LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FLEXI CONTRAKTUR GENNU DI IRNA ORTHOPEDI DAN TRAUMATOLOGI RSD. dr. SOEBANDI JEMBER Disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (PPPN) Stase Keperawatan Medikal Bedah Oleh: EKA TRISNAWATI, S.Kep. 082311101021
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FLEXI CONTRAKTUR GENNU
DI IRNA ORTHOPEDI DAN TRAUMATOLOGI RSD. dr. SOEBANDI JEMBER
Disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (PPPN)Stase Keperawatan Medikal Bedah
Oleh:EKA TRISNAWATI, S.Kep.
082311101021
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERSPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER2014
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Diagnosis: Flexi contraktur gennu
2. Proses terjadinya masalah
a. Pengertian
Flexi contraktur gennu adalah salah satu komplikasi yang sering muncul
pada penderita fraktur femur. Contraktur gennu adalah hilangnya atau
kurangnya lingkup gerak sendi pada lutut secara pasif maupun aktif karena
keterbatasan sendi, fibrosis jaringan penyokong, otot dan kulit. Contraktur
gennu didefinisikan sebagai pemendekan otot secara adaptif dari otot atau
jaringan lunak yang melewati sendi sehingga menghasilkan keterbatasan
lingkup gerak sendi.
b. Penyebab
Penyebab utama contraktur adalah tidak ada atau kurangnya mobilisasi
sendi akibat suatu keadaan antara lain imbalance kekuatan otot, penyakit
neuromuskular, penyakit degenerasi, luka bakar, luka trauma yang luas,
inflamasi, penyakit kongenital, ankilosis dan nyeri.
Banyaknya kasus penderita yang mengalami contraktur dikarenakan
kurangnya disiplin penderita sendiri untuk sedini mungkin melakukan
mobilisasi dan kurangnya pengetahuan tenaga medis untuk memberikan
terapi pencegahan, seperti perawatan luka, pencegahan infeksi, proper
positioning, dan mencegah immobilisasi yang lama. Efek contraktur
menyebabkan terjadinya gangguan fungsional, gangguan mobilisasi, dan
gangguan aktifitas kehidupan sehari-hari.
JUDUL : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Flexi Contraktur GennuOLEH : Eka Trisnawati NIM : 082311101021
Klasifikasi berdasarkan lokasi dari jaringan yang menyebabkan
ketegangan, maka contraktur dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Contraktur Dermatogen atau Dermogen
Contraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal
tersebut dapat terjadi karena kehilangan jaringan kulit yang luas
misalnya pada luka bakar yang dalam dan luas, loss of skin/tissue
dalam kecelakaan, dan infeksi.
2. Contraktur Tendogen atau Myogen
Contraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon.
Dapat terjadi oleh keadaan iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat dan
atropi, misalnya pada penyakit neuromuskular, luka bakar yang luas,
trauma, penyakit degenerasi dan inflamasi.
3. Contraktur Arthrogen
Contraktur yang terjadi karena proses di dalam sendi-sendi, proses ini
bahkan dapat sampai terjadi ankylosis. Contraktur tersebut sebagai
akibat immobilisasi yang lama dan terus menerus, sehingga terjadi
gangguan pemendekan kapsul dan ligamen sendi, misalnya pada
bursitis, tendinitis, penyakit kongenital, dan nyeri.
c. Patofisiologi
Apabila jaringan ikat dan otot dipertahankan dalam posisi memendek
dalam jangka waktu yang lama, serabut-serabut otot dan jaringan ikat akan
menyesuaikan memendek dan menyebabkan contraktur sendi. Otot yang
dipertahankan memendek dalam 5-7 hari akan mengakibatkan
pemendekan perut otot yang menyebabkan kontraksi jaringan kolagen dan
pengurangan jaringan sarkomer otot. Bila posisi ini berlanjut sampai 3
minggu atau lebih, jaringan ikat sekitar sendi dan otot akan menebal dan
menyebabkan contraktur.
d. Tanda dan gejala
1. Terdapat jaringan ikat dan atropi
2. Terjadi pembentukan sikatrik yang berlebih
3. Mengalami gangguan mobilisasi
4. Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari.
e. Komplikasi1. Dimana kondisi kaki tetap fleksi dan tidak dapat sepenuhnya
diekstensikan
2. Kelumpuhan / kecacatan permanen
f. Terapi dan Pengobatan
Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi contraktur adalah
pengembalian fungsi dengan cara menganjurkan penggunaan anggota
badan untuk ambulasi dan aktifitas lain. Menyingkirkan kebiasaan yang
tidak baik dalam hal ambulasi, posisi, dan penggunaan program
pemeliharaan kekuatan dan ketahanan, diperlukan agar pemeliharaan
tercapai dan untuk mencegah contraktur sendi yang rekuren. Penanganan
contraktur dapat diakukan secara konservatif dan operatif:
1. Konservatif
Seperti halnya pada pencegahan contraktur, tindakan konservatif ini
lebih mengoptimalkan penanganan fisioterapi terhadap penderita,
meliputi:
a) Proper positioning
Positioning penderita yang tepat dapat mencegah terjadinya
contraktur dan keadaan ini harus dipertahankan sepanjang waktu
selama penderita dirawat di tempat tidur. Program positioning
anticontraktur adalah penting dan dapat mengurangi odema,
pemeliharaan fungsi dan mencegah contraktur.
Proper positioning pada penderita luka bakar adalah sebagai
berikut:
1) Leher: ekstensi / hiperekstensi
2) Bahu: abduksi, rolasi eksterna
3) Antebraki: supinasi
4) Trunkus: alignment yang lurus
5) Lutut: lurus, jarak antara lutut kanan dan kiri 20 derajat
6) Sendi panggul: tidak ada fleksi dan rolasi eksterna
7) Pergelangan kaki: dorsofleksi
b) Exercise
Tujuan exercise untuk mengurangi odema, memelihara lingkup
gerak sendi dan mencegah contraktur. Exercise yang teratur dan
terus-menerus pada seluruh persendian baik yang terkena luka
bakar maupun yang tidak terkena, merupakan tindakan untuk
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan diskontinuitas tulang.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan/tahanan.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan
kulit.
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan tentang
proses/penyembuhan penyakit.
5. Rencana tindakan keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi Rasional
1. Gangguan rasa nyamannyeri berhubungandengan diskontinuitas tulang
NOC Pain level Pain control Comfort level
Kriteria hasil:1. mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3. mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4. menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC1. Kaji keadaan umum pasien
terhadap nyeri2. Kaji PQRST nyeri pasien
3. Jelaskan tentang prosedur yang dapat menurunkan dan meningkatkan nyeri
4. Ajarkan teknik nafas dalam
5. Lakukan pendekatan pada klien & keluarga
6. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
7. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik
1. Mengetahui cara yang efektif untuk mengatasi nyeri
2. Untuk mengetahui tingkat nyeri pasien
3. Memberi alternatif meringankan nyeri
4. Untuk meringankan dan memberikan rasa nyaman juga mengalihkan nyeri pasien
5. Hubungan yang baik membuat klien & keluarga kooperatif
6. Memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri
7. Merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgetik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan/tahanan.
NOC Join movement: active Mobility level Self care: ADLs Transfer performance
NIC1. Lakukan latihan rentang gerak
secara konsisten, diawali dengan pasif kemudian aktif.
1. Mencegah secara progresif mengencangkan jaringan parut, kontraktur, meningkatkan pemeliharaan fungsi otot dan
Kriteria hasil:1. klien meningkat dalam
aktivitas fisik2. mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas3. memverbalisasi perasaan
dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
4. memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (kruk, walker)
2. Instruksikan dan bantu dalam mobilitas, contoh tongkat, walker secara tepat.
3. Dorong dukungan dan bantuan keluarga/orang terdekat pada latihan rentang gerak.
4. Masukkan aktivitas sehari-hari dalam terapi fisik, hidroterapi, dan asuhan keperawatan.
5. Dorong partisipasi pasien dalam semua aktivitas sesuai kemampuan individual.
sendi dan menurunkan kehilangan kalsium dan tulang.
2. Meningkatkan keamanan ambulasi.
3. Mengajarkan keluarga/orang terdekat untuk aktif dalam perawatan pasien dan memberikan terapi lebih konstan & konsisten.
4. Komunikasikan aktivitas yang menghasilkan perbaikan hasil dengan meningkatkan efek masing-masing.
5. Meningkatkan kemandirian, meningkatkan harga diri, dan membantu proses perbaikan.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit.
NOC Tissue integrity: skin and
mucous membranes Hemodyalis akses
Kriteria hasil:1. Integritas kulit yang baik
bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit
NIC1. Observasi kemerahan, pucat,
ekskoriasi.
2. Evaluasi proses penyembuhan. Kaji ulang harapan terhadap penyembuhan dengan pasien.
3. Diskusikan pentingnya perubahan posisi sering, perlu untuk mempertahankan aktivitas.
1. Area meningkat resikonya untuk kerusakan dan memerlukan pengobatan lebih intensif.
2. Penyembuhan mulai dengan segera, tetapi penyembuhan lengkap memerlukan waktu.
3. Meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dengan mencegah tekanan lama pada jaringan.
3. Perfusi jaringan baik4. Menunjukkan
pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang
5. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
4. Dorong mandi tiap 2 hari sekali.
5. Hindari kerutan pada tempat tidur
4. Sering mandi membuat kekeringan kulit
5. Mencegah terjadinya dekubitus pada kulit
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
NOC Anxiety self-control Anxiety level Coping
Kriteria hasil:1. Klien mampu
mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontrol cemas
3. Vital sign dalam batas normal
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
NIC1. Gunakan pendekatan yang
menyenangkan
2. Dorong pasien untuk mengungkapkan kecemasannya
3. Evaluasi mekanisme koping/pertahanan yang digunakan untuk berhadapan dengan perasaan ataupun ancaman yang sesungguhnya.
4. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
5. Anjurkan untuk melakukan pendekatan spiritual.
1. Menjalin hubungan yang baik dan saling percaya dengan pasien
2. Menurunkan kecemasan. Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping.
3. Mungkin dapat menghadapi situasi dengan baik pada waktu itu, misalnya penolakan dan regresi mungkin dapat mekanisme koping untuk waktu tertentu.
4. Mengurangi kecemasan pada pasien
5. Pendekatan spiritual dapat membantu penerimaan pasien terhadap kondisi yang dialami sehingga mengurangi rasa cemas
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan tentang proses/penyembuhan penyakit.
NOC Knowledge: disease
process Knowledge: health
behavior
Kriteria hasil:1. Pasien dan keluarga
menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis, dan program pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
NIC1. Kaji ulang prognosis dan harapan
yang akan datang
2. Diskusikan harapan pasien untuk kembali ke rumah, bekerja, dan aktivitas normal.
3. Kaji ulang perawatan luka, graft kulit dan luka. Identifikasi sumber yang tepat untuk perawatan pasien rawat jalan.
4. Dorong kesinambungan program latihan dan jadwalkan periode istirahat
1. Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
2. Pasien sering kali mengalami kesulitan memutuskan pulang. Masalah sering terjadi (contoh gangguan tidur, kesulitan melakukan aktivitas) yang mempengaruhi keberhasilan menilai tindakan hidup normal.
3. Meningkatkan kemampuan perawatan diri setelah pulang dan meningkatkan kemandirian.
4. Mempertahankan mobilitas, menurunkan komplikasi, dan mencegah kelelahan, membantu proses penyembuhan.
Referensi
Djoko Simbardjo. 2008. Fraktur Batang Femur. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu
Bedah, Bagian Bedah FKUI.
Price SA, Wilson LM. 1995. Fisiologi Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-4.
Jakarta: EGC.
Rasjad, C. 2007. Buku pengantar Ilmu Bedah Ortopedi ed. III. Makassar: Yarsif
Watampone.
Sjamsuhidajat, R. dan de Jong, Wim (Editor). 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi