1. DefinisiDislokasi adalah suatu keadaan dimana keluarnya
kepala sendi dari mangkuk sendi. Dislokasi adalah pindahnya
permukaan sentuh tulang yang menyusun sendi (Sylvia, 2005).
2. Anatomi
Articulatio. Articulatio coxae adalah persendian antara caput
femoris yang berbentuk hemisphere dan acetabulum os coxae yang
berbentuk mangkuk dengan tipe ball and socket. Permukaan sendi
acetabulum berbentuk tapal kuda dan dibagian bawah membentuk takik
disebut incisura acetabuli. Rongga acetabulum diperdalam dengan
adanya fibrocartilago dibagian pinggrinya yang disebut sebagai
labrum acetabuli. Labrum ini menghubungkan incisura acetabuli dan
disini dikenal sebagai ligamentum transversum acetabuli. Persendian
ini dibungkus oleh capsula dan melekat di medial pada labrum
acetabuli. Ligamentum. Simpai sendi jaringan ikat di sebelah depan
diperkuat oleh sebuah ligamentum yang kuat dan berbentuk Y, yakni
ligamentum ileofemoral yang melekat pada SIAI dan pinggiran
acetabulum serta pada linea intertrochanterica di sebelah distal.
Ligamentum ini mencegah ekstensi yang berlebihan sewaktu berdiri
.Di bawah simpai tadi diperkuat oleh ligamentum pubofemoral yang
berbentuk segitiga. Dasar ligamentum melekat pada ramus superior
ossis pubis dan apex melekat dibawah pada bagian bawah linea
intertrochanterica. Ligamentum ini membatasi gerakan ekstensi dan
abduksi. Di belakang simpai ini diperkuat oleh ligamentum
ischiofemorale yang berbentuk spiral dan melekat pada corpus
ischium dekat margo acetabuli. Ligamentum ini mencegah terjadinya
hieprekstensi dengan cara memutar caput femoris ke arah medial ke
dalam acetabulum sewaktu diadakan ekstensi pada articulatio coxae.
Ligamentum teres femoris berbentuk pipih dan segitiga. Ligamentum
ini melekat melalui puncaknya pada lubang yang ada di caput femoris
dan melalui dasarnya pada ligamentum transversum dan pinggir
incisura acetabuli. Ligamentum ini terletak pada sendi dan dan
dibungkus membrana synovial Batas batas articulatio coxae.
Anterior: M. Iliopsoas, m.pectineus, m. rectus femoris. M.
Iliopsoas dan m.pectineus memisahkan a.v. femoralis dari sendi.
Posterior: m.obturatorius internus, mm.gemelli, dan m.quadratus
femoris memisahkan sendi dari n.ischiadicus. Superior : musculus
piriformis dan musculus gluteus minimus. Inferior : tendo
m.obturatorius externus Perdarahan. Cabang cabang arteria
circumflexa femoris lateralis dan arteria circumflexia femoris
medialis dan arteri untuk caput femoris, cabang arteria
obturatoria. Persyarafan. Nervus femoralis (cabang ke m.rectus
femoris, nervus obturatorius (bagian anterior) nervus ischiadicus
(saraf ke musculus quadratus femoris), dan nervus gluteus superior.
Gerakan Fleksi dilakukan oleh m. Iliopsoas, m. Rectus femoris,
m.sartorius, mdan juga mm. Adductores. Ekstensi dilakukan oleh m.
Gluteus maximus dan otot otot hamstring Abduksi dilakukan oleh m.
Gluteus medius dan minimus, dan dibantu oleh m. Sartorius, m.tensor
fascia latae dan m. Piriformis Adduksi dilakukan oleh musculus
adductor longus dan musculus adductor brevis serta serabut serabut
adductor dari m adductor magnus. Otot otot ini dibantu oleh
musculus pectineus dan m.gracilis. Rotasi lateral Rotasi medial
Circumduksi merupakan kombinasi dari gerakan gerakan diatas.
3. Etiologi Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan
sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari posisinya yang
normnal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor
penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak
lahir (kongenital). Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi
dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut
fraktur dislokasi.a. Cedera olah raga biasanya menyebabkan
dislokasi adalah sepak bola danhoki, serta olahraga yang beresiko
jatuh misalnya: terperosok akibat bermain ski, senam, volley,
basket dan pemain sepakbola paling sering mengalami dislokasi pada
tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola
dari pemain lain.b. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya
menyebabkan dislokasi, terjatuh dari tangga atau terjatuh saat
berdansa diatas lantai yang licin.c. Patologis: terjadinya tear
ligament dan kapsul articuler yang merupakan kompenen vital
penghubung tulang
4. Jenis Jenis Dislokasi Pinggula. Congenital Hip
DislocationMerupakan suatu fase ketidakstabilan sendi panggul pada
bayi baru lahir. Dalam keadaan normal, panggul bayi baru lahir
dalam keadaan stabil dan sedikit fleksi. Insidensi ketidakstabilan
adalah 5-20 per 1000kelahiran hidup, namun biasanya pinggul menjadi
stabil secara spontan dan dengan pemeriksaan ulang 3 minggu setelah
kelahiran insidensi berkurang menjadi 1-3 per 1000 kelahiran
hidup.1) Etiologi dan patogenesis Faktor genetik Faktor hormonal
yaitu tingginya akdar esterogen,proesteron, dan relaks ain pada ibu
dalam beberapa minggu terakhir kehamilan dapat memperlonggar
ligamentum pada bayi. Malposisi intrauterin (terutama posisi bokong
dengan kaki yang ekstensi) dapat mempermudah terjadinya dislokasi
hal ini berhubungan dengan lebih tingginya insisdensi pada bayi
yang merupakan anak sulung dimana versi spontan lebih sedikit
kemungkinan untuk terjadi. Dislokasi unilateral biasanya
mempengaruhi pinggul kiri ini sesuai dengan posisi verteks biasa
(oksiput anterior kiri) dimana pinggul kiri agak beradduksi. Faktor
pasca kelahiran2) Gambaran klinisAsimetri pada lipatan lipatan
kulit paha. Pemeriksaan klinik untuk mengetahui dislokasi panggul
bawaan pada bayi baru lahir adalah Uji Ortolani. Pada pemeriksaan
ini ibu jari pemeriksa memegang paha bayi bagian medial dan jari
lainnya pada trochanter mayor. Sendi panggul difleksikan 90 derajat
kemudian di abduksi secara hati hati. Pada bayi normal abduksi dpat
sebesar 65-80 derajat dapat dengan mudah dilakukan, dan bila
abduksi kurang dari 60 derajat maka harus dicurigai adanya
dislokasi panggul bawaan dan kemudian jika trochanter mayor ditekan
terdengar bunyi klik maka hal ini menandakan adanya reduksi
dislokasi dan kemudian pinggul berabduksi sepenuhnya dan disebut
uji ortolani +. Jika abduksi berhenti ditengah jalan dan tidak ada
sentakan ke dalam, mungkin adanya suatu dislokasi yang tidak dapat
direduksi. Uji Barlow. Dilakukan dengan cara yang sama, tetapi
disini ibu jari pemeriksa ditempatkan pada lipatan paha dan, dengan
memegang paha bagian atas, diusahakan mengungkit kaput femoris ke
dalam dan keluar asetabulum baik dalam keadaan abduksi dan adduksi.
Bila caput femoris dapat dikeluarkan dari soketnya (asetabulum) dan
dimasukkan kembali disebut dislocatable/unstable of the hip. Tanda
Galeazzi. Pada pemeriksaan ini kedua lutut bayi dilipat penuh
dengan panggul dalam keadaan fleksi 90 derajat serta kedua paha
saling dirapatkan. Keempat jari pemeriksa memegang bagian belakang
tungkai bwah dengan ibu jari depan. Dalam keadaan normal kedua
lutut akan sama tinggi dan bila terdapat dislokasi panggul bawaan
maka tungkai yang mengalami dislokasi,lututnya akan terlihat lebih
rendah dan disebut tanda galeazy. Radiologis. Ada gambaran
radiografi spesifik dalam congenital hip dislocation. Dalam CHD,
ada hubungan abnormal antara caput femoral dan acetabulum, tetapi
masih ada kontak antara keduanya. CHD di sisi lain, tidak terjadi
kontak antara caput femur dengan tulang rawan acetabular.
sayangnya caput femoris dan acetabulum pada bayi baru lahir
tidak dapat dinilai denganvisualisasilangsung,karenacaput femur
beluk mengalami ossifikasi dan merupakan
tulangrawantubuhyangtidakdivisualisasikanpada sinar x ray. 3)
Treatment 3-6 bulan pertamaJika uji ortolani dan barlow positif,
harus dicurigai dan dirawat dengan popok dobel atau bantal abduksi
selama 6 minggu. Pada stadium ini diuji lagi, bayi yang pinggulnya
stabil dbiarkan bebas tetapi tetap dalam pengawasan setidaknya
dalam 6 bulan pertama, jika tetap dalam ketidakstabilan maka
dilakukan pembebatan abduksi yang lebih formal setidaknya selama 6
bulan, sampai rontgen sinar X memperlihatkan bahwa atap asetabulum
berkembang dengan baik (biasanya 3-6 bulan). Karna 80-90% pinggul
yang tak stabil pada saat kelahiran akan stabil secara spontan
dalam 3 minggu, maka pembebatan tidak perlu segera dilakukan
kecuali dislokasi sudah jelas terjadi. Jika setelah 3 minggu
dislokasi masih terjadi maka pembebatan abduksi dilakukan. Kalau
pinggul sudah mengalami dislokasi pada pengujian pertama dengan
hati hati pinggul ditempatkan dalam posisi reduksi dan pembebatan
abduksi dilakukan. Reduksi dipertahankan jika pinggul stabil, dan
pembebtana sebaiknya dipertahankan hingga sinar-X memperlihatkan
suatu atap asetabulum yang baik.Tujuan pembebatan adalah
mempertahankan pinggul agar berfleksi dan berabduksi. Untuk bayi
yang baru lahir , popok dobel atau bantal abduksi cukup memadai.
Bebat van rosen adalah bebat suatu bebat lunak berbentuk H yang
bermanfaat karna mudah digunakan. Tiga aturan pembebatan yang
terbaik adalah pinggul harus direduksi sebagaimana mestinya sebelum
dibebat, posisi ekstrim harus dihindari, dan pinggul dapat
digerakkan. Dislokasi yang menetap 6-18 bulan. Jika setelah terapi
dini pinggul belum tereduksi dengan sempurna maka dapat dilakukan
reduksi tertutup namun jika diperlukan operasi dan tetap direduksi
hingga perkembangan asetabulum memuaskan. Reduksi tertutup. Ideal
tetapi memiliki resiko rusaknya pasokan darah pada caput femoris
dan menyebabkan nekrosis. Untuk memperkecil resiko ini reduksi
dilakukan berangsur angsur, traksi dilakukan pada kedua kaki, dan
berangsur angsur abduksi ditingkatkan hingga dalam 3 minggu kaki
direntangkan lebar lebar. Pembebatan pinggul yang direduksi sitahan
dalam spika gips dalam posisi 60 derajat fleksi, 40 derajat abduksi
dan 20 derajat rotasi internal. Setalah 6 minggu spika digantikan
dengan bebat yang menyebabkan abduksi dan dipertahankan selama 3-6
bulan. Kalau reduksi belum tercapai dilakukan reduksi terbuka.
Dislokasi menetap pada orang dewasa. Untuk orang dewasa, yang sudah
beradaptasi selama bertahun tahun pada usia 30-40 an tahun akan
merasakan tidak nyaman yang semakin meningkat akibat dislokasi
kongenital yang tidak direduksi berjalan semakin melelahkan
disertai nyeri punggung.b. Dislokasi Posterior Mekanisme
traumaCaput femur dipaksa keluar ke belakang acetabulum melalui
suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi
panggul dalam posisi fleksi atau semifleksi. Trauma biasanya
terjadi karna kecelakaan lalu lintas dimana lutut penumpang dalam
keadaan fleksi dan menabrak dengan keras benda yang ada didepan
lutut. Gambaran Klinis. Pada kasus yang jelas, diagnosis mudah
ditegakkan, kaki pendek, dan sendi panggul teraba dengan jelas
dalam posisi adduksi, rotasi internal dan fleksi. Namun kadang pada
fraktur tulang panjang dapat terlewat KlasifikasiThompson-Epstein
Classification of Posterior Hip Dislocation1) Type I Simple
dislocation with or without an insignificant posterior wall
fragment2) Type II Dislocation associated with fracture posterior
acetabular rim3) Type III Dislocation with a comminuted acetabular
rim4) Type IV Dislocation with fracture of the acetabular floor5)
Type V Dislocation with fracture of the femoral head (Pipkin
Class)Stewart-Milford System1) Type I Simple dislocation without
fracture2) Type II Dislocation with one or more rim fragments but
with sufficient socket to ensure stability after reduction3) Type
III Dislocation with fracture of the rim producing gross
instability4) Type IV Dislocation with fracture of the head or neck
of the femur Gambaran radiologis. Pada foto anteroposterior caput
femoris terlihat di luar mangkuknya dan diatas acetabulum, segmen
atap acetabulum mungkin caput femoris mungkin telah patah atau
bergeser. Terapi. Dislokasi harus direduksi secara cepat dengan
general anestesi. Padasebagian besar kasus dilakukan reduksi
reduksi tertutup. Seorang asisten menahan pelvis, ahli bedah
ortopedi memfleksikan pinggul dan lutut pasien sampai 90 derajat
dan menarik paha keatas secara vertikal. Setelah direposisi,
stabilitas sendi diperiksa apakah sendi panggul dapat didislokasi
dengan cara menggerakkan secara vertikal pada sendi panggul. Secara
umum reduksi stabil namun perlu dipasang traksi dan
mempertahankannya selama 3 minggu. Gerakan dan latihan dimulai
setelah nyeri mereda. Pada tipe II, sering diterapi dengan reduksi
terbuka dan fiksasi anatomis pada fragmen yang terkena. Terutama
jika sendi tidak stabil atau fragmen besar tidak tereduksi dengan
reduksi tertutup, reduksi terbuka dan fiksasi internal dan
dipertahankan selama 6 minggu diperlukan. Pada cedera tipe III
umumnya diterapi dengan reduksi tertutup, kecuali jika ada fragmen
yang terjebak dalam asetabulum, maka dilakukan tindakan reduksi
terbuka dan pemasangan fiksasi interna dan traksi dipertahankan
selama 6 minggu. Cedera tipe IV dan V awalnya diterapi dengan
reduksi tertutup. Fragmen caput femoris dapat tepat berada
ditempatnya dan dapat dibuktikan dengan foto atau ct scan pasca
reduksi. Jika fragmen tetap tak tereduksi maka dilakukan reduksi
terbuka dengan caput femoris didislokasikan dan fragmen diikat pada
posisinya dengan sekrup countersunk pasca operasi traksi
dipertahankan selama 4 minggu, dan pembebatan ditunda selama 12
minggu. KomplikasiTahap dini1) Cedera nervus skiatikus .Cedera
nervus skiatikus terjadi 10-14% pada dislokasi posterior selama
awal trauma atau selama relokasi. Fungsi nervus dapat digunakan
sebagai verifikasi sebelum dan sesudah relokasi untuk mendeteksi
terjadinya komplikasi ini. Jika ditemukan adanya dysfungsi atau
lesi pada nervus ini setelah reposisi maka surgical explorasi untuk
mengeluarkan dan memperbaikinya. Penyembuhan sering membutuhkan
waktu lama beberapa bulan dan untuk sementara itu tungkai harus
dihindarkan dari cedera dan pergelangan kaki harus dibebat untuk
menghindari kaki terkulai foot drop.2) Kerusakan pada Caput Femur.
Sewaktu terjadi dislokasi sering kaput femur menabrak asetabulum
hingga pecah.3) Kerusakan pada pembuluh darah. Biasanya pembuluh
darah yang mengalami robekan adalah arteri glutea superior. Kalau
keadaan ini dicurigai perlu dilakukan arteriogram. Pembuluh darah
yang robek mungkin perlu dilakukan ligasi.4) Fraktur diafisis
femur. Bila terjadi bersamaan dengan hip dislokasi biasanya
terlewatkan. Kecurigaan adanya dislokasi panggul, bilamana pada
fraktur femur ditemukan posisi fraktur proksimal dalam keadaan
adduksi. Pemeriksaan radiologis sebaiknya dilakukan di atas dan
dibawah daerah fraktur.Tahap lanjut1) Nekrosis avaskular.
Persediaan darah pada caput femoris sangat terganggu sekurang
kurangnya 10% pada dislokasi panggul traumatik, kalau reduksi
ditunda menjadi beberapa jam maka angkanya meningkat manjadi 40%.
Nekrosis avaskular terlihat dalam pemeriksaan sinar x sebagai
peningkatan kepadatan caput femoris, tetapi perubahan ini tidak
ditemukan sekurang kurangnya selama 6 minggu, bahkan ada yang 2
tahun dan pada pemeriksaan radiologis ditemukan adanya fragmentasi
ataupun sklerosis.2) Miositis osifikans. Komplikasi ini jarang
terjadi, mungkin berhubungan dengan beratnya cedera. Tetapi gerakan
tak boleh dipaksakan dan pada cedera yang berat masa istirahat dan
pembebanan mungkin perlu diperpanjang3) Dislokasi yang tidak dapat
direduksi. Hal ini dikarenakan reduksi yang terlalu lama sehingga
sulit dimanipulasi dengan reduksi tertutup dan diperlukan reduksi
terbuka. Dengan seperti ini insidensi kekakuan dan nekrosis
avaskular sangat meningkat dan dikemudian hari pembedahan
reksontruktif diperlukan4) Osteoartritis. Osteoartritis sekunder
sering terjadi dan diakibatkan oleh kerusakan kartilago saat
dislokasi, adanya fragmen yang tertahan dalam sendi, atau nekrosis
iskemik pada caput femoris.c.Dislokasi AnteriorDislokasi ini lebih
jarang terjadi dibandingkan dislokasi posterior. Penyebab utamanya
adalah kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan penerbangan. Pada
dislokasi anterior caput femoris ada pada bagian anterior (bagian
depan) dari acetabulum. Terjadi dislokasi dari caput femoris dalam
hal ini dikarenakan hyperekstensi berlebihan dan abduksi dari kaki.
Mekanisme trauma. Dislokasi anterior terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas, terjatuh dari ketinggian atau trauma dari belakang pada
saat berjongkok dan posisi penderita dalam keadaan abduksi yang
dipaksakan, leher femur menabrak asetabulum dan terjungkir keluar
melalui robekan pada kapsul anterior. Bila sendi panggul dalam
keadaan fleksi maka akan terjadi dislokasi tipe obturator
(inferior) dan jika sendi panggul dalam posisi ekstensi akan
terjadi dislokasi tipe pubik atau iliaka (superior). Manifestasi
klinis. Kaki berada dalam posisi external rotasi, abduksi dan
sedikit fleksi. Tidak terjadi pemendekan kaki, dikarenakan
perlekatan rectus femoris mencegah pemendekan caput bergerser ke
atas. Jika dilihat dari samping tonjolan anterior pada caput yang
berdislokasi sangat jelas. Caput yang menonjol mudah diraba dan
gerakan pinggul tak dapat dilakukan. KlasifikasiEpstein
Classification of Anterior Hip Dislocation1) Type I Superior
dislocations, including pubic and subspinous IA No associated
fractures IB Associated fracture or impaction of the femoral head
IC Associated fracture of the acetabulum
2) Type II Inferior dislocations, including obturator, and
perineal IIA No associated fractures IIB Associated fracture or
impaction of the femoral head IIC Associated fracture of the
acetabulum Gambaran radiologis. Pada foto anteroposterior biasanya
jelas, namun tak jarang caput hampir berada di depan posisi
normalnya, dan diperjelas dengan posisi lateral. Terapi dan
komplikasi. Manuver yang digunakan hampir sama yag digunakan untuk
mereduksi dislokasi posterior, kecuali bahwa sewaktu paha yang
difelksikan ditarik ke atas, paha harus diadduksi. Komplikasi satu
satunya adalah nekrosis avaskular.d. Dislokasi Sentral Mekanisme
trauma. Terjadi apabila caput femur terdorong ke medial asetabulum
pada rongga panggul kapsul tetap utuh. Fraktur asetabulum terjadi
karena dorongan yang kuat dari lateral atau jatuh dari ketinggian
pada satu sisi atau suatu tekanan yang melalui femur dimana panggul
dalam keadaan adduksi. Gambaran klinis. Didapatkan perdarahan dan
pembengkakan di daerah tungkai bagian proksimal tetapi posisi tetap
normal. Nyeri pada daerah trokanter. Gerakan sendi panggul sangat
terbatas. RadiologisAdanya pergeseran dari caput femur menembus
panggul. Terapi. Diusahakan untuk mereposisi fraktur dan
mengembalikan bentuk asetabulum ke bentuk normalnya. Pada fraktur
asetabulum dengan penonjolan caput femur ke dalam panggul, maka
dilakukan terapi konservatif dengan traksi tulang selama 4-6
minggu. Pada fraktur dimana caput femur tembus ke dalam asetabulum,
sebaikinya dilakukan traksi pada 2 komponene yaitu komponene
longitudinal dan lateral selama 6 minggu dan setelah 8 minggu
diperbolehkan untuk berjalan dengan menggunakan penopang berat
badan. Komplikasi. Pada tahap dini seperti fraktur lainnya mungkin
terjadi cedera viseral ataupun syok. Pada tahap lebih lanjut
kekakuan sendi dengan atau tanpa osteoartritis sering terjadi
5. Asuhan Keperawatana. Diagnosa Keperawatan1) Gangguan rasa
nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan2) Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat
mobilisasi3) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang penyakitb. Rencana Tindakan1) Dx 1PerencanaanRasional
Mandiri 1. Pertahankan imobilisasibagian yang sakit dengan tirah
baring, gips, pembebat, traksi. 2. Observasi tanda-tanda vital
setiap 8 jam
3. Evaluasi skala nyeri, karakteristik dan lokasi4. Atur posisi
kaki yang sakit (abduksi) dengan bantal
5. Ajarkan dan dorong tehnik relaksasi napas dalam6. Berikan
alternative tindakan kenyamanan, contoh pijatan punnggung,
perubahan posisi.7. Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah
sehubungan dengan cedera.
Kolaborasi 1. Kolaborasi berikan obat sesuai programKetorolak
(Toradol) 3 x 30 mg2. Lakukan kompres dingin/ es 24 48 jam pertama
dan sesuai keperluan 1. Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan
posisi tulang/ tegangan yang cedera.2. Peningkatan nadi menunjukan
adanya nyeri3. Mempengaruhi pilihan keefektifan intervensi4.
Meningkatkan sirkulasi yang umum, menurunkan area tekanan lokal dan
kelelahan otot5. Dengan tehnik relaksasi dapat mengurangi nyeri6.
Meningkatkan sirkulasi umum ; menurunkan area tekanan lokal dan
kelemahan otot7. Membantu untuk menghilangkan ansietas. Pasien
dapat merasakan kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman
kecelakaan.
1. Diberikan untuk menurunkan nyeri dan / spasme otot2.
Menurunkan edema/ pembentukan hematoma, menurunkan sensasi nyei
2) Dx 2InterensiRasional
1. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera dan
perhatikan persepsi klien2. Dorong partisipasi pada aktivitas
terapeutik/rekreasi3. Instruksikan paien untuk /bantu dalam rentang
gerak aktif pada ekstemitas yang sakit dan tak sakit.4. Dorong
penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang sakit.5.
Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat
sesegera mungkin.Kolaborasi :Konsul dengan ahli terapi
fisik/okupasi dan/atau rehabilitasi spesialis.1. Pasien mungkin
dibatasi oleh pandangan tentang keterbatasan fisik aktual 2.
Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi.3. Meningkatkan
aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot,
mempertahankan gerak sendi4. Kontraksi otot isomertik tanpamenekuk
sendi atau menggerakkan tungkai.5. Mobilisasi dini menurunkan
komplikasi tirah baring dan meningkatkan penyembuhan
Kolaborasi :Berguna dalam membuat aktivitas individual/program
latihan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan
edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGCSylvia & Lorraine,
1994, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Penyakit. Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, JakartaMarilynn E Doenges, dkk., 2000, Rencana
Asuhan Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta: EGC.Brunner
& Suddarth. 2001. Keperawatan Medical Bedah. Penerbit buku
Kedokteran Volume 3. Jakarta: EGC. Apley, Graham dan Louis Solomon.
1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Appley. Jakarta : Widya
Medika.
Asuhan Keperawatan pada Pasien Dislokasi Femur post THRLantai 1
Gedung Prof. SoelartoRSUP Fatmawati Jakarta
Oleh:Farizah Nurkholifani
Program Profesi NersPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS
KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAHJAKARTA2011