[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011 K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Pulau Palu’e merupakan sebuah pulau yang berada di utara Pulau Flores dengan luas wilayah 41 km 2 dan wilayah perairannya 345.45 km 2 . Palue merupakan sebuah kecamatan yang masuk dalam Kabupaten Sikka di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Terletak di sebelah barat kabupaten Sikka ± 93 km dari ibu kota Maumere, dan merupakan sebuah pulau tropis yang berada dalam sebuah gugusan kepulauan dalam perairan Lautan Flores berada dalam posisi geografis 8º 17’ 31,54-8º 21’15,65 lintang selatan dan 121º4’36,00 – 121º 44’47,03 Bujur Timur. Peta Pulau Palue (Sumber : http.www.kabsikka.co.id) Keadaan tropografis sebagian bergunung-gunung dan berbukit-bukit dengan tingkat kemiringan ± 70-80º, untuk topografi datarnya pada umumnya terletak di daerah pantai, dan sedikit di daerah pegunungan dengan persentase ± 0,7 dari total keseluruhan luas daerah kecamatan
Laporan akhir Kuliah Kerja Nyata UI Titik Palu'e, Sikka, Nusa Tenggara Timur, untuk program: (1) Kesehatan; (2) Penyuluhan Hukum; (3) Kebersihan; dan (4) Pendidikan.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Gambaran Umum
Pulau Palu’e merupakan sebuah pulau yang berada di utara Pulau
Flores dengan luas wilayah 41 km2 dan wilayah perairannya 345.45 km2.
Palue merupakan sebuah kecamatan yang masuk dalam Kabupaten Sikka di
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Terletak di sebelah barat kabupaten Sikka ±
93 km dari ibu kota Maumere, dan merupakan sebuah pulau tropis yang
berada dalam sebuah gugusan kepulauan dalam perairan Lautan Flores
berada dalam posisi geografis 8º 17’ 31,54-8º 21’15,65 lintang selatan dan
121º4’36,00 – 121º 44’47,03 Bujur Timur.
Peta Pulau Palue
(Sumber : http.www.kabsikka.co.id)
Keadaan tropografis sebagian bergunung-gunung dan berbukit-bukit
dengan tingkat kemiringan ± 70-80º, untuk topografi datarnya pada
umumnya terletak di daerah pantai, dan sedikit di daerah pegunungan
dengan persentase ± 0,7 dari total keseluruhan luas daerah kecamatan
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 2
Palu’e. Kecamatan Palu’e beriklim tropis, suhu berkisar antara 27ºC- 29ºC
pada musim panas suhu maksimum 29oC dan pada musim hujan 23,8ºC atau
rata-rata 27, 2º C, kelembapan udara rata-rata 78% pertahun. Kecepatan
angin pada musim panas 12-13 knots. Musim panas 7-8 bulan (April/Mei-
Oktober/November) dam musim hujan yang lebih dari 4 bulan (November-
Desember, Maret-April). Curah hujan pertahun antara 1.000 mm-1.500 mm,
dengan jumlah hari hujan sebesar 60-120 hari per tahun. Penggunaan tanah
di kecamatan Palu’e didominasi lahan pertanian yaitu 1.703 ha, sedangkan
penggunaannya lainnya yaitu kawasan hutan dan gunung Rokatenda seluas
352 ha atau sekitar 8,94 %, semak belukar dan lereng atau perbukitan seluas
2.65 ha atau sekitar 66, 28 %. Secara administrasi pemerintahan kecamatan
Palue terdiri dari 8 buah desa dan 24 dusun.1
1.2. Potensi Wilayah
a. Sumber Daya Manusia
Berdasarkan sensus penduduk 2011, penduduk Kecamatan Palu’e
berjumlah 9939 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,25%.
Mayoritas penduduk Pulau Palu’e berada pada garis kemiskinan. Menurut
data dari Pemerintahan Kabupaten Sikka Kecamatan Palue, jumlah Kepala
Keluarga (KK) miskin sebanyak 1996 KK dari 2691 KK. Dapat dikatakan
pulau ini merupakan pulau yang tertinggal atau orang Palu’e biasa
mengatakan “Pulau yang Terlupakan”. Tingkat pendidikan pada tahun 2010
didominasi tidak tamat SD sebesar 23%, tamat SD sebesar 10,18%, tamat
SLTP sebesar 3,25%, tamat SLTA sebesar 1.6% dan tamat PT/akademik
0,38%. Jumlah sarana pendidikan sebanyak 12 unit meliputi SD sebanyak 10
unit dan SLTP sebanyak 2 unit. Puskesmas sebanyak 2 unit.
b. Sumber Daya Alam
Pada sub sektor pertanian, kecamatan Palu’e memiliki lahan kering
yang potensial, yang cukup subur karena merupakan jenis tanah
vulkanik.Pertanian seluas 1.078, 21 ha atau 21,10%. Secara umum, petani
Kecamatan Palu’e adalah petani subsistem yakni mengerjakan jenis
tanaman ubi-ubian, kacang-kacangan dan jagung, untuk kebutuhan
sendiri. Sub sektor perkebunan seluas 2.267, 32 ha atau 57,99% terdiri
dari kelapa, kakao dan mete. Sektor perternakan yang dominan di
kecamatan Palu’e adalah kambing, babi, ayam, dan anjing. Sub sektor
Perikanan di kecamatan Palu’e belum dikelolah secara maksimal. Nelayan
1 Pemerintah Kecamatan Palu’e, Profil Kecamatan Palue Kabupaten Sikka 2008: Deskripsi dan
Sumber Daya, (Maumere, 2008), hal. 1-15
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 3
Palu’e masih menggunakan alat tangkapnya sederhana seperti pukat,
pancing bahkan sebagian masih menggunakan alat tangkap tradisional
seperti bubu. Dengan demikian mempengaruhi jumlah hasil tangkapnya.
Potensi wisata di kecamatan Palu’e dibedakan atas 2 yaitu: wisata alam
dan wisata budaya. Untuk wisata alam seperti, sumber air panas di
Kesokoja, Rokirole, Nitunglea dan Reruwairere, juga potensi bahari di
perairan seputar Pulau Palue. Sedangkan wisata Budaya seperti Pati
Karapau, yang terdapat di desa Nitunglea, Rokirole, Tuanggeo, dan
Ladolaka, yaitu upacara pemotongan hewan kurban berupa kerbau arwah
leluhur yang terjadi pada ritus lima tahunan, dan upacara Tu Te’u atau
usir tikus, yang terjadi di desa Maruriwu dan Reruwairere. Wisata alam
seperti yang kami sampaikan di atas dapat dijelaskan sesuai spesifikasi
sebagai gunung api rokatenda, penyulingan air panas, mata air panas
Reruwairere dan pantai pasir putih.2
1.3. Sarana Dan Prasarana
Selain fasilitas pendidikan dan kesehatan yang telah
disampaikan, terdapat pula beberapa fasilitas seperti fasilitas peribadatan.
Fasilitas peribadatan yang ada di kecamataan Palu’e antara lain dua buah
Gereja dan tiga buah Kapela, seluruh masyarakat kecamatan Palu’e 100%
Katolik, yang tersebar di dua paroki yaitu Paroki Keluarga Kudus Lei dan
Paroki Ave Maria Bintang Laut Uwa, yang akan merayakan pesta usia
emasnya pada tahun 2012 mendatang. Fasilitas Perekomomian
masyarakat Palu’e dari luar Palu’e (Pasar Ropa, Kecamatan Maurole
Kabupaten Ende) yang berlangsung setiap Rabu atau dari kota Maumere
melalui pengangkutan kapal Motor. Ada dua pasar desa yaitu Pasar Desa
Reruwairere dan Pasar Desa Tuanggeo yang terjadi pada hari Sabtu,
keberadaban pasar ini belum terlalu nampak aktivitasnnya. Fasilitas
perkantoran dimaksudkan untuk memberikan pelayanan bagi
kepentingan masyarakat Palu’e, antara lain berupa kantor pemerintahan
seperti kantor camat, kantor kepala desa dan kantor polisi. Bagunan
rumah yang ada di kecamatan Palu’e s/d tahun 2011 berjumlah 2.497
buah yang terdiri dari 281 atau 11, 67% rumah permanent, 673 buah atau
23,51% rumah semi permanen dan sisanya 1543 atau 64,52% rumah
temporer.3
2 Ibid., hal. 4
3 Ibid., hal. 6
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 4
1.4. Fasilitas Umum4
Kebutuhan air bersih untuk keperluan masyarakat Palu’e
diperoleh dari PAH (Penampung air hujan) yang ada pada masing-masing
keluarga. Keberadaan PAH ini sangat membantu dalam memenuhi
kebutuhan air bersih masyarakat. Jumlah PAH yang ada di Kecamatan
Palu’e sampai dengan tahun 2009 berjumlah 795 buah yang tersebar di
seluruh desa yang ada di Kecamatan Palu’e. Pemenuhan kebutuhan daya
listrik penduduk kecamatan Palue diperoleh dari tenaga generator dan
panel surya. Panel surya diperkenalkan di kecamatan Palu’e pada tahun
1999 untuk desa Nitunglea sebanyak 100 rumah tangga dan pada tahun
2003 dilanjutkan pada desa-desa lain yakni Desa Maruriwu 401 KK, Desa
Tuanggeo 301 KK, Desa Rokirole 225 KK, Desa Nitunglea 204 KK, Desa
Kesokoja 219 KK dan Desa Lidi 193 KK.Untuk fasilitas Telekomunikasi
telah ada tower HP,namun belum menjangkau seluruh desa, baru dua desa
yang terjangkau. Untuk Transportasi, jaringan transportasi darat yang ada
di kecamatan Palu’e adalah jalan yang adalah kabupaten dan jalan desa.
Mobilisasi masyarakat mengunakan kendaraan roda dua. Sarana
transportasi laut adalah Kapal Motor, sebanyak ± 10 buah yang melayani
dari Palu’e ke Maumere.
1.5. Permasalahan
Permasalahan-permasalah saat ini yang dialami tiap sektor di
kecamatan palue seperti aksebilitas ke kota Maumere sebagai ibukota
Kabupatren Sikka masih rendah hal ini dikarenakan kapal/ perahu motor
terbatas, kapal/perahu motor dengan fasilitas tidak memadahi dan motor
yang belum layak untuk mengangkut penumpang karena fasilitas yang
tidak memadahi. Aksebilitas antar desa belum dibangun infrastruktur
jalan, jalan yang dibangun baru enam desa,dua desa belum dibangun.
Dibidang pendidikan angka droup out sebesar 3, 17% dan mengulang
kelas atau tinggal kelas 5,9 %. Selain itu jumlah tenaga guru PNS maupun
bukan PNS sangat tidak memadahi. Selain itu prasarana sekolah seperti
buku pegangan siswa, ruang perpustakaan masih kurang pula. Di bidang
kesehatan, cakupan pelayanan Kesehatan Ibu Bayi dan Balita dan
pelayanan imunisasi masih kurang, polindes tidak memiliki tenaga
kesehatan ,status gizi buruk dan gizi kurang masih tinggi serta jenis
penyakit menular seperti kusta dan frambusia masih ada untuk kecamatan
palue. Potensi laut belumdimanfaatkan secara maksimal, karena
4 Ibid., hal. 8
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 5
pengetahuan dan keterampilan nelayan masih rendah serta fasilitas
penangkapan masih kurang. Dibidang pertanian, produksi pertanian
masih rendah, karena luas kepemilikan lahan rata-rata 0,20 ha serta
topografi yangb relatif terjal sehingga usaha pertanian pangan menjadi
tidak efisien. Dalam kualitas SDM, masih banyak pengangguran serta
motivasi dan etos kerja rendah. Sehingga akumulasi darp permasalahan
diatas menyebabkan kemiskinan.
1.6. Profil Desa Tuanggeo
Sejarah Penamaan
Tuanggeo berarti lontar berbengkok-bengkok, dimana kisah
tentang asal muasal nama ini tetap diingat dan dikokohkan oleh Laki Mosa
– Laki Mosa melalui tradisi lisan. Dikisahkan bahwa sepasang suami istri
dari Cawalom, kampung Roki-Role pergi ke hutan dan menemukan
seorang bayi dalam ruas bambu ke delapan. Mereka kemudian
memelihara bayi tersebut dan menamakannya Pio. Pio kemudian tumbuh
menjadi anak yang nakal dan selalu ingin tahu. Pada usia 12 tahun Pio
mengajak teman-temannya mencari ‘tiang api’ yang mengeluarkan asap
sebagai tanda korban bakaran. Teman-temannya menolak, bahkan dipukul
dan ditendang. Selama tujuh hari Pio dikalahkan oleh teman-temannya.
Pada hari ke delapan Pio berhasil mematahkan paha kanan salah seorang
temannya. Karena takut, kalut dan sedih, Pio melarikan diri ke kampung
tetangganya. Di kampung itulah Pio menemukan ‘tiang api’ yang dicari-
carinya dan merasa cocok dengan tempat itu. Tempat tersebut bernama
Tuanggeo, nama yang dirasakan sangat cocok di hati Pio. Di tempat
tersebut Pio mendapatkan kekuatan gaib untuk mengalahkan lawan-
lawannya. Kebanggaan masa silam akan kekuatan dan kehebatan Pio ini
kemudian diabadikan menjadi nama desa Tuanggeo.5
Kondisi Alam
Keadaan alam Palue umumnya dan Tuanggeo khususnya
bergelombang, berbukit-bukit dan bergunung (Gunung Api Rokatenda,
875 m dpl), dengan tingkat kemiringan rata-rata berkisar 60-85%. Pulau
Palue sendiri dikenal sebagai pulau gunung api, mengacu pada Gunung Api
Rokatenda yang terletak di tengah pulau.
5 Silvia Fanggidae, Dampak Bantuan Pangan di Indonesia Terhadap Mekanisme Penyesuaian Lokal: Studi Kasus Pedesaan Nusa TenggaraTimur 1998-2000, (Kupang : IITTS Publications. 2008), hal.14
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 6
Masalah Air
Kondisi alam Pulau Palue sangat kering dengan curah hujan yang
sangat minimal. Air merupakan salah satu masalah utama di wilayah ini,
terutama karena tidak ada sumber mata air. Rata-rata orang Palue
mengkonsumsi air hujan dengan membuat bak-bak penampungan yang
besar untuk kebutuhan satu tahun mereka. Selain itu mereka juga
mengkonsumsi ‘air suling,’ yaitu air yang diperoleh dari uap panas yang
keluar dari perut bumi. Air tersebut dialirkan dengan pipa bambu yang
kemudian menetes seperti embun.6
Selain itu mereka juga mengkonsumsi air pisang. Air pisang ini
diperoleh dengan cara mengorek batang pisang dan memasang sebilah
bambu kecil sebagai penyalur air yang keluar dari batang pisang tersebut.
Dari batang pisang ini akan mengalir air dan ditadah di ember atau
tempayan. Air pisang biasanya mulai ditadah sore hari dan diambil pada
pagi berikutnya. Akan tetapi sekarang sudah mulai banyak orang memiliki
bak penampungan air hujan, yang disumbang sebagian oleh AusAID/Dian
Desa. Kini air batang pisang sudah mulai jarang
diambil.
Letak Geografis dan Administratif
Desa Tuanggeo sendiri dapat dicapai dengan berjalan kaki dari
tempat turun perahu selama 2-3 jam dengan melalui bukit-bukit tandus;
serta dapat pula dicapai dengan ojek melalui jalan umum yang terbuat dari
semen dengan biaya Rp 10.000,00. Jalan semen yang dibuat pada tahun
1997 merupakan satu-satunya infrastruktur yang menghubungkan
Tuanggeo dengan desa-desa lainnya dimulai dari Maluriwu sampai dengan
Nitunglea.7 Dibandingkan dengan kondisi sebelumnya di mana kondisi
geografis dengan minimnya fasilitas membuat Pulau Palue termasuk
daerah yang terisolasi dari wilayah Flores lainnya, akses ke Palu’e secara
umum dan Tuanggeo secara khusus telah jauh membaik. Secara
administratif Pulau Palue menjadi satu kecamatan sendiri di Kabupaten
Sikka, yakni Kecamatan Palue. Kecamatan Palue memiliki delapan desa, di
mana Tuanggeo merupakan salah satunya. Sebenarnya secara geografis
Pulau Palue lebih dekat dengan Kabupaten Ende. Tetapi masyarakat di
Palue sendiri lebih memilih masuk ke Kabupaten Sikka, karena Sikka
6 Ibid., hal. 15
7 Berdasarkan observasi dan pengalaman anggota kelompok
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 7
dikembangkan untuk menjadi pusat perekonomian Flores. Masyarakat
Palue berharap bisa mendapat bagian dari perkembangan Kabupaten
Sikka tersebut.
Desa Tuanggeo terdiri dari tiga dusun, yakni Dusun Sali, Dusun
Tomu dan Dusun Lei. Sebelah Utara Tuanggeo berbatasan dengan Laut
Flores; sebelah Selatan dengan hutan larangan (masyarakat menyebutnya
sebagai bosowese, yang diyakini berasal dari Bahasa Belanda), Bukit
Manunai, Gunung Rokatenda; sebelah Timur dengan Desa Ladolaka, Dusun
Teo, Nara dan Matamere; sebelah Barat dengan Desa Roki Role.
Demografis dan Fasilitas Umum
Luas desa Tuanggeo adalah 5km2. Jumlah penduduk menurut data
Agustus 2001 sebanyak 1.043 jiwa (591 perempuan dan 452 laki-laki).
Tingkat kepadatan penduduk adalah 208 jiwa/km2. Sebagian besar
penduduk bermata pencaharian sebagai petani, utamanya pertanian lahan
kering, sesuai dengan karakteristik wilayah tersebut. Tujuan utama
aktivitas pertanian ini adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan
sendiri.8
Di desa Tuanggeo terdapat satu rumah ibadah Katholik, satu
polindes, tiga posyandu, dua SD Katholik, satu pasar lokal (setiap hari
sabtu), 30 PAH (penampungan air hujan) dengan rata-rata 8-9 kk/PAH.
PAH ini sebagian besar merupakan bantuan AusAid/Dian Desa serta
swadaya masyarakat. Sebagian diantaranya sudah rusak dan tidak dapat
digunakan lagi.
Akses antar desa di Tuanggeo masih tergolong cukup sulit apabila
dibandingkan dengan desa di wilayah pesisir. Untuk mencapai Sali dari
Lei, harus melalui jalan hutan yang berbukit-bukit dan berakar-akar
dengan kondisi jalan yang licin, terkadang bahkan terdapat sampah di
beberapa bagiannya. Sementara untuk mencapai Tomu dari Lei, hanya
dimungkinkan melewati jalan tanah yang terbilang landai. Jalan ini dapat
dilewati motor, namun masyarakat memiliki kepercayaan bahwa jalan ini
termasuk angker dan tidak baik dilewati pada waktu-waktu tertentu
seperti pada saat pukul 6-8 malam.
Tempat tinggal masyarakat mengelompok di pusat-pusat dusun,
dengan jalan-jalan antar dusun lebih banyak berisi kebun. Struktur
8 Ibid., hal. 17
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 8
perumahan di Tuanggeo cenderung rapat dan mengelompok, dengan
kombinasi antara bangunan tradisional dan bangunan modern yang
terbuat dari beton. Atap rumah biasanya asbes, sementara kebanyakan
rumah tidak menutupi jendelanya dengan kaca dan membiarkannya
terbuka begitu saja. Lantai rumah bervariasi antara tanah dan beton, salah
satunya dikarenakan banyaknya debu yang tidak akan habis walaupun
rumah sering disapu.9
9 Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh kelompok.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 9
BAB 2
DESKRIPSI PROGRAM RUTIN
2.1. Rumah Kreatif
2.1.1. Perencanaan Rumah Kreatif
Rumah Kreatif merupakan program mencerdaskan warga
melalui bacaan yang diwadahi bak sebuah rumah. Rumah Kreatif
ini akan dilengkapi dengan berbagai jenis buku-buku untuk usia
anak (buku-buku dongeng, buku pintar), remaja maupun dewasa
dan umum, serta buku-buku tentang budidaya laut, cara bercocok
tanam, buku-buku keterampilan mengolah makanan ringan, buku-
buku resep makanan, novel, dan sebagainya.
Rumah Kreatif menjadi wadah untuk beraktivitas
melakukan berbagai hal sepertimembaca, menulis, berhitung,
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 31
pembenahan dan pengelolaan sanitasi yang baik agar dapat mencegah
penyakit-penyakit.
Terakhir adalah pemanfaatan lahan kosong untuk tanaman konsumsi.
Daerah-daerah yang akan di datangi oleh peserta K2N UI 2011 merupakan
daerah yang dengan perkarangan yang luas. Pekarangan yang luas ini jarang
sekali dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menanam sesuatu yang
bermanfaat. Pemanfaatan lahan kosong untuk tanaman konsumsi dianggap
suatu ide dalam menanggapi kekosongan pekarangan yang sering sekali
ditelantarkan. Dengan begitu, masyarakat dapat memanfaatkan tanaman
yang telah di tanam seperti sayuran dan tanaman obat-obatan untuk dipakai
keperluan sehari-hari dan masyarakat tidak perlu jauh-jauh lagi untuk
mendapatkan sayuran dan tanaman obat karena di pekarangan rumahnya
telah ditanami sayuran dan tanaman obat tersebut14.
2.3.2 Deskripsi Program
Pelaksanaan program kerja ini diawali dengan kegiatan assessment.
Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi
lingkungan, perilaku dan pandangan masyarakat terhadap lingkungan
sekitar, serta permasalahan yang terjadi pada lingkungan setempat.
Hasil dari kegiatan assessment akan digunakan sebagai acuan
penyusunan program kerja. Penyusunan program tersebut disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan daerah setempat, yang tentunya akan
berbeda di setiap lokasi, walaupun secara garis besar memiliki kesamaan.
a) Sasaran = Masyarakat Desa Tuanggeo, Kec. Palue, Kab Sikka, NTT.
b) Tujuan
Program kerja rutin K2N UI 2011 Kampung berseri memiliki tujuan
untuk mengajak warga pulau Palue agar senantiasa menjaga kebersihan
lingkungan, sanitasi, dan memberdayakan lahan kosong. Selain itu,
harapannya program ini dapat menjadi wadah interaksi antar peserta K2N
dengan segenap warga desa sehingga dapat membangkitkan rasa persatuan
dan mengasah semangat bergotong royong.
14
Sutaryono.2011. Pemanfaatan Tanah Kosong & Penertiban Tanah Terlantar.24 Februari.http://dppd.slemankab.go.id. 12 September, pk. 07.10.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 32
1.6. Anak-anak SDK Lei setelah penyuluhan kesehatan (doc. Tim Palu’e Pulau Sehat)
2.3.3 Pelaksanaan Kegiatan
Hal pertama yang
dilakukan dalam
pelaksaaan kampung
berseri di desa Tuanggeo
adalah melakukan
assessment setiap dusun
hal apa yang dapat
dilakukan untuk setiap
dusun. Walaupun dalam
satu desa, namun
karakteristik setiap dusun
berbeda-beda.Tuanggeo
memiliki tiga dusun yaitu
dusun Tomu, Sali dan Lei.
Alasan pelaksanaan
dilakukan berdasarkan dusun karena mengingat waktu yang terbatas dan
medan topografi yang berat karena memiliki topografi dengan kemiringan
yang curam. Dari hasil assessment dan berpedoman dengan proposal yang
telah dibuat akhirnya pelaksanaan yang dapat dilaksanakan dalam program
kampung berseri ini adalah kerja bakti membersihkan perkarangan rumah
warga, sekolah dan puskesmas, sosialisasi buang pilah sampah kepada
masyarakat, pemanfaatan pupuk kompos, tempat pembuangan akhir dan
aksi bersih pantai yang dilakukan oleh warga desa Maruriwu dan
Reruwairere. Pemberian penghargaan kepada desa terasri tidak dapat
dilakukan karena beberapa pertimbangan sehingga hal itu tidak dilakukan.
Adapun rinciaan kegiatan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
1 Juli 2011
Kegiatan kampung berseri di lakukan di dusun Tomu, setelah
sebelumnya berkoordinasi dengan Kepala Dusun Tomu dan guru-guru SDK
Tomu 134 perihal rencana pelaksaaan kampung berseri di dusun Tomu. Hal
yang dilakukan adalah mengajak warga dusun Tomu untuk kerja bakti
membersihkan pekarangan sekitar dan sekolah.Sosialisasi selain melalui
ketua dusun, ketika hari H dilakukan dengan metode door to door, mengajak
warga dusun Tomu secara langsung dengan mendatangi dari rumah ke
rumah.Selain itu dilakukan juga membersihkan lingkungan sekolah bersama
siswa-siswi SDK 134 Tomu.Disela-sela melakukan kegiatan kerja bakti,
dilakukan sosialisasi pemanfaatan pupuk kompos dan pentingnya
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 33
1.7. Bersih Pustu di Dusun Sali, Tuanggeo (doc. Tim Kampung Berseri)
keberadaan TPA. Selain itu pula terdapat waktu luang kita isi dengan
kegiatan pendidikan hidup sehat dan bersih seperti mencuci tangan bersama
dan sosialisasi cara mencuci tangan dengan benar dan menggunakan sabun
serta penyakit-penyakit yang sering timbul yang diakibatkan karena
lingkungan yang kotor.
8 Juli 2011
Kegiatan kampung berseri dilakuan di dusun Lei.Sosialisasi telah
dilakukan melalui kepala dusun dan tokoh masyarakat telah dilakukan
perihal rencana pelaksanaan kegiatan kampung berseri di dusun lei. Namun
karena kegiatan kampong berseri bertepatan dengan acara keberangkatan
Frater (calon Pasto) setempat sehingga warga dusun Lei mengantar sampai
ke pelabuhan Uwa dan kebanyakan dari warga tidak berada di tempat. Oleh
karena itu kegiatan yang dapat dilakukan adalah kerja bakti membersihkan
lingkungan sekitar sekolah SDK Lei bersama siswa-siswi SDK Lei.
15 Juli 2011
Kegiatan kampung
berseri dilakukan di dua
tempat berbeda yaitu
dusun Sali desa Tuanggeo
dan aksi bersih pantai Uwa,
desa Reruwairere dan
Maruriwu. Kegiatan
kampung dusun Sali
bersama masyarakat
sekitar melakukan
pembersihan Puskesmas
yang akan segera di
resmikan. Masyarakat yang
ikut serta dalam aksi ini
cukup banyak dan mereka
sangat antusias melaksanakan kegiatan kerja bakti.Di waktu yang bersamaan
dilakukan aksi bersih pantai di pantai Uwa.Kegiatan ini diikuti oleh warga
desa Maruriwu dan Reruwairere. Adapun bentuk kegiatan yang dilakukan
adalah ,membersihkan sekitaran pantai dari sampah yang dibuang secara
sembarangan terutama sampah plastik yang sulit untuk diuraikan oleh alam.
Setelah aksi bersih pantai dilakukan pembuatan tugu K2N UI 2011 Pulau
Palue di dekat dermaga. Alasan lokasi ini yang dipilih sebagai lokasi
pembuatan tugu dengan pertimbangan lokasi ini merupakan salah satu
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 34
1.8. Salah satu halaman dari modul yang disiapkan oleh Tim Penyuluhan Hukum (doc. Tim Penyuluhan Hukum Tuanggeo)
tempat pusat kegiatan masyarakat palue dan merupakan gerbang utama
ketika masyarakat akan atau meninggalkan palue. Peserta yang mengikuti
kegiatan aksi bersih pantai ini juga cukup banyak bahkan diluar espektasi
dari peserta K2N.
2.4. Penyuluhan Hukum
2.4.1. Perencanaan Penyuluhan Hukum
Program penyuluhan hukum di Pulau Palue merupakan program
sosialisasi atas permasalahan-permasalahan hukum yang relevan dan
mengemuka dalam kehidupan keseharian masyarakat Pulau Palue, baik
permasalahan yang bersifat mikro maupun bersifat makro. Diharapkan,
dengan dilakukannya program ini, masyarakat Palue dapat menjadi
masyarakat yang sadar hukum dan dapat mengetahui hak-haknya serta
melaksanakan kewajiban-kewajibannya menurut hukum.
Sasaran dari kegiatan Program Penyuluhan hukum ini adalah
warga yang telah dianggap dewasa berdasarkan hukum adat di daerah
masing-masing atau warga yang telah dianggap dewasa berdasarkan
hukum nasional yang tercantum
dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHPer) yaitu 21
tahun, sudah atau pernah menikah.
Meski demikian di dalamnya juga
disisipkan penyuluhan hukum
secara ‘implisit’ bagi anak-anak
terkait perlindungan diri mereka.
Tujuan dari penyuluhan
hukum ini secara umum adalah
memberikan pengetahuan kepada
masyarakat Pulau Palue mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan
bidang hukum; mewujudkan
kesadaran hukum masyarakat
Pulau Palue; memberikan
pemahaman kepada masyarakat
mengenai hak dan kewajibannya
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 35
sebagai warga negara; dan menumbuhkan semangat nasionalisme pada
seluruh masyarakat di Pulau Palue.
Dalam proses persiapan, tim Penyuluhan Hukum menyiapkan
materi-materi yang dibutuhkan, meliputi penjelasan singkat mengenai
materi yang bersangkutan, pengertian-pengertian dan isu-isu terkait, serta
perundang-undangan terkait dan penjelasannya. Materi tersebut meliputi
pengantar sistem hukum Indonesia secara umum, penangkapan ikan
secara ilegal, hukum pertanahan, hukum keluarga, dan akan menjadi bekal
dalam pelaksanaan penyuluhan hukum dengan menyesuaikan kebutuhan
lokasi masing-masing.
Secara garis besar, penyuluhan hukum akan dilakukan dalam tiga
tahapan, yaitu Pengkajian pada minggu pertama, penyuluhan informal
pada minggu kedua dan ketiga, danpenyuluhan formal pada minggu
keempat. Tahap assessment merupakan tahap pencarian informasi
mengenai segala hal terkait hukum yang berlaku di daerah tersebut,
hukum nasional maupun hukum adat daerah setempat. Tahap ini
dilakukan dengan beberapa metode, yaitu observasi, kunjungan ke tokoh
adat, kunjungan ke instansi pemerintah, kunjungan ke rumah-rumah
warga, dan penentuan intervensi masalah. Selanjutnya setelah Pengkajian,
dilakukan penyuluhan informal dalam bentuk bincang-bincang dengan
warga dalam waktu dan tempat yang tidak formal dengan memasukkan
materi hukum di dalamnya. Sebagai acara puncak dari penyuluhan hukum,
pada minggu terakhir diadakan satu kali penyuluhan formal, yaitu
penyuluhan hukum dengan format tempat, acara, maupun peserta yang
dilakukan dengan konsep acara tertentu (misalnya talkshow, seminar,
atau workshop) dan dengan mengusahakan pembicara yang kompeten
dari badan pemerintahan yang bersangkutan.
2.4.2. Pelaksanaan Penyuluhan Hukum
a) Assessment
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 36
1.9. Pengkajian yang dilakukan secara umum di Pulau Palu’e pada saat Kampanye Calon Kades Reruwairere (doc. Tim Penyuluhan Hukum
Tuanggeo)
Tahap Pengkajian untuk penyuluhan hukum dilaksanakan pada minggu
pertama masa tugas yaitu pada tanggal 23 Juni 2011 s.d. Kamis, 30 Juni
2011. Pada tahap Pengkajian di Desa Tuanggeo, setiap anggota
kelompok yang bertempat tinggal di desa ini mencari tahu mengenai isu
hukum yang mengemuka di Pulau Palu’e secara umum dan di Desa
Tuanggeo secara khusus.
Pengkajian dilakukan dalam setiap kesempatan bincang-bincang santai
dengan aparat desa, pemuka adat, pemuka agama, dan masyarakat
dengan cara menyisipkan pertanyaan seputar permasalahan hukum
kepada mereka. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dimulai dengan
melemparkan pertanyaan pokok kepada mereka untuk menyebutkan
dan menguraikan mengenai permasalahan hukum yang dianggap
penting oleh mereka dan kemudian menggali pernyataan mereka
dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih rinci. Selain itu, kelompok
juga menanyakan mengenai isu-isu lain yang tidak disebutkan tetapi
mungkin berkenaan dengan Pulau Palu’e. Dari hasil Pengkajian,
ditetapkan satu topik yang menjadi pokok utama penyuluhan hukum
baik formal maupun informal, yaitu hukum pertanahan. Penetapan
hanya satu
topik dalam
penyuluhan
hukum
dilakukan
agar
penyuluhan
yang
diberikan
dapat bersifat
dalam dan
fokus serta
praktis dapat
diterapkan,
sehingga
masyarakat
benar-benar
dapat
mengerti topik pertanahan tersebut dan dengan demikian memberikan
nilai tambah bagi kehidupan mereka. Terdapat beberapa pertimbangan
dalam memilih topik tersebut, yaitu:
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 37
1.10. Penyuluhan informal dilakukan bersamaan dengan Pesta Perpisahan Frater Nico (doc. Tim Penyuluhan Hukum Tuanggeo)
1. Masyarakat Palu’e sebagian besar belum mengerti hukum
positif tentang tanah di Indonesia, padahal tanah merupakan
penopang kehidupan masyarakat yang sangat erat kaitannya
dengan kehidupan masyarakat Palu’e;
2. Tanah di Palu’e sebagian besar belum bersertifikat, sehingga di
satu sisi
masyarakat
belum bisa
sepenuhnya
menikmati nilai
guna tanah
sebagai akses
kepada
permodalan,
memiliki posisi
yang lemah
dalam sengketa
tanah 15 , serta
di sisi lain
berpengaruh
terhadap tertib
pertanahan di
Indonesia16;
3. Belum pernah dilaksanakan sosialisasi tentang pendaftaran
tanah di Palu’e
Dalam tahap Pengkajian ini, anggota kelompok juga mempersiapkan
koneksi yang dibutuhkan untuk penyuluhan hukum formal ke
depannya, serta mencari kemungkinan kaderisasi bagi tiap-tiap desa
15 Dalam sengketa tanah perdata yang dibawa ke Pengadilan, maka berlaku kekuatan pembuktian sesuai dengan hukum acara perdata yang diatur dalam RbG (Rechtsreglemet Buitengewesten; Kitab Undang-Undang Acara Perdata yang berlaku di luar Jawa dan Madura), di mana alat bukti surat memiliki kekuatan pembuktian yang paling kuat dibandingkan dengan alat bukti lainnya. Hal ini berimplikasi pada lebih kuatnya posisi pihak yang memiliki alat bukti surat jika dibandingkan dengan pihak yang tidak diperkuat dengan alat bukti surat, seperti masyarakat ini.
16Tertib Pertanahan merupakan program yang dicanangkan Pemerintah melalui Catur Tertib Pertanahan (tanah dalam arti wilayah) yaitu Tertib Administrasi Pertanahan, Tertib Hukum Pertanahan, Tertib Penggunaan Tanah, dan Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 38
1.11. Diskusi hukum dan politik di rumah kreatif (doc. Tim Penyuluhan Hukum Tuanggeo)
maupun Pulau Palu’e. Dari hasil Pengkajian, direncanakan bahwa
penyuluhan hukum formal nantinya akan mengusahakan untuk bekerja
sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dengan mengundang
salah satu perangkat BPN sebagai pembicara. Sedangkan terkait dengan
kaderisasi, diputuskan untuk terus mencari kader sambil menjalankan
program dengan pertimbangan padat dan kompleksnya materi hukum
serta pelaksanaan penyuluhan hukum yang menyebar di 8 (delapan)
desa.
b) Penyuluhan Hukum Informal
Penyuluhan hukum di Pulau Palu’e dilaksanakan secara bergiliran
oleh tim penyuluh hukum di lima titik, yaitu dua kali di Desa Tuanggeo
(Kajukeri pada 1 Juli 2011 dan Lei pada 7 Juli 2011), masing-masing
satu kali di Desa Rokirole pada 7 Juli 2011, Desa Nitunglea pada 10 Juli
2011, dan Desa Lidi pada 16 Juli 2011.
Kajukeri, 1 Juli 2011
Penyuluhan hukum informal di Kajukeri dilaksanakan bersamaan
dengan pesta perpisahan dengan Frater Nico, seorang frater TOP
(Tahun Orientasi Pastoral) yang akan meninggalkan Palu’e setelah dua
tahun bertugas. Setelah acara makan bersama pada pesta, yaitu pada
pukul 22.00 s.d. 23.30 WITA, salah seorang tim penyuluh hukum yang
menghadiri pesta tersebut memohon waktu hadirin untuk berdiskusi
mengenai masalah hukum yang terjadi di Palu’e. Penyuluhan ini
dihadiri oleh sekitar 20 orang, dan dilaksanakan dalam bentuk diskusi
dan tanya jawab dengan dibawakan oleh Margaretha Quina, di mana
komunikasi bersifat dua arah dan penyuluh bersifat sebagai fasilitator
untuk memancing
pertanyaan maupun
pengetahuan warga
mengenai hukum. Dalam
pertemuan pertama ini,
fokus pembahasan adalah
masalah pertanahan, dalam
kaitannya pula dengan
proses peradilan dan
pembuktian, sertifikasi
tanah, baik dari segi hukum
adat dan hukum perdata
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 39
1.12. Penyuluhan hukum formal di Uwa (doc. Tim Penyuluhan Hukum Tuanggeo)
barat.
Lei, 7 Juli 2011
Penyuluhan hukum informal pada tanggal 7 Juli 2011
dilaksanakan di rumah kreatif sekaligus untuk mengisi materi diskusi
yang merupakan salah satu sub-program dari Rumah Kreatif, terjadi
pada pukul 15.00 s.d. 17.00 WITA. Dalam penyuluhan ini, tidak hanya
masalah hukum yang dibahas, namun juga masalah politik. Penyuluhan
ini dihadiri oleh 11 orang yang kesemuanya adalah laki-laki, baik yang
tua maupun yang muda. Penyuluhan dibuka dengan diskusi mengenai
masalah politik yang dibawakan oleh Julia Ikasarana, yang membahas
mengenai partai politik dan pemilihan umum serta relevansinya
dengan keadaan di Palu’e. Dipaparkan pula mengenai tips untuk
menjadi pemilih rasional, serta beberapa hal praktis terkait resolusi
konflik. Selanjutnya, materi mengenai hukum pertanahan dibawakan
oleh Margaretha Quina, yang karena keterbatasan waktu langsung
dibuka dengan forum tanya jawab yang ditanggapi secara singkat.
c) Penyuluhan Hukum Formal
Penyuluhan hukum formal dilaksanakan pada hari Rabu, 20 Juli 2011,
di Kantor Kecamatan Palu’e, Uwa. Penyuluhan ini dihadiri 38 orang
yang merupakan perwakilan dari 8 desa, meliputi aparat desa, tokoh
masyarakat, serta perwakilan dari para pemuda. Pada awalnya
direncakan bahwa penyuluhan akan dilakukan oleh Bapak Caesar,
Wakil Kepala BPN Kabupaten Sikka, yang telah menyanggupi untuk
menyampaikan materi tersebut, dengan Margaretha Quina sebagai
moderator. Namun, dikarenakan BPN kekurangan tenaga terkait tugas
pendataan di
Kabupaten
Maumere,
beberapa hari
menjelang
acara BPN
memberitahu
kan
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 40
pembatalan keterlibatannya dalam acara ini. Tim Penyuluhan hukum
menyikapi hal ini dengan memutuskan untuk melakukan penyuluhan
secara mandiri dengan Margaretha Quina (Fakultas Hukum UI 2008)
sebagai pembicara. Persiapan materi dilakukan dengan studi pustaka
serta berkonsultasi pula dengan BPN via telepon. Selain menyajikan
presentasi satu arah dan menyiapkan materi dalam bentuk keluaran
print (handout) untuk dibagikan untuk tiap desa. Tim juga
mengantisipasi pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul dengan
menganalisa pertanyaan-pertanyaan yang kerap muncul pada
penyuluhan hukum informal.
Pembagian tugas melibatkan seluruh peserta K2N UI 2011 di Pulau
Palu’e dengan pos-pos sebagai berikut yaitu moderator, notulensi dan
penanggung jawab waktu (timekeeper), konsumsi, registrasi,
perlengkapan lapangan dan kebersihan, dekorasi, liaison officer (LO
Wakil Bupati & Bapak Camat), serta dokumentasi.
Adapun jalannya acara dipersiapkan sebagai berikut:
Waktu Acara
08.30 Persiapan oleh MC
08.35 Menyanyikan lagu Indonesia Raya
dan Doa
08.45 Sapaan awal dari Bapak Camat
Sambutan dari Pater Otto Gusti
Sambutan dari Wakil Bupati
09.00 Pre-Test
09.30 Materi
10.15 Tanya Jawab dan Diskusi (Sesi I)
11.00 Istirahat & Snack
11.20 Tanya Jawab dan Diskusi (Sesi II)
12.00 Post-Test (Kuisioner)
12.30 Penutupan
Pada hari-H, pelaksanaan acara terlambat dari jadwal yang
direncanakan dikarenakan menunggu jumlah peserta agar acara dapat
berjalan efektif. Diputuskan bahwa setelah terdapat perwakilan dari 4
(empat) desa, maka acara dapat dimulai. Pada pukul 10.00 WITA, acara
dimulai sesuai dengan susunanacarayang telah ditentukan. Setelah
pembicara menyampaikan materi, peserta diberi kesempatan untuk
menyampaikan pertanyaan dalam sesi tanya jawab. Dalam sesi ini,
pembicara juga mempersilakan Bapak Wakil Bupati Sikka untuk turut
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 41
1.13. Bapak Mboy Zakarias, Lakimosa Keri (doc. Tim
Penyuluhan Hukum Tuanggeo)
memberikan jawaban sebagai pandangan pelengkap dan gambaran dari
segi praktis pemerintahan bagi peserta. Karena keterbatasan waktu,
sesi tanya jawab yang tadinya direncanakan terdiri atas 2 (dua) sesi
terpaksa dipersingkat menjadi 1 (satu) sesi saja. Dalam sesi tanya
jawab mengemuka tiga pertanyaan yang ditanyakan oleh Bapak
Bonifasius (Desa Tuanggeo), Bapak Petrus Cawa (Reruwairere), serta
Bapak Kepala Desa Ladolaka.
d) Dokumentasi Hukum
Adat
Dokumentasi hukum adat adalah
kegiatan pencatatan hukum adat yang
berlaku pada saat ini di Pulau Palu’e di
keempat desa tempat pelaksanaan K2N
UI 2011. Dokumentasi hukum adat
dilaksanakan di Desa Tuanggeo pada
sepanjang masa K2N UI 2011 dengan
melakukan wawancara dengan ketua adat
wilayah lakimosa yang bersangkutan. Di
Tuanggeo, wilayah lakimosanya adalah
Wilayah Lakimosa Keri dan Tomu, di
mana terdapat tiga lakimosa diantaranya
yaitu Bapak Mboy Zakarias (81) dan
Bapak Yohanis Nara yang merupakan
Lakimosa Keri.
Dokumentasi hukum adat dilaksanakan
dengan mengacu pada satu kerangka,
yaitu memisahkan antara hukum perdata
dengan hukum publik. Hukum perdata
kemudian dikhususkan lagi yaitu hukum
keluarga, hukum kebendaan, hukum
perjanjian, dan hukum pembuktian dan
daluwarsa. Sedangkan hukum publik
meliputi acara-acara adat, sanksi-sanksi
adat, dan masa pije. Anggota kelompok
mencoba untuk menggali sedalam
mungkin hukum adat yang ditemukan
dengan menyesuaikan dengan kesediaan
Lakimosa, dengan memprioritaskan
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 42
kedalaman materi. Tidak semua bidang pada akhirnya dapat
didokumentasikan dikarenakan keterbatasan waktu dan tenaga. Materi
yang terdokumentasi di Desa Lei dalam aspek hukum publik meliputi
Poo Dubu (upacara memberi makan arwah), larangan bom ikan, Pua
Karapau, Pio Pikariwu, serta pengertian pije secara umum serta
beberapa pije yang ada di Lei. Sementara dalam aspek perdata adalah
hukum keluarga yang meliputi hukum perkawinan, belis dan tahapan
acara, hubungan kawin adat dan kawin agama, perceraian, hamil di luar
nikah, upacara adat untuk anak yang baru lahir.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 43
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1. Rumah Kreatif
Konsep Rumah Kreatif K2N UI 2011 ini merupakan sebuah ruang yang
dapat digunakan oleh semua umur sebagai tempat berkumpul warga dari
berbagai desa untuk berinteraksi, bertukar wawasan sehingga persatuan
antar warga dalam suatu wilayah. Seperti yang dipaparkan oleh American
Planning Association mengenai Public Space.
“A public space may be a gathering spot or part of a neighborhood,
downtown, special district, waterfront, or other area within the public
realm that helps promote social interaction and a sense of community.”
(American Planning Association/APA)
Sebuah komunitas merupakan kumpulan orang yang saling
berinteraksi dan tinggal dalam jarak yang berdekatan.Dalam istilah
Biologi merupakan sekumpulan makhluk hidup yang saling
berinteraksi dan hidup dalam suatu lingkungan.
“Community is a group of interacting people, possibly living in close
proximity, and often refers to a group that shares some common values,
and is attributed with social cohesion within a shared geographical
location, generally in social units larger than a household.”
(Wikipedia.com)
Bahwasanya masyarakat Pulau Palu’e merupakan sebuah komunitas
yang lahir dan tinggal di Pulau Palu’e. Mereka saling berinteraksi satu dengan
lainnya. Dalam kenyataan yang kami temui di lapangan adalah hubungan
beberapa desa masih kurang terjalin dengan baik. Adapun hal tersebut
terjadi salah satunya karena ada perang yang disebabkan perebutan batas
desa seperti yang terjadi antara Desa Rokirole dan Nitung Lea sehingga
sampai sekarang warga dari masing-masing desa masih sering bersaing dan
ingin terlihat lebih dibandingkan desa yang lain. Melihat hal tersebut, agar
masalah tidak ditempatkan pada persiangan yang negatif maka rumah kreatif
diharapkan dapat mempersatukan Palu’e sebagai satu komunitas.
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 57
1.16 Seorang warga asyik memperhatikan penyuluhan kesehatan yang diberikan (doc.
Palu’e Pulau Sehat)
seperti halnya dengan tingkat pendapatan tahunan.Di negara-negara yang
tingkat kesehatannya lebih baik, setiap individu memiliki rata-rata hidup
lebih lama, dengan demikian secara ekonomis mempunyai peluang untuk
untuk memperoleh pendapatan lebih tinggi. Keluarga yang usia harapan
hidupnya lebih panjang, cenderung untuk menginvestasikan
pendapatannya di bidang pendidikan dan menabung.18
3.3. Kampung Berseri
Secara keseluruhan pengetahuan bagaimana suatu desa
dikatakan bersih dan asri telah dipahami oleh masyarakat desa Tuanggeo.
Mereka telah menerapkan pemisahan kandang ternak dengan tempat
tinggal manusia, pembuangan tempat sampah akhir di beberapa tempat
telah diterapkan pula, walupun kebanyakan masyarakat di desa ini
mengumpulkan sampah-sampah mereka di pekarangan mereka dan
membakar sampah tersebut. Kondisi yang sebagian berdebu dikarenakan
karena kondisi di desa ini merupakan lingkungan yang sulit air sehingga
penggunaan air benar-benar diminimalisasi sekali dalam penggunaan.
Dalam pelaksaaan kegiatan
kerja bakti secara umum
dapat dikatakan bahwa
kegiatan ini belum
dikerjakan secara rutin oleh
warga desa. Mengenai
pemilahan sampah telah
dilakukan sosialisasi kepada
masyarakat sehingga dengan
ini dapat mengurangi
kerusakan yang diakibatkan
oleh sampah-sampah
anorganik yang dapat
merusak alam sekitar. Secara
umum sampah yang ada di di desa Tuanggeo adalah Sampah Organik,
yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan, sayuran,
daun-daun kering, dan sebagainya. Sampah ini dapat diolah lebih lanjut
menjadi kompos; Sampah Anorganik, yaitu sampah yang tidak mudah
membusuk, seperti plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik
mainan, botol dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah
18Ibid., hal.2.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 58
ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk
dijadikan produk lainnya. Pengolahan sampah yang dilakukan di desa
Tuanggeo terutama dengan mengumpulkan sampah pada suatu tempat
dan membakarnya, namun sosialisasi tentang bahayanya pengolahan
sampah dengan membakar sampah sembarang karena sampah bisa
terdiri dari berbagai bahan yang belum tentu aman. Bahan seperti kaleng
aerosol dapat meledak bila kena panas, sedangkan bahan dari plastik dan
karet dapat menghasilkan gas yang menimbulkan kanker bila dibakar.
Telah disosialisasikan pula bila pembakaran tidak bisa dihindari,
dipastikan bahwa hanya sampah organik yang dibakar, tidak terlalu
banyak sampah basah, dan dilakukan jauh dari kerumunan orang banyak
atau benda lain yang dapat memperburuk pembakaran. Beberapa sampah
anorganik yang dapat didaur ulang adalah plastik wadah pembungkus
makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik
kertas koran, HVS, maupun karton. Sosialisasi pemanfaatan sampah
terutama sampah yang tidak dapat diproses oleh alam telah dilakukan
antara lain menggunakan kembali plastik dan kaleng yang telah dipakai
sebagai produk kerajinan tangan, dimana biasa jadi jika ditekuni dapat
menjadi potensi ekonomi yang dapat memajukan kehidupan ekonomi.
Selain itu pula sosialisasi pemanfaatan sampah hijau dan kotoran ternak
sebagai pupuk kompos telah dilakukan pula dan antusiasme masyarakat
tinggi untuk hal ini. Agar sampah-sampah tidak berserakan kemana-mana
idealnya setiap rumah memiliki tempat sampah. Dengan meminimalisasi
serakan sampah dapat meminimalisasi dampak negatif dari sampah
terutama dalam dampaknya dalam menyebarkan bahan penyakit. Tentang
hal ini pula telah dilakukan sosialisasi kepada masyarakat di desa
Tuanggeo, namun realisasi belum sempat untuk bersama-sama dengan
peserta K2N membuat tempat sampah masal. Kita berharap sepulang kita
di desa tersebut masyarakat dapat merealisasi pembuatan tempat sampah
tersebut. Diselala kegiatan kampung berseri kita pula memasukkan
pendidikan hidup sehat dan bersih kepada masyarakat dan anak-anak
sekolah di desa Tuanggeo. Hal yang telah dilakukan misalnya praktek
mencuci tangan yang baik, menggosok gigi, informasi penyakit-penyakit
diakibatkan lingkungan yang kotor dan bagaimana cara
menanggulangginya. Untuk membudayakan kegiatan kerja bakti peranan
pemerintah desa sangat penting selain peranan dari tokoh agama dan
adat juga sama pentingnya dilihat dari segi posisi. Selain itu pula bilamana
kerja bakti padat dilakukan secara rutin oleh warga masyarakat secara
tidak langsung dapat menumbuh kembangkan rasa cinta terhadap
lingkungan dan meningkatkan rasa kesatuan dan rasa saling memiliki
antar warga masyarakat. Penganugrahan kepada kampung yang terasri
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 59
tidak dilakukan karena peserta K2N Palue berada di beberapa desa dan
mengurangi gap antar desa maupun dusun yang selama ini secara tidak
langsung sedikit terasa. Kegiatan selain dilakukan di desa Tuanggeo,
dilakukan pula aksi bersih pantai oleh warga desa yang berada disekitar
pinggiran pantai Uwa. Respon masyarakat akan kegiatan ini sangat baik,
ini terlihat dari jumlah masyarakat yang mengikuti kegiatan terbilang
banyak. Diharapkan kembali pembersihan pantai dapat dilakukan secara
rutin sehingga pantai dapat berada dalam keadaan bersih. Biasanya
selama ini menurut informasi dari warga setempat, aksi pembersihan
pantai dilakukan bersamaan dengan kegiatan adat. Dilakukan pula
pembangunan tugu Palue di depan pelabuhan Uwa, dimana sebagai
pertimbangan bersama diketahui tempat ini merupakan gerbang masuk
utama Pulau Palue.
3.2.4 Penyuluhan Hukum
Berdasarkan hasil Pengkajian selama satu minggu, ditemukan beberapa
permasalahan hukum di Pulau Palu’e, yaitu meliputi hukum pertanahan,
kekerasan dalam rumah tangga, perlindungan anak, serta masalah
administrasi terkait Kartu Tanda Penduduk dan Paspor.
Menurut Lawrence W. Friedman, sistem hukum terdiri atas struktur
hukum (legal structure), substansi hukum (legal substance), dan budaya
hukum (legal culture). Ia menentukan pengertian struktur adalah,
“The structure of a system is its skeleton framework; it is the
permanent shape, the institutional body of the system, the tough
rigid nones that keep the process flowing within bounds..”,
(terjemahan bebasnya: “Struktur dari sebuah sistem adalah
kerangka tengkoraknya, yang merupakan bentuk permanen,
tubuh institusional dari sistem, jam rigid tangguh yang menjaga
proses mengalir di dalam batasannya”)
Kemudian substansi dirumuskan sebagai:
“The substance is composed of substantive rules and rules about
how institutions should behave,”
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 60
1.18 Seorang wanita membawa beban yang sangat berat, yang biasa ditemui dalam keseharian wanita Palu’e (doc. Tim
Penyuluhan Hukum Tuanggeo)
(terjemahan bebasnya: “Substansi terdiri dari aturan-aturan
substantif dan aturan mengenai sebuah institusi harus berlaku”)
dan budaya hukum dirumuskan sebagai:
“The legal culture, system their beliefs, values, ideas and
expectation. Legal culture refers, then, to those ports of general
culture customs, opinions ways of doing and thinking that bend
social forces toward from the law and in particular ways.”.19
(terjemahan bebasnya: Struktur hukum mensistematikakan
kepercayaan, nilai-nilai, ide-ide, dan ekspektasi-ekspektasi
mereka. Budaya hukum menunjuk pada pelabuhan dari
kebiasaan-kebiasaan dari budaya umum, opini-opini dari cara-
cara berlaku dan berpikir yang mengikat kekuatan sosial terhadap
hukum dan dalam cara tertentu”)
Hukum sebagai
suatu sistem
sangat
diperlukan bagi
bangsa Indonesia
sebagai negara
yang sedang
berkembang. 20
Terhadap hal ini,
dasar fungsi
hukum sebagai
“sarana
pembaharuan
masyarakat” (law
as a tool social
engeneering) mengambil peran, di mana hukum dilihat sebagai sarana
untuk mengubah masyarakat. Mochtar Kusumaatmadja menegaskan
bahwa
19 Lawrence W. Friedman, American Law: An Invaluable Guide To The Many Faces of the
Law, And How It Affects Our Daily Lives, (New York: W.W. Norton & Company, 1984), hlm. 1-8. dan pada “Legal Culture and Social Development”,Stanford Law Review, (New York, 1987), hlm. 1002-1010 serta dalam Law in America: a Short History, (New York: Modern Library Chronicles Book, 2002), hlm. 4-7
20 Lili Rasjidi dan Ida Bagus Wiyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: CV.
Mandar Maju, 2003), hlm. 5 dst
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 61
“Hukum merupakan suatu alat untuk memelihara
ketertiban dalam masyarakat. Mengingat fungsinya sifat
hukum, pada dasarnya adalah konservatif artinya,
hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang
telah tercapai. Fungsi demikian diperlukan dalam setiap
masyarakat, termasuk masyarakat yang sedang
membangun, karena di sini pun ada hasil-hasil yang
harus dipelihara, dilindungi dan diamankan. Akan tetapi,
masyarakat yang sedang membangun, yang dalam difinisi
kita berarti masyarakat yang sedang berubah cepat, hukum
tidak cukup memiliki memiliki fungsi demikian saja. Ia
juga harus dapat membantu proses perubahan
masyarakat itu. Pandangan yang kolot tentang hukum
yang menitikberatkan fungsi pemeliharaan ketertiban
dalam arti statis, dan menekankan sifat konservatif dari
hukum, menganggap bahwa hukum tidak dapat memainkan
suatu peranan yang berarti dalam proses pembaharuan.”21
Dalam hubungan dengan fungsi hukum yang telah
dikemukakannya, Mochtar Kusumaatmadja memberikan definisi
hukum dalam pengertian yang lebih luas, tidak saja merupakan
keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan
manusia dalam masyarakat, melainkan meliputi pula lembaga-
lembaga (institution) dan proses-proses (processes) yang
mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan. 22
Dengan kata lain suatu pendekatan normatif semata-mata tentang
hukum tidak cukup apabila hendak melakukan pembinaan hukum
secara menyeluruh.
Dalam golongan masyarakat tertentu, hukum yang berlaku dalam
suatu masyarakat ada kalanya mengalami transisi, sehingga nilai-nilai
yang ada dalam masyarakat tersebut belum selaras dengan kaidah-
kaidah nasional yang diatur dalam perundang-undangan. Hal ini
terutama dijumpai ketika perundang-undangan nasional dibentuk
dengan cara modifikasi, yaitu dengan mengundangkan nilai-nilai
21Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan (Kumpulan
Karya Tulis) (Bandung: Alumni, 2002), hlm. 14
22Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional,
(Bandung: Binacipta, 1986) hlm. 11.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 62
untuk mengubah nilai-nilai lama yang ada di masyarakat, agar nilai-
nilai baru tersebut diikuti dan dipatuhi sebagai suatu standar yang
baru dalam sistem nilai masyarakat sebagaimana dikemukakan dalam
teori Hukum Pembangunan di atas di mana hukum berperan sarana
pembaruan masyarakat. Permasalahan-permasalahan yang ditemui
dalam K2N UI 2011 ini tidak lain adalah suatu bentuk penyesuaian
dari masyarakat yang berada dalam tahap transisi karena struktur,
substansi, dan budaya hukum yang belum selaras, dan diharapkan,
dengan diadakannya penyuluhan-penyuluhan baik secara formal
maupun informal, masyarakat dapat mengenal dan mematuhi hukum
positif yang berlaku di Republik Indonesia.
Pertanahan
Kerangka konsep:
a. Agraria urusan tanah dan segala apa yang ada di dalamnya dan
diatasnya, seperti telah diatur dalam Undang-undang Pokok
Agraria, LN 1960-104, hukum agraria (Agrarisch Recht Bld.) adalah
keseluruhan dan pada ketentuan-ketentuan hukum, baik hukum
perdata maupun hukum tata negara (staatsrecht) maupun pula
hukum tata usaha negara (administratif recht) yang mengatur
hubungan-hubungan antara orang termasuk badan hukum dengan
bumi, air, dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara dan
mengatur pula wewenang-wewenang yang bersumber pada
hubungan tersebut.23
b. Hukum adat adalah hukum non-statutair yang sebagian besar
adala hukum kebiasaan dan sebagian kecil hukum Islam. Hukum
adat mencakup hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan
hakim yang bersi asas-asas hukum dalam lingkungan di mana ia
memutuskan perkara. Hukum adat berakar pada kebudayaan
tradisional, dan merupakan suatu hukum yang hidup karena ia
menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai
dengan fitrahnya sendiri, hukum adat terus-menerus dalam
keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri.24
23 Subekti dan Tjitrosoedibjo, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1969(
24 Raden Soepomo, Bab-bab Tentang Hukum Adat, cet. 17, (Jakarta: Pradnya Paramita,
2007), hlm. 3.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 63
c. Hak ulayat adalah kewenangan yang menurut hukum adat
dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah
tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk
mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah dalam
wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya,
yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun
temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat
tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.25
d. Hukum antar tata hukum internal adalah Keseluruhan peraturan
dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah
yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-
hubungan dan peristiwa-peristiwa antara warga negara dalam
satu negara memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel-
stelsel dan kaidah-kaidah hukum yang berbeda dalam lingkungan
kuasa waktu, tempat pribadi, dan soal-soal.26
e. Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yang mengatur
bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil
dengan perantaraan hakim; lebih konkrit lagi mengatur tentang
bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta
memutusnya dan pelaksanaan dari pada putusannya.27
1. Penyuluhan Hukum Informal
Dalam penyuluhan hukum informal di Desa Tuanggeo, ditemukan
bahwa masyarakat menghadapi permasalahan sebagai berikut:
1. Dalam sengketa tanah yang sampai ke pengadilan, seringkali
masyarakat menghadapi permasalahan mengenai kekuatan
pembuktian dalam pengadilan; karena tanah di Palu’e kebanyakan
belum bersertifikat.
25 Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 231.
26 Soedargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, (Bandung: Binacipta, 1977), hlm. 21.
27 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1977),
hlm. 2.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 64
Jawab: Sertifikat merupakan alat bukti yang kuat, dan Indonesia
menganut sistem positif sehingga apa yang tercantum dalam
sertifikat dianggap benar. Dalam sengketa perdata, hakim mencari
kebenaran formil, yaitu berdasarkan yang didalilkan para pihak
dengan memperhatikan kekuatan pembuktian.
2. Perjanjian-perjanjian adat yang dibuat secara lisan di masa lalu,
dan pada masa kini dijadikan alasan untuk menghaki tanah yang
bukan haknya. Bahkan di tanah Palu’e pernah terjadi perang
saudara yang dikarenakan batas administratif tanah yang
bersinggungan dengan batas adat (wilayah Lakimosa). Hal ini
diawali dengan banyaknya tanah yang diberikan kepada menantu
atau saudara untuk digarap selama bertahun-tahun, hingga
penguasaan secara fisik ada pada orang yang diberikan hak
tersebut. Kemudian seringkali terjadi masalah mengenai
kepemilikan secara yuridis, karena terkadang terjadi sengketa
kepemilikan antara pemegang hak secara fisik dengan ahli waris
dari pemegang hak terdahulu.
Jawab: Dilihat kembali fakta materiil dari perjanjian tersebut
dengan mencari saksi-saksi yang dapat memberikan gambaran
bagaimana kejadian yang sebenar-benarnya. Yang menjadi
patokan adalah jenis perjanjian dan intensi dari perjanjian
tersebut. Jika memang perjanjiannya hibah, maka hak milik telah
beralih kepada pemegang hak yang baru; namun apabila hak yg
diberikan sekedar hak untuk mengolah, maka kepemilikan tetap
pada pemegang hak terdahulu sehingga ahli waris gue berhak
ketika pemegang hak terdahulu telah meninggal.
3. Hak wanita atas tanah, di mana hukum adat Palu’e yang patrilineal
berdampak pada ketiadaan hak waris bagi wanita karena
dianggap telah keluar dari keluarganya dan masuk ke keluarga
suaminya ketika ia menikah.
Jawab: Dalam hukum nasional (UUPA) sebenarnya wanita berhak
memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam kepemilikan
tanah. Namun, bila dikaitkan dengan hukum adat yang masih
berlaku dalam hubungan hukum privat, maka dikembalikan
kembali pada Lakimosa untuk menentukan kebijakan secara
kasuistis.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 65
4. Bantuan bagi masyarakat miskin dalam hal biaya pendaftaran
tanah.
Jawab: UUPA Pasal 19 ayat (4) menyatakan bahwa pendaftaran
tanah dapat diberikan secara cuma-cuma bagi masyarakat yang
tidak mampu.
2. Penyuluhan Hukum Formal
Permasalahan yang dicoba dijawab pada penyuluhan hukum formal
adalah:
1. Bagaimanakah sistem hukum pertanahan Indonesia dalam
kaitannya dengan hukum adat?
2. Bagaimanakah pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia?
3. Bagaimanakah hak-hak atas tanah yang diakui dalam hukum
positif Indonesia?
(materi presentasi terlampir)
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut disiapkan bahan
presentasi yang disajikan oleh Pembicara sebagai berikut:
I. Dasar-dasar Pertanahan
a. Pengertian dan Fungsi Tanah
b. Hubungan Hukum Tanah Nasional dan Hukum Adat
c. Hak Penguasaan Atas Tanah dan Sistematikanya
i. Hak Bangsa Indonesia
ii. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat
d. Pengakuan Atas Hak Ulayat
II. Hak-hak Atas Tanah
a. Hak Atas Tanah Primer
b. Hak Atas Tanah Sekunder
c. Hak Milik
d. Hak Guna Usaha
e. Hak Pakai
f. Sistem Perolehan Tanah
III. Pendaftaran Tanah (Sertifikasi)
a. Pentingnya sertifikasi
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 66
b. Dasar Hukum
c. Syarat Permohonan Pendaftaran Tanah
i. Subjek
ii. Objek
iii. Asal Tanah (Alas Hak)
d. Teknis Pendaftaran Tanah
e. Segi Fisik dan Yuridis Tanah
f. Perlibatan Aparat Desa dalam Sertifikasi
Bahan yang disajikan saat penyuluhan hukum formal adalah bahan
yang mengkompilasikan isu-isu yang muncul saat penyuluhan hukum
informal. Dalam pengumpulan data, dilakukan studi literatur,
wawancara dengan wakil kepala BPN Bpk Caesar, serta hasil dialog
dengan warga dalam penyuluhan informal. Pertanyaan-pertanyaan
yang muncul pada saat penyuluhan formal tidak jauh berbeda dengan
pertanyaan pada saat penyuluhan informal. Dalam menjawab
pertanyaan, Bapak Wakil Bupati turut serta menambahkan jawaban
penyuluh dan memberikan perspektif lain sebagai pemerintah.
Pertanyaan yang muncul:
1. Bpk. Bonafasius (Tuanggeo): Kedudukan hukum tanah tidak
bersertifikat yang sudah dihuni sejak dahulu dan dijadikan
perkampungan, apakah merupakan hak perseorangan atau tanah
perkampungan berdasarkan UUPA?
Jawab: Hak perseorangan; di UUPA tidak mengenal tanah
perkampungan. Salah satu ketentuan konversi memberikan hak
individual bagi tanah yang berasal dari tanah adat.
2. Petrus Cawa (Reruwairere): Hak menguasai dari negara, di mana
pada daerah pantai, tanah menjorok kelaut dan menjadi kebiasaan
bahwa pemilik yang berbatasan dengan bibir pantai mengklaim
milik mereka. Banyak bangunan pemerintah yang akan dibangun
akhirnya terhambat karena klaim ini. Jadi, berapa jarak dari bibir
pantai untuk hak milik perseorangan?
Jawab: Sebagai suatu negara yang berdaulat dan tunduk pada
hukum, maka kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan
oleh pemerintah. Salah satu bentuknya adalah dengan Peraturan
Perundang-undangan, dan terkait dengan hal ini Pemerintah telah
mengaturnya dalam Perpres No. 30 Tahun 1996 tentang
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 67
Konservasi SDA Hayati. Daerah-daerah tertentu seperti bibir
pantai dibatasi hak kepemilikan individualnya untuk dapat masuk
dalam daerah tempadan (Perlindungan Setempat). Pemanfaatan
di daerah kali mengenal daerah perlindungan (misalnya 10 meter
atau 5 meter) di mana masyarakat dapat memanfaatkan sampai
bagian terpinggir dari kali tersebut, tapi pengakuan hak atas
tanah untuk individu hanya sampai 10 meter dari bibir kali.
Dalam Perpres Konservasi SDA Hayati, batas kali kecil adalah 10
meter dari bibir kali untuk dijadikan jalan inspeksi. Sementara
sungai dapat mencapai 50 meter dari bibir sungai dan pantai
dapat mencapai 100 meter dari titik air surut (terendah) dengan
disesuaikan dengan bentuk pantainya. Hal-hal teknis dan detail
bagi tiap daerahnya ditentukan di Rencana Detail Tata Ruang yang
dikeluarkan dalam Peraturan Daerah. Hal yang diatur dalam
Keppres Konservasi SDA Hayati ini merupakan atuan umum yang
harus dituangkan secara lebih rinci dalam Peraturan Daerah.
Dalam tataran pelaksanaannya, dibutuhkan penelitian lebih lanjut.
3. Kepala Desa Ladolaka:
a. Dahulu ada hutan lindung di Palu’e, namun seiring perkembangan
jaman menjadi pemukiman penduduk. Bagaimana kedudukan
hutan lindung ini? Ketika tanah menjadi milik perseorangan,
tentu ada konflik. Bagaimana peran negara?
Jawab: (oleh Bapak Wakil Bupati Sikka) Palu’e termasuk ke dalam
wilayah administratif Kabupaten Sikka, yang sampai dengan hari
ini berdasarkan hukum positif masih belum memiliki hutan
lindung. Yang ada di Palu’e hanyalah hutan lindung adat yang
keberadaannya berdasarkan hukum adat. Hutan lindung yang
dilindungi secara nasional adalah hutan lindung yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan, di mana hutan
lindung tidak boleh dijadikan pemukiman penduduk. Namun,
hutan lindung adat tidak termasuk dalam wilayah publik di mana
negara dapat memaksakan sanksi, karena hutan lindung tersebut
bukanlah hutan lindung yang berdasarkan hukum positif. Hutan
lindung adat sebenarnya dapat dikatakan sah dari perspektif
hukum nasional untuk dijadikan pemukiman. Namun, secara adat
hal tersebut dapat menimbulkan konsekuensi tertentu; yang
berada dalam wilayah kekuasaan hukum Lakimosa.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 68
b.Mengenai komitmen moral dari hukum agraria terkait pajak yang
selama ini dipungut tanpa sertifikat.
Jawab: Dalam penyuluhan hukum tersebut, pertama-tama
dijawab oleh Pembicara bahwa bukti pembayaran pajak
merupakan salah satu dokumen yang dapat dijadikan bukti alas
hak dalam sertifikasi. Sebelum melihat lebih jauh kepada
peraturan perundang-undangan, sebenarnya dapat dilihat bahwa
secara tautan logika hal ini dapat dibenarkan karena dengan
begitu pemungutan pajak bagi tanah yang belum bersertifikat
diakui. Masalah perpajakan merupakan hal yang berbeda namun
terkait erat dengan permasalahan agraria, di mana masalah
perpajakan tidak diatur dalam UU Agraria melainkan dalam UU
Tata Cara dan Ketentuan Umum Perpajakan. Pajak yang
dikenakan atas tanah adalah Pajak Bumi dan Bangunan, dengan
dasar hukum pemungutan :
♦ Undang-Undang No 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan.
♦ Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1985 tentang
Persentase Nilai Jual Kena Pajak Pada Pajak Bumi dan Bangunan.
♦ Keputusan Menteri Keuangan No. 1002/KMK.04/ 1985 tentang
Tata Cara Pendaftaran Objek Pajak PBB.
♦ Keputusan Menteri Keuangan No. 1003/KMK.04/ 1985 tentang
Penuntun Klasifikasi dan besarnya Nilai Jual objek Pajak sebagai
dasar Pengenaan PBB.
♦ Keputusan Menteri Keuangan No. 1006/KMK.04/ 1985 tentang
Tata Cara Penagihan PBB dan Penunjukkan Pejabat yang
Berwenang Mengeluarkan Surat Paksa.
♦ Keputusan Menteri Keuangan No. 1007/KMK.04/ 1985 tentang
Pelimpahan Wewenang Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan
kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan/atau
Bupai/Walikota madya Kepala Daerah Tingkat II.
♦ Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. 816 Ta-hun 1989 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pemungut- an Pajak Bumi dan Bangunan di
Wilayah DKI Jakarta.
[LPJ PROGRAM RUTIN] Palu’e, Juni – Juli 2011
K2N Universitas Indonesia 2011 | Kelompok Rufus Taku Sanu 69
♦ Peraturan Pelaksanaan Lainnya.
♦ Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994.
Objek PBB adalah Bumi dan/atau Bangunan; di mana Bumi adalah
Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada