Top Banner
LAPORAN PENDAHULUAN EMERGENCY : CEDERA KEPALA RINGAN Oleh: KRISNA WIDYA BASKORO NIM. 14007030011156 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
19

LP CKR

Jan 26, 2016

Download

Documents

Krisna

Laporan pendahuluan cedera kepala ringan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: LP CKR

LAPORAN PENDAHULUAN

EMERGENCY : CEDERA KEPALA RINGAN

Oleh:

KRISNA WIDYA BASKORO

NIM. 14007030011156

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

Page 2: LP CKR

1. DEFINISI

a. Menurut Brain Injury Assosiation of America (2005), cedera kepala adalah

suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun

degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar,

yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana

menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

b. Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau

deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan

otak (Pierce & Neil. 2006).

c. Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang

disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak

tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. (Muttaqin 2008)

d. Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak

karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit

neorologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia dan

pengaruh massa karena hemoragig, serta edema cereblal disekitar

jaringan otak. (B.Batticaca, 2008)

2. KLASIFIKASI

Cedera kepala dapat diklasifikasikan dalam berbagai aspek yang secara

deskripsi dapat dikelompokkan berdasarkan mekanisme, morfologi, dan

beratnya cedera kepala. (IKABI, 2006)

Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dikelompokkan menjadi dua

yaitu :

1. Cedera kepala tumpul

Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas,

jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan

decelerasi yang menyebabkan otak bergerak didalam rongga kranial.

2. Cedera tembus

Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan.

Berdasarkan morfologi cedera kepala :

Cedera kepala menurut (Tandian, 2011) dapat terjadi diarea tulang

tengkorak yang meliputi :

Page 3: LP CKR

1. Laserasi kulit kepala

Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala.

Kulit kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP)

yaitu skin, connective tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis

dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan

kulit bergerak terhadap tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering

terjadi robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak mengandung

pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka perlukaan yang

terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak.

2. Fraktur tulang kepala

Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi

:

a. Fraktur linier

Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau

stellata pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan

tulang kepala. Fraktur linier dapat terjadi jika gaya langsung yang

bekerja pada tulang kepala cukup besar tetapi tidak menyebabkan

tulang kepala bending dan tidak terdapat fragmen fraktur yang

masuk kedalam rongga intrakranial.

b. Fraktur diastasis

Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulang

tengkorak yang menyebabkan pelebaran sutura-sutura tulang

kepala. Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena

sutura-sutura belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada

usia dewasa sering terjadi pada sutura lambdoid dan dapat

mengakibatkan terjadinya hematom epidural.

c. Fraktur kominutif

Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang memiliki

lebih dari satu fragmen dalam satu area fraktur.

d. Fraktur basis kranii

Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada

dasar tulang tengkorak, fraktur ini seringkali disertai dengan

robekan pada durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak.

Fraktur basis kranii berdasarkan letak anatomi di bagi menjadi

Page 4: LP CKR

fraktur fossa anterior, fraktur fossa media dan fraktur fossa

posterior. Secara anatomi ada perbedaan struktur di daerah basis

kranii dan tulang kalfaria. Durameter daerah basis kranii lebih tipis

dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis melekat

lebih erat pada tulang dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila

terjadi fraktur daerah basis dapat menyebabkan robekan durameter.

Hal ini dapat menyebabkan kebocoran cairan cerebrospinal yang

menimbulkan resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis).

Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon

eyes sign (fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan

batle’s sign (fraktur basis kranii fossa media). Kondisi ini juga dapat

menyebabkan lesi saraf kranial yang paling sering terjadi adalah

gangguan saraf penciuman (N.olfactorius), saraf wajah (N.facialis)

dan saraf pendengaran (N.vestibulokokhlearis). Penanganan dari

fraktur basis kranii meliputi pencegahan peningkatan tekanan

intrakranial yang mendadak misalnya dengan mencegah batuk,

mengejan, dan makanan yang tidak menyebabkan sembelit. Jaga

kebersihan sekitar lubang hidung dan telinga, jika perlu dilakukan

tampon steril (konsultasi ahli THT) pada tanda bloody/

otorrhea/otoliquorrhea. Pada penderita dengan tanda-tanda

bloody/otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi

terlentang dan kepala miring ke posisi yang sehat.

3. Cedera kepala di area intrakranial

Menurut (Tobing, 2011) yang diklasifikasikan menjadi :

a. Cedera otak fokal yang meliputi :

Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH)

Epidural hematom (EDH) adalah adanya darah di ruang epidural

yaitu ruang potensial antara tabula interna tulang tengkorak dan

durameter. Epidural hematom dapat menimbulkan penurunan

kesadaran selama beberapa jam dan kemudian terjadi defisit

neurologis berupa hemiparesis kontralateral dan gelatasi pupil

itsilateral. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain sakit kepala,

muntah, kejang dan hemiparesis.

Perdarahan subdural akut atau subdural hematom (SDH) akut

Page 5: LP CKR

Perdarahan subdural akut adalah terkumpulnya darah di ruang

subdural yang terjadi akut (3-6 hari). Perdarahan ini terjadi akibat

robeknya vena-vena kecil dipermukaan korteks cerebri.

Prognosisnya jauh lebih buruk dibanding pada perdarahan

epidural.

Perdarahan subdural kronik atau SDH kronik

Subdural hematom kronik adalah terkumpulnya darah diruang

subdural lebih dari 3 minggu setelah trauma. Subdural hematom

kronik diawali dari SDH akut dengan jumlah darah yang sedikit.

Darah di ruang subdural akan memicu terjadinya inflamasi

sehingga akan terbentuk bekuan darah atau clot yang bersifat

tamponade. Dalam beberapa hari akan terjadi infasi fibroblast ke

dalam clot dan membentuk neomembran pada lapisan dalam

(korteks) dan lapisan luar (durameter). Pembentukan

neomembran tersebut akan di ikuti dengan pembentukan kapiler

baru dan terjadi fibrinolitik sehingga terjadi proses degradasi

bekuan darah sehingga terakumulasinya cairan hipertonis yang

dilapisi membran semi permeabel. Jika keadaan ini terjadi maka

akan menarik likuor diluar membran masuk kedalam membran

sehingga cairan subdural bertambah banyak. Gejala klinis yang

dapat ditimbulkan oleh SDH kronis antara lain sakit kepala,

bingung, kesulitan berbahasa dan gejala yang menyerupai TIA

(transient ischemic attack). Disamping itu dapat terjadi defisit

neurologi yang bervariasi seperti kelemahan motorik dan kejang.

Perdarahan subarachnoid traumatika (SAH)

Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh

darah kortikal baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu

akibat trauma dapat memasuki ruang subarahnoit dan disebut

sebagai perdarahan subarahnoit (PSA). Luasnya PSA

menggambarkan luasnya kerusakan pembuluh darah, juga

menggambarkan buruknya prognosa. PSA yang luas akan

memicu terjadinya vasospasme pembuluh darah dan

menyebabkan iskemia akut dengan manifestasi edema cerebri.

b. Cedera otak difus yang meliputi :

Page 6: LP CKR

Cedera akson difus (difuse aksonal injury) DAI

Difus axonal injury adalah keadaan dimana serabut subkortikal

yang menghubungkan inti permukaan otak dengan inti profunda

otak (serabut proyeksi), maupun serabut yang menghubungkan

inti-inti dalam satu hemisfer (asosiasi) dan serabut yang

menghbungkan inti-inti permukaan kedua hemisfer (komisura)

mengalami kerusakan. Kerusakan sejenis ini lebih disebabkan

karena gaya rotasi antara inti profunda dengan inti permukaan.

Kontusio cerebri

Kontusio cerebri adalah kerusakan parenkim otak yang

disebabkan karena efek gaya akselerasi dan deselerasi.

Mekanisme lain yang menjadi penyebab kontusio cerebri adalah

adanya gaya coup dan countercoup, dimana hal tersebut

menunjukkan besarnya gaya yang sanggup merusak struktur

parenkim otak yang terlindung begitu kuat oleh tulang dan cairan

otak. Lokasi kontusio yang begitu khas adalah kerusakan

jaringan parenkim otak yang berlawanan dengan arah datangnya

gaya yang mengenai kepala.

Edema cerebri

Edema cerebri terjadi karena gangguan vaskuler akibat trauma

kepala. Pada edema cerebri tidak tampak adanya kerusakan

parenkim otak namun terlihat pendorongan hebat pada daerah

yang mengalami edema. Edema otak bilateral lebih disebabkan

karena episode hipoksia yang umumnya dikarenakan adanya

renjatan hipovolemik.

Iskemia cerebri

Iskemia cerebri terjadi karena suplai aliran darah ke bagian otak

berkurang atau terhenti. Kejadian iskemia cerebri berlangsung

lama (kronik progresif) dan disebabkan karena penyakit

degeneratif pembuluh darah otak.

Page 7: LP CKR

Berdasarkan beratnya cedera kepala :

Klasifikasi Cedera Kepala (CK) berdasarkan Skala Koma Glasgow

a. Cedera kepala ringan (Head Injury Grade I) GCS 13-15

Termasuk didalamnya Laseratio dan Commotio Cerebri

Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit

Pasien mengeluh pusing, sakit kepala

Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada

pemeriksaan neurologist.

b. Cedera kepala sedang (Head Injury Grade II) GCS 9-12

Ada pingsan lebih dari 10 menit

Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad

Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak.

c. Cedera kepala berat GCS 8

Gejalanya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih berat

Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif

Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang terlepas.

(Muttaqin, 2008)

Page 8: LP CKR

3. ETIOLOGI dan FAKTOR RESIKO

Rosjidi (2007), penyebab cedera kepala antara lain :

1. Jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan pada saat olah

raga.

2. Cedera akibat kekerasan.

3. Kejatuhan benda berat.

4. Trauma benda tumpul.

5. Trauma benda tajam, misalnya tertembak peluru atau tertusuk benda

tajam.

Cedera kepala disebabkan oleh :

1. Kecelakaan lalu lintas

2. Jatuh

3. Trauma benda tumpul

4. Kecelakaan kerja

5. Kecelakaan rumah tangga

6. Kecelakaan olahraga

7. Trauma tembak dan pecahan bom

(Ginsberg, 2007)

4. PATOFISIOLOGI

Terlampir

5. MANIFESTASI KLINIS

Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan, (Segun

2008):

a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat

kemudian sembuh.

b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.

c. Mual atau dan muntah.

d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.

e. Perubahan keperibadian diri.

f. Letargik.

Page 9: LP CKR

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, urine, kimia darah, analisa

gas darah.

b. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras: mengidentifikasi luasnya lesi,

perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.

c. MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras

radioaktif.

d. Cerebral Angiography: menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti

perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan

trauma.

e. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan

struktur garis (perdarahan, edema), fragmen tulang. Ronsent Tengkorak

maupun thorak.

f. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan

subarachnoid.

g. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan

(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

h. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai

akibat peningkatan tekanan intrakranial

(Musliha, 2010).

7. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah

terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh

faktor sistemik seperti hipotensi atau hipoksia atau oleh karena kompresi

jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang adekuat juga

direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000).

Penatalaksanaan umum adalah:

1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi

2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma

3. Berikan oksigenasi

4. Awasi tekanan darah

5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neurogenik

6. Atasi shock

Page 10: LP CKR

7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.

Penatalaksanaan lainnya:

1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral,

dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.

2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi

vasodilatasi.

3. Pemberian analgetika

4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20%

atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.

5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).

6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah

tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% ,

aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3

hari kemudian diberikana makanan lunak.

Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan.

Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan

dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah,

makanan diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung

nilai urea.

Tindakan terhadap peningktatan TIK yaitu:

1. Pemantauan TIK dengan ketat

2. Oksigenisasi adekuat

3. Pemberian manitol

4. Penggunaan steroid

5. Peningkatan kepala tempat tidur

6. Bedah neuro.

Tindakan pendukung lain yaitu:

1. Dukungan ventilasi

2. Pencegahan kejang

3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi

4. Terapi anti konvulsan

5. Klorpromazin untuk menenangkan klien

6. Pemasangan selang nasogastrik

(Mansjoer, dkk, 2000)

Page 11: LP CKR

8. KOMPLIKASI

a. Kejang

Kejang yang terjadi dalam minggu pertama setelah trauma disebut early

seizure, dan yang terjadi setelahnya disebut late seizure. Early seizure

terjadi pada kondisi risiko tinggi, yaitu ada fraktur impresi, hematoma

intrakranial, kontusio di daerah korteks; diberi profilaksis fenitoin dengan

dosis 3x100 mg/hari selama 7-10 hari.

b. Infeksi

Profilaksis antibiotik diberikan bila ada risiko tinggi infeksi, seperti pada

fraktur tulang terbuka, luka luar, fraktur basis kranii. Pemberian profilaksis

antibiotik ini masih kontroversial. Bila ada kecurigaan infeksi meningeal,

diberikan antibiotik dengan dosis meningitis.

c. Demam

Setiap kenaikan suhu harus dicari dan diatasi penyebabnya. Dilakukan

tindakan menurunkan suhu dengan kompres dingin di kepala, ketiak, dan

lipat paha, atau tanpa memakai baju dan perawatan dilakukan dalam

ruangan dengan pendingin. Boleh diberikan tambahan antipiretik dengan

dosis sesuai berat badan.

d. Gastrointestinal

Pada pasien cedera kranio-serebral terutama yang berat sering

ditemukan gastritis erosi dan lesi gastroduodenal lain, 10-14%

diantaranya akan berdarah. Kelainan tukak stres ini merupakan kelainan

mukosa akut saluran cerna bagian atas karena berbagai kelainan

patologik atau stresor yang dapat disebabkan oleh cedera kranioserebal.

Umumnya tukak stres terjadi karena hiperasiditas. Keadaan ini dicegah

dengan pemberian antasida 3x1 tablet peroral atau H2 receptor blockers

(simetidin, ranitidin, atau famotidin) dengan dosis 3x1 ampul IV selama 5

hari.

e. Gelisah

Kegelisahan dapat disebabkan oleh kandung kemih atau usus yang

penuh, patah tulang yang nyeri, atau tekanan intrakranial yang

meningkat. Bila ada retensi urin, dapat dipasang kateter untuk

pengosongan kandung kemih. Bila perlu, dapat diberikan penenang

Page 12: LP CKR

dengan observasi kesadaran lebih ketat. Obat yang dipilih adalah obat

peroral yang tidak menimbulkan depresi pernapasan.

f. Edema pulmonal

Saat tekanan intrakranial meningkat, tekanan darah sistematik meningkat

untuk mencoba mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan

semakin kritis, denyut nadi menurun dan bahkan frekuensi respirasi

berkurang, tekanan darah semakin meningkat. Peningkatan

vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah

dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembuluh darah paru berperan

pada proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen

dari darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.

g. Hilangnya kemampuan kognitif

Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori

merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala

mengalami masalah kesadaran.

(Fransisca, 2008).

Page 13: LP CKR

DAFTAR PUSTAKA

Brain Injury Association of Michigan, 2005. Traumatic Brain Injury Provider.

Training Manual. Michigan Department Of Community Health.

Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2006, Ilmu Bedah, Jakarta : Erlangga.

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta : PT Salemba Medika.

B. Batticaca, Fransisca. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Client Dengan

Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Cholik Harun Rosjidi, Saiful Nurhidayat. (2007). Asuhan klient Dengan Cedera

Kepala. Jogjakarta : Ardana Media.

Ginsberg, Lionel. (2007). Lecture Notes Neurulogi. Jakarta : Erlangga American

College of Suergeon Commite on Trauma. Cedera kepala. Dalam :

Advanced Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia,

Penerjemah. Edisi 7. Komisi trauma IKABI, 2004 ; 168-193.

David Tandian. 2011. Sinopsis Ilmu Bedah Syaraf. Departemen Bedah Syaraf

FKUI-RSCM. Jakarta : Sagung Seto.

Hanif G Tobing. 2011. Sinopsis Ilmu Bedah Syaraf. Departemen Bedah Syaraf

FKUI-RSCM. Jakarta : Sagung Seto.

Adhim. 2010. Diagnosis dan Penanganan Fraktur Servikal.http/www.fik-

unipdu.web.id. Diakses tanggal  1 Mei 2014.

Dawodu, Segun. 2008. Spinal Cord Injury.http://www.medscape.com. Diakses

tanggal 1 Mei 2014.

Devenport, Moira. 2010. Cervical Spine Fracture in Emergency  Medicine.

http://www.medscape.com. Diakses tanggal 1 Mei 2014

Eidelson, MD,  Stewart G. 2010 . Lumbar

Spine .www.spineuniverse.com/anatomy/lumbar-spine. Diakses tanggal 3

Mei 2014.

Khosama, Herlyani. Diagnosis dan Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis.

http://neurology.multiply.com/journal/item/27. Diakses tanggal 3 Mei 2014.

Malanga, A.Gerrad. 2008. Cervical Spine Sprain/Strain Injuries.

http://www.medscape.com . Diakses tanggal 3 Mei 2014.