Top Banner

of 29

Lisen Si

Oct 30, 2015

Download

Documents

Rana Izdihar

akuntansi keuangan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Sejarah lisensiPada awal dimana industri berkembang, yang lebih dulu maju adalah industri manufaktur. Industri yang murni memproduksi barang; bukan jasa. Dalam perkembangannya, industri ini kemudian bekerja sama dengan industri lain sehingga menghasilkan yang kemudian dinamakan lisensi (license). Licensor (penerbit lisensi) memberikan lisensi kepada perusahaan lain (licensee) untuk digunakan dalam proses pemasaran, trademark, paten, rahasia dagang, atau hal bernilai lainnya dengan imbalan berupa fee ataupun royalti (Kotler, 2008).Contoh lisensi adalah tisu Tessa yang dalam kemasannya menggunakan gambar tokoh-tokoh Cartoon Network seperti Tweety, Sylvester, dkk. Dengan adanya lisensi, pemegang hak lisensi yang dalam hal ini adalah Tessa memperoleh keuntungan berupa kemasan dengan tokoh yang sudah dikenal luas. Bisa jadi, anak kecil yang mengenal Tweety (atau anak besar yang pada masa kecilnya mengenal Tweety) akan tergerak untuk membeli produk tersebut karena gambar tokoh dalam kemasannya. Penggunaan gambar ini juga kemudian dapat digunakan untuk mengangkat citra merek tersebut. Bandingkan bila Tessa menggunakan kemasan yang bergambar karikatur saya. Barangkali perusahaan itu harus siap-siap kukut.

Makin lama, industri pun berkembang menjadi tidak hanya manufaktur melainkan juga industri jasa. Dari industri jasa inilah kemudian muncul istilah franchise. Di dalam sistem franchise, franchisee atau orang yang membeli hak franchise terikat pada sistem operasi yang direncanakan, diatur, dan dikontrol oleh franchisor. Di Indonesia, franchise dikenal dengan istilah waralaba. Mudah mendapatkan contoh franchise. Fast food di Indonesia kebanyakan bersistem franchise.Lalu dimana letak perbedaannya?Jika membeli lisensi, maka gampangnya yang kita beli adalah ijin menggunakan produk tersebut. Produk tersebut biasanya digunakan begitu saja; tidak diubah-ubah atau ditambah sesuai keinginan pembeli lisensi. Pembeli hak lisensi bertanggung jawab pada kontrol kualitas produknya. Sebagai contoh, pada tisu Tessa, gambar tokoh Cartoon Network digunakan begitu saja, tidak diubah-ubah lagi. Pihak produsen Tessa hanya perlu mengontrol kualitas tisunya agar nama Cartoon Network tidak tercemar. Contoh lain adalah sistem yang bekerja di Starbuck. Semua yang ada di Starbuck diperoleh dari US (maaf, saya kurang tahu kalau untuk interiornya). Bahan baku diperoleh dari US, sistem operasi, layout tempat, semua ditentukan oleh HQ Starbucks dan antara Starbucks Jogja dengan yang di Arizona akan sama bentuknya.Sedangkan pada franchise, yang dibeli adalah keseluruhan konsep merek dan sistem operasinya. Franchisor ikut bertanggung jawab dan turut terjun membina terwaralaba di bidang pemasaran, kualitas produk, keuangan, dan hal lainnya. Misalnya, McD. Dengan menjadi franchisor McD maka bahan baku produksi bebas dibeli di Indonesia. Yang tidak boleh diubah adalah standarisasi, bumbu-bumbu tertentu, layout ruangan, dan hal-hal lain yang ditentukan berdasar perjanjian.Di samping itu, dalam hal pengurusan ijin, waralaba diatur oleh Departemen Perdagangan sementara lisensi berada dibawah kelola Departemen Hukum dan HAM.http://wennyaulia.com/mengenal-beda-lisensi-dan-franchise.html

Perbedaan Waralaba, Bussiness Opportunity dan Lisensi Antara waralaba, lisensi dan Bisnis Opportunity saat ini sedikit sulit untuk membedakannya. Berikut adalah Perbedaan waralaba, Bussiness Opportunity dan LisensiTerbit: 23 Juni 2010 Dibaca: 6,114 kali Komentar: 6 Komentar Kategori: Franchise, Waralaba Ide Bisnis: bisnis waralaba, bussiness opportunity, kesamaan konsep, lisensi, perbedaan konsep, support bisnis, waralaba Secara umum, Bisnis Waralaba, Bussiness Oppotunity (BO) dan Lisensi memiliki kesamaan arti sebagai sebuah konsep kemitraan dalam bisnis. Artinya, ada dua pihak, yaitu pemberi hak dan penerimanya yang sama-sama meraih benefit dari kerja sama kemitraan saling percaya tersebut. Tiga model konsep bisnis ini juga memiliki kesamaan dari sisi tingkat resiko bagi peminat investasi, yaitu meminimalisir faktor kegagalan yang sebelumnya sudah diambil alih oleh pemberi hak melalui pembuktian bisnis atau merek dalam rentang waktu tertentu di tahap awal.Pada tiga model bisnis tersebut juga memiliki kesamaan dari sisi support, dimana pemberi hak memiliki keharusan untuk men-support penerima hak agar bisa menjalankan bisnis hingga sukses.Waralaba, Bussiness Opportunity dan LisensiNamun demikian, ada perbedaan antara Waralaba, Bussiness Opportunity (BO) dan Lisensi yang sangat prinsipil dari masing-masing konsep. Tapi, sekarang ini agak sulit untuk kita tahu mana yang waralaba, mana yang lisensi dan mana yang sebenarnya BO. Menurut Utomo Njoto, pakar Franchising, ada 6 (enam) hal untuk bisa membedakan ketiganya : Pertama, dari aspek merek; waralaba dan lisensi itu menggunakan merek milik franchisor atau lisensor. Tapi kalau BO tidak harus menggunakan merek milik yang jual BO.Kedua, fokusnya. Waralaba fokusnya pada sistem bisnis. Lisensi lebih fokus pada hak kekayaan intelektual (HKI). Sedangkan BO seharusnya bicara tentang paket usaha (start up package) seperti ada mesin-mesin, bahan baku supply-nya, dan seseorang diajar untuk memulai sebuah bisnis tetapi mereknya boleh merek sendiri. Jadi lebih sederhana sebenarnya.Di waralaba harus ada sistem support, ada pra operasional, pra launching, ada supervise launching dan ada pasca launching.Ketiga, marketing communication. Nah di waralaba ada unsur yang terpusat. Full advertising fund dan national level sepending yang berasal dari franchisor. Tapi kalau Lisensi dan BO tidak harus terpusat. Malah sebetulnya mereka tidak berhak mengambil full advertising.Keempat, terkait dokumen HKI. Di Indonesia waralaba itu boleh dalam bentuk surat permohonan pendaftaran merek. Seharusnya dan sebetulnya sudah menjadi sertifikat, tapi karena di Indonesia prosesnya panjang maka boleh dalam bentuk surat permohonan pendaftaran merek. Sedangkan untuk lisensi merek itu harus sertifikat merek.Kelima, terkait regulasi. Di waralaba ada PP dan Permendag yang mana mengatur harus ada pendaftaran STPW (Surat Tanda Pendaftaran Waralaba) penerima dan pemberi waralaba. Di lisensi itu ada UU No. 15 mengenai merek dan lisensinya ada di pasal 43 sampai 49 yang isinya dalam hal lisensi harus ada pencatatan perjanjian lisensi.Keenam, masalah sanksi. Di waralaba ada peringatan tertulis tiga kali dan denda paling banyak Rp 100 juta. Sedangkan di lisensi merek tidak terlalu ketat saat ini karena Departemen Hukum dan HAM sedang merumuskan PPnya. Di BO peraturannya belum jelas.Sumber gambar: http://www.infinity-partners.co.uk/businessgrowthadvice.jpghttp://bisnisukm.com/perbedaan-waralaba-bussiness-opportunity-dan-lisensi.html

Secara umum, Bisnis Waralaba, Bussiness Oppotunity (BO) dan Lisensi memiliki kesamaan arti sebagai sebuah konsep kemitraan dalam bisnis. Artinya, ada dua pihak, yaitu pemberi hak dan penerimanya yang sama-sama meraih benefit dari kerja sama kemitraan saling percaya tersebut. Tiga model konsep bisnis ini juga memiliki kesamaan dari sisi tingkat resiko bagi peminat investasi, yaitu meminimalisir faktor kegagalan yang sebelumnya sudah diambil alih oleh pemberi hak melalui pembuktian bisnis atau merek dalam rentang waktu tertentu di tahap awal.Pada tiga model bisnis tersebut juga memiliki kesamaan dari sisi support, dimana pemberi hak memiliki keharusan untuk men-support penerima hak agar bisa menjalankan bisnis hingga sukses.Namun demikian, ada perbedaan antara Waralaba, Bussiness Opportunity (BO) dan Lisensi yang sangat prinsipil dari masing-masing konsep. Tapi, sekarang ini agak sulit untuk kita tahu mana yang waralaba, mana yang lisensi dan mana yang sebenarnya BO. Menurut Utomo Njoto, pakar Franchising, ada 6 (enam) hal untuk bisa membedakan ketiganya :Pertama, dari aspek merek; waralaba dan lisensi itu menggunakan merek milik franchisor atau lisensor. Tapi kalau BO tidak harus menggunakan merek milik yang jual BO.Kedua, fokusnya. Waralaba fokusnya pada sistem bisnis. Lisensi lebih fokus pada hak kekayaan intelektual (HKI). Sedangkan BO seharusnya bicara tentang paket usaha (start up package) seperti ada mesin-mesin, bahan baku supply-nya, dan seseorang diajar untuk memulai sebuah bisnis tetapi mereknya boleh merek sendiri. Jadi lebih sederhana sebenarnya.Di waralaba harus ada sistem support, ada pra operasional, pra launching, ada supervise launching dan ada pasca launching.Ketiga, marketing communication. Nah di waralaba ada unsur yang terpusat. Full advertising fund dan national level sepending yang berasal dari franchisor. Tapi kalau Lisensi dan BO tidak harus terpusat. Malah sebetulnya mereka tidak berhak mengambil full advertising.Keempat, terkait dokumen HKI. Di Indonesia waralaba itu boleh dalam bentuk surat permohonan pendaftaran merek. Seharusnya dan sebetulnya sudah menjadi sertifikat, tapi karena di Indonesia prosesnya panjang maka boleh dalam bentuk surat permohonan pendaftaran merek. Sedangkan untuk lisensi merek itu harus sertifikat merek.Kelima, terkait regulasi. Di waralaba ada PP dan Permendag yang mana mengatur harus ada pendaftaran STPW (Surat Tanda Pendaftaran Waralaba) penerima dan pemberi waralaba. Di lisensi itu ada UU No. 15 mengenai merek dan lisensinya ada di pasal 43 sampai 49 yang isinya dalam hal lisensi harus ada pencatatan perjanjian lisensi.Keenam, masalah sanksi. Di waralaba ada peringatan tertulis tiga kali dan denda paling banyak Rp 100 juta. Sedangkan di lisensi merek tidak terlalu ketat saat ini karena Departemen Hukum dan HAM sedang merumuskan PPnya. Di BO peraturannya belum jelas.Potensi Pertumbuhan Waralaba IndonesiaPeluang pasar waralaba (franchise) di dalam negeri masih cukup besar kalau melihat jumlah penduduk yang mencapai 240 juta jiwa yang didukung pertumbuhan ekonomi nasional yang makin tinggi .Direktur Utama & CEO Francorp Malaysia, Affandi Faiz kepada pers di Jakarta, Rabu (4/8) mengatakan, dengan besarnya peluang pasar waralaba , maka Francorp Indonesia mengharapkan dapat menjaring 10 sampai 15 perusahaan (klien ) terutama dari Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada tahun 2010 .Francorp Indonesia, merupakan lembaga konsultan dalam mengembangkan usaha waralaba di dalam negeri. Kami optimistis akan mendapat sedikit 15 perusahaan UKM yang memang membutuhkan konsultan dalam meningkatkan pertumbuhan bisnisnya, katanya.Menurut Affandi Faiz, bisnis waralaba di Indonesia harusnya tumbuh lebih besar mengingat pertumbuhan ekonomi nasional terus meningkat. Hal itu disebabkan sektor riil masih belum berjalan sebagaimana yang diharapkan, katanya.Selain itu, lanjut dia, investasi asing cenderung lebih suka ditempatkan di pasar saham dan pasar uang seperti bursa modal Indonesia, obligasi, surat utang negara dan instrumen Bank Indonesia. Apabila sektor riil tumbuh, maka bisnis waralaba akan makin tumbuh dengan cepat.Ditanya bisnis apa yang paling disukai, menurut dia, adalah makanan, produk halal, kesehatan yang sangat disukai masyarakat. Karena itu peluang waralaba di Indonesia sangat besar, meski pertumbuhan ekonomi saat ini ditopang hanya sektor konsumsi, ucapnya.http://jpmi.or.id/2010/08/09/beda-waralaba-business-opportunity-dan-lisensi/Pengertian dan Persyaratan Perjanjian Lisensi Perjanjian lisensi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, yangmana satu pihak yaitu pemegang hak bertindak sebagai pihak yang memberikanlisensi, sedangkan pihak yang lain bertindak sebagai pihak yang menerima lisensi.

Pengertian lisensi itu sendiri adalah izin untuk menikmati manfaat ekonomi darisuatu obyek yang dilindungi HKI untuk jangka waktu tertentu. Sebagai imbalan ataspemberian lisensi tersebut, penerima lisensi wajib membayar royalti dalam jumlahtertentu dan untuk jangka waktu tertentu. Mengingat hak ekonomis yang terkandungdalam setiap hak eksklusif adalah banyak macamnya, maka perjanjian lisensi pundapat memiliki banyak variasi. Ada perjanjian lisensi yang memberikan izin kepadapenerima lisensi untuk menikmati seluruh hak eksklusif yang ada, tetapi adapula perjanjian lisensi yang hanya memberikan izin untuk sebagian hak eksklusifsaja, misalnya lisensi untuk produksi saja, atau lisensi untuk penjualan saja.

Perjanjian lisensi harus dibuat secara tertulis dan harus ditandatangani olehkedua pihak. Perjanjian lisensi sekurang-kurangnya memuat informasi tentang:(a) tanggal, bulan dan tahun tempat dibuatnya perjanjian lisensi;(b) nama dan alamat lengkap serta tanda tangan para pihak yang mengadakanperjanjian lisensi;(c) obyek perjanjian lisensi;(d) jangka waktu perjanjian lisensi;(e) dapat atau tidaknya jangka waktu perjanjian lisensi diperpanjang;(f) pelaksanaan lisensi untuk seluruh atau sebagian dari hak ekslusif;(g) jumlah royalti dan pembayarannya;(h) dapat atau tidaknya penerima lisensi memberikan lisensi lebih lanjutkepada pihak ketiga;(i) batas wilayah berlakunya perjanjian lisensi, apabila diperjanjikan; dan(j) dapat atau tidaknya pemberi lisensi melaksanakan sendiri karya yang telahdilisensikan.

Sesuai dengan ketentuan dalam paket Undang-Undang tentang HKI, makasuatu perjanjian lisensi wajib dicatatkan pada Direktorat Jenderal Hak KekayaanIntelektual yang kemudian dimuat dalam Daftar Umum dengan membayar biaya yangbesarnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Namun, jika perjanjian lisensi tidakdicatatkan, maka perjanjian lisensi tidak mempunyai akibat hukum terhadap pihakketiga, yang dengan sendirinya tidak termasuk kategori pengecualian sebagaimanadimaksud dalam pedoman ini.

Perjanjian lisensi dapat dibuat secara khusus, misalnya tidak bersifateksklusif. Apabila dimaksudkan demikian, maka hal tersebut harus secara tegasdinyatakan dalam perjanjian lisensi. Jika tidak, maka perjanjian lisensi dianggaptidak memakai syarat non eksklusif. Oleh karenanya pemegang hak atau pemberilisensi pada dasarnya masih boleh melaksanakan sendiri apa yang dilisensikannyaatau memberi lisensi yang sama kepada pihak ketiga yang lain.

Perjanjian lisensi dilarang memuat ketentuan yang langsung maupun tidaklangsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesiaatau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalammenguasai dan mengembangkan teknologi pada umumnya (referensi Undang-undangPaten). Pendaftaran dan permintaan pencatatan perjanjian lisensi yang memuatketentuan atau memuat hal yang demikian harus ditolak oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

Berdasarkan pada paparan tersebut di atas, setiap orang hendaknyamemandang bahwa perjanjian lisensi yang dimaksud dalam Pasal 50 huruf badalah perjanjian lisensi yang telah sesuai dengan persyaratan yang ditentukandalam ketentuan hukum HKI. Perjanjian lisensi yang belum memenuhi persyaratantidak masuk dalam pengertian perjanjian yang dikecualikan dari ketentuan hukumpersaingan usaha.

Oleh karena itu, agar ketentuan pengecualian tersebut selaras dengan asasdan tujuan pembentukan undang-undang persaingan usaha, maka setiap oranghendaknya memandang ketentuan pengecualian tersebut tidak secara harfiahatau sebagai pembebasan mutlak dari segenap larangan yang ada. Setiap oranghendaknya memandang pengecualian tersebut dalam konteks sebagai berikut:

a. Bahwa perjanjian lisensi HKI tidak secara otomatis melahirkan praktekmonopoli dan persaingan usaha tidak sehat;b. Bahwa praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang timbulakibat pelaksanaan perjanjian lisensi adalah kondisi yang hendak dicegahmelalui hukum persaingan usaha;c. Bahwa untuk memberlakukan hukum persaingan usaha terhadap pelaksanaanperjanjian lisensi HKI haruslah dibuktikan: (1) perjanjian lisensi HKI tersebuttelah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam perundangundanganHKI, dan (2) adanya kondisi yang secara nyata menunjukkanterjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat;

d. Bahwa pengecualian dari ketentuan hukum persaingan usaha terhadapperjanjian lisensi HKI hanya diberlakukan dalam hal perjanjian lisensi HKIyang bersangkutan tidak menampakkan secara jelas sifat anti persainganusaha.

Hal yang perlu dianalisis dari suatu perjanjian lisensi HKI untuk mendapatkejelasan mengenai ada tidaknya sifat anti persaingan adalah klausul yang terkaitdengan kesepakatan eksklusif (exclusive dealing). Dalam pedoman ini, perjanjianlisensi HKI yang dipandang mengandung unsur kesepakatan eksklusif adalah yang di antaranya mengandung klausul mengenai:

a. Penghimpunan Lisensi (Pooling Licensing) dan Lisensi Silang (Cross Licensing);b. Pengikatan Produk (Tying Arrangement);c. Pembatasan dalam bahan baku;d. Pembatasan dalam produksi dan penjualan;e. Pembatasan dalam harga penjualan dan harga jual kembali;f. Lisensi Kembali (Grant Back).

Penting untuk diperhatikan, bahwa adanya satu atau lebih dari satuunsur di atas dalam suatu perjanjian lisensi HKI tidaklah menunjukkan bahwaperjanjian lisensi HKI tersebut secara serta merta memiliki sifat anti persaingan.Harus ada kondisi tertentu yang harus diperiksa dari masing-masing klausul tersebutuntuk menentukan apakah klausul tersebut mengandung sifat anti persaingan.

Sumber pdf:Buku Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, 2009

Pengaturan Lisensi dalam undang-undang merek

Pengaturan Lisensi dalam undang-undang merek dapat kita temukan dalam Pasal 43 hingga pasal 49 bagian kedua bab V jo Pasal 1 angka 13. Dari definisi mengenai Lisensi yang diberikan dalam pasal 1 angka 13 Undang-Undang no 15 Tahun 2001, dapat kita piliah pilih ke dalam beberapa unsure yang meliputi

1. Adanya izin yang diberikan oleh pemegang merekPemberian izin untuk menggunakan merek ini oleh ketentuan pasal 77 Undang-Undang no 15 tahun 2001 juga ternyata membawa hak lebih lanjut kepada penerima lisensi untuk mengajukan gugatan atas pelanggaran merek. Yang dimaksud dengan pelanggaran merek adalah perbuatan yang secara tanpa hak menggunakan merek yang terdaftar, yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atas jasa yang sejenis. Gugatan yang diajukan dapat berupa :a. Gugatan ganti rugi dan atau,b. Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.Ketentuan tersebut menunjukkan pada kita bahwa berbeda dari tiga undang-undang tentang hak atas kekayaan Intelektual (tentang rahasia dagang disain industry dan desain tata letak sirkuit terpadu), undang-Undang no 15 tahun 2001 secara tegas mengakui secara tegas kompensasi dalam bentuk Indirect and Non-monetary Compensation.

2. Izin tersebut diberikan dalam bentuk perjanjianKetentuan ini membawa akibat hokum bahwa lisensi harus dibuat secara tertulis antara pemberi lisensi dengan pihak penerima lisensi. Ini juga berarti bahwa perjanjian pemberian lisensi ini merupakan perjanjian formal yang harus memenuhi bentuk yang tertulis. Kewajiban agar perjanjian lisensi juga diperkuat dengan kewajiban pendaftaran lisensi sebagaiman disebutkan dalam pasal 43 ayat (3) jo Pasal 43 ayat (4) jo pasal 49 undang Undang no 15 tahun 2001.

3. Izin tersebut merupakan pemberian hak untuk menggunakan merek tersebut (yang bukan bersifat pengalihan hak).Prinsip penggunaan merek dagang ini oleh undang-undang no 15 tahun 2001 telah diperluas tidak hanya melipuuti penggunaan secara fisik dalam territorial wilayah Negara republic Indonesia tetapi juga meliputi :a. Hak untuk mengajukan gugatan terhadap pelaku pelanggaran merk yang terdaftar (pasal 44)b. Dimungkinkannya pemberian sub lisensi penggunaan merk (Pasal 45).

4. Izin tersebut diberikan baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan atau jasa yang didaftarkan.

5. Izin tersebut dikaitkan dengan waktu tertentu dan syarat tertentu.

Sumber : Seri Hukum Bisnis Lisensi, Gunawan Widjaja, PT raja Grafindo Persada-Jakarta 2001

Sumber: http://id.shvoong.com/law-and-politics/commercial-law/2135296-pengaturan-lisensi-dalam-undang-undang/#ixzz2ClXMZipP

http://id.shvoong.com/law-and-politics/commercial-law/2135296-pengaturan-lisensi-dalam-undang-undang/

BAB IPENDAHULUAN A. Latar Belakang MasalahPemanfaatan merek-merek terkenal pada saat sekarang sudah mulai marak, hal tersebut tidak lain karena menjanjikan keuntungan besar yang akan didapat apabila mempergunakan merek terkenal dari pada menggunakan mereknya sendiri. Apalagi pada saat krisis ekonomi yang berkepanjangan seperti saat sekarang ini, banyak produsen yang mensiasati dengan cara mengkombinasikan barang-barang bermerek yang asli dengan yang bajakan, karena bajakan tersebut secara fisik benar-benar mirip dengan yang asli.Banyak alasan mengapa banyak industri memanfaatkan merek merek terkenal untuk produk-produknya, salah satunya adalah agar mudah dijual, selain itu merek tak perlu repot-repot mengurus nomor pendaftaran ke Dirjen HaKI atau mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk membangun citra produknya (brand image). Mereka tidak perlu repot repot membuat divisi riset dan pengembangan untuk dapat menghasilkan produk yang selalu up to date, karena mereka tinggal menjiplak produk orang lain dan untuk pemasarannya biasanya bandar yang siap untuk menerima produk jiplak tersebut. Secara ekonomi memang memanfaatkan merek terkenal mendatangkan keuntungan yang cukup besar dan fakta dilapangan membuktikan hal tersebut, selain itu juga didukung oleh daya beli konsumen yang pas-pasan tetapi ingin tampil trendi.Produk-produk bermerek (luxrury good) asli tapi palsu (aspal) seperti baju, celana, jaket dan berbagai asesoris lainnya sangat mudah didapat dan ditemukan di kota-kota besar, peredarannyapun meluas mulai dari kaki lima sampai pusat pertokoan bergengsi. Salah satu daya tarik dari produk bermerek palsu memang terletak pada harganya yang sangat murah B. Identifikasi Masalah Dari hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang tersebut diatas dapat dilihat bahwa banyak sekali permasalahan disekitar hak atas kekayaan intelektual khususnya mengenai merek, walaupun telah ada undang-undang yang mengatur tetapi dalam kenyataannya masih juga terjadi penyimpangan-penyimpangan, padahal dengan adanya hukum diharapkan terciptanya suatu kepastian dan keadilan bagi semuanya.Berdasarkan uraian diatas maka penulis melakuan identifikasi masalah sebagai berikut :1. Bagaimana perlindungan terhadap merek terkenal ?.2. Bagaimanakah perlindungan bagi konsumen terhadap pemanfaatan merek terkenal oleh industri ?.3. Apakah Hukum Positif yang ada memberikan perlindungan bagi merek terkenal sesuai dengan konvensi-konvensi Internasional yang telah diratifikasi ?C. Maksud dan TujuanPembuatan makalah ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan serta dapat dan bisa memeberikan manfaat bagi dunia ilmu pengetahuan hukum.Disamping itu secara khusus sesuai dengan rumusan permasalahan, tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :1. Untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan terhadap merek terkenal yang dilakukan oleh kalangan industri.2. Untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan terhadap konsumen terhadap tindakan industri yang memanfaatkan merek-merek terkenal.3. Untuk mengetahui sejauh mana konvensi-konvensi Internasional yang telah diratifikasi dan menjadi hukum positif di Indonesia memberikan perlindungan dan keadilan terhadap konsumen.BAB IITINJAUAN TEORISuatu merek bagi produsen barang atau jasa sangat penting, karena berfungsi untuk membedakan antara barang atau jasa satu dengan yang lainnya serta berfungsi sebagai tanda untuk membedakan asal-usul, citra reputasi maupun bonafiditas diantara perusahaan yang satu dengan yang lainnya yang sejenis. Bagi konsumen dengan makin beragamnya barang dan jasa yang berada dipasaran melalui merek dapat diketahui kualitas dan asal-usul dari barang tersebut.Secara yuridis pengertian merek tercantum dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 15 tahun 2001 yang berbunyi :Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.Merek memberikan fungsi untuk membedakan suatu produk dengan produk lain dengan memberikan tanda, seperti yang didefinisikan pada Pasal 1 Undang Undang Merek (Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). Tanda tersebut harus memiliki daya pembeda dan digunakan dalam perdagangan barang atau jasa. Dalam prakteknya merek digunakan untuk membangun loyalitas konsumen.Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi ijin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya.BAB IIIPEMBAHASAN 1. Perlindungan Terhadap Merek TerkenalBanyak alasan mengapa banyak industri memanfaatkan merek merek terkenal untuk produk-produknya, salah satunya adalah agar mudah dijual, selain itu merek tak perlu repot-repot mengurus nomor pendaftaran ke Dirjen HaKI atau mengeluarkan uang jutaan rupiah untuk membangun citra produknya (brand image). Mereka tidak perlu repot repot membuat divisi riset dan pengembangan untuk dapat menghasilkan produk yang selalu up to date, karena mereka tinggal menjiplak produk orang lain dan untuk pemasarannya biasanya Bandar yang siap untuk menerima produk jiplak tersebut.Secara ekonomi memang memanfaatkan merek terkenal mendatangkan keuntungan yang cukup besar dan fakta dilapangan membuktikan hal tersebut, selain itu juga didukung oleh daya beli konsumen yang pas-pasan tetapi ingin tampil trendi. Jika dilihat dari sisi hukum hal itu sebenarnya tidak dapat ditolelir lagi karena Negara Indonesia sudah meratifikasi Kovensi Internasional tentang TRIPs dan WTO yang telah diundangkan dalam UU Nomor 7 Tahun 1994 sesuai dengan kesepakatan internasional bahwa pada tanggal 1 Januari 2000 Indonesia sudah harus menerapakan semua perjanjian-perjanjian yang ada dalam kerangka TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right, Inculding Trade in Counterfeit Good), penerapan semua ketentuan-ketentuan yang ada dalam TRIPs tersebut adalah merupakan konsekuensi Negara Indonesia sebagai anggota dari WTO (Word Trade Organization).Tidak dapat disangkal lagi bahwa dalam dunia perdagangan dewasa ini merek adalah merupakan salah satu wujud karya intelektual manusia yang mempunyai peranan yang sangat menentukan karena penggunaan atau pemakaian merek pada perusahaan, tetapi juga mngandung aspek hukum yang luas baik bagi pemilik atau pemegang hak atas merek maupun bagi masyarakat sebagai konsumen yang memakai atau memanfaatkan barang atau jasa dari merek tertentu.Merek mempunyai peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan perdagangan dan penanaman modal. Merek dengan bran imagenya dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan tanda atau daya pembeda yang teramat penting dan merupakan jaminan kualitas dari suatu produk, sebab merek (branding) menjadi semacam penjual awal bagi suatu produk kepada konsumen. Dalam era persaingan sekarang ini memang tidak dapat lagi dibatas masuknya produk-produk dari luar negeri ke Indonesia karena fenomena tersebut sebetulnya sudah jauh diprediksi oleh Kanichi Ohmae yang menyatakan bahwa pada masa mendatang dunia tidak lagi bisa dibatasi oleh apapun juga dan prediksi tersebut saat ini sudah nampak kebenarannya. Merek sebagai aset perusahaan akan dapat menghasilkan keuntungan besar bila didayagunakan dengan memperhatikan aspek bisnis dan pengelolaan manajemen yang baik. Dengan semakin pentingnya peranan merek maka terhadap merek perlu diletakan perlindungan hukum yakni sebagai obyek yang terhadapnya terkait hak hak perseorangan ataupun badan hukum.Dengan berkembangnya dunia perdagangan yang pesat dan sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi di masing-masing negara, tentunya akan memberikan dampak dibidang perdagangan terutama karena adanya kemajuan di bidang teknologi, informasi, komunikasi dan transportasi yang mana sebagai bidang tersebut merupakan faktor yang memicu globalisasi Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI).Dalam kenyataan merek terkenal biasanya didahului oleh reputasi dan good will yang melekat pada keterkenalan tersebut. Merek yang mempunyai good will yang tinggi akan mampu memberikan keuntungan yang luar biasa bagi perusahaan, meskipun sebetulnya merek adalah sesuatu yang tidak dapat diraba (intangible). Sebuah merek akan menjelma menjadi aset capital semata-mata hanya berdasarkan pada good will, oleh karena itu menurut Lendsford menyebutkan bahwa perusahaan yang telah memiliki reputasi merek yang tinggi (higher reputation) akan memilik aset kekayaan yang luar biasa hanya berdasarkan pada good will dari merek tersebut.Produk atau jasa yang bermerek saling lebih dahulu diiklankan dan dijual, walaupun produk atau jasa tersebut secara fisik belum tersedia di pasaran Negara tertentu. Media penyebaran dan periklanan modern menjadi semakin tidak di batasi oleh batas-batas nasional mengingat canggihnya komunikasi teknologi dan frekuensi orang bepergian atau mengadakan perjalanan melintas dunia. pemilik produk atau jasa yang bermerek banyak memanfatkan berbagai event-event yang banyak di tonton orang untuk memasarkan merek mereka sehingga orang yang melihat merasa tertarik untuk membeli produk atau meggunakan jasa dari suatu merek yang diiklankan tersebut.Ditinjau dari aspek hukum masalah merek menjadi sangat penting, sehubungan dengan persoalan perlu adanya perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pemilik atau pemegang merek dan perlindungan hukum terhadap masyarakat sebagai konsumen atas suatu barang atau jasa yang memakai suatu merek agar tidak terkecoh oleh merek-merek lain, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa masalah penggunaan merek terkenal oleh pihak yang tidak berhak, masih banyak terjadi di Indonesia dan kenyataan tersebut benar-benar disadari oleh pemerintah, tetapi dalam praktek banyak sekali kendala-kendala sebagaimana dikatakan oleh A Zen Umar Purba (mantan Dirjen HaKI) bahwa Law Enforcement yang lemah. Memang tidak dapat selamanya dijadikan alasan tetapi yang perlu diperhatikan adalah mengapa hal itu bisa terjadi ?. Hal itu tidak dapat dilepaskan dari sisi historis masyarakat Indonesia yang sejak dahulu adalah masyarakat agraris, sehingga terbiasa segala sesuatunya dikerjakan dan dianggap sebagai milik bersama, bahkan ada anggapan dari para pengusaha home industri bahwa merek adalah mempunyai fungsi sosial. Pada satu sisi keadaan tersebut berdampak positif tetapi pada sisi lain justru yang anggapan demikian itu menyebabakan masyarakat kita sering berpikir kurang ekonomis dan kurang inofatif. 2. Perlindungan Bagi Konsumen Terhadap Pemanfaatan Merek Terkenal Oleh IndustriSebagaimana diketahui bahwa dalam dunia usaha tujuan utama adalah untuk mencari keuntungan, maka banyak sekali industri yang kurang memahami arti penting hubungan antara pengusaha, konsumen dan masyarakat akan berperilaku profit oriented semata tanpa memperhatikan aspek-aspek yang lain tetapi lebih mementingkan kepentingan sendiri tanpa menghiraukan kepentingan pihak-pihak yang lain dan yang lebih mendorong mereka untuk melakukan hal tersebut adalah tersedianya konsumen yang menggunakan produk mereka.Pengusaha yang melihat hal itu sebagai salah satu peluang bisnis maka akan berusaha memperoleh keuntungan melalui jalan pintas yang tidak layak dengan cara membuat atau memasarkan barang atau produk dengan memalsukan atau meniru merek-merek terkenal dan bagi konsumen adalah suatu gengsi tersendiri bila menggunakan merek terkenal tersebut.Faktor gengsi semu dari konsumen yang merasa bangga menggunakan merek terkenal terutama produk dari luar negeri (label minded) juga sangat mempengaruhi dan sekaligus menguntungkan pemalsuan merek, karena mendapatkan kesempatan untuk memuaskan hasrat mesyarakat melalui merek-merek asli tapi palsu (aspal) atau merek yang mirip dengan merek terkenal, dengan menghasilkan produk yang kerapkali sengaja disesuaikan dengan kemampuan kantong kosong konsumen yang ingin mengenakan merek terkenal tetapi tidak mempunyai kemampuan untuk membelinya sehingga mereka membeli merek-merek asli tapi palsu asalkan tetap bisa gengsi.Pemakaian merek terkenal atau pemakaian merek yang mirip dengan merek terkenal milik orang lain secara tidak berhak dapat menyesatkan konsumen terhadap asal-usul, dan atau kualitas barang. Pemakaian merek terkenal secara tidak sah dikualifikasi sebagai pemakaian merek yang beritikad tidak baik.Penggunaan produk dengan merek-merek tertentu disamping good will yang dimiliki oleh mereknya sendiri selain itu juga sifat fanatik dari konsumen terhadap merek tersebut yang dianggap mempunyai kelebihan atau keunggulan dari merek yang lain. Sifat fanatik yang dimiliki oleh konsumen tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan saja, tetapi ada juga mengutamakan prestise dan memberikan kesan tersendiri dari pemakainya sehingga dengan memakai persepsi mereka adalah suatu simbol yang akan menimbulkan gaya hidup baru (life style).Adanya perbedaan persepsi didalam masyarakat mengenai merek menimbulkan berbagai penafsiran, tetapi meskipun begitu berarti bahwa tindakan orang-orang yang memproduksi suatu barang dengan mendompleng ketenaran milik orang lain tidak bisa dibenarkan begitu saja, karena dengan membiarkan tindakan yang tidak bertanggung jawab maka secara tidak langsung menghasilkan dan membenarkan seseorang untuk menipu dan memperkaya diri secara tidak jujur.Tindakan mempergunakan merek terkenal milik orang lain, secara keseluruhan tidak hanya merugikan pemilik atau pemegang merek itu sendiri dan juga para konsumen tetapi dampak yang lebih luas adalah merugikan perekonomian nasional dan yang lebih luas lagi juga merugikan hubungan perekonomian internasional.Untuk menghindari praktek-praktek yang tidak jujur dan memberikan perlindungan hukum kepada pemilik atau pemegang merek serta konsumen maka Negara mengatur perlindungan merek dalam suatu hukum merek dan selalu disesuaikan dengan perkembangan perkembangan yang terjadi di dunia perdagangan internasional yang tujuannya adalah mengakomodasikan semua kepentingan-kepentingan yang ada guna menciptakan suatu perlindungan hukum. 3. Hukum Positif Dalam Perlindungan Bagi Merek Terkenal Sesuai Dengan Konvensi-Konvensi Internasional Yang Telah DiratifikasiPada tahun 1961 Indonesia mempunyai Undang-undang baru mengenai merek perusahaan dan perniagaan LN. No. 290 Tahun 1961. Undang-Undang tersebut disusun secara sederhana hanya berjumlah 24 pasal dan tidak mencantumkan sanksi pidana terhadap pelanggaran merek. Selain itu, asal undang-undang merek tersebut sama dengan undang-undang merek sebelumnya yang ditetapkan oleh Belanda, hal tersebut tidak terlepas dari kondisi perekonomian dan politik pada saat itu yang masih memprihatinkan. Seiring dengan perkembangan perdagangan dan industri serta sejalan dengan terbukanya sistem ekonomi yang dianut Indonesia pada saat itu maka sangketa-sangketa merek mulai muncul.Dengan pesatnya perkembangan dunia perdagangan banyak sengketa-sengketa merek pada saat itu terutama antara pemilik merek terkenal dengan pengusaha lokal, hal tersebut disebabkan karena :1. Terbukanya sistem ekonomi nasional, sehingga pengusaha nasional dapat mengetahui dan memanfaatkan merek-merek terkenal untuk digunakan dan didaftar lebih dulu di Indonesia demi kepentingan usahanya.2. Pemilik merek terkenal belum atau tidak mendaftarkan dan menggunakan mereknya di Indonesia.Banyaknya sengketa merek sampai pada dekade 80-an, maka pada tahun 1987 pemerintah menetapkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.01-HC.01.01 Tahun 1987 tentang Penolakan Permohonan Pendaftaran Merek yang mempunyai Persamaan dengan Merek Terkenal Orang lain. Dengan adanya ketentuan tersebut maka banyak sekali pemilik merek terkenal yang mengajukan gugatan pembatalan mereknya dan banyak pula perpanjangan merek yang ditolak oleh kantor merek dikarenakan mempergunakan merek orang lain. Keputusan tersebut kemudian direvisi dengan Keputusan Menteri Kehakiman No. M.03-HC.02.01 untuk lebih memberikan perlindungan terhadap pemilik merek-merek terkenal.Selama masa berlakunya UU No. 21 Tahun 1961, banyak sekali perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam dunia perdagangan, dimana norma dan tatanan dagang telah berkembang dan berubah dengan cepat, hal tersebut menyebabkan konsepsi yang tertuang dalam Undang-undang merek Tahun 1961 sudah sangat tertinggal jauh sekali. Untuk mengantisipasi perkembangan tersebut maka pemerintah pada waktu itu mengeluarkan UU No. 19 Tahun1992 tentang merek (LN. No.81 Tahun 1992) sebagai pengganti UU No.21 tahun 1961.Sebagai Negara penandatangan persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan (General Agrement On Tarif and Trade) dalam putaran Uruguay (Uruguay Round), Indonesia telah meratifikasi paket persetujuan tersebut dengan UU No. 7 Tahun 1994 tentang Ratifikasi Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agrement Establishing The World Trade Orgnization). Sejalan dengan itu maka pemerintah membuat kebijakan baru dengan melakukan perubahan dan penyempurnaan UU No. 19 Tahun 1992 dengan UU No. 14 Tahun 1997 dan diubah dan disempurnakan lagi dengan undang undang No. 15 Tahun 2001. Tujuan dari penyempurnaan tersebut tidak lain adalah mengakomodasikan ketentuan-ketentuan yang sudah menjadi komitmen internasional mengenal Hak atas Kekayaan Intelektual.Perubahan atau penyempuarnaan itu pada dasarnya diarahkan untuk menyesuaikan dengan Konvensi Paris (Paris Convention For The Protection Of Industriale Property) pada tahun 1883, selain itu juga disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam persetujuan TRIPs (Trade Releated Aspects Of Intelectual Property Right Including Trade In Counterfeit Goods) atau aspek-aspek dagang yang terkait dengan hak atas kekayaan Intelektual.BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN A. KesimpulanDari semua penjelasan diatas tersebut maka penulis menyimpulkan beberapa hal yaitu diantaranya sebagai berikut :1. Perlindungan bagi merek yang terkenal ini meliputi semua jenis barang dan jasa, sehingga peniruan merek terkenal milik orang lain pada dasarnya dilandasi oleh itikad tidak baik dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dengan membonceng keterkenalan suatu merek orang lain sehingga tidak selayaknya mendapatkan perlindungan hukum2. Untuk menghindari praktek-praktek yang tidak jujur dan memberikan perlindungan hukum kepada pemilik atau pemegang merek serta konsumen maka negara mengatur perlindungan merek dalam suatu hukum merek dan selalu disesuaikan dengan perkembangan perkembangan yang terjadi di dunia perdagangan Internasional yang tujuannya adalah mengakomodasikan semua kepentingan-kepentingan yang ada guna menciptakan suatu perlindungan hukum.3. Persoalan perlindungan hukum terhadap pemilik merek terkenal tidak hanya dapat dipandang dari aspek hukum saja, akan tetapi perlu pula dipandang dari aspek lain seperti aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek budaya yang terdapat pada masyarakat itu. Pemakaian merek terkenal secara tidak sah dikualifikasi sebagai pemakaian merek yang beritikad tidak baik.B. SaranSebagai saran guna penanganan serta penanggulangan atas pokok permasalahan yang telah dibahas dalam penulisan tugas ini, maka penulis mengemukakan hal-hal sebagai berikut, yaitu :1. Mempertegas lagi pengaturan mengenai penggunaan merek yang yang sudah terdapat dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.2. Memberikan sanksi yang tegas dan berat bagi pelanggar ketentuan penggunaan Merek.3. Lebih meningkatkan lagi pengawasan terhadap perizinan penggunaan Merek.DAFTAR PUSTAKAA. Insan Budi Maulana, Merek Terkenal Menurut TRIPs Agreement, Temu Wicara Merek Terkenal, Direktorat Jenderal HaKI Departemen Hukum dan Perundang-undangan, Jakarta, Maret 2000.Didi Irwandi Syamsudin, Pemalsuan Merek Terkenal dan Dilema Penegakan Hukum, Majalah Eksekutif No. 250, Juli 2000.Djubaedillah. R, Sejarah, Teori dan Praktek Hak Milik Intelektual di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003Getas, Gede. LGst, Peranan Merek Dalam Dana Usaha, UPADA SASTRA, Denpasar, Bali, 1994.Harapan, M. Yahya, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia berdasarkan Undang Undang No. 19 Tahun 1992, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1994.Maulana. Insan Budai, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia dari Masa ke Masa, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997Rizawanto Wanita, Undang Undang Merek Baru 2001, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.Sjahputra, Imam, Herjandono, Heri Parjio, Hukum Merek Baru Indonesia Tanya Jawab Teori dan Praktek, Harvarindo, Jakarta, 1997.

http://wonkdermayu.wordpress.com/artikel/perlindungan-hukum-terhadap-pemanfaatan-merek-terkenal/

Tentang LisensiFebruary 17, 2011DISCLAIMER : saya bukan ahli hukum, jadi segala yang ditulis di sini murni pendapat saya dan hasil riset kecil kecilan saya.Pertama mari kita lihat pengertian dari Lisensi. Lisensi menurut kateglo adalah :1. (surat) izin untuk mengangkut barang dagangan, usaha, dsb: usaha2. pajak yang harus dibayarkan untuk memperoleh surat izin, terutama tentang ekspor-impor3. izin menggunakan oktroi pihak lain dalam hukum tentang milik industri, dapat diberikan oleh si pemegang oktroi atau berdasarkan ketetapan Dewan Oktroidan dari wikipedia :Lisensi dalam pengertian umum dapat diartikan memberi izin. Pemberian lisensi dapat dilakukan jika ada pihak yang memberi lisensi dan pihak yang menerima lisensi, hal ini termasuk dalam sebuah perjanjian. Definisi lain, pemberian izin dari pemilik barang/jasa kepada pihak yang menerima lisensi untuk menggunakan barang atau jasa[1] yang dilisensikan.Jadi lisensi adalah hak pakai menggunakan jasa atau barang dagangan. Bila dikaitkan dengan lisensi perangkat lunak, maka lisensi sendiri adalah hak pakai dari perangkat lunak tersebut. Perangkat Lunak ini bisa berupa Aplikasi Web, Desktop, Mobile, Dsb.PengertianHAKI diambil dari wikipedia adalah:Kekayaan Intelektual adalah pengakuan hukum yang memberikan pemeganghak (atas) kekayaan intelektual (H[A]KI) untuk mengatur penggunaan gagasan-gagasan dan ekspresi yang diciptakannya untuk jangka waktu tertentu. Istilah kekayaan intelektual mencerminkan bahwa hal tersebut merupakan hasilpikiran atau intelektualitas, dan bahwa hak kekayaan intelektual dapat dilindungi oleh hukum sebagaimana bentukhak milik lainnya.Sedangkan Hak Cipta adalah satu bagian dari HAKI, pengertiannya dari wikipedia adalah :Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan hak untuk menyalin suatu ciptaan.Jadi misalkan digabungkan :Misalnya Apples multitouch gestures seperti pada iPhone yang bisa menggunakan dua jari atau lebih untuk melakukan operasi tertentu. Multi Touch ini telah dipatenkan oleh Apple, sehingga tidak bisa dipakai diperangkat lain seperti Android. Dan Apple sendiri mempunyai hak cipta atas iPhone, tidak ada produk lain yang boleh menggunakan nama iPhone selain Apple kecuali atas izin Apple. Dan terakhir, Lisensi mengatur bagaimana End User bisa menggunakan iPhone tersebut, misalnya tidak boleh menjail break.Dikaitkan dengan Salingsapa dan JCow, JCow sendiri berlisensi dobel : CPAL ( salah satu lisensi open source ) dan Commercial License. JCow yang free menghendaki aplikasi web yang dibuat berbasiskan JCow menyertakan kalimat Powered by Jcow di footer, sedangkan Commercial License (Yang non free) kita boleh untuk tidak menyertakan itu.Salingsapa sendiri kabarnya membeli license JCow, maka dari itu dia boleh untuk tidak menyertakan Powered by JCow. Saling sapa sendiri adalah hak cipta dari Muhammad Yahya Harlan, tapi dia tidak memegang hak cipta atas Enginenya. Enginenya tetap milik JCow, dan Muhammad Yahya tidak punya hak untuk menjualnya kembali atau menginstall nya di lain mesin. Dari Commercial Licensenya Jcow :Licensor hereby grants the Licensee a non-exclusive, non-transferable, non-assignable license to install, download and use a single instance of the Software on a single website server (License) through a single installation. Each License may run one instance of the Software on one domain. Any modification of the Software intended to circumvent the foregoing is prohibited and will result in revocation of the License.-Licensor adalah JCow.net-Licensee adalah pihak yang membeli lisensi, dalam hal ini adalah Muhammad Yahya Harlan.Di sini dia juga bilang kalau dia tidak membuat engine nya, tapi dia mengembangkan.EDIT :Jadi kesimpulannya, Muhammad Yahya Harlan tidak melakukan pelanggaran hak cipta JCOW, Salingsapa merupakan hak cipta dari Muhammad Yahya Harlan, tapi Engine ( JCow ) yang digunakan oleh Salingsapa tetap milik JCow. Muhammad Yahya Harlan, hanya mempunyai lisensi untuk menggunakan JCow dan Rebranding dengan menghilangkan Powered by Jcow.Demikian.Referensi :Wikipedia tentang HAKIWikipedia tentang Hak CiptaJCow Commercial LicenseEngadget Tentang Multitouch Display