Top Banner
Laporan Penelitian Studi Kualitatif untuk Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada Kelompok Anak Jalanan di Sumatra Selatan untuk Departemen Kriminologi, FISIP-UI Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010
25

LP 2012 6 Survei nasional.pdf

Dec 30, 2016

Download

Documents

NguyễnKhánh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

Laporan Penelitian

Studi Kualitatif untuk

Survei Nasional Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba

pada Kelompok Anak Jalanan di Sumatra Selatan

untuk

Departemen Kriminologi, FISIP-UI

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 2: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

Semiarto Aji Purwanto

NIP 196812151998031003

2010

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 3: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

Bab 1.

Pendahuluan

Sesuai dengan hasil pemetaan masalah, kota-kota yang dijadikan sebagai lokasi survei di

Sumatera Selatan adalah Palembang, Lubuk Linggau, Lahat dan Prabumulih. Selama 20 hari,

tanggal 5-24 Juli 2010, penelitian secara terstruktur dilakukan dengan menyebar kuesioner.

Tim peneliti terdiri dari 10 orang yang merupakan relawan di Yayasan Intan Mandiri,

Palembang, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang penanggulangan

dampak HIV/AIDS dan narkotika. Tiga pewawancara yang direkrut adalah mantan pecandu

narkoba. Hal ini memudahkan mereka mengawali pertanyaan pada para pemakai, mendekati

komunitas pemakai dan mampu mengajukan pertanyaan yang sensitif. Peneliti lainnya

berpengalaman melakukan survei mengenai harm reduction dan familiar dengan isu anak

jalanan.

Empat peneliti fokus untuk menyelesaikan pengumpulan data di kota Palembang, lima peneliti

bertugas mencari data di kota-kota lain. Satu orang peneliti berfungsi sebagai bagian administrasi

proyek. Di Palembang penelitian difokuskan di pasar-pasar dan persimpangan jalan yang

ditengarai sebagai tempat berkumpulnya anak jalanan. Di pasar, aktivitas utama mereka adalah

sebagai penjual asoy (kantung plastik). Puluhan anak biasa dijumpai di pasar-pasar kota.

Sementara di persimpangan jalan, anak-anak itu menjajakan koran dan majalah atau mengamen.

Sementara itu, di Lubuk Linggau, penelitian difokuskan di stasiun kereta api yang melayani

trayek Palembang-Lubuk Linggau via Lahat. Anak-anak jalanan biasa berkumpul malam hari,

antara jam 18-20.00 saat kereta api tiba dari Palembang dan bersiap kembali lagi. Mereka

menjajakan lembaran kardus sebagai alas duduk atau tidur para penumpang yang tidak kebagian

tempat duduk. Di Prabumulih, kawanan anak-anak yang bekerja di stasiun kereta api, ramai

ditemui pada sore hingga malam. Di sini, kebanyakan mereka mengamen. Selain di stasiun

kereta api, responden di Lubuk Linggau, Prabumulih dan Lahat ditemui di sepanjang jalan

protokol dan di warung-warung makan. Menarik untuk mengamati bagaimana di Palembang,

Lubuk Linggau, Prabumulih dan Lahat, banyak anak jalanan yang mengamen, menjajakan koran

dan menyemir sepatu di restoran-restoran.

Keempat kota mempunya kendala yang khas dalam pengumpulan data. Di Palembang, tidak

terlalu sulit mencari anak jalanan untuk dijadikan responden. Mereka dapat ditemui dengan

relatif mudah di pasar, jalanan, sekitar kompleks perumahan dan tempat umum lainnya.

Kesulitan yang seringkali muncul adalah mengajak mereka untuk tetap berkonsentrasi menjawab

pertanyaan; terutama pada mereka yang ditemui ketika sedang bekerja. Di stasiun kereta api

Lubuk Linggau, sekitar 30-an anak diwawancarai. Mulanya agak sulit karena mereka

menyatakan sibuk menjual karton, tetapi setelah melihat rekan lain diwawancara sebagian

menjadi lebih terbuka dan bersedia diwawancara. Kumpulan anak-anak di stasiun Prabumulih

juga sempat menolak diwawancarai. Seorang anak menjelaskan bahwa mereka pernah

diwawancara untuk menceritakan kehidupan mereka oleh satu instansi pemerintah, dan

dijanjikan bantuan. Nyatanya, sampai sekarang, tidak ada satupun program untuk mereka. Di

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 4: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

Lahat, tidak begitu banyak anak jalanan dijumpai. Mereka biasanya berada di depan rumah

makan di sekitar pasar dan pusat pertokoan. Tidak dijumpai anak-anak penjual tas plastik seperti

di Palembang.

Mewawancarai anak-anak di jalanan, terutama yang mobilitasnya tinggi, seperti berjualan koran

atau mengamen cukup merepotkan. Para peneliti mengembangkan cara menjaring responden

dengan wawancara berkelompok untuk menarik perhatian anak-anak jalanan. Cara ini cukup

efektif dilakukan di Lahat dan Prabmulih. Anak-anak yang sedang menjajakan koran atau

mencari pelanggan semir, tertarik dengan kerumunan tiga-empat anak yang sedang diwawancara

oleh dua-tiga peneliti. Ketika mereka mendekat, peneliti segera mengajak bergabung dan mulai

melakukan wawancara satu-persatu secara lebih personal. Di stasiun Lubuk Linggau strategi ini

juga berjalan dengan baik; namun di Palembang, anak-anak di jalanan utama tidak terlalu hirau

dengan kegiatan wawancara. Kondisi jalanan terlalu ramai dengan kendaraan dan lalu lalang

orang melintas sehingga perhatian mereka tidak tertuju pada satu titik saja. Di Palembang,

kendala demikian diatasi dengan langsung mendatangi lokasi-lokasi yang menjadi tempat anak

jalanan berkumpul.

Keuntungan tim dengan adanya tiga peneliti yang pernah hidup di jalanan dan mencandu

narkoba sungguh tak ternilai. Selain mampu mengidentifikasi komunitas pemakai dan mendekati

komunitas anak jalanan secara lebih mudah, juga mereka mampu meyakinkan calon responden.

Anak-anak jalanan tidak terlalu curiga karena peneliti mampu berkomunikasi dengan istilah

sehari-hari yang seringkali mereka pakai. Sekalipun demikian, ada juga di antara anak-anak yang

justru merasa terintimidasi dengan pengetahuan peneliti eks-pecandu yang demikian hapal

tingkah mereka. Calon responden di Prabumulih dan Palembang ada yang menolak diwawancara

dengan alasan takut datanya justru membahayakan mereka atau teman-temannya. Salah satu

sebab adalah para peneliti seringkali tidak sabar dalam mengorek pertanyaan sehngga

wawancara justru berubah menjadi semacam teror bagi responden. Untuk mengatasinya, setelah

beberapa kali wawancara gagal, wawancara dilakukan dengan memakai dua peneliti. Satu

peneliti untuk mentralisir suasana; sementara peneliti eks pecandu melakukan wawancara.

Setelah beberapa kuesioner, peneliti eks-pecandu justru menjadi ujung tombak untuk mulai

masuk ke komunitas anak jalanan yang ditengarai memakai narkoba.

Selain mengumpulkan data melalui wawancara dengan anak, juga dilakukan serangkaian

wawancara mendalam dengan narasumber yang terkait. Tim memilih beberapa anak dengan

kasus khusus untuk diperdalam informasinya. Karena berbeda hari wawancaranya, di

Palembang, dua kali terjadi, calon informan tdak diketahui keberadaannya sehingga terpaksa

dicari gantinya. Wawancara mendalam juga dilakukan dengan narasumber. Kesulitan utama

untuk melakukan penggalian data adalah mencari waktu yang tepat untuk wawancara.

Beruntung, para peneliti mempunyai relasi yang baik dengan Perguruan tinggi, Instansi

Pemerintah dan sesama LSM yang bergerak di bidang perlindungan anak.

Metoda lain yang digunakan adalah wawancara berkelmpok dengan FGD. Dua kelompok anak

dengan karakteristik anak-anak jalanan pengguna dan bukan pengguna narkoba dipandu untuk

mengungkapkan kehidupan sehari-hari mereka. Lokasi FGD adalah di kantor yayasan. Kesulitan

terutama terjadi pada kelompok pengguna karena mereka diambil dari komunitas berbeda yang

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 5: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

belum kenal sebelumnya. Perlu waktu agar mereka dapat nyaman berbicara tentang pengalaman

mereka menggunakan narkoba.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 6: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

Bab 2.

Gambaran umum lokasi

Sumatera Selatan merupakan provinsi yang kaya dengan sumberdaya alam, baik hutan, tambang

maupun potensi laut. Di samping itu, sektor perkebunan mulai dari karet, sawit sampai buah-

buahan juga ditemui secara luas di wilayah ini. Kota-kotanya berkembang sebagai basis industri

atau pasar dari sumberdaya tersebut; Palembang dan Plaju misalnya, berkembang sebagai kota

indutri pengolahan minyak bumi. Baturaja menjadi pusat industri semen. Sementara Prabumulih,

Sekayu dan Muara Enim merupakan kota-kota yang berkembang dari eksplorasi tambang

minyak bumi dan batubara.

Dewasa ini, perkembangan wilayah dan kota-kota di Sumatera Selatan menyebabkan pemekaran

wilayah tak terelakkan lagi. Dari semula delapan kabupaten dan kota, sepuluh tahun terakhir ini

menjadi 15 kabupaten dan kota. Berikut daftar nama kabupaten dan/atau kota di Sumatera

Selatan beserta ibukotanya.

Kabupaten/Kota Ibu kota

1 Kabupaten Banyuasin Pangkalan Balai

2 Kabupaten Empat Lawang Tebing Tinggi

3 Kabupaten Lahat Lahat

4 Kabupaten Muara Enim Muara Enim

5 Kabupaten Musi Banyuasin Sekayu

6 Kabupaten Musi Rawas Muara Beliti Baru

7 Kabupaten Ogan Ilir Indralaya

8 Kabupaten Ogan Komering Ilir Kota Kayu Agung

9 Kabupaten Ogan Komering Ulu Baturaja

10 Kabupaten Ogan Komering Ulu

Selatan

Muaradua

11 Kabupaten Ogan Komering Ulu

Timur

Martapura

12 Kota Lubuk Linggau Kota Lubuk Linggau

13 Kota Pagar Alam Pagar Alam

14 Kota Palembang Palembang

15 Kota Prabumulih Prabumulih

Dari kelimabelas kota di atas, tim peneliti telah memilih empat kota dengan pertumbuhan dan

perkembangan wilayah yang cepat yang potensial untuk ditemukan anak jalanan. Kota pertama

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 7: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

adalah Palembang. Sebagai kota tua, yang pernah menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya,

berkembang menjadi kota industri dan kota perdagangan yang ramai. Posisi geografisnya terletak

di tepian Sungai Musi, tidak jauh dari Selat Bangka, membuatnya sangat strategis. Walaupun

tidak tepat berada di tepi laut, Palembang dapat disinggahi kapal-kapal besar sehingga

pelabuhannya menjadi ramai.

Berdasar hasil Sensus Penduduk 2010, Palembang dihuni oleh 1.452.840 jiwa. Mereka terdiri

dari penduduk asli beretnik Melayu Palembang dengan varian orang Banyuasin, Lahat, Ogan

Komering Ulu, Ogan Komering Ilir, Linggau dan Pagar Alam. Walaupun sama-sama berbahasa

Melayu, namun dialek mereka berlainan, seringkali sampai susah dimengerti orang dari lain di

provinsi ini. Tradisi dan pengaruh agama Islam menjadi ciri pemersatu mereka. Menariknya,

orang Palembang menerima pengaruh yang besar dari dua budaya besar yaitu Jawa dan Cina

dalam ragam tradisi mereka.

Keberadaan anak jalanan di kota Palembang tidak lepas dari pesatnya perkembangan fisik kota.

Wilayah perkotaan dibangun secara masif, terutama sepuluh tahun terakhir ini. Stadion dan

kawasan perumahan bari di Jakabaring, infrastruktur jalan raya menuju bandara dan pelabuhan,

dan puluhan pusat pertokoan, mal dan plaza modern menghiasi kota. Dari sebelumnya hanya ada

International Plaza, sekarang telah berdiri mal megah dan modern Palembang Square dan pusat

perniagaan Palembang Trade Center. Tak ketinggalan toko-toko lama berhias dan mengubah diri

ke dalam bentuk modern. Di balik perkembangan fisik kota, angka penyandang masalah

kesejahteraan sosial, khususnya anak jalanan dan penyalahguna narkoba meningkat.

Sebuah artikel mengenai anak jalanan di media massa1 menyebutkan bahwa di Sumatera Selatan

disinyalir mencapai 5.088 orang yang di 15 kabupaten dan kota. Di Palembang sendiri, anak

jalanan diperkirakan berjumlah 3.690 anak. Rina Bakrie, ketua Yayasan Puspa Indonesia, di

kantornya, Jalan Radial Palembang, menduga peningkatan jumlah anak jalanan ini sebagai

dampak pembangunan yang tidak berpihak kepada rakyat.

Menurut Rina, anak jalanan tidak dapat dihapus selama kemiskinan terus melanda

Indonesia. "Mereka itu korban dari pembangunan yang diterapkan pemerintah

yang tidak memikirkan rakyat, sehingga melahirkan banyak keluarga miskin. Di

kota banyak orangtua kehilangan pekerjaan, di desa banyak petani kehilangan

lahan. Mereka lahir dari kondisi itu," kata Rina yang bersama organisasinya

mendampingi anak jalanan selama 20 tahun.

Pernyataan Rina itu mengomentari pernyataan Wakil Gubernur Sumatera Selatan

Mahyuddin yang mengatakan anak jalanan di Sumatera Selatan mencapai 5.088

anak, saat bertemu dengan Tim Komisi VIII DPRD-RI di Palembang, di kantor

Pemerintah Sumatra Selatan, Jalan Kapten A. Rivai Palembang, Senin

(14/04/2008) kemarin.

Dijelaskan Mahyuddin, dari jumlah itu, baru 4.105 anak jalanan yang dibina oleh

107 panti. Yakni di Palembang mencapai 2.100 anak, Ogan Komering Ilir 340

anak, Banyuasin 325 anak, serta beberapa kabuapten dan kota lainnya rata-rata

1 „Anak Jalanan di Sumsel Capai 5.088‟ dimuat di detikNews Selasa, 15/04/2008

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 8: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

kurang dari 200 anak. Sedangkan di Pagaralam hanya 30 anak jalanan yang

dibina.

Sekalipun upaya untuk menangani anak jalanan itu telah dilakukan pemerintah di tingkat pusat

maupun daerah, persoalan tetap belum selesai. Bahkan upaya Pemda Sumatera Selatan untuk

menyantuni setiap anak jalanan dengan dana Rp 6.000,00 per orang per hari, justru banyak

dikritik pengamat sosial dan anggota DPRD2.

Pemerintah Kota Palembang akan memberi uang saku sebesar Rp. 6.000,- per hari

bagi anak jalanan. Pada tahap awal akan dikucurkan kepada 60 anak jalanan yang

lolos seleksi. Menurut Kepala Dinas Sosial Kota Palembang Hasbullah Tuwi,

bantuan uang tunai ini merupakan program Kementerian Sosial yang bersumber

dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Bila anak jalanan penerima

bantuan tertangkap masih turun ke jalan, maka secara otomatis bantuan uang saku

diputus.

Program pemberian uang saku kepada anak jalanan ini justru mendapat tanggapan

miring kalangan anggota DPRD Sumatera Selatan. Menurut anggota komisi II

DPRD Sumsel, Arudji Kartawinata bantuan ini tidak efektif karena rawan

penyelewengan, dan untuk mendeteksi yang benar-benar anak jalanan bukanlah

perkara yang mudah.

Sementara bagi para aktivis dan pengamat sosial yang ditemui selama penelitian, upaya

penanganan anak jalanan di kota Palembang belum sepenuhnya dilakukan secara tepat.

Seringkali hanya dikaitkan dengan program dari pemerintah pusat atau bersifat memecahkan

masalah secara sesaat saja.

Berbeda dengan Palembang yang kota besar dan ramai, Lubuk Linggau adalah kota kecil yang

bersih yang sempat menerima hadiah Adipura untuk kebersihan dan ketertiban kota.

Berpenduduk 201.217 jiwa, Lubuk Linggau adalah kota transit kendaraan dari jalur Palembang,

Padang dan Bengkulu. Kota ini terletak tepat di simpang tiga jalan Lintas Sumatera. Semula,

Lubuk Linggau adalah ibu kota kabupaten Musi Rawas, tapi sekarang dimekarkan menjadi Kota

Lubuk Linggau. Fasilitas pemerintah kota, seperti kantor Pemda baru dibangun, sedangkan

fasilitas lama masih ditempati oleh Pemda Musi Rawas. Di luar kota Lubuk Linggau ke arah

Palembang, terletak Lapas Narkotika.

Suasana kota ramai pada hari kerja, ketika lintasan kendaraan dari berbadai daerah lewat,

namun terlihat sepi pada siang hari terutama saat libur atau hari Minggu. Sekalipun demikian,

keberadaan anak jalanan selalu dapat dijumpai dengan mudah di lokasi-lokasi berikut:

1. Di warung-warung makan Pasar Atas, terdapat sekitar 5-10 anak yang bekerja sebagai

tukang parkir dan pengamen. Sebagai tukang parkir, jasa yang ditawarkan adalah

mencarikan lokasi parkir dan menutup motor atau kaca mobil dengan karton pada siang

hari yang panas. Mereka berkumpul seharian dari pagi sampai malam menjelang penjual

makanan tutup, sekitar jam 11.

2 Opini Ekonomi Kesra, 1 April 2010

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 9: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

2. Stasiun Kereta Api adalah lokasi yang paling banyak dijumpai anak-anak jalanan.

Mereka menjadi penjual kardus, tissue, rokok dan air mineral. Ada sekitar 20-30 anak

yang mangkal di stasiun, lelaki dan perempuan, berusia 5-17 tahun. Umumnya mereka

pulang ke rumah, nyaris tidak ada yang tidur di stasiun. Sebagian di antara mereka masih

berkerabat.

3. Lapangan Merdeka, sebuah alun-alun kota yang disulap menjadi plaza terbuka

merupakan ruang publik yang sering digunakan sebagai tempat berkumpul, janjian dan

menggelar acara terbuka. Beberapa penjual makanan, mainan anak dan stiker

bergerombol di sana. Lapangan ini ramai dikunjngi setelah magrib dan pada malam hari

digunakan juga untuk para ABG nongkrong. Sering pula dijumpai PSK.

Umumnya anak-anak jalanan di Linggau terbuka dengan peneliti, mereka bisa diajak ngobrol

dan senang menceritakan pekerjaan mereka. Keterlibatan mereka dengan narkoba tidak begitu

dalam, mereka bukan konsumen narkotika melainkan penghirup aroma lem aica aibon dan

sebagian kecil obat-obatan, terutama dextro.

Fenomena kurang lebih serupa juga dijumpai di Lahat, kota yang terletak di jalur jalan

Palembang-Lubuk Linggau. Penduduk kota menurut Sensus Penduduk 2010 tercatat 370.146

jiwa. Konsentrasi pertokoan dan pasar di tengah kota, membuat Lahat terlihat lebih ramai dari

Lubuk Linggau. Lahat juga merupakan kota transit, persimpangan menuju jalur Baturaja yang

menuju Lampung, menghubungkan kota-kota utama di Sumatera dari ujng utara menuju ke

Jawa. Penduduknya terutama bekerja di sektor perkebunan, dengan komoditas utama karet, kopi

dan buah-buahan. Sebagai sebuah kota tua, sejarah kota Lahat dapat ditelusur semenjak masa

kesultanan Palembang awal abad XIX. Di wilayah Kabupaten Lahat telah ada marga, yang

merupakan kelompok kerabat yang meluas sehingga mendekati besaran kelompok etnik. Marga-

marga seperti : Lematang, Pasemahan, Lintang, Gumai, Tebing Tinggi dan Kikim, merupakan

cikal bakal adanya Pemerintah di Kabupaten Lahat3.

Anak jalanan di Lahat merupakan kelompok kecil yang terdiri dari 5-6 anak, tergabung dalam

kelompok penyemir sepatu. Mereka bisa secara tiba-tiba berubah menjadi pengemis manakala

melihat pengunjung masuk restoran atau pertokoan di jalan protokol. Ada tiga lokasi utama anak

jalanan di kota ini, yakni;

1. Stasiun kereta api Lahat. Anak jalanan yang sering dijumpai di sini adalah kelompok

penjual koran yang berkumpul pagi hari ketika mobil pengangkut koran dari

Palembang tiba. Seorang koordinator membagi-bagikan koran kepada anak-anak

untuk dijajakan. Sekalipun di stasiun, tidak banyak dijumpai anak-anak penjual

karton sebagaimana di stasiun Lubuk Linggau.

2. Sekitar pusat pertokoan di jalan protokol dan Supermarket SM. Anak-anak jalanan

yang mendominasi adalah tukang semir dan pengangkut belanjaan.

3. Pasar Lama, PTM dan taman kota adalah lokasi lain dari anak-anak jalanan. PTM

atau Pasar Tradisional Modern, biasa dikenal sebagai PTM Square, adalah bangunan

3 Mengenai kelompok marga ini, Dr. Minako Sakai, seorang ahli antropologi dari Jepang telah menulis disertasi

untuk PhD.nya di ANU Australia mengenai marga Gumay. Salah satu artikel yang dihasilkan adalah „Remembering

Origins: Ancestors And Places In The Gumai Society Of South Sumatra‟ dalam buku The Poetic Power Of Place:

Comparative Perspectives on Austronesian Ideas of Locality, yang disunting J.Fox (2006).

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 10: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

baru untuk menampung para pedagang di Pasar Serelo atau pasar lama. Sejak awal

tahun 2008, pasar itu ditutup dan pedagang direlokasi di PTM. Gedung dan los sudah

tersedia namun tidak banyak yang menempati. Los-los kosong itu kemudian

digunakan sebagai tempat tidur anak-anak yang tidak pulang kerumah.

Di lahat, tingkat jangkit anak-anak jalanan terhadap narkoba relatif rendah. Jenis-jenis yang

dikonsumsi adalah lem aica aibon, merokok dan minuman keras.

Kota terakhir yang dijadikan lokasi pengamatan adalah Prabumulih, kota kecil seluas 336,56

km2 dengan jumlah penduduk menurut hasil Sensus Penduduk 2010 berjumlah 161.814 jiwa.

Prabumulih juga merupakan kota transit yang dilewati jalur lintas Trans-Sumatera sehingga

ramai disepanjang jalan lintas. Sejak sepuluh tahun terakhir ini, perkantoran pemerintah baru

dibangun dengan arsitek modern seperti: kantor DPRD, Kantor Pemda, lapangan olahraga untuk

PON dan pusat perniagaan. Industri pertambangan, terutama minyak dan gas bumi menjadi

tulang punggung perekonomian kota Prabumulih. Dari sektor ini, sektor lain yang terkait lalu

berkembang pesat misalnya jasa transportasi dan pengankutan barang, hotel dan restoran, dan

perniagaan. Dampak samping dari perkembangan industri ini adalah kesenjangan ekonomi

sebagai akibat dari ekspektasi perusahaan terhadap sumberdaya manusia lokal yang tidak

terpenuhi. Akibatnya sektor informal juga berkembang di Prabumulih. Tidak cuma warga

dewasa, tetapi anak-anak juga terlibat dalam sektor informal dan berkeliaran di jalan.

Tempat-tempat anak jalanan bermain dan beraktivitas adalah di sepanjang kaki lima pertokoan

jalan utama. Seperti di Palembang dan Lahat, rumah makan menjadi tempat favorit mereka,

misalnya di depan Rumah Makan Padang Simpang Raya di Jalan Sudirman. Anak-anak

penyemir sepatu, pengasong makanan ringan (jangek), penjual koran berkeliaran di sekitarnya.

Ada sekitar 10-15 anak bekerja sebagai penjual koran, 5-10 berprofesi sebagai penjual jangek

dan 5-10 penyemir sepatu sekeliling rumah makan. Seperti di Lubuk Linggau, stasiun kereta

menjadi lokasi paling banyak dijumpai anak jalanan. Pengamen, penjual minuman dan makanan,

penjual kardus dan anak-anak punk berkumpul di stasiun. Malam hari ketika jadwal kereta tiba,

stasiun ramai dengan puluhan pengamen. Sebagian lagi hanya berada di stasiun untuk bermain-

main menghabiskan waktu di stasiun. Wilayah sekitar stasiun dikenal sebagai areal padat dan

kumuh yang ditinggali pekerja kasar di bidang industri dan pekerja sektor informal.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 11: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

Bab 3

Studi Kasus

3.1. Penjual koran bercita-cita Tentara

Namaku Denata, usiaku 13 tahun. Saudaraku 2 laki-laki dan 1 perempuan. Aku anak

nomor tiga dari empat bersaudara.Aku punya seorang kakak tiri yang sudah berkeluarga Aku

dipanggil Tata oleh keluarga dan teman-temanku. Tentara atau jadi Pegawai Negri Sipil adalah

cita-citaku dan jualan koran ku lakukan untuk membantu ibu dan biaya sekolah. Aku tidak mau

menggunakan narkoba walau ada temanku yang menawari narkoba, seperti lem dan ganja.

Narkoba sering dipakai oleh orang-orang disekitar tempatku berjualan dan sekitar rumahku.

Temanku banyak merokok dan minum minuman keras. Ada orang disekitarku yang menghisap

lem. Liburan ke kampung papa sebelum papa meninggal dan lebaran bersama keluarga adalah

kenangan indah dalam hidupku. Mobil dengan remote control adalah hadiah terindah dari

saudaraku. Meninggalnya Papa mengubah hidupku dan mengantarkan aku kejalan dan

berjualan koran saat ini. Wasiat papa agar jangan mabok dan narkoba menjadi tekadku untuk

tidak menggunakan narkoba.

Tata, anak lelaki berumur 13 tahun, bekulit sawo mateng, rambut agak kemerahan

perawakan kurus, setiap hari menjajakan koran sepulang sekolah di perempatan lampu merah

simpang Polda Sumsel. Rutinitas ini sudah di jalaninya sejak ayahnya meninggal pada Januari

2010. Kegiatan sehari-hari dimulai dari pagi sekolah, sepulang sekolah jualan koran sampai sore.

Malam kembali kerumah dengan kegiatan belajar, tidur.

Saat ini Tata tercatat sebagai siswa kelas 9 SMP Negeri 3 Palembang. Dari SD dia sering

mendapatkan rangking disekolahnya, prestasi adalah rangking 3 semester 1 dan rangking 5

semester 2 dikelas 8 SMP. Tata biasanya mengulang pelajaran dirumah setelah sholat Isya. Tata

rutin melakukan shalat magrib, isyak dan subuh karena disuruh ibunya. Sedangkan zohor dan

asyar tidak sempat dia lakukan karena jualan koran.

Tidak ada masalah berarti yang dihadapi disekolah, hanya saja ia pernah dimarah guru

lantaran teman sekelasnya ribut saat jam pelajaran berlangsung dan guru menyangka dia menjadi

biang keributan “Waktu itu guru menyangka saya yang buat ribut dikelas, saya tidak terima

tuduhan tersebut. Sehingga dimarah guru, tapi saya minta maaf dan saat ini hubungan kami

sangat baik, ” jelas Tata.

Tata hobi sepakbola, ia bermain bola bersama teman-temannya di lapangan kecil di

dekat rumahnya jika ada waktu sepulang jualan koran. Jika ditanya cita-citanya, maka Tata

menjawab jadi tentara atau kalau tidak bisa jadi tentara jadi PNS.

“Cita-cita saya dari dulu ingin menjadi Tentara atau jadi PNS oleh karena itu dari sekarang

saya rajin berolah raga dan ikut dalam organisasi Paskib di sekolah. Yang paling penting saya

selalu berusaha untuk rajin belajar.”

Sebelum ayah Tata menikah dengan Ibunya, ayahnya telah menikah dan mempunyai

seorang anak lelaki. Ayahnya tamat SMA dan dulu bekerja sebagai buruh bangunan. Tata merasa

bangga terhadap sang ayah yang bekerja keras agar dapat menafkahi keluarganya. Banyak

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 12: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

kenangan manis bersama sang ayah. Dalam ingatannya, Almarhum memiliki sifat yang baik,

pendiam, hanya saja ayah mendidiknya dengan tegas dan bahkan memukul jika sang anak tidak

menurut perintahnya. Tata pernah di tampar sang Ayah karena tidak mengindahkan perintah

yang telah berulang kali, tetapi Tata mengakui bahwa itu kesalahannya.

“Jarang Papa main tangan, paling bila saya selalu membantah apa yang disuruhnya berulang

kali. Mungkin, Papa kesal kalau dibantah terus. Tapi itu saya jadikan pelajaran dan tidak

menimbulkan dendam. Seingat saya , Papa pernah menamparku gara-gara aku keluar rumah

sampai magrib belum pulang. Papa sering mengingatkan aku supaya tidak terlalu sering keluar

rumah sampai magrib. Tetapi aku sering melanggar, sehingga Papaku marah. Sewaktu Papa

masih hidup kami dilarang keluar rumah sampai magrib. “

Tata mengaku sangat akrab dengan ibunya. Apa yang menjadi masalah dalam hidupnya

selalu berbagi dengan Ibu yang menjadi orang tua tunggal saat ini.

“Mama orangnya baik, selalu menasehati saya untuk berbuat baik. Walau terkadang cerewet,”

jelas Tt sambil tertawa. Ibunya tamat SMA dan saat ini berjualan makanan di salah satu Sekolah

Dasar di Palembang. Tata memiliki dua orang kakak bernama Tama yang saat ini masih duduk

dikelas 3 SMA, Dino kelas 2 SMA, dan satu orang adik perempuan bernama Anggi yang masih

kelas 6 SD. Selain itu dia punya seorang kakak tiri yang sudah berkeluarga dan tinggal di

Palembang, Tata mengaku akrab dengan saudara-saudaranya, mereka saling jaga dan saling

melindungi. Namun terkadang mereka berempat juga pernah berselisih paham. “Kadang ribut

dengan saudara gara-gara masalah uang jajan. Tapi biasanya salah paham tersebut hanya

sebentar dan langsung baik lagi,“ ceritanya.

Ayahnya berasal dari desa Tulung Selapan OKI, dan mereka tinggal disana sebelum

pindah ke Palembang. Sebelum keluarganya pindah ke Palembang, , kedua kakaknya terlebih

dahulu tinggal di Palembang untuk bersekolah. Mereka tinggal di daerah Pahlawan dengan

nenek. Tt pindah ke Palembang bersama orangtuanya sejak dia masuk Sekolah Dasar. Mereka

tinggal di daerah Pahlawan sampai saat ini.

Peristiwa yang paling mengesankan Tata dalam hidupnya adalah jika libur sekolah dan

lebaran mereka pulang kampung bersama papanya. Sejak papanya meninggal kebiasaan ini

terasa kurang.

“Dulu setiap liburan sekolah kami sekeluarga sering pulang ke Tulung Selapan kampung

halaman Papa, mengunjungi kebun jeruk punya kami,” jelasnya.

Hal yang tak kalah membahagiakan bersama saudaranya ketika lebaran tiba. Saat itu

dijadikan ajang silaturahmi kepada keluarga besar yang diisi dengan jalan-jalan bersama

kerumah keluarga. Itulah kebersamaan yang indah. Perhatian besar dari saudaranya juga

dirasakan saat dirinya bertambah usia Ketika kecil ia pernah diberi hadiah mainan mobil remote

control.

Tata menaklukan Jalanan

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 13: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

“Aku berjualan untuk membantu ibuku dan sekolah ku. Sejak Papaku meninggal, aku

bertekad untuk kerja demi uang dan kelanjutan sekolahku. Aku mulai dengan menjadi penjual

koran. Awalnya, saya ini lagi pusing mikirin bagaimana bisa membantu orang tua sekaligus

tetap bersekolah, kebenaran ada tawaran dari kakak angkat untuk berjualan koran di

perempatan lampu merah Polda Sumsel . Kakak angkatku yang mendaftarkan saya di salah

satu harian lokal Palembang,” .

Dalam satu hari Tata bisa mendapatkan uang sebanyak Rp5.000-Rp15.000 dari seluruh

koran yang dijajakan, selain itu dari salah satu harian lokal Palembang ia mendapatkan

penghasilan perbulan sebesar Rp 450.000 dengan rincian Rp 15.000 persetengah harinya.

Penghasilannya sangat membantu Ibunya yang hanya seorang penjaja kue di sekolah

dasar. Penghasilannya itu ia serahkan ke ibunya.

…“Biasanya semua penghasilan bulanan itu saya berikan ke Ibu, hanya Rp 50.000 yang

saya ambil, sedangkan penghasilan harian saya bagi dua sama ibu,“ …

Selama ia menjajakan koran, Tata tidak pernah mengalami kekerasan fisik dan mental

dari teman sesama penjaja koran atau dari orang-orang sekitar perempatan lampu merah. Mereka

berteman baik dan sering saling membantu, apalagi terkait dengan masalah penjualan koran.

”Kami sering saling tolong kalau ada teman yang sedikit penjualannya kami patungan untuk

menutupi sisa koran teman yang belum terjual,” jelasnya.

Tidak ada orang yang dituakan atau yang menjadi pemimpin mereka di jalan. Hanya ada

agen tempat mereka menyetor hasil penjualan koran. Mereka semua sederajat dan akrab satu

sama lain, ini yang membuatnya merasa betah dan nyaman. Solidaritas dan saling peduli antar

sesama ditunjukkan dengan saling menutupi kekurangan penjualan koran. Keakraban mereka

juga terlihat jelas dari seringnya mereka bercanda tawa bersama saat di jalanan atau makan nasi

bungkus bersama-sama. Namun, rasa menghormati orang yang lebih tua memang ada. Selama

berjualan koran pernah Tata mengalami razia dari Polisi Pamong Praja, beberapa temannya

tertangkap. Tata sendiri menghindar dengan cara masuk komplek polda dan sembunyi diwarung.

Kehidupan dijalan sangat keras termasuk dunia pecandu narkoba. Anak-anak jalanan

sering menghisap lem aibon Tata pernah melihat anak jalanan menghisap lem atau ganja.

Biasanya mereka di tempat sepi agar tidak di lihat orang. Disekitar tempat tinggalnya pun

narkoba banyak beredar dan banyak pula orang yang memakainya, tetapi dengan yakin Tata

mengatakan untuk menghindari pemakaian narkoba. Dia berniat dan bertekat kuat untuk

menjauhi barang yang disalah gunakan tersebut. Almarhum papanya tidak pernah bosan untuk

memperingati dia dan saudara-saudaranya untuk tidak sekali-sekali memakai narkoba karena

tidak ada gunanya. Nasehat papaku yang selalu ku ingat,

“ kalau narkoba jangan pernah disentuh.”

Tata pernah ditawari oleh temannya untuk memakai narkoba. Dengan berbagai alasan dia

berusaha menolak dengan cara yang sopan agar tidak menyinggung perasaan orang yang

menawarinya.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 14: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

“ Pernah ditawari kawan minum dan aibon, tapi aku berusaha menghindar. Biasanya

alasannya ingin pulang dulu, mau makan, mandi atau apa saja yang membuat teman mengerti.

Kita boleh berteman dengan siapa saja, tetapi kebiasaan yang tidak baik harus kita hindari.”

Namun Tata masih beruntung, teman yang menawarinya tidak memaksa agar dirinya mau

mencoba barang yang dapat merusak masa depan bila salah penggunaan tersebut. Tata masih

sering berinteraksi dengan teman-temannya yang pernah menawari narkoba, walau dia

menolaknya. Tata mengetahui bila narkoba memiliki kegunaan.

“Saya pernah membaca buku kalau narkoba dapat digunakan untuk menambah detak

jantung bagi pasien yang sedang mengalami koma. Tetapi narkoba disalahgunakan oleh orang-

orang yang tidak mengerti. Penyalahgunaan narkoba dapat membuat pikiran tidak jernih bagi

pemakainya. Selain itu, pemakaian narkoba yang tidak sesuai dengan kegunaannya dapat

merusak tubuh penggunanya sehingga menimbulkan sikap pemalas dan tidak memiliki nafsu

hidup para penggunanya hingga berujung pada kematian.”

Kerentanan penggunaan narkoba tidak hanya di kalangan anak jalanan. Di lingkungan

rumah dan sekolah pun sebenarnya peredaran narkoba sangat banyak beredar. Tata mengatakan

untuk mendapatkan narkoba memang tidak sulit. Karena memang lingkungan sekitarnya banyak

pengguna. Untuk menghindari pemakaian narkoba menurut Tata kembali kepada individu yang

bersangkutan.

Tata sering melihat pesan layanan masyarakat baik di media elektronik maupun cetak

tentang bahaya penyalahgunaan narkoba. Hal ini yang menyebabkan dia semakin mantap untuk

mengatakan tidak memakai narkoba. Tata pernah mengajak temannya untuk berhenti minum

alkohol dan memakai narkoba. Tata pernah melihat salah satu teman yang lebih muda darinya di

beri minuman oleh orang dewasa. Tanpa sadar minuman tersebut ditambah penyedap rasa oleh

orang tersebut. Akibatnya teman Tata merasa mulas.

Dari kejadian tersebut Tata menasehati temannya agar tidak lagi minum alkohol karena

tidak baik untuk kesehatan dan hanya menghabiskan uang orang tua.

“Berhentilah kamu pakai narkoba dan minum, tidak ada gunanya, malah buat susah

orang tua.” Ada temannya yang minum dan merokok. Tetapi ada juga teman yang tidak

mendengarkan ajakan Tata untuk berhenti menggunakan narkoba. Malah Tata mendapat teguran

dari temannya yang saat ini sudah pindah ke kota lain. “Sudahla, kamu tidak usah ikut campur”.

Dengan bekal yang dimilikinya dari sekolah dan amanat papanya, Tata berusaha sekuat

mungkin untuk menghindari pemakaian narkoba. “Amanat dari papa akan selalu ku ingat,

bahwa kami tidak boleh memakai narkoba”. Tata bisa bertahan bersih dari pengaruh narkoba dan

minuman ditengah kerasnya kehidupan jalanan. Kepeduliannya terhadap keluarga dan

kemauannya sendiri untuk menjajakan koran agar bisa membantu ibu dan membiyai

pendidikannya.

3.2. Buyung “Aibon” Raka dengan nama jalanan Buyung “Aibon” berumur 16 tahun, anak ke 3 dari tiga

bersaudara. Hobi nongkrong dan menghabiskan waktu dipasar punya cita-cita hidup enak,

pernah sekolah sampai kelas 4 SD. Ibunya sudah meninggal ketika buyung berumur 10 tahun

dan bapaknya sekarang sudah tua. Ia mulai hidup di jalan karena bosan dirumah. Buyung

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 15: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

merasa senang di jalan karena dapat uang dan banyak teman. Buyung mulai menghisap aibon

sejak umur 15 tahun. Awalnya dikenalkan teman sesama anak pasar. Bapaknya sangat marah

ketika mengetahui Buyung menghisap lem, tapi tidak dipedulikan hingga dia kecanduan.

Pengalaman kekerasan

Siang itu cukup menyengat, aktivitas jual beli di pasar 16 ilir, pasar tradisional terbesar di

Kota Palembang seperti layaknya pasar, ramai. Diantara lapak pedagang, di salah satu lorong di

area parkir samping gedung pasar, biasanya menjadi tempat tongkrongan anak jalanan.

Menurut pengakuannya, namanya Raka, usia 16 tahun. Namun teman-temannya

(menurut pengamatan) memanggilnya dengan sebutan “Buyung”. Lelaki perawakan kurus

dengan rambut di cat pirang ini merupakan anak kedua dengan seorang kakak laki-laki,

“sebenernyo aku anak ketigo, yang pertamo ninggal pas masi kecik, yang keduo masi ado

sekarang, ketigo aku, yang keempat ninggal jugo”, ungkapnya. (Sebenarnya saya anak ketiga,

yang pertama meninggal saat masih kecil, yang kedua masih ada sekarang, ketiga saya, yang

keempat meninggal juga)

Ditanya mengenai hobi, dia menjawab seadanya “yoo..cak inilah duduk-duduk,

nongkrong, bekelakar samo wong pasar ini” (Yaa..seperti ini, duduk-duduk, bercanda dengan

orang di pasar ini). Kesehariannya kebanyakan menghabiskan waktu di pasar, membantu

pedagang buah jualan, mendorong gerobak, dan mengatur parkiran, seperti yang

diungkapkannya “ngrewangi wong jualan buah agek dapet seseran dikit, pas balek ngrewang

dorong gerobak abes jualan, jadila balek pegi dikasi 7 ribu, dak tu jago parker ni la…”

Keinginan tentang hidupnya juga tidak muluk-muluk, ingin punya uang dan memulai

usaha dagang, harapannya pun ingin hidup enak meski pendefenisiannya tentang hidup enak itu

masih absurd. “Aku tu pengen jualan, pengen idup lemak, ngliat wong bejualan tu caknyo lemak

nian, bejajo, tawar rego, dapet duet, untuk cita-cita aii..cakmano yuk e, sekolah sudah idak lagi,

jadii….lemak la jualan be caknyo”

Tentang keluarga, dia bercerita kalau ayahnya adalah tamatan SD, dan sehari-harinya

menjadi pemulung keliling. “Bapak aku la tuo yuk, la 85 taon, nyari buruk‟an keliling”.

Menurutnya, bapaknya adalah sosok ayah yang baik dan penyayang, didunia ini tidak ada orang

tua yang ingin menjerumuskan anaknya ke hal-hal yang tidak baik. “Bapak wongnyo baek,

sayang samo aku, dak pernah dimarahinyo aku, namonyo wong tuo pasti sayang, yo kecuali

anaknyo ngelakuke hal dak bener, wajar be keno marah, pernah sih sekali waktu aku ketauan

ngelem, yo namonyo wong tuo,katek yang pengen anaknyo nakal” jelasnya antusias. (Bapak

orangnya baik, sayang sama saya, saya tidak pernah dimarahinya, namanya orang tua pasti

sayang anak, kecuali kalau anaknya melakukan hal yang tidak benar, wajar saja kena marah.

Pernah saya kena marah saat ketahuan menghisap lem, ya namanya orang tua tidak ada yang

ingin anaknya nakal)

Begitu pula dengan ibu, yang sebagai ibu rumah tangga biasa, dengan pendidikan hanya

sampai SD, telah meninggal 6 tahun lalu (tahun 2004). Dalam kenangannya adalah sosok ibu

yang baik dan penyayang, tidak pernah marah. “Ibu aku dulu wongnyo baek niaan, sayang samo

aku, dak pernah marah, iyolah..aku kan anak paling kecik, sejak anak pertamo samo yang

terakhir meninggal, jadi aku yang disayang. Ibu sayang samo aku, aku jugo sayang nian samo

ibuk aku, waktu itu dio ninggal kerno sakit”, ceritanya.

(Ibu saya dulu orangnya baik sekali, sayang sama saya, tidak pernah marah.. Karena saya anak

paling kecil, sejak anak pertama dan terakhir meninggal jadi saya yang paling disayang. Ibu

sayang sama saya, aku juga sayang sekali dengan ibu, waktu itu beliau meninggal karena sakit).

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 16: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

Sementara kakak kandungnya, saat ini telah memiliki keluarga, dengan pendidikan tamat

SMA, bekerja sebagai pedagang baju keliling di kampungnya. Sama seperti bapak ibunya,

menurutnya kakaknya ini orangnya baik, penyayang dan humoris. “Kakak aku la bebini anak

sikok, bininyo di dusun sano, jadi kadang dateng ke plembang cak sebulan sekali untuk ngambek

barang dagangan. Kalo kakak ado di Palembang, seneng lah, ado kawan ngobrol, kawan

bekelakar hahahaa”, ceritanya senang. (Kakak saya sudah beristri, istrinya di kampung sana, jadi

datang sebulan sekali untuk mengambil barang dagangan. Kalau kakak ada di Palembang, saya

senang karena ada kawan cerita dan bercanda).

Diceritakannya dengan antusias, keluarganya berasal dari Dusun Pedamaran, OKI.

Bapaknya dulu sudah tinggal di Palembang sebagai tukang buah. Kadang-kadang mereka mudik

pulang kampung. Sepeninggal ibunya di tahun 2004, dia diboyong bapaknya ke Palembang, di

daerah 10 ulu.

Hal yang dianggapnya berkesan tentang bapaknya, seperti yang telah dikemukakan

sebelumnya, adalah pernah kena marah saat ketahuan menghisap lem aibon. “Bapak aku dak

pernah marah yuk, tapi pernah sekali…waktu itu aku ketauan ngelem, nah keno marahnyo aku,

abes tu aku nak tobat, dak do lagi nian nak ngisep”, ¢eritanya antusias sambil tersenyum

(menurut pengamatan, anak ini adalah anak yang periang, selalu bercanda)

(Bapak saya tidak pernah marah, tetapi pernah sekali saat ketahuan menghisap aibon. Saya kena

marah, setelah itu saya pengen tobat, tidak ingin lagi menghisap aibon).

Begitu pula dengan sang ibu, dalam ingatannya ibu adalah sosok yang baik, jadi saat

ditanyakan tentang hal yang berkesan tentang ibunya adalah hal-hal yang baik. “Aku tu manjo

nian samo ibuk dulu, secaro paling mudo” (Aku manja sekali dengan ibu, karena paling muda).

Tentang kakaknya, dia bercerita pernah diajak jalan-jalan ke IP seharian, nongkrong, beli baju,

pokoknya senang-senang.

Mengenai riwayat sekolah, raka mengungkapkan bahwa dia mengeyam sekolah hanya

sampai kelas 4 SD. Dia mengaku bahwa dia adalah anak yang pemalas, sering minggat waktu

sekolah. “Aku sekolah sampe kelas 4 SD yuk, aku ni dulu pemales, memang dasarnyo pemales,

bukan lolo bukan, sering minggat sekolah. Tapi sekarang aku nyesel, nyesel nian brenti sekolah,

jingok budak make baju sekolah tu rasonyo pengen sekolah lagi. Kalo sekarang nak sekolah,

maluuu…la besak cak ini madak’i kelas 4 SD hehehe”

(Saya sekolah sampai kelas 4 SD, saya dulu pemalas, memang dasarnya pemalas. Bukan bodoh.

Sering minggat sekolah. Sekarang saya menyesal sekali berhenti sekolah, lihat anak pakai baju

sekolah rasanya pengen sekolah lagi. Kalau sekarang mau sekolah, malu. Sudah besar, masa

kelas 4 SD hehehe)

Di sekolah seingatnya baik-baik saja, tidak ada masalah besar yang berarti, hal yang

menurutnya berkesan dan masih diingatnya adalah pernah berkelahi dengan teman sekelasnya

yang mengakibatkan dia dan temannya dihukum guru dengan dijewer telinganya. “Pernah

bebala samo kawan, trus dijewer bu’ guru, abes tu kami disuruh salaman maafan, yo wajarlah

keno marah guru kalo nakal”. Waktu ditanya alasan berkelahi, dia juga tidak begitu ingat “nah

lupo, ngapola biso bebala tu, namonyo jugo masi kecik, kelas 4 SD, belom ngerti”. Hubungan

guru dengan muridnya di sekolah seingatnya baik-baik saja. Harmonis. “Akorr…murid samo bu

guru, tapi kalo nakal keno marah kan wajar”, lanjutnya.

Latar belakang raka sering berada di jalanan adalah karena dia merasakan suntuk

dirumah, tidak ada pekerjaan berarti, di pasar dia bisa mencari uang. “Di pasar biso dapet duet,

ngrewangi wong jualan, bekelakar samo wong-wong sini, daripada nyusahi wong tuo, ujung-

ujungnyo jadi maling”.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 17: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

Sebelum di pasar, dia sering berada di lorong-lorong sekitar rumahnya di 10 ulu. Karena

pasar lebih ramai dan lebih dia suka, maka dia sering berada di pasar. “Dulu awalnyo aku

disuruh ngrewang ndorong gerobak, dikasi 7 ribu..jadilah.. Mano wong-wong sini rami bekelakar

galo, jadi seneng aku”

Kehidupan di jalanan menurutnya aman-aman saja. Mempunyai banyak teman, namun

ada dua orang yang dianggapnya teman sejati. Teman semakan seminum (yang namanya enggan

dia sebutkan). Jalinan pertemanan dijalanan sangat harmonis, mereka awalnya teman main bola

di lapangan dekat pasar (sekitar BKB), senasib secara ekonomi, seperti yang tersirat dalam

ucapannya, “Kawan-kawan sini baek-baek galo, yoo…yang samo-samolah… Yo..kito yang cak

ini, milih kawan tu yang samolah, kalo bekawan samo wong yang dipucuk kito, aii…mereka

pasti nganggepnyo kito ni dak selevel dio, jadi mending kito bekawan yang samo-samo dak

punyo bae”. Selama ini, tidak ada yang mengganggu mereka, dengan pedagang-pedagang pasar

pun semua akrab. Tidak ada yang dituakan, semua sama. Seperti bersaudara. “Disini kami akrab

galo, bedulur cak adek beradek, katek yang ganggu..yo kareno kito dak ado salah, yoo aman-

aman bae..Akoorrr galo. Tapi men penesan sekali-sekali sesamo kami yo wajar bae, tapi itulah

yang buat akrab” tambahnya.

(Disini kami akrab semua, tidak ada yang ganggu, karena kita tidak ada salah jadi aman-

aman saja. Akur semua).

Dia merasa senang dijalanan, menemui hal yang dia cari, yaitu keramaian. Menurutnya,

kalau cuma berada dirumah otak menjadi beku. Suntuk.

Tentang narkoba, dia mengaku hanya menghisap lem aibon. Sejak setahun lalu, saat dia

berumur 15 tahun. Tidak ada yang mengenalkan, mengajak atau menawarkannya menggunakan

barang itu. Ketertarikannya menghisap lem karena penasaran melihat orang lain menghisap lem

aibon dijalanan. “Aku tu jingok wong, ngisep-ngisep lem, apo dio rasonyo pikir aku.

Naahh…awalnyo tuh aku nak nampel ban sepeda yang bocor, ngliat lem aibon.. Nahh ini dio

yang diisep-isep cak wong itutu, trus aku cubo.. Ehh..lemak trus kecanduan”, ceritanya sambil

mempraktekan didekat sepeda yang sedang di parkir dekat lokasi wawancara.

(Saya mellihat orang menghisap lem, apa rasanya? Pikir saya. Nah..awalnya saya mau nambal

ban sepeda yang bocor, melihat lem aibon. Nah ini dia yang dihisap seperti orang itu, terus saya

coba.. Enak dan kecanduan).

Keadaan hatinya saat menhisap lem menurut pengakuannya adalah biasa-biasa saja. Suka-suka,

kalau lagi ingin saja. “Dulu sih tiap hari, tapi akhir-akhir ini la jarang, kan la keno marah

bapak”, jelasnya. (Dulu sih tiap hari, tetapi akhir-akhir ini jarang, kan sudah kena marah bapak)

(Dia mengaku sekarang sudah tidak separah dulu, kalau dulu tiap hari bisa 2 kaleng, tetapi

menurut orang-orang pasar, sampai sekarang dia masih sering ngelem, tiap hari, makanya disana

dia sering dipanggil „Aibon‟ –sebelum dan selama wawancara, pembawaannya riang, sesekali

bercanda dengan pedagang)

Dia mengaku hanya memakai lem aibon, untuk jenis narkoba lain, belum pernah.

Pertama kali menghisap aibon, rasanya tidak enak, hidung pedas, agak pusing. Tetapi setelah itu

rasanya seperti melayang. “Aku cuma ngelem bae, untuk make yang laen, idak nian. Tapi kalo

minum tuak iyo jugo, ngrokok jugo. Kalo minum tuak, biasonyo dicampur dengan kuku bima,

biar manis. Kalo rokok sehari tu pacak 7-8 batang”, ceritanya.

Dia pun menjelaskan beda menghisap lem dan minum tuak, “kalo ngelem tu wongnyo

jadi lembut, kalo minum jadi keras, gawenyo nak marah be.. Kalo ngelem, apo be kito angguk-

angguk be”, jelasnya.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 18: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

Menghisap lem baginya untuk kesenangan semata, menghilangkan suntuk. Namun dia

menyadari setelah rutin menghisap lem aibon, dia merasa menjadi lebih bodoh. “Setelah make tu

otak cak dak jalan, otak jadi lolo”.

Ada pihak-pihak yang menginginkan dia berhenti menghisap lem aibon, selain

keluarganya, yaitu orang-orang di pasar. Menurutnya, mereka memintanya untuk berhenti

menghisap aibon adalah karena mereka sayang padanya. “Iyoo banyak yang nyuruh berenti,

bapak aku la marah, kakak aku la marah, nak tobat nian aku, trus wong-wong sini jugo nyuruh

berenti, itu tu kerno mereka tu sayang samo aku”, jawabnya sambil tersenyum.

3.3. Funk Penggali Kubur akrab miras dan narkoba

Kadir Ali 16 tahun, anak ke 3 dari 3 bersaudara, Kedua kakaknya sudah meninggal, orang tua telah

bercerai dan sekarang Ali tinggal dengan Om dan tante dari pihak ibu. Waktu kecil dia bercita-cita jadi

Polisi, saat ini dia bercita-cita punya Band sendiri. Ia memulai hidup dijalan sejak kelas 3 SMP dengan

alasan ingin bebas, cari uang sendiri dan menghindari kemarahan oom. Di rumah dia sering diomeli

dan dimarahi oleh oomnya. SejakSMP dia akrab dengan kehidupan jalanan, kerja serabutan sebagai

penggali kuburan, ngamen dan nongkrong dengan teman-teman. Kenal narkoba sejak SMP, awalnya

dikenalkan oleh sepupunya. Inex (extacy) adalah narkoba yang pertama dia gunakan., ganja sering dia

gunaka untuk menghilangkan stress. Tuak dan asoka adalah jenis minuman keras sering dikonsumsiny

sejak umur 15 tahun. Masa yang paling indah dalam hidupnya adalah ketika dia tinggal bersama ibunya

di Bali waktu kelas 5 sampai dengan kelas 6 SD.

Anak ke tiga dari tiga bersaudara, Kadir merupakan hasil keluarga yang “broken home” karena

sejak usia 4 (empat) tahun kedua orang tuanya sudah bercerai dan ayahnya tidak diketahui

keberadaannya. Dia sering diberitahu bahwa ayahnya sudah meninggal. Sejak saat itu Kadir titipkan oleh

ibunya dengan saudaranya (pamannya). Pamannya bekerja sebagai sopir angkutan salah satu perusahaan

swasta.

“…Aku tinggal dirumah oom ku. Dio sering nguwak-nguwak ngomeli aku. Kalo aku balik

kerumah baru depan pintu aku lah dimarahi. Aku malu dengan tetanggo. Dulu aku dibelike ibu motor,

tapi kato oom duitnyo dari dio. Suatu hari waktu aku SMP aku balik sore, jam 4.30. aku masuk pagar aku

dimarahi, motorku di tendangi sampai rusak… sejak itu aku jarang balik kerumah… . (Aku tinggal

dirumah paman, paman sering membentak dan mengomeli saya jika saya pulang kerumah. Dia marah

didepan pintu dan semua tetangga tahu, sehingga aku malu. Aku pernah dibelikan motor oleh ibu tapi kata

paman uangnya bukan dari ibuku, tapi dia yang membli. Waktu aku SMP pernah aku pulang sore sekitar

pukul 4.30. aku dimarahi paman depan pintu dan motorku ditendang sampai rusak. Sejak itu aku jarang

pulang kerumah.)

Sejak jarang pulang dia sering nongkrong dan menjadi buruh pembuat batu nisan, penggali kubur

di TPU Puncak Sekuning. Dia juga sering nongkrong dengan anak jalanan yang menamakan diirinya anak

Funk. Ketika kecil Kadir bercita-cita menjadi polisi, setelah kumpul dengan anak Funk dia bercita-cita

punya band sendiri.

Kedua saudaranya sudah meninggal. Kakak nya yang tertua meninggal saat berumur 15 tahun

karena dibunuh ayahnya. Kakaknya yang kedua meninggal saat berumur 11 tahun. Ketika itu umur kadir

sekitar 9 tahun. Kadir dilahirkan dan dibesarkan di Palembang, jadi dia merasa asli orang Palembang, dia

tidak mengetahui asal daerah kedua orang tuanya. Kadir pernah ikut ibunya di Bali waktu kelas 5

sampai naik kelas 6 SD. Itulah waktu yang paling senang dalam hidupku. Selain itu pernah juga ibuku

pulang ke Palembang sebelum kakaknya meninggal, aku senang sekali. Setelah kakakku meninggal ibu

tidak pernah pulang.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 19: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

Kadir sekolah hanya sampai kelas 1 (satu) SMU swasta. Waktu sekolah dia termasuk murid

yang biasa-biasa saja. Kadir sekolah di SD, SMP dan SMU di kota Palembang. Disekolah Kadir tidak

memiliki masalah yang berarti, Hubungan dengan guru serta sesama murid lain berjalan dengan baik dan

wajar. Kenangan paling indah saat sekolah bagi kadir adalah kebaikan gurunya serta teman-teman

kelasnya.

RIWAYAT KE JALAN

Karena sering bertengkar dan dimarahi oleh pamannya, Kadir memutuskan untuk berhenti

sekolah dan mencari uang sendiri.. Sejak berhenti sekolah kadir lebih sering menginap dirumah

temannya. Bersama temannya kadir suka mengamen dan menghabiskan banyak waktu dijalan. Hal ini

membuat kadir jadi terbiasa dan merasa lebih senang dan memperoleh kebebasan, Selain itu keinginan

mencari uang juga menjadi alasan utama Kadir tetap berada dijalan. Pada pagi sampai siang hari kadang-

kadang Kadir ikut bekerja dalam pembuatan batu nisan, menggali liang kuburan serta membersihkan

kuburan di areal TPU. Puncak Sekuning saat ada peziarah yang datang. Sore hingga malam hari Kadir

dan temannya menghabiskan waktu dengan mengamen di bus kota, rumah makan maupun di perempatan

lampu merah merupakan tempat kadir dan temannya mencari uang.

Kadir hidup dijalan bersama 2 (dua) orang temannya, malam hari kadir tidur dirumah salah satu

temannya. Namun tidak jarang mereka menghabiskan malam dan tidur dijalan karena bosan dirumah.

Dalam jalinan pertemanan mereka merasa memiliki kebersamaan, saling membutuhkan dan solidaritas

yang tinggi. Hanya Polisi Pamong Praja (POL.PP) yang merupakan ganguan utama bagi mereka saat

melakukan aktifitas dijalan. Karena kalau tertangkap, kadir dan teman-temannya harus membayar

sejumlah uang untuk bisa dibebaskan.

Ada kalanya Kadir merasa ingin kembali kesekolah, kembali kerumah pamannya karena

kehidupan dijalan tidak membawa banyak perubahan dalam hidupnya. Namun jika teringat sikap

pam,anya maka dia malas pulang.

RIWAYAT PENGGUNAAN NARKOBA

Mengenal NARKOBA pertama kali saat kelas 2 (dua) SMP, diberi oleh sepupunya ( anak

pamannya). Karena ingin tahu rasanya Kadir memakai NARKOBA. Rasonnyo pahit dan palak pening…

penjelasanya tentang pengalaman pertama kali mencoba ineks. (Rasanya pahit dan membuat kepala

pusing).

Waktu itu dia sedang banyak masalah dirumah karena dimarahi oomnya. Sebelum mencoba

NARKOBA, Kadir mengenal minuman beralkohol. Sampai saat ini, Kadir masih sering mengkonsumsi

minuman beralkohol untuk happy dan menghilangkan stress. Kadir juga pernah mencuba sabu-sabu.

Tetapi karena Ineks dan Sabu-sabu harganya cukup mahal, ia lebih sering menggunakan Ganja. Ketika

pertama menggunakan NARKOBA jenis ineks, Kadir tidak begitu mengerti rasanya, Hanya seluruh

badan terasa dingin. Tidak ada kenikmatan apa lagi ketenangan jiwa. Saat ini dia lebih sering

menggunakan Ganja. Hanya untuk menghilangkan “stress” bersama teman-teman..

3.4. Pengedar Narkoba bercita-cita jadi Presiden

Ibata (iblis bawah tanah), nama beken Risa dijalan. Ia hobi main music dan pernah bercita-cita jadi

Presiden, namun cita-cita sekarang berubah ingin menjadi manusia normal seperti orang kebanyakan. Ia

mulai menghisap ganja ketika berumur 11 tahun. Selain menggunakan dia juga menjual ganja dan

dekstro dengan alasan untuk mendapatkan uang untuk bersenang-senang. Narkoba didapat dari preman

atua Bandar yang dia kenal. Ibata sering membuat onar disekolah, tuwuran dan berkelahi merupakan

alasan mengapa dia dikeluarkan dari sekolah. Ibata tidak pernah mengenal bapaknya, tapi dia

mengganngap ibunya sebagai wanita yang penuh perhatian dan tanggung jawab. Ia sangat terkesan dan

salut pada ibunya yang pernah mengengurus agar dia tidak ditahan polisi.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 20: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

Wawancara di mulai dengan pertemuan yang natural & situasinya dibuat santai & senyaman mungkin

sehingga respoden tidak merasa terbebani dengan pertanyaan-pertanyaan yang akan saya tanyakan dalam

wawancara ini.saya mulai menanyakan tentang identitas diri responden,nama responden Reza alias Ibata

namun responden lebih nyaman di panggil dengan nama Ibata.

Keinginan responden ternyata tidak terlalu muluk-muluk atau seperti kebanyakan orang pada

umumnya,Ibata panggilan akrab responden ingin menjadi orang normal seperti orang-orang lainnya.Ibata

ingin mencari uang secara halal,bekeluarga dan hidup normal. Ketika saya singgung mengenai harapan

Ibata hidup di jalanan,ternyata menurut Ibata di jalanan dia menemukan jati diri “Jati diri menurut

Ibata”.jati diri yang hanya di dapatkan ketika dia berada di jalanan.

Keluarga Ibata sendiri sudah mengalami cobaan ketika Ibata baru berumur 3th,orang tuanya

bercerai.pendidikan Ayah Ibata adalah tamat SMA,pekerjaan Ayahnya seingat Ibata adalah buruh karena

pada saat orang tua Ibata bercerai Ibata masih sangat kecil,ingatannyapun masih terbatas.Ayah Ibata

orang yang cuek”Tidak perhatian”,tidak bertanggung jawab.memberi nafkah kepada keluarga tidak rutin

bisa di bilang,sangat jarang memberikan uang kepada Ibu dan Ibata sendiri. Sedangkan Ibunya menurut

pandangan Ibata adalah wanita yang tangguh,bertanggung jawab,perhatian,ramah sehingga menurut Ibata

Ibunya adalah sosok Ibu yang ideal. Ayah Ibata keturunan Jawa,sedangkan Ibunya adalah orang

palembang asli.ayahnya merantau dari jawa ke Sumatra dan pada akhirnya bertemu dengan Ibu

Ibata.Ibata anak pertama dari dua orang bersaudara.peristiwa paling berkesan dari Ayahnya tidak ada

yang berkesan,sedangkan peristiwa yang paling berkesan dari Ibu Ibata adalah menyelesaikan atau

mengurusi permasalahan hukum ketika Ibata tertangkap Polisi.

Setelah saya menayakan tentang identitas/biodata responden,saya mulai menanyakan sejarah/riwayat

sekolah Ibata.responden bersekolah sampai SMA.SD responden,SD 80,SMP responden SMP 6,dan SMA

Responden adalah SMA Arinda.adapun permasalahan yang dihadapi responden di sekolah cukup banyak

seperti Minggat,tawuran,mabuk-mabukan bersama teman Ibata di sekolah.responden sering mendapatkan

masalah dengan gurunya.ada satu peristiwa yang paling berkesan dengan gurunya ketika responden

tertidur di kelas,responden ditegur oleh gurunya.namun responden membantah & melawan gurunya

sehingga akhirnya responden di usir dari kelas dan dibawa menghadap kepala sekolah.peristiwa paling

berkesan yang pernah di alami oleh responden dengan teman-teman satu sekolahnya adalah ketika

responden tawuran antar pelajar dari sekolah yang berbeda.

Riwayat responden di jalanan

Alasan responden hidup di jalanan karena responden merasa mendapatkan kebebasan dan bisa lebih

berkreatifitas “Menurut responden”.latar belakang responden hidup mengelandang di jalanan karena

responden merasa terkekang di rumahnya.sehingga responden merasa lebih nyaman hidup di

jalanan.adapun lokasi tempat responden beraktivitas di cinde,pasar 16,mal-mal di palembang..mobilitas

responden di jalanan,responden berpindah-pindah tempat dari Lampung,Jakarta,beberapa kabupaten di

Sum-sel.Adapun suka duka hidup di jalanan.dukanya tempat tinggal atau tempat responden tidur

kotor,makan seadanya kehidupan jalanan yang keras.sukanya responden merasa mendapatkan kebebasan

dan kenyamanan yang hanya bisa didapatkan responden di jalanan.

Menurut responden mereka(Anjal) bisa berkumpul dan bersatu karena persamaan nasib sesama

anjal,persamaan latar belakang sehingga solidaritas sesama anak jalanan sangat tinggi.Namun ada

beberapa faktor yang mengganggu mereka ketika sedang berada di jalanan antara lain Sat Pol pp dan

Polisi.sebagai contoh responden bercerita bagaimana Sat pol pp mengusir dan menangkap anjal-anjal

ketika mereka sedang berada di jalanan,begitu juga ketika Polisi menangkap mereka karena melakukan

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 21: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

tawuran atau mabuk-mabukan di jalan.cara mereka mengatasi “Gangguan menurut mereka”.kalau Sat pol

pp mereka lawan namun jika Polisi mereka mengatasinya dengan cara berlari sekencang-kencangnya.

Secara struktur sosial,menurut responden ada “Pemimpin” dan ada orang yang dituakan, pemimpin

mereka menurut responden bernama Soegeng malam satu suro.Responden mendapatkan banyak hal di

jalanan arti “sebuah kehidupan yang keras,kejam dan banyak fenomena-fenomena yang unik”.

Riwayat responden tentang penyalahgunaan Narkoba

Responden mulai mengenal atau mengkonsumsi narkoba ketika umur responden 11 th atau kelas 5

SD,yang mengenalkan responden tentang narkoba adalah orang yang lebih tua atau anjal yang lebih

tua.bagaimana anjal bisa tertarik untuk menggunakan narkoba dari rasa ingin tau dan faktor

lingkungan.jenis narkoba yang pertama kali digunakan responden jenis ganja.sensasi awal yang dirasakan

ketika responden menggunakan narkoba adalah rasa senang yang berlebihan atau euphoria.kenikmatan

atau ketenangan jiwa yang dirasakan responden adalah “pikiran menjadi tenang”namun menurut

responden banyak sisi negatif dari sisi positifnya dari penggunaan narkoba.

Riwayat responden mengedarkan narkoba

Tahun 2005 responden mulai mengedarkan narkoba jenis ganja dan dekstro,alasan responden

mengedarkan narkoba karena tergiur untuk mendapatkan uang secara mudah dan dipengaruhi oleh

preman di jalanan.peristiwa paling berkesan menurut responden adalah ketika responden

menjual/transaksi narkoba,konsumen atau pembeli tidak memberikan uang kepada responden.adapun

uang hasil dari penjualan narkoba digunakan responden untuk makan,bersenang-senang dan lain

sebagainya.sedangkan cara responden mendapatkan narkoba dengan cara membeli dari preman atau

Bandar yang lebih besar.

Oleh responden narkoba tersebut dikemas lagi menjadi kemasan-kemasan kecil lalu dijual kembali.untuk

menjaga atau menyimpan narkoba,narkoba disimpan ditempat yang menurut responden aman responden

juga menggunakan mata-mata dari sesama anjal. Di akhir wawancara responden mengatakan ingin

menjadi orang yang memiliki kehidupan normal,karena bagaimanapun juga anjal merupakan bagian dari

kehdupan manusia yang tidak bisa dihilangkan begitu saja.

3.5. Narkoba membuatku Happy dan Pecaya Diri

Johan 18 tahun adalah anak kelima dari tujuh bersaudara. Ayahnya cuek,tapiibu sangat

perhatian. Hobi bola kaki dan laying-layang. Bercita-cita menjadipengusaha sukses. Sekolah

sampai kelas 1 SMU dan berhenti karena berkelahi. Mulai mengkosumsi narkoba pada usia 15

tahun. Ganja dan aplzolam membuat dia happy dan percaya diri. Minuman keras sejenis tuak,

anggur merah dan asoka. Pernah mencoba berhenti tapi belum berhasil.

Pada saat melewati jalan puncak sekuning tempat pemakaman umum atau jalan yang

membelah pemakaman itu. Kami melihat ada anak-anak jalanan sedang menjual kembang dan

ada yang sedang membersikan kuburan di puncak sekuning. Kami menemui salah satu dari

mereka, dan menjelaskan maksud dan tujuan kami. Merekapun senang hati dan terbuka terhadap

kedatangan kami.

Salah satu dari mereka menceritakan tentang kehidupannya hidup di jalan, “ saya disini

biasa di panggil Johan, dan umur saya sudah 18 tahun. Saya memiliki hobi bola kaki dan

bermain layangan bersama teman-teman, kurang lebih saya berada dijalan sekitar 12 jam.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 22: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

Biasanya dari pagi hingga sore hari saya berada di pemakanan ini untuk menjual kembang dan

membersihkan kuburan jika ada keluarga almarhum yang meminta kuburannya dibersihkan. Ini

saya lakukan untuk mendapatkan uang demi kebutuhan hidup yang semakin hari semakin

bertambah. Dan kadang-kadang saya berkumpul bersama teman-teman pada malam harinya

untuk melepas kebosenan dan kepenatan, kami bermain dan bercanda bersama”. Sebenarnya

saya bercita-cita ingin menjadi pengusaha sukses. Tetapi apa boleh buat kondisi dan keadaan

keuangan keluarga tidak memungkinkan untuk memenuhi harapan itu. Jangankan jadi pengusaha

sukses, cewek pun jauh karena posisi dan pekerjaan saya yang mungkin tidak seperti mereka

dambakan, “ keinginan saya saat ini adalah ingin mempunyai pacar atau cewek yang mengerti

akan keadaaan dan kondisi saya saat ini, dengan harapan untuk membina rumah tangga yang

bahagia.”

Keluarga khususnya kedua orangtua saya masih lengkap. Ayah saya bernama Beduh dan

bekerja sebagai pembuat pedapuran untuk kuburan, pendidikannyapun hanya sampai pada

sekolah dasar (SD) saja. Sedangkan ibu saya bekerja sebagai tukang cuci pakaian. Karakter ayah

saya bersifat temperamental (tampak kasar dan suka marah-marah), ingin menang sendiri dan

tidak mau peduli benar atau salah, berbeda sekali dengan ibu yang sangat lembut, sabar dan

penuh perhatian terhadap kami anaknya.

Saya mempunyai tujuh saudara dan saya sendiri merupakan anak kelima dari tujuh

bersaudara. Empat saudara perempuan dan dua suara laki-laki. Kakak sulung saya sudah

menikah dan tidak tinggal bersama kami lagi, karena ikut suaminya. Sedangkan dua adik laki-

laki saya masih duduk di sekolah dasar.

Kalau sejarah pendidikan saya, awalnya bersekolah di SD N 127 kemang manis hingga

selesai lalu melanjutkan sekolah SMP Tridarma selama tiga tahun walaupun tidak begitu pintar

tapi saya naik kelas terusdan melanjutkan kejenjang berikutnya yaitu SMU Srijaya Negara yang

berlokasi di Bukit dekat SMA 1 Palembang. Tapi sayangnya ketika saya duduk di kelas satu

SMA saya melakukan tindakan yang bodoh karena saya berkelahi dengan teman sekolah dan

sering bolos. Lalu pada akhirnya saya memutuskan untuk berhenti dari pada saya sering bolos

dan hubungan saya dengan teman-teman tidak sehat lagi lebih baik saya berhenti sekolah.

Semenjak saya putus sekolah, saya selalu menghabiskan waktu di jalan puncak sekuning

ini untuk mendapatkan uang bersama teman-teman yang senasib dan sepenanggungan serta

saling bantu sehingga kekeluargaan di lingkungan ini masih sangat erat. Jika ada yang

mempunyai masalah atau konflik kami selalu membantu dan secara tidak langsung terbentuklah

sebuah kelompok.

Dilingkungan ini saya mengenal narkoba, awlanya pada saat saya duduk di kelas dua

SMP pada usia 14 tahun. Saya mengenal narkoba dari teman-teman dan sayaupn terpengaruh

untuk memakainya awalnya ingin coba-coba tetapi sekarang jadi ketagihan. Sebelumnya dia

tidak tahu bahwa yang diberikan temannya itu adalah ganja.

“….. apo dio itu? Lah ciciplah dulu..awakni dak gaul nian… Setelah itu aku sering

mengkonsumsi hingga ketagaihan (Apa itu? Tanya Johanes kepada temannya. Temannya

menjawab, “ Cobalah dulu!”. Setelah itu dia sering menggunakan sehingga ketagihan)”.

Jenis narkoba yang sering saya gunakan adalah ganja, dan obat alpazolam. Saya

menggunakan narkoba ini karena dengan mengonsumsinya saya merasa senang, dan percaya

diri. Apalagi kalau keadaan saya lagi sedih atau kesal dengan memakai narkoba perasaan sedih

dan frustasipun hilang. Biasanya saya memakai ganja tiga sampai empat kali. Saya juga

mengkonsumsi obat-obatan sejenis obat tidur yaitu alpazolam dua sampai tiga butir untuk sekali

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 23: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

konsumsi bersama ganja. Reaksi yang ditimbulkannya sangat menyenangkan, rasanya mencari

uang sangatlah gesit dan rajin perasaanpun tenang, pokoknya menurut saya narkoba itu sangat

nikmat rasanya. Ada juga teman-teman yang memperingati saya untuk berhenti mengonsumsi

narkoba, sebenarnya saya sudah pernah mencoba untuk berhenti tapi itu tidak bisa, karena sangat

sulit untuk pisah dengan narkoba yang sudah memberikan kenikmatan dan rasa percaya diri yang

tinggi. Tetapi saya hanya mengonsumsi saja tidak mengendarkan narkoba tersebut karena untuk

menjadi Bandar narkoba membutuhkan biaya dan modal serta keberanian yang besar. Jadi saya

hanya memakainya tidak pernah terbesit dalam benak saya untuk mengedarkan narkoba. Lagian

kalau diketahui warga bias-bisa saya di laporkan kepolisi kalau mengedarkan narkoba tersebut.

Selain narkoba saya juga sering minum-minuman keras, saat berkumpul bersama teman-

teman. Pokoknya memakai jenis narkoba dan minum-minuman keras sudah menjadi kebiasaan

saya dan teman-teman.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 24: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

Bab 4

Penutup: Pola Penggunaan narkoba pada Anak Jalanan

Beberapa kasus menarik yang muncul selama survei di Sumatera Selatan dan menunjukkan pola-

pola penggunaan narkoba pada anak jalanan, adalah sbb:

1. Anak jalanan di Sumatera Selatan dalam pengamatan para pemerhati masalah sosial di

Palembang adalah respons dari industri dan pertumbuhan kota yang menyebabkan sebagian

warga termarginalkan dari sisi ekonomi. Dalam wawancara dengan aparat di Dinas Sosial

Sumatera Selatan, terungkap pandangan bahwa

Orang tua hanya peduli dengan uang yang mereka dapatkan, karena sebagian

besar anak-anak jalanan yang didapati adalah mereka yang berasal dari tingkat

ekonomi yang rendah, jadi ini jatuhnya semacam eksploitasi anak. “Yaa kasihan

juga, ini sebagian besar karena faktor ekonomi, kemiskinan, dan faktor mental

yang mendarahdaging, yaitu malas dan tidak disiplin”,

Anak-anak menjadi terbiasa bekerja, mencari uang dan menggunakannya sendiri. Belanja

konsumtif untuk kebutuhan sekunder berupa makanan kecil, minuman dan rokok menjadi tinggi.

Untuk mengajak mereka kembali ke bangku sekolah, nampaknya tidak mudah karena sudah

bukan urusan ekonomi semata yang jadi masalah, namun juga sikap mental.

2. Tingkat kerawanan anak jalanan terhadap penyalahgunaan narkoba, merokok dan konsumsi

alkohol sangat tinggi. Mereka tidak mendapat perlindungan dari orang tua dan keluarga inti,

malah hidup dalam lingkungan sosial yang permisif terhadap perilaku penyimpangan tersebut.

Komunitas anak jalanan yang di dalamnya menganut tata nilai dan solidaritas antar anggota

kelompok justru menjadi jalan masuk untuk narkoba. Sekali ada anggota yang memakai, anggota

yang lain lain cenderung ikut memakai. Kasus minum minuman keras, misanya, adalah perilaku

konsumsi alkohol yang dilakukan bersama. Di Palembang, anak-anak jalanan sangat akrab

dengan minuman keras dan rokok. Mereka terbiasa minum minuman tradisional (arak) yang

dapat dibeli dengan mudah dan murah.

3. Penggunaan narkoba jenis shabu dan putauw tidak banyak dikonsumsi karena terlalu mahal;

ganja juga relatif sedikit konsumennya. Paling banyak adalah anak-anak yang menghirup aroma

lem, khususnya aica aibon, satu kegiatan yang dikenal sebagai ngelem atau ngaibon. Lem yang

murah, berkisar 1000-2000 rupiah perkaleng kecil membuat ngelem sangat populer di kalangan

anak jalanan. Caranya sangat mudah, lem dibuka dan diselipkan ke balik kaos t-shirt yang

mereka pakai. Pada saat itu, kepala terutama bagian hidung dimasukkan, menelusup, ke kaos.

Seringkali dilakukan dengan menarik bagian leher kaos ke atas, sampai menutup hidup sehingga

aroma lem dapat terhirup dengan maksimal. Kegoatan ini di Palembang, Lahat, Prabumulih dan

Lubuk Linggau dilakukan secara relatif terbuka. Sambil berjalan-jalan atau duduk-duduk di

ruang publik.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010

Page 25: LP 2012 6 Survei nasional.pdf

4. Pendapat tentang penyalahgunaan NAPZA, pelecehan seksual dan kekerasan dijalan di

kalangan birokrat sangat khas. “Penyalahgunaan NAPZA, pelecehan seksual, dan kekerasan di

jalan dikalangan anak-anak jalanan memang rentan, karena mereka sebagian besar berpendidikan

rendah, ekonomi ke bawah, dan adapula korban broken home”, ujar Abi Sujak. Masih menurut

menurut Abi Sujak penggunaan narkoba dikalangan anak jalanan tersebut dikarenakan mereka

tergabung dalam satu kelompok, sehingga mau tidak mau mereka secara bersama-sama

melakukan kegiatan ngelem.

Selama ini, berdasarkan penjaringan, yang terjadi di Palembang, anak-anak yang memakai

narkoba itu masih sebatas ngelem aibon, pernah ada anjal yang ditangkap, kemudian diberi

peringatan, bila perlu surat pernyataan diatas segel lalu dibawa ke Panti selama 1 minggu. Untuk

pelecehan seksual, pernah ditemukan anak perempuan yang tuna rungu dalam keadaan hamil,

konon dikerjakan sesama anjal, namun karena dia tuna rungu jadi tidak bisa bersaksi, setelah itu

dia tidak lagi di jalanan, mungkin dibawa orang tuanya.

5. Upaya yang sudah dilakukan meliputi kebijakan, program dan tindakan langsung oleh aparat.

Dinas Sosial bekerja sama dengan Pol PP sesuai mandat MoU Dinsos – Pol PP, Pol PP

membantu untuk menjaga di persimpangan lampu merah dan jalan protokol di Palembang,

berupa pencegahan, pengusiran dan penangkapan. Kegiatan Rutin yang dilakukan, yaitu patrol 2

kali sehari, pada pukul 11.00 dan pukul 16.00, ditambah dengan patroli malam yang disesuaikan

dengan kondisi dilapangan. Untuk penangkapan anak jalanan, mereka akan dikumpulkan di

Panti PGOT, setelah itu dijadwalkan untuk mengikuti sidang yustisi oleh Pol PP berdasarkan

Perda No.44 Tahun 2002 tentang Ketertiban Umum. Jika mereka telah berulang kali tertangkap,

bisa berpeluang untuk dihukum kurungan untuk menimbulkan efek jera, namun ini seringkali

dikaitkan dengan unsur manusiawi, sering tidak tega, apalagi mengacu pada UUD 1945 pada

pasal 34 yaitu fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara..”, jelas Abi Sujak selaku

Kasi Perlindungan Sosial.

Pembinaan tentang anak jalanan juga telah diprogramkan oleh Dinas Sosial, Kabid.

Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Malik Danil,SE, mengungkapkan bahwa ada program yang

dijalankan Dinas Sosial, yaitu mengarahkan mereka sesuai dengan minat dan bakat, berupa

kursus otomotif, seni dan keterampilan, merakit kompor, menyetir mobil hingga mendapatkan

SIM, agar anak-anak mendapatkan keterampilan dan bisa mencari pekerjaan yang lebih layak.

Untuk sekolah pun disediakan dari tingkat SD sampai SMA. Program ini dilakukan di 2 panti,

yaitu khusus laki-laki di PRAN (Panti Rehabilitas Anak Nasional), dan khusus perempuan di

PBAR (Panti Bina Anak Remaja), keduanya terletak di kawasan KM 6 Palembang. Adapula

program subsidi dari pusat yaitu bagi anak jalanan yang masih sekolah, diberikan uang

Rp.300.000/bulan.

Survei nasional..., Semiarto Aji Purwanto, FISIP UI, 2010