BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Sel Siklus sel merupakan proses perkembangbiakan sel yang memperantarai pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Setiap sel baik normal maupun kanker mengalami siklus sel. Siklus sel memiliki dua fase utama, yakni fase S (sintesis) dan fase M (mitosis). Fase S merupakan fase terjadinya replikasi DNA kromosom dalam sel, sedangkan pada fase M terjadi pemisahan 2 set DNA kromosom tersebut menjadi 2 sel (Nurse, 2000). Fase yang membatasi kedua fase utama tersebut yang dinamakan Gap. G 1 (Gap-1) terdapat sebelum fase S dan setelah fase S dinamakan G 2 (Gap-2). Pada fase G 1 , sel melakukan persiapan untuk sintesis DNA yang merupakan fase awal siklus sel. Penanda fase ini adalah adanya ekspresi dan sintesis protein sebagai persiapan memasuki fase S. Pada fase G 2 , sel melakukan sintesis lebih lanjut untuk proses pembelahan pada fase M (Ruddon, 2007). Siklus sel dikontrol oleh beberapa protein yang bertindak sebagai regulator positif dan negatif. Kelompok cyclin, khususnya cyclin D, E, A, dan B merupakan protein yang levelnya fluktuatif selama proses siklus sel. Cyclin bersama dengan kelompok cyclin dependent kinase (CDK), khususnya CDK 4, 6, dan 2, bertindak sebagai regulator positif yang memacu terjadinya siklus sel. Pada mamalia ekspresi kinase (CDK4, CDK2, dan CDC2/CDK1) terjadi bersamaan dengan ekspresi cyclin (D, E, A, dan B) secara berurutan seiring dengan jalannya siklus sel (G 1 -S-G 2 -M) (Nurse, 2000). Aktivasi CDK dihambat oleh regulator negatif siklus sel, yakni CDK inhibitor (CKI), yang terdiri dari Cip/Kip protein (meliputi p21, p27, p57) dan Universitas Sumatera Utara
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Siklus Sel
Siklus sel merupakan proses perkembangbiakan sel yang memperantarai
pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Setiap sel baik normal maupun
kanker mengalami siklus sel. Siklus sel memiliki dua fase utama, yakni fase S
(sintesis) dan fase M (mitosis). Fase S merupakan fase terjadinya replikasi DNA
kromosom dalam sel, sedangkan pada fase M terjadi pemisahan 2 set DNA
kromosom tersebut menjadi 2 sel (Nurse, 2000). Fase yang membatasi kedua fase
utama tersebut yang dinamakan Gap. G1 (Gap-1) terdapat sebelum fase S dan setelah
fase S dinamakan G2 (Gap-2). Pada fase G1, sel melakukan persiapan untuk sintesis
DNA yang merupakan fase awal siklus sel. Penanda fase ini adalah adanya ekspresi
dan sintesis protein sebagai persiapan memasuki fase S. Pada fase G2, sel melakukan
sintesis lebih lanjut untuk proses pembelahan pada fase M (Ruddon, 2007).
Siklus sel dikontrol oleh beberapa protein yang bertindak sebagai regulator
positif dan negatif. Kelompok cyclin, khususnya cyclin D, E, A, dan B merupakan
protein yang levelnya fluktuatif selama proses siklus sel. Cyclin bersama dengan
kelompok cyclin dependent kinase (CDK), khususnya CDK 4, 6, dan 2, bertindak
sebagai regulator positif yang memacu terjadinya siklus sel. Pada mamalia ekspresi
kinase (CDK4, CDK2, dan CDC2/CDK1) terjadi bersamaan dengan ekspresi cyclin
(D, E, A, dan B) secara berurutan seiring dengan jalannya siklus sel (G1-S-G2-M)
(Nurse, 2000). Aktivasi CDK dihambat oleh regulator negatif siklus sel, yakni CDK
inhibitor (CKI), yang terdiri dari Cip/Kip protein (meliputi p21, p27, p57) dan
Universitas Sumatera Utara
keluarga INK4 (meliputi p16, p18, p19). Selain itu, tumor suppressor protein (p53
dan pRb) juga bertindak sebagai protein regulator negatif (Foster, et al., 2001).
Checkpoint pada fase G2 terjadi ketika ada kerusakan DNA yang akan
mengaktivasi beberapa kinase termasuk ataxia telangiectasia mutated (ATM) kinase.
Hal tersebut menginisiasi dua kaskade untuk menginaktivasi Cdc2-CycB baik
dengan jalan memutuskan kompleks Cdc2-CycB maupun mengeluarkan kompleks
Cdc-CycB dari nukleus atau aktivasi p21. Checkpoint pada fase G1 akan dapat dilalui
jika ukuran sel memadai, ketersediaan nutrien mencukupi, dan adanya faktor
pertumbuhan (sinyal dari sel yang lain). Checkpoint pada fase G2 dapat dilewati jika
ukuran sel memadai, dan replikasi kromosom terselesaikan dengan sempurna.
Checkpoint pada metaphase (M) terpenuhi bila semua kromosom dapat menempel
pada gelendong (spindle) mitosis. Checkpoint ini akan menghambat progresi siklus
sel ke fase mitosis, sedangkan checkpoint pada fase M (mitosis) terjadi jika benang
spindle tidak terbentuk atau jika semua kromosom tidak dalam posisi yang benar dan
tidak menempel dengan sempurna pada spindle. Kontrol checkpoint sangat penting
untuk menjaga stabilitas genomik. Kesalahan pada checkpoint akan meloloskan sel
untuk berkembang biak meskipun terdapat kerusakan DNA atau replikasi yang tidak
lengkap atau kromosom tidak terpisah sempurna sehingga akan menghasilkan
kerusakan genetik. Hal ini kritis bagi timbulnya kanker. Oleh karena itu, proses
regulasi siklus sel mampu berperan dalam pencegahan kanker (Ruddon, 2007).
2.1.1 Apoptosis dan proliferasi
Pertumbuhan sel dalam individu diatur oleh suatu sistem keseimbangan, yaitu
apoptosis dan proliferasi. Apabila terjadi apoptosis berlebihan, maka suatu sistem
Universitas Sumatera Utara
organ akan mengalami kemunduran fungsi yang dapat menimbulkan penyakit.
Sebaliknya, apabila terjadi proliferasi berlebihan, maka akan membentuk suatu
massa tumor yang akan mengarah pada kanker (Sudiana, 2011).
Apoptosis adalah kematian sel melalui mekanisme genetik dengan
kerusakan/fragmentasi kromosom atau DNA. Apoptosis dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu apoptosis fisiologis dan apoptosis patologis. Apoptosis fisiologis
adalah kematian sel yang diprogram (programmed cell death). Proses kematian sel
erat kaitannya dengan enzim telomerase. Pada sel embrional, enzim ini mengalami
aktivasi sedangkan pada sel somatik enzim ini tidak mengalami aktivasi, kecuali sel
bersangkutan mengalami transformasi menjadi ganas. Telomer yang terletak pada
ujung kromosom merupakan faktor yang sangat penting dalam melindungi
kromosom. Pada sel normal, telomer akan memendek pada saat pembelahan diri.
Apabila ukuran telomer mencapai ukuran tertentu (level kritis) akibat pembelahan
berulang, maka sel tersebut tidak dapat melakukan pembelahan diri lagi. Selanjutnya
sel akan mengalami apoptosis secara fisiologis. Pada sel ganas, pemendekan
telomerase sampai pada level kritis tidak terjadi karena pada sel ganas terjadi aktivasi
dari enzim ribonukleoprotein (telomerase) secara terus menerus. Enzim ini sangat
berperan pada sintetis telomer DNA, sehingga berbagai elemen yang dibutuhkan
pada pembentukan telomer dapat dibentuk secara terus menerus dan ukuran telomer
pada ujung kromosom dapat dipertahankan. Oleh karena itu, sel ganas dapat bersifat
immortal (Sudiana, 2011).
Sedangkan apoptosis patologis adalah kematian sel karena adanya proses
suatu rangsangan. Proses ini dapat melalui beberapa jalur, yaitu aktivitas p53, jalur
sitotoksik, disfungsi mitokondria, dan kompleks fas dan ligan. Apoptosis dipicu oleh
Universitas Sumatera Utara
aktivitas p53 karena sel memiliki gen cacat yang dipicu oleh banyak faktor, antara
lain bahan kimia, radikal bebas, maupun virus (oncovirus). Gen yang cacat dapat
memicu aktivitas beberapa enzim seperti PKC dan CPK-K2 yang dapat memicu
aktivitas p53. P53 adalah faktor transkripsi terhadap pembentukan p21. Peningkatan
p21 akan menekan semua CDK (Cyclin Dependent Kinase) dengan cyclin, dimana
siklus pembelahan sel sangat tergantung pada ikatan kompleks antara CDK dengan
cyclin. Apabila terjadi pengikatan p21, maka semua CDK akan ditekan, baik pada
CDK-1 pada fase M maupun CDK-4 dan CDK-6 pada fase S, lalu siklus sel akan
berhenti sehingga p53 akan memicu aktivitas Bax. Protein Bax akan menekan
aktivitas Bcl-2 sehingga terjadi perubahan membran permeabilitas dari mitokondria
yang mengakibatkan pelepasan sitokrom c ke sitosol sehingga akan mengaktivasi
kaskade kaspase. Kaspase aktif ini akan mengaktifkan DNA-se yang akan menembus
membran inti dan merusak DNA, sehingga DNA akan terfragmentasi dan mengalami
apoptosis (Sudiana, 2011).
Apoptosis melalui jalur sitotoksik dipicu oleh adanya sel yang memiliki gen
cacat sehingga sel akan mengekspresikan protein asing. Protein asing yang
dihasilkan dapat bersifat imunogenik sehingga memicu pembentukan antibodi.
Antibodi akan menempel di permukaan sel killer dan akan memicu pelepasan enzim
yang disebut sebagai sitotoksin. Sitotoksin tersebut mengandung perforin dan
granzyme. Perforin dapat memperforasi membran sel yang memiliki gen cacat
sedangkan granzyme akan masuk ke dalam sel dan mengaktivasi kaspase kaspade.
Kaspase yang aktif ini akan mengaktivasi DNA-se sehingga sel mengalami
apoptosis. Apoptosis dengan jalur disfungsi mitokondria terjadi karena adanya
gangguan ekspresi protein pada mitokondria yang tidak seimbang baik ekspresi
Universitas Sumatera Utara
berlebih maupun protein yang diekspresikan adalah protein abnormal. Terjadinya
apoptosis melalui jalur ligan dan fas terjadi karena dipicu oleh adanya sel yang
terinfeksi virus, dimana di permukaan sel terekspresi suatu protein yang disebut fas.
Fas yang terdapat pada membran sel yang terinfeksi virus akan diikat oleh ligan yang
berada di permukaan NK-cell atau CTL. Adanya ikatan antar fas-ligan akan
mengaktifkan suatu protein yang disebut Fas Associated Protein Death Domain
(FADD) yang dapat mengaktivasi kaspase kaskade. Selanjutnya, kaspase yang aktif
akan mengaktifkan DNA-se sehingga sel akan mengalami apoptosis (Sudiana, 2011).
2.2 Kanker
Kanker adalah segolongan penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel
tidak terkendali dan kemampuan sel menyerang jaringan biologis lainnya, baik
pertumbuhan langsung di jaringan tetangganya (invasif) maupun migrasi sel ke
tempat yang lebih jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut
disebabkan kerusakan DNA yang menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol
pembelahan sel. Sel kanker kehilangan fungsi kontrolnya terhadap regulasi daur sel
maupun fungsi homeostasis sel pada organisme multiseluler sehingga sel tidak dapat
berproliferasi secara normal. Akibatnya, sel akan berproliferasi terus-menerus
sehingga menimbulkan pertumbuhan jaringan yang abnormal (Diandana, 2009).
Sel kanker timbul dari sel normal tubuh yang mengalami transformasi atau
perubahan menjadi ganas oleh karsinogen atau karena mutasi spontan. Transformasi
sejumlah gen yang menyebabkan gen tersebut termutasi disebut neoplasma atau
tumor. Neoplasma merupakan jaringan abnormal yang terbentuk akibat aktivitas
proliferasi yang tidak terkontrol (neoplasia). Pada tahap awal, neoplasma
(dexamethasone), dan agen terapi HIV tipe 1 (inhibitor protease dan nonnucleoside
reverse transcriptase) (Kitagawa, 2006). Di dalam tubuh, Pgp dapat ditemukan pada
sel usus, hati, tubula ginjal dan capillary endothelial (Deng, et al., 2001).
P-glycoprotein adalah sebuah glikoprotein transmembran yang memiliki 10 -
15 kDa N-terminal glycosylation dengan bobot 170-kDa dikode oleh gen MDR1
(Kitagawa, 2006). Gen ini dicirikan dengan pompa efflux obat dan anggota dari
keluarga ATP-binding transport (Choi, et al., 2005). Dalam sistem organ, Pgp
berpengaruh terhadap absorbsi, distribusi, dan eliminasi obat (Matheny, et al., 2001).
Kemampuan Pgp sebagai efflux pump berguna dalam detoksifikasi senyawa-senyawa
yang masuk ke dalam sel. Senyawa yang termasuk substrat dari Pgp akan diikat dan
dikeluarkan dari dalam sel. Aktivitas Pgp sangat bergantung pada aktivasi Pgp oleh
ATP melalui pembentukkan kompleks Pgp-ATP (Conseil, et al., 1998). Hidrolisis
ATP oleh ATPase memberikan energi aktivasi pada Pgp (Choi, et al., 2005).
Aktivasi Pgp akan menurunkan intake agen kemoterapi sehingga menurunkan efikasi
Universitas Sumatera Utara
agen tersebut terhadap sel kanker. Pada kondisi ekspresi berlebihan, Pgp dapat
menyebabkan resistensi obat terutama agen kemoterapi pada jenis kanker payudara
seperti doksorubisin (Mechetner, et al., 1998). Pgp akan mengikat doksorubisin
sebagai salah satu substratnya untuk dikeluarkan dari dalam sel (Wong, et al., 2006).
Pgp atau ABCD1 pertama kali diujikan sebagai multidrug resistance dan terbukti
sebagai penyebab resistensi obat kemoterapi (Juliano, et al., 1976). Mekanisme
pemompaan oleh Pgp dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Pgp memompa senyawa-senyawa (2a, 2b, 2c) yang termasuk substratnya
untuk dikeluarkan dari dalam sel. Ekspresi berlebih dari Pgp ini dapat menyebabkan
resistensi obat pada terapi kanker payudara (Matheny, et al., 2001).
Gambar 2.1 Mekanisme pemompaan oleh Pgp (Matheny, et al., 2001)
Penghambatan aktivasi dan ekspresi Pgp memegang peranan penting dalam
keberhasilan terapi kanker (Zhou, et al., 2006). Penghambatan aktivitas Pgp dapat
melalui beberapa mekanisme, antara lain penghambatan substrat Pgp secara langsung
dengan berikatan pada Pgp-binding domain dan penghambatan hidrolisis ATP oleh
ATPase melalui ikatan substrat dengan ATP. Penghambatan ini dapat dilakukan
menggunakan senyawa flavonoid dan polifenol melalui dua sisi ikatan pada ATP-
Membran sel Sekresi obat
Ekstraselular
Intraselular Substrat P-gp
Universitas Sumatera Utara
binding sites dan steroid interacting region dimana ATPase berikatan dengan Pgp
cytosolic domain (Kitagawa, 2006).
Deng, et al., (2001) melaporkan bahwa aktivasi NF-κB sebagai akibat
adanya stimulus dari lingkungan berupa stress, paparan agen sitotoksik, heat shock,
iradiasi, stress genotoksik, inflamasi, paparan sitokin, dan faktor pertumbuhan dapat
meningkatkan ekspresi Pgp. NF-κB yang aktif mampu berikatan dengan promoter
gen MDR1 sehingga proses ekspresi Pgp dapat berjalan. Inaktivasi NF-κB mampu
menghambat ekspresi Pgp.
2.3 Penanganan Kanker
Penanganan kanker ada dua macam, yaitu pencegahan dan penghambatan
kanker. Upaya pencegahan kanker disebut kemopreventif. Senyawa
kemopreventif dibagi menjadi dua kategori, yaitu blocking agent dan suppressing
agent. Blocking agent mencegah karsinogen mencapai target aksinya, baik melalui
penghambatan aktivasi metabolisme maupun menghambat interaksi dengan target
makromolekul seperti DNA, RNA, atau protein. Sedangkan suppressing agent
menghambat pembentukan malignan dari sel yang telah terinisiasi pada tahap
promosi atau progresi (Surh, 1999).
Kemopreventif dibagi menjadi tiga golongan, yaitu primer, sekunder, dan
tersier. Kemopreventif primer adalah mencegah terjadinya sel kanker sejak tahap
premalignan. Usaha pencegahan saat karsinogenesis pada tahap awal malignan
adalah kemopreventif sekunder. Sedangkan kemopreventif tersier adalah usaha
Universitas Sumatera Utara
untuk meminimalkan resiko yang mungkin terjadi setelah terapi untuk malignan
primer. Upaya penyembuhan (kuratif) kanker, antara lain kemoterapi menggunakan
obat-obatan, seperti golongan siklofosfamid, methotreksat, dan 5-flurourasil. Pada
dasarnya kinerja obat-obatan tersebut sama, yaitu menghambat proliferasi sel
sehingga sel tidak jadi memperbanyak diri. Kemoterapi bisa diberikan secara tunggal
ataupun kombinasi dengan harapan bahwa sel-sel yang resisten terhadap obat
tertentu juga bisa merespon obat yang lain sehingga bisa diperoleh hasil yang lebih
baik. Dampaknya pada pasien biasanya rambut rontok, selera makan menurun, serta
rasa lemah dan letih (Sharma, 2000).
Terapi hormon digunakan untuk jenis kanker yang berkaitan dengan hormon,
misalnya kanker payudara (berkaitan dengan hormon estrogen) pada wanita dan
kanker prostat (berkaitan dengan hormon androgen) pada pria. Terapi hormon pada
dasarnya berusaha menghambat sintesis steroid sehingga sel tidak dapat membelah.
Terapi ini membawa dampak negatif bila diaplikasikan pada wanita yang masih
dalam usia subur karena dapat menghambat siklus menstruasi. Radioterapi
menggunakan sinar-X dengan dosis tertentu dapat merusak DNA dan memaksa sel
untuk berapoptosis. Efek negatif yang ditimbulkan hampir sama dengan kemoterapi
(Sharma, 2000; Wargasetia, 2005).
2.3.1 Penanganan kanker payudara
Upaya penyembuhan kanker payudara dapat digolongkan secara
pembedahan, kemoterapi, terapi hormon, radioterapi, dan terapi gen (Jong, 2005;
Sharma, 2000; Wargasetia, 2005).
Penentuan stadium kanker payudara sangat penting sebagai panduan
pengobatan dan menentukan prognosisnya. Tahapan kanker payudara dimulai dari
Universitas Sumatera Utara
stadium 0 (tumor in situ, sel-sel kanker berada pada tempatnya di dalam jaringan
payudara yang normal), stadium 1 (tumor dengan garis tengah kurang dari 2 cm dan
belum menyebar keluar payudara), stadium 2A (tumor dengan garis tengah 2-5 cm
dan belum menyebar ke kelenjar getah bening, ketiak, atau tumor dengan garis
tengah kurang dari 2 cm tetapi sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak),
stadium 2B (tumor dengan garis tengah lebih besar dari 5 cm dan belum menyebar
ke kelenjar getah bening ketiak atau tumor dengan garis tengah 2-5 cm tetapi sudah
menyebar ke kelenjar getah bening ketiak), stadium 3A (tumor dengan garis tengah
kurang dari 5 cm dan sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak disertai
perlengketan satu sama lain atau perlengketan ke struktur lainnya, atau tumor dengan
garis tengah lebih dari 5 cm dan sudah menyebar ke kelenjar getah bening ketiak),
stadium 3B (tumor telah menyusup keluar payudara, yaitu ke dalam kulit payudara
atau ke dinding dada atau telah menyebar ke kelenjar getah bening di dalam dinding
dada dan tulang dada), dan terakhir stadium 4 (tumor telah menyebar keluar daerah
payudara dan dinding dada, misalnya ke hati, tulang, atau paru-paru) (American
Cancer Society, 2014).
Kemoterapi merupakan salah satu pengobatan yang bertujuan mematikan
ataupun memperlambat pertumbuhan sel kanker. Jenis agen kemoterapi yang sering
digunakan pada kanker payudara antara lain kemoterapi neoajuvan, ajuvan, dan
paliatif (Yudissanta, dkk., 2012). Obat kemoterapi yang biasanya diberikan dalam
upaya penyembuhan kanker payudara ada dalam bentuk tunggal dan kombinasi.
Beberapa bentuk tunggal yang biasanya diberikan antara lain docetaxel (Anonim,
2011), taxol, dan doksorubisin (Mechetner, et al., 1998). Beberapa bentuk kombinasi
Universitas Sumatera Utara
yang biasanya diberikan antara lain antrasiklin-cyclophosphamide, taxanes-
cyclophosphamide, dan antrasiklin-cyclophosphamide-taxol (Anonim3
2.3.1.1 Doksorubisin
, 2014).
Doksorubisin merupakan golongan antibiotik antrasiklin sitotoksik yang
diisolasi dari Streptomyces peucetius var. caesius. Doksorubisin telah digunakan
secara luas untuk mengobati kanker payudara. Senyawa ini menunjukkan
kemampuan yang kuat dalam melawan kanker dan telah digunakan sebagai obat
kemoterapi kanker sejak akhir tahun 1960-an (Singal, et al., 1998). Struktur kimia
doksorubisin ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Struktur kimia doksorubisin
Doksorubisin memiliki aktivitas antineoplastik dan spesifik untuk fase S
dalam siklus sel. Mekanisme aktivitas antineoplastiknya belum diketahui dengan
pasti. Mekanisme aksi doksorubisin kemungkinan melibatkan ikatan dengan DNA
melalui interkalasi di antara pasangan basa serta menghambat sintesis DNA dan
RNA. Kemungkinan mekanisme yang lain adalah melibatkan ikatan dengan lipid
membran sel yang akan mengubah berbagai fungsi selular dan berinteraksi dengan
topoisomerase II membentuk kompleks pemotong DNA. Doksorubisin telah
digunakan pada beberapa pengobatan jenis tumor seperti kanker payudara,
esophagus, osteosarkoma, Kaposi’s sarkoma, sarkoma jaringan lunak, limfoma
Universitas Sumatera Utara
Hodgkin, dan non-Hodgkin baik dalam aplikasi tunggal maupun kombinasi dengan
beberapa agen antitumor lainnya (Tyagi, et al., 2004).
Efek samping yang timbul segera setelah pengobatan dengan doksorubisin
adalah mual, imunosupresi, dan aritmia yang sifatnya revesibel serta dapat dikontrol
dengan obat-obat lain. Efek samping yang paling serius dalam jangka waktu yang
lama adalah hepatotoksik (Ekowati, et al., 2013) dan cardiomyopathy yang diikuti
dengan gagal jantung (Tyagi, et al., 2004). Berdasarkan hasil penelitian restrospektif,
diketahui bahwa toksisitas kardiak akibat pemberian doksorubisin merupakan efek
samping yang bergantung pada dosis. Mekanisme yang memperantarai toksisitas
kardiak tersebut diduga disebabkan oleh terbentuknya spesies oksigen reaktif,
meningkatnya kadar anion superoksida dan pengurasan ATP yang kemudian
menyebabkan luka jaringan kardiak (Wattanapitayakul, et al., 2005). Permasalahan
yang sering timbul pada penggunaan doksorubisin dalam terapi kanker terutama
kanker payudara adalah resistensi obat yang menjadi penyebab kegagalan terapi.
Pengeluaran obat yang disebabkan oleh adanya pompa efflux Pgp menjadi salah satu
penyebab utama resistensi obat ini (Mechetner, et al., 1998).
Doksorubisin termasuk obat golongan antrasiklin yang merupakan substrat
Pgp. Doksorubisin akan dikenali oleh Pgp dan selanjutnya segera dikeluarkan dari
dalam sel sehingga menurunkan konsentrasi efektif doksorubisin dalam sel kanker.
Mekanisme pemompaan oleh Pgp sangat bergantung pada aktivasi protein tersebut
dan penekanan ekspresi Pgp. Oleh karena itu, inaktivasi Pgp dan penekanan
ekspresinya mampu mengatasi permasalahan resistensi sel kanker terhadap
doksorubisin (Mechetner, et al., 1998; Zhou, et al., 2006; Wong, et al., 2006).
2.3.1.2 Terapi kombinasi
Universitas Sumatera Utara
Terapi pengobatan kanker payudara pada umumnya menggunakan terapi
kombinasi (ko-kemoterapi) dengan obat/senyawa yang memiliki efek sinergis
terhadap sel kanker, bersifat spesifik, dan memiliki efek toksik seminimal mungkin.
Terapi kombinasi hingga saat ini dikembangkan secara empiris. Namun sampai saat
ini belum ada terapi pengobatan untuk kanker payudara yang telah metastasis. Hal
tersebut menuntut pengembangan cara pengobatan baru bagi kanker payudara.
Pemanfaatan senyawa alam yang non-toksik dengan efektivitas tinggi melawan
kanker dapat menjadi pilihan pengembangan terapi kombinasi dengan agen
kemoterapi (Tyagi, et al., 2004). Oleh karena itu, berbagai metode dapat dilakukan
untuk mengembangkan dan mengevaluasi kombinasi terapi yang tepat.
2.4 Tanaman yang Bersifat Antikanker
Salah satu upaya mengatasi penyakit kanker ini adalah mengembangkan obat
dari tumbuhan yang mengandung senyawa antikanker. Pengembangan obat kanker
dari tanaman ini dipandang memiliki beberapa keuntungan, seperti biaya yang lebih
murah, mudah didapat, dan efek samping relatif sedikit (Depkes RI, 2008). Beberapa
tumbuhan yang telah diteliti memiliki potensi sebagai antikanker dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
2.4.1 Andaliman
Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) merupakan salah satu jenis
rempah dari tumbuhan liar yang dikenal oleh masyarakat batak, Sumatera Utara.
Andaliman termasuk tanaman rempah yang tumbuh di pegunungan kawasan Danau
Toba dan sekitarnnya. Diduga penyebaran tanaman secara umum melalui burung
yang memakan buah andaliman, kemudian melalui kotoran burung tersebut biji
Universitas Sumatera Utara
andaliman tersebar kemana-mana dan tumbuh secara liar. Di Sumatera Utara,
tanaman ini tumbuh liar pada berbagai tempat, yaitu daerah Angkola, Mandailing,
Humbang, Silindung, Dairi, dan Toba Holbung (Parhusip, 2006).
Tabel 2.1 Beberapa tumbuhan yang berpotensi sebagai antikanker
NO Tumbuhan Sel Kanker Bagian yang digunakan Organ
Kombinasi dengan
Doksorubisin Sumber
1
Keji beling
MCF-7 Ekstrak diklorometana sub-fraksi SC/D-F9
Payudara A 2 MDA-MB-231 Payudara A 3 PC-3 Prostat A 4 DU-145 Prostat A 5 Daun
sambung nyawa
WiDr Fraksi etanol dan fraksi etilasetat
Usus besar B 6 MCF-7 Payudara B 7 T47D Payudara B
8 Jintan hitam
Sel paru Ekstrak klorofrom Paru-paru C
9 MDA-MB-231 Asam linoleat Payudara D 10 Buah lada MDA-MB-231 Ekstrak etanol Payudara E
11 Sambang colok MCF-7 Ekstrak etanol Payudara Memiliki efek
sinergis F
12 Biji buah pinang MCF-7
Ekstrak etanol dan fraksi kloroform
Payudara Memiliki efek sinergis G
13 Jahe merah
Sel hepar Ekstrak etanol Hepar
Memiliki efek perlindungan terhadap kerusakan hati
H 14 Temulawak H
15 Kunyit H
16 Buah andaliman MCF-7 Ekstrak
etilasetat Payudara Memiliki efek sinergis I
17 Daun poguntano
MCF-7 Ekstrak n-heksan Payudara Memiliki efek
sinergis J
18 T47D Ekstrak etilasetat Payudara Memiliki efek
sinergis K
19 Bawang sabrang T47D Ekstrak
etilasetat Payudara Memiliki efek sinergis L
20 Kulit batang tanjung
T47D Fraksi air Payudara M
21 Daun nimba MDA-MB-231 Ekstrak etanol Payudara N
Keterangan: A = Yacoob, et al., 2010 H = Ekowati, et al., 2013 B = Nurulita, et al., 2011 I = Thaib, 2013 C = Rahayu, et al., 2012 J = Lestari, 2013
Universitas Sumatera Utara
D = Hasanzadeh, et al., 2011 K = Furqan, 2014 E = Hirokawa, et al. 2006 L = Yanti, 2014 F = Untung, et al., 2008 M = Aulianshah, et al., 2014 G = Meiyanto, et al., 2009 N = Arisanty, 2013
Sistematika tumbuhan andaliman menurut Sharma (1993) sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak kelas : Dialypetalae
Bangsa : Geraniales
Suku : Rutaceae
Marga : Zanthoxylum
Jenis : Zanthoxylum acanthopodium DC.
Nama asing andaliman adalah yan-jiao (Cina), mouh laaht faa jiu (Cina Kanton),
mao la hua jiao (Cina Mandarin), indonesian lemon pepper (Inggris), indonesischer
zitronenpfeffer (Jerman), tambhul (India), sansho (Jepang), dan emmay/yerma (Tibet)
(Anonim, 2012).
Andaliman merupakan tumbuhan perdu tegak dengan tinggi 3-8 m, batang
dan cabang berwarna kemerahan, beralur, berbulu halus dan berduri. Buah andaliman
berbentuk bulat kecil, perikarpnya berwarna hijau tua sampai kemerahan dan warna
bijinya hitam, bila digigit mengeluarkan aroma wangi, dan ada rasa getir yang tajam
dan khas, serta dapat merangsang produksi air liur. Buahnya termasuk buah sejati
berdiameter 3-4 mm yang terdiri dari satu bunga dengan banyak bakal buah yang
Universitas Sumatera Utara
masing-masing bebas dan kemudian tumbuh menjadi buah tetapi berkumpul pada
satu tangkai. Daunnya merupakan daun majemuk dengan panjang 2-25 cm, anak
daun 1-6 pasang dengan tangkai yang pendek, tepi daun bergerigi, ujung daun
runcing, warna daun hijau dan permukaan atas daun lebih tua dibanding permukaan
bawah daun. Panjang bunganya 3 mm. Tumbuhan ini berkembang biak dengan biji.
Sistem akar tunggang dimana akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang
bercabang-cabang menjadi akar-akar yang lebih kecil dan sedikit berbulu halus di
seluruh permukaannya (Parhusip, 2006).
Buah andaliman mengandung senyawa alkaloid, fenol hidrokuinon,
flavonoid, steroid/triterpenoid, tannin, glikosida, dan minyak atsiri (Parhusip, 2006).
Buah andaliman memiliki aktivitas fisiologi sebagai antioksidan dan antimikroba
(Wijaya, 2000; Soedarmadji, et al., 2004).
Secara tradisional, buah andaliman banyak digunakan sebagai bahan
aromatik, tonik, perangsang nafsu makan, obat sakit perut, serta diare. Masyarakat
India menggunakan buah andaliman untuk mengobati kelumpuhan dan berbagai
macam penyakit kulit, seperti bisul dan kusta. Buah andaliman juga digunakan
sebagai bumbu masak di Sumatera Utara, khususnya Tapanuli Utara (Suryanto, et al.,
2004;
2.4.2 Pengujian sifat antikanker dari berbagai tanaman obat
Hynniewta, et al., 2008; Sirait, dkk., 1991).
Pemanfaatan senyawa alam yang non-toksik dengan efektivitas tinggi
melawan kanker dapat menjadi pilihan pengembangan terapi kombinasi dengan agen
kemoterapi (Tyagi, et al., 2004). Oleh karena itu, berbagai metode dapat dilakukan
untuk mengembangkan dan mengevaluasi kombinasi terapi yang tepat. Uji efek
kombinasi dengan kedua metode tersebut biasanya dilakukan secara in vitro. Metode
Universitas Sumatera Utara
uji in vitro dapat digunakan sebagai uji praklinik awal untuk menggambarkan
interaksi kombinasi, sehingga ketika dilakukan uji in vitro hasilnya akan lebih
efisien.
2.4.2.1 Metode pemisahan ekstraksi
Ekstrak aktif dari tanaman yang akan dilakukan penelitian terlebih dahulu
dilakukan pemisahan ekstraksi. Metode pemisahan ekstraksi dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu maserasi, perkolasi, reflux, digesti, sokletasi, infundansi, dan
dekoktasi. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut
melalui beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan
(Depkes RI, 1986). Maserasi dapat dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian
simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam sebuah bejana kemudian
dituangi 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari
cahaya, sambil sesekali diaduk. Setelah 5 hari, sari diserkai, ampas diperas dan
dicuci dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Sari
dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan di tempat sejuk dan terlindung dari
cahaya selama 2 hari. Lalu dienaptuangkan dan disaring (Depkes RI, 1979).
Perkolasi adalah suatu cara penarikan memakai alat yang disebut perkolator
dimana simplisia terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan
tersebut akan menetes secara beraturan (Syamsuni, 2006). Refluks adalah ekstraksi
dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Digesti adalah maserasi
kinetik (dengan pengadukan secara terus-menerus) pada temperatur yang lebih tinggi
dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.
Universitas Sumatera Utara
Sokletasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut yang selalu
baru, umumnya dilakukan dengan alat khusus (menggunakan alat soklet) sehingga
terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur
pemanasan air (bejana infus di atas penangas air mendidih), temperatur terukur (90 –
98°C) selama waktu tertentu (15 – 20 menit). Dekoktasi adalah ekstraksi dengan
metode infus yang dilakukan selama 30 menit dengan temperatur titik didih air
(Depkes RI, 2000).
2.4.2.2 Metode pengujian aktivitas antikanker
Pengujian aktivitas antikanker dapat dilakukan dari beberapa parameter,
antara lain uji sitotoksik, indeks selektivitas, analisis isobologram, combination index
(CI), pemacuan apoptosis dan siklus sel dengan metode flow cytometry, dan
pengujian ekspresi protein dengan metode imunositokimia. Uji sitotoksik dilakukan
secara in vitro untuk menentukan potensi sitotoksik suatu senyawa, seperti obat
antikanker. Toksisitas merupakan kejadian kompleks secara in vivo yang
menimbulkan kerusakan sel akibat penggunaan obat antikanker yang bersifat
sitotoksik. Respon sel terhadap obat sitotoksik dipengaruhi oleh kerapatan sel.
Metode MTT [3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromida] adalah
salah satu uji sitotoksisitas yang bersifat kuantitatif. Uji ini berdasarkan pengukuran
intensitas warna (kolorimetri) yang terjadi sebagai hasil metabolisme suatu substrat
oleh sel hidup menjadi produk berwarna. Reaksi warna yang terjadi dapat dilihat
pada Gambar 2.3. Pada uji ini digunakan garam MTT. Garam ini akan terlibat pada
kerja enzim dehidrogenase. MTT akan direduksi menjadi formazan oleh sistem
reduktase suksinat tetrazolium, yang termasuk dalam mitokondria dari sel hidup.
Universitas Sumatera Utara
Formazan merupakan zat berwarna ungu yang tidak larut dalam air sehingga
dilarutkan menggunakan HCl 0,04 N dalam isopropanol atau 10% SDS dalam HCl
0,01 N. Intensitas warna ungu terbentuk dapat ditetapkan dengan spektrofotometri
dan berkorelasi langsung dengan jumlah sel yang aktif melakukan metabolisme,
sehingga berkorelasi dengan viabilitas sel. Persentase viabilitas dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut (Kupcik, et al., 2001).
Gambar 2.3 Reduksi MTT menjadi formazan (Kupcsik, et al., 2011)
absorbansi sampel % Viabilitas = x 100 %
absorbansi kontrol
Nilai indeks selektivitas diperoleh dengan menggunakan sel yang berasal dari
ginjal monyet hijau afrika (sel Vero) menggunakan 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-
diphenyltetrazolium bromide (MTT). Indeks selektivitas diperoleh dari rasio IC50 sel
Vero sel dibandingkan dengan sel kanker yang diuji. Nilai lebih tinggi dari 3
menunjukkan bahwa obat atau ekstrak memiliki selektivitas yang tinggi
(Weerapreeyakul, et al., 2012). Indeks selektivitas dihitung menggunakan persamaan
di bawah ini:
IC50 sel Vero Indeks selektivitas =
IC50 sel T47D
Universitas Sumatera Utara
Metode yang umum digunakan untuk mengevaluasi kombinasi obat adalah
isobologram dan Combination Index (CI).
CI= (D)1/(Dx)1 + (D)2/(Dx)2
Keterangan: Dx : konsentrasi satu senyawa tunggal yang dibutuhkan untuk
memberikan efek sebesar efek kombinasi, yaitu IC50 terhadap pertumbuhan sel kanker payudara
(D)1 dan (D)2 : besarnya konsentrasi kedua senyawa untuk memberikan efek yang sama.
Combination Index (CI) yang diperoleh diinterpretasikan seperti pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Interpretasi nilai CI (Combination Index)
Sumber: Reynolds, et al., (2005)
Pengujian siklus sel dan apoptosis menggunakan metode flow cytometry.
Flow cytometry adalah teknik yang digunakan untuk menghitung dan menganalisis
partikel mikroskopis yang tersuspensi dalam aliran fluida (Sayed, et al., 2009).
Prinsip dasar dari metode ini adalah berdasarkan fluoresensi. Suspensi sel atau
partikel yang hendak dianalisa disedot atau dialirkan. Aliran dikelilingi oleh fluida
yang sempit, sel akan melewati satu demi satu melalui sinar laser terfokus. Sinar
laser akan menyerang sel tersebut. Sel yang sesuai dengan cahaya laser dan panjang
gelombang yang tepat dapat dipancarkan kembali sebagai fluoresensi jika sel
mengandung zat alami fluorescent satu atau lebih fluorochrome-label antibodi
melekat pada permukaan atau struktur internal sel. Penyerapan cahaya tergantung
pada struktur internal sel dan ukuran dan bentuknya. Cahaya fluoresensi terdeteksi
CI Interpretasi CI Interpretasi <0,1 sinergis sangat kuat 0,1–0,3 sinergis kuat 0,3–0,7 sinergis 0,7–0,9 sinergis ringan-sedang