Page 1
Desain Cascade Low Noise Amplifier dan Sigma Delta
ADC pada Reciever Satelit Galileo
Muhammad Husni Santriaji, Aji Widhi Wibowo
Institut Teknologi Bandung
[email protected] , [email protected]
Abstract— In this paper the Cascade Low
Noise Amplifier (LNA) and Delta-Sigma
Analog Digital Converter (ADC) operating
with a center frequency of 1.200 GHz is
designed using ADS 2009. The LNA provides
a Gain of 29.434 dB with a noise figure of 1.8.
I. Pendahuluan.
Satelit Galileo merupakan satelit navigasi
yang dibuat oleh Uni Eropa dan European
Space Agency (ESA) [1]. Tujuan pembuatan
Galileo adalah untuk menyediakan layanan
navigasi yang akurat dan presisi untuk negara-
negara Uni Eropa. Independen sebagai
antisipasi kemungkinan terjadinya konflik
dengan negara penyedia layanan navigasi
lainnya. Satelit Galileo bekerja pada frekuensi
band E5 yakni antara 1.164 GHz sampai 1.215
GHz seperti digambarkan pada gambar 1.
Gambar 1. Frekuensi Kerja Satelit Galileo [2].
Sebuah satelit memiliki beberapa subsistem,
salah satunya ialah subsistem reciever. Low
noise amplifier (LNA) dan analog to digital
converter (ADC) merupakan salah satu bagian
terpenting dalam reciever. Keberhasilan sebuah
reciever diukur dari beberapa parameter, antara
lain gain, koefisien refleksi output dan noise
figure. Pada kesempatan kali ini dirancang LNA
yang bekerja pada aplikasi reciever satelit
Galileo.
II. Dasar Teori.
Gambar 2. Blok Diagram Reciever Satelit
GNSS.
1. Reciever Satelit Galileo.
Sistem reciever pada satelit Galileo dapat
dijabarkan pada gambar 2. Sub sistem ini terdiri
dari sebuah antena, sebuah filter, LNA, analog
to digital processing (ADC) dan (digital signal
processing) DSP. Antena berfungsi untuk
menangkap sinyal data yang masuk pada satelit,
filter berfungsi untuk memfilter noise, LNA
berfungsi untuk amplifier sinyal data, ADC
berfungsi untuk mengubah sinyal analog dari
LNA menjadi sinyal digital dan DSP berfungsi
untuk memproses sinyal digital.
2. Stabilitas LNA.
Kestabilan merupakan hal yang sangat
penting dalam LNA. Apabila sebuah LNA tidak
stabil, maka LNA akan bekerja sebagai sebuah
oscilator biasa [4]. Cara utama untuk
mengetahui kestabilan suatu LNA ialah dengan
Page 2
menghitung nilai K, koefisien kestabilan dari s-
parameter pada frekuensi yang diinginkan.
| |
(1)
| <1 (2)
K dan |∆| memberikan indikasi apakah suatu
device stabil atau tidak. Suatu devais yang stabil
akan memberikan nilai K > 1 dan |∆| < 1.
3. Impedansi Matching LNA.
Sebuah LNA dapat dilakukan matching
untuk optimasi menyesuaikan dengan spec yang
ada. Sebuah LNA dapat dirancang untuk
mengutamakan power gain atau mengutamakan
aspek low noise [3].
a. Optimum Noise Match.
Matching untuk mendapatkan nilai noise yang
minimal dapat dilakukan dengan menambahkan
impedansi source pada input transistor.
Optimasi noise ( dapat didapatkan nilainya
dengan menurunkan persamaan di bawah ini.
(
)
b. Optimum Power Match.
Matching untuk mendapatkan nilai gain
yang maksimum dapat dilakukan dengan
menurunkan fungsi di bawah ini.
Unilateral case :
(4)
(5)
Bilateral case :
√
(6)
√
(7)
4. Noise Figure.
Total noise power terdiri dari gain noise
input yang masuk pada amplifier dan noise yang
dihasilkan oleh amplifier itu sendiri. Total noise
band width dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut ini.
NBW = ∫
(8)
Persebaran w dibatasi oleh komponen lain
dalam sistem, atau oleh gain respon dari
amplifier [4]. Noise figure dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut.
F =
(9)
Total equivalent input current noise
merupakan jumlah dari kontribusi refleksi drain
noise dan noise pada induksi gate current.
Minimum noise figure dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut.
(10)
Apabila tidak ada gate current noise, maka
minimum noise figure akan bernilai 0 dB.
5. Delta Sigma ADC.
Oversampling pada sigma-delta merupakan
teknik pengambilan cuplikan pada suatu
frekuensi yang lebih tinggi daripada sinyal yang
sedang diukur. Gambar 3 menunjukkan
Oversampling pada delta-sigma yang
dipergunakan untuk memindahkan derau/noise
hasil kuantisasi di luar frekuensi sinyal yang
diinginkan [5]. Bila noise telah dipisahkan dari
sinyal data, bandpass filter digunakan untuk
melewatkan frekuensi sinyal yang diinginkan
saja dengan demikian sinyal akan lebih mudah
dibersihkan.
Page 3
Gambar 3. Perkiraan kuantisasi derau (noise)
pada Sigma-delta berada menjauh dari sinyal
berisi data.
Noise transfer function (NTF)
dipergunakan sebagai alat bantu menghitung
kuantisasi derau/noise yang dipindahkan. NTF
untuk Sigma-delta orde 1 adalah
nilai NTF ini akan naik secara kuadrat
dengan bertambahnya orde.
III. Metode Penelitian.
Simulasi dilakukan menggunakan software
ADS 2009. ADS 2009 merupakan suatu
software simulator yang berfungsi untuk
mendisain dan mensimulasi rangkaian RF dan
mixed sinyal. Software ini memudahkan
desainer untuk melakukan desain dan
penghitungan melalui fungsi-fungsi yang ada
serta simulasi s-parameter. Pada ADS2009
terdapat fungsi sopt yang berfungsi untuk
mendapatkan nilai optimal untuk penghitungan
optimum noise dan optimum gain.
IV. Hasil Eksperimen.
1. Menentukan spesifikasi LNA.
Spesifikasi untuk LNA diambil dari
spesifikasi reciever satelit Galileo, dimana
frekuensi kerja pada band e5a dan e5b yakni
pada frekuensi 1.164 GHz-1.215GHz yang
berarti memiliki bandwidth sebesar 51 MHz.
Gain pada LNA yang dibutuhkan oleh reciever
ialah 25 dB. Noise Figure yang dibutuhkan
haruslah dibawah 2.5 dB [6].
2. Menentukan transistor.
Transistor yang digunakan ialah AT 31033
[7]. Vce = 1v, Ic = 1 mA. Transistor ini
termasuk transistor BJT. Alasan pemilihan
transistor ini ialah frekuensi kerjanya pada 0-5
GHz dengan performa puncak pada 900MHz,
dekat dengan frekuensi kerja yang diinginkan
yakni pada frekuensi band 1.164 GHz dan 1.215
GHz, dengan frekuensi tengah 1.207 GHz.
AT31033 memiliki gain sebesar 15 dB yang
tidak mencapai gain minimal untuk sebuah
reciever satelit Galileo. Untuk menambah gain,
dirancang rangkaian cascade menggunakan
rangkaian ini sehingga memilik gain lebih dari
25 dB.
3. Verifikasi model.
Verifikasi model dilakukan untuk
membandingkan nilai s-parameter asli dari
datasheet dengan simulasi. Dari simulasi ini
dapat diketahui apakah transistor yang dipakai
sesuai dengan datasheet yang diberikan oleh
vendor.
Gambar 4. Simulasi Verifikasi Transistor.
Gambar 4 merupakan uji coba untuk
mendapatkan s-parameter Gambar 5
menunjukkan hasil plot nilai s-parameter pada
smithchart untuk frekuensi 0-5 GHz. Hasil uji
coba menunjukkan bahwa nilai s-parameter
antara komponen pada ADS dan datasheet
memiliki nilai yang sama.
Page 4
Gambar 5. Plot nilai s-parameter pada
frekuensi 0 - 5GHz.
4. Plot Stabilitas.
Gambar 6. Simulasi plot kestabilan.
Gambar 6 menunjukkan simulasi untuk
mendapatkan plot stabilitas komponen
transistor. Gambar 7 menunjukkan nilai
komponen stabilitas pada transistor.
Tabel 1. Nilai K untuk frekuensi 0.1-1.7 GHz.
Nilai K masih di bawah 1 untuk frekuensi
1.2 GHz, oleh karena itu diperlukan rangkaian
stabilitas untuk mengeluarkan lingkaran
stabilitas menjadi di luar smith chart. Gambar 7
sebelah kiri menunjukkan bahwa pada frekuensi
1.2 GHz, lingkaran kestabilan masih
berpotongan dengan smith chart. Penambahan
stabilitas LNA dapat dilakukan dengan dua
cara, yakni dengan menambahkan resistor dan
menambahkan rangkaian induktor pada output
LNA. Penambahan rangkaian ini walaupun
mampu menggeser lingkaran ketidakstabilan
dari dalam smithchart menuju ke luar smith
chart, akan tetapi juga memiliki trade-off yakni
menurunkan nilai gain LNA. Pada LNA ini
ditambahkan resistor sebesar 33 ohm dan
induktor sebesar 22 nH. Dapat Gambar 7
sebelah kanan menunjukkan bahwa lingkaran
ketidakstabilan keluar dari smith chart setelah
diberi rangkaian tambahan berupa resistor dan
induktor.
Gambar 7. Lingkaran kestabilan sebelum diberi
rangkaian kestabilan (kiri), setelah diberi
rangkaian kestabilan (kanan).
5. Matching Rangkaian LNA.
Koefisien refleksi yang minimal pada
output dan gain yang maksimal pada LNA
didapat dengan impedance matching pada
rangkaian LNA. Titik awal pencarian nilai
rangkaian impedance matching dapat dilakukan
dengan mudah melalui pemanggilan fungsi sopt
pada ADS 2009.
Page 5
Gambar 8. Plot sopt smith chart.
Gambar 8 menunjukkan hasil simulasi
untuk mendapatkan nilai sopt yang optimal pada
frekuensi 1.2 GHz. Dapat dilihat bahwa
diperoleh nilai sopt sebesar 0.7367 + j41.33.
Nilai ini dimasukkan pada design match 1,
yakni untuk mencari nilai induktor yang sesuai
pada impedansi input LNA. Untuk mencari nilai
induktor yang sesuai, dilakukan simulasi
menggunakan rangkaian pada gambar 9.
Gambar 9. Rangkaian pencari nilai induktansi
input.
Rangkaian terdiri dari sebuah terminal input
yakni terminal 1, sebuah induktor yang nilainya
divariasikan berdasarkan nilai sopt yang didapat
dari simulasi sebelumnya.
Gambar 10. Plot variasi nilai induktansi input.
Pada plot induktansi gambar 10, dipilih
nilai induktansi yang paling dekat dengan titik
pusat dan lingkaran Z0. Dalam hal ini, dipilih
nilai induktansi sebesar 24 nH. Kemudian
impedance matching dilanjutkan dengan
memilih nilai kapasitansi dengan percobaan
pada gambar 11.
Gambar 11. Simulasi untuk mencari nilai C.
Dari percobaan di atas, dihasilkan plot pada
gambar 12. Kemudian dipilih nilai kapasitansi
yang paling mendekati titik tengah smith chart
yakni nilai kapasitansi sebesar 4.25 pF.
Gambar 12. Plot variasi nilai kapasitansi.
Impedansi matching dilanjutkan dengan
impedansi pada output dengan metode yang
sama dengan impedansi matching. Nilai yang
didapat dari impedansi matching ini ialah C = 2
pF dan induktor dengan nilai 10 nH.
freq (1.200GHz to 1.200GHz)
Mat
ch1.
.S(1
,1)
L_value=1.000
L_value=2.000
L_value=3.000L_value=4.000L_value=5.000
L_value=6.000
L_value=7.000
L_value=8.000
L_value=9.000L_value=10.000L_value=11.000L_value=12.000L_value=13.000L_value=14.000L_value=15.000L_value=16.000L_value=17.000L_value=18.000L_value=19.000L_value=20.000
freq (1.200GHz to 1.200GHz)
Mat
ch1.
.S(1
,1)
freq (1.200GHz to 1.200GHz)
Matc
h2..S
(1,1
)
C_value=3.250
C_value=3.500
C_value=3.750
C_value=4.000
C_value=4.250
C_value=4.500
C_value=4.750
C_value=5.000
freq (1.200GHz to 1.000GHz)
Matc
h2..S
(1,1
)
Page 6
Gambar 13. Rangkaian LNA first stage.
Gambar 13 menunjukkan rangkaian LNA
first order. Rangkaian ini memiliki nilai gain
sebesar 14.481 dB seperti ditunjukkan pada
gambar 13. Nilai gain ini masih berada di
bawah requirement sistem dimana gain yang
diinginkan ialah 25 dB. Oleh karena itu,
rangkaian ini ditambahkan dengan sebuah
transistor lagi secara cascade.
Gambar 14. Grafik Gain pada rangkaian
LNA first order.
Rangkaian cascade ditambahkan dengan
rangkaian kestabilan yang baru agar menjaga
lingkaran ketidakstabilan rangkaian LNA tetap
berada di luar smithchart. Selanjutnya ialah
menambahkan inductor secara parallel untuk
impedansi output. Proses impedansi output
rangkaian pada gambar 15 sama dengan proses
matching output pada rangkaian sebelumnya.
Gambar 15. Rangkaian simulasi matching
output induktor.
Hasil simulasi ditunjukkan pada gambar 16,
selanjutnya dipilih nilai induktansi yang paling
dekat dengan lingkaran pusat. Kali ini dipilih
nilai induktansi sebesar 18nH.
Gambar 16. Hasil simulasi matching
induktansi.
Langkah terakhir ialah matching output
dengan kapasitor yang dirangkai seri seperti
diperlihatkan pada gambar 17.
m3freq=dB(S(2,1))=14.481
1.200GHz
0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.00.0 3.5
-30
-20
-10
0
10
-40
20
freq, GHz
dB
(S(2
,1))
Readout
m3m3freq=dB(S(2,1))=14.481
1.200GHz
Page 7
Gambar 17. Rangkaian simulasi matching
output kapasitor.
Seperti pada matching sebelumnya, kali ini
dipilih plot nilai kapasitor yang paling dekat
dengan pusat smithchart. Nilai yang paling
sesuai ialah 1.75 pF seperti ditunjukkan pada
gambar 18.
Gambar 18. Hasil simulasi matching output
kapasitor.
Gambar 19. Rangkaian LNA cascade 2 order.
Gambar 20. Nilai koefisien refleksi input
(merah) dan output (biru).
Gambar 21. Grafik noise figure.
m2freq=dB(S(1,1))=-9.634
1.200GHz
m1freq=dB(S(2,2))=-38.707
1.200GHz
0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.00.0 3.5
-30
-20
-10
-40
0
freq, GHz
dB(S
(1,1
))
Readout
m2
dB(S
(2,2
))
Readout
m1 m2freq=dB(S(1,1))=-9.634
1.200GHz
m1freq=dB(S(2,2))=-38.707
1.200GHz
Page 8
Gambar 22. Grafik Gain Rangkaian Cascade.
Hasil akhir rangkaian LNA cascade 2 stage
ditunjukkan pada gambar 19. Pada gambar 20,
terlihat nilai koefisien refleksi pada desain
rangkaian setelah dilakukan cascade. Pada LNA
first stage, koefisien regleksi bernilai -19,649
dB setelah dilakukan cascade menjadi -38,707
dB. Nilai koefisien refleksi untuk output pada
rangkaian cascade lebih rendah. Rendahnya
nilai refleksi output ini berarti bahwa amplitudo
gelombang yang dipantulkan oleh rangkaian
rendah sehingga rangkaian lebih efisien dan
power gain lebih besar.
Gain pada rangkaian cascade mencapai
29.434 dB, lebih besar daripada rangkaian LNA
first order. Nilai ini telah memenuhi
requirement dari receiver satelit Galileo. Nilai
noise figure pada rangkaian cascade ialah 1.814
juga telah memenuhi minimum requirement
yang sebesar 2.5. Tabel 2 menunjukkan
persebaran nilai K pada berbagai frekuensi.
Pada frekuensi tengah 1.2 GHz, K bernilai
1.519 yang berarti lebih dari 1. Hal ini
menunjukkan bahwa rangkaian dalam kondisi
stabil.
Tabel 2. Sebaran nilai kestabilan K pada
rangkaian Cascade.
6. Delta-sigma ADC Orde 3.
Rangkaian Delta-sigma orde 3
menghasilkan output tegangan yang ditunjukkan
pada gambar 23. Kuantisasi sinyal memiliki
resolusi yang lebih tinggi dengan semakin
besarnya orde dan semakin rendah dengan
semakin kecilnya orde.
Gambar 13. Persebaran teganagn keluaran
Sigma-delta ADC pada domain frekuensi.
freq
100.0 MHz200.0 MHz300.0 MHz400.0 MHz500.0 MHz600.0 MHz700.0 MHz800.0 MHz900.0 MHz1.000 GHz1.100 GHz1.200 GHz1.300 GHz1.400 GHz1.500 GHz1.600 GHz1.700 GHz1.800 GHz1.900 GHz2.000 GHz2.100 GHz2.200 GHz2.300 GHz2.400 GHz2.500 GHz2.600 GHz2.700 GHz2.800 GHz2.900 GHz3.000 GHz
StabFact1
16384.773890.282166.660
54.55826.753
9.8404.6922.9062.3051.7821.6161.5911.6401.7371.8771.8271.8021.7961.8681.9481.9261.9111.9021.8991.8741.8521.8331.8191.8081.801
Page 9
Gambar 24. Rangkaian Delta-sigma orde 3.
7. Band-pass Filter
Setelah keluaran dari Sigma-delta ADC, sinyal
perlu disaring kembali dengan menggunakan band-
pas filter (BPF) untuk melewatkan frekuensi yang
diinginkan saja yaitu pada kisaran 1164MHz
hingga 1214MHz.
Gambar 25. Rangkaian band-pass filter. C1 = 0.1
pF; L1 = 0.31 uH; C2 = C3 = 62.4 pF
Gambar26. Output tegangan Sigma-delta orde 2
setelah melalui BPF.
Gambar 27. Output tegangan Sigma-delta orde 3
setelah melalui BPF.
V. Kesimpulan.
Telah dibuat rancangan LNA cascade second
order yang memenuhi requirement receiver satelit
Galileo. LNA cascade memiliki nilai gain lebih
besar dibanding LNA first order, serta memiliki
nilai koefisien refleksi lebih kecil. Namun
demikian pertambahan tersebut dibayar dengan
trade-off noise figure yang lebih besar. LNA
cascade memiliki karakteristik berupa gain 29,434
dB, noise figure sebesar 1,814 dan koefisien
refleksi output sebesar -38,707 dB.
VI. Daftar Pustaka.
1. What is Galileo? http://www.esa.int/
Our_Activities/Navigation/ The_future_-
_Galileo/ What_is_Galileo, diakses tanggal 29
Mei 2014.
Page 10
2. Ucar, A., "A Subsampling Delta-Sigma
Modulator for Global Navigation Satellite
Systems." Wesminter Research, 2010.
3. Kumar, P.R., "Design of L‐Band Low Noise
Amplifier". 2010.
4. Gonzalez, G., "Microwave Transistor
Amplifiers: Analysis and Design", Prentice
Hall, 1984.
5. Baker, Bonnie. How delta-sigma ADCs work,
Part 1. Texas Instrument Online Article.
Diakses 26 Mei 2014.
6. Kumar R., Kumar M., and Srivastava V. M.,
"Design and Noise Optimization of RF Low
Noise Amplifier for IEEE Standard 802.11 A
WLAN", International Journal of VLSI design
& Communication Systems (VLSICS) Vol.3,
No.2, April 2012.
7. Avago Technology, "AT-31011, AT-31033
Low Current, High Performance NPN Silicon
Bipolar Transistor" Datasheet, Avago
Technology, 2009.