LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian Cedera KepalaCedera kepala atau trauma kepala
adalah cedera yang terjadi pada tulang tengkorak, otak atau
keduanya disertai atau tanpa disertai adanya kerusakan struktur
otak. Cedera kepala dapat bersifat primer atau sekunder. Cedera
primer adalah cedera yang menimbulkan kerusakan langsung setelah
cedera terjadi misalnya fraktur tengkorak, laserasio, kontusio.
Sedangkan cedera kepala sekunder merupakan efek lanjut dari cedera
primer seperti perdarahan intrakranial, edema serebral, peningkatan
intrakranial, hipoksia, dan infeksi (Hickey, 2003).Risiko utama
pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat
perdarahan atau pebengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan
menyebabkan peningkatan TIK (Smetlzer & Bare, 2006).B.
Klasifikasi cedera kepala berdasarkan berat ringannya cedera
kepalaMenurut Perhimpunan Dokter Ahli Saraf Indonesia (Perdossi)
(2006), cedera kepala berdasarkan berat ringannya dikelompokkan:1.
Cedera kepala minimal (simple head injury)Kriteria cedera kepala
ini adalah nilai GCS 15, tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada
amnesia post trauma dan tidak ada defisit neurologi.2. Cedera
kepala ringan (mild head injury)Kategori cedera kepala ini adalah
nilai GCS antara 13-15, dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang
dari 30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau
hematom dan amnesia post trauma kurang dari 1 jam.3. Cedera kepala
sedang (moderate head injury)Pada cedera kepala ini nilai GCS
antara 912, atau GCS lebih dari 12 akan tetapi ada lesi operatif
intrakranial atau abnormal CT Scan, hilang kesadaran antara 30
menit s.d 24 jam, dapat disertai fraktur tengkorak, dan amnesia
post trauma 1 sampai 24 jam.4. Cedera kepala berat (severe head
injury)Kategori cedera kepala ini adalah nilai GCS antara 3-8,
hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai kontusio,
laserasi atau adanya hematom, edema serebral dan amnesia post
trauma lebih dari 7 hari.
C. Etiologi Cedera KepalaTiga penyebab utama cedera kepala pada
anak adalah cedera terjatuh, cedera kendaraan bermotor dan cedera
sepeda. Cedera neurologik memiliki angka mortalitas tertinggi dan
anak laki-laki terkena dua kali lipat dibanding anak perempuan.D.
Mekanisme Cedera KepalaOrgan otak dilindungi oleh rambut kepala,
kulit kepala, tulang tengkorak, dan meningen atau lapisan otak,
sehingga secara fisiologis efektif terlindungi dari trauma atau
cedera. Cedera kepala terjadi karena adanya benturan atau daya yang
mengenai kepala secara tiba-tiba (Black & Hawks, 2009). Cedera
kepala dapat terjadi melalui 2 mekanisme, yaitu ketika kepala
secara langsung kontak dengan benda atau obyek dan mekanisme
akselerasi-deselerasi. Akselerasi merupakan mekanisme cedera kepala
yang terjadi ketika benda yang bergerak membentur kepala yang diam,
sedangkan deselerasi terjadi ketika kepala bergerak membentur benda
yang diam (Hickey, 2003). Ketika benturan terjadi, energi kinetik
diabsorpsi oleh kulit kepala, tulang tengkorak, dan meningen,
sedangkan sisa energi yang ada akan hilang pada bagian atas otak
(Dollan, et al. 1996). Namun demikian jika energi atau daya yang
dihasilkan lebih besar dari kekuatan proteksi maka akan menimbulkan
kerusakan pada otak.Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala,
dibagi menjadi cedera kepala primer dan cedera kepala skunder.
Cedera kepala primer merupakan cedera yang terjadi saat atau
bersamaan dengan kejadian cedera. Cedera ini umumnya menimbulkan
kerusakan pada tengkorak, otak, pembuluh darah, dan struktur
pendukungnya (Cunning & Houdek, 1998). Cedera kepala sekunder
merupakan proses lanjutan dari cedera primer dan lebih merupakan
fenomena metabolik. Pada cedera kepala sekunder pasien mengalami
hipoksia, hipotensi, asidosis, dan penurunan suplay oksigen otak
(LeJeune & Tamara, 2002). Lebih lanjut keadaan ini menimbulkan
edema serebri dan peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai
adanya penurunan kesadaran, muntah proyektil, papilla edema, dan
nyeri kepala. Masalah utama yang sering terjadi pada cedera kepala
adalah adanya perdarahan, edema serebri, dan peningkatan tekanan
intrakranial.
1. Perdarahan cerebralCedera kepala dapat menimbulkan pecahnya
pembuluh darah otak yang menimbulkan perdarahan serebral.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematoma seperti pada epidural
hematoma yaitu berkumpulnya darah di antara lapisan periosteum
tengkorak dengan duramater akibat pecahnya pembuluh darah yang
paling sering adalah arteri media meningial. Subdural hematoma
adalah berkumpulnya darah di ruang antara duramater dengan
subarahnoid. Sementara intracereberal hematoma adalah berkumpulnya
darah pada jaringan serebral (Black & Hawks, 2009). Perdarahan
serebral pada jumlah yang relatif sedikit akan dapat diabsorpsi,
akan tetapi apabila perdarahan lebih dari 50 cc akan sulit
diabsorpsi dan menyebabkan gangguan perfusi jaringan otak.2. Edema
CerebriEdema merupakan keadaan abnormal saat terjadi penimbunan
cairan dalam ruang intraseluler, ekstraseluler atau keduanya. Edema
dapat terjadi pada 2 sampai 4 hari setelah trauma kepala. Edema
serebral merupakan keadaan yang serius karena dapat menimbulkan
peningkatan tekanan intrakranial dan perfusi jaringan serebral yang
kemudian dapat berkembang menjadi herniasi dan infark serebral. Ada
3 tipe edema serebral, yaitu: Edema vasogenikEdema vasogenik
merupakan edema serebral yang terjadi karena adanya peningkatan
permeabilitas pembuluh darah sehingga plasma dapat dengan mudah
keluar ke ekstravaskuler. Edema sitogenikEdema sitogenik yaitu
adanya peningkatan cairan yang terjadi pada sel saraf, sel glia dan
endotel. Edema ini terjadi karena kegagalan pompa sodium-potasium,
natrium-kalium yang biasanya terjadi bersamaan dengan episode
hipoksia dan anoksia. Edema interstitial Edema interstitial terjadi
saat cairan banyak terdapat pada periventrikular yang terjadi
akibat peningkatan tekanan yang besar sehingga tekanan cairan yang
ada jaringan ependimal akan masuk ke periventrikuler white matter
(Hickey, 2003).3. Peningkatan tekanan intrakranialTekanan
intrakranial (TIK) adalah tekanan yang terjadi dalam ruang atau
rongga tengkorak. Rongga otak merupakan ruang tertutup yang terdiri
atas darah dan pembuluh darah, cairan cerebrospinalis, dan jaringan
otak dengan komposisi volume yang relatif konstan. Jika terjadi
peningkatan salah satu atau lebih dari komponen tersebut, maka
secara fisiologis akan terjadi proses kompensasi agar volume otak
tetap konstan (Brunner & Suddarths, 2004; Little, 2008). Pasien
dengan cedera kepala dapat mengalami edema serebri atau perdarahan
cerebral. Hal ini berarti akan terjadi penambahan volume otak yang
apabila melebihi ambang kompensasi, maka akan menimbulkan desakan
atau herniasi dan gangguan perfusi jaringan serebral. Keadaan
herniasi serebral merupakan kondisi yang mengancam kehidupan karena
dapat menekan organ-organ vital otak, seperti batang otak yang
mengatur kesadaran, pengaturan pernapasan maupun
kardiovaskuler.
E.
F. Manifestasi Klinis Cedera Kepala Menurut Wong (2009) orang
yang mengalami cedera kepala akut memiliki beberapa tanda dan
gejala. Dengan mengetahui manifestasi klinis dari cedera kepala,
dapat di bedakan antara cedera kepala ringan dan berat.Cedera
ringan Dapat menimbulkan hilang kesadaran Periode konfusi
(kebingungan) transien Somnolen Gelisah Iritabilitas Pucat Muntah
(satu kali atau lebih)
Tanda-tanda progestivitas Perubahan status mental (misalnya anak
sulit dibangunkan) Agitasi memuncak Timbul tanda-tanda neurologik
lateral fokal dan perubahan tanda-tanda vital yang tampak jelas
Cedera berat Tanda-tanda peningkatan TIK Perdarahan retina
Paralisis ekstraokular (terutama saraf kranial VI) Hemiparesis
Kuadriplegia Peningkatan suhu tubuh Cara berjalan yang goyah
Papiledema (anak yang lebih besar) dan perdarahan retina.
Tanda-tanda yang menyertai Cedera kulit (daerah cedera pada
kepala) Cedera lainnya (misalnya pada ekstremitas).
Sumber : Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein & Schwartz
(2009)G. PenatalaksanaanPrinsip penatalaksanaan cedera kepala
adalah memperbaiki perfusi jaringan serebral, karena organ otak
sangat sensitif terhadap kebutuhan oksigen dan glukosa. Untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan glukosa diperlukan keseimbangan
antara suplay dan demand yaitu dengan meningkatkan suplai oksigen
dan glukosa otak, dan dengan cara menurunkan kebutuhan oksigen dan
glukosa otak. Untuk meningkatkan suplai oksigen di otak dapat
dilakukan melalui tindakan pemberian oksigen, mempertahankan
tekanan darah dan kadar hemoglobin yang normal. Sementara upaya
untuk menurunkan kebutuhan (demand) oksigen otak dengan cara
menurunkan laju metabolismne otak seperti menghindari keadaan
kejang, stres, demam, suhu lingkungan yang panas, dan aktivitas
yang berlebihan (Dolan, et al. 1996).Untuk menjaga kestabilan
oksigen dan glukosa otak juga perlu diperhatikan adalah tekanan
intrakranial dengan cara mengontrol cerebral blood flow (CBF) dan
edema serebri. Keadaan CBF ditentukan oleh berbagai faktor seperti
tekanan darah sistemik, cerebral metabolic rate dan PaCO2. Pada
keadaan hipertensi menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak
hal ini akan menghambat oksigenasi otak (Denise, 2007). Demikian
juga pada peningkatan metabolisme akan mengurangi oksigenasi otak
karena kebutuhan oksigen meningkat. Disamping itu pemberian
obat-obatan untuk mengurangi edema serebral, memperbaiki
metabolisme otak dan mengurangi gejala peserta seperti nyeri kepala
sangat diperlukan.H. Komplikasi Cedera KepalaKomplikasi utama
trauma kepala adalah perdarahan, infeksi, edema dan herniasi
melalui tontronium. Infeksi selalu menjadi ancaman yang berbahaya
untuk cedera terbuka dan edema dihubungkan dengan trauma jaringan.
Uptur vaskular dapat terjadi sekalipun pada cedera ringan; keadaan
ini menyebabkan perdarahan di antara tulang tengkorak dan permukaan
serebral. Kompesi otak di bawahnya akan menghasilkan efek yang
dapat menimbulkan kematian dengan cepat atau keadaan semakin
memburuk (Wong, Hockenberry, Wilson, Winkelstein & Schwartz,
2009). I. Asuhan Keperawatan1. Pengkajiana) Identifikasi pasien dan
keluarga (penanggung jawab) nama, umur, jenis kelmain, pendidikan,
agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat.b) Keluhan
utamaBiasanya kx COR ditandai dengan sakit kepala, bingung, muntah,
pusing, lemah, takipneu /dispneu kejang, adanya cairan dari hidung
dan telingga, pingsan (kurang dari 10 menit).c) Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarangPada umumnya pasien dengan komusio
cerebri datang ke rumah sakit dengan penurunan kesadaran tapi tidak
begitu turun. Karena biasa tidak ditemukan perubahan neurologis
yang serius dan biasanya juga datang dengan keadaan bingung,
muntah, dispneu/takipneu, sakit kepala, akumulasi spontan pada
saluran nafas, adanya cairan dari hidung dan telinga serta adanya
kejang.
Riwayat kesehatan terdahuluRiwayat kesehatan terdahulu haruslah
diketahui dengan baik yang berhubungan dengan penyakit persarafan
maupun penyakit sistemik lain. Riwayat kesehatan keluargaDalam
riwayat kesehatan keluarga apakah ada salah satu dari anggota
keluarga menderita penyakit yang sama atau mempunyai penyakit
menular kronik dan herediner. Riwayat psikososialRiwayat
psikososial sangat berpengaruh dalam psikologis kx dengan timbul
gejala-gejala yang dialami dalam proses penerimaan terhadap
penyakitnya.d) Pola-pola fungsi kesehatan. Pola nutris dan
metabolismeKlien dapat mengalami penurunan nafsu makan karena mula
dan muntah. Pola istirahat dan tidurKlien dapat mengalami gangguan
pada pola tidurnya, umumnya klien merasa gelisah, pusing atau nyeri
pada kepala. Pola aktivitas dan latihan.Klien dapat mengalami
gangguan dalam beraktivitas karena klien harus beristirahat dalam
beberapa hari. Pola persepsi dan konsep diriMeliputi : body image,
self esteen, kekacauaan identitas dan depersonalisasi. Pola sensori
dan kognitifDikaji tentang fungsi dari kelima panca indra klien
terdapat gangguan atau tidak dan dikaji tentang pengetahuan klien
tentang penyakitnya. Pola hubungan peranKlien tidak mengalami
gangguan dalam nerhubunga dengan keluarga,.teman atau relasi kerja,
masyarakat dan lingkungan. Pola penanggulangan stressKlien dangan
cedera otak ringan dapat mengalami suatu kebingungan saat sadar
dari keadaan sebelumnya. Pola tata nilai dan kepercayaanMeliputi :
agama, keyakinan serta ritualisasi.2. Masalah Dan Diagnosa Yang
Muncul1) Potensial terjadinya peningkatan tekanan intra kranial b/d
adanya proses desak akibat penumpukan cairan didalam otak2) Nyeri
pada kepala b/d peningkatan TIK3) Potensial terjadinya pemenuhan
nutrisi dari kebutuhan b/d perubahan kemampuan untuk menerima
makanan4) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d penurunan
produksi anti diuretik hormon (ADH) akibat terfiksasinya
hipotalamus 5) Gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat b/d nyeri
yang dirasakan.3. IntervensiDiagnosa ITujuan : Tekanan intra
kranial kembali normalK.H : - Kesadaran baik, GCS : 456 Pupil
membesar, isokor Tanda-tanda vital normal1. Kaji status neurologis
yang berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK terutama
GCSRasionalisasi : Dapat diketemukan secara dini adanya tanda-tanda
peningkatan TIK sehingga dapat menentukan arah tindakan
selanjutnya.2. Monitor tanda-tanda vital .Rasionalisasi : Dapat
mendeteksi secara dini adanya tanda-tanda peningkatan TIK.3.
Monitor asupan dan pengeluaran setiap 8 jam sekali.Rasionalisasi :
Untuk mencegah kelebihan cairan yang dapat menambah odema serebri
sehingga terjadinya peningkatan TIK.4. Kolaborasi dengan Tim medis
dalam pemberian obat-obatan anti odema seperti manitol, gliserol
dan lasix.Rasionalisasi : Obat-obatan tersebut berguna untuk
menarik cairan dari intra seluler ke extra seluler.
Diagnosa 2Tujuan : Nyeri dapat berkurang hilang.K.H : - Nyeri
kepala berkurang/hilang. Pasien tenang, tidak gelisah. Pasien dapat
istirahat dengan tenang.Intrevensi :1. Kaji mengenai lokasi,
intensitas, penyebaran, tingkat kegawatan dan keluhan-keluhan
pasienRasionalisasi : Untuk memudahkan membuat intervensi2. Ajarkan
latihan teknik relaksasi seperti latihan nafas dalam dan relaksasi
otot-ototRasionalisasi : Dapat mengurangi ketegangan saraf sehingga
pasien merasa lebih rileks dan dapat mengurangi nyeri kepala3.
Kurangi stimulus yang tidak menyenangkan dari luar dan berikan
tindakan yang menyenangkan pasien seperti massage di daerah
punggung, kaki dan lain-lainRasionalisasi : Respon yang tidak
menyenangkan menambah ketegangan saraf dan dapat mengalihkan
rangsangan terhadap nyeri4. Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian obat-obatan analgetik Rasionalisasi : Obat analgetik
untuk meningkatkan rangsangan nyeri dan dapat
mengurangi/menghilangkan rasa nyeri.
Diagnosa 3 Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan cukup.K.H
: - BB pasien normal. Tanda-tanda malnutrisi ada. Nilai-nilai hasil
laboratorium normal. Turgor kulit normal. Nafsu makan bertambah.
Porsi makan terpenuhi sesuai dengan kebutuhan. Protein total 6 8 gr
% Albumin 3,5 5,3 gr % Globulin 1,8 3,6 gr % Hb tidak kurang dari
10 gr %Intervensi :1. Kaji kemampuan mengunyah, menelan, reflek
batuk dan cara pengeluaran sekrelRasionalisasi : Dapat menentukan
pilihan cara pemberian makanan karena pasien harus dilindungi dari
bahaya aspirasi2. Timbang berat badan Rasionalisasi : Penimbangan
berat badan dapat mendeteksi perkembangan BB3. Berikan makanan
dalam porsi sedikit tapi sering baik melalui NGT maupun
oralRasionalisasi : Memudahkan proses pencernaan dan toleransi
pasien terhadap nutrisi4. Lakukan kolaborasi dengan tenaga
kesehatan (analis) untuk pemeriksaan protein total, globulin,
albumin dan HbRasionalisasi : Mengidentifikasi nutrisi, fungsi
organ dan respon nutrisi serta menentukan hiperalimentasi
Diagnosa 4Tujuan : Cairan elektolit tubuh seimbangK.H : - Asupan
dan haluaran seimbang Turgor kulit baik Nilai elektrolit tubuh
normalIntervensi :1. Monitor asupan dan haluaran setiap 8 jam
sekali dan timbang BB setiap hari dilakukanRasionalisasi : Monitor
asupan dan pengeluaran untuk mendeteksi timbulnya tanda-tanda
kelebihan/kekurangan cairan yang dapat dibuktikan pula dengan
penimbangan berat badan2. Berikan cairan setiap hari tidak boleh
lebih dari 2000 cc Rasionalisasi : Berguna untuk menghindari
peningkatan cairan di ruang ekstra seluler yang dapat menambah
odema otak3. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
lasixRasionalisasi : Lasix dapat membantu meningkatkan ekskresi
urine4. Kolaborasi dengan tenaga analis untuk pemeriksaan kadar
elektrolit Rasionalisasi : Untuk mengetahui perubahan-perubahan
yang terjadi, maka perlu pemeriksaan elektrolit setiap hari.
Diagnosa 5Tujuan : Kebutuhan istirahat terpenuhi.K.H : Wajah
pasien tampak cerahIntervensi :1. Ciptakan lingkungan pasien yang
tenang dan nyaman.Rasionalisasi : Dengan lingkungan yang nyaman dan
tenang dapat membantu untuk istirahat yang nyaman.2. Berikan posisi
senyaman mungkin.Rasionalisasi : Untuk menghindari terjadinya
cidera.3. Berikan teknik relaksasi sebelum tidur.Rasionalisasi :
Dengan teknik relaksasi otot-otot akan kendur dan otot dapat
beristirahat.4. Berikan kesempatan pada pasien untuk melakukan
kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan.Rasionalisasi : Agar
istiahat dapat lebih tenang dan nyaman.
DAFTAR PUSTAKA
Black, M. J., & Hawks, H.J. (2009). Medical Surgical Nursing
ClinicalManagement for Positive Outcomes. 8 th Edition. St Louis
Missouri:Elsevier Saunders.Brunner & Suddarths. (2004).
Textbook of Medical Surgical Nursing, Lippincott:Williams &
WilkinsCunning, S.,& Houdek, D.L. (1998). Preventing Secondary
Brain Injuries.http://www.springnet.com, diakses tanggal 10 Mei
2010.Dolan, T.J., et al. (1996). Critical Care Nursing Clinical
Management Throuh theNursing Process. Philadelphia: F.A Davis
Company.Denise, M.L. (2007). Sympathetic Storning After Severe
Traumatic Brain Injury.Critical Care Nurse Journal, 27 (1),
30-37.Hickey, V.J. (2003). The Clinical Practice Of Neurological
and NeurosurgicalNursing, 4 th Edition. Philadelphia: Lippincott
Williams & WilkinsLeJueune, M., & Tamara, H. (2002). Caring
for Patients With IncreasedIntracranial Pressure. Jurnal Nursing,
32; ProQuest Nursing.Perdossi. (2010). Konsensus Nasional III,
Diagnostik dan Penatalaksanaan NyeriKepala, Kelompok Studi Nyeri
Kepala. Surabaya : Airlangga UniversityPress.Smeltzer, S. C., &
Bare, B. G. (2006). Brunner & Suddarths textbook of
medical-surgical nursing. Philadelphia : Lippincott. Williams &
WilkinsWong, D. L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, L.
M., & Schwartz, P. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik Wong
(6th ed.). (E. K. Yudha, D. Yulianti, N. B. Subekti, E.
Wahyuningsih, M. Ester, Penyunt., & N. J. Agus Sutarna,
Penerjemah). Jakarta: EGC.