LONG CASE
ANASTESI UMUM PADA LAPARATOMI KASUS LIPOSARKOMA INTRAABDOMEN
Disusun Oleh:Riza ErnaldyNIM: 030.10.237
Pembimbing:Dr. M. Gusno Rekozar, Sp. AnDr. Satriyo Y. Sasono,
Sp. AnDr. Marsellino, Sp. An
KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANASTESIRUMAH SAKIT OTORITA
BATAMPERIODE 7 JULI 16 AGUSTUS 2014FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
TRISAKTI
LEMBAR PERSETUJUAN
Presentasi makalah long case dengan judul Anastesi Umum pada
Laparatomi Kasus Liposarkoma Intraabdomen telah dilaksanakan
oleh:Nama: Riza ErnaldyNim: 030.10.237dengan hasil yang telah
diterima dan disetujui olen pembimbing dr. Satriyo Y. Sasono, Sp.An
sebagai salah satu syarat mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Ilmu Anastesi di Rumah Sakit Otorita Batam periode 7 juli 16
agustus 2014.
Batam, Agustus 2014
PembimbingDr. Satriyo Y. Sasono, Sp.An
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat, nikmat, dan
anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas long case
yang berjudul ANASTESI UMUM PADA LAPARATOMI KASUS LIPOSARKOMA
INTRAABDOMEN. Penulisan makalah ini sebagai salah satu syarat
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi di Rumah Sakit
Otorita Batam periode 7 Juli 2014 16 Agustus 2014.Pada kesempatan
kali ini, penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dari berbagai
pihak sangatlah banyak kekurangan dari makalah ini, oleh karena itu
penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesa-besarnya kepada
pembimbing Dr. Satriyo Y. Sasono, Sp.An, Dr.Gusno M. Rekozar,
Sp.An, Dr. Marselino, Sp.An serta semua pihak yang turut membantu
dalam penyelesaian tugas ini.Akhir kata penulis mengucapkan
terimakasih, semua kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat
membangun akan penulis terima untuk perbaikan selanjutnya. Semoga
tugas ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan juga bagi
para pembaca secara umum.
Batam, Agustus 2014
Penulis Riza Ernaldy
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan..iKata Pengantar..iiDaftar isiiiiBab I
Pendahuluan.1Bab II Laporan Kasus2Bab III Laporan Anastesi...6 Bab
IV Tinjauan Pustaka13Bab V Kesimpulan.23Daftar pustaka...24
BAB IPENDAHULUAN
Seorang laki-laki dengan usia 57 tahun datang ke ruang
pembedahan dari bangsal bedah pada tanggal 10 Juli 2014. Dari hasil
pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang maka dokter
mendiagnosis pasien menderita liposarkoma intraabdomen. Hasil
pemeriksaan didapatkan benjolan yang besar pada bagian abdomen
pasien. Pasien direncanakan untuk dilakukan laparatomi eksplorasi
untuk dilakukan pengangkatan tumor dengan jenis anastesi yang
digunakan adalah anastesi umum. Dalam klasifikasi fisik penilaian
anastesi, pasien dikategorikan ASA III. Operasi dijadwalkan pada
pukul 08.30 WIB dengan operator yaitu ahli bedah digestive dr.
Aditomo, Sp.BD dan ahli anastesi adalah dr. M. Gusno Rekozar, Sp.
An
BAB IILAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIENNama: Tn. Kassa KaswaraNo. Medical Record:
34-88-69Jenis Kelamin: Laki-lakiUmur: 57 tahunTanggal Lahir: 8
September 1956Alamat: Permata Rahayu C/14Agama: IslamPekerjaan:
-Status: MenikahTanggal Masuk: 4 Juli 2014
ANAMNESISKeluhan Utama: ada benjolan besar diperutKeluhan
Tambahan: pasien merasa sesak sejak 2 hari SMRS dan adanya nyeri di
ulu hatiRiwayat Penyakit Sekarang: pasien datang kepoli bedah
digestif dengan keluhan adanya tumor intraabdomenRiwayat Penyakit
Dahulu: pasien mengaku sekitar 1 tahun yang lalu mengeluh adanya
benjolan dilipat paha kanan, benjolan dirasa kecil sebesar jeruk
nipis dan tidak nyeri. Pasien sempat berobat ke rumah sakit Hasan
Sadikin Bandung dan pasien diberi obat tetapi tidak ada perubahan.
Lalu pasien dibawa keluarga ke Batam. Pasien berobat ke bedah umum
tanggal 16 Mei 2014, pasien dirujuk ke dr.Aditomo, Sp. BD dengan
didiagnosis tumor intraabdomen dan diagnosis banding tumor
inguinal. Pasien menjalan sejumlah pemeriksaan yaitu pada tanggal
17 Mei 2014 menjalankan operasi laparatomi-biopsi dan tangga; 22
Mei 2014 hasil PA keluar serta tanggal 24 Juni 2014 hasil
imumohistokimia keluar. Pasien mengaku sudah 1,5 tahun punya
riwayat hernia scrotalis kiri.Riwayat Penyakit Keluarga: tidak ada
anggota keluarga yang mengalami kondisi seperti iniRiwayat
Pengobatan/Operasi: sebelumnya pernah berobat di rumah sakit Hasan
Sadikin Bandung dan diberi obat namun tidak sembuh. Pernah
menjalankan operasi laparatomi biopsy pada tanggal 17 mei 2014.
PEMERIKSAAN FISIK PRE-OPERATIF1. Keadaan Umum:a. Kesadaran:
Compos mentisb. Kesan sakit: Tampak sakit beratc. Tanda vital: TD:
129/89 mmHg: Nadi: 78x/menit: RR: 22 x/menit: Suhu: 36.5oCd. Status
gizi: BB: 165 cm: TB: 65 kg: BMI: 65 / (1.65 x 1.65) = 23.9. Status
gizi baik.2. Status Generalis:a. Pemeriksaan kepala: Normosefali,
tidak ditemukan konjungtivaanemis, sclera tidak ikterik pada kedua
mata, reflex cahaya langsung maupun tak langsung kedua mata
positif, pupil isokor.b. Pemeriksaan leher: Tidak ditemukan adanya
massa, KGB dantidroid tidak ada pembesaran.c. Pemeriksaan thoraks
jantung: BJ I-II normal regular, murmur (-), gallop (-).d.
Pemeriksaan thoraks paru: Suara nafas vesikuler, ronki (-),
wheezing (-).e. Pemeriksaan abdomen: (lihat status lokalis)f.
Pemeriksaan ekstremitas: Akral hangat pada ke-empat ekstremitas,
tidakada oedem pada ektremitas atas dan ekstremitas bawah. 3.
Status Lokalis (abdomen):a. Inspeksi: Tampak massa yang besar dan
dilatasi vena b. Auskultasi: Bising usus negatifc. Palpasi: Perut
terasa tegang, teraba massa kenyal, ukuran besar,
tidakberbenjol-benjol, permukaan rata, tidak nyeri, tidak bisa
digerakkan d. Perkusi: terdengar suara pekak
PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan Laboratorium Darah (tanggal
10 Juli 2014)Jenis pemeriksaanNilai normalHasil pasien
Golongan darahB
Hb11.0-16.5 g/dl11.4 g/dl
Eritrosit3.8-5.8 x 106 /uL3.67 x 106 /uL
Ht35.0-50.0%33.7%
MCV80-97 fl91.8 fl
MCH26.5-33.53 pg31.1 pg
MCHC31.5-35.0 g/dl33.8 g/dl
RDW-CV10-15 %15.3%
Leukosit4-11 x 103 /uL9.49 x 103 /uL
Eosinophil0-4 %0%
Basophil0-1 %0.1%
Neutrophil46-75 %92.5%
Limfosit17-48 %3.0%
Monosit4-10 %4.4%
Trombosit150-450 x 103 /uL196 x 103 /uL
Natrium135-147 meq/l137 meq/l
Kalium3.5-5.0 meq/l3.5meq/l
Chlor94-111 meq/l98 meq/l
Total protein6.6-8.7 g/dl6.5 g/dl
Albumin3.4-4.8 g/dl3.2 g/dl
Globulin 1.3-2.7 g/dl3.3 g/dl
Amylase 28-100 U/L62 U/L
Lipase13-60 U/L56 U/L
2. Pemeriksaan Patologi Anatomi (tanggal 22 Mei
2014):Makroskopis: terima 1 botol berisi buah jaringan ukuran
1,5x2x1 cm, warna keabuan, keras padat, sebagian cetak 2 kop 1
set.Mikroskopis: mengandung sel tumor yang tersusun fibrilar. Sel
tumor pleomorfik sampai bizare, inti spindle berbentuk kromatin
inti kasar, smudge, anak inti kadang terlihat, sitoplasma sedikit.
Mitosis sulit ditemukan. Stroma berupa matriks fibriler, tampak
daerah yang mengalami kolagenasi dimana sel tumor terjepit diantara
daerah tersebut, dan proliferasi pembuluh darah.Kesimpulan:
pleomorfik sarcoma dengan DD/ Malignant peripheral nerve sheath
tumor3. Pemeriksaan Imunohistokimia (tanggal 24 Juni 2014)Hasil
imunohistokimia: vimentin: positif: Ki67: 74 menitJenis Anestesi:
GA-OTKAnestesi dengan: Recofol, sevofluran, O2, dan N2OMuscle
relaxant: TramusTekhnik Anestesi: SCCS (Semi-Closed Circuit System)
Induksi intravena Intubasi oral ETT no. 7.5, kingking, cuffed (+)
Pemeliharaan inhalasiRespirasi: KendaliPosisi: SupineInfus:
GelofusinPremedikasi: Vomceran, fentanyl, sedacumMedikasi: Recofol,
tramus
Pasien ditidurkan pada meja pembedahan kemudian dilakukan
pemasangan alat-alat monitoring anestesi berupa elektroda EKG,
sfigmomanomenter digital, dan pulse oksimeter. Sebelum dilakukan
pembiusan, pada pukul 07.45 WIB diberikan premedikasi secara
intravena berupa vomceran 8 mg, fentanyl 100 mcg, dan sedacum 5 mg.
Penggunaan obat premedikasi bertujuan untuk menghilangkan rasa
nyeri dan membuat pasien tertidur sehingga menimbulkan rasa nyaman
serta mempermudah induksi dengan menghilangkan rasa khawatir.
Pasien juga diberikan cairan gelofusin secara intravena
guyur.Pasien kemudian dengan keadaan tetap terlentang pada meja
operasi dan tangan disanggah oleh penyangga tangan dan kemudian
dokter anestesi berada pada posisi di belakang kepala pasien,
menyungkup pasien dengan O2 dan N2O dengan perbandingan 2:3 sambil
melakukan bagging dan menyetel mesin anestesi dengan Vt dan
frekuensi pernapasan yang sesuai dengan berat badan pasien. Berikut
penghitungannya:Vt (volume tidal)= 6-8 L/kgBB= 8 x 65= 520 L,
dijadikan pembulatan menjadi 500 L
Frekuensi pernapasan= 100 cc/kgBB / VT= 100 x 65 / 500=
13x/menitTI : TE= 1 : 2Pada pukul 07.47 posisi pasien terlentang
dengan leher diekstensikan di atas meja operasi dan telah diberi
sevofluran 8 vol% dengan sungkup muka yang telah dihubungkan dengan
mesin dan di bagging sekitar 2 menit, lalu diubah menjadi 3 vol%
selama 1 menit, untuk menekan pengembangan paru dan juga menunggu
kerja dari pelemas otot sehingga mempermudah dilakukannya
intubasi.Pemasangan ETT pada pasien ini:1. Mulut pasien dibuka
dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang dengan tangan
kiri2. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kanan bibir dan
lapangan pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam
rongga mulut. Gagang diangkat ke atas dengan lengan kiri dan akan
terlihat uvula, faring dan epiglotis.3. Ekstensi kepala
dipertahankan menggunakan tangan kanan.4. Epiglotis diangkat
sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan
berbentuk huruf V.5. Ambil ETT kingking no. 7.5 dengan tangan kanan
dan ujungnya dimasukkan melewati pita suara sampai balon pipa tepat
melewati pita suara.6. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan
tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi.7. Balon pipa
dikembangkan dan daun laringoskop dikeluarkan8. Lakukan auskultasi
dada dengan steteskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama.
Pastikan dada mengembang saat diberikan ventilasi9. Selanjutnya
pipa difiksasi dengan plester.Setelah ETT masuk dengan benar, lalu
dialirkan sefofluran 3 vol%, oksigen 500 ml/menit dan N2O 500
ml/menit dan respirasi dikontrol dengan mesin yang volume tidalnya
sudah disesuaikan pada penghitungan sebelumnya diatas. Berikutnya
diberikan obat medikasi berupa tramus sebagai muscle relaxant dan
recofol yang merupakan golongan semua kondisi vital seperti tekanan
darah, nadi, dan saturasi oksigen dalam keadaan yang baik, maka
dimulailah pencacatan kondisi pasien dan dosis sevofluran 3%.
Berikut merupakan cacatan keadaan pasien
intra-anestesi:WaktuSaturasiTekanan darah (mmHg)Nadi
(x/menit)Keterangan
07.4599%75/3878Premedikasi, IV:vomceran 8 mgfentanyl 100
mcgsedacum 5 mg
07.5099%78/4578Anestesi GA-OTKTramus 50 mgRecofol 100
mgSefofluran 3 vol% - O2 N2O
07.5599%77/4677-
08.0099%76/5075-
08.0599%78/5576-
08.1099%76/5477-
08.1599%76/5774-
08.2099%75/5473-
08.2599%76/5572-
08.3099%75/5670-
08.3599%76/5868Operasi dimulai
08.4099%74/5269-
08.4599%78/6067Sevofluran 2 vol%
08.5099%79/6264-
08.5599%84/6465-
09.0099%85/6566-
09.0599%83/6865-
09.1099%79/5969-
09.1599%80/6870-
09.2099%80/6478-
09.2599%75/6576-
09.3099%74/6677-
09.3599%76/6875-
09.4099%75/6577-
09.4599%75/6576-
09.5099%74/6677Operasi berakhirSefofluran stop
09.5599%76/6576Ekstubasi
10.0099%76/6875-
KEBUTUHAN CAIRAN PASIENDiketahui: Puasa selama 8 jam BB 65 kg
Jenis operasi besarKebutuhan cairan basal= (4x10) + (2x10) +
(1x45)= 20+40+45= 105 cc/jamKebutuhan cairan puasa= lama puasa x
kebutuhan cairan basal= 8 jam x 105 cc/jam= 840 cc/jamKebutuhan
cairan operasi= jenis operasi besar (8 cc/kgBB/jam)= 8 x 65kg= 520
cc/jamJumlah kebutuhan cairan= 105 cc + 840 cc + 520 cc= 1465
cc
PEMBERIAN CAIRAN PASIENJam ke-1= 50% x 1465 = 732.5 ccJam ke-2=
25% x 1465 = 366.25 ccJam ke-3= 25% x 1465 = 366.25 ccCairan yang
telah masuk selama operasi dengan durasi 74 menit : Gelofusin 5
kolf (2500cc) dan Asering 1 kolf (500cc).
KEADAAN AKHIR PEMBEDAHANTekanan Darah: 76/68 mmHg Nadi:
75x/menitSaturasi: 100%Mual: (-)Muntah: (-)Sianosis: (-)Sadar:
(-)Pasien dibawa ke recovery room pada pukul 10.00 WIB. Selama di
recovery room pasien tidak menggigil dan tidak mengeluh kedinginan,
pada perabaan keempat ektremitas teraba hangat. Dilakukan
pemantauan terhadap kelancaran aliran cairan irigasi buli-buli
untuk mencegah adanya sumbatan pada keteter urin akibat bekuan
darah.Pemulihan Kesadaran Aldrete Score:Nilai210
Warna Merah muda (pink) tanpa O2, SaO2 > 92%Pucat atau
kehitaman perlu o2 agar SaO2 > 90%Sianosis dengan O2, Sao2 tetap
< 90%
RespirasiDapat napas dalam dan batukNapas dangkalUdara
adekuatApnu atau obstruksi
KardiovaskularTekanan darah berubah 50%
KesadaranSadar, Siaga, orientasi baikBangun namun cepat tidurTak
dapat dibangunkan
Aktivitas4 ekstremitas bergerak2 ekstremitas bergerakTak ada
ekstremitas bergerak
Total skor: 4, pasien ditransfer ke ruang ICU.
BAB IVTINJAUAN PUSTAKA
ANASTESI UMUMAnastesi umum adalah suatu tindakan untuk
menghilangkan nyeri secara sentral disertai dengan hilangnya
kesadaran dan bersifat pulih kembali. Anastesi memungkinkan pasien
untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan menimbulkan rasa sakit
yang tak tertahankan, mempotensiasi eksaserbasi fisiologis yang
ekstrim, dan menghasilkan ingatan yang tidak menyenangkan.Tujuan
dari anastesi yaitu:1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran2.
Analgesia: hilangnya respon terhadap rasa sakit3. Relaksasi otot
rangkaPemilihan cara anastesi dilihat dari beberapa factor yaitu:
Umur : bayi dan anak-anak paling cocok dengan anastesi umum. Status
fisik: riwayat penyakit dan operasi. Hal ini untuk melihat apakah
terdapat komplikasi yang muncul. Selain itu dapat juga kita lihat
dari adanya gangguan kardiorespirasi, kegelisahan pada pasien,
ataupun pasien yang obesitas. Posisi pembedahan Keterampilan dan
kebutuhan dokter pembedahan Keterampilan dan pengalaman dokter
anastesi Keinginan pasien
Tahapan Tindakan Anastesi Umum1. Penilian dan Persiapan Pra
AnastesiPersiapan prabedah yang kurang merata merupakan factor
terjadinya kecelakaan dalam anatesi. Sebelum pasien dibedah
sebaiknya dilakukan kunjungan pasien terlebih dahulu sehingga pada
waktu pasien dibedah dalam keadaan bugar. Tujuan dari kunjungan
tersebut adalah untuk mengurangi angka kesakitan operasi,
mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan.
1.1 Penilaian pra bedahAnamnesisRiwayat tentang apakah pasien
pernah mendapat anastesi sebelumnya sangatlah penting untuk
mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus,
misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal, atau sesak
nafas pasca bedah, sehingga dapat dirancang anastesi berikutnya
dengan lebih baik. Beberapa penelitian sebelumnya menganjurkan obat
yang kiranya menimbulakn masalah dimasa lampau sebaiknya tidak
digunakan kembali, misalnya halotan sebaiknya tidak digunakan dalam
waktu 3 bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe berkepanjangan
juga jangan diulang. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan sejak
1-2 hari sebelum operasi.Pemeriksaan fisikPemeriksaan gigi,
tindakan buka mulut, ukuran lidah sangat penting untuk diketahui
apakah menyulitkan pada saat pemasangan laringoskop dalam tindakan
intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan tindakan
intubasi. Pemeriksaan umum seperti inpeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi secara sistemik tidak boleh dilupakan.Pemeriksaan
laboratoriumPemeriksaan laboratorium hendaknya atas indikasi yang
tepat sesuai dengan penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan
yang dilakukan meliputi pemeriksaan darah rutin dan urinalisis.
Pasien yang usianya diatas 50 tahun dianjurkan untuk pemeriksaan
EKG dan foto thoraks.Kebugaran untuk anastesiOperasi elektif booleh
ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan untuk mempersiapkan
pasien dalam keadaan bugar, berbeda dengan operasi cito dimana
penundaan dengan alas an yang tidak perlu harus
dihindariKlasifikasi status fisikKlasifikasi yang digunakan untuk
menilai kebugaran fisik seseorang adalah yang berasal dari The
American Society of Anasthesiologist (ASA). Klasifikasi fisik ini
bukan alat perkiraan resiko anastesi karena efek samping anastesi
tidak bisa dipisahkan dari efek samping pembedahan. Berikut
klasifikasi ASA: Kelas I: pasien sehat organik, fisiologik,
psikiatri, biokimia Kelas II: pasien dengan penyakit sistemik
ringan atau sedang Kelas III: pasien dengan penyakit sistemik
berat, sehingga akttivitas rutin terbatas Pasien dengan penyakit
sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya
merupakan ancapan kehidupannya setiap saat Kelas V: pasien sekarat
yang diperkirakan dengan atau tanpa pemebedahan hidupnya tidak akan
lebih dari 24 jam Kelas VI: pasien yang sudah dinyatakan mengalami
kematian batang otak dan dilakukan pemebedahan untuk diambil
organnya dalam proses donor organ.Masuka oralReflex laring
mengalami penurunan selama anastesi. Regurgitasi isi lambung dan
kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan resiko utama
pasien-pasien yang menjalani anastesi. Untuk meminimalkan risiko
tersebut, semua pasien yang dijadwalkanuntuk operasi elektf dengan
anastesi harus dipuasakan selama periode tertentu sebelum dilakukan
induksi anastesi. Pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak-anak
puasa 4-6 jam, dan bayi puasa 3-4 jam. Makanan tak berlemak
diperbolehkan 5 jam sebelm induksi anastesi. Minuman bening, air
putih, air the diperbolehkan hingga 3 jam dan untuk keperluan minum
obat keperluan air putih dalam jumlah tertentu diperbolehkan hingga
1 jam sebelum induksi anastesi.1.2 PremedikasiSebelum pasien diberi
obat anastesi, langkah selanjutnya adalah dilakukan premedikasi
yaitu pemberian obat sebelum induksi anastesi diberikan dengan
tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anastesi
diantaranya: menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, memudahkan atau
memperlancar induksi, mengurangi jumlah obat-obat anastesi, menekan
refles-refleks yang tidak diinginkan (mual-muntah), mengurangi
sekresi kelenjar saliva dan lambung, mengurangi rasa sakit. Waktu
dan cara pemberian premedikasiPemberian obat secara subkutan tidak
akan efektif dalam 1 jam, secara intramuscular minimum harus tunggu
40 menit. Pada kasus yang sangat darurat dengan waktu tindakan
pembedahan yang tidak pasti, pemberian obat-obatan dapat dilakukan
secara intravena. Obat akan sangat efektif sebelum induksi. Semua
obat premedikasi bila diberikan secara intravena dapat menyebabkan
sedikit hipotensi kecuali atropine dan hoisin. Hal ini dapat
dikurangi dengan pemberian secara perlaha-lahan dan
diencerkan.Obat-obatan yang sering digunakan Analgetik narkotik:
petidin (dosis 1-2 mg/kgBB), morfin/MO (dosis 0,1 mg/kgBB),
fentanyl (dosis 1-3 mcg/kgBB) Hipnotik: ketamine (dosis 1-2
mg/kgBB), pentotal (dosis 4-6 mg/kgBB) Sedative: diazepam/valium
(dosis 0,1 mg/kgBB), midazolam/sedacum (dosis 0,1 mg/kgBB)
Propofol/recofol (dosis 2,5 mg/kgBB), DBP (dosis 0,1 mg/kgBB)
Antimimetik: sulfas atropine (dosis 0,001 mg/kgBB), DBP, narfoz,
rantin, primperan, vomceran (dosis 4 mg/ 8 mg), granon (dosis 3
mg)
2. Induksi Anastesi Suatu tindakan membuat pasien dari sadar
menjadi tidak sadar, sehingga memungkinkan dimulainya anastesi dan
pembedahan. Induksi dapat dikerjakan secara intravena, inhalasi,
IM, atau rectal. Setelah pasien tertidur akibat induksi anastesi,
maka dilanjutkan dengan pemeliharaan anastesi sampai tindakan
pembedahan selesai.Untuk persiapan induksi anastesi diperlukan
STATICSS: Scope, yaitu stetoskop dan laringoskopT: Tubes, yaitu
endotrakeal tube kingking no. 7.5A: Airway, guedelT: Tapes
(plester)I: Introducer, mandren atau stilet (tidak digunakan pada
pasien ini)C: Connector, penyambung alat pipa dan peralatan
anesthesiaS: Suction, untuk menyedot lendir, darah, dll2.1 Induksi
intravenaPaling banyak diklakukan. Induksi intravena dikerjakan
dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat
induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan antara 30-60 detik.
Selama induksi anastesi, pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah
harus diawasi dan berikan oksigen.Obat-obat induksi intravena
Thiopental (pentotal, tiopenton amp 500 mg atau 1000 mg. sebelum
digunakan harus dilarutkan dalam aquabides steril sampai kepekatan
2,5% (1 ml=25 mg), hanya boleh digunakan untuk intravena dengan
dosis 3-7 mg/kgBB disuntikkan perlahan-lahan dan dihabiskan dalam
waktu 30-60 detik. Penyuntikan thiopental menyebabkan pasien dalam
kondisi sedasi, hypnosis, anastesia atau depresi napas. Thiopental
menurunkan aliran darah ke otak, tekanan liquor, tekanan
intracranial dan dapatkan melindungi otak akibat kekurangan
oksigen. Dosis rendah bersifat anti-analgesi. Propofol (recofol)
Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat
isotonic dengan kepekatan 1% (1ml = 1o mg). suntikan intravena
sering menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat
diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena. Dosis bolus untuk induksi
2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesia intravena total 4-12
mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg.
pengenceran hanya boleh dengan dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan untuk
anak < 3 tahun dan pada wanita hamil. Ketamin (ketalar) Kurang
digemari karena sering menimbulkan takikardia, hipertensi,
hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan
mual-muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk. Sebelum pemberian
sebaiknya diberikan sedasi midazolam (dormikum) atau diazepam
(valium) dengan dosis0,1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi
salvias diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg. Dosis bolus 1-2 mg/kg
dan untuk intramuscular 3-10 mg. ketamin dikemas dalam cairan
bening kepekatan 1% (1ml = 10mg), 5% (1 ml = 50 mg), 10% ( 1ml =
100 mg). Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) Diberikan
dosis tinggi. Tidak menggaggu kardiovaskular, sehingga banyak
digunakan untuk induksi pasien dengan kelianan jantung. Untuk
anestesia opioid digunakan fentanil dosis 20-50 mg/kg dilanjutkan
dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.2.2 Induksi intramuscularSampai
sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara
intramuskulardengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien
tidur.2.3 Induksi inhalasi N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous
oxide, dinitrogen monoksida) berbentuk gas, tak berwarna, bau
manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara.
Pemberian harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat anastetik lemah,
analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri
menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan
sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik lain
seperti halotan. Halotan (fluotan) Sebagai induksi juga untuk
laringoskop intubasi, asalkan anestesinya cukup dalam, stabil dan
sebelum tindakan diberikan analgesi semprot lidokain 4% atau 10%
sekitar faring laring. Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas,
menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi, bradikardi,
vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard, dan
inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesi lemah, anestesi
kuat. Halotan menghambat pelepasan insulin sehingga mininggikan
kadar gula darah. Enfluran (etran, aliran) Efek depresi napas lebih
kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif disbanding
halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halotan,
tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap
otot lurik lebih baik disbanding halotan. Isofluran (foran, aeran)
Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian
aliran darah otak dan tekanan intracranial dapat dikurangi dengan
teknik anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan
untuk bedah otak. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung
minimal, sehingga digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan
banyak digunakan pada pasien dengan gangguan koroner. Desfluran
(suprane) Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%),
bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek
depresi napasnya seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan
napas atas sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi.
Sevofluran (ultane) Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat
dibandingkan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang
jalan napas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi
disamping halotan.2.4 Pelumpuh Otot Nondepolarisasi Tracurium 20 mg
(Antracurium) Berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik,
tetapi tidak menyebabkna depolarisasi, hanya menghalangi
asetilkolin menempatinya, sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja.
Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasi
selama 20-45 menit, kecepatan efek kerjanya -2 menit. Tanda-tanda
kekurangan pelumpuh otot: Cegukan (hiccup) Dinding perut kaku Ada
tahanan pada inflasi paru3. Rumatan Anastesi (Maintainance)Dapat
dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total) atau dengan
inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi. Rumatan anestesi
mengacu pada trias anestesi yaitu tidur rinan (hypnosis) sekedar
tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah
tidak menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.
Rumatan intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi,
fentanil 10-50 g/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur
dengan analgesia cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi
pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid
dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infuse propofol 4-12
mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena, pelumpuh
otot dan ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi
dengan udara + O2 atau N2O + O2. Rumatan inhalasi biasanya
menggunakan campuran N2O dan O2 dengan perbandingan 3:1 ditambah
halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran 2-4 vol% atau
sevofluran 2-4% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu
atau dikendalikan.4. Tatalaksana Jalan NafasHubungan jalan napas
dan dunia luar melalui 2 jalan: Hidung Menuju nasofaring Mulut
Menuju orofaring. Hidung dan mulut dibagian depan dipisahkan oleh
palatum durum dan palatum molle dan dibagian belakang bersatu di
hipofaring. Hipofaring menuju esophagus dan laring dipisahkan oleh
epiglotis menuju ke trakea. Laring terdiri dari tulang rawan
tiroid, krikoid, epiglotis dan sepasang aritenoid, kornikulata dan
kuneiform.A. Manuver tripel jalan napasTerdiri dari:1. Kepala
ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.2. Mandibula didorong ke
depan pada kedua angulus mandibula3. Mulut dibukaDengan maneuver
ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas, sehingga gas
atau udara lancer masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.B. Jalan
napas faringJika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat
dipasang jalan napas mulut-faring lewat mulut (oro-pharyngeal
airway) atau jalan napas lewat hidung (naso-pharyngeal airway).C.
Sungkup mukaMengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi
atau system anestesi ke jalan napas pasien. Bentuknya dibuat
sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk bernapas spontan
atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke
trakea lewat mulut atau hidung.D. Sungkup laring (Laryngeal
mask)Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa
besar berlubang dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya
dapat dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa trakea. Tangkai
LMA dapat berupa pipa kerasdari polivinil atau lembek dengan spiral
untuk menjaga supaya tetap paten.Dikenal 2 macam sungkup laring:1.
Sungkup laring standar dengan satu pipa napas2. Sungkup laring
dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya pipa
tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan esophagus.E. Pipa
trakea (endotracheal tube)Mengantar gas anestesi langsung ke dalam
trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar polivinil-klorida.
Pipa trakea dapat dimasukan melalui mulut (orotracheal tube) atau
melalui hidung (nasotracheal tube).F. Laringoskopi dan
intubasiFungsi laring ialah mencegah bedan asing masuk paru.
Laringoskop merupakan alat yang digunakan untuk melihat laring
secara langsung supaya kita dapat memasukkan pipa trakea dengan
baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua macam laringoskop:1.
Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa2.
Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa.Klasifikasi
tampakan faring pada saat membuka mulut terbuka maksimal dan lidah
dijulurkan maksimal menurut Mallapati dibagi menjadi 4
gradasi:Gradasi Pilar faringUvulaPalatum Molle
1+++
2-++
3--+
4---
Indikasi Intubasi TrakeaIntubasi trakea ialah tindakan
memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glottis,
sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea
antara pita suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi
dan umumnya digolongkan sebagai berikut:1. Menjaga patensi jalan
napas oleh sebab apapun.2. Mempermudah ventilasi positif dan
oksigenasi, misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan
relaksan dengan efisien, ventilasi jangka panjang.3. Pencegahan
terhadap aspirasi dan regurgitasiKesulitan Intubasi1. Leher pendek
berotot2. Mandibula menonjol3. Maksila/gigi depan menonjol4. Uvula
tak terlihat5. Gerak sendi temporo-mandibular terbatas6. Gerak
vertebra servikal terbatasKomplikasi Intubasi1. Selama intubasia.
Trauma gigi geligib. Laserasi bibir, gusi, laringc. Merangsang
saraf simpatisd. Intubasi bronkuse. Intubasi esophagusf. Aspirasig.
Spasme bronkus2. Setelah ekstubasia. Spasme laringb. Aspirasic.
Gangguan fonasid. Edema glottis-subglotise. Infeksi laring, faring,
trakeaEkstubasi1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar
sadar, jika:a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitanb. Pasca
ekstubasi ada risiko aspirasi2. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya
pada anestesi sudah ringan dengan catatan tak akan terjadi spasme
laring.3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring
dari sekret dan cairan lainnya.
BAB VKESIMPULAN
Pasien bernama Tn. Kassa didiagnosis Liposarkoma Intraabdomen,
setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan status
ASA III sehingga penyakit yang dideritanya merupakan penyakit
sistemik berat yang mengakibatkan keterbatasan aktivitas fisik dan
jika dibiarkan akan berdampak buruk terhadap kondisi pasien. Selama
proses pembedahan berlangsung tidak ditemukan adanya permasalahan
berarti baik dari pemedahan maupun dari anastesi, namun pada saat
pengangkatan akan dilakukan ternyata tumor yang berada pada
intraabdomen pasien menempel pada bagian tulang belakangnya.
Kondisi tersebut membuat dokter ahli bedah digestive memutuskan
untuk tidak melanjutkan operasi dan menutup kembali abdomen yang
sudah disayat. Selama proses pembedahan, keseimbangan cairan pasien
tidak ada masalah, cairan tubuh tidak mengalami gangguan.Pada saat
proses operasi telah selesai, pasien dipindahkan ke ruang recovery,
namun kondisi pasien masih dalam pengawasan. Setelah itu pasien
dibawa ke ruang ICU untuk dipantau lebih lanjut. Karena kondisi
yang semakin memburuk maka pasien dibawa ke ruangan HCU. Dari hasil
penilaian dari anastesi dapat disimpulkan bahwa proses anastesi
berlangsung baik tanpa adanya komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk praktis
anastesiologi, edisi kedua. Jakarta: Bagian anastesiologi dan
terapi intensif FKUI; 2002.2. Goodman & Gillman. Dasar
farmakologi dan terapi, edisi sepuluh. Jakarta: EGC3. Mangku G, Gde
AST. Ilmu anastesi dan reminasi. Jakarta: PT. Macan Jaya Cemerlang.
2010.p.24-36.4. De WJ, Sessler DI. Perioperative shivering:
physiology and pharmacology. Anesthesiology 2002; 96(2): 467-84.5.
Smith T, Pinnock C, Lin T. fundamentals of anesthesia. 3rd. Post
operative management. Cambridge: Cambridge University Press.
2009;67.S