LAPORAN PENDAHULUAN PERAWATAN KELUARGA HIPERTENSI A. Konsep Penyakit 1. Pengertian Hipertensi Definisi atau pengertian hipertensi banyak dikemukakan oleh para ahli. WHO mengemukakan bahwa hipertensi terjadi bila tekanan darah diatas 160/95 mmhg, sementara itu Smelttzer & Bare (2002:896) mengemukakan bahwa hipertensi merupakan tekanan darah persisten atau terus menerus sehingga melebihi batas normal dimana tekanan sistolik diatas 140 mmhg dan tekanan diastole diatas 90 mmhg. Pendapat yang sama juga diutarakan oleh doenges (2000:42). Pendapat senada juga disampaikan oleh TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta (1993:199) dan Prof. Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007), yang menyatakan bahwa hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik 8
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PENDAHULUAN
PERAWATAN KELUARGA HIPERTENSI
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian Hipertensi
Definisi atau pengertian hipertensi banyak dikemukakan oleh para
ahli. WHO mengemukakan bahwa hipertensi terjadi bila tekanan darah
diatas 160/95 mmhg, sementara itu Smelttzer & Bare (2002:896)
mengemukakan bahwa hipertensi merupakan tekanan darah persisten atau
terus menerus sehingga melebihi batas normal dimana tekanan sistolik
diatas 140 mmhg dan tekanan diastole diatas 90 mmhg. Pendapat yang
sama juga diutarakan oleh doenges (2000:42). Pendapat senada juga
disampaikan oleh TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta (1993:199) dan
Prof. Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007), yang menyatakan bahwa
hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 150 mmHg
dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.
Terdapat perbedaan tentang batasan tentang hipertensi seperti
diajukan oleh kaplan (1990:205) yaitu pria, usia kurang dari 45 tahun,
dikatakan hipertensi bila tekanan darah waktu berbaring diatas atau sama
dengan 130/90mmhg, sedangkan pada usia lebih dari 45 tahun dikatakan
hipertensi bila tekanan darah diatas 145/95 mmhg. Sedangkan pada wanita
tekanan darah diatas sama dengan 160/95 mmhg. Hal yang berbeda
diungkapkan TIM POKJA RS Harapan Kita (1993:198) pada usia dibawah
8
40 tahun dikatakan sistolik lebih dari 140 mmhg dan untuk usia antara 60-
70 tahun tekanan darah sistolik 150-155 mmHg masih dianggap normal.
Hipertensi pada usia lanjut didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih
besar dari 140 mmHg dan atau tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg
ditemukan dua kali atau lebih pada dua atau lebih pemeriksaan yang
berbeda. (JNC VI, 1997).
Untuk usia kurang dari 18 tahun dikatakan hipertensi bila dua kali
kunjungan yang berbeda waktu didapatkan tekanan darah diastolik 90
mmHg atau lebih, atau apabila tekanan darah sistolik pada beberapa
pengukuran didapatkan nilai yang menetap diatas 140mmHg (R. P.
Sidabutar dan Waguno P, 1990).
Berdasarkan pengertian – pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa hipertensi merupakan kenaikan tekanan darah dimana tekanan
sistolik lebih dari 140 mmhg dan atau diastolik lebih dari 90 mmhg.
2. Klasifikasi hipertensi
Klasifikasi hipertensi juga banyak diungkapkan oleh para ahli,
diantaranya WHO menetapkan klasifikasi hipertensi menjadi tiga tingkat
yaitu tingkat I tekanan darah meningkat tanpa gejala-gejala dari
gangguan atau kerusakan sistem kardiovaskuler. Tingkat II tekanan darah
dengan gejala hipertrofi kardiovaskuler, tetapi tanpa adanya gejala-
gejala kerusakan atau gangguan dari alat atau organ lain. Tingkat III
tekanan darah meningkat dengan gejala – gejala yang jelas dari
9
kerusakan dan gangguan faal dari target organ. Sedangkan JVC VII,
Klasifikasi hipertensi adalah :
Kategori Tekanan sistolik
(mmHg)
Tekanan Diastolik
(mmHg)
Normal < 130 <85
Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi:
Stage I (ringan)
Stage II (sedang)
Stage III (berat)
140-159
160-179
180-209
90-99
100-109
110-120
Klasifikasi lain diutarakan oleh Prof. Dr. dr. Budhi Setianto
(Depkes, 2007), mengklasifikasikan tekanan darah tinggi menjadi 4
tingkatan yaitu normal (SBP = Sistole Blood Pressure < 120 mm Hg dan
Distole Blood Pressure = DBP < 80 mm Hg), pra hipertensi (SBP 120-139
mm Hg dan DBP 80-89 mm Hg), hipertensi tahap 1 (SBP 140-159 mm Hg
dan DBP 90-99 mm Hg) dan hipertensi tahap 2 (SBP >= 160 dan DBP >=
100. mm Hg.)
Sedangkan menurut TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta,
membagi hipertensi 6 tingkat yaitu hipertensi perbatasan (borderline) yaitu
tekanan darah diastolik, normal kadang 90-100mmHg. Hipertensi ringan,
tekanan darah diastolik 90-140mmHg. Hipertensi sedang, tekanan darah
diastolik 105-114 mmHg. Hipertensi berat tekanan darah diastolik
>115mmHg. Hipertensi maligna/ krisis yaitu tekanan darah diastolik lebih
10
dari 120 mmHg yang disertai gangguan fungsi target organ. Hipertensi
sistolik yaitu tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg.
Pada hipertensi krisis dibagi lagi menjadi 2, menurut melalui TIM
POKJA RS Harapan Kita (2003:63) yaitu: hipertensi emergensi akut,
membahayakan jiwa, hal ini terjadi karena disfungsi atau kerusakan organ
target. Yang kedua adalah hipertensi urgensi yaitu hipertensi berat tanpa
ada gangguan organ target akan tetapi tekanan darah perlu diturunkan
dengan segera atau secara bertahap dalam waktu 24-48 jam, sebab
penurunan tekanan darah dengan cepat akan menimbulkan efek ischemik
pada organ target.
3. Etiologi
Penyebab terjadinya hipertensi adalah terdiri dari berbagai faktor,
diantaranya Reeves& lockhart(2001:114) mengemukakan bahwa Faktor-
faktor resiko yang dapat menyebabkan hipertensi adalah stress,
kegemukan, merokok, hipernatriumia). Sedang Long (1995:660), TIM
POKJA RS Harapan Kita (2003:63) dan Yayasan jantung Indonesia
(2007) menambahkan bahwa Penyebab hipertensi dapat dibedakan
menurut jenis hipertensi yaitu hipertensi primer (essensial) merupakan
tekenan darah tinggi yang disebabkan karena retensi air dan garam yang
tidak normal, sensitifitas terhadap angiotensin, obesitas,
hiperkolesteroemia, emosi yang tergannggu /stress dan merokok.
Sedangkan hipertensi sekunder merupakan tekanan darah tinggi yang
11
disebabkan karena penyakit kelenjar adrenal, penyakit ginjal, toxemia
gravidarum, peningkatan tekanan intra cranial, yang disebabkan tumor
otak, dan pengaruh obat tertentu missal obat kontrasepsi.
Dari uraian pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab
Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak
saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu
disusun melalui jalur garis ayah, sedangkan matrilineal adalah sama
dengan patrilineal hanya hubungan disusun berdasarkan garis ibu.
Matrilokal merupakan sepasang suami-istri yang tinggal dengan
keluarga sedarah istri berbeda dengan patrilokal merupakan kebalikan
dari matrilokal yang tinggal dengan keluarga sedarah suami.
Sedangkan keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai
dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang
20
menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau
istri.
c. Ciri – ciri struktur keluarga
Struktur keluarga mempunyai ciri-ciri khusus, menurut Effendy
(1998:33) yang mengutip dari Anderson Carter, ciri-ciri struktur
keluarga adalah: terorganisasi dimana antar anggota keluarga saling
ketergantungan antara anggota keluarga. Kedua, ada keterbatasan yaitu
setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai
keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing.
Kektiga. Ada perbedaan dan kekhususan yaitu setiap anggota keluarga
mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing.
d. Type-type keluarga :
Tipe atau bentuk keluarga berbeda menurut pandangan dan
keilmuan serta orang yang mengelompokkannya. Menurut Suprajitno,
SKp (2004:2), tipe keluarga dibagi menjadi 2 kelompok yaitu : 1.
kelompok tradisional, 2. Kelompok non tradisional.
Kelompok tradisional dibagi menjadi 2 yaitu : Keluarga inti
(Nuclear Family) yaitu keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan
anak yang diperoleh dari keturunannya atau diadopsi atau keduanya.
dan keluarga besar (Extendeed Family) yaitu keluarga inti ditambah
anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-
nenek, paman-bibi).
Sedangkan kelompok kedua (Non Traditional) yaitu kelompok
21
tradisional dengan perkembangannya ditambah dengan kelompok lain
yaitu: keluarga bentukan kembali (Dyadic Family) yaitu keluarga baru
yang terbentuk dari pasangan yang telah bercerai atau kehilangan
pasangannya, orang tua tunggal (Single Parent Family) yaitu keluarga
yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anaknya akibat
perceraian atau ditinggal pasangannya, ibu dengan anak tanpa
perkawinan yang sah (The unmarried teenage mother), orang dewasa
laki-laki atau perempuan yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah
(The single adult living alone), keluarga dengan anak tanpa pernikahan
sebelumnya (The non marital heterosecual cohabiting family) dan
keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama
(gay and lesbian family).
Terdapat perbedaan dengan teori lain seperti yang disampaikan
oleh Effendy (1998:33) yang membagi tipe keluarga menjadi 6 tipe/
bentuk keluarga, yaitu: Keluarga inti (Nuclear family) yaitu keluarga
yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Keluarga besar (Exstended
family) yaitu keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya
nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan
sebagainya.
Berbeda dengan keluarga berantai (Serial family) yaitu
keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu
kali dan merupakan satu keluarga inti. Keluarga duda/janda (single
family) yaitu keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian,
22
jika suami meninggal maka yang ada adalah keluarga janda dan bila
istri meninggal maka yang terbentuk adalah keluarga duda, bila bentuk
keluarga yang terjadi kerena perceraian maka akan terbentuk dua
keluarga yaitu keluarga duda dan keluarga janda. Keluarga
berkomposisi (Composite) yaitu keluarga yang perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama, poligami yaitu satu orang pria
dengan lebih dari satu istri dan masih hidup bersama. Keluarga kabitas
(Cahabitation) yaitu dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi
membentuk suatu keluarga.
e. Tahap dan tugas perkembangan keluarga
Setiap keluarga mempunyai tahap perkembangan dan tugas
perkembangan sendiri dan mempuyai ciri yang berbeda dengan yang
lain. Terdapat beberapa teori tentang tahap dan tugas perkembangan
keluarga, yaitu: menurut Carter dan McGoldrick (1989), tahap
perkembangan terdiri dari : keluarga antara masa bebas (pacaran)
dewasa muda, terbentuknya keluarga baru melalui suatu perkawinan,
keluarga yang memiliki anak usia muda (anak usia bayi sampai
sekolah), keluarga yang memiliki anak dewasa, keluarga yang mulai
melepaskan anaknya untuk keluar rumah, keluarga lansia.
Sedangkan menurut Duvall (1989), tahap perkembangan
keluarga dibagi dalam 8 tahap perkembangan yaitu: keluarga baru
menikah, keluarga dengan anak baru lahir (usia anak tertua sampai 30
tahun), keluarga dengan anak prasekolah (usia anak tertua 2 ½ tahun -5
23
tahun), keluarga dengan anak usia sekolah (usia anak tertua 6-12
tahun), keluarga mulai melepaskan anak sebagia dewasa (anak-
anaknya mulai meninggalkan rumah), keluarga yang hanya terdiri dari
orang tua saja/ keluarga usia pertengahan (semua anak meninggalkan
rumah), keluarga lansia.
Tahap perkembangan keluarga baru menikah, tahap ini dimulai
dari pernikahan yang dilanjutkan dalam membentuk rumah tangga.
Dalam tahap ini keluarga mempunyai tugas perkembangan yaitu
membina hubungan intim yang memuaskan pasangannya, membina
hubungan dengan keluarga lain, teman dan keluarga sosial.
Tahap perkembangan yang kedua, keluarga keluarga dengan
anak baru lahir. Yaitu ditandai dengan kelahiran anak pertama sampai
dengan 30 bulan. Tugas perkembangan keluarga ini adalah
mempersiapkan menjadi orang tua, adaptasi dengan perubahan adanya
anggota keluarga, interaksi keluarga, hubungan seksual dan kegiatan,
mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan pasangannya.
Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan anak
usia pra sekolah. Pada tahap ini mempunyai tugas perkembangan
memenuhi kebutuhan anggota keluarga, misal kebutuhan tempat
tinggal, privasi dan rasa aman, membantu anak untuk bersosialisasi,
beradaptasi dengan anak yang beru lahir, sementara kebutuhan anak
yang lain yang lebih tua juga harus terpenuhi, mempertahankan
hubungan yang sehat baik didalam maupun diluar keluarga, pembagian
24
waktu untuk individu, pasangan dan anak, pembagian tanggung jawab
anggota keluarga, merencanakan kegiatan dan waktu untuk
menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Tahap perkembangan yang keempat adalah keluarga dengan
anak usia sekolah. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah
membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah
dan lingkungan lebih luas ( yang tidak diperoleh dari sekolah atau
masyarakat ), tugas yang lain adalah mempunyai keintiman pasangan,
memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya kehidupan dan
kesehatan anggota keluarga.
Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan anak
remaja. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah memberikan
kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab mengingat anak
remaja adalah sorang dewasa muda dan mulai memiliki otonomi,
mempertahankan hubungan intim dalam keluarga, mempertahankan
komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, mempersiapkan
perubahan sistem peran dan peraturan (anggota) keluarga untuk
memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga.
Tahap perkembangan yang keenam adalah keluarga mulai
melepaskan anak sebagai dewasa. Tugas dalam tahap ini adalah
memperluas jaringan keluarga dari keluarga inti menjelaskan keluarga
besar, mempertahankan keintiman pasangan, membantu anak untuk
mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat, penataan kembali peran
25
orang tua dan kegiatan dirumah.
Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan usia
pertengahan. Pada tahap ini mempunyai tugas perkembangan
mempertahankan kesehatan individu dan pasangan usia pertengahan,
mempertahankan hubungan yang serasi dan memuaskan dengan anak-
anaknya dan sebaya, meningkatkan keakraban pasangan.
Tahap perkembangan yang terakhir atau yang kedelapan adalah
keluarga usia tua. Tugas pada perkembangan ini adalah
mempertahankan suasana kehidupan rumah tangga yang saling
menyenangkan pasangan, adaptasi dengan perubahan yang akan
terjadi, kehilangan pasangan, kekuatan fisik dan penghasilan keluarga,
mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat dan melak
life review masa lalu.
f. Pemegang kekuasaan dalam keluarga
Pemegang kekuasaan dalam tiap keluarga berbeda dalam
mengatur kehidupan dalam keluarga. Effendy (1998:34) membagi
pemegang kekuasaan dalam rumah tangga atau keluarga dengan tiga
jenis yaitu keluarga patriakal, yang dominan dan memegang kekuasaan
dalam keluarga adalah pihak ayah. Sementara pada keluarga matriakal
pihak ibu lebih dominan dan sebagai pemegang kekuasaan. Dan yang
ketiga adalah equalitarian yaitu keluarga yang dalam keluarga ayah
dan ibu sama-sama memegang kekuasaan.
26
g. Peran Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku
interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam
posisi dan situasi tertentu. Effendy (1998: 34) membagi peranan
keluarga dalam tiga peranan yaitu peranan ayah, peranan ibu dan juga
peranan anak. Peranan ayah adalah sebagai suami dari istri dan ayah
dari anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung
dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari
kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungan.
Peranan ibu adalah sebagai istri dari suami dan ibu dari anak-
anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga,
sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai
salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya, di samping itu juga ibu dapat berperan
sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga, Apabila dalam
keluarga sudah mempunyai anak, maka selain ada peranan ayan,
peranan ibu, juga ada peranan anak.
Sedangkan Peranan anak adalah melaksanakan peranan psiko-
sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental,
sosial dan spriritual.
27
h. Fungsi keluarga
Terbentuknya keluarga mempunyai berbagai fungsi dalam
menunjang kehidupan dalam Keluarganya. Beberapa ahli mempunyai
perbedaan dalam menyebutkan fungsi dalam keluarga.
Friedman ( 1998:13 ) mengidentifikasikan lima fungsi dasar
keluarga, yaitu: Fungsi afektif. Fungsi afektif berhubungan erat dengan
fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga.
Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial.
Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan
dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga
saling mempertahankan iklim yang positif. Komponen yang perlu
dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif adalah;
saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menrima, saling
mendukung, saling menghargai, dan ikatan antar anggota keluarga
dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian pada
berbagai aspek kehidupan anggota keluarga.
Dari aspek fungsi afektif dapat disimpulkan bahwa fungsi afek
merupakan sumber energi yang menentukan kebahagiaan keluarga.
Keretakan keluarga, kenakalan anak atau masalah keluarga timbul
karena fungsi afektif yang tidak terpenuhi.
Fungsi sosialisasi. Sosialisasi adalah proses perkembangan dan
perubahan yang dilalui individu, yang menghasilkan interaksi social
28
dan belajar berperan dalam lingkungan social (Friedman, 1998:13).
Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui
interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan
dalam sosialisasi.
Fungsi Reproduksi. Keluarga berfungsi untuk meneruskan
kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
Dengan adanya program keluarga berencana maka fugsi ini sedikit
terkontrol.
Fungsi Ekonomi. Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga
untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga, seperti
kebutuhan akan makan, pakaian, dan tempat untuk berlindung
(rumah).
Fungsi Perawatan Kesehatan. Keluarga juga berfungsi untuk
melaksanakan praktek asuhan kesehatan yaitu untuk mencegah
terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga
yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan
mempengaruhai status kesehatan keluarga. Keluarga yang dapat
melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah
kesehatan keluarga.
Berdasarkan fungsi perawatan keluarga inilah yang kemudian
dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan. Adapun
tugas kesehatan keluarga (Friedman, 1998) adalah; mengenal masalah
29
kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat,
memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit,
mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat dan
mempertahankan hubungan dengan (menggunakan ) fasilitas kesehatan
masyarakat.
Fungsi keluarga menurut ahli yang lain yaitu Effendy
(1998:35), membagi fungsi keluarga menjadi fungsi biologis, fungsi
psikologis, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi dan fungsi pendidikan.
Fungsi biologis keluarga adalah untuk meneruskan keturunan,
memelihara dan membesarkan anak. Memenuhi kebutuhan gizi
keluarga dan memelihara serta merawat anggota keluarga juga
merupakan fungsi biologis yang dapat dijalankan keluarga (Effendy,
1998:35).
Fungsi psikologis yang dapat dijalankan keluarga adalah
memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian di
antara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota
keluarga serta memberikan identitas keluarga. Adapun fungsi
sosialisasi keluarga yaitu membina sosial pada anak, membentuk
norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak
dan yang krusial adalah menaruh nilai-nilai budaya keluarga (Effendy,
1998:35).
Keluarga juga mempunyai fungsi ekonomi yaitu mencari
sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan
30
pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan keluarga. Kebutuhan keluarga tidak hanya sesaat, tetapi
terus berlanjut sehingga keluarga perlu dapat mengatur ekonomi
keluarga sehingga dapat menunjang kehidupan baik sekarang maupun
yang akan datang. Untuk mempersiapkan kebutuhan yang akan datang,
keluarga dapat menabung yang berguna untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan keluarga di masa yang akan datang, misalnya pendidikan
anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya (Effendy, 1998:35).
Memasuki taraf anak sekolah dan dewasa, keluarga mempunyai
fungsi pendidikan. Dalam hal ini fungsi keluarga adalah
menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan
membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki
dan berguna untuk mempersiapkan anak dalam memenuhi peranannya
sebagai orang dewasa. Keluarga juga melaksanaan fungsi pendidikan
baik di rumah maupun diluar rumah dengan cara mendidik anak sesuai
dengan tingkat-tingkat perkembangannya (Effendy, 1998:35).
Dari berbagai fungsi di atas, Effendy (1998:36) menyebutkan
tiga fungsi pokok keluarga terhadap anggotanya yaitu asih, asuh dan
asah. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman,
kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka
tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.
Asuh adalah memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan perawatan
anak agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan
31
menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan
spiritual. Sedangkan asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan
anak, sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam
mempersiapkan masa depannya, misalnya dengan menyekolahkan
anak-anak (Effendy, 1998:36).
Indonesia dalam fungsi keluarga membagi menjadi delapan
(UU No. 10. tahun 1992 jo PP No.21 tahun 1994:14) yaitu: fungsi
keagamaan. Keluarga berfungsi dalam membina, menerjemahkan,
memberi contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari, melengkapi dan
menambah proses kegiatan belajar keagamaan dan membina rasa,
sikap dan praktik kehidupan keluarga beragama. Hal ini dalam
keluarga sebagai fondasi menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Keluarga sebagai fungsi budaya yaitu membina dalam
meneruskan norma dan budaya masyarakat dan bangs, membina dalam
menyaring budaya asing yang tidak sesuai, membina dalam pemecahan
masalah dari pengaruh negatif globalisasi, membina agar berperilaku
positif dan membina budaya yang sesuai dengan kebutuhan Indonesia
yang selaras, sesuai dan seimbang.
Dalam fungsi cinta kasih didalam keluarga, dengan
menumbuhkembangkan potensi kasih sayang, membina tingkahlaku,
membina praktik kecintaan terhadap kehidupan ukhrowi dan mampu
memberi dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup yang ideal.
32
Fungsi perlindungan, dengan memberi rasa aman keluarga baik
fisik maupun psikis dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga.
Fungsi reproduksi, membina sebagai wahana reproduksi sehat dengan
memberikan contoh kaidah – kaidah pembentukan keluarga baik yang
berkaitan dengan melahirkan, jarak anak, jumlah ideal anak dalam
keluarga sebagai modal kondusif keluarga. Fungsi sosialisasi,
membina proses sosialisasi dalam meningkatkan kematangan dan
kedewasaan anak sehingga dapat bermanfaat positif.
Keluarga berfungsi ekonomi, melakukan kegiatan ekonomi,
mengelola, mengatur hasil kegiatan ekonomi sebagai modal dalam
mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Fungsi pelestarian
lingkungan, dengan membina kesadaran, sikap, praktik perilaku
pelestarian lingkungan.
Dari berbagai literatur diatas dapat disimpulkan bahwa
keluarga mempunyai bermacam fungsi yang bertujuan dalam
mewujudkan keluarga yang penuh dengan sifat asah, asih dan asuh
sehingga dapat terpenuhi tujuan dalam pembentukan keluarga yang
sejahtera.
i. Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan
Keluarga dalam masalah kesehatan mempunyai tugas
pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara.
Suprajitno (2004:16) membagi 5 tugas kesehatan yang harus dilakukan
33
oleh keluarga yaitu mengenal gangguan atau masalah perkembangan
kesehatan setiap anggota keluarga, setelah mengenal keluarga
diharapkan mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan
yang tepat. keluarga juga bertugas memberi keperawatan kepada
anggota keluarganya yang sakit dan yang tidak dapat membantu
dirinya karena cacat atau usia yang terlalu muda.
Dalam hal lingkungan untuk menjamin kesehatan, keluarga
diharapkan dapat memodifikasi lingkungan sehingga tidak terjadi
dampak dari lingkungan yang tidak sehat baik didalam maupun diluar
rumah. Suprajitno (2004:18) menambahkan keluarga memannfaatkan
dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan dalam menjamin kondisi yang
sehata didalam keluarga.
34
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes. M. E, Et. All. Nursing Care Plans Guidelines for Planning and Documenting Patient Care, Edisi 3. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Et. All. 2000. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne, and Bare. (2001), Buku Saku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. Jakarta: EGC
Carpenito, L. J. Handbook of Nursing Diagnosis. Edisi 8, Alih Bahasa Monica Ester. (2001). Jakarta: EGC
Carpenito, L. J. (1999) Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7, Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta: EGC
Friedman, M. M. (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Edisi 3. alih Bahasa: Debora R. L & Asy. Y, Jakarta: EGC
Effendy. N (1998). Dasar- dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi 2. Jakarta; EGC
Long. Barbara. C. Essential of Medical Surgical Nursing, Penerjemah. Karnaen R, Et. All, Edisi ke 3. 1996. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Mengenal Hipertensi, (Online), (http:// depkes.co.id/stroke.html)
Tim POKJA RS Jantung Harapan Kita. (2003). Standar Asuhan Keperawatan Kardiovaskuler. Direktorat Medik dan Pelayanan RS Jantung dan pembuluh darah Harapan kita. Jakarta
FKUI. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta