BAB I NAPAK TILAS BERDIRINYA KABUPATEN LOMBOK UTARA A. SEJARAH
KABUPATEN LOMBOK UTARA (KLU) Kabupaten Lombok Utara pada awalnya
merupakan bagian dari Kabupaten Lombok Barat, Berdasarkan undang
undang pemerintah Negara Indonesia Timur (NIT) Nomor 44 1950 pasal
I ayat (1), Wilayah administratif Lomok Barat Membawahi Wilayah
Administratif kedistrikan Ampenan Barat, Ampenan Timur, tanjung
Bayan, Gerung, Asisten Kedistrikan Gondang dan kepunggawan
Cakranegara. Demikian juga halnya ketika lahirnya UndangUndang
Nomor 69 Tahun 1958 tentang pembentukan wilayah daerah Tk. II Dalam
wilayah daerah Tk. I Bali, NTB dan NTT, wilayah lombok utara tetap
menjadi bagian dari Kabupaten Lombok Barat. Seiring dengan
terjadinya perkembangan yang menuntut pelayanan pemerintah yang
maksimal di berbagai daerah, dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1993 Kabupaten Lombok Barat di Mekarkan menjadi 2 (dua) daerah
otonom yaitu kabupaten Lombok barat sendiri sabagai daerah induk
dan daerah mataram sebagai daerah pemekaran. Sebagai konsekwensi
dari terbentuknya pemerintah kota Mataram maka pada tahun 2000
dengan peraturan pemerintah Nomor 62 Tahun 2000 ibukota Lombok
Barat di pindakan dari Mataram ke Gerung. Kenyataan ini
mengakibatkan semakin jauhnya rentang kendali pemerintahan
Kabupaten Lombok Barat, terutama terhadap 5 (lima) Kecamatan yang
berada di Lombok Barat bagian Utara. Kondisi inilah yang menyentak
kesadaran dan membangkitkan semangat masyarakat Lombok Utara untuk
mewujudkan cita-citanya yang lama terpendam yaitu membentuk
Kabupaten Lmbok Utara. Untuk mewujudkan cita-cita masyarakat Lombok
Utara tersebut Di bentuklah Komite pemekaran kabupaten Lombo Barat
dengan Keputusan Bupati No 582/93/PEM/2003 yang bertugas
mengkoordinasikan seluruh kegiatan dalam rangka persiapan
persyaratan pemekaran Kabupaten Lombok Barat. Dalam perjalanan
komite tersebut tidak dapat menjalankan tugas tersebut sebagai mana
mestinya, sehingga atas dasar aspirasi berbagai komponen masyarakat
Lombok Utara termasuk mahasiswa yang tergabung dalam forum
komunikasi Mahasiswa Lombok Utara (FKMLU), pada tahun 2005
Kepengurusan komite Pemekara Kabupaten Lombok Barat tersebut di
sempurnaan melalui Keputusan Bupati Lmbok Barat Nomor
02/03/pem/2005 dengan Ketua Umum H.DJOHAN
SJAMSJU,SH dan DATU RAHDIN DJAYAWANGSA,SH sebagai sekretaris
umum, selain menetapkan komitepemekaran Kabupaten Lombok Batar,
dalam keputusan Bupati tersebut juga di tetapkan Tim pengkajian
pemekaran Kabupaten Lombok Barat, maka tersunsunlah hasil kajian
pembentukan Kabupaten Lombok Barat yang menyimpulkan bahwa Lombok
Utara dari sisi teknis kewilayahan dan administratif memenuhi
syarat untuk di tetapkan sebagi otonmi baru, berdasarkan kajian
tersebut, komite segera menindaklanjuti dengan mengajukan
permohonan rekimendasi dan persetujuan pembentukan kabupaten Lombok
Utara kepada pemerintahan daera secara berjenjang, pemerintah
Pusat, DPD RI dan DPR RI melalui penggunaan hak inisiatif DPR.
Komunikasi aktif yang di bangun komite sacara formal maupun non
formal, baik lisan maupun tetulis serta secara lansung maupun tidak
lansung, menghasilkan rekomendasi dan atau persetujuan yang di
perlukan untuk memenuhi persyaratan pembentukan darah itonomi baru.
Setelah melalui pesoses pembahasan yang cukup panjang di komisi II
DPR Badan Legislasi Nasional(Balegnas), Dewan Perwakilan Daerah dan
Panitia Musyawarah DPR republik Indonesia, akhirnya usul pemekaran
Kabupaten Lombok Barat di tindak lanjuti dengan mengadakan
pembahaan rancangan UNdang-Undang tentang pembentukan Kabupaten
Lombok Utara. Usulan pembahasan ini tertuang dalam surat ketua
DPR-RI nomor R.U.02/8231/DPR-RI/2007 yang selanutnya mendapat
persetujuandari Peresiden republik Indonesia dengan surat Peresiden
Republik Indinesia Nomor R.68/pres/12/2007 tanggal 10 Desember
2007. Dalam sidang paripurna tanggal 24 juni 2008, DPR-RI
menyetujui rancangan UndangUndang (RUU) tentang pembentukan
Kabupaten Lombok Utara di Provinsi Nusa Tenggara Barat menjadi
Undang-Undang yang selanjutnya disyahkan oleh Peresiden Republik
Indonasia menjadi Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2008 pada tanggal
21 juli 2008 dan menempatkan dalam lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2008 Nomor 99 tentang Pembentukan Kabupaten Lombok
Utara di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Oleh karena itu secara
yuridis Kabupaten Lombok Utara terbentuk pada tanggal 21 juli 2008
dan diperingati setiap tahun oleh pemerintah dan masyarakat Lombok
Utara sebagai Hari Ulang Tahun Kabupaten Lombok Utara. Sesuai
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2008 tentang pembentukan Kabupaten
Lombok Utara di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Lombok
Utara Memilki luas
809,53km, ibu kota di tetapkan di Tanjung dan cakupan wilayah
terdiri dari 5 (lima) kecamatan, Yaitu Kecamatan Bayan,Kecamatan
Gangga, Kecamatan Tanjung, Kecamatan Kayangan Dan Kecamatan
Pemenang dan Batas-batas: Sebelah Utara Sebelah selatan Sebelah
Timur Sebelah Barat : Laut Jawa; : Kab. Lombok Barat dan Kab.
Lombok Tengah; : Kab. Lombok Timur; dan : Selat Lombok.
Sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2008
tentang Pembentikan Kabupaten Lombok Barat di Provinsi Nusa
Tenggara Barat, maka dengan keputusan Mentri Dalam Negri Nomor
131.52.1001 tentang pengankatan Pejabat Bupati Lombok Utara di
Provinsi Nusa Tenggara Barat tanggal 24 Desember 2008, Drs.H.L
Bakri di tetapkan sebagai pejabat Bupati Lombok Utara pertama dan
Pelantikannya di laksanakan bersamaan dengan peresmian Kabupaten
Lombok Utara. Peresmian Kabupaten Lombok Utara dan Pelantikan
Pejabat Bupati Lombok Utara di lakukan oleh Mentri dalam Negri atas
Nama Presiden Republik Indinesia pada tanggal 30 Desember 2008 di
Mataram B. PEMERINTAH DAN KEPENDUDUKAN Secara administrative
Kabupaten Lombok Utara terdiri atas 322 dudun,33 desa yang tersebar
di 5(lima) kecamatan. Jumlah penduduk selalu mengalami perubahan
setiap tahunnya. Mobilitas penduduk di tantai dengan adanya
migrasi, kelahiran dan kematian. Pertumbuhan penduduk di kabupaten
Lombok Utara menunjukakan penambahan dari tahun 2005-2007 mencapai
3,77%.jumlah penduduk Kabupaten Lombok Utara tahun 2005-2007
sebagaimana tabel berikut Tahun 2005 2006 2007 DASAR HUKUM:
(Keputusan Bupati Lombok Utara Nomor 8 Tahun 2009,tanggal 27 April
2009) TIOQ TATA TUNAK Jumlah Penduduk 194.168 204.588 207.998
SESANTI TIOQ TATA TUNAQ MERUPAKAN CERMINAN KEPERIBADIAN KERJA
MASYARAKAT LOMBOK UTARA DENGAN PENJELASAN KONSEPSIONAL SEBAGAI
BERIKUT: TIOQ BERARTI: TUMBUH YANG BERMAKNA
DAN
BAHWA
MASYARAKAAT LOMBOK
UTARA MENERIMA ANUGRAH DARI TUHAN
YANG MAHA KUASA SEBAGAI MODAL DASAR YANG HARUS DI SYUKURI DAN DI
PERTANGGUNG JAWABKAN SEGALA SESUATU YANG MELEKAT PADA DIRI
SESEORANG YANG MENUNJANG KEHIDUPAN ADALAH ANUGRAH DARI TUHAN YANG
MAHA ESA YANG TUMBUH PADA LAHAN RAHIM-KASIH SAYANGNYA. TIDAK
MUNGKIN ADANYA SESUATU TANPA KASIH SAYANG TUHAN YANG MAHA ESA TATA
BERAARTI ATUR, DALAM DAN SEGALA KONTEKS SUMBER INIBERMAKNA DAYA
YANG DI
MENGELOLAKEHIDUPAN
ANUGRAHKAN OLEH TUHAN DENGAN BERTANGGUNG JAWAB KEPADA TUHAN DAN
GENERASI MENDATANG SERTA DIORIENTASIKAN UNTUK MEMBANGUN
KESEJAHTRAAN BERSAMA, TATA JUGA MENGANDUNG MAKNA SISTEM YANG DI
ANGUN UNTUK MEMBANGUH HARMONI ANTARA MANUSIA DENGAN SESAMA,MAMNUSIA
DENGAN ALAM DAN MANUSIA DENGAN TUHAN TUNAQ,BERARTI MENYAYANGI,
MEMELIHARA, MENDAYAGUNAKAN SECARA MAKSIMAL,TIDAK MENYIA-NYIAKAN
SELURUH POTENSI DAN SUMBER DAYA YANG DI ANUGRAHKAN BAIK YANG
MELEKAT PADA INDIVIDU MAUPUN SUMBER DAYA BUDAYA, SOSIAL DAN SUMBER
DAYA ALAM.
BAB II SEJARAH SUKU BANGSA SASAK A. PENGERTIAN KATA SASAK
Sukubangsa sasak merupakan penduduk asli pulau Lombok .
Berdasarkan berbagai sumber lisan dan tulisn ( lontar dan babad ) ,
terdapat berbagai nama untuk menyebut pulau Lombok . Dalam Negara
Kertagama ( Decawarana ) , Lombok Mirah untuk menyeut Lombok Barat
, dan Sasak unutk menyebut Lombok Timur . Sedangkan dari sumber
lisan , pulau ini di namakan sasak , oleh karena pulau ini zaman
dulu di tumbuhi hutan belantara yang sangat rapat dan merupakan
didnding . Dari kata Seksek inilah timbul nama Sasak untuk pulau
ini . Menurut Dr. R. Goris , kata sasak berasal dari bahasa
Sansekerta dari kata Sahsaka . Kata Sah yang berarti pergi , sedang
kata saka berarti asal . Jadi, Sahsaka berarti orang yang pergi
dari Negara asala dengan memakai rakit sebagai kendaraan dari jawa
dan mengumpul di Lombok . Pendapat Goris ini dapat di buktikan
dengan silsilah para bangsawan , hasil sastra tertulis yang di
gubah dalam bahasa jawa Madya dan huruf Jejawen ( huruf sasak ).
Pendapat ahli lain yakni Teeuw menyatakan bahwa Sasak berasal dari
keadaan penduduk asli pulau ini yang memakaki kain tembasaq ( kain
putih ) . Perulangan dari kata tembasaq menjadi saqsaq = sasak (
Depdikbud , 1988:9-10 ) . Lebih lanjut , P. De Roo De La Faille
mengatakan bahwa kerajaan sassak berada di bagian barat daya dari
pulau Lombok . Sedangkan sebuah brosur yang di tulis oleh Kanda
Ditjen Kebudayaan Propinsi Bali , menyatakan bahwa di pujungan
Tabanan Bali terdapat sebuah tongtong perunggu yang di keramatkan
penduduk . Tongtong itu bertuliskan huruf kwadrat yang bunyinya :
Sasak dana prihan , srih jayanira . Artinya , benda ini adalah
pemberian dari orang orang sasak . Tongtong itu di tulis setelah
anak Wungsu , jadi kira kira pada awal abad ke- 12 Depdikbud ,
1988: 10 ) . Kerajaan Sasak di perkirakan berdiri antara abad IX
abad ke XI ( hal ini di ketahui dari kentongan perunggu di Pujungan
Tabanan Bali ). Mengenai bentuk dan susunan pemerintahan kerajaan
ini tidak di ketahui dengan pasti , justru kentongan tersebut
merupakan peringatan kemenangan atas Negara Sasak oleh suatu
kerajaan di Bali yang kira kira di buat setelah jaman Anak Wungsu (
1077 ) ( Depdikbud , 1988: 20 ). Asala nama Bayan di berikan oleh
Syehk Rasyid yang bergelar Goes Abdul Rasyid dari Arab Saudi ,
penyebar agama islam pertama di Pulau Lombok . B. POLA PERKAMPUNGAN
DAN PEMUKIMAN
Rumah rumah orang sasak di dirikan di atas tanah setinggi 25 cm
dengan luas kira kira 100 M2. Tiang terbuat dari kayu dengan
dinding dari bahan kulit bambu dan atap terbuat dari alang alang .
Setiap rumah tanpa jendela dan hanya terdapat satu pintu yang
menghadap kearah timur atau barat . Rumah adalah pusat segala
kegiatan keluarga . Adanya satu pintu pada setiap rumah merupakan
symbol bahwa rejeki yang sudah masuk rumah tidak dapat di lepas
lagi . Pintu rumah di buat rendah , agar setiap orang yang masuk
harus menundukkan kepala sebagai tanda kesopanan . Bagian bagian
rumah terdiri dari :a) Hinan bale yakni rumah induk tempat
menyimpan barang barang ; b) Geleng / sambi / lumbung ntuk
menyimpan beras ; c) Beruga
yaitu paggung ( saka ) empat tempat menerima tamu atau
menyemayamkan
jenazah . Di sebelah rumah induk terdapat rumah pembekel atau
keliang . Komplek rumah tadi dipagar dengan dua pintu masing masing
pada bagian depan dan bagian belakang . Simbolisasi dua pintu pagar
ini adalah agar rejeki cepat terkumpul . Tiap lantai rumah
mempunyai fungsi khusus . Lantai bawah berfungsi untuk menerima
tamu , dan tempat tidur bagi kaum laki laki . Sedangkan lantai atas
terdiri dari bale dalam yang berfungsi untuk tidur dan memasak ,
dan dalam bale berfungsi untuk menyimpan barang barang berharga dan
tempat tidur kaum wanita . Pada kiri kanan bangunan rumah biasanya
di buat kandang untuk ternak , sedangkan halaman belakang rumah
untuk menyimpan kayu bajar . Dalam rumah tidak terdapat jamban atau
kamar mandi . Penduduk biasanya ke WC umum yang terletak di sudut
dusun .
C. SISTEM RELIGI Sebelum masuknya islam ke Pulau Lombok yang di
perkirakan pada abad 16, orang Sasak percaya kepada roh roh (
animisme ) , percaya pada benda benda dan tumbuhan tertentu di
sekeliling mereka memiliki jiwa dan perasaan seperti manusia (
animatisme ) dan percaya
tentang adanya kekuatan pada benda tertentu ( dinamisme ) .
Walaupun sesungguhnya kepercayaan asli masih dominan . Kepercayaan
orang Sasak sebelum islam masuk ke Lombok di sebut juga Bodha Budhi
( Depdikbud , 1983/1984 : 15 ). Sumber lain menyebut kepercayaan
orang Sasak sebelum mausknya Islam disebut Budha Keling yaitu
pemujaan terhadap mahluk supranatural yang berkuasa atas alam yang
disebut Betara Guru . Masuknya Islam ke Pulau Lombok melalui jalan
perang . Oleh sebab itu , kebanyakan penganut agama islam yaitu
kaum pria , sedangkan wanitanya tetap memegang kepercayaan yang
lama . Terjadinya system sinkretisme antara agama islam dengan
kepercayaan asli orang sasak telah menyebabkan adanya satu bentuk
kepercayaan baru bagi orang sasak yakni yang di sebut sebagai Wetu
Telu . Selanjutnya , pembahasan secara mendalama mengenai system
religi orang sasak ini akan di bahas pada Bab III dari babakan
tulisan ini . Orang Sasak percaya kepada makhluk supernatural ,
antara lain : ( a) batara guru yakni raja dewa dewa yang menurunkan
raja Lombok . Roh nenek moyang yang di anggap sudah masuk ke dalam
dewa juga di sebut batara ; ( b) bidadari yaitu sebagai dewi yang
hidup di madia antara ( awang awang ). Selain percaya pada roh roh
nenek moyang , orang Sasak juga mempercayai keberadaan roh yang
tinggal di hutan , sungai , dan gunug seperti Dewi Anjani yang di
percaya sebagai penghuni Gunung Rinjani . Orang Sasak juga mnegenal
pemimpin / pemuka upacara upacara keagamaan yang di sebut Toa laka
. Orang Sasak juga mengenal larangan / tabu yang di sebut maliq .
Maliq dapat di bagi dalam tiga tingkatan yakni :a. Pemaliq leket
yaitu pemali qtingkat pertama merupakan pemaliq yang amat keras
bila di
langgar . Sanksi terhadap pelanggaran ini berupa hukuman mati .
Perbuatan yang termasuk pemaliq leket adalah menghilangkan nyawa
orang lain , berzinah dan mencuri ( kecuai mencuri anak gadis di
perbolehkan karen merupakan bagian dari adat menuju jenjang ke
perkawinan ) . Seseorang yang melakukan pelanggaran tersebut akan
mendapat hukuman mati setelah melalui kerama gubuk ( musyawarah
adat ) .
b. Pemaliq tingkat kedua adaah perbuatan melanggar perintah
orang tua atau kawin dengan
saudara dekat . Apabila seorang Sasak melanggar larangan terseut
, maka ia akan di usir dari kampong atau diasingkan dari segala
adat di kampung ;c. Sora Kanggo Tebaik yaitu pemaliq yang paling
ringan . Perbuatan yang termasuk pemaliq
tingkat ini adalah memakan daging babi atau menjelek jelekkan
ornag lain . Bila larangan ini di langgar maka bagi yang
bersangkutan akan di kenakan denda .D. SYSTEM BAHASA
Bahasa Sasak dapat di golongkan ke dalam bahasa Melayu Polinesia
. Bahasa ini dapat di pilah menjadi lima dialek yakni meno mene ,
kuto kute , ngeno menen , dan meriak meriku . Menurut kajian Maksun
, dialek sasak meliputi dialek Pujut (ae) , Selaparang ( ee ) , dan
Bayan ( aa). Vokal ae,aa , dan ee adalah realisasi vocal Purba
Austronesia . Vokal ae umumnya di gunakan masyarakat yang mendiami
Pulau Lombok bagian Barat ( umpamanya Desa Kuripan ) , Lombok
Tengah ( Desa Rembitan ) , dan sedikit bagian Timur ( Desa Padamara
) . Sedangkan pemukim di daerah pegungan , daerah pinggiran bagian
timur di antaranya Desa Bayan dan Sembalun , Lombok Barat maupun
Desa Apik Aik dan Jerowaru , Lombok Timur merealisasikan vocal
Purba Austronesia aa . Adapaun sebagian kecil penutur di bagian
timur dan tengah Pulau Lombok , seperti Desa Selaparang , Lombok
Timur , Desa Langko , Lombok Tengah , menggunakan vocal ee . Vokal
ee merupakan pengaruh bahasa bali , dengan alasan tahun 1723
Kerajaan Selaparang Lombok pernah di kuasai Kerajaan Karang asem
Bali ( Kompas , 1999). Huruf Sasak adalah huruf jejawen . Hasil
sastra tulisan banyak di gubah dalam bahasa jawa . Bahasa resi adat
dan pemerintahan adalah bahasa Jawa Madya . Syhadat , doa dan
mantera kebanyakan di ucapkan dalam bahasa jawa pula. Kesatuan
kurun waktu mereka adalah abad , windu , bulan dan jelo ( hari ).
Bahasa Sasak mengenal pembagian menurut tingkatan bahasa yaitu
bahasa halus ( bahasa alus dalem ) , sedang ( bahasa alus biasa ),
dan bahasa sehari hari ( bahasa jajar karang atau bahasa jamak ) .
Pengguna ketiga tingkatan bahasa tersebut di sesuaikan dengan
lapisan social yang terlibat dalam pembicaraan . Dengan adanya
pelapisan social dalam mayarakat tersebut , maka dengan mudah
terlihta kapan pengguna masing masing bahasa berlaku .
Misalnya , bagaimna seorang berasal dari lapisan terendah yaitu
ama atau jajar karang berbicara dengan lapisan yang lebih tinggi ,
dan bagaiman jika yang di hadapi adalah orang sederajat ( sekupu )
lapisan sosialnya . Cara ini juga berlaku bagi lapisan atas bila
berbicara dengan mereka yang berasal dari lapisan di bawahnya (
Ernawati , 1988:25 ). E. SISTEM KEKERABATAN Orang Sasak menganut
prinsip kekerabatan ptrilineal yakni memperhitungkan garis
keturunan menurut garis laki laki . Sedangkan adat menetap setelah
nikah menganut system viriliokal , yakni pasangan pengantin akan
tinggal di lingkungan kerabat suami / pihak laki laki . Dalam
system pewarisan masing masing anak mendapat bagiannya menurut
jenis kelamin .Anak wanita akan mendapat warisan perhiasan dan
peralatan rumah tangga , sedangkan anak laki- laki mendapat ternak
dan tanah . Anak laki laki bungsu biasanya akan mendapat mendapat
rumah yang menjadi tempat tinggal orang tuanya , sebab dialah yang
akan mengurus orang tuanya hingga meninggal dunia . Perkawinan yang
biasa terjadi adalah endogamy desa ( perkawinn dengan orang yang
berasal dari desa yang sama ) . Dlam memilih jodoh biasanya di
dasarkan atas kehalusan budi ( baik , tekun , rajin , taat , ramah
, dan sopan santun ).
BAB III STRUKTUR SOSIAL DAN SISTEM KEMASYARAKATAN
A. PELAPISAN SOSIAL Sistem pelaisan sosial pada orang sasak
menganut prinsip patrilineal di mana garis keturunan di
perhitungkan menurut garis syah atau laki laki . Orang Sasak
mengenal dua jenis pelapisan sosial yakni golongan permenak (
bangsawan ) dan golongan jajar karang ( rakyat ) . Golongan
bangsawan terbagi dalam sub perwangsa raden dengan gela Raden bagi
kaum prianya dan denda untuk kaum wanita ; dan triwangsa yang
memakai gelar lalu untuk pria dan baiq untuk wanita . Sedangkan
golongan jajar karang biasanya menggunakan panggilan loq untuk pria
dan le untuk wanta . Atribut atribut untuk mengenal suatu jenis
kewangsaaan seseorang pada desa desa di Lombok tidak begitu jelas ,
karena masing masing tingkatan tidak memiliki perbedaan menonjol
baik symbol symbol , rumah , atau pakaian . Hanya beberapa symbol
dalam upacara perkawinan serta atribut yang di letakkan pada tempat
upacara yang dapat menunjukkan kelas atau tingkatannya dalam
masyarakat berdasarkan keturunan darahnya . Seorang raden apabila
mengadakan upacara baik perkawinan , khitanan , atau pesta pesta
lainnya , berugaq tempat kegiatan upacaranya di beri nama dengan
warna putih dan jumbai warna hitam , sedangkan tiang berugaq tidak
di lilit dengan kain warna putih . Paosan ( tempat upacara ) di
beri gelar umbak umbak ring segara muncar pondok bangket kembang
kerusak . nama paosan ini tidak boleh di gunakan oleh orang biasa
yang bukan bergelar raden . Harga atau pembayaran adat juga
merupakan tanda yang dapat membedakan kelas sosial seseorang .
Demikian juga dengan cara pembangunan rumah, di mana rumah rumah
raden dan lalu biasanya di beri tembok disekeliling pekarangan
rumahnya . Rumah seperti ini di sebut pedalaman atau gedeng .
Sedangkan rumha orng jajar karang tidak memiliki batas batas
tertentu dan tidak mempunyai nama ( Adonis, 1989:40-41 ) . Dasar
pelapisan sosial pada masa lalu di Lombok di dasarkan atas : (a)
kekuasaan, artinya mereka yang memegang kepemimpinan atas kuasa
dalam pemerintahan ; (b) kekayaan , mereka yang tergolong orang
kaya di kampungnya . Pada umunya orang kaya di sini adalah mereka
yang di luar golongan kaum bangsawan ; dan (c) kepandaian dan
pendidikan , yakni mereka yang memiliki kepandaian yang jarang di
miliki oleh anggota
masyarakat pada umumnya , misalnya dalam pengobatan , agama ,
atau mereka yang menjadi pegawai karena mempunyai latar belakang
pendidikan . Pelapisan sosial lainnya yang di kenal oleh orang
Sasak adalah penoaq ( penoaq gubuk ) dan kanoman . Penoaq
beranggotakan para pejabat pimpinan kampung , baik pemimpin formal
maupun informal di tambah dnegan orng orng yang tidak memegang
pimpinan tetapi mewakili jabatan pada pemerintahan , seperti
pegawai negeri, guru SD , guru agama atau guru membaca al-Quran ,
dan orng kaya . Kanoman mencakup semua warga kampung . Kanoman
dapat meningkat menjadi lapisan peniaq bilamana nasibnya berubah (
Adonis , 1989:46). Para penoaq di anggap sebagai lapisan yang lebih
tinggi akan mempunyai peranan yang sangt mnentukan dalam suatu
musyawarah (gundem) . Musyawarah kampung menentukan berbagai
kebijaksanaan pembangunan seperti pelaksanaan gotong royong ,
membangun tempat tempat umum , menentukan hukuman bagi pelanggaran
adat (Adonis , 1989:47 ). Tuan guru atau orang yang memberi
pengajaran ( pengajian ) kepada para santri mempunyai kedudukan
terhormat dalam masyarakat Lombok . Masa kini, pelapisan sosial
yang didapat karna keturunan seperti golongan permenak dan jajar
karang masih tetap di jumpai dengan gelar gelarnya seperti Raden
dan Lalu . Walau beberapa desa di Lombok ada yang tidak lagi
memakai gelar- gelar tersebut di depan namanya . Selanjutnya dalam
kehidupan sehari-hari , golongan raden dan lalu tidak lagi
memisahkan diri dengan kelas kelas sosial lainnya . Demikian pula
dalam hal pekerjaan dan pergaulan . Namun , yang mungkin agak
membedakan antar golongan permenak dan jajar karang adalah pengguna
bahasa di mana kelas raden dan perelalu biasanya menggunakan bahasa
yang lebih kasar ( disarikan dari Adonis , 1989:50-51-52). Beberapa
hak kaum bangsawan menjadi luntur seperti : (a) tidak mempunyai hak
lagi untuk bebas dari aktivitas gotong royong dalam masyarakat ;
(b) tidak boleh lagi menuntut bayaran ekstra jika anak wanitanya
kawin dengan pria dari kelas yang lebih rendah ; dan (c) tidak lagi
memperoleh prioritas utama untuk menduduki jabatan penting dalam
desa ( Adonis , 1989:53)
B. HAK DAN KEWAJIBAN Hak para bangsawan di masa lampau melebihi
hak hak masyarakat dari kelas sosial yang lebih rendah . Misalnya ,
kaum bangsawan dahulu tidak di wajibkan dalam kegiatan gotong
royong . Hak hak sedemikian di teruskan oleh colonial Belanda
dengan maksud untuk lebih mudah memeras masyarakat . Kebanyakan
kelas bangsawan dahulu adalah pemegang kekuasaan sebagai kepala
desa , kepala distrik , atau kepala kampung yang berkewajiaba
meneruskan perintah perintah dari pemerintah atasan seperti
kewajiban gotong royong , menyerahkan sumbangan untuk upacara
upacara kemeriahan hari hari besar yang di adakan di kot a- kota
kedistrikan (Adonis , 1989:42) C. STRUKTUR KEMASYARAKATAN Di dalam
komunitas ( gubuk, dusun ) terdapat beberapa pimpinan formal dalam
tatanan pimpinan tradisional orang sasak . Pimpinan formal ini
antara lain adalah : (a) keliang ( kepala kampung ) yang merupakan
pimipinan umum yang mencakup seluruh aspek pemerintahan , adat ,
agama , irigasi , dan keamanan . Keliang sebagai kepala kampung
mempunyai tugas dalam bidang pemerintahan yang amat luas , yang
juga meliputi tugas tugas kepolisian , peradilan keluarga dan umum
. Ia juga sebagai bapak dari kanoman-nya . Dalam menjalankan tugas
tugasnya , keliang di bantu oleh kyai dan penghulu dalam bidang
agama , pekasih di bidang irigasi , serta pekemit di bidang
keamanan . Pembantu khusus ini di sebut jeroarah ; (b) pemusungan
atau kepala desa adalah koordinator dari kampung kampung yang di
pimpin oleh keliang . Dalam menjalankan tugasnya kepala desa di
bantu oleh juru tulis desa ; dan (c) mangku atau pemangku adalah
penghubung antara rakyat kampung dengan alam roh , agar masyarakat
tidakmendapat gangguan dari alam roh . Mangku adalah pembantu kyia
kampung . Jabatan mangku atau pemangku tidak terdapat pada kampung
atau desa yang sebelumnya di sebut Islam Waktu Lima . Akan tetapi ,
beberapa jenis mangku masih mereka kenal dalam kegiatan khusus ,
misalnya mangku gunung sebagai petunjuk jalan ketika mendaki gunung
, mangku aik yang berhubungan dengan musim menanam padi ( disarikan
dari Adonis , 1989 ). Pimpinan tradisional terdiri dari keliang
atau jero keliang , jerarah , dan pemusungan . Keliang adalah
kepala kampung yang bertugas melaksanakan pemerintahan umum dan
mengadili perkara perkara adat dalam kampung . Keliang mewakili
wanita jika terjai
perkawinan . jeroarah atau juru arah adalah pembantu keliang .
Ia bertugas sebagai perantara antara keliang dan kanoman (
masyarakat ), dan antara kanoman dan pemerintah di atas , missal
kepolisian . Pemusungan atau kepala desa seorang pemimpin
pemerintahan umum dalam wilayah desa , ia tidak berwenang untuk
mengadili perkara keluarga dalam wilayah desanya karena hak itu
merupakan wewenang keliang . ( Adonis, 1989:68 ) Pimpinan formal
dan informal masa kini tidak jauh dengan masa lalu . Hanya pada
masa kini , pemusangan dan keliang yang dulu di dapat atas dasar
keturunan , kini di angkat melalui system pemilihan berdasarkan
undang- undang No.5/1959 tentang pemerintah desa . keliang sering
dig anti dengan istilah Kepala Kampung , sementara pemusangan
diganti dengan kepala desa. Selanjutnya perangkat desa lain seperti
LKMD, RW,RT di bentuk menurut aturan Undang undang No.5/1959
tersebut . Jabatan lainnya seperti mangku, jeroarah, atau tuan guru
masih tetap menempati kedudukan yang terhormat di mata orng sasak .
Orang sasak juga mengenal tiga macam kyai / tuan guru berdasarkan
tingkat sosial dan fungsi kemasyarakatannya , yakni :a) Kyai
keagungan yang bertugas sebagai penghulu , khatib , atau modin ; b)
Kayi raden merupakan keturunan bangsawan yang berkedudukan sebagai
pemuka agama ;
danc) Kyai santri yakni kyai biasa .
D. KESENIAN Orang Sasak mengekspresikan rasa keindahannya
melalui berbagai jenis kesenian seperti seni suara , seni tari ,
seni rupa , dan seni pertunjukan . Seni suara seperti seni vocal
kayak , cepung , tembang, lelakak , dan lawas mengisi kehidupan
orang sasak untuk memenuhi kebutuhan berekreasi . Kayak yakni seni
vocal dalam bentuk bait bait pantun yang biasanya mengiringi suatu
tarian . Cepung adalah seni vocal yang di iringi dengan alat music
rebab dan suling di tingkahi dengan gerak gerak sederhana dari para
penyanyinya . Tembang merupakan seni vocal yang hiudp di desa desa
yang punya kemiripan dengan tembang Jawa atau Bali .
Tembang yang berkembag di Lombok adalah mocopat , maskumabang ,
sinom , dandanggula , asmaradana , durma, dan pangkur . Tanda Gerok
adalah seni vocal yang di sertia dengan gerak gerak sederhana yang
terselenggara dalam keramaian keramaian adat . Lelakak adalah seni
vocal melantunkan bait-bait pantun untuk mengespresikan perasaan
hati . Lawas merupakan seni vocal mirip lelakak namun biasanya di
lakukan saat jalan jalan di sawah atau hutan . Sedangkan seni
instrumentalia atau alat music tradisional yang berkembang antara
lain adalah genggong ,redep/rebab,rebana, dan tawak tawak .
Genggong adalah alat musik yang terbuat dari kulit bambu atau kulit
pelepah enau . Redep / rebab merupakan alat gesek yang mirip biola
, biasanya di gunakan untuk mengiringi lagu- lagu vocal . Rebana
adalah alat music tradisional yang bahannya terbuat dari kulit
kambing . Alat music ini banyak mengiringi upacara upacara adat di
Lombok . Tawak tawak adalah alat music yang bahannya terdiri dari
perunggu , kayu dan kulit . Seni tari yang di kenal oleh orang
sasak antar lain adalah tari oncer / gendang bele / kecodak , tari
kayak cupak , tari peresean , tari rudat , tari gandrung , tari
kayak sando , dan tari monyeh . Tari oncer / gendang bele / kecodak
adalah tarian perang yang di iringi dengan alat music tradisional .
Tari kayak cupak melakonkan cupak ( petikan cerita panji ) . Tari
Peresean adalah tarian yang menggunakan perisai dari kulit sapi .
Tari ini di mainkan oleh dua orang penari yang saling memukul .
Tari kayak sando adalah jenis tarian yang semua penarinya
menggunkan topeng . Tarian ini melakonkan sebuah cerita . Tari
Monyeh adalah tarian yang menceritakan cerita monyeh ( petikan dari
cerita panji ) . Orang Sasak juga mengenal seni pedalangan yang di
sebut wayang sasak . Lakon yang di bawakannya merupakan petikan
dari serat Menak . Kesenian wayang Sasak juga menjadi identitas
bagi penganut Islam Wetu Telu . Wayang sasak biasanya mengisi
keramaian keramaian dan upacara upacara adat di hamper seluruh
Lombok . Wayang Sasak selain mempunyai bentuk yang khas yang
membedakannya dari bentuk wayang Bali dan Jawa , juga memakai
cerita Amir Hamsyiah sebagai lakon ceritanya .
Kesusasteraan zaman Islam di Lombok terdiri dari tutur ( kitab
keagamaan seperti Alim Sujiwa , Ki Sejati , Jatiswara , dan lain
lain )00 , dan sastra ( kitab hokum , seperti kutaragama ,
wiracarita ). Ketrampilan menenun pada wanita Sasak telah lama di
kenal dunia luas dan merupakan salah satu cinderamata bgai
wisatawan yang telah berkunjung ke Lombok . Beberapa motif tidak di
perkenankan di buat dalam tenun songket orang sasak . Motif manusia
atau hewan di larang di buat dengan maksud agar roh jahat tidak
masuk ke tubuh penenun songket . Tenun kain yang di sebut lempot
umbak ( kain untuk menggendong ) di buat melalui serangkaian
upacara yang harus di patuhi oleh penenunnya . Pembuatan lempot
umbak biasanya di lakukan pada hari Rabu atau Sabtu di bawah
naungan atap daun kelapa yang di pandu oleh seorang pemandu dngan
pembacaan naskah lontar Rengganis Jatiswara dan Labangkare . Dasar
filosofi lempot umbak ini adalah manifestasi hubungan antara Tuhan
dengan manusia dan hubungan manusia dengan Alam . Hal ini tergambar
dalam prosesi yang sakral , pola hias tenun , dan makna kata dari
lempot umbak .Menurut Zoetmulder , kata lempot berarti ikatan yang
terus menyambung , sedangkan umbak artinya menggendong atau
mengemong . Ragam hias yang menjadi pola lempot umbak adalah telok
tumpah ( telur pecah ) dan sesok ngelak ( siput yang kerangnya
terbuka ) . Ukuran lempot umbak , panjangnya 125 cm dengan lebar 40
cm . Warna yang menghiasi lempot umbak terdiri dari empat warna
yang melambangkan empat unsure dalam tubuh manusia yakni : (a)
warna putih melambangkan kesucian ;(b) warna hijau melambangkan air
; (c) warna merah melambngkan api ;(d ) warna hitam melambangkan
tanah . Empat warna atau catur warna ini di wujudkan dalam acara
prak api ( pemberian nama anak ) ; ngurisang ( potong rambut ) ;
nyunatang ( khitanan ) ; dan merarik ( perkawinan ) . Ketentuan
yang harus di penuhi bagi seorang penenun adalah bahwa penenun
haruslah seorang wanita yang sudah melalui masa menopaus atau
seorang gadis . Bagi seorang gadis di larang menenun pada saat ia
sedang menstruasi .
Orang Sasak mempercayai bahwa lempot umbak dapat menyembuhkan
penyakit mata dengan cara membasuh mata yang sakit dengan air
rendaman lempot umbak . Selain itu , lempot umbak dapat berfungsi
sebagai pencatat silsilah keluarga di mana sumai istri yang tidak
memiliki keturunan ( anak ) , maka sebagai bekal kuburnya lempot
umbak ini ikut di tanam di dalam kuburnya kelak . Tradisi pembuatan
lempot umbak ini masih tetap di lakukan selain di Bayan juga di
Kecamatan Tanjung dan Gangga .
BAB IV WETU TELU DALAM SISTEM RELIGI ORANG SASAK A. KONSEP WETU
TELU Ajaran Wetu Telu yang dianut oleh orang Sasak di Lombok
merupakan perpaduan antara ajaran Islam dengan adat istiadat Sasak.
Ajaran Islam Wetu Telu hanya meyakini tiga (telu = tiga) dari lima
rukun Islam yang harus dikerjakan oleh seorang muslim. Ajaran Islam
Wetu Telu hanya mengakui dan mengerjakan syahadat, shalat, dan
shaum (puasa). Seorang individu penganut ajaran islam Wetu Telu
hanya wajib mengucapkan kalimat syahdat, tanpa mengerjakan shalat
dan puasa adalah kewajiban para pemimpin agama yang disebut Kyai
(Depdikbud, 1988 : 157). Wetu Telu merupakan ajakan untuk
menghormati segala sesuatu yang tumbuh, yang bertelur dan yang
beranak. Bila alam diganggu, manusialah yang mennggung akibatnya.
(Intisari, 92). Adonis mengemukakan bahwa nama islam Wetu Telu di
ambil dari filsafat kepercayaan Islam Wetu Telu. Dalam sistem
kepercayaanya untuk menapsirkan gejala alam memakai prinsip tiga.
Dikatakannya bahwa hidup ini ada tiga macam. Pertama, kehidupan
karena dilahirkan seperti manusia dan binatang yang melahirkan
anaknya. Kedua, kehidupan karena menetas lewat
telur seperti burung dan binatang yang bertelur lainnya. Ketiga,
kehidupan karena tumbuh seperti pohon pohon dan tanaman lainnya
(Adonis 1989:88-89). Konsep lainnya menyatakannya bahwa Islam Wetu
Telu adalah sinkretisme Islam, Hindu, dan animisme. Pengaruh Islam
yang dibawa oleh Sunan Merapen. Hindu yang dibawa oleh kerajaan
kerajaan Bali, dan animisme yang merupakan kepercayaan asli orang
Sasak (Rona Perdana). Oleh sebab itulah, orang sasak mengenal tokoh
adat / agama selain kyai yang disebut Mangku.
B. SEJARAH DAN PEROSES Menurut Zolinger, agama islam masuk ke
Nusa Tenggara Barat diperkirakan sekitar tahun 1450-1540
(Depdikbud, 1988:80). Sedangkan agama Islam memasuki wilayah Lombok
diperkirakan pada abad 16. Perkiraan telah berumur lebih dari
200-an tahun dan terletak di Desa Bayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten
Lombok Barat. Masuknya Islam ke Pulau Lombok pada abad 16 diperkuat
dengan adanya kalimat syahadat, kitab fiqih, suluk dan lontar yang
menjadi pedoman orang sasak yang menjelaskan bahwa agama Islam
datang dari Pulau Jawa. Sebelum kedatangan agama islam di Pulau
Lombok, penduduk asli Lombok yang disebut orang Sasak menganut
kepercayaan animesme dan dinamisme. Masuknya Islam ke Lombok di
bawa oleh Pangeran Prapen, Putra Sunan Giri. Dari Teluk Lombok,
agama islam menyebar ke wilayah kerajaan tetangga seperti Langko,
Pejanggik, Parwa, Sarwodadi, Bayan, Sokong, dan Sasak (Depdikbud,
1988:76). Sementara itu, mereka yang tidak mau masuk islam lari ke
gunung gunung. Demikian Seluruh Pulau Lombok, menganut agama Islam,
kecuali Pajarakan, pengantap, Tawun, Ganjar, dan Tebango. Mereka
tetap berpegang kepada kepercayaan islam yang disebut Budha
Keling.
Kerajaan Lombok yang terletak di Teluk Lombok adalah kerajaan
yang pertama kali di Islam-kan. Semula rakyat di kerajaan lombok
menolak masuk Islam. Tetapi, setelah diperangi, Raja Lombok
menerima Islam sebagai agama kerajaan. Oleh karena itu masuk agama
islam di Lombok dengan jalan peperangan, maka yang sanggup menganut
kepercayaan baru ini adalah kaum pria saja, sedangkan kaum
wanitanya kebanyakan masih tetap berpegang pada keprcayaan lama.
Selanjutnya, Pangeran Perapen dari Lombok meneruskan penyiaran
agama Islam ke sumbawa dan telah menugaskan para kyai untuk
melanjutkan pembinaan agama islam di
Lombok. Masing masing kyai ini mendidik sedikitnya enam orang
santri yang kelak akan di lantik pula menjadi kyai. Para santri ini
diberikan bekal al Quran dan Hadist dan menyebar ke pelosok desa
untuk menyiarkan agama Islam. Kerajaan kerjaan yang telah mengakui
Islam sebagai agama kerajaan, mengadakan upacara, doa atau
selamatan pada hari hari raya Islam. Hari hari raya Islam antara
lain adalah : 1 Muharam, Syafar. Maulid Nabi Muhamad SAW, Syban
(ruah), yaitu : pada tanggal 17, 21, 23, 25, 27, dan 29 Ramadahan,
1 Syawal, 10 Zulhijah, dan lain lain. Demikian pula, upacara
upacara kematian, perkawinan, semuanya diesesuaikan dengan ajaran
Islam (disarikan dari Depdikbud, 1988). Sisa sisa kepercayaan lama
masih tetap diturunkan oleh kaum wanita atau ibu ibu kepada anak
anaknya, karena kaum ibu masih kuat menganut kepercayaan lama.
Kepercayaan kepada kesucian Gunung Rinjani yang menurut orang Sasak
sebagai jalan naiknya roh roh ke syurga tetap terpelihara akibat
tradisi yang kuat dari kaum ibu kepada anak anaknya. Penyimpangan
terhadap ajaran Islam sebenarnya diperkuat lagi dengan datangnya
Sunan Pengging pada tahun 1640. Sunan Pengging yang lebih dikeal
dengan nama Pangeran Mangkubumi adalah penganut Sunan kalijagayang
menyebarkan ajaran sufi. Pangeran Mangku
Bumi kemudiankawin dengan Puteri dari kerajaan Parwa yang
menyebabkan kekecewaan kerajaan Goa, sulawesi selatan, yang
menduduki Lombok pada tahun 1640. Selanjutnya, Pangeran Mangkubumi
lari ke Bayan dan disinilah ia menyebarkan ajaran Islam Wetu Telu.
Versi lain menyebutkan bahwa menurut mitologi yang dipercayai oleh
orang Bayan bahwa Islam di Lombok disebarkan oeh Pangeran
Sangopati. Pangeran ini mempunyai dua Putera yaitu Nurcahya yang
tua dan nursada yang bungsu.nurcahya menyebarkan Islam waktu lima,
sedangkan, sedangkan Nursada menyebarkan Islam Waktu Telu. Setelah
pengikut mereka masing masing banyak maka yang menjadi pengikut
islam Wkatu lima mengalami berbagai musibah dan penyakit. Sedangkan
yang menjadi pengikut Islam Waktu Telu hidupnya sehat dan panen
melimpah. Olah karena itu, maka Nurcahya datang kepada adiknya agar
menolong pengkikutnya, dan mereka semua bersedia menjadi pengikut
Islam Waktu Telu. Dari sinilah awal mulanya konon maka orang Bayan
menganggap bahwa Islam Waktu Telu (Adonis:89). Abad ke- 19
merupakan priode kegelapan bagi perkembangan agama Islam di Lombok
Khususnya di Lombok Barat yang dikuasai langsung oleh raja raja
asal Bali mengalami tekanan yang hebat. Memang raja raja, terutama
pada zaman kerajaan Mataram pada mulanya agama Islam mendapat
tekanan dan cenderung untuk menghindarkan orang orang sasak yang
beragama Islam. Tekanan tekanan itu beru diskriminasi antara rakyat
yang beragama Hindu dengan yang beragama Islam. Usaha mewarnai
serta mengaburkan ajaran Islam yang murni dengan ajaran ajaran
Hindu telah memerosotkan nilai dan perkembangan agama Islam di
Lombok. Judi judi di paksakan kepada pemimpin Sasak supaya di
adakan ditiap tiap desa selain untuk memperoleh pajak, juga untuk
melemahkan kepercayaan penduduk dari ajaran mereka. Haji haji yang
berpengaruh di fitnah dan dibunuh seperti yang terjadi pada tahun
1855 (depdikbud, 1988:139).
Kira kira pada tahun 1937 lahirlah Lembaga Pendidikan Islam
Nadhatul Wathan yang di selenggarakan secara modern dipelopori oleh
Haji Zainudin Abdulmajid yang berpusat di Pancor ( Lombok Utara.
Kalau para mubaligh sebelumnya mendapat tantangan dari golongan
yang takut kehilangan pengaruh, maka Nadhatul Wathan justru
mendapat tantangan dari tokoh tokoh ulama Islam. Beliau itu
menganggap sistem pendidikan yang dikembangkan oleh Nadhatul Wathan
yang berpusat di Pancor itu dianggap bidaah. Sampai kedatangan
Jepang perkembangannya sangat lambat dan memperoleh berbagai
halangan dan rintangan. Sistem ini tidak dapat diterima oleh
masyarakat ulama ialah karena murid murid duduk di bangku dan
ajarkan paka pak umum antara lain membaca dan menulis latin. Ulama
ulama tua sangat anti kepada kebudayaan Eropa. Tetapi pula sangat
memusuhi golongan adapt karena banyak tradisi lama yang
bertentangan dengan ajaran agama Islam. Akibatnya masyarakat
terpecah menjadi dua golongan agama masing masing aliran kolot dan
aliran modern. Dan golongan yang kedua adalah golongan adat.
Golongan adat ini memisahkan diri dari golongan Islam dengan
menanamkan dirinya Islam Wetu Tel. Pada tahun 1935 sebagian besar
diantara mereka bergabung ke dalam suatu gerakan yang disebu
gerakan Dewi Anjani. Tujuan gerakan tersebut ialah mempertahankan
tradisi dan agama nenek moyang yang sering mereka sebut agama Islam
Wetu Telu Majapahit Lombok selaparang (Depdikbud, 1988:156-157). C.
Pedoman dan Ajaran Ajaran Islam Wetu Telu pada dasarnya mengacu
pada ajaran Islam. Namun, dalam perkembangannya di Lombok ajaran
Islam yang dibawa dari Pulau Jawa ini tidak sepenuhnya diamalkan.
Misalnya keajibansebagai umad muslim untuk mengerjakan Rukun Islam
yang lima seperti syhadat, sholat, puasa di bulan Ramadhan,
membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.
Ajaran Islam Wetu Telu
hanya melaksanakan tiga dari kelima kewajiban diatas yakni
membaca syahadat, shalat, dan puasa. Kewajiban melaksanakan
shalat dan puasa pun hanya sebatas kewajiban seorang kyai, warga
biasa tidak wajib melakukannya. Bahkan haram hukumnya bagi yang
bukan kyai untuk mengerjakan shalat dan belajar membaca al Quran.
Oleh karena itulah, maka kyai dianggap sebagai perantara dalam
hubungan dengan Allah. Demikian pula, bila mereka meninggal maka
dengan pertolongan kyai- Nya akan mampu mengantarkan mereka untuk
membuka pintu surga, lewat doanya. Oang biasa hanya mempunyai
kewajiban untuk berpartisipasi dalam setiap upacara, seperti
upacara Maulidan dengan membawa makanan ke Mesjid Agung dan
berbagai sajian lannya untuk di makan bersama sama. Demikian pula,
mereka sewaktu waku mengadakan Ngaji Makam di makam leluhur dengan
membawa makanan dan menyemblih kambing atau ayam. Upacara upacara
ini biasanya di pimpin oleh kyai (Adonis, 1989:89). D. UPACARA
AGAMA ISLAM WETU TELU Seperti kegiatan kegiatan upacara agama Islam
pada umumnya, penganut Islam Wetu Telu juga memperingati hari hari
besar agma Islam dan beberapa upacara adat yang telah disesuaikan
dengan ajaran agama Islam. Hari hari besar agama seperti yang telah
disebut pada tulisan di bagian sebelumnya, yang diperingati oleh
penganut Islam Waktu Lima, demikian juga dilakukan oleh penganut
Islam Wetu Telu, walaupun keterlibatan penganut Islam Wetu Telu
tidak sepenuhnya, sebab sebagian urusan diserahkan kepada para
kyai. Penganut Islam Wetu Telu juga melakukan beberapa upacara adat
sasak yang telah disesuaikan dengan ajaran Islam. Upacara upacara
adapt itu anatara lain adalah metulak yang artinya mengembalikan
(tulak = kembali). Upacara ini dimaksudkan untuk menolak bala atau
dalam sebutan lain adalah : Tuhla bala yang berarti menolak wabah
(bala = wabah).
Upacara metulak dimaksudkan untuk keselamatan manusi dengan
seluruh lingkungan dan segala isinya. Jenis wabah yang ditolak
adalah wabah padi, wabah ternak, dan wabah manusia (seperti
penyakit). Upacara metulak juga dilakukan pada saat menempati rumah
baru, dengan maksud mengusir roh roh jahat yang mungkin terdapat di
dalam rumah atau masuknya roh roh jahat ke dalam rumah yang baru
tadi, sekaligus juga mensyukuri karena Tuhan telah menganugerahi
rumah baru. Selain itu, upacara metulak juga di adakan pada saat
pemotongan rambut seorang bayi yang berusia 40 hari, pada orang
yang akan naik (pergi) haji, dan jika sedang terjadi wabah penyakit
cacar. Upacara metulak yang dilakukan dengan maksud untuk menolak
wabah padi seperti ulat, tikus, walang sangit dan berbagai jenis
virus yang mungkin menyerang kerbau dan sapi. Tanaman padi mulai
dari peresmian sampai penen perlu dijaga agar menghasilkan butir
butir padi yang baik. Sebab padi akan selalu mengingatkan akan
kejadian Dewi Sri. Sejak mulai bibit diturunkan dari lumbung
biasanya dicarikan hari yang baik sesuai dengan petunjuk kyai atau
pemangku (Depdikbud, 1983/1984:27). Demikan pula pada waktu akan
mulai menanam di mana biasanya disesuaikan dengan hari penurunan
bibit. Penyakit padi selalu dijauhkan dari tanaman padi sejak masih
diperesmian sampai masa panen tiba. Menghindarinya dengan mantara
mantara dan obat obatan yang sudah dimanterai oleh dukun (belian =
bahasa sasak). Kalau tanaman padi lancer keluar. Pada waktu padi
suadah mulai keluar semua, diadakan pula padi pembuatan bubur
sebagai makanan padi yang baru keluar. Setiap sore mualai dari padi
keluar sampai padi menguning di dekat bait masa (induk padi) di
bakar sakam sekam atau rumput kering dengan maksud sebagai perapian
atau penolak roh jahat yang mengganggu pertumbuhan padi.
Pada masa antara padi mulai keluar sampai tiba waktu panen
beberapa kali sawah dikelilingi setiap sore didendangkan anak
idung. Anak Idung semacam nyanyian magis tradisional dengan maksud
supaya padi bernas dan betah di sawah tidak menghilang atau pergi
ke tempat lain meninggalkan buah yang hampa. Ketika hendak panen di
mulai padi dijamu lagi dengan mengambil tempat di sudut tempat
menanam bait masa. Maksudnya sebagai permakluman kepada padi bahwa
masa panen sudah tiba dan jamuan berarti untuk mengundangnya pulang
kerumah,kemudan setelah padi di masukkan ke dalam lumbung di adakan
lagi selamatan padi. (disarikan dari Depdikbud,1983/1984;27-29).
Upacara metulak yang di lakukan untuk memotong ramut bai yang
berausia 410 hari yang di maksudkan intuk membuang Bulu panas.
Sebab enuru kepercayaan orang sasak, bahwa rambut yang di bawa
lahir dari kandungan ibu dapat mebawa penyakit jika tiaadak adi
buang. Akan taetapi,seabenarnya upacara ini di maksudkan untuk
amunyatakan syukur kepada tuhan yang telah meng anugrahi seorang
anak Sedangkan upacara metulak yang di lakukan untuk menagusur abah
penyakit cacar (bahasa sasak = ngayah) di maksudkan untuk
pengabdiankepada allah, menurut keperacayaan orang sasak,cacar
adalah wabah yang di turunkan allah untuk menguji keteguhan iman
hambanya , untuk menalukkan abah cacar ini adalah menuju dewi
Andjani, yakni raja jin yang bersemayang di gunung Rinjani.menurut
kepercayaan orang sasak, Dewi andjani menguasai wabah penyakit
cacar sebagai apeliharaannya, apabila anjing hitam mili Dewi
Andjani kelihatan, maka suatu pertanda waba cacar akan berjangkit (
Di sarikan dari Depdaikbud,1983/1984;22-23) Upacara lainnya yang
juga menjadi ciri khas penganut agama islam wetu telu adalah acara
perang topat . upacara perang topat dalam perkembangan kini di
juadikan aseata prawisata di pulau lmbok guna menarik wisatawan
berkujung ke negri sasak.
Upacara Perang topat semulanya di lakukan di pura lngsar setiap
sethun sekali , Menurul legendanya ,Upacara perang topat di
maksudkan untuk memperingatai hilangnya raden Mas sumilir dalam
semedinya di mata air lingsar,raden Mas sumilr adalah salah seorang
putra raja madain, araden masa sumilir yang bergelar Datu wali mlir
Mendapat tempat d hati rakyat median. Syahdan raden mas Sumilir ini
sering k bayan menjnguk paman nya yanga menjadi radja muda disasa,
setiap beliau menagadakan aaperjalanan tersebut selalu ber
istirahat di tepi sebuah hutan yang indah penuh dengan unga cempaka
, kenanga, nagasari,dan gadung yang tumbuh sendiri ,hatinya begitu
lekat dengan keindahan tempat itu,.kemudian beliau berkenan membuat
salah satu mata air untuk melengkapi ke bagusannya dengan
menancapkan tongkat pemikat burungnya, dari bekas tancapan tongkat
itu memancarka lah air yang sejuk dan besar,Airnya mengalir dengan
lajunya mejuju ke tempat yang lebi rendah .perkataan laju dalam
bahasa sasak di sebut langser atau langsar, dari kata inilah timbul
nama lingsar yang kemudian menjad nama desa d mana mata air itu
nerada. Pada waktu berikutnya seisi negri medain di gemparkan
dengan menghilangnya raden mas sumlir dalam semedinya di dalam mata
air lingsar ini, kesedihan yang menyelubungi warga istana dan
aakyat telah embuat mereka lalae.terhadap urusan kwhidupan mereka.
Taimbullah paceklik bersama kemarau panjang wabah penyakit pun
sudah meraja lela, roh rh baik sepertinya tida menyantuni mereka
asedangkan roh roh jahat meraja lela, karma kesedihan ini telah
menyabapkan mereka lalae memuja dan membujuk roh rog gaib yang
mereka yakini keadaan yang demikiaan berlansung selama 2 tahun.
Pada suatu hari ketika pada purnama ke tujuh ,datu piling putra
datu pasek yang sedang menginap di pesanggrahan perburuan yang
tidak jauh dari mata air itu secara tiba tiba brtemu dengan raden
mas sumilir,datu pling di ajak oleh raden mas sumilir ke
pertapaannya di mata air.pada pertemuan yanga penuh haru itu raden
mas sumilir mengatakan untuk kali ini akan pergi
untuk selama lamanya ,barang iapa yang mau nemuinya atau
mengharapkan sesuatu darinyahendalah ia datanga ke tmpat itu.
Mendengar akan pamannya akan pergi, maka datu piling memerintahkan
pengringnya mempersiapkan beakal berupa ketupat dengan lauk ayam
panggang, dan sambal olah olah. Ayam di semblih di tempat itu
juga,sebagai kelengkapan perbekaalan tersebut di siapkan pula
berapa sirih pinang dan rokok Di waktudari sudah sore yaitu di
waktu rarak kembang waru ( gugurnya bunga waru ) tiba tiba raden
mas sumilir menghilang di mata air, datu pling beserta pengiringnya
yang terperanjat dengan kejadian itu lalu melemparkan ketuapat,
ayam panggang beserta sedahn ya lenjaran ke dalam mata air, karna
kebingungan ada pula yang lansung menyebur k edalam air atau
meminum air bahkan ada yang berusaha yang membawanya pulang ,inilah
asal mula perang topat di lngsar Setiap tahun pada purnama bulan
(sasih) ke tujuh ketika rarak kembang waru (sore) di lakukan di
akukan lah upacara perang topat di mata air akeramat ini. Tempat
ini di anggap keramat dan tabu dalam bahasa sasak di sebut maliq.
Dari sinilah dasar nama keamaliq lingsar , konon stelah menghilang
nya rden mas sumilir yang k 2 kalinya , maka kehidupan masyarakat
menjadi makmur kembal ,wabah dan bala menjadi ( seluruh cerita
dikutip dari Deodikbid, 193/984:97-99) Di kemali inilah pula di
selenggarakan sebuah upacara di sebut Puja wali dengan puncak acara
Perang Taopat atau perang ketupat yang biasanya di lakukan pada
hari ke tujuh idul faitri, dengan enam hari berpuasalah sunah
setelah tanggal I syawal ,perang topat ini di maksudkan untuk
kesuburan sawah dan lading, upacara ini di tunjukkan sebagai
upacara persembahan kepda Yang Maha Esa agar musim kemarau tidak
berkepanjangan dan hasil panen baik. sirna, neagara menjadi aman
sentosa
sebelumnya,bagi penganut agama hindu darma.pemujaan kembali di
lakukan di bagian bangunan yang di sebut pure, Upacara pujawali itu
sendiri di lakukan di pura lingsar yang di percayakan
sebagai pura kuno, dari dlapan pure yang teradapat di lombok, di
pure lingsar inlah penganut agama hindu dan ilam wetu telu
melaksanakan upacara bersama sama, bangunan pura lingsar tirdiri
dari daua bagian yakni: (a) Pura tempat pemuja bagi penganut agama
hindu dharma: dan (b) Kemali tempat penyelenggaraan penganut islam
wetu telu Namun demikian dalam perkembangan bangunan kemali ini
keberuntungan bagi agama apa saja,asal tidak membawa daging babi
atao makanan yang mengandung babi. Berkaitan dengan ibadah,
terdapat beberapa perbedaan antara penganut. Agama Islam Waktu Lima
dengan penganut agama Islam Wetu Telu. Sementara itu bagi penganut
agama Islam Wetu Telu dalam cara pelaksanaan ibadah shalat dan
puasa tidak sama bagi semua kyai. Dalam hal shalat mereka dapat
digolongkan ke dalam lima golongan yaitu : (a) Golongan pertama,
waktu sembahyangnya lima waktu (Magrib, Isya, Subuh, Zohor, dan
Ashar) dalam sehari semalam. Ini berlaku bagi Waktu Telu Putih di
Pujit; (b) Golongan kedua, waktu sembahyang hanya sembahyang Zohor
pada hari Jumat, sembahyang mayit, sembahyang Hari Raya Idul Fitri,
sembahyang Tarawih di bulan Ramadhan. Sembahyang sembahyang wajib
yang lain tidak dikerjakannya sama sekali. Berlaku bagi daerah
Bayan, Tanjung, Narmada, Gerung, dan Pujut ( Waktu Telu Hitam );
(c) Golongan ketiga, waktu sembahyang hanya sembahyang Ashar pada
kamis Sore, sembahyang Subuh pada Hari Raya Idul Fitri, sembahyang
Zohor pada hari Jumat. Berlaku di daerah Sembalun, Sapit (Lombok
Utara); (d) Golongan Ke empat, waktu sembahyang adalah sembahyang
Subuh pada hari Raya Idul Fitri, sembahyang Zohor pada hari Jumat,
sembahyang Magrib dan Isya selama bulan Ramadhan. Di samping itu
melaksanakan sembahyang hari Raya Idul Adha, sembahyang Tarawih,
sembahyang Mayit. Berlaku di desa Rembitan (Lombok Utara);
(e)
Golongan ke lima, waktu sembahyang berlaku ketentuan sebagai
berikut: selama kyai sebagai merbot (petugas yang memukul bedug
tiap waktu sembahyang) kyai tersebut sembahyang lima waktu sehari
semalam (berturut turut tujuh hari ). Kyai tersebut
sembahyang lima waktu sehari semalam (berturut turut tujuh
hari). Tetapi, bila sudah tidak betugas lagi ia hanya sembahyang
Jumat, sembahyang Tarawih, sembahyang hari raya Idul Fitri, atau
Idul Adha, dan sembahyang Mayit. Berlaku di Desa Pengadangan
(Lombok Timur) (Depdikbud, 1988:158). Sedangkan untuk pelaksanaan
puasa dibagi dalam tiga kelompok berdasarkan penanggalan. Kelompok
penaggalan Rabu, umumnya mulai berpuasa pada tanggal 1 Ramadhan.
Kelompok penaggalan Kamis, umumnya mulai berpuasa pada tanggal 2
Ramadhan. Kelompok penanggalan Jumat, mulai berpuasa pada tangagal
3 Ramadahan. Bagi mereka mempunyai prinsip berpuasa harus 30 hari
penuh, ditambah satu hari lagi pada hari raya Idul Fitri, mereka
berpuasa sampai selesai sembahyang Idul Fitri. Karena ini,
timbullah penyimpangan penyimpangan yang
menyolok yang mengundang yang mengundang serangan dari golongan
Islam Waktu Lima. Yang mualai puasa pada tanggal 2 dan 3 Ramadhan
mengakhiri puasanya pada tanggal 2 dan 3 syawal.bulan yang nampak
di tidak di anggapnya bulan,tetapi bintang yang di sebutnya bintang
tumanegal, pandangan mereka yang demikian itu menambah renggangnya
hubungan mereka dengan golongan islam waktu lima, dalam pandangan
golngan waktu lima, mereka adalah kafir.Lebih lebih mereka yang
golongan islam waktu telu itu masih percaya kepada dewa dewa serta
meghalalkan minuman kerasa dan judi, di bawah pimpinan mangku,
mereka melaksanakan pemuja pemujaan di kemali ( tempat yang di
keramatkan ) ( Depdikbud,1988;158-159 ) Walaupun islam Waktu Lima
dangan islam Waktu Telu berbeda dalam pelaksanaan syareat, tetapi
mempunyai perinsip kepercayaan yang sama ialah percaya kepada Allah
dan Nabi Muhammad pesuruh Allah dan Kitab suci Al-Quran sebagai
pegangan. Kedua aliran ini samasama gigih menentang kebudayaan
barat .yang satu menganggap kebudayaan barat itu haram dan
pengaruh aliran Waktu Telu ini menganggap kebudayaan barat ini
merusak kepercayaan dan adat istiadat sehingga memasukkan anak anak
ke sekolah saja merka enggan dan mereka menganggap mengancam
maasadepan mereka,dari golongan agama pada mulanya tidak dapat
menerima sikap dan tingkah laku yang di ajarkan di skolah dan tidak
dapat menerima tingkah laku orang orang belanda dan para pegawai
pemerintah. ( Depdikbud, 1998;l60 ). Dalam perkembangan nya kini,
perang topat di lakukan oleh mereka yang berpuaa sunah enam hari
setelah 1 syawal Idul Fitr yakni pada haria ke tujuh, perayaan ini
di maksudkan sebagai ekspresi rasa syukur dengan melakukan ziarah
ke makam keramat ( para alim ulama ) yang telah berjasa menyebarkan
agama islam di Lombok. Makam-makam keramat yang di ziarahi antara
lain adalah Makam Loang Balok,dan Makam Syekh sayid Muhammad
Ibrahim dib au layer di pantai senggigi, Lombok Barat, makam
keramat di lembar dan ketak Lmbok Tengah, di makam ini pulalah para
peziarah melakukan poyong rambut ( ngurisan ) sebagai kaul atas
keberhasilan hidup mereka. Dalam Perang Topat,selain ketupart din
bawa pula peleleh ayam, daging,telur,pakis,urap urap, dan pelecing
kangkung. Untuk memeriahkan penyelenggaraan perang topat ini,kini
banyak di iringi atraksi kesenian dan olah raga seperti lomba
dzikir,omba memukul beduq,lomba qasidah,tari
rudat,berselancar,lomba makan ketupat raksasa, dan sebagainya.
Tempat pelaksanaan perang topat di mulai dari pelabuhan Lembar
hingga ke Pantai Senggigi ke bayan menyusuri sepanjang pantai
sejauh 45 km. Upacara keagamaan yang keudian mejadi bagian dari
tradisi para penganut ilam Wetu Telu adalah perayaan Maulid Nabi
Muhammad SAW. Perayaan maulid yang di peringati tanggal 12 Rabiul
Awal oleh para penganut islam Wetu Telu di sebut Maulid adapt.
Selama bulan Rabiul awal ini semua langgar, mushala,maupun masjid
yang terdapat di bayan di penuhi para jamaah.
Berbagai acara pun di gelar untuk memeriahkan bulan maulid ini,
permainam perisaian yakni pertarungan antara dua pemain yang
menggunaka rotan dengan ende ( perisai ) yang terbuat dari kulit
kerbau di lakukan di halaman masjid bayan, permainan ini di lakukan
pada malam hari dengan di sinari bulan purnama yang di saksikan
banyak penonton. Sementara itu, sebagian penduduk ada yang
memampaatkan momen mauled untuk melaksanakan ngurisan ( upacara
potong rambut bayi ). Selama perayaan mauled ini di lakukan doa dan
makan bersama di Mesjid Kuno bayan belek yang di pimpin oleh kiai
Wetu Telu.
E. MESJID KUNO BAYAN BELEK Masjid kuno Bayan Belek yang trdapat
di dusun Karang Baju, Desa Bayan,Kecamatan bayan,kabuoaten lombok
Baratdi perkirakan di dirikan sekitar abad ke-16. banguanan mesjid
terbuat darti bambu dengan ukuran 8 x 8 meter persegi.pintu masuk
mesjid setinggi 1.10 meter dengan atap yang menjurai ke bawah
sekitar satu meter dari tanah, oleh sebap itu, pengunjung yang akan
memasuki masjid harus menundukkan kepala dan membungkukkan badannya
,dasar filosofinya adalah bahwa memasuki rumah tuhan, kita harus
berhomat dan berserah diri enundukkan kepala. Bagian lantai terbuat
daru tanah,sehingga jika masjid ini ingin di gunakan untuk
shalat,harus terlebih dahulu di gelar tikar, bagian atap pada
bagian atap masjid terdapat kap yang di sebut Molo Molo yang pada
mesjid umumnya biasanya berbentuk gambar bulan sabit dan
bintag.
Di dalam Mesjid terdapat mihrab yang menghap ke makah dan di
sampingnya terdapat mimbar dengan bagian atasnya terdapat ukiran
naga bayan, konon naga ini mempunyai riwayat yang di perayai oleh
islam Wetu Telu Yaitu ketika dahulu kala Raja Bayan pernah berlayan
tetapi perahunya kesasar ke tengah laut sehingga timbul ketakutan
akan tenggelam.Oleh Karna itu, maka ia berjanji bila mana kalau ada
yang mampu menyelamatkan dirinya dari bahaya itu, ia akan
mengawinkannya dengan putrinya,ucapan ini di dengar oleh naga di
tegah laut, dengan segera naga itu mengiring perahu raja bayan itu
ke tepi panti muara dan selamtah raja dengan seluruh penagiringnya,
Tetapi, Rupanmya raja mau mengingkari janjinya ,mengetahui hal itu,
maka naga yang telah menolong raja bayan datang dan merusak
perahu-perahu orang bayan yang di tepi pantai bahkan banyak orang
bayan yang d bunuhya. Melihat musbah yang melanda rakyatnya ,maka
raja bayan sadar dngan janjinya dahulu ketika dia berada di tengah
laut, dengan segera ia pergi minta ampun dan bertaobat serta
berjanji kepada naga bahwa akan di abadikan di masjid dengan bentuk
ukiran, ketika raja kembali ke bayan raja dengan segera ia
melaksanakan janjinya itu dengan membuat ukiran Naga Bayan dan di
letakkan di atas mimbar mesjid itu. (Adonis,1989:91-92 ). Di sisi
lain dari papan ukiran naga itu terdapat ukiran rusa, unggas, padi,
kapas,beberapa kelapa, dan sebuah pisau yang besara atau parang.
Makna semua lamabang tersebut adalah bahwa baga melambangkan
penaklukan dunia dan segala bentuk kehidupan di dunia yang
dilambangkan penaklukan dunia dan segala bentuk kehiduapan di dunia
yang dilambangkan dengan tiga macam ukiran yaitu: (a) kehidupan
karena dilahirkan dengan menyusui serta membesarkan anak anaknya
dilambangkan dengan rusa; (b) kehidupan yang dilahirkan dengan
menetas lewat telur dilambangkan dengan unggas;dan (c) kehidupan
yang tumbuh dalam bentuk tumbuh tumbuhan pertanian dan bermacam
macam buah buahan di lambangkan dengan kelapa.
Sedangkan ukiran kapas dan padi melambnagkan kemakmuran dari
pengikut Islam Wetu telu. Sementara itu, pisau besar atau parang
melambngkan kekuasaan atau kekuatan (Adonis, 1989:94). Beduq yang
diikat dengan tali juga terdapat di dalam mesjid. Sedangkan
tempayan sebagai wadah untuk mengambil air wudhu terdapat di
samping mesjid di bawah pohon kamboja. Disekitar mesjid kuno ini,
masih dalam kompleks yang sama, terdapat empat makam Tuan Guru yang
di keramatkan dan beberapa makam kyai pengikutnya. Keempat makam
keramat ini dipercaya sebagai orang yang pernah berjasa menyiarkan
agama Islam di Bayan. Keempat makam keramat tersebut adalah makam
Tuan Guru Titi Mas Pengilu, Tuan Guru Karang Salak, Tuan Guru
Anyar, dan Tuan Guru Sukadana. Tak berapa jauh dari kompleks mesjid
kuno dan makam terdapat kompleks rumah adat yang didiami oleh empat
keluarga. Bangunan yang terdapat di kompleks tersebut terdiri dari
rumah tempat tinggal kyai ( Tuan Gur ), bangunan untuk upacara,
sbuah gubuk yang tidak ditempati. Suatu kepercayaan yang berkembang
dalam masyarakat Bayan adalah bahwa Islam pertama kalai dating di
Pulau Lombok adalah di Bayan kemudian berkembang ke seluruh Pulau
Lombok dan di anggap sebagai spirit Islam Wetu telu. Mereka
berpendapat bahwa islam yang sebenar benarnya adalah cabnag dari
yang ada di Bayan. Oleh karena itu, seluruh pemuka Islam Wetu telu
selalu berkumpul dalam waktu waktu tertentu di mesjid Agung ini. Di
dekat Bayan ada desa yang bernama Muntur, kira kira delapan
kilometer dari Bayan kearah timur, terdapat juga sebuah mesjid yang
dianggap saudara kembar mesjid yang ada di Bayan. Tetapi mereka
beranggapan bahwa mesjid di Bayan adalah isinya, sedangkan mesjid
yang ada di Muntur adalah kulitnya. Selain itu masih ada tiga
mesjid yang di anggap saudarnya mesjid di Bayan yaitu di Muara,
Tanjung Petak, dan Batu sabang yang ke smuanya juga di anggap
kulitnya saja (Adonis, 1989:95).
F. Wetu Telu dan Perkembangannya Peruses perjalanan yang cukup
panjang dalam sejarah syiar agama Islam di Pulau Lombok, khususnya
pada orang sasak sebagai penduduk asli. Agama islam Wetu telu, yang
hanya terdapat di Pulau Lombok dan dianut oleh sebagian kecil orang
Sasak telah menjadikan ciri khas dan daya tarik tersendiri dalam
memahami lebih dalam kebudayaan Sasak. Tetapi di pertahankannya
adapt dan kepercayaan asli sasak,bersamaan dangan itu di trimnya
pula jeran islam sebagai kepercayaan baru untuk kaemudaian di
upayakan keduanya dapat sering sejalan dalam ke hiduan sehari hari
orang sasak. Penganut islam Wetu Telu hanya mengajarkan Tiga dari
Lima Raukun islam, yakni,Syahadat,Shalat,dan sahum, sementara
shalat dan sahum mejadi urusan para kiyai dan warga biasa tidak
wajib mengerjakannya,di sinlah peraan kiyai dan tuan guru menjadi
sangat penting dalam kehidpan orang orang sasak.tuan guru tidak
hanya sebagai perantaraantar warga baiasa dengan Allah SWT dalam
melaksanakan kewajibannya sabagai seorang muslim, tetapi sekaligus
pula lewat doa para kiyai ( uan guru ) ini orang sasak percaya
bahwa jika mereka meninggalkelak mereka akan masuk surga. Namun,
nampaknya anggapan demikian kian sirna dengan gigihnya syiar Islam
yang menuju keenpurnaan bagi umatnya, kenyataan ini di tunajukkan
dengan sebuah tembang Sinom yang tertilisa dalam Lontar Dajal yang
masih di perdengarkan menghalau dignnya desa yang terletak di kaki
gunung rinjani.Tembang sinom tersebut berbunyi sebagai
berikut:isrti lanang sami sembahyang, perawan lan jejaka sami bias
maca quran,tanana durgo bin hati,hatine sami becik,Hadil bing
kawumipun,Wis takadir ing pangeran, Haring aja merdengkasam, sing
karsane hana buga kapanggigih.Atrinya : wanita dan peria semua
sembahyang,semua gadis dan jejaka bisa membaca quran, tiada
kebencian di hati, semua terbaik hati, adil terhadap rakyatnya,
sudah kehendak Tuhan ,pada raja merdengkasami, semua keinginannya
bias tercapai.( Tempo.1991 )
Cukup sulit mengetahui secara pasti jumlah penganut Islam Wetu
Telu, baik di baan maupun di Lombok umumnya Namun, dengn masih
tetap di pergunakannya masjid Kuno ayan belek untuk shalat para
Kiyai dan bukan oleh warga biasa, serta penyeleggaraan hari-hari
besar islam seperti Perang Topat dalam Idul Fitri dan Maulitan
adapt,telah menunjukkan kepada kita bahwa Islam Wetu Telu masih
bertahan. Kebreradaan islam wetu Telu saat ini tetao harus kita
terima, tanpa perlu menjauhi para penganutnya ataupun
mengasingkannya, di tengah kondisi tidak menentu dengan kerisis
kebudayaan yang amat mudah menyulut bentrokan fisik antar sesame,
nampaknya kita harus lebih saling menghormati segala aperbedaan
yang ada, kita di tuntut untuk lebih arif,dalam bersikap menghadapi
segala perbedaan apalagi setelah memahami latar budaya terbntuknya
islam Wetu Telu di Lombok,sambil terus berupaya dalam syar Islam
untuk lebih menyempurnakan ibadah sebagaimana yang di ajarkan acara
bnar dalam Islam.
BAB V RAGAM WARNA DAN BUDAYA KABUPATEN LOMBOK UTARA A. MENUJU
TAON UMAT BUDHA, KLU. Wujud syukur tercapai peningkatan pangan dan
kesejahtraan. DAERAH gumi sasak Adhi Daya ( Dayan Gunung ),
Kabupaten Lombok Utara, dikenal sebagai daerah aman dan subur yang
dihuni oleh masyarakat yang majemuk dimana hidup beberapa etnis dan
agama seperti, Agama Islam, Hindu dan Budha. Meski mayoritas, agama
islam dapat menempatkan diri pada posisi yang strategis sebagai
bagian dari masyarakat yang memiliki toleransi tinggi terhadap
kepercayaan dan agama orang lain. Selain warganya yang taat dalam
menjalankan ajaran agama masing-masing, sebagian besar
masyarakatnya sampai saat ini masih memegang teguh karma adat,
tradisi dan kearifan budaya local warisan leluhur
dan nenek moyang baik dalam ritual keagamaan (gawe gama),
perkawinan (gawe urip) atau kematian (gawe nyoyang). Hal ini dapat
dilihat dalam keseharian masyarakat Lombok Utara yang senantiasa
menempatkan adat budaya para leluhur pada tempat paling tinggi yang
pantang diabaikan. Ketundukan dan penghormatan kepada leluhur dalam
perspektif mereka adalah bagian dari ketundukan dan kepatuhan
terhadap perintah Tuhan sang pencipta. Salah satu agenda ritual
agama tahunan masyarakat adat Lombok Utara diantaranya yakni,
seremonial adat keagamaan memuja Tain bagi umat Budha di Pawang
Kuripan, Baro dan Bageq bais, Kecamatan Tanjung serta beberapa
wilayah KLU lainnya. Hal ini sebagai perwujudan ritual adat agama
atau luir agama yang merupakan bagian dari penghayatan masyarakat
terhadap keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang maha Esa dan
sebagai ungkapan rasa hormat dan pengkhidmatan terhadap nilai
kearifan yang telah diwariskan oleh para leluhur masyarakat sasak
zaman dahulu. Seremonial Menuju Taon adalah prosesi pemujaan besar
yang melibatkan ribuan umat budha dilombok utara bahkan dari luar
daerah yang telah dilakukan sejak ratusan tahun silam. Memuja taon
sesungguhnya merupakan kelanjutan dari memuja Balit atau hujan yang
dihelat pada sekitar bulan april atau pertengahan musim hujan. Pada
memuja balit saat itu umat meminta kaya (memohon) keselamatan dan
hasil pertanian yang melimpah, kesejahtraan dan kesehatan. Kini
setelah limpahan karunia tuhan itu telah didapat, umat kemudian
melakukan pemujaan akbar sebagai bentuk rasa syukur kepada tuhan
yang maha kuasa. Puncak prosesi memuje Taon biasanya dilaksanakan
umat budha lombok utara pada setiap bulan september bertepatan
dengan bulan pernama. Ritual memuja Taon atau juga disebut muja
kemarau, diawali dengan sangkep romo (rapat tokoh agama ). Pada
rapat itu dibahas soal berbagai persiapan termasuk penggalangan
sandang dan pengumpulan sesajen yang dikumpulkan dipepujen Tanjung
bagek bais oleh para mangku atau toaq lokaq. Sesajen berupa makanan
pokok, aneka saji rake atau berupa hasil bumi dan ternak serta
hasil usaha, buah-buahan dan berbagai jenis jajanan tradisional.
Tiga hari kemudian dimulai dari bale banjar atau Jagad Hita, orang
Mpak Pnasan, yang terletak beberapa kilometer sebelah barat kota
tanjung. Sekitar pada pukul 18.00 wita, umat berbondong-bondong
berkumpul di Pepujen Baiq Bais, yang terletak dipinggir pantai
wilayah
desa tanjung guna mengikuti kebaktian umum utama yang dipimpin
langsung oleh pimpinan tertinggi yakni Romo Pandita. Setelah
kebaktian tersebut selesai, kemudian dilanjutkan dengan acara
hiburan yakni, pagelaran gending tradisional Sireh dimana para
penabuh atau jerunjeng mengajak umat, tua muda, lelaki dan
perempuan menari sepanjang malam sebagai ungkapan kegembiraan.
Keesokan harinya adalah upacara penutupan. Pada upacara penutupan
dirangkai dengan ritual mengibung atau makan bersama sesajen yang
sebagian telah disisakan oleh seluruh peserta, setelah itu sisa
dari makanan tersebut kemudian dilempar dilokasi yang telah
disiapkan tidak jauh dari pesisir pantai lokasi pemujaan, diiringi
gending tradisional sebagai upaya untuk menolak bala dan bencana
serta sebagai symbol perasaan syukur umat kepada sang budha yang
agung.(*) (Bagi umat budha yang berada diwilayah Baro, kecamatan
Gangga, atau Kuripan, desa rempek. Kegiatan memuja Taon
dilaksanakan dibale banjar yang terletak diatas perbukitan wilayah
masing-masing).
Seremonial memuja taon dipimpin beberapa tokoh agama budha di
KLU serta satu Romo Pandita atau pimpinan tertinggi imt. Salah satu
Romo Pandita yang berdomisili dikecamatan Tanjung Bp. Kartadi. S.Pd
B. GAWE ADAT LOKOQ SUMBUR. Wujud syukur atas Kesejahtraan dan
Kesehatan GAWE adat Lokoq Sumbur, adalah sebuah seremonial peserta
syukuran yang digelar oleh masyarakat desa Sambik Bangkol,
Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, NTB. Gawe (pesta) adat
Lokoq Sumbur, digelar setiap tahun dengan melibatkan seluruh warga
masyarakat, tidak hanya dari desa Sambiq Bangkol, namun juga
diikuti oleh sejumlah warga desa lain dari berbagai wilayah KLU.
Pelaksanaan Gawe hanya dilakukan pada hari senin, setiap awal bulan
agustus hingga akhir oktober setiap tahun. Gawe Lokoq Sumbur ini
adalah salah satu ritual watisan tradisi nenek moyang yang telah
berlangsung selama ratusan tahun,
sebagai wujud syukur dan kebahagiaan warga atas berbagai
keberhasilan hidup mulai dari melimpahnya panen hasil bumi dan
peningkatan ekonomi hingga kesembuhan terhadap suatu penyakit yang
diderita warga. Menurut masyarakat setempat, Tradisi Gawe adat
Lokoq Sumbur adalah sebuah keniscayaan dan harus dilaksanakan tiap
tahun, karena mereka percaya akan terjadi bala bencana berupa
berbagai kesusahan dan penyakit yang akan menimpa para penduduk
desa jika tidak dilaksanakan. Dalam setiap rangkaian proses dan
pelaksanaan ritual gawe adat Lokoq Sumbur, dipimpin oleh seorang
pemangku adat atau mangku gumi ( Toaq Lokaq ). Peserta dimulai
dengan proses pendaftaran peserta kepada sang toaq lokaq, khususnya
bagi warga yang akan membayar nazar. Kemudian dilanjutkan dengan
pengumpulan bahan-bahan sandang pangan selama sepekan dari tiap
peserta termasuk pengumpulan hewan ternak jenis, ternak sapi atau
kambing dan ayam sebagai sarana pembayaran Nazar atau janji para
peserta kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Setelah semua persiapan dan
hewan ternak pembayar nazar dari peserta terkumpul, maka sebagian
warga melakukan pembersihan dilokasi mata air (Lokoq Sumbur) yang
dijadikan media pemandian dan pusat ritual. Mata air lokoq sumbur
ini terletak dikaki bukit desa yang berjarak sekitar satu kilometer
dari pusat gawe adat. Mata air atau Sumbur ini tidak pernah kering
meski musim kemarau bahkan anehnya, airnya akan kering pada musim
hujan. Puncak acara gawe adat lokoq sumbur diawali dengan
penyembelihan hewan pembayar nazar untuk dikonsumsi secara begibung
(bersama) seluruh warga desa. Jumlah hewan yang disembelih tiap
tahunnya mencapai ratusan ekor tergantung kondisi ekonomi warga.
Setelah proses pembacaan doa, tengah hari kemudian, para peserta
bersama ratusan warga yang ingin mendapat air suci, dipimpin
pemangku adat berjalan beberapa ratus meter menuju lokasi lokoq
sumbur untuk melakukan pemandian bagi para peserta dengan air suci
lokoq sumbur sambil membawa sesaji berbentuk makanan kering untuk
didoakan dan dibagi keseluruh pengunjung yang dirangkai dengan
pelaksanaan ngurisang (cukur rambut) bayi bagi yang dihajatkan.
Acara ngurisang diiringi zikir dan doa bersama seluruh warga
dilokasi pemandian. Beberapa jam setelah proses pemandian seluruh
peserta dengan air lokoq sumbur dan pengambilan air suci oleh warga
selesai, warga kembali menuju lokasi pusat acara didusun
kelongkong, untuk melaksanakan acara puncak yakni acara mengibung
atau acara makan bersama berbagai makanan dan daging hewan ternak
pembayar nazar para peserta yang telah diolah. Semua pengunjung
boleh menikmati makanan yang ada terkecuali, bagi para peserta yang
membayar
nazar. Tokoh adat (Toaq Lokaq) pemimpin tetap Riutal Gawe Adat
Lokoq Sumbur, Amaq Nilasip, yang tinggal langsung didesa Sambik
Bangkol, Kecamatan Gangga, KLU. Pemusungan atau kepala desa juga
bertindak sebagai penanggung jawab gawe tiap tahunnya. (*)C. RITUAL
ADAT MEMAREK BEBEKEQ, SELELOS, KECAMATAN GANGGA
BANTARAN gumi Sasak Adhi Dhaya (Dayan Gunung), Kabupaten Lombok
Utara terletak paling utara pilau Lombok, Nusa Ternggara Barat.
Adalah sebuah kawasan yang dikenal subur dengan penduduk yang
terdiri dari berbagai etnis dan agama. Agama Islam meski mayoritas
namun dapat menempatkan diri pada posisi yang tepat sebagai bagian
dari masyarakat majemuk ditengah-tengah agama Hindu dan Budha.
Karena itu sebagian besar masyarakatnya sampai saat ini masih
memegang teguh krama adat, tradisi dan kearifan budaya lokal
warisan leluhur dan nenek moyang baik dalam ritual keagamaan (gawe
gama), perkawinan (gawe urip) atau kematian (gawe nyoyang). Dalam
kehidupan sosial, komunitas adat Lombok Utara memiliki konsep tiga
pilar, pertama pilar kepenguluan yang memiliki kewenangan dalam
bidang adat gama (agama)kedua, pilar kemangkuan yang memiliki
kewenangan atas adat (tanah, hutan dan laut ) dan ketiga pilar
pangreh praja (pemekel/mekel) yang memiliki otoritas di bidang
pemerintahan (pemusungan/keliang) pada struktur masing-masing.
Dalam terminologi sosio kosmologis sasak terkenal dengan nama Wet
tau tlu yang kemudian masyhur dengan konsep Islam waktu tlu atau
gama tlu. Waktu tlu atau gama tlu pada dasarnya bukanlah sebuah
agama, melainkan sebuah konsep kehidupan sosial masyarakat Lombok
Utara yang digali dari konsep penciptaan manusia yang berasal dari
Allah SWT, dan Adam sebagai manusia pertama serta Muhammad sebagai
penutup kesejatian keuripan sejagat. Nabi Muhammad sebagai Rasul
terakhir dipercaya dan diyakini haq sebagai sebab dari segala
kejadian yang kejadian yang agung, yaitu penciptaan alam dan
seluruh isinya. Dalam terminologi lain, waktu tlu merupakan konsep
siklus kehidupan dari metu/arak (ada), idup (hidup) dan mate
(mati). Aplikasi konsep ini dapat dilihat dalam keseharian
masyarakat Lombok Utara yang senantiasa menempatkan adat budaya
para leluhur dalam perspektif mereka adalah bagian dari
ketundukan dan kepatuhan terhadap perintah Allah SWT sang
pencipta. Karena itu, agenda tahunan masyarakat adat Lombok Utara
dapat dijumpai di Bayan dan Sesait dengan Maulid Adat, Memarek
Bebekeq di Selelos, Mandik Safar di Gili Tarwangan, Muja Taon di
pawang Kuripan termasuk Slametan Tleokan di Telok Kombal dan
lain-lain. Tujuan pelaksanaan berbagai kegiatan ritual adat gama
atau luir gama tersebut merupakan bagian dari penghayatan
masyarakat terhadap keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan sebagai ungkapan rasa hormat dan pengkhidmatan
terhadap nilai kearifan yang telah diwariskan oleh para leluhur
masyarakat Sasak zaman dahulu.
a. Memarek BebekeqDalam terminologi sasak MAREQ maknanya ziarah
atau datang ke suatu tempat yang memiliki nilai kesejarahan.
Sedangkan BEBEKEQ adalah satu kawasan yang dipercaya oleh
masyarakat Dayan Gunung terutama daerah Kecamatan Gangga, sebagai
lokasi kerajaan Bebengkeq yang moksa (hilang) bersama Raja dan
kawula kerajaan pada masanya. Wilayah kekuasaan kerajaan Bbengkeq
sendiri cukup luas yaitu meliputi kedistrikan Gangga (kini
kecamatan) hingga wilayah selatan Lombok Barat. Versi lain
mengatakan bahwa, Memarek bebekeq dimaknai sebagai Muja Wali. Muja
artinya napak (lampak), Wali artinya tilas. Dalam konteks ini maka
memarek bebekeq adalah Muja wali sebuah agenda tahunan masyarakat
adat untuk menapak tilas perjalanan kerajaan bebengkeq sebagai
salah satu kerajaan yang memiliki pengaruh besar sampai keselatan
Lombok Barat. Berdasarkan penuturan raja-raja Kerajaan Bebengkeq
dan kisah-kisah mitologi sasak Adhi Dhaya, acara Memareq Bebekeq
adalah bagian dari pemujaan (pengabdian) terhadap Tuhan Yang maha
Esa (Sang Hyang Widhi ) dan ziarah kepada para leluhur untuk
mengenang jasanya yang telah mengembangkan ajaran keuripan
(kehidupan) dibawah kerajaan Bebengkeq. Diskripsi di atas
memberikan pemahaman bahwa Memarek Bebekeq merupakan sebuah
refleksi konsep sosiologis masyarakat sasak Dayan Gunung Lombok
Utara sebagai pengejawantahan atas konsep Wet Tau Telu yang
kemudian keliru dimaknai sebagai agama sasak Gama Tlu atau Waktu
Tlu.
b. Prosesi Ritual Memarek BebekeqMEMAREK BEBEKEQ iyalah ritual
adat tahunan yang sarat dengan nilai kemanusiaan dan
diselenggarakan bersama oleh tiga agama yaitu Islam, Hindu, Budha
dan digelar pada setiap akhir agustus oleh masyarakat dusum
Selelos, Desa Bentek, Kecamatan Gangga, Lombok Utara. Seremoial
Memareq Bebekeq dilaksanakan selama sepekan. Ritual adat ini
dimulai dengan persiapan-persiapan acara seperti, Gundem atau
musyawarah adat yang dipimpin oleh mangku dan anggota
penglinsiradat dusun Selelos da Pemusungan (Kepala Desa) Bentek.
Sejumnlah persiapan yang ditentukan pada waktu itu diantaranya:
Lokasi acara, Undangan, Perlengkapan, Konsumsi dan akomodasi.
Setelah berbagai persiapan untuk melaksanakan ritual memarek
bebekeq telah siap. Prosesiacara kemudian dilakukan selama tujuh
hari tujuh malam yang berpusat disusun selelos yang dimulai dengan,
Prosesi adat penyambutan tamu yang dilanjutkan dengan acara
memule/bangaran (memulai/mengusir roh halus) dibangun rumah adat
becingah agung yang telah disiapkan khusus serta dipimpin pemangku
gumu Selelos atau juru kunci kawasan bebekeq. Kegiatan selanjutnya
adalah ritual Penabeq Agung atau mohon permisi kepada sang raja
yang moksa. Malam harinya disi juga dengan acara dengan acara maca
(membaca) kitab hikayat kerajaan bebekeq termasuk beberapa jenis
pagelaran seni budaya local setempat. Pada hari keenam pelaksanaan
ritual memarek bebekeq, ribuan warga yang terdiri dari agama Islam,
Hindu dan Budha berbondong-bondong menuju kawasan hutan adat
bebekeq yang berjarak sekitar tiga kilometer atau perjalanan selama
dua jam. Dikawasan hutan bebekeq terdapat sebuah tanah lapang
seluas 100 meter persegi yang diyakini sebagai pusat istana
kerajaan bebekeq yang moksa bersama sang raja berikut eluruh
rakyatnya. Ditempat inilah ketiga unsur masyarakat yang memiliki
hubungan erat dengan kerajaan bebekeq tersebut, menginap semalam
dan melakukan ritual puncak memarek atau berziarah secara bersama.
Prosesi memarek dimulai dengan semedi yang dipimpin pemangku
selelos atau juru kunci kawasan bebekeq, setelah itu masing-masing
kelompok agama memisahkan diri dan mencari tempat untuk berkumpul
danmmemanjatkan doa sesuai dengan cara dan kepercayaan
masing-masing. Setelah warga menyelesaikan doa untuk keselamtan
para leluhur dan umat, sebagian dari kelompok melakukan acara
memaca (membaca) kita hikayat kerajaan bebekeq selama
semalam suntuk. Esok paginya warga kembali melakukan ritual doa
bersama untuk terakhir kalinya sebelum meninggalkan kawasann hutan
adat bebekeq, ritual terakhir ini juga dirangkai dengan
penyembelihan beberapa jenis hewan ternak seperti, kambing dan sapi
yang menjadi nazar bagi setiap warga yang telah tercapai hajat dan
keinginan selama setahun terakhir. Puncak ritual yang menjadi akhir
dari seremonial adat memarek bebekeq yakni acara megibung atau
makan bersama seluruh warga peserta ritual bebekeq termasuk para
undangan, setelah itu dilanjutkan dengan acara ramah tamah hingga
selesai. ***
c. Kerajaan Bebekeq Lombok UtaraKERAJAAN PAMATAN. Sebuah negeri
yang dibangun pada jaman kono di pulau Lombok. Masyarakatnya makmur
karena berladang, menanam padi dan kapas. Suasana kacau balau
setelah Majapahit menganeksasi kerajaan kecil ini. Raja Pamatanpun
turun tahta diganti oleh putera sulung prabu Majapahit dengan agama
wratsari yang dibawa oleh Garendah dari Jawa. Gunung Rinjani
meletus dan memusnahkan Pamatan. Rakyatpun terpencar sampai
keseluruh Lombok. Inilah cikal bakal kerajaan Pejanggik, kerajaan
Langko, kerajaan Bayan dan kerajaan Sokong. Menurut babad Suwung,
kerajaan pertama ini disebut sebagai kerajaan Suwung yang
diperintah oleh Prabu Batara Indra dan Permaisuri Diah Sita. Dari
keturunan Batara Indra, tercatat 12 kerajaan kecil yang didirikan
oleh putera-puteranya, seperti Ama Paberengan (Tumenggung
Paberengan) mendirikan kerajaan Sokong. Kecuali putera sulungnya
Ama Rara menggantikan posisi prabu sebagai raja Lombok yang
bergelar Batara Lombok, sehingga kekuasaannya disebut pulau Lombok.
Dalam babad Negara Kertagama Karangan Mpu Prapanca, Bayan dan
Sokong termasuk dalam wilayah Lombok Mirah (Lombok Barat). Kerajaan
SOKONG adalah kelanjutan dari kerajaan BEBEEQ, yang didirikan oleh
putera kerajaan BEBEKEQ setelah moksa dengan seluruh rakyat dan
istananya. Sang raja tidak mau tunduk pada kerajaan yang
mengalahkannya dengan tipu muslihat. Bukan dengan perang. Kisah
tipu muslihat perang inilah sebagai dasar kerajaan BEBEKEQ
MOKSA.
d. Mitologi Moksa Kerajaan Bebekeq
ALKISAH. Kerajaan Karang Asem Bali menyerang Kerajaan Bebekeq,
Lombok. Tentara Kerajaan Karang Asem bertujuan untuk menginvasi dan
menguasai pulau Lombok, pasukan yang akan menyerang kerajaan
bebekeq dipimpin oleh Patih Rangga Jowong. Armada Karang Asem
mendarat di Gili Trawangan. Demi mengetahui serangan musuh tiba,
Kerajaan Bebekeq dipimpin oleh Raden Patih Bonong menyiapkan bala
tentara untuk mempertahankan kerajaan. Pasukan Kerajaan bebekeq
membuat kemah pertahanan di pelabuhan Bangsal, Pemenang. Peperangan
antar kedua tentara berlangsung cukup lama dan terjadi didarat dan
laut. Patih Bonong dengan bala tentaranya tidak pernah surut selama
peperangan Musush selalu Kewalahan. Kalau tidak menyerah, lari
tunggang langgang, atau menjadi tawanan. Saat beralangsungnya
peperangan Raden Patih Bonong, ditemani sepasang abdi patih
kerajaan bebekeq iyaitu, Amaq Sayon dan Inaq Sayon yang selalu siap
melayani terutama menyiapkan air panas untuk membuka gumpalan darah
musuh yang tersisa dalam genggaman sang patih yang sakti
mandraguna. Selain menyerang dan berhadapan langsung dikancah
pertempuran melawan pasukan kerajaan bebekeq. Patih Rangga Jowong,
juga memasang telik sandi untuk mengawasi setiap gerak gerik patih
Bonong dan bala tentaranya. Suatu saat, telik sandi bertemu Amaq
Sayon dan menawarkan jabatan dengan jaminan hidup bahagia dan
bergelimang harta. Amaq sayon terpedaya dan tertarik dengan tawaran
itu sehingga terjadilah tipu muslihat dari patih rangga jowong
terhadap pasukan raden patih bonong. Keesokan hari, setelah kembali
dari medan perang terjadi dialog antara Amaq Sayon dengan tuannya
Raden Patih Bonong. Wahai Tuanku, dengan berat hati dan rasa
kesedihan yang amat sangat. Hamba memberitahuan kepada tuan bahwa
Kerajaan karang Asem telah masuk ke pusat kerajaan bebekeq. Raden
Patih Bonong, kemudian menjawab, kalau raja sudah kalah dan takluk,
untuk apa kita berperang mempertahankan kerajaan? Tidak ada raja
yang kita bela bila raja telah kalah. Kita menyerah saja, kata
patih Bonong. Keesokan harinya, perang pun berlanjut lagi.
Berbarengan dengan itu, dengan kuda Amaq sayong pun melapor ke raja
di Bebekeq, bahwa patih Bonong telah menyerah.
Amaq Sayong : Paduka yang mulia, berita buruk dari medan perang,
bahwa Raden Patih Bonong telah menyerah. Prabu Denek Mas : Kalau
Patih Bonang telah kalah, maka tidak ada lagi yang bisa kita
pertahankan. Patih Genep dan Patih Ampangbayuh tidak dapat
diandalkan. Serta merta sang prabu memanggil adiknya Denek Mas Dini
Sari Gunung untuk mengambil cangku (cembung/mangkok) dan mengambil
air di sumur (sumbur) monjet. Air dari sumur itulah yang
dipercikkan oleh sang prabu, sehinga kerajaan dan rakyatnya moksa,
hilang dari permukaan bumi. Pada saat Patih Rangga Jowong melakukan
penyerangan ke pusat keratin kerajaan bebekeq tidak ditemukan.
Tidak ada satupun atau kuwula yang ditemukan, kecuali hamparan gumi
yang lapang dengan rumput yang hijau. KERAJAAN BEBEKEQ MOKSA
BERSAMA RAJA DAN RAKYATNYA.
Kondisi Sebenarnya, Prajurit Kerajaan Karang Asem, Tidak Bisa
Sampai Di Pusat Kerajaan Bebekeq Sebelum Raden Patih Bonong Dapat
Dikalahkan. Disisi Lain Sebenarnya, Patih Bonong Belum Kalah Tapi,
Strategi Inilah Yang Kemudian Melemahkan Semangat Patih Dan
Pasukannya. Demikian Juga Raja Yang Percaya Atas Imformasi Amaq
Sayon.
Sumber : Datu Artadi, tokoh adat Lombok Utara dan keturunan
langsung kerajaan Bebekeq. Alm. Bpk. Soedharma, tokoh adat dan
pengelingsir gumi Dayan Gunung. Pemangku Adat, juru kunci kawasan
hutan adat bebekeq dan keluarga serta masyarakat Selelos. Dll.
D. MANDI SAFAR RITUAL TOLAK BALA MANDI Safar adalah salah satu
ritual adat yang di kerjakan satu tahun sekali oleh masyarakat Desa
Gili Indah, Kecamatan Pemenang, kabupaten Lombok Utara, ( Gili
Trawangan, Gili Meno dan Gili Air ). Mandi safar juga dikenal
dengan istilah Rabu Bontong atau hari Rabu trakhir pada bulan safar
(penanggalan Islam) pelaksanaan pada waktu terbit fajar. Tanggal
pengerjaannya juga tidak dapat di sesuaikan dengan penanggalan atau
kalender pemerintah tapi biasanya di kerjakan pada bulan Januari
atau Februari. Menurut kepercayaan dari orang tua dulu atau para
tokoh agama atau pun tokoh adat setempat, pada waktu dulu tepatnya
zaman Rasulullah (Nabi Muhammad Saw) beliau meminta dan menyarankan
pada semua sahabat dan pengikutNya pergi hijrah atau keluar rumah
untuk mengerjakan ibadah dan memperbanyak amal kebaikan antara
sesame salah satunya memohon doa Tolak Bala karena diyakini pada
Rabu Bontongatau akhir bulan safar Allah akan menurunkan 700 macam
penyakit. Sebelum melaksanakan ritual ini badan harus di sucikan
terlebih dahulu dengan cara mandi di sungai atau dilaut, bahkan
biasanya dilakukan berpuasa terlebih dahulu. Sedangkan di Gili
Trawangan ritual ini mulai di kerjakan sekitar tahun 1996,
sedangkan tahun 2006 masyarakat menyepakati untuk di kerjakan rutin
di tiga gili dengan cara bergantian, sesuai dengan kesepakatan
bersama. Meski tiga gili memiliki masyarakat yang majmuk (sasak,
makasar, jawa) pelaksanaan Mandi Safar atau Rabu Bontong dapat di
terima dengan baik tanpa ada perbedaan presepsi karena di setiap
daerah juga memiliki tradisi yang sama untuk ritual tolak bala,
meski dalam pengerjaan ritual sedikit berbeda tapi pada dasarnya
maksud dan tujuannya sama. Terlebih lagi tiga dili merupakan Daerah
Tujuan Wisata (DTW) yang sudah tentu harus memiliki budaya ataupun
tradisi tersendiri yang dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan.
Sebelum pelaksanaan ritual ini satu bulan hari H masyarakat
melakukan Begundem atau Sangkep (musyawarah) untuk menentukan
persiapan baik untuk pendanaan, keseragaman,
lokasi, kepanitiaan, menentukan tamu undangan, konsumsi,
keamanan, dekorasi hingga transportasi bagi tamu undangan, 7 hari
sebelum hari H semua persiapan yang diperlukan harus lengkap.
Kemudian pada hari H masyarakat bersama semua tokoh agama, adat dan
semua undangan atau peserta berkumpul pada tempat yang sudah di
tentukan, kemudian dilakukan zikir dan doa bersama yang kemudian di
lanjutkan dengan makan bersama dan yang terakhir yakni melarungkan
sesajen yang berisikan beras ketan, telur pisang dan juga sekapur
sirih. Menurut filosofi sesajen ini melambangkan bentuk permohonan
atau doa kepada Tuhan agar penyakit atau bala serta bencana yang
bersumber dari laut tidak terjadi, intinya memohon doa pada tahun
agar alam beserta isinya terhindar dari semua musibah dan juga
bencana. Biasanya ritual ini dirangkai dengan kegiatan sosial salah
satunya yang rutin di lakukan di tiga gili yaitu pelepasan penyu
atau kura-kura kelaut lepas. Dalam sekali pelaksanaan masyarakat
biasanya menghabiskan dana tidak kurang dari 10 juta untuk semua
keperluan, semua pendanaan juga dilakukan secara swadaya, jumlah
panitia yang harus di lengkapi minimal 40 untuk mengurus semua
keperluan ataupun prosesi ritual lainnya. Karena banyak rangkaian
acara lainnya yang harus di laksanakan tak jarang ritual ini
berakhir hingga pukul 10.00 wita. ***
E. LEBARAN ADAT KOMUNITAS MASYARAKAT ADAT BAYAN BELEQBAYAN
adalah salah satu kecamatan paling timur dan terjauh dari pusat ibu
kota Kabupaten Lombok Utara yang terkonsentrasi di wilayah
kecamatan Tanjung. Bayan juga dikenal sebagai daerah yang memiliki
peradaban tertua di pulau Lombok, karena diyakini menjadi daerah
pertama yang menerima penyebaran agama Islam. Sekaligus pintu masuk
penyebaran agama Islam yang datang dari daratan pulau Jawa sekitar
abad ke- 14. Bayan juga banyak menyimpan legenda dan cerita unik
yang dilengkapi dengan bukti-bukti sejarah yang dirutualkan bahkan
prosesinya masih kukuh menggunakan ritual adat dalam setiap
pelaksanaan acara adat atau gawe adat yang masih kental diyakini
sebagai peninggalan nenek moyang terdahulu yang harus tetap
dilestarikan dan dijaga. Sejumlah proses dan rangkaian adat
yang
dipahami dan diterapkan oleh komunitas adat bayan Kabupaten
Lombok Utara (KLU) memang nyata tidak dapat terlepas dan
terpisahkan dengan ajaran Agama Islam. Sangat jelas mulai dari
filosofi Wetu Telu, Tarawih Kyai Adat bayan hingga ritual lebaran
adat yang disakralkan oleh komunitas Adat Bayan. Hal ini terlihat
memiliki satu bingkai kuat sebagai salah satu mata rantai yang juga
memiliki tugas dan fungsinya yang saling mengisi dan mengiringi.
Berbicara soal lebaran adat, sudah tentu ada prosesi tharawih adat
dan peringatan Nuzulull Quran secara adat atau malam laillatul
Qadhar yang disebut maleman atau malam Seribu Bulan oleh masyarakat
adat bayan. Shalat Tharawih dan malman adat tetap dilakukan oleh
para kyai dan prananta-prananta adat yang ada diseluruh komunitas
adat bayan sesuai dengan tugas dan fungsi serta waktu yang sudah
ditentukan. Pelaksanaan semua jenis ritual tersebut tetap terfokus
di Masjid Kono Bayan. Seiring dengan beberapa kegiatan keagamaan
pada bulan Ramadhan yang selalu dilaksanakan komunitas adat bayan 3
hari setelah ibadah-ibadah puasa lain pada umumnya. Pelaksanaan
lebaran adat sebagai hari kemenangan setelah sebulan berpuasa,
pelaksanaan Idul Fitri (Shalat Ied) yang juga dikerjakan setelah 3
hari pelaksanaan idul fitri secara umum tetap menjadi agenda
tahunan utama komunitas masyarakat adat bayan. Pelaksanaan shalat
Ied pada lebaran adat idul fitri dimasjid kono dilakukan tiga hari
setelah pelaksanaan Shalat Ied Idul Fitripada umumnya, ini
bertujuan agar tidak terjadi benturan waktu pelaksanaan shalat Ied
Idul fitri secara umum. Pendapat lain hitungan ini juga dimaksudkan
agar agama tetap diikuti adat dan bukan sebaliknya. Akan tetapi
sebelum menetapkan hari lebaran adat, para pemuka adat dan kyai
adat tetap harus mengadakan gundem atau rapat, karena terkait
persiapan ritual dan lainnya. Setelah haisl gundem telah
disepakati, proses pelaksanaan shalat Ied lebaran adat baru
kemudian dimulai. Lebaran adat didesa bay