Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/1338/8/LAMPIRAN.pdf · Kalo tanpa dua ini, ibaratnya pesta tuh makan sayur kurang garam. E: Oh jadi, mereka beranggapan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
LAMPIRAN
TRANSKRIP WAWANCARA
A. Wawancara dengan Key Informant, Tetua Komunitas Cina Benteng
Narasumber : Engkong Oey Tjin Eng
Lokasi : Kantor Humas Klenteng Boen Tek Bio (Jl. Bhakti, No.14 Pasar
Lama)
Hari/ Tanggal : Rabu, 11 Desember 2013
Pukul : 09.40-11.48 WIB
O: Engkong Oey Tjin Eng
E: Elvinta Kusumo
E: Oke, boleh kita mulai ya kong?
O: Ayo.
E: Nih kong, apa saja tugas dan peran engkong sebagai tetua komunitas Cina
Benteng?
O: Saya kira dengan menyampaikan kepada daerah-daerah seperti Cukang
Galih kemudian di daerah Kampung Melayu,
E: Maksudnya, engkong pergi kesana gitu?
O: Oh iya. Yaa, kita mesti jemput bola.
E: Maksudnya gimana tuh kong?
O: Misalnya kita memberikan penerangan tuh kepada mereka ya kalo
misalnya anaknya kawin saya saranin ada baiknya Chio Thao, tapi mereka
enggak tau apa aja yang dibutuhin. Nah saya bantu jelasin deh tuh. Karena
ini kan budaya Tionghoa ya jangan sampai hilang.
E: Oh, jadi engkong sengaja pergi ke rumah mereka untuk memperkenalkan
tentang budaya Chio Thao ini?
Komunikasi Persuasif..., Elvinta Kusumo, FIKOM UMN, 2014
O: Iya. Seperti misalnya orang komunitas Buddhis, komunitas Konghucu kita
akan menjelaskan masalah itu. Yang masih keturunan Tionghoa, yang
mana mereka masih memakai ya agamanya ya adat istiadatnya masih
dipakai, kita akan memberikan penerangan itu kepada mereka.
E: Itu engkong cara memperkenalkannya gimana tuh kong?
O: Ya engkong sih, bawa buku-buku kayak gini (dengan menunjukkan buku
“Akulturasi Budaya Cina Benteng” ) aja. Kasih liat contohnya gitu.
E: Oh, terus mereka tanggapannya gimana tuh kong?
O: Ya dengerin, terus ada yang nanya ini apaan namanya, gitu-gitu aja.
E: Engkong sendiri atau ada pihak-pihak lain yang memberikan
penjelasannya?
O: Ya, kelompok kita-kita. Ada beberapa orang, misalnya anak muda yang
buddhis. Saya bilang kan ya kamu kan orang buddhis maka dari itu budaya
Tionghoa jangan sampai hilang. Jadi mereka mau Chio Thao, dan banyak
sekali yang mau Chio Thao orang-orang buddhis itu.
E: Tapi apakah mereka orang keturunan Cina Benteng?
O: Ya keturunan orang sini.
E: Oh jadi, engkong sengaja buat datang ke mereka dalam memperkenalkan
tradisi Chio Thao ini?
O: Iya, mereka mau. Banyak. Jadi sekarang itu Chio Thao itu udah
berkembang kembali di daerah Tangerang ini, daerah Kampung Melayu,
daerah Sewan. Mereka pasti pakai Chio Thao. Apalagi di daerah Cukang
Galih.
E: Cukang Galih dimana tuh kong?
O: yang kemarin kita pergi.
E: Gunung sindur?
O: Bukan. Yang satu lagi.
E: Curug?
Komunikasi Persuasif..., Elvinta Kusumo, FIKOM UMN, 2014
O: Ya. Itu kan, mereka itu ada istilah ada Chio Thao dan ada Gambang
Kromong. Kalo tanpa dua ini, ibaratnya pesta tuh makan sayur kurang
garam.
E: Oh jadi, mereka beranggapan kalo mereka tidak melaksanakan tradisi itu
ibaratnya gk sah gitu ya kong?
O: Iya, sebab itu kan perkawinan tradisional itu kan budaya. Mereka masih
pegang.
E: Selain engkong pergi ke rumah-rumah buat memperkenalkan tradisi ini
gitu. Apa lagi sih peran engkong?
O: Saya biasanya berada di komunitas. Komunitas Konghucu, di komunitas
buddhist kan saya sering ke daerah-daerah gitu.
E: Daerahnya daerah mana aja tuh kong?
O: misalnya daerah Cukang Galih, di daerah Sewan, yang saya kenal aja.
E: Apa sih sebenarnya yang menjadi alasan engkong buat “saya mesti nih
mempertahankan tradisi ini” gitu ke generasi berikutnya?
O: Ya karna begini, kita kan sebagai orang Tionghoa kan masih punya
budaya. Nah kalo bisa, budaya itu jangan sampe ilang. Apalagi kalo kita
liat sejarah Chio Thao. Sejarahnya kan 28 abad SM, jangan sampai ilang
dong.
E: Berarti bisa dikatakan engkong yang “mencetuskan” dalam hal ini
kegiatan ini?
O: Bukan saya sendiri, tetapi saya mengusahakan untuk terlibat kesitu.
E: Oh gitu, terus kong, menurut engkong trend kebudayaan yang ada di
Indonesia ini tuh seperti apa sih kong?
O: Budaya apa dulu nih?
E: Budaya secara Global kong.
O: Saya kira, tiap budaya kan punya keistimewaan masing-masing. Pasti ada
kelebihan, pasti ada kekurangan. Jadi gk ada yang sempurna.
E: Keunikannya Cina Benteng dengan komunitas Tionghoa lainnya itu apa
sih kong?
Komunikasi Persuasif..., Elvinta Kusumo, FIKOM UMN, 2014
O: nah, orang tionghoa di tangerang itu sudah tidak mengerti bahasa
mandarin, tetapi budayanya masih dipertahankan loh. Kalo kamu liat
didaerah Cukang Galih kemarin, itu kan ada huruf Cina yang dipasang di
pintu pas ada orang kawin , itu mereka kagak ngerti, gak bisa baca. Tapi
mereka tetap mempertahankan itu.
E: Tapi, alasannya kenapa gitu kong, kok masih aja mereka mau
mempertahankan budaya mereka walaupun disisi lain mereka tidak
mengerti makna-makna itu apa?
O: Ya kalo makna yang dipintu itu artinya dua keluarga menjadi satu.
E: Okeh, berarti yang tau makna itu engkong dong?
O: ya bukan saya aja, banyak yang tau juga. Tapi mereka tetap menjalankan
itu. Jadi, keunikan disini begitu lah. Banyak orang-orang yang tidak ngerti
apa-apa tapi mereka masih melaksanakan itu. Tidak ngerti Chio Thao itu
apa mereka nggak ngerti. Pokoknya yang mereka tau harus Chio Thao aja.
E: Oh gitu, kemudian hal apa saja yang harus dipersiapkan agar tradisi Chio
Thao ini tetap bertahan sampai pada keturunan cucu-cicit?
O: Ya biasanya begini ya. Orang-orang Tionghoa itu kan harus tetap
mempertahankan budayanya ya, jadi supaya jangan sampe hilang. Soalnya
kan, kalo kita liat, makna Chio Thao itu kan filosofis sekali kan seperti
makna yang ada di Gantang. Nah makna-makna seperti itu yang jangan
sampe hilang. Arti filosofis daripada makna itu sendiri, misalnya kayak
gunting supaya suami istir ada kerjasama yang baik. Itu kan filosofis
sekali, nah justru itu yang harus dipertahankan kepada generasi
berikutnya. Jangan sampe hilang. Kalo orang Barat kan beda
pernikahannya dengan kita.
E: Nah justru itu kong. Saat ini generasi muda pada umumnya pasti kan
punya konsep pernikahan sendiri seperti mau konsep yang simple atau ala-
ala kebaratan gitu kan. Nah, gimana cara engkong mempersiapkan anak
generasi muda ini biar mereka tidak terpengaruh sama hal-hal seperti itu.
O: Sebenarnya kalo di daerah perkotaan itu udah luntur yaa. Nah kalo di
daerah pedesaan masih gampang, karena apa, orang tuanya kan masih
kolot maka dari itu mereka masih bertahan dengan masalah itu. Kayak
saya, saya kan Chio Thao, nah anak saya pun Chio Thao. Kenapa? Supaya
jangan hilang. Dan anak saya pun mau. Gitu. Apalagi besan saya pun itu
memang ya kolot lah sehingga melaksanakan Chio Thao.
Komunikasi Persuasif..., Elvinta Kusumo, FIKOM UMN, 2014
E: Oh, besan engkong juga keturunan Cina Benteng?
O: Bukan, dia orang Bekasi.
E: Tapi..?
O: Kan begini, Chio Thao itu kan dari Tangerang sampe ke Cikampek, berarti
kan Bekasi lewat, ada di Bogor sebagian, ada lagi di Padang, dan lagi di
Malaka sana, itu ada Chio Thao. Jadi, mereka mengenal itu.
E: Berarti apakah engkong mempertahankan tradisi di pedesaan aja nih
karena mungkin gampang di pengaruhi atau gimana nih kong?
O: Bukannya gampang dipengaruhi, tetapi memang karena mereka masih
memegang tradisi, mereka masih memgang budaya. Apalagi orang-orang
Konghucu, mereka masih pertahankan itu. Dan yang agama Buddha,
justru kita ajak supaya mereka mau Chio Thao sehingga tidak hilang. Dan
beberapa orang Buddha yang saya kenal, mereka melaksanakan Chio
Thao. Misalnya orang Bonang, orang Raja Kebo mereka mau.
E: Walaupun mereka bukan..
O: Bukan orang agama Konghucu.
E: Mereka cerita gak sama engkong, apa alasan mereka ingin melakukan
tradisi ini walaupun bukan tradisi mereka?
O: Ingin mempertahankan budaya. Agama kan boleh berbeda tetapi kita disini
bukan dipersatukan karna agama melainkan budaya.
E: Tapi kenapa mereka tidak mau menjalankan tradisi budaya mereka aja?
O: Kan mereka tinggal di pedesaan. Kayak Raja Kebo, kalo kita pergi ke
Curug masih dalem lagi.
E: Mereka tinggal di komunitas itu?
O: Ya.komunitas Tionghoa.
E: Jadi maksudnya, mereka terpengaruh gitu kong? Atau gimana sih?
O: Bukannya terpengaruh, karena keturunan orang tuanya. Berapa keturunan
mereka tinggal disana.
E: Terus, tadi yang Bonang, Bonang itu kong. Mereka bukan Cina Benteng
kan?
Komunikasi Persuasif..., Elvinta Kusumo, FIKOM UMN, 2014
O: Ya Cina Benteng juga lah.
E: Oh jadi, maksudnya engkong ngomong disini keseluruhan masyarakat
Cina Benteng?
O: Iya. Kan disebut Cina Benteng karena tanggapan orang sekarang kota
Tangerang dan Kabupaten, itu kan sebutnya Cina Benteng kalo orang
Tionghoa nya.
E: Oke, oke. Terus kong, engkong kan pernah cerita sama saya kalo ada
pasangan yang bukan keturunan Cina Benteng tetapi dia memilih untuk
melakukan tradisi Chio Thao itu. Itu apa sih kong alasan mereka kok
memilih tradisi ini dibanding tradisi mereka sendiri?
O: Kamu belum tau sih, ada orang Bule yang pake baju Chio Thao karena
mereka mau melaksanakan tradisi itu.
E: Nah, itu kenapa kong?
O: Mungkin Chio Thao itu unik upacaranya
E: Itu mereka sebelumnya dikasih tau sama engkong tentang Chio Thao ini
atau mereka tiba-tiba datang ke engkong?
O: Mereka cari. Enggak, bukan ke saya.
E: Oh, mereka cari tentang pernikahan Chio Thao ini?
O: Iya. Apalagi pasangan orang bule ini punya baju Chio Thao sendiri. Dia
orang keturunan Cina Benteng.
E: Mereka datang gak ke engkong?
O: Enggak.
E: Oh, tapi engkong kenal?
O: Iya, saya kenal.
E: Kemudian, sudah berapa orang sih yang melaksanakan Chio Thao ini, atau
engkong punya data gak sih tentang siapa saja yang menikah dengan adat
Chio Thao ini?
O: Oh enggak saya enggak punya data. Tapi banyak yang melakukan.
E: Kira-kira berapa persen kong?
Komunikasi Persuasif..., Elvinta Kusumo, FIKOM UMN, 2014
O: Ya banyak. Tapi kalo di kota ya enggak begitu banyak. Tapi di pinggiran
kota, seperti daerah Sewan, Kampung Melayu. Tapi adat ini sudah mulai
terkontaminasi sama budaya barat kalo diperkotaan. Tapi kalo di pedesaan
mereka masih totok dengan adat ini, mungkin karena faktor oarang tuanya
lah.
E: Oh gitu, apakah setiap pasangan yang ingin melakukan Chio Thao ini
selalu datang ke engkong untuk meminta bantuan?
O: Ada juga beberapa orang yang meminta bantuan dengan menjelaskan
makna daripada filosofis yang ada di Gantang contohnya.
E: Berarti mereka tau informasi tentang Chio Thao itu dari orang tua mereka
atau dari engkong?
O: Mereka tau dari orang tua mereka dulu, karena kan udah ajarannya dari
orang tua mereka. Baru kalo ada yang nanya ke saya, saya jawab.
E: Oh berarti semua keturunan Cina Benteng sudah mengetahui tradisi itu?
O: Ya sudah tahu, tapi bukan dari saya saja. Mungkin dari keturunannya.
E: Nah berarti peran engkong disini kepada mereka apa?
O: Saya berperan dengan menjelaskan makna yang ada di Gantang itu,
misalnya gunting, sisir, benang wol, pedang gitu.
E: Oh.
O: Itu kan mereka enggak tau
E: Apakah itu yang membuat tertarik mereka?
O: Iya, itu dia. Artinya kan makna-makna itu untuk si pengantin
E: Oke. Terus kong, setiap pasangan yang datang ke engkong itu bentuk
kedekatannya engkong sama mereka seperti apa sih?
O: Kalo sama Ci Cumey yang kemarin saya ajak kamu pergi ke nikahannya
di Gunung Sindur itu, emang deket. Karena dia sering jadi kepanitiaan di
Boen Tek Bio.
E: Terus, ada gak pasangan yang awalnya belum kenal engkong nih, tapi
tiba-tiba dia mencari tahu engkong dan dia tanya perihal tentang Chio
Thao itu?
Komunikasi Persuasif..., Elvinta Kusumo, FIKOM UMN, 2014
O: Biasanya begini, kan ada komunitas Buddhis nah saya suka sharing
menjelaskan tentang hal itu. Nah ada yang bilang mau Chio Thao. Oh, oke
saya bantu.
E: Oh ada ya kong ya?
O: Ada.
E: Oh jadi berarti mereka datang langsung ke engkong untuk..
O: Saya datang “jemput bola”. Biasanya saya jemput bola. Saya datang ke
komunitas mereka.
E: Itu setiap kapan kong?
O: Ya enggak tentu lah. Orang kalo kita mau aja.
E: Oh jadi, ada rencananya sendiri ya?
O: Iya.
E: Tahun ini ada program seperti itu kong?
O: Saya masih melaksaakan itu. Jadi kalo ke daerah-daerah saya
melaksanakan itu.
E: Tahun ini ada?
O: Ada.
E: Saya boleh tau enggak kong agenda-agendanya?
O: Jadi begini, kalo misalnya ada temen-temen kayak penceramah Buddhist,
“kong ikut kesana yuk entar engkong nerangin masalah kebudayaan
Tionghoa atau persembayangan atau juga Chio Thao”. Itu semua saya
terangkan, tapi bukan dalam kebaktiannya yaa, tapi diluar kebaktian.
E: Oh, engkong berarti punya program sendiri buat semacam kasih
penjelasan tentang tradisi-tradisi Cina Benteng gitu ya?
O: Iya. Terlebih lagi Chio Thao.
E: Yang mengadakan?
O: Yang mengadakan yang kebaktian itu sendiri.
E: Mereka mengajak engkong begitu?
Komunikasi Persuasif..., Elvinta Kusumo, FIKOM UMN, 2014
O: yang mengajak saya si penceramah di kebaktian itu. Seperti, ada teman
saya, dia Romo agama buddhist juga ikut menjelaskan hal tersebut.
E: Itu berapa orang sih kong yang ikut?
O: sekitar 10, 15 orang
E: itu diadakannya di gedung atau dimana kong?
O: Di wihara, biasanya selesai kebaktian. Kan selesainya kita kayak ngobrol-
ngobrol gitu.
E: Itu mereka punya jadwal sendiri dalam mengadakan itu?
O: Itu termasuk dalam jadwal kebaktian. Tetapi dilaksanakannya selesai acara
kebaktian,
E: Acara kayak gitu emang rutin diadakan atau spontan aja gitu
direncanainnya?
O: Kadang spontan kadang juga planning, enggak tentu.
E: engkong punya foto-fotonya gak?
O: Fotonya gak ada, karena kan emang itu sifatnya Cuma diskusi atau cerita-
cerita gitu lah.
E: Oh gitu
O: Iya, saya juga pernah menjelaskan secara khusus tentang makna simbolik
yang ada di gantang itu.
E: Oh gitu. Dalam diskusi itu pada saat membahas mengenai Chio Thao,
yang membuat mereka tertarik tentang tradisi tersebut dalam hal apanya
kong?
O: Mereka tertarik dengan baju Chio Thao, karena mungkin bajunya yang
unik. Tapi yang terpenting makna simbolik dari setiap prosesi yang ada di
dalam Chio Thao tersebut. Itu yang menarik mereka.
E: Gantang itu boleh disebutin gak kong makna-maknanya apa aja?
O: Misalnya sisir, jadi kalo segala sesuatu misanya suami istri saling
bertengjar harus diberesin kan, gunting- suami istri itu harus ada
kerjasama. Penggaris- kita sebagai suami istri harus tau batas. Kompas-
menentukan arah tujuan kita apa, memelihara rumah tangga yang baik atau
Komunikasi Persuasif..., Elvinta Kusumo, FIKOM UMN, 2014
apa. Kayak buku- untuk ilmu pengetahuan, kaca- sebagai bahan untuk
introspeksi, kita bercermin dulu nih, kita salah apa bener dalam bertindak,
benang kosek itu melambangkan kita mesti punya cinta kasih, mesti tau
kewajiban, mesti ngerti susila dalam menerapkan di kehidupan kita sehari-
hari. Nah, makna-makna itu mengandung nilai filosofis sekali.
E: Oh, banyak sekali ya kong maknanya. Terus, balik lagi nih, setelah anak-
anak muda yang mendengarkan penjelasan engkong tadi tentang tradisi
Cina Benteng itu, ada gak sih yang langsung ketemu engkong pada saat itu
juga kayak “saya mau kawin”?
O: Ada. Ada anak romo (penceramah Buddhist) di Bonang sana, kawinnya
pake adat Chio Thao.
E: Pada saat itu juga dia minta?
O: Iya, hahaha.
E: oh gitu, itu pas kapan kong?
O: Udah lama juga, 2 3 tahun yang lalu lah.
E: Mereka yang datang ke engkong nih misalnya ingin melakukan
pernikahan Chio Thao, engkong bantu dong. Nah bentuk bantuan engkong
itu berarti hanya sebatas menjelaskan makna aja atau ada bentuk bantuan
lain?
O: Saya hanya menjelaskan makna aja. Balik lagi, nah itu harus
dipertahankan karna makna itu yaa filosofis sekali.
E: Berarti sebelumnya mereka gak ngerti apa –apa dong ya?
O: Jadi gini, saya kan dateng ke tempat kebaktian tadi tuh. Nah kita kumpul
di meja lah, nah mereka-mereka tuh kan gak begitu ngerti masalah meja
persembayangan. Nah saya jelasin dah tuh maknanya apa aja. Terus
mereka tanya tentang Chio Thao, ya saya jelaskan.
E: Maav kong, pertanyaan ini agak privasi sifatnya. Cuma saya sekedar ingin
tahu saja. Pada saat mereka minta bantuan engkong, adakah ucapan terima
kasih yang diberikan mereka untuk engkong?
O: Ada yang kasih ada yang enggak. Kita kan tidak mengharapkan, yang
penting buat saya intinya adalah bagaimanapu budaya ini harus tetap
bertahan.
Komunikasi Persuasif..., Elvinta Kusumo, FIKOM UMN, 2014
E: Tapi ada pasangan yang kasih bentuk ucapan terima kasih seperti itu?
O: Ya, ada yang ngasih ada yang kagak. Saya mah gk masalahin hal itu.
Kayak mahasiswa sendiri kan yang datang sama saya, saya enggak
mengharapkan apa-apa kok. Yang penting kan saya berbuat baik sama
orang lain. Ya, sesuai dengan agama saya, berbuat kebajikan Tuhan yang
berkenan. Itu aja.
E: Engkong menjabat sebagai humas disini berapa tahun sih kong?
O: Ya, sekitar lebih dari 15 tahunan lah.
E: Sampe kapan tuh kong? Hahahaha
O: Ya sampe ada yang bisa gantiin saya. Hahaha
E: Kong, engkong ada foto-fotonya kagak pas kasih penjelasan ke mereka?
O: Kagak pake foto begituan mah. Yaa, saat itu saya jelasin makna-makna
semacam gantang, sisir, dan lainnya.
E: O, berarti engkong menarik perhatian mereka tentang penjelasan makna-
makna itu ya?
O: Iya. Saya coba buat mereka penasaran ama makna-makna simbol-simbol
yang ada di Chio Thao. Dan mereka lumayan penasaran. Mancing dulu
ibaratnya.
E: Jadi mereka tertariknya karena itu atau..?
O: Ya, satu karena pakaiannya unik kan. Terus juga tentang makna-makna
gantang itu.
E: Terus kong, ada yang kelupaan. Pada saat engkong kasih penjelasan seusai
kebaktian itu, yang datang kebanyakan para generasi muda atau..?
O: Muda, yang pada belum kawin kebanyakan. Itulah yang saya mau
E: Kenapa Kong?
O: Ya, dengan harapan biar tradisi ini tuh bisa mereka kasih tau ke anak-
cucunya. Biar kagak ilang nih Chio Thao.
E: Itu mereka yang kasih tau siapa kong bahwa bakal ada yang mau jelasin
masalah Chio Thao ini gitu?
Komunikasi Persuasif..., Elvinta Kusumo, FIKOM UMN, 2014
O: Kita mah dateng ngedadak aja kesana. Misalnya nih saya diajak
penceramah ikut kebaktian. Nah selesai kebaktian, penceramah itu bilang
selesai kebaktian bakal ada diskusi gitu, yaa semacam kongko-kongko
tentang kebudayaan Tionghoa, Chio Thao.
E: Oh jadi bisa dikatakan, mereka saat itu sedang mengikuti kebaktian dan
saat itu pula ada moment bahwa akan ada diskusi tentang hal itu ya kong?
O: Iya, ya kadang-kadang kan banyak juga masalah-masalah lain yang
diomongin, misalnya Ceng Beng, Pe cun. Saya jelasin semua itu. Mereka
tertarik masalah itu, kadang-kadang bisa sampe jam 1, jam 2. Lama kalo
ngomong begituan.
E: Mau tanya lagi kong, tadi kan ada yang datang ke engkong dia anak
keturunan Cina Benteng dan nikah dengan bule. Nah, ada gak pasangan
yang keduanya bukan keturunan Cina Benteng tapi dia mau melaksanakan
Chio Thao itu?
O: Contoh kayak kemarin, si Cumey, lakinya kan bukan Cina Benteng. Tapi
dia mau ngelaksanain Chio Thao.
E: Tapi kan Ci Cumey Cina Benteng.
O: Ya kan lakinya Bangka
E: Nah, cara engkong mempersuasif suaminya ci cumey gimana?
O: Ya memang kan karena mamanya si Cumey kan pake Chio Thao dan
sampe kokonya si Cumey juga ngelaksanain Chio Thao. Jadi, mau kagak
mau kan ke anak juga. Dan juga, Chio Thao ini kan hanya satu kali dalam
seumur hidup. Jadi, kalo misalkan saya kawin sama kamu terus pake Chio
Thao. Terus saya pisah sama kamu, nah kamu kawin ama perjaka lagi, nah
dia Chio Thao tapi kamu kagak karena kamu udah Chio Thao. Chio Thao
hanya sekali dalam seumur hidup. Nah ini yang unik kan dan ini menarik.
E: Hem, itu kan kalo salah satu pasangannya merupakan keturunan Cina
Benteng, tapi ada gak misalkan nih saya nikah sama orang lain dan kita
bukan Cina Benteng, tapi kita sengaja mau melaksanakan Chio Thao itu?
O: Bisa aja.
E: Ada tapi?
O: Ada, makanya orang Chio Thao ini bukan milih orang Tangerang saja.
Tapi semua juga bisa melakukannya.
Komunikasi Persuasif..., Elvinta Kusumo, FIKOM UMN, 2014
E: Gimana sih cara komunikasi engkong kasih penjelasan itu?
O: Jadi, tadi saya udah jelasin lagi, saya tuh dateng ke mereka melalui temen
saya yang jadi penceramah. Penceramah ini sesudah kebaktian kelar, dia
bilang :nih ada si engkong nih mau jelasin tentang budaya nah ntar kita
ngumpul ya”. Nah baru dah mereka kumpul. Begitu. Abis itu saya
menerangkan.
E: Terus ngomongnya pake bahasa formal atau kayak begini nih kong?
O: Ya kayak begini aja nih. Kayak ngobrol biasa aja. Kagak ada formalitas,
orang bukan seminar bukan apa kok. Dan mereka nyaman dengan seperti
itu.
E: Pertanyaan-pertanyaan apa sih kong yang sering diajuin ke engkong pada
saat itu?
O: Ya biasanya, alasan kok bisa begini, kok bisa begitu. Ya kita jelasin aja
apa yang dia mau tanya. Dan mereka antusias. Mereka tertarik karena
bajunya dan kedua memang sudah tradisi dari keturunannya. Dan yang
paling penting Chio Thao dilaksanakan sekali. Nah baju Chio Thao dipake
2 kali, yaitu pada saat dia menikah dan pada saat meninggal. Dia pake tuh
baju dalamnya. Baju dalamnya warna putih.
E: Oke. Nah kong, pada saat engkong menjelaskan tentang kebudayaan Cina
Benteng dan juga Chio Thao kan. Nah dari sekian banyak kebudayaan
yang engkong jelasin, engkong lebih menonjolkan penjelasan mengenai
Chio Thao ini tentang adapanya kong?
O: Jadi begini, mereka kan menikah secara agamis menurut agamanya
masing-masing nah kita jelasin makna dalam gantangnya itu. Jadi saya
lebih menekankan penjelasan secara agamisnya dan makna-makna
filosofis dari barang-barang macam gantang itu.
E: Tipa tahun ya kong ngadainnya?
O: Iya, tiap tahun. Tapi ini belum ada sih acaranya. Saya banyak kerabat
romo juga yang sering ngobrol sama saya dan suka ngundang saya. Tapi
saya gak mau ceramah. Karena saya kan agamanya beda ama mereka.
Saya Konghucu, mereka Buddha.
E: Si penceramah ini, kenalan engkong udah lama atau..?
Komunikasi Persuasif..., Elvinta Kusumo, FIKOM UMN, 2014
O: Dikenalin sama orang lah, bahwa saya tuh ngerti tentang budaya
Tionghoa. Padahal saya kagak sekolah. Hahaha.
E: Nah itu tuh kong, kok orang pada percaya sih sama engkong padahal
tingka pendidikan engkong aja gk begitu tinggi?
O: Ya kagak tau. Hahaha... tanya mereka dah coba. Yaa yang penting kitanya
mau belajar.
E: Engkong kesehariannya bekerja disini?
O: Kagak kerja, saya volunteer.
E: Oke kong, gitu aja yang pingin saya tahu.
O: Oh iya, saya ada cerita. Jadi, saya punya teman namanya Prof. Yenni
Thamrin. Dia dosen Mandarin.
E: Itu dia temen lama kong?
O: Iya, kenalnya disini. Nah, dia mau kawinin anaknya. Dia bilang “saya mau
pake Chio Thao”.
E: Dia bukan Cina Benteng?
O: Bukan, Tapi Cina totok lah. Dia kan katolik ya, nah kan pemberkatannay
pasti di gereja kan tapi dia melaksanakan Chio Thao.
E: Itu gak apa-apa ya kong kalo selain agama Buddha atau Konghucu
melaksanakan Chio Thao.
O: Ya enggak apa-apa lah. Kan dia pemberkatannya di Gereja, nah Chio Thao
itu kan adatnya. Cuma pake baju kerajaan sama prosesi nyisir rambut itu.
E: Dan anaknya mau itu?
O: Mau.
E: Itu awalnya anaknya gk mau atau setalh ibunya ajak baru mau kong?
O: Anaknya mau, karena dari sebelumnya kita udah kasih gambaran dulu
tentang Chio
E: Oh gitu. Oke deh kong, itu aja yang mau ogut tanya. makasih banget ya
kong.
O: Iya, sama-sama.
Komunikasi Persuasif..., Elvinta Kusumo, FIKOM UMN, 2014
B. Wawancara dengan salah satu Aktivis Kelompok Cina Benteng yang
sering mengikuti diskusi dengan Engkong Oey Tjin Eng dan memutuskan
untuk melaksanakan Chio Thao.
Narasumber : Hendra (Ko Achonk)
Lokasi : Rumah Narasumber (Jl. Rhm Noeradji Gang Citiis No. 25 RT
01/01, Tangerang-Banten
Hari Tanggal : Sabtu, 21 Desember 2013
Waktu : 17.45- 19.27 WIB
A: Ko Achonk
E: Elvinta Kusumo
E: Sori ya ko ganggu waktunya bentar. Kita mulai ya ko.
A: Iya gak apa-apa. Langsung nih? Direkam? Mana pake baju kayak begini
lagi?
E: Jiah, kagak apa-apa ko. Santai aja ko. Boleh mulai ya ko?
A: Iya.
E: Ko, menurut koko kenapa sih tradisi kebudayaan Cina Benteng itu wajib
dipertahankan?
A: Kebudayaan Cina Benteng memang harus wajib dipertahankan karena
selain daripada itu merupakan peninggalan leluhur dan merupakan suatu
kewajiban kita juga kan sebagai generasi penerus untuk menjaganya, kan
begitu. Itu prinsip utamanya. Yang keduanya, tradisi kebudayaan Chio
Thao itu mengandung nilai filosofis yang sangat dalam, yang sangat tinggi
maknanya. Boleh dikatakan maknanya sangat luhur buat kita-kita ini, gitu
kan. Saya rasa itu wajib untuk kita jalankan.
E: Oke, terus apa sih keunikan Cina Benteng dibandingkan Cina Tionghoa
lainnya ko?
A: Cina Benteng itu keunikannya sudah terjadi suatu akulturasi budaya. Nah,
antara budaya Tiongkok dengan budaya lokal. Itu keunikannya. Jadi kalo
menemukan kebudayaan Cina Benteng itu tidak ditemukan di negeri
Tiongkok itu sendiri.
Komunikasi Persuasif..., Elvinta Kusumo, FIKOM UMN, 2014
E: Oh, jadi hanya ada disini berarti ya ko?
A: Iya, karena tradisi itu sudah menjadi suatu budaya yang terakulturasi. Apa
ya istilahnya, em sudah mencampur, sudah terjadi pencampuran dua
tradisi yang berbeda dari negeri Tiongkok yang dibawa oleh leluhur kita
kemudian mencampur baur dengan tradisi yang ada di lokal sini atau local
wisdomnya sudah berbaur. Itu keunikannya.
E: Berarti bisa dikaitakan koko merupakan salah satu orang yang wajib
mempertahankan budaya ini dong ya?
A: Saya rasa saya salah satunya
E: Baik, menurut koko nih saat ini kebudayaan Cina Benteng dari awal
munculnya sampai saat ini sudah memudar atau mengalami perkembangan
seperti apa sih ko?
A: Kalo kita berbicara kebudayaan Cina Benteng itu kita harus lihat case per
case sebetulnya atau satu budaya, satu budaya karna kan budayanya
banyak sekali. Budaya Cina Benteng itu banyak ya, seperi misalnya
budaya Chio Thao, tradisi budaya kematian, atau tradisi budaya Tang Ce
atau Onde, tradisi budaya Ceng Beng misalnya juga. Nah banyak jenisnya
gitu. Kalo kita bicara secara general. Apakah sekarang ini kebudayaan
Cina Benteng itu sudah memudar? Saya berani mengatakan hampir
memudar, yang dilatarbelakangi oleh banyak faktor. Mungkin misalnya
faktornya adalah satu, saya berani mengkalim bahwa salah satu faktor
yang menyebabkan tradisi budaya Cina Benteng itu memudar adalah
karena agama. Agama salah satu kontibutor bergesernya nilai-nilai tradisi
budaya Cina Benteng. Yang kedua adalah, perkembangan suatu daerah.
Semakin banyaknya perkembangan suatu daerah itu, menjadi banyak
sekali buday-budaya asing yang masuk dan mempengaruhi. Nah kedua
faktor ini. Kalo kita jabarin lagi jadi panjang. Mungkin kalo ditanya,
kenapa sih agama itu salah satu kontributor pergeseran nilai-nilai budaya
yang ada di Tangerang, terutama bagi masyarakat Cina Benteng? Orang
Cina Benteng itu kan terdiri dari berbagai macam agama. Ada yang
Kristen, Buddha, Hindu, Hindu mungkin udah jarang ya, Katolik, Islam,
Konghucu. Kalo orang Cina Benteng yang beragama Konghucu tentu
tradisi budaya Cina Bentengnya masih kuat. Kalo orang Cina Benteng
yang beragam Buddha, masih lumayan lah, masih pegang, masih cukup
kuat. Kalo orang Cina Benteng yang sudah beragama Katolik, sedikit duah
mulai memudar. Kalo dia beragama Kristen, hampir hilang. Kalo yang
beragama Islam, ya hilang.
Komunikasi Persuasif..., Elvinta Kusumo, FIKOM UMN, 2014
E: Karena mungkin dari ajaran-ajaran agamanya gitu ya ko, yang mungkin
sedikit membatasi beberapa prosesi yang mungkin tidak sesuai dengan
ajarannya kali ya ko?
A: Iya, betul. Misalnya contoh sederhana deh ya, ada satu agama yang tidak
memperbolehkan umatnya itu megang Hio atau dupa. Ya, itu kan doktrin
agamanya gitu kan. Mereka mungkin belum sadar atau mereka tidak sadar
bahwa Hio (dupa) atau misal ada tradisi budaya Cina Benteng itu adalah
kebudayaan bukan bersikap agamis, gitu. Itu yang nggak dipahami oleh
mereka yang menolak atau menentang itu. Harusnya saran saya adalah
pelajari dulu tradisi budaya Cina Benteng ini apaan, agama atau tradisi.
Mereka menganggap bahwa ini seolah-olah adalah agama, gitu. Padahal
kalo saya, berani menyatakan bahwa adat tradisi budaya Cina Benteng itu
adalah that is a tradition not a religion. Bukan keagamaan. Begitu, menurut
saya.
E: Terus ko, koko mengenal kebudayaan Cian Benteng ini selain orang tua,
siapa sih yang memberikan semacam pengajaran atau pendekatan tentang
kebudayaan Cina Benteng?
A: Kalo pengajaran secara formil tentu tidak, karena memang tidak ada yang
namanya kebudayaan Cina Benteng ini diajarkan dalam lembaga-lembaga
formil, itu tidak ada. Tetapi, kalo dalam konteks pergaulan, karena saya
seneng dengan kebudayaan-kebudayaan Cina Benteng maka biasanya saya
mencari tahu. Mencari tahu kemana? Tentunya, satu adalah jelas buku.
Dua adalah internet. Yang ketiga yang sudah pasti adalah kepada lorang-
orang yang kita anggap mengerti dan memahami mengenai sejarah budaya
tradisi Cina Benteng. Contohnya seperti Engkong Tjin Eng. Kenapa
engkong Tjin Eng? Karena satu, selain dia sebagai sesepuhnya di
Tangerang.
E: Kenapa sih disebut sesepuh ko?
A: Karena, satu udah tua pastinya. Keduanya, beliau ini punya banyak
literature tentang sejarah, budaya dalam bentuk buku-buku. Mungkin juga,
folklor, kayak gaya omongan-omongan dari orang-orang sebelumnya atau
leluhur-leluhurnya si engkong itu sendiri. Selain daripada engkong Tjin
Eng saya juga boleh dikatakan berguru sama David Kwa. Beliau juga
sama seperti kong Tjin Eng, pemerhati budaya peranakan Tionghoa di
Indonesia. Begitu. Saya juga banyak belajar sama beliau, disamping buku-
buku yang saya pelajari.
Komunikasi Persuasif..., Elvinta Kusumo, FIKOM UMN, 2014
E: Berarti menurut koko penting, orang-orang seperti David Kwa atau kong
TjinEng memiliki peran yang kuat di komunitas etnis Cina Benteng ini?
A: Harusnya penting. Dan bahkan sangat penting orang-orang seperti itu. Dan
perlu dicetak banyak orang-orang seperti kong Tjin Eng ataupun David
Kwa untuk menjaga kebudayaan Cina Benteng itu agar tetap lestari sampai
kapanpun. Karena itu adalah sebuah heritage atau pusaka bagi kita
masyarakat keturunan Cina Benteng yang ada di Tangerang.
E: Jadi tertarik dong ko mengikuti jejak mereka nih? Hehehe
A: Kalo saya kan secara pribadi kan udah ada profesi sendiri ya. Ya, kalo
untuk berprofesi sebagai seorang sejarahwan mungkin nggak kali. Karena
bukan minatnya. Tapi kalo toh ada yang memang ingin menanyakan
tentang sejarah budaya tradisi Cina Benteng ya, saya welcome-welcome
saja, sejauh saya memahami dan saya mengerti, saya siap. Memang,
banyak beberapa orang seperti kalangan mahasiswa, dosen, peneliti,
wartawan itu kesini juga gitu untuk menanyakan tentang hal ini. Buat saya
nggak masalah, tapi itu bukan profesi. Jadi, boleh dikatakan mungkin saya
ini penggiat kebudayaan Cina Benteng.
E: Seberapa deket sih koko sama engkong?
A: Deket ya, dulu sih sebelum married. Saya sama engkong Tjin Eng mah
dulu tukang begadang bareng.
E: Widih, dimana tuh ko seringnya?
A: Kadang dirumah saya, kadang-kadang saya ke tempat engkong, kadang-
kadang di Klenteng, kadang-kadang di warung-warung. Saya sih hapal
banget sama si engkong.
E: Itu koko sendiri atau ada komunitas anak muda gitu sih ko?
A: Ada, ada komunitasnya gitu. Ada beberapa, bukan cuma saya. Saya ini
kan backgroundnya kan aktivis organisasi. Jadi kadang-kadang kan saya
suka bawa rombongan-rombongan kecil, temen saya, eh lu mau tau
tentang kebudayaan Cina Benteng gak? Ayo kita nongkrong yuk, noh ada
orangnya noh. Siapa? Engkong Tjin Eng. Ayo kita kumpul. Nah ya udah
kumpul ngobrol-ngobrol bareng kong Tjin Eng tuh. Dia sebagai