Top Banner
LAPORAN PENDAHULUAN PROFESI KEPERAWATAN GAWAT DARURAT FIK UI Nama : Ita Rosita NPM : 0706270762 Tempat : IGD RSI Pondok Kopi Fraktur Femur Anatomi dan Fisiologi tulang Struktur Tulang Lapisan yang paling luar dilapisi oleh lapisan fibrosa disebut periosteum, yang mengandung pembuluh darah, saraf, dan limfatik. Periosteum mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam pertumbuhan tranversal tulang. Di bawah periosteum tulang terdiri atas daerah yang kompak disebut dengan korteks. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang 1
21

LP Fraktur

Nov 05, 2015

Download

Documents

fraktur
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

LAPORAN PENDAHULUAN

PROFESI KEPERAWATAN GAWAT DARURAT FIK UI

Nama

: Ita Rosita

NPM

: 0706270762Tempat: IGD RSI Pondok Kopi

Fraktur FemurAnatomi dan Fisiologi tulang

Struktur Tulang

Lapisan yang paling luar dilapisi oleh lapisan fibrosa disebut periosteum, yang mengandung pembuluh darah, saraf, dan limfatik. Periosteum mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam pertumbuhan tranversal tulang. Di bawah periosteum tulang terdiri atas daerah yang kompak disebut dengan korteks. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Bagian dalam dari korteks bersifat spongiosa berbentuk trabekula, sedangkan yang membatasi tulang dari cavitas medullaris adalah endosteum. Endosteum adalah membrane vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan rongga dalam tulang kanselus (spogiosa).

Tulang tersususn atas komponen sel (osteoblas, osteosit, osteoklas), kompenen matriks protein (98% kolagen dan 2% substansi dasar berupa glukosaminoglikan dan proteoglikan) dan deposit mineral. Lapisan melingkar dari matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakuna (didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman. Lapisan tengah tulang didalamnya terdapat Trabekulae seperti spon, yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES).

Femur terbentuk dari tulang panjang dengan ujung yang membulat. Bagian tengah disebut diafisis yang tersusun atas tulang kortikal (kompak) dan ujungnya dinamakan epifisis yang tersusun atas tulang kanselus (trabekuar atau spongius). Daerah yang melabar di dekat ujung akhir diafisis disebut metafisis, yang disusun oleh tulang trabekular yang mengandung sel-sel hematopoetik. Tulang panjang berfungsi untuk menyangga berat badan dan gerakan. Pada keadaan normal tulang mengalami pembentukan dan absorpsi pada suatu tingkat yang konstan. penggantian matriks tulang yang sudah tua yang berlangsung terus-menerus karena penting untuk fungsi normal tulang dan membuat tulang dapat berespon terhadap tekanan yang meningkat, serta mencegah terjadinya fraktur. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontunuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer & Bare, 1996). Black dan Hawks (2005) menyatakan bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan. Cedera pada salah satu bagian dari system muskuloskeletal menyebabkan cedera atau disfungsi pada struktur disekitarnya yang dilindungi atau disangganya.

Fraktur femur dapat terjadi pada bebrapa tempat. Bila bagian kaput, kolum, atau trokhanterik femur yang terkena maka terjadilah fraktur pinggul. Fraktur juga terjadi pada batang femur dan daerah lutut (fraktur suprakondiler dan kondiler)Klasifikasia. Klasifikasi fraktur yang paling sederhana adalah fraktur terbuka dan tertutup menurut paparannya terhadap lingkungan (Black & Hawks, 2005).

Fraktur terbuka

Karakteristik fraktur terbuka adalah robeknya kulit pada area tulang yang mengalami fraktur. Akibat adanya hubungan/kontak antara luka dengan lingkungan luar dan jaringan ekstensif yang rusak, maka fraktur terbuka berpotensi mengalami infeksi. Fraktur terbuka dibagi menjadi beberapa tingkat keparahannya, yaitu:

Grade 1Grade 2Grade 3

Ukuran luka kurang dari 1 cm dengan kontaminasi minimal.Ukuran luka lebih dari 1 cm dengan kontaminasi dan kerusakan jaringan sedang.

Ukuran luka lebih dari 6-8 cm dengan kerusakan jaringan lunak, saraf dan tendon serta kontaminasi yang tinggi.

Fraktur tertutup

Adanya kerusakan tulang secara internal tetapi tidak menembus kulit. Sebelumnya, fraktur tertutup kadang dipandang sebagai fraktur yang sederhana. Pandangan ini dapat menyesatkan karena fraktur tertutup sering menimbulkan komplikasi seperti fraktur terbuka.

a. Berdasarkan garis fraktur

Fraktur komplit

Garis patahnya melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang Fraktur inkomplit

Garis patahnya tidak melalui seluruh penampang tulang

Greenstick fraktur

Bila mengenai satu korteks dimana korteks tulangnya sebagian masih utuh juga periosteum akan segera sembuh dan segera mengalami remodelling ke bentuk normalb. Berdasarkan jumlah dan garis patah

Fraktur comminute

Banyak fraktur/ fragmen kecil tulang yang terlepas Fraktur segmental

Bila garis patah lebih dari satui tetapi tidak berhubungan satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit untuk sembuh

Fraktur multipel

Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya

c. Berdasarkan sudut patah Frakur transversal

Trauma langsung, garis fraktur tegak lurus, segmen tulang yang patah di reposisi kembali ke tempat semula, segmen akan mudah stabil dan mudah di kontrol

Fraktur oblique

Trauma angulasi, fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki Fraktur spiral

Trauma rotasi, fraktur ini timbul akibat torsi pada ekstremitas, menimbulkan sedikit kerusakan pada jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luard. Berdasarkan posisi fraktur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :

1/3 proksimal

1/3 medial

1/3 distal

e. Beberapa jenis fraktur lain: Fraktur kompresi

Fraktur terjadi ketika dua tulang menumpuk tulang ketiga yang berada diantaranya seperti satu vertebra dengan dua vertebra lainnya

Fraktur avulsi

Trauma akibat tarikan, fraktur memisahkan suatu fragmen tulang tempat insersi tendon atau ligamen Depresi: fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam Patologik: fraktur yang terjadi pada tulang yang mengalami gangguan dan seringkali menunjukkan penurunan densitas (mis.akibat kista tulang, metastasis tulang, tumor) Impaksi: fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya (Smeltzer & Bare, 2002).

Etiologi dan Faktor ResikoFraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Smeltzer & Bare, 2001). Jenis dan beratnya fraktur dipengaruhi oleh arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang, usia penderita, kelenturan tulang, dan jenis tulang

Black dan Hawks (2005) mengungkapkan bahwa fraktur juga dapat diakibatkan oleh penyakit yang mempengaruhi metabolisme tulang seperti osteoporosis. Fraktur dapat terjadi karena trauma langsung akibat benda bergerak yang menghantam area tubuh yang dilindungi tulang, maupun trauma tidak langsung karena kontraksi otot yang sangat kuat terhadap tulang. Fraktur dapat terjadi karena adanya faktor-faktor predisposisi antara lain:

Kondisi biologis seperti osteopenia (mis. karena penggunaan obat steroid atau sindrom Cushing), neoplasma yang menyebabkan kelemahan pada tulang, menurunnya kadar estrogen pascamenopause dan malnutrisi protein sehingga kepadatan tulang berkurang

Pada orang dengan kondisi tulang yang sehat fraktur dapat terjadi karena kegiatan-kegiatan yang berisiko tinggi atau kecelakaan lalu lintas.

Patofisiologi Fraktur

Manifestasi KlinikDeformitas

Posisi tulang abnormal disebabkan oleh gaya penyebab trauma dan spasme otot yang mendorong patahan tulang (Smeltzer & Bare, 2002). Posisi tulang abnormal tersebut bisa diketahui dengan membandingkannya dengan bagian yang sehat/normal (Smeltzer & Bare, 2002). Apabila tidak diatasi, deformitas dapat menyebabkan masalah penyatuan tulang dan perbaikan fungsi daerah yang mengalami trauma.

Pembengkakan

Edema yang disebabkan rusaknya jaringan lunak dan perdarahan jaringan sekitar (Lemone & Burke, 2008). Edema pada tempat tertutup yang tidak terdeteksi dapat menghambat sirkulasi dan merusak saraf sehingga berisiko terjadi sindrom kompartemen.

Memar (ekimosis)

Terjadi akibat perdarahan subkutan pada lokasi fraktur (Black & Hawks, 2005).

Spasme otot

Umumnya terjadi pada fraktur dan merupakan suatu respon perlindungan terhadap cedera dan fraktur (Black & Hawks, 2005).

Nyeri

Timbul karena spasme otot yang diakibatkan oleh refleks involunter otot, trauma langsung jaringan, peningkatan tekanan saraf sensorik, dan perpindahan daerah yang fraktur. Nyeri yang dialami akan berbeda pada setiap orang, biasanya berlanjut sampai tulang diimobilisasi (Black & Hawks, 2005).

Kehilangan fungsi

Ketidakstabilan tulang yang patah, nyeri atau spasme otot dapat menyebabkan kehilangan fungsi. Paralisis juga dapat terjadi akibat kerusakan saraf (Black & Hawks, 2005)

Krepitus (suara gemeretak)

Dapat terdengar sewaktu tulang digerakkan akibat gesekan ujung-ujung patahan tulang (Smeltzer & Bare, 2001).

Perubahan neurovascular

Cedera neurovaskular dapat terjadi akibat terjepitnya saraf karena edema, perdarahan, atau patahan tulang. Klien dapat mengalami kesemutan, mati rasa, atau tidak terabanya denyut nadi distal pada lokasi fraktur (Black & Hawks, 2005).

Shock

Laserasi pembuluh darah akibat patahan tulang, perdarahan tulang yang terlihat atau tersembunyi dapat menyebabkan terjadinya shock (Black & Hawks, 2005).Faktor yang mempercepat penyembuhan frakturFaktor yang menghambat penyembuhan tulang

Imobilisasi fragmen tulang

Kontak fragmen tulang maksimal

Asupan darah yang memadai

Nutrisi yang baik

Latihan-pembebanan berat badan untuk tulang panjang

Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik

Potensial listrik pada patahan tulang

Trauma lokal ekstensif

Kehilangan tulang

Imobilisasi tidak memadai

Ronga atau jaringan diantara fragmen tulang

Infeksi

Keganasan lokal

Penyakit tulang, radiasi tulang (nekrosis radiasi)

Nekrosis avaskuler

Usia (lansia sembuh lebih lama)

Kortikosteroid (menghambat kecepatan perbaikan)

Fraktur intraartikuler (cairan sinovial mengandung fibrolisin yang akan melisis bekuan darah awal dan memperlambat pembentukan jendalan).

Komplikasi 1. Komplikasi awal

a. Kerusakan arteri

Kerusakan oleh kontusi, thrombus, laserasi atau spasme. Penyebabnya pemasangan gips, pembebatan terlalu kuat

b. Syok

Fragmen tulang dapat melaserasi pembuluh darah besar, risti pada fr. Femur dan pelvic. Fraktur (ekstrimitas, vertebra, pelvis, femur) perdarahan & kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak shock hipovolemi.c. Cedera saraf

Penyebab: laserasi dan edema. Nyeri meningkat, perubahan kemampuan pergerakand. sindrome compartemen

Adanya desakan (perdarahan atau bengkak) pada otot, tulang, pembuluh darah, dan saraf dalam rongga yang tidak fleksibele. Volkmanns Ischemic Contracture

Potensial kelumpuhan pada tangan dan lengan bawah akibat komplikasi fr. Seputar sendi elbow dan tangan bag. Bawah

f. Emboli lemak

Tidak sering terjadi tetapi berbahaya. Hati-hati pada pasien dengan fraktur tulang panjang dan pelvic terjadi 24-48 jam pasca traumag. Infeksi

Akibat luka yang terkontaminasi (terbuka)2. Komplikasi Lanjut

a. Kaku sendi

Akibat immobilisasi yang panjang

b. Post Traumatik arthritis

c. Avasculer nekrosis

Kematian jaringan tulang akibat tidak adanya vaskularisasi. Biasanya terjadi pada kepala femur dan carpal

d. Mal union

Posisi penyambungan fragmen yang tidak sempurna

e. Delayed Union

Kegagalan proses penyembuhan antara 3-12 bulan

f. Non Union

Kegagalam kelengkapan proses penyembuhan sampai kuat dan stabilProses penyembuhan tulangBlack dan Hawks (2005) menyatakan bahwa terdapat 5 tahap dalam proses penyembuhan tulang:

I. Pembentukan hematoma/tahap inflamatori ( 1-3 hari (72 jam)

Hematom segera terbentuk di lokasi fraktur. Dilatasi vaskular terjadi sebagai respon terhadap akumulasi sel-sel yang mati dan debris di sekitar area fraktur. Eksudasi fibrin yang kaya akan plasma mengawali migrasi sel-sel fagosit ke area trauma. Apabila suplai darah inadekuat maka tahap awal ini akan terganggu

II. Pembentukan fibrokartilago ( 3 hari-2 minggu

Sebagai respon terhadap inflamasi akut maka fibroblas, osteoblas, dan kondroblas bermigrasi ke lokasi fraktur dan membentuk fibrokartilago. Trauma periosteum mempercepat proliferasi osteoblas. Osteogenesis terjadi secara cepat dan formasi tulang terjadi dalam waktu beberapa hari di area yang fraktur, di mana area tersebut sangat membutuhkan suplai darah. Dalam beberapa hari, kombinasi peningkatan periosteal dan jaringan granulasi membentuk suatu sabuk di sekitar ujung fragmen tulang yang fraktur, sabuk tersebut berkembang dan menjadi penghubung antara area fraktur. Proses ini disebut juga sebagai kalus primer.

III. Pembentukan kalus ( 2-6 minggu

Terbentuknya kartilago dan matriks tulang yang baru menghilang seiring dengan terbentuknya kalus dan meningkatnya jumlah kalus sementara. Prokalus berukuran besar, lebih luas daripada diameter tulang, tidak memiliki massa tulang keras dan kartilago, dapat melindungi fragmen tulang namun tidak dapat melindunginya. Prokalus melebar hingga melewati batas fraktur sebaga bentuk perlindungan sementara. Pada fraktur sederhana, prokalus terbentuk maksimal dalam waktu 14-21 hari setelah injury. Pada fase ini, penting sekali dilakukannya pelurusan tulang secara tepat.

IV. Osifikasi ( 3 minggu-6 bulan

Mula-mula osifikasi membentuk kalus eksternal (diantara periosteum dan korteks) kemudian kalus internal dan akhirnya kalus intermediet (diantara fragmen kortikal). Selama minggu ketiga sampai kesepuluh, kalus berubah menjadi tulang dan menyatukan patahan tulang dengan sempurna sehingga tahap ini sering disebut tahap penyatuan

V. Konsolidasi dan remodeling ( 6 minggu-1 tahun

Pada tahap ini osifikasi terus berlanjut dan jarak antara patahan tulang semakin hilang dan akhirnya menutup. Bersamaan dengan terbentuknya tulang sejati melalui osifikasi, terjadi remodeling kalus oleh aktivitas osteoblas dan osteoklas. Jaringan tulang berlebih akan direabsorpsi dari kalus. Jumlah dan jangka waktu remodeling tulang tergantung pada tekanan yang dialami tulang, beban tulang, dan usia penderita. Pasien dapat mulai untuk mengangkat beban pada tahap iniPemeriksaan Diagnostik dan Laboratorium

1. Pemeriksaan ronsen : Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.

Skan tulang, tomografi, skan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur;juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.2. Arteriogram:Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

Hitung darah lengkap; Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma.3. Kreatinin; Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.

4. Profil koagulasi; Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multiple, atau cidera hati.Pengkajian a. Pengkajian primer

Airway

Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk

Breathing

Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi

Circulation

TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut

b. Pengkajian sekunder

Aktivitas/istirahat:

kehilangan fungsi pada bagian yangterkena

Keterbatasan mobilitas

Sirkulasi

Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)

Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)

Tachikardi

Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera

Cailary refil melambat

Pucat pada bagian yang terkena

Masa hematoma pada sisi cedera

Neurosensori

Kesemutan

Deformitas, krepitasi, pemendekan

kelemahan

Kenyamanan

nyeri tiba-tiba saat cidera

spasme/ kram otot

Keamanan

laserasi kulit

perdarahan

perubahan warna

pembengkakan lokal

Penatalaksanaan Kedaruratan

1. Berikan perhatian pada kondisi umum pasien, awasi adanya cedera multipela. Evaluasi kesulitan pernapasan karena edema karena cedera wajah dan leher; ikuti ABG dengan resusitasi1) Perikas dada untuk bukti sucking chest wound, pneumotoraks, flail chest, dll2) Siapkan intubasi trakeab. Kontrol perdarahan1) Kontrol perdarahanvena dengan menekan langsung sisi tersebut bersamaaan dengan tekanan jari pada arteri paling dekat dengan area perdarahan2) Curigai hemoragi internal pada kejadian syok lanjut atau adanya cedera pada dada dan abdomenc. Atasi syok1) Kaji penurunan tekanan darah, kulit dingin, lembab dan nadi halus. 2) Ingat bahwa banyaknya darah yang hilang berkaitan dengan fraktur femur dan pelvis

3) Pertahankan tekanan darah dengan infus IV, plasma, atau plasma ekspander sesuai indikasi

4) Berikan tranfusi darah untuk terapi komponen darah sesuai ketentuan setalah tersedia darah

5) Berikan oksigen karena obstruksi jantung-paru menyababakan penurunan suplai oksigen pada jaringan dan menyebabakan kolaps sirkulasi

6) Berikan analgetik sesuai ketentuan untuk mengontrol nyeri. Pembebatan ektermitas dan pengendalian nyeri penting dalam mengatasi syok fraktur

7) Obsesrvasi adanya cedera kepala, dada, dan cedera lain.

2. Inspeksi bagian yang fraktur

a. Observasi seluruh tubuh dengan pemeriksaan fisik dari kepala sampai kaki scara sistematis, inspeksi adanya laserasi, bengkak, dan deformitas.b. Observasi angulasi (penekukan),pemendekan, dan rotasi

c. Palpasi nadi distal untuk fraktur ekstremitas dan pulsasi semua perifer

d. Kaji suhu dingin, pemucatan, penurunan sensasi dan fungsi motorik, serta penurunan atau tidak adanya pulsasi; ini menandakan cedera pada saraf atau berkurangnya suplai darah

e. Tangani bagian tubuh yang fraktur dengan lembutndan sesedikit mungkin gerakan

3. Berikan bebat sebelum pasien dipindahkan; bebat mengurangi nyeri, memperbaiki sirkulasi, mencegah cedera lebih lanjut, dan mencegah fraktur tertutup menjadi fraktur terbukaa. Immobilisasi sendi diatas dan dibawah daerah fraktur. Tempatkan satu tangan distal terhadap fraktur dan berikan suatu penerikan ketika menempatkan tangan lain diatas fraktur untuk menyokong.b. Pembebatan diberikan meluas sampai sendi didekat fraktur

c. Periksa status vaskuler ekstremitas setelah pembebatan; periksa warna, suhu, nadi, dan pemucatan kuku.

d. Kaji untuk adanya deficit neurologis yang disebabkan oleh fraktur

e. Berikan balutan steril pada fraktur terbuka

4. Periksa adanya keluhan nyeri atau tekanan

5. Pindahkan pasien secara hati-hati dan lembutMasalah Keperawatan1. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui perdarahan luka

2. Risiko tinggi terhadap trauma tambahan

3. Nyeri (akut)

4. Risiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer

5. Risiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas6. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka7. Kerusakan mobilitas fisik

8. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya pertahanan

primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan; prosedur invasif, traksi tulang.Referensi

Joyce. M. Black, (1997). Medical surgical nursing : Clinical management

for Continuity of Care. (Edisi 5) Philadelphia: WB Saunders.

Black, J. M. & Hawks, J. M. (2005). Medical-surgical nursing: clinical management for positive outcomes. (5th Ed). St. Louis, Missouri: Elsevier Saunders.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., Geissler, A. C. (2000). Nursing care plans, guidelinesfor planning and documenting patient care. (3rd Ed). (Alih bahasa: Kariasa, I. M. & Sumarwati, N. M.). Philadelphia: F.A. Davis. (Buku asli diterbitkan tahun 1993).Price, S & Wilson. (1994). Pathophisiology. Clinical concepts of disease process volume1.(4th Ed). (Alih bahasa: Anugerah, Peter). Missouri: Mosby. (Buku asli diterbitkan tahun 1992).Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2002). Brunner & suddarths textbook of medical-surgical nursing. (8th Ed). (Alih bahasa: Kuncara dkk). Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers. (Buku asli diterbitkan Tahun 1996).13