LAPORAN PENDAHULUAN
CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA) TROMBOSIS
A. Definisi
Stroke (CVA) atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap
gangguan neurologi mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak sehingga
terjadi gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan terjadinya
kematian otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan
atau kematian (Fransisca, 2008; Price & Wilson, 2006).
Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal
maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan
peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau
pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat
pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan
pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf
(neuron). Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke
(Junaidi, 2011).
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya
penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin
lama makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar.
Penurunan aliran darah ini menyebabkan iskemik.Stroke thrombosis
dapat mengenai pembuluh darah besar termasuk sistem arteri carotis
atau pembuluh darah kecil termasuk percabangan sirkulus wilis dan
sirkulasi posterior. Tempat yang umum terjadi thrombosis adalah
titik percabangan arteri serebral khususnya distribusi arteri
carotis interna.
B. Klasifikasi Stroke secara umum
Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke
iskemik dan stroke hemorrhagic. Kedua kategori ini merupakan suatu
kondisi yang berbeda, pada stroke hemorhagic terdapat timbunan
darah di subarahchnoid atau intraserebral, sedangkan stroke iskemik
terjadi karena kurangnya suplai darah ke otak sehingga kebutuhan
oksigen dan nutrisi kurang mencukupi. Klasifikasi stroke menurut
Wardhana (2011), antara lain sebagai berikut :
1) Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan pasokan
darah yang disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh darah otak.
penyumbatnya adalah plak atau timbunan lemak yang mengandung
kolesterol yang ada dalam darah. Penyumbatan bisa terjadi pada
pembuluh darah besar (arteri karotis), atau pembuluh darah sedang
(arteri serebri) atau pembuluh darah kecil.
Penyumbatan pembuluh darah bisa terjadi karena dinding bagian
dalam pembuluh darah (arteri) menebal dan kasar, sehingga aliran
darah tidak lancar dan tertahan. Oleh karena darah berupa cairan
kental, maka ada kemungkinan akan terjadi gumpalan darah
(trombosis), sehingga aliran darah makin lambat dan lama-lama
menjadi sumbatan pembuluh darah. Akibatnya, otak mengalami
kekurangan pasokan darah yang membawah nutrisi dan oksigen yang
diperlukan oleh darah. Sekitar 85 % kasus stroke disebabkan oleh
stroke iskemik atau infark, stroke infark pada dasarnya terjadi
akibat kurangnya aliran darah ke otak. Penurunan aliran darah yang
semakin parah dapat menyebabkan kematian jaringan otak.
Penggolongan stroke iskemik atau infark menurut Junaidi (2011)
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
Suatu gangguan akut dari fungsi lokal serebral yang gejalanya
berlangsung kurang dari 24 jam atau serangan sementara dan
disebabkan oleh thrombus atau emboli. Satu sampai dua jam biasanya
TIA dapat ditangani, namun apabila sampai tiga jam juga belum bisa
teratasi sekitar 50 % pasien sudah terkena infark (Grofir, 2009;
Brust, 2007, Junaidi, 2011).
b. Reversible Ischemic Nerurological Defisit (RIND)
Gejala neurologis dari RIND akan menghilang kurang lebih 24 jam,
biasanya RIND akan membaik dalam waktu 2448 jam.
c. Stroke In Evolution (SIE)
Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus
berkembang dimana terlihat semakin berat dan memburuk setelah 48
jam. Defisit neurologis yang timbul berlangsung bertahap dari
ringan sampai menjadi berat.
d. Complete Stroke Non Hemorrhagic
Kelainan neurologis yang sudah lengkap menetap atau permanen
tidak berkembang lagi bergantung daerah bagian otak mana yang
mengalami infark.
2) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau
pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah menggenangi
atau menutupi ruang-ruang jaringan sel otak. Adanya darah yang
mengenangi atau menutupi ruang-ruang jaringan sel otak akan
menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan menyebabkan kerusakan
fungsi kontrol otak. Genangan darah bisa terjadi pada otak sekitar
pembuluh darah yang pecah (intracerebral hemorage) atau dapat juga
genangan darah masuk kedalam ruang sekitar otak (subarachnoid
hemorage) bila ini terjadi stroke bisa sangat luas dan fatal bahkan
sampai pada kematian.
Stroke hemoragik pada umumnya terjadi pada lanjut usia, karena
penyumbatan terjadi pada dinding pembuluh darah yang sudah rapuh
(aneurisma). Pembuluh darah yang sudah rapuh ini, disebabkan karena
faktor usia (degeneratif), akan tetapi bisa juga disebabkan karena
faktor keturunan (genetik). Keadaan yang sering terjadi adalah
kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh darah akibat
tertimbun plak atau arteriosklerosis akan lebih parah lagi apabila
disertai dengan gejala tekanan darah tinggi. Beberapa jenis stroke
hemoragik menurut Feigin (2007), yaitu:
a. Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) adalah kedaruratan
bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Stroke ini biasanya
diikuti dengan fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah atau
arteri meningens lainnya. Pasien harus diatasi beberapa jam setelah
mengalami cedera untuk dapat mempertahankan hidup.
b. Hemoragi subdural (termasuk subdural akut) yaitu hematoma
subdural yang robek adalah bagian vena sehingga pembentukan
hematomanya lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak.
c. Hemoragi subaraknoid (hemoragi yang terjadi di ruang
subaraknoid) dapat terjadi sebagai akibat dari trauma atau
hipertensi tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran
aneurisma.
d. Hemoragi interaserebral, yaitu hemoragi atau perdarahan di
substansi dalam otak yang paling umum terjadi pada pasien dengan
hipertensi dan aterosklerosis serebral karena perubahan degeneratif
karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah.
Perbedaan perdarahan intraserebri dengan perdarahan subarachnoid
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Gejala
PIS
PSA
Timbulnya
Dalam 1 jam
1-2 menit
Nyeri kepala
Hebat
Sangat hebat
Kesadaran
Menurun
Menurun sementara
Kejang
Umum
Sering fokal
Tanda rangsangan maningeal
+/-
+++
Hemiperase
++
+/-
Gangguan saraf otak
+
+++
Sedangkan untuk membedakan stroke hemoragik dengan stroke non
hemoragik adalah sebagai berikut
Gejala (anamnesa)
Sroke nonhemoragik
Stroke hemoragik
Awitan (onset)
Sub-akut kurang
Sangat akut/mendadak
Waktu (saat terjadi awitan)
Mendadak
Saat aktivitas
peringatan
Bangun pagi/istirahat
-
Nyeri kepala
+ 50% TIA
+++
kejang
+/-
+
muntah
-
+
Kesadaran menurun
-
Kadang sedikit
+++
Koma/kesadaran menurun
+/-
+++
Kaku kuduk
-
++
Tanda kering
-
+
Edema pupil
-
+
Perdarahan retina
-
+
brakikardia
Hari ke-4
Sejak awal
Penyakit lain
Tanda adanya aterosklerosis di retina, koroner, perifer. Emboli
pada kelainan katub, fibrilasi, bising karotis
Hampir selalu hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung
hemolisis (HHD)
Pemeriksaan darah pada LP
-
+
rontgen
+
Kemungkinan pergeseran glandula pineal
angiografi
Oklusi, stenosis
Aneurisma, AVM, massa intrahemister/vasospasme
CT scan
Densitas berkurang (lesi hipodensi)
Massa intracranial densitas bertambah (lesi hiperdensi)
Oftalmoskop
Fenomena silang
Silver wire art
Perdarahan retina atau korpus vitreum
Lumbal pungsi
Tekanan
Warna
eritrosit
Normal
Jernih
< 250/mm3
Meningkat
Merah
>1000/mm3
Arteriografi
Oklusi
Ada pergeseran
EEG
Di tengah
Bergeser dari bagian tengah
C. Etiologi
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur
atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi
serebral. Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48
jam setetah thrombosis (Muttaqin, 2008). Beberapa keadaan yang
menyebabkan trombosis otak:
1. Atherosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti
koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007).
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Kerusakan dapat
terjadi melalui mekanisme berikut :
Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus)
Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
2. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
3. Arteritis( radang pada arteri )
D. Faktor Resiko
Stroke dapat dicegah dengan memanipulasi faktor-faktor
risikonya. Faktor risiko stroke ada yang tidak dapat diubah, tetapi
ada yang dapat dimodifikasi dengan perubahan gaya hidup atau secara
medic. Menurut Goldstein (2001), faktor-faktor risiko pada stroke
adalah :
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko mayor yang dapat diobati.
Insidensi stroke bertambah dengan meningkatnya tekanan darah dan
berkurang bila tekanan darah dapat dipertahankan di bawah 140/90
mmHg, baik pada stroke iskemik, perdarahan intrakranial maupun
perdarahan subarachnoid.
2. Penyakit jantung
Meliputi penyakit jantung koroner, kongestif, hipertrofi
ventrikel kiri, aritmia jantung dan atrium fibrilasi merupakan
faktor risiko stroke.
3. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus adalah faktor risiko stroke iskemik. Resiko
pada wanita lebih besar daripada pria. Bila disertai hipertensi,
risiko menjadi lebih besar.
4. Viskositas darah
Meningkatnya viskositas darah baik karena meningkatnya
hematokrit maupun fibrinogen akan meningkatkan risiko stroke.
5. Pernah stroke sebelumnya atau TIA (Trancient Ischemic
Attack)
50% stroke terjadi pada penderita yang sebelumnya pernah stroke
atau TIA. Beberapa laporan menyatakan bahwa 1/3 penderita TIA
kemungkinan akan mengalami TIA ulang, 1/3 tanpa gejala lanjutan dan
1/3 akan mengalami stroke.
6. Peningkatan kadar lemak darah
Ada hubungan positif antara meningkatnya kadar lipid plasma dan
lipoprotein dengan aterosklerosis serebrovaskular; ada hubungan
positif antara kadar kolesterol total dan trigliserida dengan
risiko stroke; dan ada hubungan negatif antara menigkatnya HDL
dengan risiko stroke.
7. Merokok
Risiko stroke meningkat sebanding dengan banyaknya jumlah rokok
yang dihisap per hari.
8. Obesitas
Sering berhubungan dengan hipertensi dan gangguan toleransi
glukosa. Obesitas tanpa hipertensi dan DM bukan merupakan faktor
risiko stroke yang bermakna.
9. Kurangnya aktivitas fisik/olahraga
Aktivitas fisik yang kurang memudahkan terjadinya penimbunan
lemak. Timbunan lemak yang berlebihan akan menyebabkan resistensi
insulin sehingga akan menjadi diabetes dan disfungsi endote.
10. Usia tua
Usia berpengaruh pada elastisitas pembuluh darah. Makin tua
usia, pembuluh darah makin tidak elastis. Apabila pembuluh darah
kehilangan elastisitasnya, akan lebih mudah mengalami
aterosklerosis.
11. Jenis kelamin (pria > wanita)
12. Ras (kulit hitam > kulit putih)
E. Fisiologi Otak
Jumlah aliran darah ke otak disebut sebagai cerebral blood flow
(CBF) dan dinyatakan dalam satuan cc/menit/100 gram otak. Nilainya
tergantung pada tekanan perfusi otak/cerebral perfusion pressure
(CPP) dan resistensi serebrovaskular/cerebrovascular resistance
(CVR) (Trent, 2011). Dalam keadaan normal dan sehat, rata-rata
aliran darah otak adalah 50,9 cc/100 gram otak/menit. Hubungan
antara ketiga variabel ini dinyatakan dalam persamaan berikut:
Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik /mean
arterial blood pressure (MABP) dikurangi dengan tekanan
intracranial/intracranial pressure (ICP), sedangkan komponen CVR
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tonus pembuluh darah otak,
struktur dinding pembuluh darah, viskositas darah yang melewati
pembuluh darah otak (Guyton, 2006). Ambang batas aliran darah otak
ada tiga, yaitu:
1. Ambang fungsional : batas aliran darah otak 50-60 cc /100
gram/menit. Bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya
fungsi neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf masih utuh
2. Ambang aktivitas listrik otak: batas aliran darah otak
sekitar 15 cc/100 gram/menit, yang bila tidak tercapai akan
menyebabkan aktivitas listrik neuronal berhenti. Ini berarti
sebagian struktur intrasel telah berada dalam proses
disintegrasi.
3. Ambang kematian sel, yaitu batas aliran darah otak yang bila
tidak terpenuhi akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak. CBF
dibawah 15 cc/100 gram/menit.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak antara lain:
1. Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat stenosis atau
ateroma atau tersumbat oleh trombus/embolus.
2. Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit
yang meningkat akanmenyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat,
anemia yang berat dapat menyebabkan oksigenasi otak menurun.
3. Tekanan darah sistemik yang memegang peranan tekanan perfusi
otak.
F. Autoregulasi Otak
Autoregulasi otak yaitu kemampuan darah arterial otak untuk
mempertahankan aliran darah otak tetap meskipun terjadi perubahan
pada tekanan perfusi otak. Dalam keadaan fisiologis, tekanan
arterial rata rata adalah 50 150 mmHg pada penderita normotensi.
Pembuluh darah serebral akan berkontraksi akibat peningkatan
tekanan darah sistemik dan dilatasi bila terjadi penurunan.10
Keadaan inilah yang mengakibatkan perfusi otak tetap konstan.
Autoregulasi masih dapat berfungsi baik, bila tekanan sistolik
60 200 mmHg dan tekanan diastolik 60 120 mmHg. Dalam hal ini 60
mmHg merupakan ambang iskemia, 200 mmHg merupakan batas sistolik
dan 120 mmHg adalah batas atas diastolik. Respon autoregulasi juga
berlangsung melalui refleks miogenik intrinsik dari dinding
arteriol dan melalui peranan dari sistem saraf otonom (Guyton,
2006).
G. Metabolisme Otak
Otak dapat berfungsi dan bermetabolisme tergantung dengan
pemasukan oksigen. Pada individu yang sehat pemasukan oksigen
sekitar 3,5 ml/100 gr/menit dan aliran darah otak sekitar 50 ml/100
gram/menit. Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan otak,
bila dioksidasi maka akan dipecah menjadi CO2 dan H2O. Secara
fisiologis 90% glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara
komplit, 10% yang diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat
(metabolisme anaerob). Bila aliran darah otak turun menjadi 20 25
ml/100gram otak/ menit maka akan terjadi kompensasi berupa
peningkatan ekstraksi ke jaringan otak sehingga fungsi-fungsi
neuron dapat dipertahankan (Guyton, 2006).
H. Patofisiologi
Trombus adalah pembentukan bekuan platelet atau fibrin di dalam
darah yang dapat menyumbat pembuluh vena atau arteri dan
menyebabkan iskemia dan nekrosis jaringan lokal. Trombus ini bisa
terlepas dari dinding pembuluh darah dan disebut tromboemboli.
Trombosis dan tromboemboli memegang peranan penting dalam
patogenesis stroke iskemik. Lokasi trombosis sangat menentukan
jenis gangguan yang ditimbulkannya, misalnya trombosis arteri dapat
mengakibatkan infark jantung, stroke, maupun claudicatio
intermitten, sedangkan trombosis vena dapat menyebabkan emboli
paru.8,11 Trombosis merupakan hasil perubahan dari satu atau lebih
komponen utama hemostasis yang meliputi faktor koagulasi, protein
plasma, aliran darah, permukaan vaskuler, dan konstituen seluler,
terutama platelet dan sel endotel. Trombosis arteri merupakan
komplikasi dari aterosklerosis yang terjadi karena adanya plak
aterosklerosis yang pecah.13
Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga
tampak jaringan kolagen di bawahnya. Proses trombosis terjadi
akibat adanya interaksi antara trombosit dan dinding pembuluh
darah, adanya kerusakan endotel pembuluh darah. Endotel pembuluh
darah yang normal bersifat antitrombosis karena adanya glikoprotein
dan proteoglikan yang melapisi sel endotel dan adanya prostasiklin
(PGI2) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi platelet
agregasi. Pada endotel yang mengalami kerusakan, darah akan
berhubungan dengan serat-serat kolagen pembuluh darah, kemudian
merangsang trombosit dan agregasi trombosit dan merangsang
trombosit mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam
granula-granula di dalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari
makrofag yang mengandung lemak. Akibat adanya reseptor pada
trombosit menyebabkan perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen
pembuluh darah
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu
di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti
lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi
kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau
cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme
vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
paru dan jantung). Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor
penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak
arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus
dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah.
Thrombus mengakibatkan ;
1. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan.
2. Edema dan kongesti disekitar area
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam
atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema
pasien mulai menunjukan perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya
tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis
diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis ,
atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal iniakan me
yebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik
dan hipertensi pembuluh darah.. Perdarahan intraserebral yang
sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan
penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat
berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia
serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan
irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral
dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya
cardiac arrest.
I. Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral
(sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya. Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer
& Bare (2002), antara lain:
1. Defisit Lapang Pandangan
a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan
penglihatan
b. Kesulitan menilai jarak
c. Diplopia
2. Defisit Motorik
a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang
sama).
b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang
sama).
c. Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan
kaki.
d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara
yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang
bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
3. Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
4. Defisit Verbal
a. Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang
dibicarakan)
b. Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat
dipahami)
c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan
ekspresif)
5. Defisit Kognitif
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
b. Penurunan lapang perhatian
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
d. Perubahan penilaian
6. Defisit Emosional
a. Kehilangan kontrol diri
b. Labilitas emosional
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres
d. Depresi
e. Menarik diri
f. Rasa takut, bermusuhan dan marah
g. Perasaan isolasi
J. Diagnosa
Diagnostik stroke didasarkan atas hasil penemuan klinis,
pemeriksaan tambahan dan laboratorium (Aliah dkk, 2007). Diagnosa
klinis dapat ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
neurologis dimana didapatkan gejala-gejala yang sesuai dengan waktu
perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang sesuai dengan
daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu.
Pada stroke iskemik, dari anamnesa di dapat keluhan dan gejala
neurologik mendadak, tanpa adanya trauma kepala serta adanya faktor
risiko stroke. Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya defisit
neurologik fokal, ditemukan penyakit sebagai faktor risiko seperti
hipertensi, kelainan jantung dan lain-lain. Pemeriksaan tambahan
berupa Computerized Tomography (CT scan), Magnetic Resonance
Imaging (MRI), angiografi, dan pemeriksaan likuor serebrospinalis
dapat membantu membedakan infark dan perdarahan otak. Pemeriksaan
laboratorium, Electrocardiografi dan lain-lain dapat digunakan
untuk menemukan faktor risiko (Aliah dkk, 2007).
K. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis
a) CT-Scan
Pada kasus stroke, CT-Scan dapat menentukan dan memisahkan
antara jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu,
alat ini bagus juga untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan
beberapa studi terakhir, CT-Scan dapat mendeteksi lebih dari 90%
kasus stroke iskemik, dan menjadi baku emas dalam diagnosis
stroke.
b) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Secara umum lebih sensitif dibandingkan CT-Scan. MRI juga dapat
digunakan pada kompresi spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak
dapat mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam peritoneum
dan fraktur. Kelemahan lainnya adalah prosedur pemeriksaan yang
lebih rumit dan lebih lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang
mempunyai, harga pemeriksaan yang sangat mahal serta tidak dapat
dipakai pada pasien yang memakai alat pacemaker jantung dan alat
bantu pendengaran.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada stroke akut
meliputi beberapa parameter yaitu hematologi lengkap, kadar gula
darah, elektrolit, ureum, kreatinin, profil lipid, enzim jantung,
analisis gas darah, protrombin time (PT) dan activated
thromboplastin time (aPTT), kadar fibrinogen serta D-dimer.
Polisitemia vera dan trombositemia esensial merupakan kelainan
darah yang dapat menyebabkan stroke. Polisitemia, nilai hematokrit
yang tinggi menyebabkan hiperviskositas dan mempengaruhi darah
otak. Trombositemia meningkatkan kemungkinan terjadinya agregasi
dan terbentuknya trombus.
Kadar glukosa darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia dan
hiperglikemia dimana dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan
elektrolit bertujuan mendeteksi gangguan natrium, kalium, kalsium,
fosfat dan magnesium yang semuanya dapat menyebabkan depresi
susunan saraf pusat. Analisis gas darah perlu dilakukan untuk
mendeteksi penyebab metabolik, hipoksia dan hiperkapnia. Profil
lipid dan enzim jantung untuk menilai faktor resiko stroke. PT dan
aPTT untuk menilai aktivitas koagulasi serta monitoring terapi.
Sedangkan D-dimer diperiksa untuk mengetahui aktivitas
fibrinolisis.
L. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor
kritis sebagai berikut:
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
Mempertahankan saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan
penghisapan lendir, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernapasan.
Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk
usaha memperbaiki hipertensi dan hipotensi.
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
c. Merawat kandung kemih, serta sedapat mungkin jangan memakai
kateter
d. Menempatkan klien pada posisi yang tepat, harus dilakukan
secepat mungkin. Posisi klien harus diubah setiap 2 jam dan
dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
2. Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan
b. Dapat diberikan histamine, aminophilin, asetazolamid,
papaverin intraarterial
c. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit
memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan
embolisasi.
d. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam
sistem kardiovaskular.
3. Pengobatan Pembedahan
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
d. Ligasi arteri karotis komunis di leher khusunya pada
aneurisma.
M. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut
Smeltzer & Bare (2002) adalah:
1. Hipoksia serebral
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan
ke jaringan, pemberian oksigen mempertahankan hemoglobin serta
hematokrit akan membantu mempertahankan oksigenasi jaringan.
2. Penurunan aliran darah serebral
Bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas
pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus
menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah
serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk
mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya
area cedera.
3. Embolisme serebral
Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau
fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik.
Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan
menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan
curah jantung tidak konsisten dan menghentikan trombus lokal.
Selain itu, disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus
diperbaiki.
N. Pencegahan
American Heart Associaton (AHA) tahun 2010, mengeluarkan
beberapa rekomendasi preventif primer maupun sekunder
diantaranya:
1. Preventif Stroke pada Hipertensi
Hipertensi harus dikendalikan untuk mencegah terjadinya stroke
(preventif primer) dan pengendalian pada pasien hipertensi yang
pernah mengalami TIA atau stroke dapat mengurangi atau mencegah
resiko terjadinya stroke berulang (preventif sekunder).
Pengendalian hipertensi dapat dilakukan melalui dua pendekatan,
yaitu pengendalian gaya hidup (lifestyle) dan pemberian obat anti
hipertensi. Pengendalian gaya hidup untuk masalah hipertensi
menurut Bethesda stroke center (2007) adalah:
a. Mempertahankan berat badan normal untuk dewasa dengan
perhitungan indeks masa tubuh 20-25kg/m2.
b. Mengurangi asupan garam, kurang dari 6 gram dapur atau kurang
dari 2,4 gr Na+/hari.
c. Olahraga 30 menit/hari, jalan cepat lebih baik dari pada
angkat besi
d. Makan buah dan sayur.
e. Mengurangi konsumsi lemak baik yang jenuh maupun tidak
jenuh.
2. Preventif Stroke pada Diabetes Mellitus
Penderita DM rentan terhadap komplikasi vaskuler termasuk
stroke. DM merupakan suatu faktor resiko untuk stroke iskemik dan
pasien DM beresiko tinggi untuk terkena stroke pada pembuluh darah
besar atau kecil Kontrol DM yang ketat terbukti mencegah komplikasi
vaskuler yang lain dan dapat menurunkan resiko stroke, juga selain
itu perbaikan Kontrol DM akan mengurangi progresi pembentukan
atherosclerosis. Pengendalian glukosa direkomendasikan sampai kadar
yang hampir normoglikemik pada pasien diabetes mikrovaskular. ACE-1
Dan ARB lebih efektif dalam menurunkan progresivitas penyakit
hipertensi dan ginjal dan direkomendasikan sebagai pilihan pertama
untuk pasien diabetes mellitus (Siswanto, 2005).
3. Preventif Stroke pada Gaya Hidup Sehat
Jika kita menjalankan pola hidup yang sehat, maka berbagai
penyakit akan jauh dari kita. Gaya hidup atau pola hidup utama yang
tidak sehat sangat erat kaitannya dengan faktor resiko stroke
penyakit pembuluh darah. Upaya merubah gaya hidup yang tidak benar
menjadi gaya hidup yang sehat sangat diperlukan untuk upaya
mendukung prevensi sekunder.
Usia merupakan salah satu faktor resiko stroke, namun kini
stroke mulai mengancam usia-usia produktif dikarenakan perubahan
pola hidup yang tidak sehat seperti banyak mengkonsumsi makanan
siap saji yang sarat akan kolesterol, merokok, minuman keras,
kurangnya berolahraga dan stress. Karena gaya hidup sehat meliputi
pengaturan gizi yang seimbang, olah raga secara teratur, berhenti
merokok, dan mengurangi alcohol (Siswanto, 2005).
O. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,
bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak
sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus.
Pengumpulan data
a. Aktivitas/istirahat:
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan,
hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah
tidur.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia. Dan hipertensi arterial.
c. Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.
e. Makanan/caitan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi,
tenggorokan, dysfagia
f. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan
intrakranial. Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan
penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya
daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan
kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
g. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada
otak/muka
h. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara
nafas, whezing, ronchi.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury.
Perubahan persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan sampai
ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil
keputusan.
j. Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
aliran darah ke otak terhambat
2) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak
3) Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting
berhubungan kerusakan neurovaskuler
4) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler
5) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
kesadaran.
6) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
immobilisasi fisik
7) Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
8) Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
3. Rencana Keperawatan
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan (NOC)
Intervensi (NIC)
1.
Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral b.d aliran darah ke
otak terhambat.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan suplai aliran darah keotak lancar dengan kriteria
hasil:
NOC :
Circulation status
Tissue Prefusion : cerebral
Kriteria Hasil :
1. mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :
Tekanan systole dandiastole dalam rentang yang diharapkan
Tidak ada ortostatikhipertensi
Tidk ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak
lebih dari 15 mmHg)
2. mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai
dengan:
berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
memproses informasi
membuat keputusan dengan benar
3. menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat
kesadaran mambaik, tidak ada gerakan gerakan involunter
NIC :
Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring (Monitor tekanan
intrakranial)
Berikan informasi kepada keluarga
Set alarm
Monitor tekanan perfusi serebral
Catat respon pasien terhadap stimuli
Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology
terhadap aktivitas
Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal
Monitor intake dan output cairan
Restrain pasien jika perlu
Monitor suhu dan angka WBC
Kolaborasi pemberian antibiotik
Posisikan pasien pada posisi semifowler
Minimalkan stimuli dari lingkungan
Terapi oksigen
1. Bersihkan jalan nafas dari sekret
2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai intruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem
humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya pemberian
oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
7. Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktifitas
dan tidur
2
Kerusakan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan klien mampu untuk berkomunikasi lagi dengan kriteria
hasil:
- dapat menjawab pertanyaan yang diajukan perawat
- dapat mengerti dan memahami pesan-pesan melalui gambar
- dapat mengekspresikan perasaannya secara verbal maupun
nonverbal
1. Libatkan keluarga untuk membantu memahami / memahamkan
informasi dari / ke klien
2. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian
3. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam komunikasi
dengan klien
4. Dorong klien untuk mengulang kata-kata
5. Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap interaksi
dengan klien
6. Programkan speech-language teraphy
7. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi dengan
klien
3
Defisit perawatan diri; mandi,berpakaian, makan, toileting b.d
kerusakan neurovaskuler
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam,
diharapkan kebutuhan mandiri klien terpenuhi, dengan kriteria
hasil:
NOC :
Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Kriteria Hasil :
Klien terbebas dari bau badan
Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan
ADLs
Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
-
NIC :
Self Care assistance : ADLs
Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan
diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan
self-care.
Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki.
Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu melakukannya.
Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
4
Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neurovaskuler
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
diharapkan klien dapat melakukan pergerakan fisik dengan kriteria
hasil :
Joint Movement : Active
Mobility Level
Self care : ADLs
Transfer performance
Kriteria Hasil :
Klien meningkat dalam aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)
NIC :
Exercise therapy : ambulation
Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon
pasien saat latihan
Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi
sesuai dengan kebutuhan
Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik
ambulasi
Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
1 Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan
jika diperlukan
5
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
kesadaran
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan pola nafas pasien efektif dengan kriteria hasil :
- Menujukkan jalan nafas paten ( tidak merasa tercekik, irama
nafas normal, frekuensi nafas normal,tidak ada suara nafas
tambahan
- NOC :
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Vital sign Status
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan
NIC :
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Oxygen Therapy
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
6
Resiko kerusakan integritas kulit b.d immobilisasi fisik
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan pasien mampu mengetahui dan mengontrol resiko dengan
kriteria hasil :
NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Kriteria Hasil :
Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi,
elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
Tidak ada luka/lesi pada kulit
Perfusi jaringan baik
Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya sedera berulang
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
NIC : Pressure Management
Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
Hindari kerutan padaa tempat tidur
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
Monitor kulit akan adanya kemerahan
Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
Monitor status nutrisi pasien
- Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
7
Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat
kesadaran
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan tidak terjadi aspirasi pada pasien dengan kriteria hasil
:
NOC :
Respiratory Status : Ventilation
Aspiration control
Swallowing Status
Kriteria Hasil :
Klien dapat bernafas dengan mudah, tidak irama, frekuensi
pernafasan normal
Pasien mampu menelan, mengunyah tanpa terjadi aspirasi, dan
mampumelakukan oral hygiene
Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak merasa tercekik dan
tidak ada suara nafas abnormal
NIC:
Aspiration precaution
Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan
menelan
Monitor status paru
Pelihara jalan nafas
Lakukan suction jika diperlukan
Cek nasogastrik sebelum makan
Hindari makan kalau residu masih banyak
Potong makanan kecil kecil
Haluskan obat sebelumpemberian
Naikkan kepala 30-45 derajat setelah makan
8
Resiko Injury berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan tidak terjadi trauma pada pasien dengan kriteria
hasil:
NOC : Risk Kontrol
Kriteria Hasil :
Klien terbebas dari cedera
Klien mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah
injury/cedera
Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/perilaku
personal
Mampumemodifikasi gaya hidup untukmencegah injury
Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
- Mampu mengenali perubahan status kesehatan
NIC : Environment Management (Manajemen lingkungan)
Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi
fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu
pasien
Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan
perabotan)
Memasang side rail tempat tidur
Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau
pasien.
Membatasi pengunjung
Memberikan penerangan yang cukup
Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
Mengontrol lingkungan dari kebisingan
Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
Daftar Pustaka
Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami & Menghindari Hipertensi,
Jantung, dan Stroke. Dianloka Pustaka: Yogyakarta
American Heart Association. 2010. Heart disease & stroke
statistics 2010 Update. Dallar, Texas: American Heart
Association
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatab pada Klien
dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Salemba Medika: Jakarta
Corwin, Elisabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. EGC:
Jakarta
Junaidi, I. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Penerbit Andi:
Yogyakarta.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan
Gangguan Sistem Persyarafan. Salemba Medika: Jakarta
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. EGC: Jakarta
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4. EGC: Jakarta
Ruhyanudin, Faqih. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan.
Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Umm Press: Malang.
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
EGC: Jakarta
Wardhana, W.A. 2011. Strategi mengatasi & bangkit dari
stroke. Penerbit Pustaka Pelajar : Yogyakarta.