DefinisiKraniotomi adalah suatu tindakan pembedahan tulang
kepala untuk mendapatkan jalan masuk ke bagian intracranial guna:
mengangkat tumor menghilangkan/mengurangi peningkatan TIK
mengevaluasi bekuan darah menghentikan pendarahanKraniotomi adalah
perbaikan pembedahan, reseksi atau pengangkatan pertumbuhan atau
abnormalitas di dalam kranium, terdiri atas pengangkatan dan
penggantian tulang tengkorak untuk memberikan pencapaian pada
struktur intracranial.Post craniotomy yaitu suatu keadaan yang
terjadi setelah pembedahan kraniotomi/post craniotomy (Dorlan, 1998
: 1479).Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
post craniotomy yaitu suatu keadaan individu yang terjadi setelah
proses pembedahan untuk mengetahui dan/atau memperbaikiabnormalitas
di dalam kranium untuk mengetahui kerusakan otak.
Variasi Bedah Craniostomi
Frontal : berkaitan dengan dahi dan menunjukkan bidang
longitudinal pada tubuh. Frontotemporal : berkaitan dengan tulang
frontal dan temporal Temporal : berkenaan dengan pelipis (tulang
tengkorak bagian samping) Pterional : titik pada pertemuan tulang
frontalis, parietailis, temporalis dan os sfenoidalis
IndikasiIndikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan
intrakranial adalah sebagai berikut :a. Pengangkatan jaringan
abnormal baik tumor maupun kanker.b. Mengurangi tekanan
intrakranial.c. Mengevakuasi bekuan darah .d. Mengontrol bekuan
darah,e. Pembenahan organ-organ intrakranial,f. Tumor otak,g.
Perdarahan (hemorrage),h. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral
aneurysms)i. Peradangan dalam otakj. Trauma pada tengkorak.
Manifestasi KlinisMenurut Brunner dan Suddarth (2000:65)
gejala-gejala yang ditimbulkan pada klien dengan craniotomy antara
lain :a. Penurunan kesadaran, nyeri kepala hebat, dan pusingb. Bila
hematoma semakin meluas akan timbul gejala deserebrasi dan gangguan
tanda vital dan fungsi pernafasan.c. Terjadinya peningkatan TIK
setelah pembedahan ditandai dengan muntah proyektil, pusing dan
peningkatan tanda-tanda vital.
Pemeriksaan Diagnostik Pra-OperasiProsedur diagnostik praoperasi
dapat meliputi : Tomografi komputer (pemindaian CT)Menunjukkan lesi
dan memperlihatkan derajat edema otak sekitarnya, ukuran ventrikel,
dan perubahan posisi/pergeseranjaringan otak, hemoragik.Catatan :
pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena padaiskemia/infark
mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma. Pencitraan
resonans magnetik (MRI/Magnetic Resonance Imaging)Sama dengan skan
CT, dengan tambahan keuntungan pemeriksaan lesi di potongan lain.
Electroencephalogram (EEG)Memperlihatkan keberadaan atau
berkembangnya gelombang patologis. Angiografy SerebralMenunjukkan
kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak
akibat edema, perdarahan trauma. Sinar-XMendeteksi adanya perubahan
struktur tulang (fraktur), pergeseranstruktur dari garis tengah
(karena perdarahan,edema), adanya fragmen tulang. Brain Auditory
Evoked Respon (BAER) Menentukan fungsi korteks dan batang otak.
Positron Emission Tomography (PET) Menunjukkan perubahan aktivitas
metabolisme pada otak. Pungsi lumbal, CSS Dapat menduga kemungkinan
adanya perdarahan subarachnoid. Gas Darah Artery (GDA)Mengetahui
adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang dapat meningkatkan
TIK. Kimia/elektrolit darah Mengetahui ketidakseimbangan yang
berperan dalam meningkatkan TIK/perubahan mental. Pemeriksaan
toksikologi Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap
penurunan kesadaran. Kadar antikonvulsan darah Mengetahui tingkat
terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.
Teknik Operasia. PositioningLetakkan kepala pada tepi meja untuk
memudahkan operator. Headup kurang lebih 15 derajat (pasang donat
kecil dibawah kepala). Letakkan kepala miring kontralateral lokasi
lesi/ hematoma. Ganjal bahu satu sisi saja (pada sisi lesi)
misalnya kepala miring ke kanan maka ganjal bantal di bahu kiri dan
sebaliknya.b. WashingCuci lapangan operasi dengan savlon. Tujuan
savlon: desinfektan, menghilangkan lemak yang ada di kulit kepala
sehingga pori-pori terbuka, penetrasi betadine lebih baik.
Keringkan dengan doek steril. Pasang doek steril di bawah kepala
untuk membatasi kontak dengan meja operasi.c. MarkeringSetelah
markering periksa kembali apakah lokasi hematomnya sudah benar
dengan melihat CT scan. Saat markering perhatikan: garis rambut
untuk kosmetik, sinus untuk menghindari perdarahan, sutura untuk
mengetahui lokasi, zygoma sebagai batas basis cranii, jalannya N
VII ( kurang lebih 1/3 depan antara tragus sampai dengan canthus
lateralis orbita).d. DesinfeksiDesinfeksilapangan operasidengan
betadine. Suntikkan Adrenalin 1:200.000 yang mengandung lidocain
0,5%. Tutup lapangan operasi dengan doek steril.e. Operasi
PenatalaksanaanAdapun penatalaksanaan post op craniotomy
mencakup :a. Mengurangi edema serebral seperti pemberian manitol,
yang meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air bebas dari area
otak. Cairan ini kemudian disekresikan melalui diuresis
osmotik.Deksametason dapat diberikan melalui intravena setiap 6 jam
selama 24 jam sampai 72 jam, selanjutnya dosisnya dikurangisecara
bertahap.b. Meredakan nyeri dan mencegah kejang. Asetaminofen
biasanya diberikan selama suhu diatas 37,50C dan untuk nyeri.
Sering kali pasien mengalami sakit kepala setelah kraniotomy,
biasanya sebagaiakibat saraf kulitkepala diregangkandan diiritasi
selama pembedahan. Kodeindiberikanlewat parenteral, biasanya cukup
untuk menghilangkan sakit kepala.c. Memantau TIK. Kateter ventrikel
atau beberapa tipe drainase sering dipasang pada pasien yang
menjalani pembedahanuntuk tumor fossa posterior. Pirau ventrikel
kadang dilakukan sebelum prosedur bedah tertentu untuk mengontrol
hipertensi intrakranial, terutama pada pasien dengan tumor fossa
posterior.Penatalaksanaan yang Pokok Perbaiki dan jaga jalan nafas.
Yakinkan bahwa ventilasi dan oksigenasi adequat (normal atau tidak
normal kadar PCO2) Lakukan pembedahan segera jika terdapat
tanda-tanda penting dari hematoma (< 4 jam) manitol. Pertahankan
normovolemik dan normotensi untuk mempertahankan aliran darah ke
serebral. Terapi dengan cepat jika terjadi peningkatan TIK dan
ulangi CT scan jika terjadi kemunduran secara klinis. Terapi
cedera-cedera lainnya dengan tepat. Awasi adanya
komplikasi-komplikasi sistemik. Pendarahan sistem pecernaan (stress
ulser) DIC Edema paru neurogenik Abnormalitas hormon Endokrin
Diabetes insipidus (meningkatnya natrium). Sindroma inapropriate
antidiuretik hormon (SIADH) (menurunnya kadar natrium). Kejang
Perawatan Secara Umum Baringkan pasien dengan posisi kepala
ditinggikan 150 300dan ganti posisi pasien secara teratur.
Observasi GCS/respon pupil tiap jam. Lakukan perawatan mata dan
daerah yang tertekan. Lakukan suction minimal 1x tiap shift dan
sesuai kebutuhan. Rawat tali endotracheal pada posisi yang tinggi
(diatas telinga). Gerakan tangan-tangan/betis untuk menekan risiko
terjadinya trombus pada vena dalam. Beri sedatif Diazepan atau
medazolan Barbiturat jika tekanan intrakranial meninggi atau tampak
adanya tanda-tanda memburuk. Awasi terjadinya penurunan tekanan
darah. Beri analgesik sesuai kebutuhan Obat blok neuromuskular
tidak biasa digunakan. Digunakan jika pasien ada perlawanan
terhadap vetilasi atau terdapat epilepsi atau hipertermi.
Profilaksis untuk stress ulser. Beri nutrisi sejak dini khususnya
enteral. Terapi hipertermi dengan agresif Hilangkan infeksi.
Lakukan pendinginan secara aktif. Profilaksis untuk kejang.
Ventilasi Mode Control atau SIM V dengan RR yang dibutuhkan
untuk memberi dukungan secara penuh.Tujuan : PO2> 80 mmHg (lebih
baik lagi >1 00) PCO2< 35 mmHg Hiperventilasi (PCO2< 35)
Akute: menurunnya aliran darah serebralmenurunnya tekanan darah
intrakranial 4 8 jam: ditoleransi > 8 jam: berulang meningkatnya
tekanan intrakranial jika PCO2 meningkat. Kronik: Akibatnya sangat
buruk karena hal tersebut mengakibatkan menurunnya aliran darah
serebral. PEEP: Kadar rendah, tidak disukai karena dapat
meningkatkan tekanan intrakranial.Gunakan10 cm H2O jika: -
paru-paru kolaps - FIO250%Hindari penggunaan PEEP > 0 cm H2O
tanpa dilakukan monitoring tekanan intrakranial. Dapat menaikkan
pemberian sedatif atau lognocain sebelum suction dilakukan.
Sirkulasi Pertahankan tekanan darah dalam batas normal.
Pertahankan normovolemik = jangan batasi cairan kecuali terjadi
SIADH. Hindari pemberian dextrose pada terapi cairan. Sangat
penting untuk mengontrol tekanan darah Tekanan Perfusi Serebral
(CPP) =CPP = MAP ICPHasil yang diharapkan CPP > 60Lebih baik
lagi jika CPP > 70Jika tekanan intrakranial pasien tidak
diketahui pertahankan MAP90 mmHg. Hilang autoregulasi pada serebral
pada cedera kepala yang berat. Umum terjadi iskemia serebral
sekunder. Jika CPP < 60 dengan tekanan intrakranial normal atau
PAP < 90 dengan tekanan intrakranial tidak diketahui, maka:
Guyur cairan dengan menggunakan koloid Yakinkan bahwa nilai CVP
adekuat Mulai pemberian vasopressor (dopamin atau adrenalin atau
nor adrenalin). Cairan NaCL hipertonik berguna jika pasien terjadi
hipovolemik namun tekanan intrakranial > 25.Pemeriksaan
Diagnostik Post-OperasiPemeriksaan diagnostik yang diperlukan pada
klien dengan post craniotomy meliputi hal-hal dibawah ini :a.
Pemeriksaan tengkorak dengan sinar X, CT scan atau MRIdapat dengan
cermatmengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan
ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk
mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilakukan pada 24 - 72
jam setelah injuri.b. AngiografiSerebral.Menunjukan anomali
sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder
menjadi udema, perdarahan dan trauma.c. EEG
Berkala.Electroencephalogram(EEG) adalah suatu test untuk
mendeteksi kelainan aktivitas elektrik otak.d. Foto rotgen,
mendeteksi perdarahan struktur tulang (fraktur) perubahan struktur
garis (perarahan/edema), fragmen tulang.e. PET (Possitron Emission
Tomography), mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otakf.
Kadar elektrolit, untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
peningkatan tekanan intra kranialg. Skrining toksikologi untuk
mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaranh.
Analisis Gas Darah (AGD) adalah salah satu tes diagnostik untuk
menentukan status respirasi. Status respirasi dapat digambarkan
melalui pemeriksaan AGD ini adalah status oksigenasi dan status
asam basa.Rencana Keperawatan Post-Operatif1. Pertahankan potensi
jalan nafas.2. Tinggikan posisi kepala 150 300.3. Yakinkan bahwa
ventilasi dan oksigenasi adequat Spontan beri O210 12 lt/mmt dengan
NRM. Ventilasi mekanik mode control atau SimV dengan RR yang
dibutuhkan.4. Berikan terapia. Manitol meningkatkan serum
osmolalitas dan mengeluarkan/menarik cairan yang bebas dari area
otak.b. Steroid untuk mengurangi edema otak, membatasi tumor otak
diberikan secara kontinyu selama 72 jam untuk mengurangi
pembengkakan otak, kemudian dosis diturunkan secara tak pering.c.
Beri analgesik sedatif sesuai kebutuhan.d. Anti Convulsant
diberikan pada pasien yang mengalami pembedahan supratentorial
craniotomy untuk mengurangi serangan kejang-kejang.5. Kaji dan
catat vital sign, status neurologis, dan CCP tiap jam.6.
Cek/periksa laboratium darah : AGD, GDR, Elektrolit, uricem,
creatimin dan darah rutin, dan lain-lain sesuai pesanan.7. Monitor
secara ketat tempat-tempat pemasangan CVP, arteri line, drain,
dressing luka operasi.8. Lakukan perawatan mata/daerah yang
tertekan.9. Lakukan suction sesuai kebutuhan.10. Rawat tali
endotrakeal pada posisi yang tinggi (diatas telinga).11. Berikan
profilaksis untuk stress ulser.12. Berikan nutrisi sejak dini
khususnya enteral.13. Pertahankan normovolemik dan normotensi.14.
Monitor ketat intake dan output.15. Awasi adanya
komplikasi-komplikasi sistemik
Potensial Komplikasi1. Pendarahan intrakranial/hematom.2. Edema
serebral.3. Infeksi (post operasi meningitis, luka, paru).4.
Kejang5. Kerusakan syaraf kranial.
Dampak Post Craniotomy Terhadap Sistem Tubuh Laina. Sistem
KardiovaskulerCraniotomy bisa menyebabkan perubahan fungsi jantung
mencakup aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler
dan edema paru. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi
tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler pembuluh darah
arteriol berkontraksi. Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis
mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini bisa
menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung dan meningkatkan
atrium kiri, sehingga tubuh akan berkompensasi dengan meningkatkan
tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium
kiri adalah terjadinya edema paru.b. Sistem PernafasanAdanya edema
paru dan vasokonstriksi paru atau hipertensi paru menyebabkan
hiperapneu dan bronkho kontriksi. Konsentrasi oksigen dan
karbondioksida dalam darah arteri mempengaruhi aliran darah. Bila
tekanan oksigen rendah, aliran darah bertambah karena terjadi
vasodilatasi, jika terjadi penurunan tekanan karbondioksida akan
menimbulkan alkalosis sehingga terjadi vasokontriksi dan penurunan
CBF (Cerebral Blood Fluid). Bila tekanan karbondioksida bertambah
akibat gangguan sistem pernafasan akan menyebabkan asidosis dan
vasodilatasi. Hal tersebut menyebabkan penambahan CBF yang kemudian
terjadi peningkatan tingginya TIK.Tingginya TIK dapat menyebabkan
terjadinya herniasi dan penekanan batang otak atau medula
oblongata. Akibat penekanan pada medulla oblongata menyebabkan
pernafasan ataksia (kurangnya koordinasi dalam gerakan bernafas).c.
Sistem EliminasiPada pasien dengan post craniotomy terjadi
perubahan metabolisme yaitu kecenderungan retensi natrium dan air
serta hilangnya sejumlah nitrogen. Setelah tiga sampai 4 hari
retensi cairan dan natrium mulai berkurang dan dapat timbul
hiponatremia.d. Sistem PencernaanHipotalamus merangsang anterior
hipofise untuk mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini adalah
kompensasi tubuh untuk menangani edema serebral, namun pengaruhnya
terhadap lambung adalah terjadinya peningkatan ekskresi asam
lambung yang menyebabkan hiperasiditas. Selain itu juga
hiperasiditas terjadi karena adanya peningkatan pengeluaran
katekolamin dalam menangani stress yang mempengaruhi produksi asam
lambung. Jika hiperasiditas ini tidak segera ditangani, akan
menyebabkan perdarah lambung.e. Sistem MuskuloskeletalAkibat dari
post craniotomy dapat mempengaruhi gerakan tubuh. Hemisfer atau
hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada area
motorik otak. Selain itu, pasien dapat mempunyai control volunter
terhadap gerakan dalam menghadapi kesulitan perawatan diri dan
kehidupan sehari hari yang berhubungan dengan postur, spastisitas
atau kontraktur.Gerakan volunter terjadi sebagai akibat dari
hubungan sinapsis dari 2 kelompok neuron yang besar. Sel saraf pada
kelompok pertama muncul pada bagian posterior lobus frontalis yang
disebut girus presentral atau strip motorik . Di sini kedua bagian
saraf itu bersinaps dengan kelompok neuron-neuron motorik bawah
yang berjalan dari batang otak atau medulla spinalis atau otot-otot
tertentu. Masing-masing dari kelompok neuron ini mentransmisikan
informasi tertentu pada gerakan. Sehingga, pasien akan menunjukan
gejala khusus jika ada salah satu dari jaras neuron ini cidera.Pada
disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat batang
otak, terdapat kehilangan penghambatan serebral dari gerakan
involunter. Terdapat gangguan tonus otot dan penampilan postur
abnormal, yang pada saatnya dapat membuat komplikasi seperti
peningkatan saptisitas dan kontraktur.
ASUHAN KEPERAWATANPENGKAJIANPengkajian adalah tahap awal dari
proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematika
dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status status kesehatan.Tahap proses
keperawatan dimulai dengan pengkajian, menentukan diagnosa, membuat
perencanaan, melakukan tindakan atau implementasi dan
evaluasi.1).Identitas KlienPengkajian tentang identitas klien yang
meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, pendidikan
terakhir, status perkawinan, alamat, diagnosa medis, nomor medrek,
tanggal masuk Rumah Sakit dan tanggal pengkajian. Juga identitas
penanggung jawab klien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan terakhir dan hubungan dengan klien.2).Riwayat
Kesehatana).Alasan MasukMerupakan alasan yang mendasari klien
dibawa ke Rumah Sakit atau kronologis yang menggambarkan perilaku
klien dalam mencari pertolongan.b).Keluhan UtamaMerupakan keluhan
yang dirasakan klien saat dilakukan pengkajian, nyeri biasanya
menjadi keluhan yang paling utama terutama pada pasien post op
kraniotommy (Muttaqin, 2008 : 154).c).Riwayat Kesehatan
SekarangMerupakan pengembangan dari keluhan utama yang dirasakan
klien melalui metode PQRST dalam bentuk narasi:P
:(Provokatif/Pariatif) : Hal yang memperberat atau memperingan,
nyeri yang dirasakan biasanya bertambah bila klien berjalan,
bersin, batuk atau napas dalam.Klien dengan post craniotomy
biasanya merasakan nyeri semakin berat saat digerakan, dan nyeri
dirasakan berkurang saatdidiamkan.
Q :(Quality/Quantity) : Kualitas dari suatu keluhan atau
penyakit yang dirasakan.Biasanya nyeri yang dirasakan klien seperti
ditusuk-tusuk.
R :(Region/Redition) : adalah daerah atau tempat dimana keluhan
dirasakan, apakah keluhan itu menyebar atau mempengaruhi ke area
lain.Biasanya lokasi nyeri dirasakan sekitarkepala yang telah
dilakukan pembedahan.
S :(Saverity/Scale) : adalah keganasan atau intensitas (skala)
dari keluhan tersebut. Skala nyeri antara 0-5.Nyeri yang dirasakan
tergantung dari individu biasanya diukur menggunakan skala nyeri
0-5
T :(Time): adalah waktu dimana keluhan dirasakan pada klien yang
mengeluh nyeri tanyakan apakah nyeri berlangsung terus menerus atau
tidak.Biasanya klien merasakan nyeri terus-menerus.
d).Riwayat Kesehatan Masa laluPengkajian yang perlu ditanyakan
meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera kepala
sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif
dan konsumsi alkohol berlebihan.e).Riwayat Kesehatan
keluargaMelakukan pengkajian apakah anggota generasi terdahulu ada
yang menderita hipertensi dan diabetes melitus, penyakit menular
seperti tuberkulosis dan penyakit yang sama seperti klien.
3) Primery survey (ABCDE) meliputi :Airway. Tanda-tanda
objektif-sumbatan AirwayLook (lihat) apakah penderita mengalami
agitasi atau kesadarannya menurun. Agitasi memberi kesan adanya
hipoksia, dan penurunan kesadaran memberi kesan adanya hiperkarbia.
Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kurangnya
oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku-kuku dan
kulit sekitar mulut. Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot
napas tambahan yang apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya
gangguan airway. Airway (jalan napas) yaitu membersihkan jalan
napas dengan memperhatikan kontrol servikal, pasang servikal kollar
untuk immobilisasi servikal sampai terbukti tidak ada cedera
servikal, bersihkan jalan napas dari segala sumbatan, benda asing,
darah dari fraktur maksilofasial, gigi yang patah dan lain-lain.
Lakukan intubasi (orotrakeal tube) jika apnea, GCS (Glasgow Coma
Scale) < 8, pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi
oksigen tidak mencapai 90%. Listen (dengar) adanya suara-suara
abnormal. Pernapasan yang berbunyi (suara napas tambahan) adalah
pernapasan yang tersumbat. Breathing. Tanda-tanda
objektif-ventilasi yang tidak adekuatLook (lihat) naik turunnya
dada yang simetris dan pergerakan dinding dada yang adekuat.
Asimetris menunjukkan pembelatan (splinting) atau flail chest dan
tiap pernapasan yang dilakukan dengan susah (labored breathing)
sebaiknya harus dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi
penderita dan harus segera di evaluasi. Evaluasi tersebut meliputi
inspeksi terhadap bentuk dan pergerakan dada, palpasi terhadap
kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi, perkusi
untuk menentukan adanya darah atau udara ke dalam paru.Listen
(dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada. Penurunan
atau tidak terdengarnya suara napas pada satu atau hemitoraks
merupakan tanda akan adanya cedera dada. Hati-hati terhadap adanya
laju pernapasan yang cepat-takipneu mungkin menunjukkan kekurangan
oksigen. Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan
informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita,
tetapi tidak memastikan adanya ventilasi yang adekuat.Circulation
a. Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk
mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurunb.
Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan
sistolik-tekanan diastolik)c. Jika aliran darah ke organ vital
sudah dapat dipertahankan lagi, maka timbullah hipotensid.
Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan
balut tekan pada daerah tersebute. Ingat, khusus untuk otorrhagia
yang tidak membeku, jangan sumpal MAE (Meatus Akustikus Eksternus)
dengan kapas atau kain kasa, biarkan cairan atau darah mengalir
keluar, karena hal ini membantu mengurangi TTIK (Tekanan Tinggi
Intra Kranial)f. Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan
untuk menghindari terjadinya koagulopati dan gangguan irama
jantung.Disabilitya. GCS setelah resusitasib. Bentuk ukuran dan
reflek cahaya pupilc. Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada
parese atau tidakExpossure dengan menghindari hipotermia. Semua
pakaian yang menutupi tubuhpenderita harus dilepas agar tidak ada
cedera terlewatkan selama pemeriksaan. Pemeriksaan bagian punggung
harus dilakukan secara log-rolling dengan harus menghindari
terjadinya hipotermi.4) Secondary survey1. Kepala dan leherKepala.
Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan distribusi
rambut kulit kepala), palpasi (keadaan rambut, tengkorak, kulit
kepala, massa, pembengkakan, nyeri tekan, fontanela (pada
bayi)).Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan
parut, massa), tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid,
trakea), mobilitas leher.2. Dada dan paruInspeksi. Dada diinspeksi
terutama mengenai postur, bentuk dan kesimetrisan ekspansi serta
keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan baik pada saat dada
bergerak atau pada saat diem, terutama sewaktu dilakukan pengamatan
pergerakan pernapasan. Pengamatan dada saat bergerak dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama
pernapasan.Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan
kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan,
kesimetrisan ekspansi, dan tactil vremitus (vibrasi yang dapat
teraba yang dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal selama
seseorang berbicara)Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau dull
yang menunjukkan udara (pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang
terdapatb pada rongga pleura.Auskultasi. Berguna untuk mengkaji
aliran udara melalui batang trakeobronkeal dan untuk mengetahui
adanya sumbatan aliran udara. Auskultasi juga berguna untuk
mengkaji kondisi paru-paru dan rongga pleura.3.
KardiovaskulerInspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan
palpasi secara stimultan untuk mengetahui adanya ketidaknormalan
denyutan atau dorongan (heaves). Palpasi dilakukan secara
sistematis mengikuti struktur anatomi jantung mulai area aorta,
area pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan area
epigastrikPerkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk
jantung. Akan tetapi dengan adanya foto rontgen, maka perkusi pada
area jantung jarang dilakukan karena gambaran jantung dapat dilihat
pada hasil foto torak anteroposterior. 4. EkstermitasBeberapa
keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas bersangkutan,
antara lain yaitu ;a. Cedera pembuluh darahb. Fraktur di sekitar
sendi lutut dan sendi sikuc. Crush injuryd. Sindroma kompartemene.
Dislokasi sendi panggulKeadaan iskemik ini akan ditandai dengan :a.
Pusasi arteri tidak terabab. Pucat (pallor)c. Dingin (coolness)d.
Hilangnya fungsi sensorik dan motorike. Kadang-kadang disertai
hematoma, bruit dan thrill
Masalah yang Sering Muncul1. Pola pernafasan tidak efektif :
yang berhubungan dengan gangguan integritas jaringan otak,
hypoxemia dampak dari anestesi, serebral edema, area pembedahan
sekitar medulla obongata atau pons.Kriteria Hasil/Tujuan:
Oksigenasi yang adequat dapat dipertahankan.Intervensi
Keperawatan1. Kaji frekuensi, kedalaman, keteraturan pernafasan dan
ekspansi dada.2. Kaji bunyi nafas setiap 2 4 jam.3. Evaluasi nilai
AGD sesuai kebutuhan.4. Gunakan oksimetri yang tersedia untuk
memantau saturasi oksigen dan pantau CO2.5. Pertahankan
hiperventilasi jika diperlukan ventilator mekanik.6. Waspada
terhadap dampak obat-obat depresan.7. Lakukan suction sesuai
kebutuhan, berikan hiperventilasi sebelum prosedur dilakukan.2.
Bersihan jalan nafas tidak efektif : yang berhubungan dengan
akumulasi sekresi, obstruksi jalan nafas, atau edema paru.Kriteria
Hasil/Tujuan: Patensi jalan nafas dapat dipertahankanIntervensi
Keperawatan1. Kaji kemampuan untuk mempertahankan patensi jalan
nafas.2. Atur postur pasien dengan meninggikan kepala tempat tidur
150 300(jika tidak ada kontraindikasi).3. Gunakan jalan nafas oral
nasal untuk mempertahankan jalan nafas atas paten.4. Pertahankan
ventilator dalam pengesutan dengan sistem alaram bekerja sesuai
pesanan.5. Penghisapan sekresi (suction) sesuai kebutuhan dan
evaluasi efeknya.
3. Perubahan perfusi jaringan serebral : yang berhubungan dengan
edema jaringan serebral, penurunan perfusi sistemik atau hilangnya
perfusi serebral karena embolus atau sumbatan aliran darah
serebral.Kriteria Hasil/Tujuan: Tingkat kesadaran pasien akan
membaik atau dipertahankan.Intervensi Keperawatan1. Ukur TIK dengan
akurat dan pantau hasil pengukuran secara kontinyu.2. Tinggikan
bagian kepala tempat tidur 150 300sepanjang waktu.3. Gunakan sistem
pengkajian neurologi secara konsisten, misal skala Koma Glasgow.4.
Evaluasi hal-hal berikut setiap 1 jam. Tingkat kesadaran. Ukuan
pupil, reaksi pupil terhadap cahaya. Kesamaan pupil. Gerakan
ekstermitas. Beri sedikit stimulasi untuk mendapatkan reaksi
pasien. Kesesuian respons pasien terhadap lingkungan atau
stimulasi. Adatidaknya refleks-refleks. Semua gerakan involunter
seperti kejang, kedutan atau fungsi motorik asemetris. Tekanan
darah. Frekuensi dan irama jantung. Frekuensi dan irama pernafasan.
Parameter hemodinamik.5. Hindari peningkatan tekanan intrathoraks,
batuk, muntah dan valsava manuver.6. Jika ventilasi dikontrol oleh
ventilator mekanik, pertahankan PCO2yang rendah (18 25) untuk
mencegah vasodilatasi serebral.7. Berikan obat kontikosteroid
sesuai pesanan dokter.8. Beri diuretik yang menurunkan volume
jaringan (seperti manitol) sesuai pesanan dokter.9. Pertahankan
keakuratan intake dan output setiap 3 jam.10. Antisipasi dehidrasi,
pantau urine dan elektrolit.11. Berikan sedatif dan pelemah otot
sesuai pesanan dokter dengan barbiturat atau pavulon.12. Berikan
hiperventilasi sebelum melepas ventilator mekanik untuk
suction.
4. Defisit volume cairan : yang berhubungan dengan dampak terapi
diuretik, kebutuhan metabolisme yang tinggi, hormon yang tidak
berfungsi.Kriteria Hasil/Tujuan:Kebutuhan cairan tubuh dapat
terpenuhi dan output yang adequat dapat dipertahankan.Intervensi
Keperawatan1. Pantau TVS dan data hemodinamik sesuai yang
tersedia.2. Pertahankan intake dan output cairan secara akurat
setiap 3 jam.3. Pantau kecenderungan Na urine dan serum osmolaritas
dan kadar creatinin.4. Ganti elektrolit dengan terapi suplemen
sesuai pesanan.5. Kaji diabetes insipidus : output banyak dengan
berat jenis rendah.6. Jika ada diabeter insipidus beri Pitressin
sesuai pesanan.
5. Risiko terhadap infeksi : yang berhubungan dengan tindakan
invasif, penurunan tingkat kesadaran, lamanya, type dari tindakan
pembedahan.Kriteria Hasil/Tujuan: Infeksi nosokonial tidak akan
terjadi.Intervensi Keperawatan1. Gunakan teknik steril yang ketat
selama pemasaran device pemantauan TIK dan pertahankan sistem
drainase vetricular eksternal.2. Lakukan dressing dengan teknik
steril.3. Kaji gejala-gejala infeksi SSP.4. Berikan antibiotik
sesuai pesanan.5. Pantau dan catat adanya kebocoran CSS dari
hidung, telinga atau daerah tempat pemasaran pemantauan TIK
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8,
Vol. 3.EGC : Jakarta.Carpenito L.J.1998.Nursing Diagnosis
Aplication to Clinical Practice. J.B. Lippincott Company:
Phildelphia.Doenges, Marilyn E., Mary Frances Moorhouse, Alice C.
Geissler. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta.Doris
Smith Suddarth.1991.The Lippincott Manual of Nursing Practice,
5thEdition. JB. Lippincott Company:Philadelphia.Hudak dan Gallo.
1996.Perawatan Kritis, Edisi VI, Volume II/ Penerbit buku
kedokteran, EGC: Jakarta.Poppy Kumala dkk. 1996. Kamus Kedokteran
Dorland. Copy editor, edisi Bahasa Indonesia; Dyah Nuswantari.
Ed.25. EGC: Jakarta.TEOH.1990.Intensive Care Manual, Third Edition.
GlobePress:Australia.