dengan Suhardjo (2003)
yang menyatakan pengetahuan gizi memegang peranan sangat penting dalam
Page 150
166
menggunakan makanan yang baik sehingga dapat mencapai keadaan gizi yang
cukup. Tingkat pengetahuan gizi ibu sebagai pengelola rumah tangga berpengaruh
pada jenis bahan makanan yang dikonsumsi rumah tangga sehari-hari. Lebih lanjut
Priany (2002), bahwa pengetahuan ibu adalah pintu gerbang dalam penyiapan makan
keluarga. Kebiasaan makan yang baik serta pemilihan makanan yang baik untuk
keluarga sangat dipengaruhi oleh pengetahuan gizi yang dimiliki oleh seorang ibu
rumah tangga.
Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan promosi kadarzi yang lebih
ditingkatkan lagi untuk menambah pengetahuan gizi ibu balita baik melalui kegiatan
penyuluhan di posyandu, majlis taklim, PKK ataupun media komunikasi lain seperti
radio suara husada milik Dinas Kesehatan supaya bisa menarik perhatian ibu balita
terutama ditekankan bahwa pentingnya mengkonsumsi makanan yang beraneka
ragam ragam setiap hari dan makanaan yang bergizi tidak selalu bahkan bisa
diperoleh dari pemanfaatan lahan pekarangan untuk menanam sayuran, buah dan
ternak. Selain itu, diharapkan kepada ibu balita bisa memiliki kesadaran akan
penting informasi tentang gizi sehingga bisa mengikuti kegiatan penyuluhan yang
dilaksanakan baik di posyandu maupun tempat lain.
6.9 Sikap dan Hubungannya dengan Perilaku Sadar Gizi
Sikap belum merupakan suatu perbuatan, tetapi dari sikap dapat diramalkan
perbuatannya. Sikap ibu tentang kesehatan merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap perilaku gizi di tingkat keluarga. Sikap tentang kesehatan adalah
Page 151
167
pendapat atau penilaian seseorang terhadapap hal-hal yang berkaitan dengan gizi
sebagai upaya untuk memelihara kesehatannya (Sedioetama, 2006).
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar ibu sudah memiliki sikap yang
positif terhadap perilaku kadarzi. Banyaknya ibu balita yang bersikap positi terhadap
kadarzi mungkin disebakan karena sebagian besar ibu memiliki pengetahuan gizi yang
baik. Hal ini sesuai dengan Notoatmodjo (2005) yang menyatakan bahwa komponen
pengetahuan merupakan salah satu faktor yang menentukan sikap.
Hasil uji statistik menunjukkan tidak hubungan yang bermakna antara sikap
ibu dengan perilaku kadarzi. Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar ibu yang
memiliki sikap positif memiliki pendapatan yang rendah sehingga meskipun memiliki
sikap positif tetapi tidak memiliki dana yang cukup untuk menyediakan makanan yang
beragam. Berdasarkan hasil penelitian diketahui 57,1 % ibu yang memiliki sikap
positif pendapatannya rendah. Menurut Notoatmodjo (2005) sikap belum tentu
terwujud dalam bentuk perilaku, sebab untuk terwujudnya perilaku perlu faktor lain
yaitu antara lain fasilitas atau sarana dan prasarana. Bila pendapat tersebut dikaitkan
dengan perilaku kadarzi maka pendapatan yang cukup merupakan fasilitas atau sarana
penting untuk untuk membeli makanan bergizi sebagai salah satu indikator perilaku
kadarzi terutama karena masih rendahnya ibu balita yang memberi makan yang
beragama kepada balitanya. Lebih lanjut menurut WHO dalam Notoatmodjo (2005)
menyatakan sikap belum tentu terwujud dalam perilaku apabila tidak didukung dengan
sumber daya meliputi fasilitas, dana, waktu dan tenaga yang memadai.
Page 152
168
Menurut Notoatmodjo (2005) sikap mempunyai tingkatan berdasarkan
berdasarkan intensitasnya. Bila dikaitkan dengan pendapat Notoatmodjo tersebut,
sikap ibu di Kelurahan Karangpanimbal baru mencapai tingkatan menghargai
(valuing) yaitu memberikan nilai yang positif terhadap perilaku kadarzi, tetapi belum
sampai pada tingkatan sikap tertinggi. Tingkatan sikap tertinggi yaitu
bertanggungjawab terhadap apa yang telah diyakininya dan berani mengambil resiko
apapun dari sikap yang diyakinya tersebut.
6.10 Budaya Keluarga dan Hubungannya dengan Perilaku Sadar Gizi
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian kecil ibu balita yang
mengaku ada kepercayaan atau kebiasaan (budaya) yang berhubungan dengan masalah
gizi ataua makanan. Namun, sebagian besar ibu balita yang tidak berperilaku kadarzi
mengaku ada kepercayaan atau kebiasaan yang berhubungan dengan gizi atau
makanan dalam keluarganya. Hasil uji statistik diketahui bahwa ada hubungan yang
bermakna antara budaya keluarga terkait gizi atau makanan dengan perilaku kadarzi
pada keluarga balita. Hasil penelitian sejalan dengan Sedioetama (2006) yang
menyatakan adanya pandangan salah terhadap makanan dapat menimbulkan dapat
menimbulkan gangguan gizi yang serius di tingkat keluarga. Salah satu pengaruh yang
sangat dominan terhadap pola konsumsi adalah pantangan atau tabu.
Kepercayaan masyarakat tentang konsepsi kesehatan dan gizi sangat
berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan. Semakin banyak pantangan dalam
makanan maka semakin kecil peluang keluarga untuk mengkonsumsi makan yang
Page 153
169
beragam. (Suhardjo, 2003). Dalam hal kepercayaan dan pantangan yang berhubungan
dengan makanan menunjukkan bahwa responden yakin sekali pada kepercayaan dan
pantangan yang berlaku bagi bayi, anak-anak, wanita hamil, dan ibu-ibu menyusui
(Suhardjo, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui kepercayaan terkait gizi atau makanan
pada keluarga balita berdasarkan penelitian ini yang paling banyak adalah ayah atau
anggota keluarga lain yang lain harus lebih didahulukan atau diperhatikan dalam
pembagian makanan keluarga. Selain itu, pantangan makan makanan tertentu seperti
ikan karen bisa cacingan dan telur karena bisa bisulan juga masih banyak ditemukan
pada ibu balita dalam penelitian ini. Hasil ini sejalan dengan temuan Suhardjo (2003)
yang menyatakan pantangan makan ikan dan telur merupakan pantangan yang tumbuh
di beberapa daerah di Jawa Barat. Masih banyaknya kepercayaan atau tradisi di atas
dimungkinkan karena sebagian besar pendidikan penduduk di Kelurahan
Karangpanimbal masih rendah sehingga masih mempercayai dan mengikuti tradisi
leluhur meskipun tidak jelas alasannya. Selain itu, meskipun sudah termasuk kelurahan
dan dekat dengan pusat kota, tetapi penduduknya masih kuat kultur pedesaannya.
Adanya anggapan orang tua bahwa anak-anak dilarang makan ikan atau
kelapa karena nanti bisa cacingan dapat menyebabkan anak-anak kurang gizinya.
Selain itu, pandangan bahwa ayah mendapat perhatian utama dalam hal makanan
misalnya kalau di meja makan ada telur itu untuk ayah dan bagian tubuh ayam yang
lebih berdaging untuk ayah sedangkan anak sisanya merupakan pandangan yang bisa
Page 154
170
mempengaruhi konsumsi makanan keluarga yang akan berakibat tidak tercukukupinya
kebutuhan gizi keluarga secara merata (Apriadji, 1996).
Berdasarkan hasil uji multivariat dalam penelitian ini, diperoleh bahwa
budaya keluarga terkait gizi berhubungan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita
setelah dikontrol pendapatan keluarga, pengetahuan gizi dan peran tokoh masyarakat
denga OR pada posisi ketiga terbesar setelah pendapatan dan peran tokoh masyarakat.
Dengan demikian budaya keluarga merupakan variabel yang ketiga terbesar
pengaruhnya terahadap perilaku kadarzi bila dibandingkan dengan pendapatan
keluarga, dan peran tokoh masyarakat serta pengetahuan gizi.
Hasil ini sejalan dengan Depkes (2007) masalah lain yang menghambat
penerapan perilaku kadarzi adalah adanya kepercayaan, adat/kebiasaan dan mitos
negatif pada keluarga. Sebagai contoh masih banyak keluarga yang mempunyai
anggapan negatif dan pantangan terhadap beberapa jenis makanan yang justru sangat
bermanfaat bagi asupan gizi. Hasil ini juga sesuai dengan teori WHO dalam
Notoatmodjo (2005) yang menyatkan bahwa budaya setempat sangat berpengaruh
terhadap terbentuknya perilaku seseorang. Lebih lanjut Foster (1973) dalam
Notoatmodjo (2005) menyatakan beberapa aspek budaya yang dapat mempengaruhi
perilaku kesehatan seseorang adalah tradisi, nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat.
Berdasarkann uraian di atas, diperlukan metode promosi kadarzi yang tepat
agar kepercayaan, tradisi atau mitos nengatif yang ada bisa sedikit demi sedikit
berkurang misalnya dengan mengajak tokoh masyarakat yang disegani atau menjadi
Page 155
171
panutan di Kelurahan Karangpanimbal untuk memberikan pemahaman kepada
masyarakat tentang tidak adanya pantangan atau mitos-mitos negatif tersebut dan
dampaknya jika tetap mempertahankan kepercayaan atau tradisi tersebut. Selain itu,
kader juga harus tidak secara konsisten memberikan informasi kepada ibu balita
tentang pentingnya perilaku kadarzi misalnya dalam kegiatan Bina Keluarga Balita
(BKB) dan posyandu yang biasa dilaksanakan di Kelurahan Karangpanimbal sehingga
bisa meluruskan tradisi-tradisi, kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, dan sebagainya
yang tidak kondusif bagi perilaku kadarzi tersebut.
6.11 Keterpaparan Informasi dan Hubungannya dengan Perilaku Sadar Gizi
Informasi tentang gizi terutama di Indonesia juga diajarkan sebagai bagian
dari pendidikan nonformal, terutama yang melibatkan wanita dalam organisasi atau
kelom- pok sosial seperti dalam PKK, Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU) dan
organisasi Dharma Wanita. Jadi, partisipasi wanita dalam berbagai kegiatan sosial
(PKK, POSYANDU, Dharma Wanita) akan dapat mempengaruhi pengeta- huan gizi
mereka (jadi lebih baik) karena mereka mendapat informasi tentang gizi sebagai
bagian dari pendidikan nonformal (Hardinsyah 2007).
.Hasil penelitian menunjukkan ibu balita yang terpapar informasi kadarzi
minimal tiga kali dalam satu tahun terakhir lebih banyak dari yang tidak terpapar.
Berdasarkan penelitian diketahui ada kecenderungan ibu balita yang terpapar
informasi kadarzi untuk berperilaku yang ditunjukkan dengan hasil penelitian ini yaitu
Page 156
172
sebagian besar ibu balita yang berperilaku kadarzi adalah ibu balita yang terpapar
informasi kadarzi.
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara
keterpaparn informasi kadarzi dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita. Hal ini
mungkin disebabkan karena informasi kadarzi yang diperoleh ibu tersebut belum
berhasil meyakinkan semua ibu untuk berperilaku kadarzi. Menurut Notoatmodjo
(2005) paparan informasi bisa menimbulkan kesadaran seseorang untuk berperilaku
sehat akan memelukan waktu yang lama, namun perilaku tersebut akan berlangsung
lama (long lasting) dan menetap (langgeng) karena didasari oleh kesadaran. Dengan
demikian, tidak serta merta setelah diberikan informasi, orang tersebut akan langsung
berubah perilakunya.
Disamping itu, sebagian besar paparan informasi kepada ibu balita
kemungkinan hanya berpengaruh pada tingkat pengetahuan yang paling rendah yaitu
tahu (know). Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan seseorang memiliki lima
tingkatan dan tingkatan terendah adalah tahu (know) yang diartikan sekedar dapat
menyebutkan, tetapi belum sampai pada tingkatan yang lebih tinggi yaitu memahami
dan mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut. Bila dikaitkan dengan hasil
penelitian ini, maka sebagian besar paparan informasi kadarzi mungkin hanya
membuat ibu balita tahu dalam arti hanya bisa menyebutkan indikator perilaku kadarzi
tetapi belum memahami secara mendalam mengapa masing-masing indikator perilaku
kadarzi itu dilaksanakan sehingga banyak yang ibu balita terpapar informasi kadarzi
tetapi belum mau melaksanakannya.
Page 157
173
Menurut Depkes (2007) paparan informasi kadarzi akan berdampak pada
perubahan perilaku kadarzi apabila proses pemberian informasi kadarzi tersebut
dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan sehingga semakin sering
terpapar informasi melalui berbagai media maka peluang keluarga untuk berperilaku
kadarzi akan semakin besar.
6.12 Peran Tokoh Masyarakat dan Hubungannya dengan Perilau Sadar Gizi
Seseorang akan terdorong untuk melakukan perilaku sadar gizi apabila
lingkungan sosial dimana dia berada orangorang menjadi panutan, idolanya, atau yang
disegani memiliki opini yang positif terhadap perilaku sadar gizi. Penanggulangan
masalah kesehatan dan gizi di tingkat keluarga perlu keterlibatan masyarakat. Tokoh
masyarakat mempunyai peranan yang kuat dalam mewujudkan perilaku sadar gizi di
masyarakat karena nasehat atau anjuran dari mereka cenderung lebih didengar oleh
masyarakat (Depkes RI, 2007).
Hasil penelitian menunjukkann sebagian besar ibu balita mengaku pernah
dianjurkan oleh tokoh masyarakatnya (RT dan RW) untuk berperilaku kadarzi
terutama menganjurkan untuk mengikuti kegiatan posyandu dan penyuluhan kadarzi
yang dilaksanakan sebagai bagian dari kegiatan RW siaga. Hasil uji statistik
menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara peran tokoh masyarakat dan
perilaku kadarzi pada keluarga balita.
Hasil ini sejalan dengan Tricia (2008) bahwa keterlibatan pemimpin formal
dan informal masyarakat akan berpengaruh terhadap keberhasilan program kesehatan.
Page 158
174
Oleh karena itu, jika tokoh masyarakat setempat tidak berpartisipasi dalam kegiatan
posyandu, ada kemungkinan bahwa masyarakat setempat tidak akan menggunakan
posyandu.
Berdasarkan hasil uji multivariat pada penelitian ini, peran tokoh masyarakat
merupakan faktor yang berhubungan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita
setelah dikontrol pendapatan keluarga, budaya keluarga, dan pengetahuan gizi dengan
nilai OR kedua tertinggi. Peran tokoh masyarakat menempati urutan kedua setelah
pendapatan keluarga sebagai faktor yang berhubungan dengan perilaku kadarzi pada
keluarga balita karena nilai OR peran tokoh masyarakat berada dibawah pendapatan
keluarga. Semakin besar nilai OR maka semakin besar hubungan faktor tersebut
dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita.
Peran tokoh masyarkat terutama berhubungan dalam menganjurkan ibu balita
datang ke posyandu. Posyandu sangat erat kaitannya dengan perilku kadarzi karena
dua indikator perilaku kadarzi seperti menimbang balita, dan memberikan balita
suplemen vitamin dilaksanakan di posyandu. Berperannya tokoh masyarkat di
Kelurahan Karangpanimbal terlihat dari banyaknya jumlah ibu balita yang
melaksanakan dua indikator perilaku kadarzi tersebut.
Menrut Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa untuk berperilaku sehat,
masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlua pengetahuan dan sikap positif dan
dukungan fasilitas saja, melainkan perlu perilaku contoh para tokoh masyarakat, tokoh
adat dan petugas kesehatan. Selain itu Isfan (2006) dalam Widiyanti (2008)
menyatakan anjuran dari RW dan Lurah berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu
Page 159
175
oleh ibu balita. Hasil ini juga sesuai dengan teori WHO dalam Notoatmodjo (2005)
bahwa di dalam masyarakat termasuk di Indonesia, dimana sikap paternalistik masih
kuat, maka perubahan perilaku masyarakat tergantung dari perilaku acuan (referensi)
yang pada umumnya adalah tokoh masyarakat.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyarankan supaya promosi
kadarzi diarahkan kepada pemberian pelatihan kepada tokoh masyarakat baik formal
maupun informal agar tokoh masyarakat tersebut mampu menjadi model perilaku
kadarzi bagi masyarakat sekitarnya dan para tokoh masyarakat tersebut dapat
mentransformasikan pengetahuan-pengetahuan gizi terkait perilaku kadarzi kepada
orang lain atau masyarakat sesuai dengan ketokohan mereka.
Page 160
176
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada BAB sebelumnya, maka
dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut :
1. Ibu balita yang berperilaku kadarzi lebih banyak dibandingkan dengan ibu
balita yang tidak berperilaku kadarzi. Indikator perilaku kadarzi yang banyak
tidak dilaksanakan oleh ibu balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010
adalah memberi makan yang beragam kepada balita, sedangkan indikator
perilaku kadarzi yang paling banyak dilaksanakan oleh ibu balita adalah
memberi suplemen vitamin A pada balita dua kali setahun pada bulan februari
dan agustus.
2. Gambaran karakteristik ibu balita antara lain sebagai berikut:
a. Ibu balita yang berumur 20-30 (dewasa muda) tahun lebih banyak
dibandingkan ibu balita yang berumur 13-19 (remaja) dan ibu balita yang
berumur 31-50 tahu (dewasa madya).
b. Ibu balita yang tidak bekerja atau ibu rumah tangga lebih banyak
dibandingkan ibu yang bekerja.
c. Ibu balita yang memiliki pendidikan rendah lebih banyak dibandingkan
ibu balita yang memiliki pendidikan tinggi.
3. Gambaran karakteristik keluarga balita antara lain sebagai berikut:
Page 161
177
a. Ibu balita yang memiliki pendapatan keluarga rendah lebih banyak
dibandingkan ibu balita yang memiliki pendapatan keluarga rendah.
b. Ibu balita yang memiliki besar keluarga termasuk kategori besar (≤ 4
orang) dibandingkan ibu balita yang memiliki besar keluarga yang
memiliki besar keluarga termasuk kategori kecil (>4 orang).
4. Ibu yang meiliki pengetahuan gizi baik lebih banyak dibandingkan ibu yang
memiliki pengetahuan gizi kurang.
5. Ibu yang memiliki sikap positif tentang kadarzi lebih banyak dibandingkan
ibu yang memiliki sikap negatif tentang kadarzi.
6. Ibu yang balita yang mengaku tidak ada budaya keluarga terkait gizi atau
makanan dala keluarga lebih banyak dibandingkan ibu yang mengaku ada
budaya keluarga terkait gizi atau makanan dalam keluarga.
7. Ibu balita yang terpapar informasi kadarzi lebih banyak dibandingkan ibu
balita yang tidak terpapar informasi kadarzi
8. Ibu balita yang tokoh masyarakatnya berperan lebih banyak dibandingkan ibu
balita yang tokohnya tidak berperan.
9. Hubungan karakteristik ibu balita dengan perilaku kadarzi antara lain sebagai
berikut
a. Tidak ada hubungan antara umur ibu dengan perilaku kadarzi pada
keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010. Ibu balita yang
berperilaku kadarzi lebih banyak pada kelompok umur dewasa muda (20-
30 tahun).
Page 162
178
b. Tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan perilaku kadarzi pada
keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010. Ibu balita yang
berperilaku kadarzi lebih banyak pada ibu yang bekerja.
c. Tidak ada hubungan antar pendidikan ibu dengan perilaku kadarzi pada
keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010. Ibu balita yang
berperilaku kadarzi lebih banyak pada ibu yang berpendidikan tinggi.
10. Hubungan karakteristik keluarga dengan perilaku kadarzi antara lain sebagai
berikut:
a. Ada hubungan antar pendapatan keluarga dengan perilaku kadarzi pada
keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010. Ibu balita yang
berperilaku kadarzi lebih banyak pada ibu yang memilki pendapatan
keluarga cukup.
b. Tidak ada hubungan antara besar keluarga dengan perilaku kadarzi pada
keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010. Ibu balita yang
berperilaku kadarzi lebih banyak pada ibu yang memiliki besar keluarga
termasuk kecil (≤ 4 orang).
11. Ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan perilaku kadarzi pada keluarga
balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010. Ibu balita yang berperilaku
kadarzi lebih banyak pada ibu yang memiliki pengetahuan gizi baik.
12. Tidak ada hubungan antara sikap ibu tentang kadarzi dengan perilaku kadarzi
pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010. Ibu balita
Page 163
179
yang berperilaku kadarzi lebih banyak pada ibu yang memiliki sikap negatif
tentang kadarzi.
13. Ada hubungan antara budaya keluarga terkait gizi dengan perilaku kadarzi
pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010. Ibu balita
yang berperilaku kadarzi lebih banyak pada ibu yang mengaku tidak ada
kepercayaan, tradisi terkait gizi dan makanan dalam keluarga.
14. Tidak ada hubungan antara keterpaparan informasi kadarzi dengan perilaku
kadarzi pada keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010. Ibu
balita yang berperilaku kadarzi lebih banyak pada ibu yang terpapar informasi
kadarzi.
15. Ada hubungan antara peran tokoh masyarakat dengan perilaku kadarzi pada
keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010. Ibu balia yang
berperilaku kadarzi lebiha banyak pada ibu yang mengaku pernah dianjurkan
oleh tokoh masyarakat untuk berperilaku kadarzi.
16. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku kadarzi pada
keluarga balita di Kelurahan Karangpanimbal tahun 2010 adalah pendapatan
keluarga.
6.2 Saran
1. Bagi Dinas Kesehatan dan Pemda Kota Banjar
a. Hasil penelitian menunjukkan ibu balita yang berperilaku kadarzi baru
mencapai 59,2 % masih jauh dari target 80%. Oleh karena itu perlu
Page 164
180
meningkatkan pembinaan atau pelatihan untuk petugas Puskesmas terutama
bidan kelurahan dan petugas gizi, agar semakin terampil dan konsisten
dalam mengkampanyekan perilaku kadarzi kepada masyarakat sehingga
target program kadarzi bisa tercapai sehingga menanggulangi kasus gizi
kurang.
b.Kurang beragamnya media informasi kadarzi di Kelurahan Karangpanimbal
sehingga perlu memaksimalkan fungsi radio suara husada milik dinas
kesehatan untuk mengkampanyekan perilaku kadarzi dengan meningkatkan
frekuensi acara yang mendukung perilaku kadarzi seperti talkshow oleh
petugas gizi dan iklan-iklan yang mendukung kadarzi terutama
diprioritaskan pada indikator perilaku kadarzi yang paling rendah yaitu
memberi balita makanan yang beraneka ragam.
c. Hasil penelitian menunjukkan pendapatan keluarga merupakan faktor yang
paling dominan berhungan dengan kadarzi. Dengan demikian, dinas
kesehatan harus melakukan kerja sama lintas sektoral dengan dinas lain di
lingkungan Pemda Kota Banjar ataupun swasta untuk memberikan
keterampilan dan modal pinjaman untuk memberdayakan ibu-ibu yang
sebagian besar tidak bekerja untuk mengelola industri rumah tangga
sehingga bisa menambah pendapatan keluarga dan daya beli keluarga bisa
meningkat.
Page 165
181
2. Bagi Puskesmas
a. Meningkatkanh promosi kadarzi dalam upaya untuk menambah
pengetahuan gizi ibu balita baik melalui kegiatan penyuluhan di posyandu,
majlis taklim, PKK ataupun media komunikasi lain supaya bisa menarik
perhatian ibu balita terutama ditekankan bahwa pentingnya mengkonsumsi
makanan yang beraneka ragam ragam setiap hari dan makanaan yang
bergizi tidak selalu bahkan bisa diperoleh dari pemanfaatan lahan
pekarangan untuk menanam sayuran, buah dan ternak.
b. Mengajak tokoh masyarakat yang disegani atau menjadi panutan di
Kelurahan Karangpanimbal untuk memberikan pemahaman kepada
masyarakat tentang tidak adanya pantangan atau mitos-mitos negatif
tersebut dan dampaknya jika tetap mempertahankan kepercayaan atau
tradisi tersebut. Selain itu, memberikan pelatihan kepada tokoh masyarakat
baik formal maupun informal agar tokoh masyarakat tersebut mampu
menjadi model perilaku kadarzi bagi masyarakat sekitarnya dan para tokoh
masyarakat tersebut dapat mentransformasikan pengetahuan-pengetahuan
gizi terkait perilaku kadarzi kepada orang lain atau masyarakat sesuai
dengan ketokohan mereka.
c. Memberikan pelatihan atau membekali kader tentang teknik promosi
kesehatan yang efektif sesuai dengan sasaran yang dihadapi seta
memfasilitasi dengan alat bantu promosi kesehatan yang memadai terutama
meningkatkan kesadaran masyarakat terutama ibu balita untuk memberi
Page 166
182
makan beraneka ragam untuk keluarga dengan menggerakkan masyarakat
untuk memanfaatkan lahan pekarangan untuk untuk menanam sayur, buah
dan ternak..
3. Bagi Masyarakat dan Kelurahan Karangpaimbal
a. Bagi masyarakat di Kelurahan Karangpanimbal khususnya ibu balita
hendaknya meningkatkan pengetahuan tentang gizi seperti datang ke
Posyandu maupun kegiatan penyuluhan lainnya.
b. Bagi masyarakat yang mempunyai pekarangan yang cukup diharapkan
hendaknya memanfaatkan pekarangan disekitar rumah dengan menanam
tanaman, beternak ayam, bebek, ikan dan lain-lain agar dimakan oleh anggota
keluarga dan hasil pekarangan juga dapat dijual untuk menambah penghasilan
keluarga.
c. Petugas kelurahan bekerjasama deng pihak-pihak terkait mengusahakan
penggunaan lahan pertanian secara gotong royong bagi keluarga yang
tidak mempunyai pekarangan sehingga masyarakat bisa mengkonsumsi
makana yang beraneka ragam tanpa mengeluarkan biaya yang tinggi.
4. Bagi Peneliti lain
a. Peneliti selanjutnya diharapkan mengikutsertakan variabel-variabel lain
yang diduga berhubungan dengan perilaku kadarzi pada keluarga balita,
yang tidak dapat diteliti pada penelitian ini.
Page 167
183
b. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian tidak hanya
pada keluarga balita tetapi kepada seluruh keluarga sehingga diharapkan
dapat diperoleh gambaran perilaku kadarzi pada berbagai karakteristik
keluarga.
c. Peneliti selanjutnya diharapkan melaksanakan penelitian dengan populasi
dan wilayah yang lebih besar misalnya satu kecamatan atau kabupaten
sehingga bisa memberikan gambaran perilaku kadarzi pada wilayah yang
lebih luas dengan sampel yang lebih besar.
Page 168
184
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, Wiku. 2007. Sistem Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Alibbirwin. 2001. Karakteristik Keluarga yang Berhubungan dengan Status Gizi
Kurang pada Balita yang Berkunjung ke Posyandu di Desa Bojong Gede
Kabupaten Bogor Jawa Barat Tahun 2001. Tesis. Depok: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia
Apriadji, W. H. 1996. Gizi Keluarga. Jakarta: Penebar Swadana.
Ariawan, Iwan. 1996. Besar Sampel dan Metode Sampel Pada Penelitian Kesehatan.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Bahria. 2009. Hubungan Pengetahuan Gizi, Kesukaan dan Faktor Lain dengan
Konsumsi Buah dan Sayur pada Remaja di 4 SMA di Jakarta Barat Tahun 2009.
Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Bappenas. 2007. Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2006-2010. Jakarta: Bappenas
Berg, Alan. 1986. Peran Gizi dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: CV Rajawali.
BKKBN. 1992. Informasi Dasar Gerakan KB Nasional. Jakarta: BKKBN.
BPS. 2006. Integrasi Indikator Gizi dalam Susesnas Tahun 2005. Jakarta: BPS.
Budiyanto, M. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: Universitas Muhammadiyah
Departemen Kesehatan RI.1998. Keluarga Mandiri Sadar Gizi (Kadarzi). Jakarta
Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI
. 2000 Buku Panduan Pengelolaan Program Perbaikan Gizi Kabupaten/Kota.
Jakarta: Depkes RI.
. 2000. Pedoman Kampanye Keluarga Mandiri Sadar Gizi (Kadarzi). Jakrta:
Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Depkes RI.
Page 169
185
. 2002. Panduan Umum Keluarga Mandiri Sadar Gizi (Kadarzi). Jakarta
Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI
. 2003. Pedoman Umum Gizi Seimbang (Panduan untuk Petugas). Jakarta:
Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI.
. 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Depkes RI.
. 2005. Gizi Dalam Angka Sampai Dengan Tahun 2005. Jakarta: Direktorat
Bina Gizi Masyarakat Depkes RI.
. 2005. Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta: Direktorat Bina Gizi
Masyarakat Depkes RI.
. 2006. Buku Kader Posyandu dalam Usaha Perbaikan Gizi.Jakarta: Depkes RI.
. 2007. Pedoman Operasional Keluarga Sadar Gizi di Desa Siaga. Jakarta:
Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI.
. 2007. Pedoman Strategi KIE Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi). Jakarta:
Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI.
. 2007. Pedoman Pendampingan Keluarga Menuju Kadarzi. Jakarta: Direktorat
Bina Gizi Masyarakat Depkes RI.
. 2008. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia 2007.
Jakarta: Badan Litbangkes Depkes RI.
Depdikbud. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta: Balai Pustaka
Depdiknas. 2004. Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004.
Diakses dari www.depdiknas.go.id pada tanggal 3 juli 2010.
Dhamayani, Susanti. 2005. Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga dan
Pengetahuan Gizi Ibu Dengan Status Keluarga Sadar Gizi (Studi Pada
Keluarga Balita di Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman Tahun 2005). Skripsi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Dharmawati. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Sadar Gizi
Balita di Kelurahan Pondok Cina Kota Depok Tahun 2010. Skripsi. Depok:
FKM UI
Dinkes Kota Banjar. Laporan Program Gizi Tahun 2009. Banjar: Dinas Kesehatan.
Page 170
186
Emilia, E. 1998. Cara Penilaian Penerapan Pesan-Pesan Pedoman Umum Gizi
Seimbang (PUGS). Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana Program Studi Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB.
Fajar, Muhammad. 2009. Hubungan Perilaku Kadarzi dengan Status Gizi Batita (12-35
bulan) di Kelurahan Sawangan Baru Kecamatan Sawangan Depok Tahun 2009.
Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Farida, Yayu Baliwati, dkk. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Gabriel, Angelica. 2008. Perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Serta Hidup Bersih
dan Sehat Ibu Kaitannya dengan Status Gizi dan Kesehatan Balita di Desa
Cikarawang Bogor. Skripsi. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB.
Gunarsa, S. 1991. Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga. Jakarta: BPK
Gunung Agung Mulia.
Hardinsyah. 2007. Review Determinan Keragaman Konsumsi Pangan. Jurnal Gizi dan
Pangan, vol 2 Juli 2007.
Himawan, Arif Wahyu. 2006. Hubungan Antara Karakteristik Ibu dengan Status Gizi
Balita di Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati Semarang. Skripsi.
Semarang: UNES
Hurlock, Elizabeth B. 1999. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Jahari, Abas Basuni. 2004. Family Nutrition Awarness To Achieve Better Nutritional
Status For All. Disajikan dalam Simposium Nasional I Litbang Kesehatan
Jakarta: PGM Depkes RI
Joyomartono, Mulyono. 2004. Pengantar Antropologi Kesehatan. Semarang: UNNES
Press
Kartono, D dan Soekatri. 2004. Angka Kecukupan Mineral: Besi, Yodium, Seng,
Mangan, Selenium. Jakarta: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII.
Khomsan, Ali. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Diktat Jurusan GMSK
Fakultas Pertanian IPB.
. 2010. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Page 171
187
Khumaidi.1994. Gizi Masyarakat. Jakarta:BPK Gunung Mulia.
Lahlan, Milla. 2006. Tackling The Child Malnutrition Problem From What and Why to
How Much and How. Journal of Pediatric Gastroenteroloy and Nutrition Vol 43.
Marsigit, Wuri. 2004. Inventerisasi Jenis Taaman Sumber Zat Gizi yang Dibudidayakan
Petani dan Kontribusinya terhada Konsumsi Gizi Keluarga. Jurnal Akta Agrosia
Vol 7 No. 1, 23 Jan-Juni 2004
Madanijah. 2003. Model Penelitian “ 6-PSI-Sehat” bagi Ibu serta Dampaknya
Terhadap Perilaku Ibu, Lingkungan Pembelajaran, Konsumsi Pangan dan Status
Gizi Anak Usia Dini. Disertasi. Bogor: Sekolah Pascasarjana Program Studi Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB.
Madihah. 2002. Faktor-Faktor Predisposisi yang Berhubungan dengan Keluarga
Mandiri Sadar Gizi (Kadarzi) di Kecamatan Banua Lawas Kabupaten Tabalong
Kalimantan Selatan Tahun 2002. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia
Minarto. 2009. Keluarga Sadar Gizi Solusi Atasi Masalah Gizi. Diakses pada hari Senin,
07 Juni 2010 dari http://kosmo.vivanews.com/news/read/56303-
keluaga_sadar_gizi__solusi_atasi_masalah_gizi.
Misbakhudin. 2007. Hubungan Pengetahun dan Sikap Suami dengan Perilaku Keluarga
Sadar Gizi di Kota Bandung. Tesis. Yogyakarta: Program Studi Pasca Sarjana
UGM.
Munadhiroh, Lina. 2009. Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi dan Pengetahuan Gizi
Dengan Status Kadarzi di Desa Subah Kecamatan Subah Kabupaten Batang.
Skripsi. Semarang: Jurusan Kesehatan Masyarakat UNES Semarang.
Ningsih, Rena. 2008. Analisis Perilaku Sadar Gizi Ibu serta Hubungannya Dengan
Konsumsi Pangan dan Status Gizi Balita di Desa Babakan Kecamatan Dramaga
Kabupaten Bogor. Skripsi. Bogor: Program Studi Gizi Masyarakat dan
Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian IPB.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan (Teori dan Aplikasi). Jakarta: Rineka
Cipta.
. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
Page 172
188
Nurhayati. 2002. Hubungan Keterpaparan Media Massa, Orang Tua, dan Teman
Sebaya dengan Perilaku Seksual Remaja Siswa Kelas 3 di SLTP X Depok Tahun
2002. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.
Nurhayati, Ida, dkk. 2004. Hubungan Kesadaran Gizi Keluarga dengan Status Gizi
Anak Bawah Dua Tahun (Baduta) di Kabupaten Purwerejo. Penelitian Makanan
dan Gizi, vol. 27, no 2.
Parsiki, M. 2002. Hubungan Pola Asuh Anak dan Faktor Lain Dengan Gizi Anak Batita
Keluarga Miskin di Pedesaan dan Perkotaan Propinsi Sumatera Barat Tahun
2002. Tesis. Depok: Program Studi Pasca Sarjana FKM UI.
Sayyid, Abdul Basith Muhammad. 2006. Pola Makan Rasulullah (Makanan Sehat
Berkualitas Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah). Jakarta: Al-mahira.
Sayogyo. 1995. Menuju Gizi Baik yang Merata di Pedesaan dan di Kota. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Sedioetama, Achmad Djaeni. 2006. Imu Gizi Jilid untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid I.
Jakarta: Dian Rakyat.
Sedioetama, Achmad Djaeni. 2006. Imu Gizi Jilid untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II.
Jakarta: Dian Rakyat.
Simanjuntak, Esraida. 2009. Kajian Penerapan Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) pada
Keluarga Mampu di Kelurahan Mangga dan Tidak Mampu di Kelurahan
Simalungkar B Kecamatan Medan Tuntungan Tahun 2009. Skripsi. Medan:
FKM USU.
Sugimah. 2009. Status Gizi Balita Berdasarkan Indikator Keluarga Sadar Gizi
(Kadarzi) di Keluraha Labuhan Deli Medan Marelan. Tesis. Medan: Program
Pasaca Sarjana FKM USU.
Sutrisno, A. 2001. Hubungan Keluarga Mandiri Sadar Gizi dengan Status Gizi Balita di
Kabupaten Bengkulu Utara (Analisis Data Sekunder 2000). Skripsi. Depok:
Fakultas Kesehatan Masyarakat UI
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat. Jakarta:
Depdiknas.
Soetjiningsih.2004. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Page 173
189
Sugimah. 2009. Status Gizi Balita Berdasarkan Indikator Keluarga Sadar Gizi
(Kadarzi) di Kelurahan Labuhan Deli Medan Marelan Tahun 2009. Tesis.
Medan: Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Sumatera Utara
Suhardjo. 2003.Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bogor IPB PAU Pangan dan Gizi.
. dkk. 2006. Pangan, Gizi dan Pertanian. Jakarta: UI Press
.
Sukarni, M. 1994. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Yogyakarta: Kanisius.
Supariasa, I Dewa Nyoman dkk. 2000. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Susanto, Sunaryo. 2001. Tumbuh Kembang Otak dan Peran Zat Gizi. Disampaikan pada
Seminar ” Mencegah Generasi yang Hilang melalui MP-ASI”. Banjarmasin.
Suyatno. 1997. Partisipasi Kerja Wanita Pada Sektor Pekerjaan Formal, Implikasinya
terhadap Ekonomi Keluarga dan Pemberian Susu Ibu Pada Anak-Anak Studi di
Kodia Semarang, Jawa Tengah. Makalah disampaikan dalam seminar hasil
penelitian BBI UNDIP.
Yuliana. 2004. Pengaruh Gizi, Pengasuhan, Lingkungan terhadap Pertumbuhan dan
Perkembangan Anak Usia Prasekolah. Tesis. Bogor: Sekolah Pascasarjana
Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian
IPB .
Yusra. 1998. Pengetahuan, Sikap dan Praktek Pasangan Usia Subur tentang Pesan-
Pesan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Tesis. Bogor: Sekolah
Pascasarjana Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas
Pertanian IPB.
Zahrani, Yuni. 2009. Hubungan Status Kadarzi dengan Status Gizi Balita 12-59 bulan
di provnsi DI Yogyakarta dan NTT (Analisis Data Sekunder Riskesdas Tahun
2007). Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.