PERBANKAN SYARIAH Makalah ini dibuat dan dipresentasikan pada
mata kuliah LKS NON BANK
KELOMPOK 1
:
Mohammad Faqih Sabinus Theo Ryan Widhiatmoko
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT FAKULTAS
SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011M/1434 H
DAFTAR ISI DAFTAR ISI BAB I: PENDAHULUAN 1.1 latar belakang 1.2
tujuan 1.3 pokok masalah BAB II: PEMBAHASAN1. Penjelasan mengenai
pengertian, tujuan dan dasar hukum perbankan syariah 3 2. Perbedaan
bank syariah dengan bank konvensional 3. Sejarah berkembangnya bank
syariah 4. Perbedaan IDB, Bank Syariah, dan BPRS 5. Perkembangan
dan Pertumbuhan Bank syariah di Indonesia 6. Peraturan hukum
terkait dengan bank syariah 5 5 10 10 11
1
2 2 2
7. Dampak pertumbuhan bank syariah bagi perkembangan bisnis
syariah lainnya 16 8. Prospek, Kendala & Strategi Perkembangan
Bank Syariah 16
BAB III: PENUTUP A. Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA 20 21
1
BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang pada saat ini, isu tentang
IB yang merupakan singkatan dari Islamic Bank atau kita sebagai
orang Indonesia menyebutnya dengan bank syariah telah menjadi isu
hangat di kalangan masyarakat. Bank syariah yang pada prinsipnya
menggunakan prinsip-prinsip ekonomi islam telah mampu bertahan dari
krisis ekonomi yang melanda Indonesia beberapa saat lalu. Hal
itulah yang menjadi acuan para ekonom-ekonom menyampaikan bahwa,
seharusnya sisitem ekonomi islam harus dijadikan sebuah solusi
bukan lagi alternatif untuk menghadapi permasalahan-permasalahan
ekonomi akibat bobroknya system yang sudah ada. Kemunduran ekonomi
kapitalis yang menerapkan asas pasar bebas dan ekonomi sosialis
dengan kontrol negara dalam perekonomian secara terpusat, merupakan
titik pijak bagi perkembangan ekonomi syariah. Asas yang didepankan
dalam ekonomi syariah adalah keadilan atau kesetaraan hak dan
kewajiban, peniadaan segala bentuk penindasan atau penggerogotan
terhadap pihak lain, serta memiliki dimensi sosiologis. Pilar utama
perekonomian syariah adalah perbankan syariah. 1.2 Tujuan 1. Untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah LKS NON BANK. 2. Untuk
mengetahui sagala sesuatu mengenai perbankan syariah. 3. Menambah
wawasan dalam ilmu perbankan. 1.3 Pokok Masalah 9. Penjelasan
mengenai pengertian, tujuan dan dasar hukum perbankan syariah . 10.
Perbedaan bank syariah dengan bank konvensional. 11. Sejarah
berkembangnya bank syariah. 12. Perbedaan IDB, Bank Syariah, dan
BPRS. 13. Perkembangan dan Pertumbuhan Bank syariah di Indonesia.
14. Peraturan hukum terkait dengan bank syariah. 15. Dampak
pertumbuhan bank syariah bagi perkembangan bisnis syariah lainnya
16. Prospek, Kendala & Strategi Perkembangan Bank Syariah.
2
BAB II PEMBAHASAN1. Pengertian, tujuan, dan dasar hukum Bank
Syari'ah A. Pengertian Pengertian bank menurut UU No 7 tahun 1992
adalah badan usaha yang menghimpun dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Istilah Bank dalam
literatur Islam tidak dikenal. Suatu lembaga yang menghimpun dana
dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat, dalam
literature islam dikenal dengan istilah baitul mal atau baitul
tamwil. Istilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah
Bank Syari'ah. Secara akademik istilah Islam dan syariah berbeda,
namun secara teknis untuk penyebutan bank Islam dan Bank Syari'ah
mempunyai pengertian yang sama. Dalam RUU No 10 Tahun 1998
disebutkan bahwa Bank Umum merupakan bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syari'ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu litas
pembayaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip syari'ah adalah
aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak
lain untuk menyimpannya, pembiayaan atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syari'ah. Berdasarkan rumusan masalah
tersebut, Bank Syari'ah berarti bank yang tata cara operasionalnya
didasari dengan tatacara Islam yang mengacu kepada ketentuan
alquran dan al hadist. B. Tujuan Ada beberapa tujuan dari perbankan
Islam. Diantara para ilmuwan dan para professional Muslim berbeda
pendapat mengenai tujuan tersebut. Menurut Handbook of Islamic
Banking, perbankan Islam ialah menyediakan fasilitas keuangan
dengan cara mengupayakan instrumentinstrumen keuangan (Finansial
Instrumen) yang sesuai denga ketentuan dan norma syari'ah. Menurut
Handbook of Islamic Banking, bank Islam berbeda dengan bank
konvensional dilihat dari segi partisipasinya yang aktif dalam
proses pengembangan sosial ekonomi negara-negara Islam yang
dikemukakan dalam buku itu, perbankan Islam bukan ditujukan
terutama untuk memaksimalkan keuntungannya sebagaimana halnya
sistem perbankan yang berdsarkan bunga, melainkan untuk memberikan
keuntungan sosial ekonomi bagi orang-orang muslim. Dalam buku yang
berjudul Toward a Just Monetary System, Muhammad Umar Kapra
mengemukakan bahwa suatu dimensi kesejahteraan sosial dapat dikenal
pada suatu pembiayaan bank. Pembiayaan bank Islam harus disediakan
untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi
sesuai dengan nilai-nilai Islam. Usaha yang sungguh-sungguh yang
harus dilakukan untuk memastikan bahwa pembiayaan yang dilakukan
bank-bank Islam tidak akan meningkatkan konsentrasi kekayaan atau
meningkatkan konsumsi meskipun sistem Islam telah3
memiliki pencegahan untuk menangani masalah ini. Pembiayaan
tersebut harus dapat dinikmati oleh pengusaha sebanyak-banyaknya
yang bergerak dibidang industri pertanian dan perdagangan untuk
menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi
barang-barang dan jasa-jasa untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri
maupun ekspor. Para banker Muslim beranggapan bahwa peranan bank
Islam semata-mata komersial berdasarkan pada instrumen-instrumen
keuangan yang bebas bunga dan ditunjukkan untuk mengjasilkan
keuangan finansial. Dengan kata lain para banker muslim tidak
beranggapan bahwa suatu bank Islam adalah suatu lembaga sosial,
dalam suatu wawancara yang dilakukan oleh Kazarian, Dr Abdul Halim
Ismail, manajer bank Islam Malaysia berhaj, mengemukakan,
sebagaimana bisnis muslim yang patuh, tujuan saya sebagai manajer
dari bank tersebut (bank Malaysia Berhaj) adalah semata-mata
mengupayakan setinggi mungkin keuntungan tanpa menggunakan
instrumen-instrumen yang berdasarkan bunga. C. Dasar hukum
Kemunculaan perbankan syariah diawali dengan disahkannya
Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang menggantikan
undang-undang perbankan sebelumnya yakni Undang-undang No.14 Tahun
1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan. Berdasarkan UndangUndang No. 7
tahun 1992 tentang Perbankan, selanjutnya dikeluarkan peraturan
pelaksanaan mengenai Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil yaitu
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1992 tentang Bank
Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Dalam Pasal 13 huruf (c)
UndangUndang No. 7 tahun 1992 ditegaskan bahwa bank dapat
menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
Akan tetapi dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 10 tahun 1998
tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang
Perbankan, peraturan pelaksana mengenai Bank Berdasarkan Prinsip
Syariah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sehubungan dengan itu
Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1992 dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku melalui Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1999. Dalam
Undang-Undang No. 10 tahun 1998, keberadaan Bank Berdasarkan
Prinsip Syariah disebutkan dalam usaha Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat dengan perumusan yang berbeda. Untuk Bank Umum
disebutkan dalam Pasal 1 angka (3), bahwa Bank Umum adalah bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan pinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran Sedangkan untuk Bank Perkreditan
Rakyat disebutkan dalam Pasal 1 angka (4), yakni Bank Perkreditan
Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan pinsip syariah yang dalam kegiatannya
tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
4
Sebagai tindak lanjut dan ganti pengaturan bank berdasarkan
prinsip syariah tersebut, Bank Indonesia pada tanggal 12 Mei 1999
mengeluarkan peraturan mengenai Bank Berdasarkan Prinsip Syariah
yang masing-masing dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
Nomor 32/34/KEP/DIR/1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip
Syariah dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
32/36/KEP/DIR/1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan
Prinsip Syariah. Namun pada dasarnya bank syariah dalam pembuatan
produk dan pelaksanaannya berdasar pada al-quran dan hadist. 2.
Perbedaan bank syariah dengan bank konvensional Bank Syariah
Berinvestasi pada usaha yang halal Keuntungan pada nisbah bagi
hasil Besaran bagi hasil fluktuatif Memiliki DPS Penyelesaian
masalah melalui Basyarnas dan PA Profit and Falah Oriented
Pelayanan secara islami Bank Konvensional Berinvestasi pada usaha
bebas nilai Keuntungan pada bunga Besaran bungan konstatan Tidak
ada lembaga sejenis Penyelesaian masalah melalui pengadilan negara
Hanya Profit Oriented Pelayanan secara umum
3. Sejarah berkembang dan lahirnya bank syariah di berbagai
Negara Sejarah lahir pada masa islam
A . Praktek Perbankan Masa Awal Islam Bisnis transaksi keuangan
dan perbankan, lazimnya masuk dalam kategori ajaran muamalah.
Seperti dimensi ajaran Islam lainnya, ajaran muamalah ini memiliki
cakupan yang sangat luas. Berbeda dengan aspek yang murni ibadah
(ibadah mahdlah), dimensi muamalah bersifat sangat variatif,
berkembang dan berjalan dengan sangata dinamis. Maka, inovasi,
kreativitas dan temuan baru untuk mempermudah manusia dalam
bermuamalah tentu saja tidak dapat dihindarkan, akan selalu ada
untuk menunjang pencarian solusi dan kemudahan. Sepanjang
sejarahnya umat islam senantiasa berusaha untuk berpegang teguh
pada ajaran agamannya. tidak kecuali dalam aspek muamalah.
Pandangan terhadap agama yang holistik dan komprehensif tersebut
tercermin dan termanifestasikan dengan adanya rekaman sejarah yang
memuat contoh-contoh praktek perniagaan dan aktvitas ekonomi yang
dilakukan oleh nabi, sahabat, tabiin dan ulama.
5
Pada hakekatnya fungsi utama suatu bank adalah untuk menyimpan
kekayaan, menyalurkannya (pembiayaan atau pinjaman) dan
mentransfernya. Kota Mekkah dan Madinah tempat awal mula tumbuh dan
berkembangnya Islam adalah kawasan dagang dan metropolitan, dimana
aktivitas ekonomi dan perniagaan menjadi urat nadi dari kehidupan
warganya. Maka, tidak mengherankan jika dalam kondisi yang demikian
beragam kegiatan perniagaan berpola dengan modus yang mirip
perbankkan . B . Perbankkan Masa Bani Umayyah dan Abbasiyah Praktek
semisal perbankan dalam dunia modern sudah ada dimasa Bani Umayyah
. Semasa Muawiyah ( 661-680M), dikenal istilah jihbi , sharraf dan
naqid. Istilah tersebut merujuk kepada para analis dan ahli dalam
bidang keuangan (tepatnya, penilai uang coin dan logam). Disamping
kerja mereka adalah ahli dalam bidang uang logam, para ahli
tersebut juga biasa bertugas untuk mengumpulkan pungutan pajak,
jizyah atau retribusi lainnya. Di masa Abbasiyah profesi ini
menjadi lebih populer. Pada era Muqtadir (908-932M) hampir semua
menteri di dalam kabinet memiliki seorang ahli di bidang keuangan
dan perlogaman tersebut. Ibnu Furat memilih Harun bin Imran dan
Yosef bin Wahab sebagai juru keuangan dan pengatur praktek
quasi-perbankkan Ibnu Abi Isa memilih Ali bin Isa dalam profesi
serupa. Hamd Ibnu Wahab memilih Ibrahim bin Yuhana. Bahkan menteri
Abdullah al Baridi memiliki tiga asisten ahli keuangan sekaligus
dua adalah orang yahudi dan satu orang Nasrani. Tidak mengherankan,
jika sebagaian ahli mencatat bahwa pada masa Abbasiyah ini praktek
deposito, transfer uang dan pembayaran dengan cek dan peminjamnnya
sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kegiatan ekonomi
sehari-hari warga Abbasiyah. Tercatat dalam sejarah Sayf al-Daulah
al-Hamdani sebagai orang yang mempelopori terbitnya cek sebagai
model pembayaran praktis yang digunakan dalam kegiatan perdagangan
di Arab dan Aleppo (Spanyol). Perkembangan di berbagai negara
1 . Mesir Upaya di tahun 1940-an di Malaysia dan 1950-an di
Pakistan untuk mendirikan bank tanpa bungan menemui kegagalan. Bank
Mit Ghamr Mesir yang berdiri tanhun 1963 dapat dicatat sebagai
printis utama yang relatif konkrit dan nyata untuk mewujudkan
adanya Bank Islam yang terbebas dari bunga . Percobaan bank dengan
model yang demikian mendapatkan dukungan luas, khusunya dari
kalangan petani dan masyarakat pedesaan. Jumlah penabungnya secara
cepat meningkat. dari 17.560 orang tahun 1963-1964 menjadi 251.152
tahun 1966-1967. Jumlah simpanan juga meningkat, dari LE 40.944
menjadi LE 1.828.375 . Sayang sekali, rintisan bank tersebut
kemudian terganggu dengan situasi politik. Tahun 1967 Bank Islam
rintisan ini diambil alih oleh Bank Nasional Mesir, sehingga
akhirnya kepercayaan nasabah menjadi turun drastis. Tahun 1971,
usaha Bank Islam tanpa bunga ini kemudian di coba untuk di hidupkan
kembali dengan nama Nasser Social Bank. Kemudian langkah in diikuti
oleh Faisal Islamic Bank of Eqypt , Egyptian Saudi Finance Bank .
tahun6
1990an Bank Mesir ( The Bank of Eqypt) membuka pelayanan khusus
berbasiskan syariah, meskipun The Bank of Eqypt bukanlah bank
syariah murni. Meski gagal untuk bertahan, adanya mit Ghamr Bank
ternyata bukan usaha sia-sia. islamic Development Bank (IDB)
didirikan tahun 1975 dengan 22 negara pendiri. Bank ini
disampingkan memberikan pinjaman kepada para negara anggotanya,
juga mensponsori adanya riset dan pengembangan untuk pendirian
bank-bank islam. Dewasa ini IDB bermarkas di jeddah dan memiliki
anggota 43 negara . 2. Iran Tahun 1979 Shah Iran jatuh dan
pemeritahan dijalankan oleh rezim ayatollah . Iran menjadi Republik
Islam. Tanggal 8 Juni 1979 seluruh bank di Iran dinasionalisasikan.
Ada 35 Bank. dengan upaya nasionalisasi tersebut maka 35 bank itu
digolongkan menjadi 6 bank komersial, tiga bank dengan tujuan
khusus dan spesifik, seperti untuk kredit rumah. Didirikan juga 22
bank di tingkat provinsi. Agustus 1983 disahkan undang-undang
tentang bank tanpa bunga. Undang-undang juga menggariskan bahwa
pada 21 Maret 1984 seluruh bank agar menggunakan sistem tanpa
bunga. Akhirnya Maret 1985 seluruh transaksi perbankan di Iran
berdasarkan syariah . 3 .Pakistan Islamisasi di Pakistan terjadi
pada akhir dekade 1970an , ketika Jendral Ziaul Haq berkuasa (
1977). Sebuah komis ideologi dipersiapkan pada tahun 1977. Tahun
1979 empat lembaga finansial yakni House Building Fiance Corporatio
, Investment Corporation of Paskita , National Invetment Trus , dan
Bankers Equity Limited mulai menawarkan layanan berbasiskan
syariah. Juni 1980, bank pemerintah Pakistan mulai memperkenalkan
model transaksi mudharabah dan murabahah. Januari 1981 semua bank
memiliki dan menyediakan layanan berbasiskan syariah. Januari
sampai Juli 1985 semua institusi keuangan Pakistan dan transaksi
Syariah. 4. Sudan Langkah islamisasi perbankan Sudan dilakukan pada
tahun 1977, ketika faisal Islamic Bank of Sudan didirikan dan
diperkuat dengan keputusan parlemen untuk mengukuhkan adanya tekad
untuk proses islamisasi bank Tadamon Islamic Bank, the sudanese
Islamic Bank, the Islamic Co-operative Bank, al-Barakah Bank of
Sudan, dan Islamic Bank of Western Sudan. Tahun 1983, semua bank
diharuskan untuk menjalankan model bank syariah. Tetapi di tahun
1985 agenda tersebut tertunda kembali seiring dengan adanya
pergantian kekuasaan. Mulai tahun 1994 langkah islamisasi bank di
galakkan kembali.
7
5. Turki Turki adalah satu-satunya Negara Muslim yang menyatakan
diri sebagai negara sekuler. Meski demikian, tahun 1983 terdapat
aturan yang memungkinkan adanya bank atau lembaga keuangan yang
beroperasi tanpa bunga atau berdasarkan syariah. Maka berdirilah
Al-Baraka Turkish Finance House dan Faisal Finance Institution
Incorporation. 6. Eropa dan Amerika Dewasa ini Bank Islam tidak
hanya terdapat di negara-negara Muslim saja, tetapi sudah berdiri
di kawasan Eropa dan Amerika. Tahun 1983 berdiri The International
Islamic Bank of Denmark yang merupakan Bank islam pertama yang
berdiri di kawasan Eropa. Kemudian di susul dengan Citibank, ANZ
Bank, Chase Manhattan bank, dan Jardine Fleming yang juga membuka
window Bank Islam. 7. Malaysia Dapat dikatakan bahwa perkembangan
terpesat perbankan syariah terjadi di Malaysia. Aturan secara
terpisah untuk perbankkan syariah ada di Malaysia. Bank Islam
Malaysia Berhad didirikan tahun 1983 dan go public pada 17 januari
1992 . Aturan tentang Bank Islam Malaysia 1983 berlaku pada 7 April
1983 . Seperti bank-bank lainnya , Bank islam Malaysia diatur dan
diawasi oleh Bank Sentral Malaysia ( Bank Negara Malaysia, BNM ).
Aturan pemerintahan Malaysia tentang investasi tahun 1983 juga
memungkinkan untuk adanya surat berharga syariah. Disamping adanya
prangkat aturan yang semakin disempurnakan . Bank Negara Malayasia
(BNM) juga melakukan langkah-langkah ekspansi kelembagaan bagi
eksistensi Bank Islam yang semakin terjangkau luas di berbagai
pelosok negeri . Dalam rangka untuk terus memasarkan jasa dan
produk perbankkan Islam tersebut , BNM juga mengijinkan bagi
bankbank konvesional untuk membuka office channeling atau window
pelayanan Bank Islam. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa
langkah tersebut akan terasa lebih efektif dan ekspansif. Mengingat
infra struktur dan jaringan bank-bank tersebut telah ada sebelumnya
. Untuk menjaga standarisasi kemurnian produk bank-bank tersebut
dan sekaligus sebagai jaminan orientasi syariahnya , maka pada 4
maret 1993 BNM menerbitkan skim. Perbankkan tanpa Faedah (bunga)
sebagai pedoman standarisasi operasional bagi otentisitas
kesyariahannya , Dewasa ini disamping tumbuh subrnya bank-bank
islam di Malaysia , berkembang juga lembaga-lembaga keuangan non
babnk dengan beragam variasinya , dari mulai islamic Financial
Market , Islamic Stock Exchange , dan Islamic Index . Jika
dicermati maka dari berbagai lembaga tersebut terdapat tidak kurang
dari 40 varian produk yang ditawarkan : mudharabah , musyarakah ,
murabahah , al-bay al-muajjal , al-ijarah , al-qard al-hasan ,
istisna dan lain-lain . Untuk memperkuat jaringan dan kerjasama
antar lembaga keuangan syariah tersebut , terdapat Islamic
Interbank Money Market yang dibentuk pada 4 januari 1994 . Untuk
mensupervisi jaminan kehalalan produk dan untuk memberi opini
independen dari perspektif syariah tentang produk jasa dan layanan
yhang ditawarkan lembaga-lemabaga keuangan tersebut maka pada 1 mei
1997 dibentuklah the National Syariah Advisory Council on8
Islamic Banking and Takaful (NSAC). Lembaga NSAC ini sekaligus
menjadi institusi tertinggi yang menjalankan fungsi supervisi
tersebut . 1 oktober 1999, dua bank besar Bank Bumiputera Malaysia
Berhad (BBMB) dan Bank of Commerce Berhad (BOCB) merger menjadi
satu bank , Bank Muamalat Malaysia Berhad (BMMB) . Mergernya dua
bank besar menjadi satu bank syariah ini menandai expansi
cabang-cabang Bank Islam di beberapa kota Malaysia dan sekaligus
terintegrasi ribuan pekerja didalamnya . Langkah berkembangnya Bank
Islam diatas lebih diperkuat lagi dengan adanya izin operasional
yang dikeluarkan oleh Bank Nasional Malaysia (BNM) unuk
beroprasinya Kuwait Finance House dan the al-Rajhi Bank . Selain
itu , masih banyak lagi lembaga-lembaga keuangan dan perbankan
berskala mikro yang beroperasi dengan skema syariah serta
menawarkan produk , jasa dan layanan keuangan yang sangat variatif
. 8. Indonesia Pada awal tahun 1980-an telah banyak diskusikan
mengenai keberadaan bank syariah sebagai alternatif perbankan yang
berbasis Islam dan sekaligus juga sebagai penopang kekuatan ekonomi
Islam di Indonesia, akan tetapi untuk memprakarsai suatu System
Perbankan Islam yang baru dimulai pada tahun 1990. Perbentukan Bank
Syariah ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri,
dengan lokakaryanya tentang Bunga Bank dan perbankan menghasilkan
terbentuknya sebuah team perbankan yang bertugas untuk melakukan
pendekatan dan konsultasi manfaat Bank Syariah, inilah yang
memperkarsainya berdirinya PT. BMI (Bank Muamalat Indonesia) pada
tahun 1991. Pada awal berdirinya Bank Muamalat Indonesia keberadaan
tentang Bank Syariah sendiri belum mendapatkan respon yang positif
dan perhatian yang optimal dari masyarakat dalam tatanan industri
perbankan nasional, disebabkan oleh landasan Hukum Operasional Bank
yang menggunakan sistem Syariah yang berlandasan Syariat Islam,
yang hanya dikategorikan sebagai Bank dengan Sistem Bagi Hasil dan
tidak terdapat rincian landasan hukum syariah serta jenis jenis
usaha yang diperbolehkan. Pada masa perkembangan selanjutnya, yaitu
pada masa era reformasi Bank Syariah mendapat persetujuan dengan
dibuatkannya Undang Undang No. 10 tahun 1998, yang mengatur dengan
rinci tentang landasan hukum serta jenis jenis usaha yang dapat
dioperasikan dan di implementasikan oleh Bank Syariah. Undang
Undang tersebut juga memberikan arahan bagi Bank Konvensional untuk
membuka cabang Syariah atau bahkan mengkonversikan diri secara
total menjadi Bank Syariah. Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi
bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank
Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang
telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya
merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan
Bank Rakyat Indonesia (Persero). Dan pada saat ini, BRI Syariah
sudah memisahkan diri dengan induknya BRI. Ini menunjukkan
perkembangan yang terus terjadi pada perbankan syariah di
Indonesia.
9
4. Perbedaan IDB, Bank Syariah, dan BPRS A. Dari kelembagaannya
Islamic Development Bank (IDB) adalah lembaga keuangan
internasional yang didirikan pada tanggal 20 Oktober 1975 (15
Syawal 1395 H) oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi
Konferensi Islam (OKI). Bank Syari'ah berarti bank yang tata cara
operasionalnya didasari dengan tatacara Islam yang mengacu kepada
ketentuan alquran dan al hadist. BPR Syariah (BPRS) adalah salah
satu jenis bank yang diizinkan beroperasi dengan sistem syariah di
Indonesia. Aturan hukum mengenai BPR Syariah mengacu kepada
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 dan Peraturan Bank Indonesia
(PBI).
B. Dari fungsinya Fungsi IDB adalah memberikan pinjaman untuk
proyek-proyek produktif dalam pembangunan ekonomi dan sosial.
Selain itu, IDB juga mendirikan dan mengoperasikan dana khusus
untuk tujuan tertentu seperti dana bantuan untuk masyarakat Muslim
di negara-negara non-anggota IDB dan berwenang untuk menerima dana
dan memobilisasi dana tersebut berdasarkan sumber daya keuangan
syariah yang kompatibel. Bank Islam ialah menyediakan fasilitas
keuangan dengan cara mengupayakan instrument-instrumen keuangan
(Finansial Instrumen) yang sesuai denga ketentuan dan norma
syari'ah. BPR Syariah adalah bank yang didirikan untuk melayani
Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Sektor UMK ini yang menjadikan BPR
Syariah berbeda pangsa pasarnya dengan Bank Umum / Bank Umum
Syariah..
5. Perkembangan dan Pertumbuhan Bank syariah di Indonesia.
Hingga saat ini, perbankan syariah di Indonesia hanya menguasai
sekitar 3% pangsa pasar, tertinggal dari asuransi syariah yang
justru baru berkembang akhir-akhir ini (sekitar 4%). Padahal,
sosialisasi perbankan syariah sudah berjalan lebih dari 19 tahun
(Majalah Investor, Agustus 2011). Jika kita ingin membandingkan
dengan pasar modal syariah, efek yang beredar di pasar modal justru
sudah mencapai hampir 50%. Padahal pasar modal syariah muncul
belakangan. Pertumbuhan perbankan pun mengalami kenaikan yang cukup
menggembirakan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 hanya ada 3
Bank Umum Syariah (BUS), 19 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 92 Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), sedangkan hingga September 2011
sudah terdapat 11 BUS, 23 UUS, dan 154 BPRS. Hal ini dimungkinkan
dengan adanya UU No. 2 Tahun 2008 tentang batas waktu tahun 2023
bagi UUS untuk menjadi BUS.
10
Dari sisi pekerja, ada peningkatan dari tahun ke tahun, namun
peningkatannya tidak terlalu signifikan. Terbukti dengan adanya
bajak-membajak sumber daya manusia (SDM) di perbankan syariah.
Setiap tahun setidaknya dibutuhkan sekitar 14000 SDM syariah
(Majalah Investor, Agustus 2011). Maka dari itu, peluang
mendapatkan kerja di bidang syariah masih sangat terbuka lebar.
BUS, UUS, dan BPRS umumnya mengalokasikan pembiayaan dengan
mengutamakan usaha kecil dan menengah. Hal ini sesuai dengan
himbauan Alquran QS Adz-Dzariyat:19 dan QS AlMaun:2-3. Selain itu,
memberdayakan orang yang lebih membutuhkan akan membuat masyarakat
semakin mandiri berusaha, tidak hanya mengandalkan bantuan-bantuan
sumbangan dan semacamnya. Namun dari sumber lain mengatakan
Pertumbuhan industri perbankan syariah Indonesia mencapai 40% per
tahun, jauh melampaui negara lain dalam lima tahun terakhir. Halim
Alamsyah, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), mengatakan rerata
pertumbuhan industri perbankan sayariah pada lima tahun terakhir
mencapai 40% per tahun. "Pertumbuhan itu jauh melampaui negara lain
yang bertumbuh rata-rata 10%-15% per tahun," ujarnya usai membuka
D8 Workshop on Islamic Microfinance hari ini. Melalui pertumbuhan
itu, tambah Halim, saat ini Indonesia menempati posisi keempat dari
39 negara yang memiliki industri perbankan syariah, Indonesia lebih
unggul dari pada Bahrain dan Emirat Arab, meskipun masih di bawah
Iran, Malaysia, Arab. Prospek ke depan, lanjutnya, Indonesia juga
lebih menjanjikan karena memiliki penduduk yang sangat besar.
"Keunggulan perbankan syariah Indonesia lainnya adalah memiliki
dewan syariah nasional sendiri sehingga fatwa kita lebih baik. Di
negara lain fatwanya dari masing-masing bank," jelas Halim. Ia
menilai perbankan syariah juga memiliki daya tahan yang lebih kuat
dibandingkan dengan konvensional dalam menghadapi gejolak ekonomi
global. "Karena perbankan syariah mengharuskan ada underlying
[jaminan] yang jelas dalam pembiayaan," ujarnya. Hingga akhir
september 2011, aset perbankan syariah di Indonesia sebesar Rp 126
triliun. Rinciannya, Rp 123 triliun merupakan aset Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah, sisanya sebesar Rp 3 triliun
merupakan aset Bank Perkreditan Rakyat Syariah.
6. Peraturan hukum terkait bank syariah Sebagaimana telah
dikemukakan, secara teoritis Bank Islam baru dirintis sejak tahun
1940-an dan secara kelembagaan baru dapat dibentuk pada tahun
1960-an. Di Indonesia kenyataannya baik secara teoritis maupun
kelembagaan, perkembangan Bank Islam bahkan lebih kemudian.
Eksistensi Bank Islam secara hukum positif dimungkinkan pertama
kali melalui Pasal 6 huruf m Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan. Pasal 6 huruf m beserta penjelasannya tidak
mempergunakan sama sekali istilah Bank Islam atau Bank Syariah
sebagaimana dipergunakan kemudian sebagai istilah resmi dalam UUPI,
namun hanya menyebutkan: menyediakan pembiayaan bagi nasabah
berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah."11
Di dalam Pasal 5 ayat (3) PP No. 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum
pun hanya disebutkan frasa Bank Umum yang beroperasi berdasarkan
prinsip bagi hasil dan di penjelasannya disebut Bank berdasarkan
prinsip bagi hasil. Begitu pula dalam Pasal 6 ayat (2) PP No. 71
Tahun 1992 tentang Bank Pekreditan Rakyat hanya menyebutkan frasa
Bank Perkreditan Rakyat yang akan melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip bagi hasil yang dalam penjelasannya disebut
Bank Perkreditan Rakyat yang berdasarkan bagi hasil. Kesimpulan
bahwa bank berdasarkan prinsip bagi hasil merupakan istilah bagi
Bank Islam atau Bank Syariah baru dapat ditarik dari Penjelasan
Pasal 1 ayat (1) PP No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan
Prinsip Bagi Hasil. Dalam penjelasan ayat tersebut ditetapkan bahwa
yang dimaksud dengan prinsip bagi hasil adalah prinsip muamalat
berdasarkan Syariat dalam melakukan kegiatan usaha bank.
Perkembangan lain yang patut dicatat berkaitan dengan perbankan
syariah pada saat berlakunya Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan adalah berdirinya Badan Arbitrase Muamalat Indonesia
(BAMUI). BAMUI berdiri secara resmi tanggal 21 Oktober 1993 dengan
pemrakarsa MUI dengan tujuan menyelesaikan kemungkinan terjadinya
sengketa muamalat dalam hubungan perdagangan, industri, keuangan,
jasa dan lain-lain di kalangan umat Islam di Indonesia. Dengan
demikian dalam transaksi-transaksi atau perjanjian-perjanjian
bidang perbankan syariah lembaga BAMUI dapat menjadi salah satu
choice of forum bagi para pihak untuk menyelesaikan perselisihan
atau sengketa yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan transaksi atau
perjanjian tersebut. Perkembangan kemudian berkenaan dengan BAMUI,
melalui Surat Keputusan Majelis Ulama Indonesia No.
Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 menetapkan di
antaranya perubahan nama BAMUI menjadi Badan Arbitrase Syariah
Nasional (BASYARNAS) dan mengubah bentuk badan hukumnya yang semula
merupakan Yayasan menjadi badan yang berada di bawah MUI dan
merupakan perangkat organisasi MUI. Pada tahun 1998 eksistensi Bank
Islam lebih dikukuhkan dengan dikeluarkannya Undangundang No. 10
Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Dalam Undang-undang tersebut, sebagaimana
ditetapkan dalam angka 3 jo. angka 13 Pasal 1 Undang-undang No. 10
Tahun 1998, penyebutan terhadap entitas perbankan Islam secara
tegas diberikan dengan istilah Bank Syariah atau Bank Berdasarkan
Prinsip Syariah. Pada tanggal 12 Mei 1999, Direksi Bank Indonesia
mengeluarkan tiga buah Surat Keputusan sebagai pengaturan lebih
lanjut Bank Syariah sebagaimana telah dikukuhkan melalui
Undang-undang No. 10 Tahun 1998, yakni : 1. Surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia No. 32/33/KEP/DIR tentang Bank Umum, khususnya Bab
XI mengenai Perubahan Kegiatan Usaha dan Pembukaan Kantor Cabang
Syariah; 2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.
32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah ; dan
3. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/DIR tentang
Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah.
12
Selanjutnya berkenaan dengan operasional dan instrumen yang
dapat dipergunakan Bank Syariah, pada tanggal 23 Februari 2000 Bank
Indonesia secara sekaligus mengeluarkan tiga Peraturan Bank
Indonesia, yakni : 1. Peraturan Bank Indonesia No. 2/7/PBI/2000
tentang Giro Wajib Minimum Dalam Rupiah Dan Valuta Asing Bagi Bank
Umum Yang Melakukan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah ,
yang mengatur mengenai kewajiban pemeliharaan giro wajib minimum
bank umum yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah; 2. Peraturan Bank Indonesia No. 2/8/PBI/2000 tentang Pasar
Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, yang dikeluarkan dalam
rangka menyediakan sarana penanaman dana atau pengelolaan dana
antarbank berdasarkan prinsip syariah; dan 3. Peraturan Bank
Indonesia No. 2/9/PBI/2000 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
(SWBI) , yakni sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai
bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip Wadiah yang
merupakan piranti dalam pelaksanaan pengendalian moneter semacam
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dalam praktek perbankan
konvensional. Berkenaan dengan peraturan-peraturan Bank Indonesia
di atas, relevan dikemukakan dalam hal ini mengenai tugas Bank
Indonesia dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
berdasarkan prinsip syariah, sebagaimana disebutkan dalam
Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (UUBI).
Pasal 10 ayat (2) UUBI memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia
untuk menggunakan cara-cara berdasarkan prinsip syariah dalam
melakukan pengendalian moneter. Kemudian Pasal 11 ayat (1) UUBI
juga memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk mengatasi
kesulitan pendanaan jangka pendek suatu Bank dengan memberikan
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu paling
lama 90 (sembilan puluh) hari. Dipandang dari sudut lain, dengan
demikian UUBI sebagai undangundang bank sentral yang baru secara
hukum positif telah mengakui dan memberikan tempat bagi penerapan
prinsip-prinsip syariah bagi Bank Indonesia dalam melakukan tugas
dan kewenangannya. Disamping peraturan-peraturan tersebut di atas,
terhadap jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syariah, Bank
Syariah juga wajib mengikuti semua fatwa Dewan Syariah Nasional
(DSN), yakni satu-satunya dewan yang mempunyai kewenangan
mengeluarkan fatwa atas jenisjenis kegiatan, produk dan jasa
keuangan syariah, serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh
lembaga-lembaga keuangan syariah di Indonesia. Sampai saat ini DSN
telah memfatwakan sebanyak 43 fatwa, melingkupi fatwa mengenai
produk perbankan syariah, lembaga keuangan non-bank seperti
asuransi, pasar modal, gadai serta berbagai fatwa penunjang
transaksi dan akad lembaga keuangan syariah, sebagai berikut :
13
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
NOMOR FATWA 01/DSN-MUI/IV/2000 02/DSN-MUI/IV/2000
03/DSN-MUI/IV/2000 04/DSN-MUI/IV/2000 05/DSN-MUI/IV/2000
06/DSN-MUI/IV/2000 07/DSN-MUI/IV/2000 08/DSN-MUI/IV/2000
09/DSN-MUI/IV/2000 10/DSN-MUI/IV/2000 11/DSN-MUI/IV/2000
12/DSN-MUI/IV/2000 13/DSN-MUI/IX/2000 14/DSN-MUI/IX/2000
15/DSN-MUI/IX/2000 16/DSN-MUI/IX/2000 17/DSN-MUI/IX/2000
TENTANG Giro Tabungan Deposito Murabahah Jual Beli Salam Jual
Beli Istishna Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan Ijarah Wakalah Kafalah Hawalah Uang Muka dalam Murabahah
Sistem Distribusi Hasil Usaha dalam LKS Prinsip Distribusi Hasil
Usaha dalam LKS Diskon dalam Murabahah Sanksi atas Nasabah Mampu
yang Menundanunda Pembayaran
14
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
18/DSN-MUI/IX/2000 19/DSN-MUI/IX/2000 20/DSN-MUI/IX/2000
21/DSN-MUI/X/2001 22/DSN-MUI/III/2002 23/DSN-MUI/III/2002
24/DSN-MUI/III/2002 25/DSN-MUI/III/2002 26/DSN-MUI/III/2002
27/DSN-MUI/III/2002 28/DSN-MUI/III/2002 29/DSN-MUI/VI/2002
30/DSN-MUI/VI/2002 31/DSN-MUI/VI/2002 32/DSN-MUI/IX/2002
33/DSN-MUI/IX/2002 34/DSN-MUI/IX/2002 35/DSN-MUI/IX/2002
Pencadangan Penghapusan Aktiva Produktif dalam LKS Al-Qardh
Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah Pedoman Umum
Asuransi Syariah Jual Beli Istishna Paralel Potongan Pelunasan
Dalam Murabahah Safe Deposit Box Rahn Rahn Emas Al-Ijarah
al-Muntahiya bi al-Tamlik Jual Beli Mata Uang (al-Sharf) Pembiayaan
Pengurusan Haji LKS Pembiayaan Rekening Koran Syariah Pengalihan
Utang Obligasi Syariah Obligasi Syariah Mudharabah L/C Impor
Syariah L/C Ekspor Syariah
15
36 37
36/DSN-MUI/X/2002 37/DSN-MUI/X/2002
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia Pasar Bank Antarbank
Berdasarkan Prinsip Syariah Sertifikat Investasi (Sertifikat IMA)
Asuransi Haji Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip
Syariah di bidang Pasar Modal Obligasi Syariah Ijarah Syariah
Charge Card Ganti Rugi (Tawidh) Mudharabah Antarbank
38 39 40 41 42 43
38/DSN-MUI/X/2002 39/DSN-MUI/X/2002 40/DSN-MUI/X/2003
41/DSN-MUI/III/2004 42/DSN-MUI/V/2004 43/DSN-MUI/VIII/2004
7. Dampak perkembangan bank syariah terhadap bisnis syariah
lainnya Dampak banyaknya bermunculan bank syariah di Indonesia
mulai dari bank umum, unit usaha, sampai akusisi saham, merangsang
pertumbuhan bisnis-bisnis syariah lainnya. Karena pandangan
masyarakat akan bisnis syariah lebih menguntungkan. Walaupun return
yang didapatkan lebih kecil dibanding bisnis konvensional namun
bisnis syariah tetap bertahan ditengah krisis global seperti
sekarang ini. Beberapa bisnis syariah yang mulai berkembang
sekarang ini selain bank syariah diantaranya asuransi syariah,
BPRS, dan BMT. Hal ini dikarenakan pengetahuan masyarakat tentang
prinsip syariah mulai meluas, dan kepercayaan masyarakat Indonesia
yang mayoritas muslim terhadap bisnis syariah memberikan dampak
positif bagi perkembangan bisnis-bisnis syariah. 8. Prospek,
Kendala & Strategi Perkembangan Bank Syariah A. Prospek Tidak
bisa dibantah, bahwa perbankan syariah mempunyai potensi dan
prospek yang sangat bagus untuk dikembangkan di Indonesia . Prospek
yang baik ini setidaknya ditandai oleh empat hal ;
16
Pertama, Jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas beragama Islam
merupakan pasar potensial bagi pengembangan bank syariah di
Indonseia. Sampai saat ini, pangsa pasar yang besar itu belum
tergarap secara signifikan. Kedua, Perkembangan lembaga pendidikan
Tinggi yang mengajarkan ekonomi syariah semakin pesat, baik S1, S2,
S3 juga D3. Dalam lima tahun ke depan akan lahir sarjana-sarjana
ekonomi Islam yang memiliki paradigma, pengetahuan dan wawasan
ekonomi syariah yang komprehensif, tidak seperti sekarang, banyak
yang masih menolak ekonomi syariah karena belum memiliki
pengetahuan yang mendalam tentang ekonomi syariah. Ketiga, Bahwa
fatwa MUI tentang keharaman bunga bank, bagaimanapun akan tetap
berpengaruh terhadap pertumbuhan perbankan syariah. Pasca fatwa MUI
tersebut, terjadi shifting dana masyarakat dari bank konvensional
ke bank syariah secara signifikan yang meningkat dari bulan-bulan
sebelumnya. Menurut data Bank Indonesia, dalam waktu satu bulan
pasca fatwa MUI, dana pihak ketiga yang masuk ke perbankan syariah
hampir Rp 1 trilyun. Fatwa ini semakin mendapat dukungan dari para
sarjana ekonomi Islam. Keempat, Harapan kita kepada sikap
pemerintah cukup besar untuk berpihak pada kebenaran, keadilan dan
kemakmuran rakyat. Political will pemerintah untuk mendukung
pengembangan perbakan syariah di Indonesia tinggal menunggu waktu,
lama kelamaan mereka akan sadar juga dan melihat keunggulan bank
syariah. Sejumlah PEMDA di daerah telah mendukung dan bergabung
membesarkan bank-bank syariah. Bank Indonesia pun diharapkan akan
benar-benar mendukung bank yang menguntungkan negara dan
menyelamatkan negara dari kehancuran. Bank Indonesia yang selama
ini terkesan hanya mengandalkan modal dengkul dalam mengembangkan
bank syariah akan berubah dengan mengandalkan modal riil yang lebih
besar. Memang banyak peran Bank Indonesia dalam mendorong
pertumbuhan bank syariah, khususnya dalam regulasi. Namun kegiatan
sosialisasi dan pencerdasan bangsa masih relatif kecil dilaksanakan
dan didukung Bank Indonesia. Kelima, Masuknya lembaga-lembaga
keuangan internasional ke dalam jasa usaha perbankan syariah di
Indonesia sesungguhnya merupakan indikator bahwa usaha perbankan
syariah di Indonesia memang prospektif dan dipercaya oleh para
investor luar negeri. Potensi dana Timur Tengah sangat besar.
Dana-dana yang selama ini ditempatkan di Amerika dan Eropa, pasca
11 September WTC, mulai ditarik oleh investor Arab untuk
ditempatkan di Asia. B. Kendala bank syariah 1. Kendala Fiqh Adanya
perbedaan pandangan di kalangan ulama Indonesia mengenai bunga yang
secara garis besar terbagi pada tiga pendapat yaitu; halal,
syubhat, dan haram. Hal ini sangat menentukan respon masyarakat
terhadap bank Syariah. Umar Syihab, salah seorang ulama NU17
(Nahdatul Ulama) sebagai representasi ulama berpendapat bahwa
bunga bank adalah halal, didasarkan pendapatnya pada beberapa
alasan. Pertama, jumlah bunga uang yang dipungut dan diberikan oleh
bank kepada nasabah jauh lebih kecil dibandingkan dengan riba yang
diberlakukan di jaman jahiliyah. Kedua, pemungut bunga bank tidak
membuat bank itu sendiri dan nasabahnya memperoleh keuntungan besar
atau sebaliknya tidak akan merasa dirugikan dengan pemberian bunga.
Ketiga, tujuan pengambilan kredit dari debitor pada jaman jahiliyah
adalah untuk konsumsi, sementara pada saat ini bertujuan produktif.
Keempat, adanya kerelaan antara kedua belah pihak yang bertransaksi
sebagaimana halnya kebolehan dalam jual-beli dengan asas kerelaan.
Sementara itu Majelas Tarjih Muhammadiyah memutuskan bahwa bunga
bank yang diberikan oleh bank milik negara kepada nasabahnya, atau
sebaliknya selama berlaku termasuk ke dalam perkara syubhat. Akan
tetapi dari faktor tersebut, hanya menyinggung bunga bank yang
diberikan oleh bank negara, dengan menyatakan bahwa bunga yang
diberikan oleh negara diperbolehkan, karena bunga yang diberikan
masih tergolong rendah, jika dibandingkan dengan bunga pada bank
swasta. Nahdatul Ulama sebagai organisasi Islam terbesar di
Indonesia, di samping Muhammadiyah, memutuskan masalah bunga bank
tersebut dengan beberapa kali sidang, dengan terjadinya polarisasi
pendapat pada tiga kelompok yaitu, haram, halal, dan Syubhat.
Namun, meskipun terdapat perbedaan pandangan, Lajnah Bahsul Masail
memutuskan bahwa yang lebih berhatihati adalah pendapat pertama,
yakni bunga bank haram. 2. Problem Hukum Kendala hukum yang dialami
perbankan syariah di Indonesia ialah, Pengadilan Negeri tidak
menggunakan syariah sebagai landasan hukum bagi penyelesaian
perkara, sedangkan wewenang Pengadilan Agama telah dibatasi UU No 7
Tahun 1989. Institusi ini hanya dapat memeriksa dan mengadili
perkara-perkara yang menyangkut perkawinan, warisan, waqaf, hibah,
dan sedekah. Pengadilan Agama tidak dapat memeriksa perkara-perkara
di luar kelima bidang tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas,
kepentingan untuk membentuk lembaga permanen yang berfungsi untuk
menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa perdata di antara
bank-bank Syariah dengan para nasabah sudah sangat mendesak, maka
didirikan suatu lembaga yang mengatur hukum materi dan/atau
berdasarkan prinsip syariah. 3.Rendahnya Sosialisasi Perbankan
Syariah Isu sentral yang sering kita dengar adalah bahwa pemahaman
masyarakat mengenai sistem, prinsip pelayanan dan produk perbankan
yang berdasarkan syariah Islam sebagian besar masih kurang tepat.
Hal demikian bukan hanya terdapat pada masyarakat awam, tetapi juga
terjadi pada diri Ulama, Kyai dan Para tokoh masyarakat lainnya.
Meskipun sistem ekonomi Islam telah jelas18
dan mudah dipahami, yaitu melarang menggandakan uang secara
tidak produktif dan konsentrasi kekayaan pada satu pihak dan secara
tidak adil. Namun secara praktis bentuk produk dan pelayanan jasa,
prinsip-prinsip dasar hubungan antara bank dengan nasabah, serta
cara berusaha yang halal dalam bank Syariah masih terasa awam &
belum dipahami secara benar. 4.Kendala-kendala Operasional
Kurangnya SDM dan Keahlian: Kendala di bidang sumber daya manusia
dalam pengembangan perbankan Syariah antara lain disebabkan oleh
karena sistem perbankan Syariah masih belum lama dikembangkan di
Indonesia. Di samping itu lembaga akademi dan pelatihan di bidang
ini masih terbatas, sehingga tenaga terdidik dan pengalaman di
bidang perbankan Syariah baik dari sisi bank pelaksana maupun dari
bank sentral masih terasa kurang. Keterbatasan Jaringan Kantor Bank
Syariah: Pengembangan jaringan kantor bank Syariah diperlukan dalam
rangka perluasan jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Disamping
itu, kurangnya jumlah bank Syariah yang ada, juga dapat menghambat
perkembangan kerjasama diantara bank Syariah. Dalam upaya
pengembangan dan perluasan jaringan kantor bank Syariah, ada
beberapa faktor penting yang diperlukan sebagai dasar pengembangan
jaringan. Faktor-faktor tersebut meliputi skala pasar, SDM, sistem
dan teknologi, ketimpangan dalam distribusi dana, serta kegiatan
ekonomi. Terjadinya Asimetri Informasi. Asimetri informasi terjadi
karena bank Syariah kurang transparan dengan nasabahnya karena
nasabah perbankan Syariah seringkali tidak mengetahui tentang
kegiatan investasi yang dijalankan oleh bank serta beberapa resiko
yang terdapat dalam kegiatan tersebut, hal ini juga bertentangan
dengan kaidah-kaidah fiqh yang mewajibkan untuk memberi informasi
lengkap mengenai kegiatan usaha kepada mitra kerja/nasabah.
19
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Bank syariah adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Perbankan
syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah, demokrasi ekokomi, dan prinsip kehati-hatian. Di dalam
bank syariah terdapat suatu badan yang tidak ada di dalam bankbank
konvesional yaitu Dewan Pengawas Syariah. Dewan ini memiliki tugas
untuk meneliti produk-produk baru bank syariah dan memberikan
rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut serta membuat
surat pernyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap menjalankan
usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Bank syariah di
Indonesia memiliki peraturan peraturan yang dijadikan acuan sebagai
setiap usaha yang dialkukan bank syariah. walaupun bank syariah
memiliki prospek yang sangat bagus, namun bukan berarti berdirinya
bnk syariah bukan tanpa halangan. Oleh karena itu dibutuhkan
strategi-strategi agar penghalang-penghalang tersebut dapat
dihilangkan, dan akhirnya dapat tercapainya tujuan-tujuan yang
telah dirumuskan.
20
DAFTAR PUSTAKA
http://www.bi.go.id
http://mhs.blog.ui.ac.id/bunga.aulia91/2012/01/10/perkembangan-perbankan-syariah-diindonesia/
http://sharialearn.wikidot.com/pbi
http://omperi.wikidot.com/sejarah-hukum-perbankan-syariah-di-indonesia
21